1, April 2013
J. Jalan - Jembatan
Vol. 30
No. 1
Hal. 1 - 53
Bandung
April 2013
Terakreditasi 484/AU3/P2MI-LIPI/08/2012
Berlaku : 7 Agustus 2012 - 7 Agustus 2015
ISSN
1907 - 0284
Jurnal
JALAN - JEMBATAN
Jurnal Jalan-Jembatan adalah wadah informasi bidang Jalan dan Jembatan berupa hasil penelitian, studi kepustakaan maupun tulisan ilmiah
terkait yang meliputi Bidang Bahan dan Perkerasan Jalan, Geoteknik Jalan, Transportasi Dan Teknik Lalu-Lintas serta Lingkungan
Jalan, Jembatan dan Bangunan Pelengkap Jalan. Terbit pertama kali tahun 1984 dengan frekuensi terbit tiga kali setahun pada bulan April,
Agustus dan Desember. Sesuai Surat Keputusan LIPI No.484/AU3/P2MI-LIPI/08/2012 Jurnal Jalan-Jembatan telah mendapat Akreditasi.
Pelindung
Kepala Pusat Litbang Jalan dan Jembatan
Pembina
Ka.
Ka.
Ka.
Ka.
Ka.
Ka.
Ka.
Penangung Jawab
Ka. Bidang Standar dan Diseminasi
Redaktur
Prof. (R) DR. Ir. Furqon Affandi, M.Sc
Penyunting Editor
Ir. Benyamin Saptadi., M.Si
Dulmanan, SAB
Ir. Nono, M.Eng.Sc
Dra. Yeyeh Kursiah, Dipl. TEFL
Indira (Ira) Dwi Putri, S.Sos.
Dewi Siti Bayduri, ST
Roro Willis, S.Pd
Desain Grafis/ Fotografer
Gelar Ermaya Nugraha
Internal Editor
Prof (R) DR. Ir. Furqon Affandi, M.Sc (Peneliti Utama Bidang Bahan dan Perkerasan Jalan)
DR. Djoko Widajat, M.Sc (Peneliti Madya Bidang Bahan dan Perkerasan Jalan)
Ir. GJW Fernandez (Peneliti Utama Bidang Geoteknik Jalan)
Dr. Ir. M. Eddie Sunaryo, M.Sc (Peneliti Utama Bidang Geoteknik Jalan)
Drs. Gugun Gunawan, M.Si (Peneliti Madya Bidang Teknik Lingkungan Jalan)
DR. Ir. Hikmat Iskandar, M.Sc (Peneliti Madya Bidang Lalu-Lintas Jalan)
Prof. (R) Ir. Lanneke Tristanto (Ahli Peneliti Utama Bidang Jembatan & Bangunan Pelengkap Jalan)
Mitra Bestari
Prof.
Prof.
Prof.
Prof.
Prof.
Ir. Wimpy Santosa, M.Sc. PhD (Bidang Transportasi dan Teknik Lalu-Lintas Jalan; Universitas Katolik Parahyangan)
Ir. Bambang Sugeng S, DEA (Bidang Teknik Perkerasan Jalan; Institut Teknologi Bandung)
DR. Ir. Aziz Jayaputra, M.Sc (Bidang Geoteknik; Institut Teknologi Bandung)
DR. Ir. Soegijanto, M.Si (Bidang Fisika Teknik/Lingkungan; Institut Teknologi Bandung)
DR. Ir. Bambang Suryoatmono, M.Sc (Bidang Teknik Struktur; Universitas Katolik Parahyangan)
Sekretariat
Anne K. Panggabean, AMd
Bernardus Respati Wibowo, SE
Jurnal Jalan-Jembatan diterbitkan oleh Puslitbang Jalan dan Jembatan Badan Litbang, Kementerian Pekerjaan
Umum.
Alamat Redaksi/Penerbit:
PENGANTAR REDAKSI
Redaksi mengucapkan selamat berjumpa kembali pada Jurnal Jalan - Jembatan edisi April 2013, yang
merupakan edisi pertama pada volume ini. Ada lima tulisan yang disajikan, yaitu mengenai Analisa
transportasi di perkotaan, Analisa temperatur perkerasan jalan untuk penentuan kelas kinerja aspal,
Analisa diafragma pada dek baja jembatan ortotropik, Pengaruh beban impak kapal terhadap bangunan
pengamanan pilar dan jembatan dan Pengembangan model keruntuhan lapis aspal.
Tulisan analisa transportasi di perkotaan, menyampaikan evaluasi kondisi awal sistem jaringan jalan di
perkotaan serta mengidentifikasi faktor faktor kunci yang berpengaruh dalam menghasilkan arah
kebijakan, pengembangan prasarana transportasi di perkotaan. Tulisan ke dua menyampaikan kajian
temperatur perkerasan jalan untuk menentukan kelas kinerja aspal dengan membuat model untuk
mendapatkan kelas kinerja aspal yang sesuai untuk suatu daerah, berdasarkan temperatur perkerasan
dan temperatur udara. Tulisan analisa diafragma jembatan ortotropik membahas analisis statik elemen
hingga 3D dalam memodelkan baja ortotropik dengan diafragma menerus dan diafragma coak.
Tulisan beban impak kapal terhadap bangunan pilar jembatan, menyampaikan bahasan beberapa
ketentuan dalam kriteria desain fender sesuai kondisi dan lokasi jembatan. Sajian berikutnya berkaitan
dengan model keruntuhan lapis beraspal berdasarkan pendekatan respon dasar material seperti
tegangan, regangan dan deformasi.
Pada kesempatan ini, kami ucapkan terima kasih banyak khusus kepada Prof. Dr. Ir. Bambang Sugeng
DEA; Prof. Dr. Ir. Bambang Suryoatmono; Prof. Ir. Wimpy Santosa MSc. PhD, sebagai mitra bestari
atas bantuan dan penilaiannya dalam penerbitan edisi ini. Ucapan terima kasih kami sampaikan juga
kepada Prof. Dr. Ir. Aziz Jayaputra dan Prof. Dr. Ir. Soegijanto atas segala bantuannya dan
perkenannya menjadi anggota mitra bestari Jurnal Jalan - Jembatan.
Mudah mudahan semua tulisan yang kami sajikan memberi manfaat besar bagi kita semua,
khususnya bagi para pengambil keputusan dan kebijakan di bidang jalan, pelaksana, konsultan, para
mahasiswa serta pembaca pada umumnya.
Selamat membaca.
Ketua Dewan Redaksi
JURNAL
JALAN-JEMBATAN
DAFTAR ISI
Pengantar Redaksi
Daftar Isi
ii
1 15
16 21
Analisis Elemen Hingga Komponen Diafragma pada Dek Baja Tipe Ortotropik Melintang
Jembatan
(Finite Element Analysis Of Diaphragm Component Of A Transverse Orthotropic Steel
Bridge Deck)
Anton Surviyanto
22 33
34 45
46 53
ii
ABSTRAK
Metropolitan Mamminasata yang terdiri dari Makassar, Maros, Sungguminasa dan Takalar merupakan salah
satu dari delapan Kawasan Metropolitan di Indonesia. Permasalahan prasarana transportasi perkotaan saat ini
adalah kemacetan pada waktu jam sibuk, kesemerawutan lalu-lintas, tingginya angka kecelakaan, kebisingan
dan polusi udara akibat emisi kendaraan bermotor. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk
mengatasi masalah transportasi namun belum efektif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kondisi
eksisting sistem jaringan prasarana transportasi perkotaan dan status keberlanjutannya serta mengidentifikasi
faktor-faktor kunci yang berpengaruh dalam rangka menghasilkan arah kebijakan pengembangan prasarana
transportasi perkotaan berkelanjutan di Metropolitan Mamminasata. Ruang lingkup penelitian terbatas pada
jaringan jalan nasional. Data primer diperoleh dari survei perhitungan lalu-lintas dan wawancara dengan
responden secara purposive sampling. Berdasarkan data lalu-lintas tahun 2009 volume lalu-lintas rata-rata
adalah 2.299 smp/jam dan pada tahun 2013 meningkat menjadi 3.520 smp/jam. Nilai derajat kejenuhan
mengalami peningkatan dari 0,43 pada tahun 2009 menjadi 0,66 pada tahun 2013. Tingkat Layanan (LOS)
kategori C dimana aliran jaringan jalan stabil mendekati tidak stabil dengan volume lalu-lintas tinggi. Multi
Dimensional Scaling (MDS) digunakan untuk menganalisis empat dimensi yang terdiri dari 59 atribut. MDS
menggunakan RAPTransport untuk mendapatkan Indeks Keberlanjutan. Nilai dimensi lingkungan adalah
51,87%, ekonomi dimensi 53,23%, dimensi sosial 49,19%, dan 51,68% dimensi keteknikan. Status keberlanjutan
cukup berkelanjutan yang ditunjukkan dengan nilai indeks keberlanjutan multidimensi adalah 50,18. MDS,
analisis kebutuhan dan ISM digunakan untuk untuk mendapatkan faktor kunci utama. Pemerintah dan
pemerintah daerah dalam menetapkan arahan kebijakan dengan melakukan intervensi kebijakan dengan cara
meningkatkan faktor-faktor kunci yang sensitif dalam upaya meningkatkan status keberlanjutannya.
