Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Wacana
Wacana
Penulis: Prof Dr Ibnu Hamad
Penyunting: Novita Hifni
Design: Denni N Ja, Feriyawi
Edisi Pertama, Januari 2010
Wacana
Ibnu Hamad
ISBN 978-979-99513-4-2
Jakarta, La Tofi Enterprise, 2010
La Tofi Enterprise
www.latofienterprise.com
Jl. Tebet Barat Raya 102
Blok 1A Lantai Dasar No. 5
Jakarta, 12810
Telp 021-8314360
Fax 021-83706499
E-mail: latofienterprise@yahoo.com
Kata Pengantar iii
Daftar Isi
BAGIAN kedua
ANALISIS WACANA 51
4. Arti dan Tujuan Analisis Wacana 53
5. Metode-Metode dalam Analisis Wacana 59
6. Peran Paradigma Penelitian dalam Analisis Wacana 75
7. Teknik Melakukan Analisis Wacana 83
8. Menjaga Kualitas Analisis Wacana 91
BAGIAN ketiga
PRAKTIK ANALISIS WACANA 99
9. Discourse Analysis: Semiotika Iklan 101
10. Critical Discourse Analysis: CDA Berita Politik 131
Kata Pengantar vii
Kata Pengantar
vii
Kata Pengantar ix
B
uku ini merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari buku saya mengenai wacana, berjudul Komu-
nikasi sebagai Wacana. Boleh dikatakan ibarat satu
mata uang dengan dua sisinya. Jika dalam buku tersebut saya
menguraikan teori komunikasi sebagai wacana (communica-
tion as discourse) beserta contoh-contoh penerapannya, maka
dalam buku ini saya lebih menekankan pada analisis wacana
sebagai salah satu metode penelitian khususnya dalam ilmu
komunikasi.
Saya tambahkan, dalam buku yang pertama itu kita da-
pat melihat proses pembentukan wacana; sedangkan dalam
buku yang kedua ini kita dapat membongkar isi wacana.
Dengan teori komunikasi sebagai wacana kita dapat melihat
cara seseorang “mengisi” wacana yang dibuatnya dengan
muatan apapun yang ia kehendaki. Sebaliknya, melalui me-
tode analisis wacana kita menyingkap muatan yang terdapat
suatu wacana.
Seperti kita ingin tahu isi atau muatan “container” perta-
x Wacana
BAGIAN Kesatu
Teori Wacana
1
2 Wacana
Teori Wacana 3
1
Arti Wacana
S
ecara singkat dapat dikatakan bahwa wacana
(discourse) adalah susunan data dan atau fakta
dengan memakai sistem tanda yang membentuk
cerita dan mengandung makna. Dari definisi ini, terdapat
beberapa hal yang terkait dengan wacana: (1) wacana ada-
lah hasil dari proses penyusunan atas data atau fakta keda-
lam cerita yang bermakna; (2) sistem tanda merupakan alat
utama untuk membuat wacana; (3) sebelum tersusun, data
dan atau fakta itu tentulah berserakan; (4) dalam wacana itu
terdapat “aturan” yang bekerja yang menyatukan satu data
dengan data lain atau fakta dengan fakta lain sehingga mem-
bentuk cerita yang bermakna; (5) boleh jadi aturan yang
berlaku untuk satu wacana berbeda dengan aturan yang ber-
laku untuk wacana lainnya bergantung pada faktor-faktor
yang mempengaruhi pembuatannya; (6) aturan yang berla-
ku pada sebuah wacana menentukan informasi dan makna
yang dikandung oleh wacana tersebut.
Pengertian wacana yang ringkas seperti itu kiranya akan
4 Wacana
kepentingan.
Uraian mengenai wacana seperti itu sangat dekat dengan
definisi wacana yang diberikan James Paul Gee, dalam hal ini
discourse dengan D besar. Dalam bukunya, Gee (2005 : 26)
memang membedakan discourse dalam dua jenis: Pertama,
“discourse” (d kecil) yang melihat bagaimana bahasa digunakan
pada tempatnya (“on site”) untuk memerankan kegiatan, pan-
dangan, dan identitas atas dasar-dasar linguistik.
