Anda di halaman 1dari 19

1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Demam Berdarah Dengue (DBD)


1. Pengertian DBD
a. Demam berdarah adalah penyakit demam yang diakibatkan oleh
gigitan nyamuk Aedes Aegypti yang kemudian menimbulkan
bintik-bintik merah di kulit serta perdarahan yang keluar melalui
lubang hidung, telinga dan lain-lain.
b. DBD/Dengue Haemorrhagir Fever (DHF) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong
Arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegypti (betina), terutama menyerang anak remaja
dan dewasa yang seringkali menyebabkan kematian (Effendy,
1995).
c. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu
masalah

kesehatan

masyarakat

di

Indonesia

yang

jumlah

penderitanya cenderung meningkat danm penyebaranya semakin


luas dan penyakit ini merupakan penyakit menular yang terutama
menyerang anak-anak (Widiyono, 2008).
2. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala penyakit DBD adalah sebagai berikut dibawah ini :
a. Penderita mendadak panas tinggi selama 2 hingga 7 hari yang
sering di ikuti dengan rasa sakit pada uluhati dan biasanya tanpa
sebab yang jelas.
b. Munculnya bintik-bintik merah pada kulit.
c. Kadang disertai perdarahan pada hidung.
d. Bisa jadi sipenderita muntah darah dan berak.
e. Jika telah parah, penderita merasa gelisah, tangan dan kakinya
dingin serta berkeringat.

3. Etiologi
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok
Arbovirus B, yaitu arthropod-borne atau virus yang disebarkan oleh
artropoda. Virus ini termasuk genus flavivirus dari famili flaviviridae.
Nyamuk Aedes betina biasanya terinfeksi virus dengue pada saat
menghisap darah dari seseorang yang sedang berada pada tahap
demam akut (viraemia). Setelah melalui periode inkubasi ekstrinsik
selama 8 sampai 10 hari, kelenjar ludah Aedes akan menjadi terinfeksi
dan virusnya akan ditularkan ketika nyamuk menggigit dan
mengeluarkan cairan ludahnya kedalam luka gigitan ke tubuh orang
lain. Setelah masa inkubasi instrinsik selama 3-14 hari (rata-rata
selama 4-6 hari) timbul gejala awal penyakit secara mendadak, yang
ditandai dengan demam, pusing, myalgia (nyeri otot), hilangnya nafsu
makan dan berbagai tanda atau gejala non spesifik seperti nausea
(mual-mual), muntah dan rash (ruam pada kulit). Viraemia biasanya
muncul pada saat atau persis sebelum gejala awal penyakit tampak dan
berlangsung selama kurang lebih 5 hari setelah dimulainya penyakit.
Saat-saat tersebut merupakan masa kritis dimana penderita dalam masa
sangat infektif untuk vektor nyamuk yang berperan dalam siklus
penularan (Widoyono, 2008; Sitio, 2008).
4. Manifestasi
a. Demam
Penyakit DBD di awali dengan demam mendadak dan terusmenerus selama 2-7 hari dan disertai gejala klinis yang tidak
spesifik seperti : lemah, nyeri pada punggung, tulang, sendi dan
kepala. Pada umumnya gejala klinik ini tidak mengkhawatirkan
demam berlangsung antara 2-7 hari kemudian turun secara lysis
(Effendy, 1995).
b. Manifestasi perdarahan
Manifestasi perdarahan umumnya muncul pada hari ke 2-3,
termasuk setidak-tidaknya uji turniket positif dan salah satu