Kata kunci: prasarana transportasi perkotaan, berkelanjutan, tingkat pelayanan, keteknikan dan faktor kunci
ABSTRACT
The Mamminasata Metropolitan that consists of Makassar, Maros, Sungguminasa and Takalar is one of the
eight Metropolitan Regions in Indonesia. The current issues of urban transport infrastructure are traffic
congestion during rush hour, lack of road user discipline, the high number of accidents, noise and air pollution
caused by motor vehicle emissions. The government has made a sufficient effort to overcome the transportation
problems but has not effective. The purpose of the research is to evaluate the condition of existing urban
transport infrastructure network systems and the sustainability status and identify the influenced key factors that
influence in order to produce to produce a policy direction of sustainable urban transportation infrastructure
development in the Mamminasata Metropolitan. The scope of the research limited to the national road networks.
Primary data obtained from traffic counting surveys and interviews with respondents by purposive sampling.
Analisis Keberlanjutan Pengembangan Prasarana Transportasi Perkotaan di Metropolitan Mamminasata Provinsi Sulawesi Selatan,
(Ignatius Wing Kusbimanto, Santun R.P. Sitorus, Machfud, I.F. Poernomosidhi Poerwo, Mohamad Yani)
Based on traffic count survey in 2009the average traffic volume was 2.299 pcu/hour and in 2013 increased to
3.520 pcu/hour.The degree of saturation increased from 0.43 in 2009 to 0.66 in 2013. Level of Service (LOS)
category was C where the roads network flow was stable but approaching unstable with high traffic volume. The
Multi Dimensional Scaling (MDS) used to analyze of four dimensions and 59 attributes included. The MDS used
RAPTransport to obtain Sustainability Index. The value of the Environmental dimension was 51.87%, economics
dimension 53.23%, social dimension 49.19%, and engineering dimension 51.68%. Sustainability status was
sufficient that showed with the value of the multidimensional index was 50.18. MDS, the stakeholders needs
analysis and ISM used to obtain the main key factors. Government and local governments in establishing policy
direction with policy intervention by improving sensitive key factors in order to increase its sustainability status.
Keywords: urban transportation infrastructure, sustainable, level of service, engineering and key factors
PENDAHULUAN
Metropolitan Mamminasata dengan Kota
Makassar sebagai kota inti, Kota Maros dan
Kota Sungguminasa sebagai kota satelit di
kawasan transisi serta Kabupaten Takalar
sebagai transisi hinterland di kawasan
pinggiran Metropolitan termasuk salah satu dari
delapan Kawasan Metropolitan di Indonesia
(Gambar 1). Luas wilayahnya 2.500,3 Km2 dan
jumlah penduduk 2,43 juta jiwa dengan
pertumbuhan 1,7 persen per tahun dan
diperkirakan pada tahun 2030 mencapai 3,4 juta
jiwa. Semakin meningkatnya pertumbuhan
jumlah penduduk, berdampak pada semakin
meningkatnya kebutuhan lahan untuk tempat
kegiatan, serta sarana dan prasarana.
Mamminasata
termasuk
Kawasan
Strategis Nasional (KSN) dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). KSN
adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan,
karena
secara
nasional
pemenuhan
kebutuhan
transportasi
di
perkotaan. Pemanfaatan teknologi baru, seperti
interchanges, jalan layang (fly overs), jalan
bebas hambatan (freeways), jalur kereta layang
(elevated railways track), perambuan yang
terkoordinasi,
dilakukan
dalam
upaya
meningkatkan kecepatan dan menampung
kapasitas lalu-lintas yang lebih besar. Strategi
penanganan kemacetan lalu-lintas berdasarkan
multi-facet, dibagi dalam tiga bagian:
1. level makro didasarkan pada penataan ruang
berupa model compact city, transit oriented
development, dan kawasan hunian kepadatan
tinggi.
2. level mezzo yang didasarkan pada transport
demand management berupa sarana
angkutan cepat masal (mass rapid transit),
interface antar moda, park and ride
carpooling, ride sharing, High Occupancy
Vehicle (HOV).
3. level mikro yang didasarkan pada street
level, berupa perbaikan simpang, flyover,
pelebaran bottleneck, marka dan perambuan
serta road pricing termasuk tarif parker.
(Dardak 2010)
Pembangunan berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan mempunyai
tiga tujuan utama yaitu ekonomi (economic
objective), ekologi (ecological objective) dan
sosial (social objective). Tujuan ekonomi
terkait dengan masalah efisiensi (efficiency) dan
pertumbuhan (growth); tujuan ekologi terkait
dengan masalah konservasi sumber daya alam
(natural resources conservation); dan tujuan
sosial terkait dengan masalah pengurangan
kemiskinan (poverty) dan pemerataan (equity).
Tujuan pembangunan berkelanjutan pada
dasarnya terletak pada adanya harmonisasi
antara tujuan ekonomi, tujuan ekologi dan
tujuan sosial. (Munasinghe 1993)
Sustainability issues merambah pada
semua bidang kehidupan manusia, termasuk
pada kebijakan pengembangan perkotaan harus
aspiratif terhadap kebutuhan dan eksitensi masa
depan dengan beberapa kata kunci seperti
efisiensi, intensifikasi, konservasi, revitalisasi
di dalam upaya menyelaraskan pembangunan
kembali kota (sustainable urban redevelopment
movement), (Gambar 2).
Analisis Keberlanjutan Pengembangan Prasarana Transportasi Perkotaan di Metropolitan Mamminasata Provinsi Sulawesi Selatan,
(Ignatius Wing Kusbimanto, Santun R.P. Sitorus, Machfud, I.F. Poernomosidhi Poerwo, Mohamad Yani)
Lingkungan
Memaksimalkan efisiensi energi
Konsevasi sumber daya alam dan habitat
Minimalisasi kerusakan/bencana
Kota
Positif secara keruangan
Berwawasan lingkungan
Efisiensi bagi transport
Bermanfaat dari sisi sosial
Vital bagi pembangunan
ekonomi
Sosial
kualitas
Meningkatkan
hidup
kesetaraan
Mendorong
sosial
Ekonomi
eksistensi
Mendorong
ekonomi lokal
Ketersediaan kesempatan
kerja
Kategori
Buruk (tidak berkelanjutan)
Kurang (kurang berkelanjutan)
Cukup (cukup berkelanjutan)
Baik (Berkelanjutan)
Keterangan:
d = jarak geometris (Euclidian Distance)
xi = koordinat x ke-i
yi = koordinat y ke-i
Titik tersebut kemudian diaproksimasi
dengan meregresikan jarak euclidian (dij) dari
titik i ke j dengan titik asal (dij) dengan
persamaan (4):
=++ ..... (4)
2
( 2 2 )
4
..(5)
Kesesuaian
Poor
Fair
Good
Excelent
Hukum Pareto
Ekonom berkebangsaan Italia bernama
Vilfredo Pareto (1848-1923) adalah orang yang
paling berjasa menemukan hukum Pareto
menyatakan bahwa sebuah grup selalu memiliki
persentase terkecil (20%) yang bernilai atau
memiliki dampak terbesar (80%). Prinsip Pareto
memiliki kesamaan makna dengan konsep Action
Coach, yaitu daya ungkit (leverage). Prinsip
80/20 adalah 80 % hasil datang dari 20% usaha
(Gambar 3). Prinsip ini bisa dikembangkan ke
dalam banyak bahasa, namun intinya tetap sama,
Analisis Keberlanjutan Pengembangan Prasarana Transportasi Perkotaan di Metropolitan Mamminasata Provinsi Sulawesi Selatan,
(Ignatius Wing Kusbimanto, Santun R.P. Sitorus, Machfud, I.F. Poernomosidhi Poerwo, Mohamad Yani)
Kota
Makassar
Durasi
6 jam
Maros
6 jam
Sungguminasa
6 jam
Takalar
6 jam
Analisis Keberlanjutan Pengembangan Prasarana Transportasi Perkotaan di Metropolitan Mamminasata Provinsi Sulawesi Selatan,
(Ignatius Wing Kusbimanto, Santun R.P. Sitorus, Machfud, I.F. Poernomosidhi Poerwo, Mohamad Yani)
yang
dianalisis
mencakup
dimensi
lingkungan 13 atribut, ekonomi 10 atribut,
sosial 18 atribut, dan keteknikan 18 atribut.
