1103005016
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Membayar Utang, Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor
Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator dibawah pengawasan
Hakim Pengawas. Undang-undang ini menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan
kepailitan, namun tidak memberikan pengertian yang jelas terhadap kata pailit itu
sendiri. Dalam Blacks Law Dictionary, bangkrut atau pailit berarti seorang pedagang
yang bersembunyi atau melakukan tindakan tertentu yang cenderung untuk mengelabui
pihak kreditornya.
Dasar hukum dari suatu kepailitan adalah:
1. UU No. 37 Tahun 2004
2. KUHPer, pasal 1134, 1139 dan 1149
3. KUHP, pasal 396 400, 520
4. UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
5. UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
6. UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
Tujuan kepailitan diantaranya adalah:
1. Menjamin agar pembagian harta kekayaan debitor diantara para kreditor sesuai asas
pari passu (membagi harta debitor sesuai proporsi kepada para kreditor konkuren atau
unsecured creditors berdasarkan pertimbangan besarnya tagihan masing-masing).
Asas pari passu ini diatur dalam Pasal 1132 BW
2. Mencegah debitor melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kreditor
3. Memberikan perlindungan kepada debitor yang beritikad baik kepada para
kreditornya dengan memperoleh pembebasan utang
4. Melindungi para kreditor konkuren untuk memperoleh hak mereka sehubungan
dengan berlakunya asas jaminan yang menyatakan bahwa semua harta kekayaan
debitor baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang telah ada maupun yang
baru akan ada dikemudian hari menjadi jaminan bagi perikatan debitor yaitu dengan
fasilitas dan prosedur agak mereka dapat memenuhi tagihan-tagihannya terhadap
debitor. Asas ini dilindungi oleh Pasal 1131 BW. Hukum kepailitan mencegah para
kreditor berebutan harta debitor saat debitor pailit sehubungan dengan asas tersebut
diatas, dan apabila tidak ada hukum kepailitan, maka kreditor yang lebih kuat akan
mendapatkan bagian yang lebih banyak daripada kreditor yang lemah.
Oleh karena itu di Perancis pada abad ke 17 diadakanlah kodifikasi dalam hukum
pedagang. Menteri Keuangan dari Raja Louis XIV(1643-1715) yaitu Colbert membuat
suatu peraturan yaitu Ordonance du Commerce (1673). Peraturan yang mengatur hukum
bagi pedagang ini berperan sebagai hukum untuk mengatur golongan tertentu yaitu kaum
pedagang. Ordonance du Commerce ini pada tahun 1681 disusul dengan Ordonance de
la Marine yang mengatur hukum perdagangan laut untuk pedagang-pedagang kota
pelabuhan.
Pada tahun 1807 di Perancis di samping adanya Code Civil des Francais yang mengatur
Hukum Perdata Perancis, telah dibuat lagi suatu kitab ndang-undang Hukum Dagang
tersendiri yakni Code de Commerce. Dengan demikian pada tahun 1807 di Perancis
terdapat hukum dagang yang dikodifikasikan dalam Code de Commerce yang dipisahkan
dari Hukum Perdata yang dikodifikasikan dengan Code Civil. Code de Commerce ini
membuat peraturan-peratuan hukum yang timbul dalam bidang perdagangan sejak
jamanpertengahan. Adapun yang menjadi dasar bagi penyusun Code de Commerce
(1807) itu adalah Ordonance de Commerce (1673) dan Ordonance de la Marine (1671)
tersebut.
Kemudian kodifikasi-kodifikasi hukum perancis tahun 1807 (Code Civil dan Code
commerce) dinyatakan berlaku juga di Netherland pada tahun 1838. Pada saat itu
Pemerintah Belanda menginginkan adanya hukum dagang sendiri; dalam usulan KUHD
Belanda dari Tahun 1819 direncanakan sebuah KUHD yang terdiri atas tiga buku. Namun
tidak diakui lagi pengadilan istimewa yang menyelesaikan perkara-perkara yang timbul
di bidang perdagangan, yang mana perkara-perkara di bidang perdagangan ini pada
akhirnya diselesaikan di pengadilan biasa. Usul KUHD Belanda inilah yang kemudian
disahkan menjadi KUHD Belanda tahun 1838. Akhirnya Nederland 1838 ini kemudian
menjadi contoh bagi pembuatan KUHD Indonesia pada tahun1848.
3. Syarat permohonan kepailitan
- Adanya utang. Berdasarkan Pasal 1 ayat (6) UU Kepailitan, utang adalah kewajiban
yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang
Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul
di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang
dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada
-
ditagih.
Adanya debitor dan kreditor
Kreditor lebih dari satu
Pernyataan pailit dilakukan oleh pengadilan khusus yang disebut dengan Pengadilan
Niaga
Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh kreditor atau debitor itu sendiri.
asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun atau Badan Usaha Milik Negara yang
bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat
diajukan oleh menteri keuangan.
negeri
Pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang
Pemanggilan sidang
Pelaksanaan sidang (20 hari sejak pendaftaran)
Sidang dapat ditunda jika memenuhi persyaratan (25 hari setelah didaftarkan)
Putusan permohonan pailit (60 hari setelah didaftarkan)
Penyampaian salinan putusan kepada pihak yang berkepentingan (3 hari setelah
putusan)