bentuk lain (petekei, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan


gusi), hematemesis dan atau melena (Effendy, 1995).
c. Pembesaran hati / Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba,
meskipun pada anak yang kurang gizi juga sudah teraba. Gejala
pembesaran hati ini kurang khas dan derajatnya tidak sesuai
dengan beratnya penyakit (Purwanto dkk, 2000).
d. Renjatan / Shock
Renjatan yang ditandai dengan nadi lemah, cepat sampai
takteraba disertai tekanan darah menurun (tekanan sistolik
menjadi 80 mmHg atau kurang dan diastolik 20 mmHg atau
kurang), disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama
padaujung hidung, jari dan kaki, penderita timbul gelisah dan
sianosis disekitar mulut (Effendy, 1995).
5. Faktor yang berhubungan dengan penyakit DBD
a. Faktor nyamuk Aedes Aegypti
Adapun ciri-cari dari nyamuk Aedes Aegypti sebagai berikut :
1) Berwarna hitam dengan loreng putih pada tubuhnya, dengan
bercak-bercak putih di sayap dan kakinya.
2) Berkembang biak di tempat penampungan air yang tidak
beralaskan tanah separti bak mandi/WC, tempayan, drum
dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng, ban
bekas, pot tanaman air, tempat minum burung dan lain-lain.
3) Biasanya menggigit pada siang hari.
4) Nyamuk

betina

membutuhkan

darah

manusia

untuk

mematangkan telurnya agar dapat meneruskan keturunanya.


5) Kemampuan terbangnya 100 meter.

b. Faktor nyamuk Aedes Albopictus


Ciri-ciri nyamuk ini menurut Rampengan (1993), sebagai berikut :
1) Tempat habitatnya di tempat air jernih. Biasanya di sekitar
rumah atau pohon-pohon, di mana tertampung air hujan yang
bersih yaitu pohon pisang, pandan, kaleng bekas dan lain-lain.
2) Menggigit pada waktu siang hari.
3) Jarak terbang 50 meter.
c. Faktor manusia
Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap orang dapat
terkena DBD. Perbedaab pravalensi menurut umur dan jenis
kelamin sebenarnya berkaitan erat dengan perbedaan derajat
kekebalan tubuhnya. Infeksi dengue tidak jarang menimbulkan
kasus ringan pada anak.
d. Faktor lingkungan
Lingkungan adalah sesuatu yang ada diluar host, baik benda
mati, benda hidup atau abstrak seperti suasana yang berbentuk
akibat dari interaksi semua elemen-elemen tersebut termasuk host
yang lain. Lingkungan mencangkup subfaktor yang sangat luas
diantaranya yaitu lingkungan fisik, lingkungan biologik dan
lingkungan sosial budaya.
1) Lingkungan Fisik
Aedes Aegypti tersebar luas di wilayah tropis dan subtropis di
Asia Tenggara dan terutama tersebar di sebagian besar wilayah
perkotaan, pedesaan. Penyebaran Aedes Aegypti relatif sering
terjadi dan dikaitkan dengan pembangunan sistim persediaan
air di pedesaan dan sistem transportasi. Di Asia Tenggara yang
curah hujannya melebihi 200 cm pertahun ternyata nyamuk
Aedea Aegypti ini lebih stabil dan ditemukan didaerah
perkotaan, pinggiran kota dan di daerah pedesaan.

2) Lingkungan Biologik
Di Asia Tenggara penggunaan preparat biologik untuk
mengendalikan

populasi

nyamuk

Aedes

Aegypti

yang

merupakan salah satu vektor penyebab dengue terutama pada


tahap larvanya, hanya menjadi kegiatan lapang yang berskala
kecil. Penggunaan ikan sebagai pencegahan biologik sudah
semakin banyak digunakan untuk mengendalikan nyamuk
Aedes Aegypti di kumpulan air yang banyak (TPA) atau air di
kontainer yang besar di negara-negara Asia Tenggara.
Kegunaan dan keefesian alat pengendali ini bergantung pada
jenis penampung yang dipakai.
3) Lingkungan Sosial budaya
Masyarakat dan lembaga pemerintah harus menunjukkan
perhatian yang tulus terhadap penderitaan manusia, misalnya
angka kesakitan dan angka kematian penderita DBD di negara
tersebut, kerugian ekonomi bagi keluarga dan negara dan
bagaimana