2. Penilaian setiap atribut dalam skala ordinal
berdasarkan kriteria keberlanjutan.
3. Skor dianalisis dengan alat analisis
RAPTransport untuk mendapatkan status
keberlanjutan pada masing-masing dimensi
sesuai dengan kategori indeks dan status
keberlanjutan.
Tingkat keberlanjutan pada dimensi
lingkungan
(enviromental
dimension)
dipengaruhi oleh tiga belas atribut yaitu:
1. Kualitas udara ambient.
2. Tingkat emisi kendaraan bermotor.
3. Tingkat kebisingan lalu-lintas.
4. Luasan ruang terbuka hijau (rth).
5. Tingkat
konversi
lahan
(kawasan
terbangun).
6. Pengendalian pemanfaatan ruang sepanjang
ruas jalan.
7. Penghijauan sepanjang ruas jalan.
8. Kebersihan disepanjang ruas jalan.
9. Kondisi lansekap jalan.
10. Pedagang kaki lima pada rumija.
11. Tingkat konsumsi BBM.
12. Degradasi lahan.
13. Sistem drainase.
Hasil MDS menggunakan RAPTransport
menunjukkan nilai indeks keberlanjutan
dimensi lingkungan sebesar 51,87%, yang
tergolong pada status cukup berkelanjutan
(Gambar 9).
60
Up
40
20
Bad
0
Good
51.87%
0
20
40
60
80
100
120
-20
-40
Status keberlanjutan
Analisis keberlanjutan pengembangan
prasarana
transportasi
perkotaan
di
Mamminasata dilakukan melalui tiga tahapan
yaitu:
1. Penentuan dari hasil kuesioner 59 atribut
8
-60
Dow n
Environm ent Status
60
Up
40
20
Bad
0
Good
53.23%
0
20
40
60
80
100
120
-20
-40
-60
Dow n
Econom ic Status
Analisis Keberlanjutan Pengembangan Prasarana Transportasi Perkotaan di Metropolitan Mamminasata Provinsi Sulawesi Selatan,
(Ignatius Wing Kusbimanto, Santun R.P. Sitorus, Machfud, I.F. Poernomosidhi Poerwo, Mohamad Yani)
5.
6.
7.
8.
Pertumbuhan penduduk.
Kepadatan penduduk.
Fasilitas bagi penyandang cacat.
Fasilitas kendaraan non motor
Leverage of Attributes
Up
0.32
0.30
0.13
0.06
0.45
0.34
0.37
Keterpaduan stakeholder
Fasilitas bagi penyandang cacat
Kepadatan penduduk
Tingkat Kesejahteraan masyarakat
Kualitas Sumber daya manusia
0.02
0.02
0.26
Tingkat pendidikan
Pertumbuhan kendaraan pribadi
Tingkat kesehatan
Prilaku berkendaraan
0.10
0.22
0.22
0.65
0.73
Tingkat Kecelakaan
Pertumbuhan Penduduk
40
0.47
Penegakan hukum
60
0.44
0
0.2
0.4
0.6
RMS Change % in Ordination
when Selected
Attribute
Removed (on Status scale 0 to 100)
0.8
20
Bad
0
20
40
60
Good
49.19%
80
100
120
-20
-40
-60
Down
Social Status
10
0.30
Attribute
60
Up
40
20
Bad
0
Good
51.68%
0
20
40
60
80
100
120
-20
-40
-60
Down
Engineering Status
Panjang Jalan
37.22%
51.36%
Pemeliharaan jalan
37.54%
24.93%
Pertumbuhan Penduduk
24.93%
42.63%
Tingkat Kecelakaan
52.15%
Attribute
38.15%
Kapasitas Jalan
47.37%
Kecepatan Rata-rata
7.10%
PDRB
24.65%
Kualitas Udara
Kebisingan
29.61%
Emisi
29.61%
41.98%
48.10%
49.54%
65.52%
49.66%
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
Analisis Keberlanjutan Pengembangan Prasarana Transportasi Perkotaan di Metropolitan Mamminasata Provinsi Sulawesi Selatan,
(Ignatius Wing Kusbimanto, Santun R.P. Sitorus, Machfud, I.F. Poernomosidhi Poerwo, Mohamad Yani)
11
Nilai Indeks
Keberlanjutan (%)
Monte
MDS
Carlo
Selisih
51,87
53,23
49,19
51,90
53,15
49,46
0,03
-0,08
0,27
51,68
50,18
51,29
50,06
-0,39
-0,12
12
Lingkunga
n
0,15
Ekono
mi
0,15
Sosia
l
0,15
Keteknika Multi
n
dimensi
0,16
0,15
R2
0,95
0,94
0,94
0,94
94
Iterasi
2,00
2,00
2,00
2,00
Kebutuhan
Tingkat Pelayanan Jalan
Keterpaduan Stake Holder Penyelenggara
Kepuasan Pelanggan Jalan
Pengendalian Tata ruang
Keterpaduan hirarki fungsi sistem jaringan
Pengembangan Jaringan Jalan
Emisi
Kebisingan
Kualitas Udara
PDRB
Kecepatan Rata-rata
Kapasitas Jalan
Marka dan Perambuan
Tingkat Kecelakaan
Volume Lalu-lintas
Pertumbuhan Penduduk
Fasilitas Kendaraan Non Motor
Pemeliharaan jalan
Kualitas Angkutan Umum
Panjang Jalan
Pelanggaran Lalu-lintas
PEMBAHASAN
Kondisi prasarana jalan perkotaan di
Kawasan Metropolitan belum sesuai fungsinya
sebagai jalan arteri, kolektor dan lokal seperti
persyaratan yang diatur dalam Undang-undang
Nomor 38 tahun 2004 dan Peraturan
Pemerintah nomor 34 tahun 2006 tentang jalan
bahwa kecepatan tempuh kendaraan untuk jalan
arteri primer kecepatan minimal 60 km/jam dan
akses masuk dibatasi. Permasalahan kemacetan
akibat adanya aktivitas kawasan perkotaan yang
terus meningkat terjadi karena kapasitas pada
ruas jalan sudah tidak dapat melayani arus
kendaraan dengan optimal diakibatkan oleh
hambatan samping. Kurang optimalnya
kapasitas jalan terjadi akibat manajemen
persimpangan yang kurang tepat, ditambah lagi
tingginya aksesibilitas ke dan dari penggunaan
lahan yang berkembang di sisi sepanjang
koridor jalan.
Berdasarkan hasil pengolahan data dan
analisis lalu-lintas pada keempat ruas jalan yang
merupakan representasi dari kota dan tiga
kabupaten
di
kawasan
Metropolitan
Mamminasata didapatkan bahwa kondisi
eksisting jalan pada ruas jalan nasional
mengalami kemacetan pada jam sibuk pagi dan
Analisis Keberlanjutan Pengembangan Prasarana Transportasi Perkotaan di Metropolitan Mamminasata Provinsi Sulawesi Selatan,
(Ignatius Wing Kusbimanto, Santun R.P. Sitorus, Machfud, I.F. Poernomosidhi Poerwo, Mohamad Yani)
13
14
DAFTAR PUSTAKA
Dardak, H. 2010. Kebijakan Pemerintah di dalam
Menciptakan Tata Ruang Perkotaan yang
Berkelanjutan
dan
Keterkaitan
dengan
Infrastruktur Transportasi dan Drainase
Perkotaan. Seminar Nasional Infrastruktur.
Tanggal 27 Juli 2010. Depok: Universitas
Indonesia.
Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Marga. 1997.
Manual
Kapasitas
Jalan
Indonesia.
SWEROAD dan PT. Bina Karya. Jakarta:
Ditjen Bina Marga.