Kedua, “Discourse” (D besar) yang merangkaikan unsur
linguistik pada “discourse” (dengan d kecil) bersama-sama
unsur non-linguistik (non-language “stuff”) untuk memeran-
kan kegiatan, pandangan, dan identitas. Bentuk non-lang-
uage “stuff” ini dapat berupa kepentingan ideologi, politik,
ekonomi, dan sebagainya. Komponen non-language “stuff”
itu juga yang membedakan cara beraksi, berinteraksi, ber-
perasaan, kepercayaan, penilaian satu komunikator dari
komunikator lainnnya dalam mengenali atau mengakui diri
sendiri dan orang lain.[]
6 Wacana
Teori Wacana 7
2
Proses Terjadinya Wacana
T
idak perlu ditegaskan lagi, mengacu pada
pengertian wacana di atas, bahwa wacana bukan-
lah barang yang terbentuk dengan sendirinya. Wa-
cana itu ada karena telah melalui proses pembentukannya.
Seperti apakah proses pembuatan wacana tersebut? Gambar
1 memperlihatkan proses terjadinya wacana.
Namun, sebelum menjabarkan prosesnya, izinkan saya
menceritakan kembali latar belakang munculnya gambar
atau model tersebut, yang kemudian mendorong lahirnya
teori komunikasi sebagai wacana (communication as dis-
course). Model dan teori ini bermula dari penulisan diser-
tasi pada tahun 2000-2002 sebagaimana telah dibukukan
(Ibnu Hamad, 2004). Ketika itu saya menerapkan analisis
wacana kritis (critical discourse analysis) terhadap berita-
berita 9 (sembilan) partai politik selama kampanye Pemilu
1999: PDIP, PG, PPP, PKB, PAN, PBB, PK, PDKB, dan
PKP di 10 surat kabar: Fajar (Makassar), Bali Post, Jawa
Pos (Surabaya), Kedaulatan Rakyat (Yogyakarta), Kompas,
8 Wacana
Proses
Faktor Innocently Konstruksi Strategi Signing
Faktor Internality Realitas oleh Strategi Framing
Faktor Externality Pelaku Strategi Priming
(5) (2) (7)
Discourse atau
Realitas yang Dikonstruksikan
(Text, Talk, Act dan Artifact)
(8)
Otoritarian Libertarian
Komunikator Penguasa dan atau pihak yang diberi izin Pengusaha dan atau siapa saja yang
utama oleh pihak otoritas mempunyai modal
Akses terhadap Penguasa dan atau pihak Pengusaha dan atau siapa
saluran yang dekat dengan dan saja yang mempunyai akses
atau diberi izin penguasa terhadap media
Isi atau pesan Harus selalu mendukung Berisi kritik terhadap kekuasaan
kekuasaan
Posisi khalayak Hanya menerima apa yang disampaikan Bisa mengajukan keberatan
komunikator terhadap komunikator
Norma hukum Disensor atau dicabut izinnya Diselesaikan di pengadilan
jika terjadi pelanggaran jika terjadi pelanggaran
1989: 265-269).
Justru karena terdapat persoalan makna itulah, maka
penggunaan bahasa sangat berpengaruh terhadap proses
konstruksi realitas berikut wacana yang dihasilkannya be-
serta makna dan citranya. Padahal, manakala kita meng-
konstruksikan atau menceritakan suatu realitas kepada
orang lain, sesungguhnya esensi yang ingin kita sampaikan
adalah makna. Padahal setiap kata, angka, dan simbol lain
dalam bahasa yang kita pakai untuk menyampaikan pesan
pada orang lain tentulah mengandung makna. Begitu juga,
rakitan antara satu (angka) dan kata (angka) lain mengha-
silkan suatu makna. Penampilan secara keseluruhan sebuah
wacana bahkan bisa menimbulkan makna tertentu (Fiske,
1990; Carey, 1988).