mamfaat

program

tersebut

bisa

memenuhi

kebutuhan dan harapan masyarakat. Penggunaan sumberdaya


harus

terus

pengendalian
peralatan
pemerintah

didorong
dengue

yang

kapanpun
dapat

dibutuhkan

perbaikan

koordinator

memanfaatkan
masyarakat

penyediaan

air

program
pembuatan

lokal,
atau

tenaga

kelompok

masyarakat dan pemuda untuk tidak membuang ban bekas,


wadah tak terpakai lainnya dilingkungan.
6. Faktor yang berperan dalam penularan penyakit DBD
Faktor yang berperan dalam penularan penyakit DBD yang dibuat
oleh Jhon Gordon, penularan penyakit DBD ini juga dipengaruhi oleh
interaksi tiga faktor, yaitu sebagai berikut :
a. Faktor penjamu (Target penyakit, inang), dalam hal ini adalah
manusia yang rentan tertular penyakit DBD.

b. Faktor penyebar (vektor) dan penyebab penyakit (agen), dalam


hal ini adalah virus DEN tipe 1-4

sebagai agen penyebab

penyakit, sedangkan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes albopictus


yang berperan sebagai vektor penyebar penyakit DBD.
c. Faktor lingkungan yaitu lingkungan yang memudahkan terjadinya
kontak penularan penyakit DBD.
Berbagai upaya untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit
DBD dapat dilakukan dengan cara memodifikasikan faktor-faktor
yang terlibat di dalamnya. Perbaikan kualitas kebersihan saniatsi
lingkungan, dapat menekan jumlah populasi nyamuk Aedes Aegypti
sebagai vektor penyebab penyakit DBD, sedangkan pencegahan
penyakit dan pengobatan segera bagi penderita penyakit DBD adalah
beberapa langkah yang dapat ditempuh untuk mencapai tujuan ini.
Hal yang harus diperhatikan adalah peningkatan pemahaman,
kesadaran, sikap, dan perubahan perilaku masyarakat terhadap
penyakit

DBD,

akan

sangat

mendukung

percepatan

upaya

memutuskan mata rantai penularan penyakit DBD. Sehingga pada


akhirnya dapat menekan laju penularan penyakit memetikan ini di
masyarakat (Ginanjar, 2008).
B. Perilaku
1. Pengertian
Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2003), seorang ahli psikologi,
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang
terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu perilaku ini
terjadi

melalui proses adanya stimulus terhadap individu, dan

kemudian individu tersebut merespon, maka teori skiner ini disebut


teori S-O-R atau Stimulus-Organisme-Respons.
Skiner membedakan adanya 2 respon yaitu :
a. Respondent respons atau reflexive, yaitu respon yang ditimbulkan
oleh

rangsangan-rangsangan

(stimulus)

tertentu.

Stimulus

semacam ini disebut eliciling stimulation karena menimbulkan


respon-respon yang relative tetap. Misalnya : cahaya terang
menyebabkan mata tertutup, minuman yang segar dan dingin
menimbulkan

keinginan

untuk

minum

dan

sebagainya.

Respondent respons ini juga menckup perilaku emosional,


misalnya

mendengarkan

penyuluhan terkait dengan perilaku

pencegahan DBD sehingga semangat untuk melakukannya.


b. Operant respons atau instrumental respons, yaitu respon yang
timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau
rangsangan

tetentu.

Perangsang

ini

disebut

reinforcing

stimulation atau reinforcer, karena mendapat respon. Misalnya


apabila masyarakat melaksanakan pencegahan DBD dengan baik
maka memperoleh penghargaan dari pihak
masyarakat

tersebut

melaksanakannya. Maka

akan

lebih

perilaku

terkait

baik

sehingga

lagi

dalam

dapat dibedakan

menjadi

dua:
1) Perilaku tertutup (covert behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung
atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini
masih

terbatas

pada

perhatian,

persepsi,

pengetahuan/

kesadaran,dan sikap yang terjadi pada seseorang yang


menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara
jelas oleh orang lain.
2) Perilaku terbuka (over behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan
nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah
jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah
dapat diamati atau dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2007), sebelum seseorang


menghadapi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri seseoarang
tersebut terjadi proses yang berurutan yaitu :
a. Awareness (kesadaran), seseorang menyadari dan mengetahui
adanya stimulus.
b. Interest, mulai tertarik pada stimulus.
c. Evaluation,

menimbang-nimbang/mengevaluasi

baik

tidaknya

stimulus tersebut terhadap dirinya.