Kavanagh, P. and T.J. Pitcher. 2004. Implementing
Microsoft Excel Software for Rapfish: A
Technique for the Rapid Appraisal of Fisheries
Status.
Fisheries
Centre
Research
Reports.12(2):35. Canada: The University of
British Columbia.
Mandra, M. 2013. Model Dinamik Pengendalian Emisi
Kendaraan Bermotor di Kota Makassar. PhD
diss., Institut Pertanian Bogor.
Mansyur, U. 2008. Model Pengelolaan Transportasi
Angkutan Umum Penumpang Non-Bus
Berkelanjutan Kota Makassar. PhD Diss.,
Institut Pertanian Bogor.
Marimin. 2004. Pengambilan Keputusan Kriteria
Majemuk. Jakarta: Grasindo
Miro, F. 2005. Perencanaan Transportasi. Jakarta:
Gelora Aksara Pratama.
Munasinghe, M. 1993. Environmental Economics and
Sustainable Development. Washington, D.C.:
The World Bank.
Panjaitan, T.P. Model Pengelolaan Transportasi
Berkelanjutan
di
Kawasan
Pinggiran
Metropolitan. PhD diss., Institut Pertanian
Bogor.
Purwaamijaya, I. 2005. Analisis Kemampuan Lahan di
Kecamatan-Kecamatan yang dilalui Jalan
Soekarno-Hatta di Kota Bandung Jawa Barat
PhD diss.,
Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
Roychansyah, M. S. 2006. Paradigma Kota Kompak:
Solusi Masa Depan Tata Ruang Kota.
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Saxena, J. P. 1992. Hierarchy and Classification of
Program Plan Element Using Interpretive
Structural Modelling. Systems Practice, 12 (6):
651:670.
Wikipedia,
2013.
Pareto
Principle.
http://en.wikipedia.org/wiki/Pareto_principle
Analisis Keberlanjutan Pengembangan Prasarana Transportasi Perkotaan di Metropolitan Mamminasata Provinsi Sulawesi Selatan,
(Ignatius Wing Kusbimanto, Santun R.P. Sitorus, Machfud, I.F. Poernomosidhi Poerwo, Mohamad Yani)
15
ABSTRAK
Pemilihan jenis aspal tergantung pada jenis konstruksi dan iklim wilayah suatu daerah. Konsistensi aspal
sangat dipengaruhi oleh temperatur. Aspal akan keras dan rapuh pada temperatur rendah dan menjadi lunak
pada temperatur tinggi, sehingga kelas dari aspal harus dipilih sesuai dengan wilayah suatu daerah. Saat ini
penentuan jenis aspal tidak menggambarkan pengaruh temperatur. Metode yang dapat menggambarkan
pengaruh ini adalah Performance Grade (PG). Salah satu pendekatan untuk menentukan kelas aspal ini
menggunakan model perhitungan temperatur perkerasaan jalan. Model ini mengandung tiga parameter yaitu
area geografis , temperatur perkerasan dan temperatur udara. Dari hasil studi menunjukkan bahwa temperatur
perkerasan di Pulau Jawa maksimum berkisar 55oC. Data temperatur perkerasan ini kemudian dilakukan suatu
pemodelan sehingga didapatkan model perhitungan temperatur. Model hasil studi ini bila dibandingkan dengan
model Asphalt Institute terjadi perbedaan 1oC dan dapat dikatakan bahwa model tersebut tidak mempunyai
perbedaan yang nyata dibanding model Asphalt Institute.
Kata kunci: kelas aspal, model analitis, area geografis, temperatur perkerasan, temperatur udara
ABSTRACT
Grade of asphalt should be selected according to the construction type and regional climate. Asphalt
consistency is greatly influenced by temperature. Asphalt will be hardened and brittle in low temperature, on the
other hand, asphalt will be softened in high temperature so that asphalt grade should be selected according to
the local condition. Unfortunately, so far the selection of asphalt grade has not considered the influence of
temperature. The method which describes the temperature influence is Performance Grade (PG). One approach
to determine the grade of asphalt is using the calculation of temperature models of road pavement. This model
contains three parameters, namely geographical area, pavement temperature and air temperature. From the
results of the study indicate that the pavement maximum temperatures is around 55oC for Java Island. Pavement
temperature data is then performed to obtain a temperature calculation model. There is 1 C difference between
the model of this study when compared to the model of Asphalt Institute and it can be said that the model does
not have significant difference from the model of Asphalt Institute.
Keywords: asphalt grade, analytical model, geographic area, pavement temperature, air temperature
16
PENDAHULUAN
Faktor lain yang berpengaruh terhadap
kondisi jalan adalah suhu lingkungan (Madi
2008). Suhu yang tinggi menurunkan Modulus
Elastisitas lapisan aspal dan mengurangi
kemampuannya untuk menahan beban tarik
yang terjadi akibat beban kendaraan. Desain
struktur perkerasan harus mampu untuk
menahan beban lalu-lintas dalam kondisi
lingkungan yang berubah-ubah. Dalam tahap
desain, perubahan suhu harus diperhatikan
dengan baik agar lapisan aspal yang terpasang
bisa menahan beban lalu-lintas pada suhu aktual
yang terjadi. Oleh karena itu, dalam tahap
perencanaan, kondisi-kondisi yang berbeda
tersebut harus diperhitungkan dan desain
perkerasan harus memperhatikan perubahan
elastisitas lapisan aspal dan perubahan kekuatan
lapisan tanah dasar. (Asphalt Institute 1993)
Pemilihan jenis aspal tergantung pada
jenis konstruksi dan iklim wilayah suatu
daerah. Konsistensi aspal sangat dipengaruhi
oleh temperatur. Aspal akan keras dan rapuh
pada temperatur rendah dan menjadi lunak pada
temperatur tinggi. Akibatnya, kelas dari aspal
harus dipilih sesuai dengan wilayah suatu
daerah.
Salah satu pendekatan untuk menentukan
kelas aspal ini menggunakan Model Asphalt
Institute (Asphalt Institute 1997). Model ini
didapat dari data temperatur udara di daerah
Cleveland, dimana daerah tersebut memiliki 4
musin (subtropis) berbeda dengan kondisi
iklim di Indonesia. Model tersebut tidak bisa
langsung kita pakai langsung di Indonesia dan
perlu dilakukan penyesuain kondisi model di
Indonesia. Data yang digunakan untuk
melakukan model ini adalah temperatur
perkerasaan
dilapangan.
Model
ini
mengandung tiga parameter yaitu area
geografis,
temperatur
perkerasan
dan
temperatur udara.
Makalah
ini menguraikan
model
perhitungan temperatur perkerasan jalan dengan
mengembangkan model Asphalt Institute.
KAJIAN PUSTAKA
Pada perkerasan jalan beton aspal, baiktidaknya kualitas aspal yang digunakan dapat
mempengaruhi
baik-tidaknya
kualitas
perkerasan tersebut (Broome 1975). Untuk
mengetahui baik-tidaknya kualitas aspal,
biasanya aspal harus memiliki sifat-sifat yang
Pengembangan Model Analitis Perhitungan Temperatur Perkerasan Jalan untuk Penentuan Kelas Kinerja Aspal,
(Sri Yeni M, Djoko Widayat)
17
Performance Grade
Average 7 day maximum
18
PG 46
PG 52
PG 58
PG 64
PG 70
PG 76
PG 82
-34 -40 -46 -10 -16 -22 -28 -34 -40 -46 -16 -22 -28 -34 -40 -10 -16 -22 -28 -34 -40 -10 -16 -22 -28 -34 -40 -10 -16 -22 -28 -34 -10 -16 -22 -28 -34
<46
<52
<58
<64
<70
<76
<82
Gambar 1.
Pengembangan Model Analitis Perhitungan Temperatur Perkerasan Jalan untuk Penentuan Kelas Kinerja Aspal,
(Sri Yeni M, Djoko Widayat)
19
20
(Constant)
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Std.
B
Error
Beta
-103.997 13.575
1.1
melakukan
perhitungan
perkerasan di Pulau Jawa.
Saran
t
-7.661
Sig.