Sebagai konsekuensinya, penggunaan bahasa tertentu
berimplikasi pada munculnya makna dan citra tertentu. ���
Pi-
lihan kata, susunan kata, dan cara menyusun kalimat yang
tertentu dalam melakukan konstruksi realitas dapat menen-
tukan makna dan citra tertentu tentang realitas. Bahkan,
dalam banyak kasus bahasa bukan cuma sebagai alat meng-
konstruksikan realitas, tapi sekaligus dapat menciptakan
realitas itu sendiri. Kuatnya hubungan antara bahasa dan
realitas sebagaimana dirumuskan Christian and Christian
seperti dapat dilihat dalam Gambar I-2 (Grimshaw dalam
Pool et.al (editors) 1973: 63).
18 Wacana
Budaya
Tabel I-2 : Pembagian Tanda beserta Cara Kerjanya (Berger, 2000 : 14)
Gambar I-3 : Elemen Makna Pierce Gbr I-4 : Semantic Triangle Richard
LAMBANG TUJUAN
produknya tersebut.
Baik juga diketahui bahwa semiotika juga menaruh per-
hatian pada isu ideologi. Yang dimaksud ideologi di sini
tidaklah selalu ideologi dalam bentuk teori besar semacam
susunan filsafat yang diterima secara umum, tetapi ideologi
dalam arti semiotik, yakni titik tolak orang (term of refer-
ence) untuk melakukan produksi dan interpretasi pesan.
Pierce yang menamakannya dengan leading principle, yakni
sesuatu yang dianggap sebagai nilai moral dari suatu sim-
bol. Prinsip inilah yang mengatur mekanisme penalaran
seseorang (Zoest, ibid.). Sedangkan Barthes menyebutnya
dengan mitologi (Barthes, 1993: 111).
Dalam perspektif semiotika, “ideologi” itu diasumsikan
menguasai budaya sebuah kelompok pemakai tanda. Dalam
ideologi itu terdapat sejumlah anggapan dasar yang meng-
atur penggunaan tanda. Ideologi itulah yang menentukan
visi atau pandangan suatu kelompok budaya terhadap reali-
tas yang diwujudkan melalui pemakaian tanda. Karenanya
berbicara tanda (simbol) juga berbicara tentang ideologi.
Untuk menemukan ideologi (baca, leading principle atau
mitologi) dalam suatu sistem tanda perlu diketahui konteks
dimana tanda itu berada berdasarkan budaya si pemakai
tanda. Sebab, sebuah tanda dapat berubah-ubah maknanya
sesuai konteksnya, baik konteks kalimat, waktu, tempat,
maupun budaya si pemakai tanda. Sebuah simbol akan
26 Wacana
Salah satu bentuk wacana dari jenis ucapan (talk) adalah pembicaraan yang disampai-
kan dalam pidato. Foto: istimewa
Teori Wacana 29
3
Jenis dan Bentuk Wacana
T
elah beberapa kali disebutkan ketika mengurai-
kan proses pembuatan wacana, bahwa wacana itu
mempunyai jenis dan bentuk. Ada empat jenis wa-
cana dengan beragam bentuknya:
• Text (teks) yaitu jenis wacana dalam wujud tulisan/grafis.
Bentuk-bentuk dari wacana jenis teks ini antara lain ��� su-
rat, e-mail, berita, features, artikel opini, puisi, lagu, cer-
pen, novel, iklan cetak (print ad), komik, dsb.
• Talk (percakapan) yaitu wacana dalam wujud ucapan.
Bentuk-bentuk dari wacana jenis percakapan ini antara
lain monolog, dialog, wawancara, obrolan, diskusi, iklan
radio, pidato, dsb.
• Act (tindakan) yaitu wacana dalam wujud gerak atau ke
giatan. Bentuk-bentuk dari wacana jenis ini antara lain
pantomim, drama, tarian, film, defile, ���������������
iklan film, ���
de-
monstrasi, dsb.
• Artefact (artifak) yaitu wacana dalam wujud jejak sebagai
hasil perbuatan. Bentuk-bentuk dari wacana jenis ini antara
44 Wacana
Daftar Pustaka