d. Trial, orang mencoba perilaku baru.
e. Adoption, telah terjadi perilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
2. Hubungan Pengetahuan dengan perilaku
Perilaku merupakan aktivitas atau kegiatan individu yang
bersangkutan. Perilaku manusia adalah suatu aktifitas dari individu itu
sendiri atau yang bersangkutan. Perilaku kesehatan pada dasarnya
adalah suatu respon individu terhadap rangsangan yang terkait dengan
sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta
lingkungan. Blum mengatakan derajat kesehatan manusia dipengaruhi
4 faktor yaitu genetik (hereditas), lingkungan, pelayanan kesehatan,
perilaku. Pengetahuan seseorang sangat berpengaruh dalam perilaku
pencegahan demam berdarah dengue karena pengetahuan merupakan
hasil tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan
terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2007).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam
bidang kesehatan menurut Notoatmodjo (2007), yaitu sebagai berikut :
a. Latar Belakang
Latar belakang yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam
bidang

kesehatan

dibedakan

atas:

pendidikan,

pekerjaan,

penghasilan, norma-norma yang dimiliki dan nilai-nilai yang ada


pada dirinya, serta keadaan sosial budaya yang berlaku.

b. Kepercayaan dan Kesiapan Mental


Perilaku seseorang dalam bidang kesehatan dipengaruhi oleh
kepercayaan orang tersebut terhadap kesehatan serta kesiapan
mental yang dipunyai. Kepercayaan tersebut setidak-tidaknya
menjadi manfaat yang akan diperoleh, kerugian yang didapat,
hambatan yang diterima serta kepercayaan bahwa dirinya dapat
diserang penyakit.
c. Sarana
Tersedia atau tidaknya sarana yang dimanfaatkan adalah hal yang
penting dalam munculnya perilaku seseorang di bidang kesehatan,
betapapun positifnya latar belakang, kepercayaannya dan
kesiapan mental yang dimiliki tetapi jika sarana kesehatan tidak
tersedia tentu perilaku kesehatan tidak akan muncul.
d. Faktor Pencetus
Dalam bidang kesehatan peranan faktor pencetus cukup besar
untuk memunculkan perilaku kesehatan yang diinginkan.
Seringkali dijumpai seseorang baru berperilaku kesehatan tertentu
bila sudah ada masalah kesehatan sebagai pencetus.
4. Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku
Menurut teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2007), ada 3
faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku seseorang atau
kelompok yaitu :
a. Faktor yang mempermudah (Presdisposing Factor) yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, norma, sosial dan unsur lain yang
terdapat dalam diri seseorang maupun masyarakat.
b. Faktor pendukung (Enabling Factor) antara lain yaitu umur, status
sosial, ekonomi, pendidikan dan sumberdaya manusia.
c. Faktor Pendorong (Reinforcing Factor) yaitu faktor yang
memperkuat perubahan perilaku sesorang yang dikarenakan adanya
sikap suami, orang tua, tokoh masyarakat ataupun petugas
kesehatan.