.000
Tair
.727
.024
.793
30.902
.000
Lat
38.250
4.006
8.017
9.548
.000
Lat2
-2.725
.291
-7.903
-9.380
.000
Tair
Latitude
Asphalt
Institute
Indramayu
Batang
Lembang
30.9
30.2
24.9
6.22927
6.90495
6.47549
53.58
53.12
47.93
Surabaya
Temanggung
Tretes
31.3
26.6
24.5
7.15093
7.33674
7.65871
54.24
49.81
47.90
temperatur
T20mm
Model Perbedaan
hasil
(oC)
Studi
1.03
52.55
0.97
52.15
0.4
47.53
0.7
54.94
0.52
49.29
0.98
46.92
Pengembangan Model Analitis Perhitungan Temperatur Perkerasan Jalan untuk Penentuan Kelas Kinerja Aspal,
(Sri Yeni M, Djoko Widayat)
21
Awal-19-04-13
ABSTRAK
Pelat baja ortotropik telah banyak digunakan pada struktur jembatan modern untuk mendistribusikan beban
lalu-lintas dalam dek dan sebagai pengaku elemen pelat langsing dalam tekan. Oleh karena sifat dari sistem
struktur ortotropik ini memiliki karakteristik kekakuan dalam arah longitudinal dan transversal yang unik, maka
diperlukan analisis yang lebih mendalam dalam hal detailing komponen-komponen strukturnya yang sesuai
dengan persyaratan kekuatan dan layannya. Desain dengan analisis tiga dimensi (3D) merupakan persyaratan
dalam desain yang penting untuk mengetahui konsentrasi tegangan lokal pada komponen pada dek baja
ortotropik. Dalam makalah ini, analisis statik elemen hingga 3D dilakukan untuk memodelkan dek baja
ortotropik dengan diafragma menerus dan diafragma coak. Hasil kedua model dibandingkan dalam perilaku
sistem struktur lokal dengan membandingkan respon dan kinerja struktur akibat beban truk standar BMS. Dari
analisis elemen hingga dapat disimpulkan bahwa tegangan tarik dan tekan pada panel ortotropik yang terjadi
untuk kombinasi beban ultimit (Ultimate Limit States/ULS) ditengah rusuk dan antar rusuk panel ortotropik
memenuhi kriteria batasan tegangan izin 0,9 tegangan leleh (Fy). Begitu juga untuk tegangan geser maksimum
menenuhi kriteria batasan tegangan izin 0,58Fy. Konsentrasi tegangan ekivalen Von Mises lokal yang terjadi
untuk diafragma menerus sebesar 328 MPa, sedangkan diafragma coak sebesar 142 MPa. Sehingga
perbandingan tegangan Von Mises ini sebesar 2,31 dapat diturunkan nilainya dengan penggunaan tipe
diafragma coak. Bentuk diafragma dengan tipe menerus akan menyebabkan konsentrasi tegangan. Sedangkan
bentuk diafragma yang coak dengan kelengkungan tertentu akan mengurangi konsentrasi tegangan lokal pada
diafragma.
Kata kunci: analisis elemen hingga, dek baja ortotropik melintang, komponen diafragma, tegangan Von Mises,
konsentrasi tegangan
ABSTRACT
Many of the worlds most magnificent modern bridge structures utilize the orthotropic steel plate systems as one
of the basic structural building blocks for distribution of traffic loads in decks and for the stiffening of slender
plate elements in compression. Because of the properties of orthotropic structural system has unique
characteristics of rigidity in the longitudinal and transversal directions, therefore it would require a more indepth analysis in terms of detailing structural components in accordance with the requirements of strength and
serviceability. Design with the three dimension (3D) analysis is an important requirement in the design to
determine the local stress concentration at the components on orthotropic steel deck. In this paper, a 3D finite
element static analysis performed to model orthotropic steel deck with direct diaphragm and the cut-out
diaphragm. Results of both models are compared in the local structure of the system behavior by comparing the
response and performance of the structure due to BMS standard truck load. From the finite element analysis, it
can be concluded that the tensile and compression stress in the orthotropic panel that occured for Ultimate Limit
States (ULS) load combination of middle-ribs and adjacent-rib orthotropic panel below the criteria of 0.9 Fy.
While for the shear stress with the maximum shear stress limits below the criteria of 0.58Fy. Von Mises
equivalent local stress for continous diaphragm is 328 MPa, while the diaphragm cut-out is 142 MPa. Thus, the
Von Mises stress ratio of 2.31 can be lowered by the use of a diaphragm-type cut-out. The shape of diaphragm
with continuous type will cause stress concentration. While the shape of the cut-out diaphragm with certain
curvature will reduce the local stress concentration in the diaphragm.
Keywords: finite element analysis, transverse orthotropic steel deck, diaphragm component, Von Mises stress,
stress concentration
22
Awal-19-04-13
PENDAHULUAN
Pelat baja ortotropik telah banyak
digunakan pada struktur jembatan modern
untuk mendistribusikan beban lalu-lintas dalam
dek dan sebagai pengaku elemen pelat langsing
dalam tekan. Dek baja ortotropik merupakan
salah satu sistem lantai jembatan yang
menggunakan pelat baja pra-cetak dengan
kekakuan yang tidak sama dalam dua arah
yang saling tegak lurus. Kekakuan yang lebih
tinggi umumnya direncanakan pada suatu arah
tertentu dengan penempatan profil pengaku
dalam arah tersebut. Salah satu keunggulan
utama
dari
sistem
lantai
jembatan
menggunakan pelat baja ortotropik ini, yaitu
beratnya yang lebih ringan, sehingga panjang
bentang jembatan dapat ditingkatkan.
Rangkuman proyek sukses dek baja
ortotropik di dunia dapat ditemukan dalam
referensi oleh Troitsky (1985), Huang et. al.
(2008), Hoorpah (2004), Korniyiv (2004), and
Choi et. al. (2008). Meskipun terdapat
perbedaan dalam desain dan detailing praktis,
namun terdapat konsistensi sebagai sumber
keilmuan yang telah dibagikan dalam berbagai
cara.
Dalam proses desain dek baja ortotropik
diperlukan
verifikasi
desain,
sebuah
pendekatan baru, yang memberikan solusi
untuk desain dek jembatan biasa. Aspek-aspek
yang menjadi kontrol dalam desain panel dek
ortotropik lebih banyak pada kebutuhan lokal
dibandingkan global. Panel dengan desain dan
detailing yang baik memiliki potensi untuk
menjadi modul standar yang dapat diterapkan
kedepannya. Apabila panel dek dapat
dikembangkan
dan
diverifikasi,
maka
kebutuhan desain akan menjadi berkurang
untuk tipe jembatan ini. Namun apabila
jembatan memiliki karakteristik unik, maka
membutuhkan analisis yang tepat untuk
masing-masing karakteristik.
Oleh karena sifat dari sistem struktur
ortotropik ini memiliki karakteristik kekakuan
dalam arah longitudinal dan transversal yang
unik, maka diperlukan analisis yang lebih
mendalam dalam hal detailing komponenkomponen strukturnya yang sesuai dengan
persyaratan kekuatan dan layannya. Terdapat
level desain yang ditentukan tergantung pada
penerapan dan ketersediaan data bagi desainer.
Analisis Elemen Hingga Komponen Diafragma pada Dek Baja Tipe Ortotropik Melintang Jembatan, (Anton Surviyanto)
23
Awal-19-04-13
Lapisan Aspal
Lapisan Aspal
Pelat Dek
Gelagar
anak
Gelagar
anak
Gelagar
Tipe Rusuk
Gelagar
(a)
Gambar 1.
Tipe Rusuk
(b)
Komponen dek baja ortotropik gelagar jembatan (a) Rusuk terbuka (b) Rusuk tertutup
(AISC 1963)
24
Awal-19-04-13
Deformasi panel
Analisis untuk mengetahui deformasi ini
membutuhkan pengertian perilaku distribusi
beban dua arah dari panel ortotropik ketika
dibebani di luar bidang, yang merupakan
masalah kompleks (Gambar 3). Salah satu
solusi menggunakan teori elastisitas pelat
(pelat dibebani normal terhadap bidang pelat).
Solusi ditemukan oleh persamaan Huber.
(Robert Connor et. al. 2012)
Pendekatan desain umum
Panel baja ortotropik diterapkan dengan
bermacam cara. Satu bentuk adalah dengan
sistem dek secara terpisah, desain hanya
membutuhkan pengaruh lokal yang ditinjau,
seperti bentang dek antar titik tengah tumpuan
dari struktur atas global. Bentuk kedua adalah
panel yang beraksi integral pada flens atau
badan dari pelat baja. Hal ini membutuhkan
pertimbangan pengaruh lokal dan kebutuhan
global dari struktur atas. Bentuk ketiga adalah
dek integral kaku terpasang pada tumpuan
sistem struktur atas jembatan. Untuk kasus
bentuk ketiga ini, kebutuhan panel akibat
respon global dari struktur eksisting harus
ditinjau secara hati-hati untuk mengakomodasi
interaksi yang kompleks.