10

Dapat

disimpulkan

bahwa

perilaku

seseorang

atau

masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan,


kepercayaan, norma dan sebagainya dari orang atau masyarakat
yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas dan
perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan
mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.
Sedang

menurut

Purwanto

(1999)

faktor

yang

mempengaruhi perilaku seseorang adalah keturunan yang berarti


sebagai pembawaan atau heredity dan lingkungan yang berarti
segala apa yang berpengaruh pada diri individu dalam berperilaku,
lingkungan turut berpengaruh dalam perkembangan bawaan atau
kehidupan seseorang.
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa
perilaku seseorang atau masyarakat dalam pencegahan DBD
ditentukan oleh pengetahuan, kepercayaan, norma, keturunan dan
lingkungan dari atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu
ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan juga akan mendukung
dan memperkuat terbentuknya perilaku pencegahan DBD.
5. Praktik atau tindakan
Praktik atau tindakan merupakan suatu bentuk sikap yang belum
otomatis terwujud dalam suatu tindakan (over behavior). Untuk
mewujudkannya menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung yang memungkinkan, antara lain fasilitas praktik.
Ada 4 macam menurut (Notoatmodjo, 2007) yaitu :
a. Persepsi (Perception), mengenal dan memilih berbagai object
sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
b. Respon terpimpin (Guided response), melakukan sesuatu sesuai
dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh.
c. Mekanisme

(Mechanism),

apabila

seseorang

telah

dapat

melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu


sudah merupakan kebiasaan

11

d. Adopsi (adoption), suatu praktek atau tindakan yang sudah


berkembang dengan baik. Tindakan itu sudah dimodifikasinya
tanpa mengurangi kebenaran tindakan.

C. Perilaku Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD)


Pemberantasan DBD seperti juga penyakit menular lain didasarkan
atas pemutusan rantai penularan, terdiri dari virus, aedes dan manusia.
Karena sampai saat ini belum terdapat vaksin yang efektif terdapat virus
itu maka pemberantasan ditujukan pada manusia terutama pada vektornya
(Soemarmo, 1998).
a. Prinsip tepat dalam pencegahan DHF/DBD (Soemarmo, 1998).
1) Manfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah
dengan

melaksanakan

pemberantasan

pada

saat

sedikit

terdapatnya DHF / DSS.


2) Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan
vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan
penderita veremia.
3) Mengusahakan

pemberantasan

vektor

di

pusat

daerah

pengambaran yaitu sekolah dan RS, termasuk pula daerah


penyangga sekitarnya.
4) Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi
penularan tinggi.
b. Cara pencegahan Demam Berdarah Dengue
Cara untuk menurunkan populasi nyamuk Aedes Aegypti dengan
cara yang telah dikenalkan oleh masyarakat yaitu melalui 3M menurut
Handrawan Nadesul (2007), dalam buku Triyani (2010), sebagai
berikut :
1) Menguras Tempat Penampungan Air (TPA) untuk keperluan
sehari-hari dilakukan seminggu sekali dan terus-menerus. Hal ini
dilakukan untuk memotong siklus perkembangan nyamuk yaitu
dengan membunuh jentik-jentik yang ada di tempat penampungan

12

air dengan cara menguras seminggu sekali, sehingga jentik-jentik


nyamuk tidak dapat berkembang.
2) Menutup rapat-rapat TPA, sehingga nyamuk tidak dapat masuk
dan berkembangbiak. Upaya ini dilakukan dengan menutup
semua tempat-tempat yang menampung air sebagai tempat
perkembangan vector nyamuk.
3) Mengubur barang-barang bekas yang menjadi TPA.
Barang-barang bekas yang tidak terpakai dan dapat menampung
air sebaiknya dikubur saja, karena dapat menjadi tempat
perkembangbiakan nyamuk.
Akhir-akhir ini pencegahan dan pemberantasan DBD tidak hanya
dapat ditempuh melalui 3M, namun cara yang paling efektif adalah
melalui pemberantasan sarang jentik nyamuk (PSJN) untuk menekan
angka kasus DBD. Selain karena tempat jentiknya yang jelas, yaitu di
tempat tempat penampungan air (TPA),

juga di karenakan jentik

merupakan awal fase hidup nyamuk.


Menurut

Genis Ginanjar (2008), modifikasi habitat larva yang

dibuat manusia dalam menerapkan

pemberantasan sarang

jentik

nyamuk (PSJN) dengan beberapa cara yaitu :


a. Larvasida Biologis
Suatu organisme yang dapat digunakan sebagai pemangsa larva
(larvasida), di antaranya bakteri Bacillus thuringiensis H-14 (BTI)
dan ikan-ikan pemangsa larva, seperti ikan kepala timah dan ikan
cupang.
b. Abatisasi
Abatisasi adalah tindakan menabur bubuk Abate atau Altosid ke
dalam tempat penampungan air. Abate merupakan salah satu
larvasida kimia yang efektif, mudah dan aman serta praktis
digunakan. Air yang telah dibubuhi bubuk Abate dengan takaran
yang benar, tidak membahayakan dan tetap aman jika air tersebut
diminum.

13

c. Pengasapan (fogging)
Upaya untuk menekan laju penularan penyakit DBD, salah
satunya ditujukan untuk mengurangi kepadatan vektor DBD
secara kimiawi yang dikenal dengan istilah pengasapan (fogging).

D. Karakteristik kepala keluarga dalam perilaku pencegahan DBD


Karakteristik kepala keluarga yaitu meliputi, umur, pendidikan,
pekerjaan, ekonomi/pendapatan. Faktor yang secara langsung atau internal
mempengaruhi keikutsertaan masyarakat dalam perilaku pencegahan DBD
antara lain sebagai berikut :
1. Umur
Umur adalah bilang tahun terhitung sejak lahir sampai dengan tahun
terakhir seseorang melakukan aktifitas. Demikian besarnya umur
seseorang dalam mempengaruhi pengetahuan, sikap, dan perilaku
semakin lebih bertanggung jawab, lebih tertib, lebih bermoral dan lebih
berbakti daripada usia muda dan menjadi indikator dalam kedewasaan
dalam setiap penambilan keputusan untuk melakukan sesuatu yang
mengacu pada setiap pengalaman, sehingga umur seseorang memiliki
pengaruh terhadap perilaku pencegahan demam berdarah dengue
dengan keberhasilan pencegahan DBD.
2. Pendidikan
UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS, pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Baik itu pendidikan
formal maupun non formal yang diinginkan adalah adanya perubahan
kemampuan, penampilan ataupun perilakunya. Selanjutnya perubahan
perilaku didasari adanya perubahan atau penambahan pengatahuan,
sikap atau ketrampilan (Notoatmodjo, 2003). Faktor ekonomi juga

14

sangat mempengruhi tingkat pendidikan seseorang, sedangkan faktor


lingkungan juga memberikan andil berupa dukungan seperti lingkungan
keluarga

mendukung

atau

tidak

mendukung

seseorang

untuk

memperoleh pendidikan yang lebih tinggi.


3. Pekerjaan
Pekerjaan adalah sesuatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang untuk
tujuan tertentu. Pekerjaan merupakan sesuatu yang dilakukan oleh
seseorang sebagai profesi, sengaja dilakukan untuk mendapatkan
penghasilan (Dhimas, 2008).
UUD 1945 pasal 27 ayat 2 yang menyatakan bahwa setiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan. Dari sini pekerjaan merupakan hak dasar setiap orang,
karena adanya pekerjaan pada dasarnya bukan semata-mata untuk
menndapatkan penghasilan, tetapi lebih dari itu hargadiri dan martabat
manusia juga dari aktivitas bekerja yang bersangkutan.
4. Pendapatan / Ekonomi
Pendapatan merupakan salah satu faktor yang paling menentukan
kuantitas maupun kualitas dalam memenuhi kebutuhan hidup. Tingkat
seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup disesuaikan dengan
penghasilan yang ada, sehingga menuntut pengetahuan yang dimiliki
harus dipergunakan semaksimal mungkin. Begitu pula dalam mencari
bantuan ke sarana kesehatan yang ada, mereka sesuaikan dengan
pendapatan keluarga.
Kesadaran dan kepedulian masyarakat merupakan kunci awal dari
menurunnnya angka DBD di suatu daerah atau wilayah. Sehingga DBD
dapat terjadi di wilayah manapun, termasuk di wilayah elit. Cara yang
paling efekif adalah menghindari gigitan nyamuk dengan cara menurunkan
populasi. Melalui kesadaran akan pentingnya kebersihan lingkungan,
secara otomatis akan menghambat perkembangan jentik, dengan adanya
kepedulian maka aplikasi dari upaya-upaya memberantas DBD akan

15

terealisasi, dengan begitu tidak akan memberikan kesempatan bagi


nyamuk untuk berkembang.

E. Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, indera
pendengaran, indera penciuman, indera perasa dan indera peraba.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih lama dari pada yang tidak
didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan seseorang sangat berpengaruh
dalam perilaku pencegahan demam berdarah dengue karena
pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo,
2007).
Berdasarkan observasi sementara diketahui bahwa pengetahuan
kepala keluarga tentang penyakit demam berdarah dengue dalam
katogori kurang ditandai dengan pengetahuan yang dimiliki oleh
kepala keluraga kurang dalam menyebutkan tanda dan gejala demam
berdarah dengue, sehingga pencegahan penyakit DBD belum
dilaksanakan dengan optimal dilingkungan masyarakat.
2. Tingkat pengetahuan
Tingkat pengetahuan didalam domain kognitif

meliputi 6 hal

menurut (Notoatmodjo, 2003) sebagai berikut :


a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam tingkat pengetahuan
ini yaitu mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari

16

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah


diterimanya. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang telah dipelajari antara lain menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan seterusnya.
Contoh : dapat menyebutkan arti kata pencegahan Demam
Berdarah Dengue melalui PSN dan 3M (menguras, menutup,
mengubur) tempat penampungan air.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami

diartikan

sebagai

suatu

kemampuan

untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahuinya, dan


dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
Contoh : meramalkan dan menyimpulkan dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajarinya. Misalnya dapat menjelaskan
mengapa harus melaksanakan 3M dilingkungan sekitar tempat
tinggal kita.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real

(sebanarnya).
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam
satu struktur organisasi dan masih ada kaitanya satu sama lain.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaliasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Penelitian-penilitian

didasarkan

pada

suatu

kriteria

yang

17

ditentukan sendiri, atau menggunakan keriteria-keriteria yang


telah ada. Misalnya dapat membedakan antara lingkungan yang
bersih,

kotor

dan

(Notoatmodjo, 2003).

dapat

menimbulkan

bibit

penyakit

18

F. Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan teori di atas maka dapatlah disusun kerangka
teori penelitian sebagai berikut :
Skema 1 : Kerangka Teori Penelitian

Faktor predisposisi
1. Pengetahuan
2. Kepercayaan
3. Norma
4. Sosial
5. Karakteristik

Faktor pendukung
1. Lingkungan fisik

Perilaku

2. Status sosial

pencegahan DBD

3. Ketersediaan sarana dan prasarana


kesehatan
4. Ketersediaan SDM pelayanan

Faktor pendorong
1. Perilaku masyarakat
2. Perilaku tokoh masyarakat
3. Perilaku petugas kesehatan

Sumber : Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2007).

19

G. Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian dan kerangka teori tersebut, maka
disusun kerangka konsep sebagai berikut :
Skema 2 : Kerangka Konsep Penelitian
Variabel bebas

Variabel terikat

Faktor karakteristik

Perilaku
pencegahan DBD

Pengetahuan

H. Variabel Penelitian
Variabel penelitian dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Independent (bebas)
Dalam

penelitian

ini

sebagai

variabel

independent

adalah

karakteristik dan pengetahuan kepala keluarga tentang pencegahan


demam berdarah dengue (DBD).
2. Variabel Dependent (terikat)
Dalam penelitian ini sebagai variabel dependent adalah perilaku
pencegahan demam berdarah dengue (DBD).
I. Hipotesa
1. Ada hubungan karakteristik dengan perilaku pencegahan DBD.
2. Ada hubungan pengetahuan dengan perilaku pencegahan DBD.

Anda mungkin juga menyukai