Level desain
Terdapat level desain yang ditentukan
tergantung pada penerapan dan ketersediaan
data bagi desainer. Berikut adalah rangkuman
masing-masing level desain:
Level desain 1 Level desain ini
berdasarkan pada analisis struktur yang sedikit
atau tidak sama sekali, namun dengan
melakukan pemilihan desain yang diverifikasi
memiliki kecukupan tahanan berdasarkan uji
eksperimental (baru atau sebelumnya). Semua
detail harus konsisten dengan spesifikasi
AASTHO LRFD. Level 1 desain ini dapat
digunakan sebagai basis untuk desain proyek
baru tanpa harus menguji lagi dan harus
disetuji oleh pemilik.
Level desain 2 level desain ini
berdasarkan analisis detail panel tertentu yang
Analisis Elemen Hingga Komponen Diafragma pada Dek Baja Tipe Ortotropik Melintang Jembatan, (Anton Surviyanto)
25
Awal-19-04-13
Desain
kekuatan
harus
mempertimbangkan tuntutan berikut: lentur
dan geser rusuk, lentur dan geser stringer, dan
tekanan aksial. Rusuk, termasuk bagian efektif
dari pelat dek, harus dievaluasi untuk kekuatan
lentur dan geser untuk bentang antar stringer.
Stringer, termasuk bagian efektif dari pelat
dek, harus dievaluasi untuk kekuatan lentur
dan geser untuk bentang antara girder utama
atau badan. pengurangan penampang stringer
karena pemotongan rusuk harus ditinjau
dengan memeriksa lentur dan geser di bagian
badan dihilangkan. Ketika panel adalah bagian
dari flange gelagar utama, panel harus
dievaluasi untuk kuat tekan dalam bidang (inplane) berdasarkan pertimbangan stabilitas.
Pada kebanyakan kasus desain pelat
ortotropik, keadaan batas kekuatan meliputi
beban hidup dan beban mati sebagai beban
utama dalam kombinasi beban. Dalam
AASHTO LRFD, ini adalah keadaan batas
Kekuatan I dan II dan harus memenuhi untuk
tekuk dan leleh. Kombinasi beban Kekuatan I
diterapkan dalam hubungannya dengan model
beban hidup HL-93 mewakili lalu-lintas acak,
sedangkan kombinasi beban Kekuatan II
diterapkan dengan beban ijin yang ditentukan
pemilik (misalnya, model beban izin Caltrans
P-15). Seringkali, spesifikasi desain jembatan
akan mencakup keadaan batas Kekuatan untuk
situasi khusus.
Keadaan batas layan (SLS)
Service Limit States (SLS) ada untuk
menyediakan pemeriksaan guna pemeliharaan
selama masa layan jembatan. SLS juga harus
ditinjau sebagai sarana untuk meminimalkan
biaya pemeliharaan dan gangguan lalu-lintas
untuk perbaikan. Selain itu, SLS ini dapat
mencakup batas deformasi elastis dan plastis
dan bentuk lain dari deteriorasi penurunan
layan, seperti debonding atau retak pada
permukaan yang mengenakan dek baja
ortotropik.
Pada SLS berlaku faktor beban sama
dengan 1,0 untuk setiap komponen beban
signifikan. Dalam AASHTO LRFD, ini adalah
SLS I. Untuk dek baja ortotropik, SLS I harus
memenuhi semua batas lendutan: pelat lantai
(bentang/300) dan rusuk (bentang /1000) dan
lendutan relatif rusuk yang berdekatan (2 mm).
Batas-batas lendutan dimaksudkan untuk
mencegah kerusakan dini dari permukaan yang
digunakan.
26
Awal-19-04-13
HIPOTESIS
Komponen diafragma pada dek baja
ortotropik dengan bentuk coak (cut-out) akan
memberikan tegangan yang lebih kecil dan
tidak terkonsentrasi secara lokal dibandingkan
dengan difragma menerus pada dek baja
ortotropik jembatan.
METODOLOGI
Kasus
jembatan
adalah
struktur
jembatan standar Calender Hamilton dengan
tipe struktur dengan dua perletakan sederhana
tanpa skew. Jembatan terdiri dari dua bentang
dengan 2 x 50 m dengan perletakan sederhana.
Sistem lantai menggunakan pelat baja
ortotropik arah melintang. Lebar jembatan
adalah 2 x 0,7 m (pejalan kaki) + 7,6 m (lebar
lalu-lintas). Lapisan permukaan adalah aspal
dengan ketebalan 50 mm.
Struktur dek ortotropik
Lantai ortotropik jembatan memiliki
konfigurasi melintang dengan dimensi model
ortotropik 2,4 m x 2,4 m. Hubungan antar
ortotropik menggunakan sambungan las. Dua
kasus detailing yang diteliti dapat dilihat pada
Gambar 4 untuk diafragma menerus dan
Gambar 5 untuk diafragma coak.
Analisis Elemen Hingga Komponen Diafragma pada Dek Baja Tipe Ortotropik Melintang Jembatan, (Anton Surviyanto)
27
Awal-19-04-13
28
Awal-19-04-13
Kondisi batas
Kondisi batas
Faktor Beban
Ultimit
Layan
Fatigue
Beban Mati
1.3*
N/A
Beban Hidup
1.8
1
1
Catatan : (*) faktor beban mati = 1,10 untuk komponen baja, 2,00 untuk lapis
permukaan, dan 1,20 untuk kayu dan komponen non-struktural.
Analisis Elemen Hingga Komponen Diafragma pada Dek Baja Tipe Ortotropik Melintang Jembatan, (Anton Surviyanto)
29
Awal-19-04-13
Kasus beban
Tengah
Antar
rusuk
rusuk
Kriteria desain
Lendutan, mm
Deformasi total
Deformasi direksional
1.6
-0.18
1.6
-0.12
L/300
L/300
16.67
16.67
Tegangan ekivalen
325
328
0.9Fy
414.0
309
326
0.9Fy
414.0
-131
-174
0.9Fy
414.0
-281
-381
0.9Fy
414.0
Intensitas tegangan
342
376
0.9Fy
414.0
Tegangan normal
309
380
0.9Fy
414.0
171
188
0.58Fy
266.8
Tegangan geser
55
76
0.58Fy
266.8
30
Awal-19-04-13
Tabel 4. Rangkuman lendutan dan tegangan pada dek ortotropik kasus 2
Parameter
Kasus beban
Tengah
Antar
rusuk
rusuk
Kriteria desain
Lendutan, mm
Deformasi total
1.4
1.3
L/300
16.67
Deformasi direksional
-1.4
-1.3
L/300
16.67
Tegangan ekivalen
142
147
0.9Fy
414.0
130
104
0.9Fy
414.0
-84
-79
0.9Fy
414.0
-144
-134
0.9Fy
414.0
Intensitas tegangan
163
169
0.9Fy
414.0
Tegangan normal
Tegangan Geser, MPa
127
-112
0.9Fy
414.0
81
85
0.58Fy
266.8
Tegangan geser
64
-63
0.58Fy
266.8
Gambar 11. Tegangan ekivalen pada pemodelan struktur kasus 1 kombinasi 2 ULS sebesar 328 MPa
Gambar 12. Tegangan ekivalen pada pemodelan struktur kasus 2 kombinasi 2 ULS sebesar 142 MPa
Gambar 13. Konsentrasi tegangan Von Mises pada rusuk dan diafragma akibat truk kasus
Analisis Elemen Hingga Komponen Diafragma pada Dek Baja Tipe Ortotropik Melintang Jembatan, (Anton Surviyanto)
31
Awal-19-04-13
PEMBAHASAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis struktur lantai
baja ortotropik dengan metode elemen hingga,
dapat disimpulkan bahwa:
1. Lendutan ortotropik desain memenuhi
kriteria batas layan dimana lendutan yang
terjadi lebih kecil dari kriteria L/300.
2. Tegangan tarik dan tekan pada panel
ortotropik yang terjadi untuk kombinasi
beban ultimit/ULS ditengah rusuk dan antar
rusuk, terlihat bahwa tegangan tegangan
ekivalen, tegangan utama maksimum,
intensitas tegangan dan tegangan normal
karena
konsentrasi
tegangan
pada
antarmuka rusuk dan diafragma panel
ortotropik memenuhi kriteria batasan
tegangan izin 0,9Fy. Begitu juga untuk
tegangan geser maksimum menenuhi
kriteria batasan tegangan izin 0,58Fy.
Tegangan ekivalen Von Mises yang terjadi
untuk diafragma menerus sebesar 328 MPa,
sedangkan diafragma coak sebesar 142
MPa. Sehingga perbandingan tegangan Von
Mises ini sebesar 2,31 dapat diturunkan
nilainya dengan penggunaan tipe diafragma
coak.
3. Bentuk diafragma dengan tipe menerus akan
menyebabkan
konsentrasi
tegangan.
Sedangkan bentuk diafragma bentuk coak
dengan kelengkungan
tertentu akan
mengurangi konsentrasi tegangan lokal pada
diafragma.
32
Saran
1. Detailing konfigurasi komponen rusuk
pengaku harus lebih diperhatikan untuk
mencegah terjadinya konsentrasi tegangan
lokal, seperti menggunakan diafragma
dengan tipe coak, dengan mutu yang sesuai
dibutuhkan.
2. Perlu studi lanjutan tentang pengaruh
fatigue pada dek ortotropik dan studi
tentang komponen sambungan las maupun
baut yang digunakan.
Awal-19-04-13
DAFTAR PUSTAKA
American Association of State Highway and
Transportation Officials. 2010. AASHTO
LRFD Bridge Design Specifications, 5th Ed.
Washington D.C.: AASHTO.
American Institute of Steel Construction. 1963.
Design Manual for Orthotropic Steel Plate
Deck Bridges. Chicago: AISC.
American Institute of Steel Construction. 2005.
Specification for Structural Steel Buildings,
American Institute of Steel Construction.
Chicago: AISC.
California Departement of Transportation. 2004.
Bridge Design Specification. Sacramento:
Caltrans.
Choi, D. 2008. Orthotropic steel deck bridge in
Korea. Proceedings of 2008 orthotropic
bridge Conference. Korea: ASCE
Connor, R. et al. 2012. Manual for Design,
Construction,
and
Maintenance
of
Orthotropic Steel Deck Bridges. FHWA-LF12-027. Washington, D.C.: US Department
Of
Transportation
Federal
Highway
Administration
Departemen Pekerjaan Umum. Direktorat Jenderal
Bina Marga. 1992. Bridge Design Code
(BMS). Jakarta:
Departemen Pekerjaan
Umum.
Analisis Elemen Hingga Komponen Diafragma pada Dek Baja Tipe Ortotropik Melintang Jembatan, (Anton Surviyanto)
33
Penilaian I-07/05/13Awal-23/04/2013
ABSTRAK
Tumbukan kapal terhadap jembatan sering terjadi dan dapat mengakibatkan kerusakan maupun keruntuhan
struktur jembatan. Runtuhnya jembatan dapat berakibat pada kerugian baik dari segi nilai ekonomis ataupun
korban jiwa. Untuk mengurangi resiko terjadinya kerusakan tersebut diatas, perlu dirancang bangunan
pengaman pilar jembatan terhadap lalu-lintas kapal. Sistem pelindung jembatan harus didesain tidak hanya
melindungi struktur jembatan tetapi juga digunakan untuk melindungi kapal dan lingkungan yang dapat
mengakibatkan kerusakan. Penulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi beberapa ketentuan dalam kriteria
desain terkait fender sesuai dengan kondisi dan lokasi jembatan tersebut. Sistem pengamanan jembatan di
lokasi sungai berbeda dengan sistem pengamanan di laut. Dalam penulisan ini dibahas contoh studi kasus
bangunan pengaman pada Jembatan Kutai Kartanegara yang berupa pile supported system. Analisis dilakukan
dari evaluasi lalu-lintas air dan analisis terhadap struktur bangunan. Metodologi yang digunakan terdiri dari
menentukan karakteristik lalu-lintas sungai Mahakam, jalur pelayaran, kecepatan impak rencana, energi impak
tongkang, dan analisis struktur dari bangunan pengamanan Jembatan Kutai Kartanegara. Dari analisis
diperoleh bahwa dengan beban impak sebesar 682,59 kN akibat tongkang tipe 300 feet menghasilkan defleksi
(pergerakan) maksimum pada fender sebesar 0,12 meter artinya bahwa fender yang tertumbuk tongkang tidak
diperkenankan menyebabkan terjadinya defleksi lebih dari 12%.
Kata kunci: tongkang, bangunan pengaman, pilar, impak, perpindahan, panjang keseluruhan kapal, bobot
mati kapal
ABSTRACT
Lately frequent boat collision on bridges resulted in the collapse of the bridge structure. The collapse of the
bridge can result in a loss of economic value or loss of life. To reduce the risk of damage a fender should be
designed to protect pier of the bridge against boat traffic. The bridge protection system must be designed to
protect the bridge structure and also to protect the ship and the environment that can cause severe damage.
This paper aims to identify some of the provisions of the relevant design criteria in accordance with the
conditions and fender bridge location. Protective systems in river bridge location are different from the
protective system in the sea. In this paper a case study is discussed on river pier protections of Kutai
Kartanegara Bridge pile supported system. Analysis of the evaluation of the traffic is included the analysis of
the structure of the pier. The methodology used consists of determining the characteristics of the Mahakam River
traffic, cruise lines, high-impact plans, energy collision ship (barge), to the analysis of the structure of the pier
protection of Kutai Kartanegara Bridge. From the analysis is found that the impact load of 682.59 kN due to the
vessel (barge) type 300 feet produce a deflection (movement) on the fender of a maximum 0.12 meters, that
means that if the fender is crushed by barge, deflection of the fender shall not be more than 12%.
Keywords: barge, fender, pier, impact, deflection, Length Over All (LOA), Dead Weight Tonnage (DWT)
34
Penilaian I-07/05/13Awal-23/04/2013
PENDAHULUAN
Jembatan merupakan salah satu wujud
terpenting dari sarana pelayanan publik dalam
bentuk barang yang dipergunakan sebagai
fasilitas umum. Keberadaan jembatan menjadi
sangat penting, karena tercermin hubungan
antar wilayah yang melancarkan akses
ekonomi, sosial, dan budaya. Eksistensi sebuah
jembatan mencerminkan sebuah komitmen
penguasa mengenai perlindungan/jaminan
keamanan yang diberikan kepada pengguna
jembatan terhadap bahaya alam, terutama
sungai besar. Maka, di balik ambruknya sebuah
jembatan, sebenarnya tak hanya semata-mata
runtuhnya sebuah bangunan fasilitas umum atau
suatu konstruksi, namun juga terputusnya akses
ekonomi, sosial, dan budaya, serta gagalnya
perlindungan negara terhadap rakyat yang
menggunakan jembatan tersebut. (Riawan, W
2011)
Pada era modern sungai masih memiliki
peran penting dalam masyarakat. Transportasi
sungai
yang
semakin
berkembang
meningkatkan daya angkut dan kapasitas kapal.
Dengan semakin ramai angkutan sungai juga
mengakibatkan sering terjadinya tumbukan
antara kapal dengan jembatan terutama pada
bagian pilar dan gelagar. Semakin tinggi
kemampuan angkut suatu perahu maka
meningkat pula tingkat kerusakan yang terjadi
pada suatu jembatan. Terdapat banyak
tumbukan kapal terhadap pilar jembatan yang
mengakibatkan terjadinya kegagalan pada
struktur jembatan. Runtuhnya pilar jembatan
dapat berakibat pada kerugian baik dari segi
nilai ekonomis ataupun korban jiwa.
Pengaruh Beban Impak Kapal Terhadap Bangunan Pengaman Pilar Jembatan Fender, (N. Retno Setiati, Bagus Aditya W.)
35
Penilaian I-07/05/13Awal-23/04/2013
36
KE =
C H x0,5W (V ) 2
. (2)
g
Keterangan:
KE = energi kinetik kapal/tongkang desain
(tm)
F(x) = gaya pelindung struktur F(t) sebagai
fungsi lendutan x(m)
CH = koefisien hidrodinamis masa air yang
bergerak bersama kapal,
yang
merupakan interpolasi dari:
a. 1,05 untuk jarak bebas dasar
kapal/tongkang ke dasar perairan
0,5 x DL
b. 1,25 untuk jarak bebas dasar
kapal/tongkang ke dasar perairan
0,1 x DL
DL = draft kedalaman kapal pada beban
penuh (m)
W
= tonase perpindahan kapal (t), berat
total kapal pada beban penuh
V
= kecepatan impak kapal (m/s)
g
= gravitasi (= 9,8m/s2)
Impak kapal/tongkang diperhitungkan
ekuivalen dengan gaya impak statis pada obyek
yang kaku dengan rumus berikut :
Penilaian I-07/05/13Awal-23/04/2013
Pengaruh Beban Impak Kapal Terhadap Bangunan Pengaman Pilar Jembatan Fender, (N. Retno Setiati, Bagus Aditya W.)
37
Penilaian I-07/05/13Awal-23/04/2013
Pulau buatan
Fender pulau sekeliling pilar jembatan
adalah proteksi sangat efektif terhadap impak
kapal. Pulau terdiri dari pasir atau batuan
dengan permukaan luar dari batuan pelindung
berat untuk menahan gelombang dan arus.
Geometri pulau sesuai dengan kriteria berikut:
1. Impak kapal diredam melalui pulau sampai
ke tingkat kapasitas lateral pilar dan
pondasi pilar;
2. Dimensi pulau sedemikian rupa agar
penetrasi kapal ke dalam pulau tidak
menyebabkan sentuhan kapal pada pilar.
Fender terapung
Fender terapung terdapat dalam
berbagai system, yaitu:
1. Sistem jaringan kabel: kapal berhenti oleh
sistem kabel terjangkar dalam dasar
perairan yang diberi pelampung di depan
pilar;
2. Ponton terjangkar: ponton terapung yang
terjangkar dalam dasar perairan di depan
pilar untuk meredam impak kapal.
Model pembebanan (Knott 1990)
Beberapa model pembebanan impak
kapal/tongkang terhadap struktur jembatan
terdiri dari:
a. Beban impak kapal terpusat.
b. Beban impak kapal terbagi merata.
c. Beban impak tongkang terpusat.
d. Beban impak tongkang terbagi merata.
38
Penilaian I-07/05/13Awal-23/04/2013
Gambar 3. Beban impak tongkang terbagi merata pada pilar (AASHTO 2010)
Keterangan:
V
= kecepatan impak rencana (m/dt)
VT
VMIN
X
XC
XL
Pengaruh Beban Impak Kapal Terhadap Bangunan Pengaman Pilar Jembatan Fender, (N. Retno Setiati, Bagus Aditya W.)
39
Penilaian I-07/05/13Awal-23/04/2013
= 0,98()2 . (4)
16
Keterangan:
Ps = gaya impak statik ekivalen kapal (MN)
DWT adalah bobot mati kapal (ton)
V = kecepatan tumbukan kapal (knot)
Keterangan:
PB = gaya impak statik ekuivalen (MN)
RB = rasio BB/10,67 (m)
BB = lebar tongkang (m)
aB = kerusakan lambung tongkang (m)
Hubungan antara kerusakan lambung
tongkang dengan energi impak yang
menyebabkan kerusakan dapat dilihat pada
persamaan berikut:
aB = 1 + 1,3 10 7 KE
1
2
3,1
1
R B
......(7)
Keterangan:
KE = energi kinetik akibat impak (J atau Nm)
40
HIPOTESIS
Perencanaan
bangunan
pengaman
jembatan (fender) sangat dipengaruhi besarnya
energi kinetik (beban impak)
akibat
kapal/tongkang yang melintas di bawah
jembatan.
METODOLOGI
Penilaian I-07/05/13Awal-23/04/2013
Panjang total
meter
100,58
91,44
82,30
70,10
54,86
Jumlah
Sumber : Bina Marga (2010)
LOA
feet
330
300
270
230
180
Jumlah
buah
96
251
486
187
120
1140
40,25
301,75125
..(8)
Pengaruh Beban Impak Kapal Terhadap Bangunan Pengaman Pilar Jembatan Fender, (N. Retno Setiati, Bagus Aditya W.)
41
Penilaian I-07/05/13Awal-23/04/2013
.(9)
4 0,25
V = 4 (135 125)
301,75 125
V = 4 (X 125)
301,75125
V = 3,79 m/dt
Energi impak tongkang pada pilar
jembatan adalah:
KE = 500 1,05 7,5 {3,79} = 56558,64 J
2
(10)
3,1
aB = 0,00498 m
Gaya impak yang terjadi pada tongkang
tergantung dari kedalaman kerusakan yang
terjadi dan rasio lebar tongkang.
Gaya impak untuk aB < 0,1 m berdasarkan
persamaan (5) adalah:
Pb = 60 (aB) (RB)
Pb = 60 (0,00498) (2,285)
PB = 0,6822758 MN = 682,28 kN
Persamaan
Gaya impak
Energi impak
Kecepatan impak
Besaran
Satuan
682,28
kN
56558,64
0,25
J
m//det
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil dan analisis diperoleh
data sebagaimana tercantum dalam Tabel 3.
Gambar 5 : Dimensi tiang pancang
(SAP 2000 v 14)
42
Penilaian I-07/05/13Awal-23/04/2013
Pengaruh Beban Impak Kapal Terhadap Bangunan Pengaman Pilar Jembatan Fender, (N. Retno Setiati, Bagus Aditya W.)
43
Penilaian I-07/05/13Awal-23/04/2013
44
Penilaian I-07/05/13Awal-23/04/2013
Pengaruh Beban Impak Kapal Terhadap Bangunan Pengaman Pilar Jembatan Fender, (N. Retno Setiati, Bagus Aditya W.)
45
Revisi I 10/07/13
ABSTRAK
Metode perencanaan tebal perkerasan yang saat ini dikenal terdiri dari metode perencanaan perkerasan secara
empiris dan secara mekanistik empiris. Pedoman perencanaan tebal perkerasan lentur yang resmi digunakan
sebagai pedoman di Indonesia pada umumnya menggunakan pendekatan empiris yang dikembangkan
berdasarkan analisis statistik kinerja perkerasan. Sedangkan metode lain untuk perencanaan tebal perkerasan
adalah dengan metode mekanistik empiris. Metode ini menggunakan pendekatan respon dasar material
perkerasan seperti tegangan, regangan, dan deformasi. Metodologi penelitian dilaksanakan dengan pengujian
laboratorium serta pengujian lapangan yang dilakukan untuk mengetahui kinerja perkerasan akibat beban lalulintas dan pengaruh lingkungan. Salah satu model fatigue yang banyak diadopsi dalam pedoman perencanaan
perkerasan dengan pendekatan mekanistik adalah Persamaan Shell. Untuk mengetahui kesesuaian model
fatigue shell dengan tipikal campuran beraspal di Indonesia, dilakukan validasi model fatigue dengan cara
membandingkan model fatigue tersebut dengan hasil pengujian fatigue dari laboratorium. Dari hasil analisis,
umur fatigue hasil pengujian laboratorium cenderung lebih kecil dibandingkan umur fatigue metode Shell
dengan perbandingan berkisar antara 0,8 sampai dengan 3 dengan rata-rata 1,8. Hal ini berdasarkan kondisi
pengujian kontrol regangan, temperatur 20 C dan frekuensi 10 Hz.
Kata kunci: empiris, fatigue , mekanistik empiris, model keruntuhan, perkerasan lentur
ABSTRACT
There are two approaches known in pavement design principal, empirical pavement design and mechanisticempirical pavement design. The official guideline for flexible pavement thickness design in Indonesia is
generally developed using empirical method based on statistical analysis of pavement performance. While the
other is the mechanistic-empirical method. The approach of this method is to identify the basic response of
pavement materials such as stress, strain and deformation. The research methodology was performed by
laboratory and field testing in order to determine pavement performance due to traffic loads and enviromental
impact. One of the fatigue models widely adopted in the mechanistic-empirical guideline of pavement design is
Shell Formula. In order to determine the compatibility of Shell fatigue models with a typical asphalt mix in
Indonesia, a validation was conducted by comparing shell fatigue models and fatigue lab-test results. The
fatigue life analysis of lab-test results showed the tendency of a shorther fatigue life compared to Shell method.
Based on the testing condition at a temperature of 20 C, a frequency of 10 Hz and a strain control, the
comparison is ranging from 0,8 to 3 with an average of 1,8.
Keywords: empiric, fatigue , mechanistic-empiric, deterioration model, flexible pavement
46
Revisi I 10/07/13
PENDAHULUAN
Panjang jaringan jalan di Indonesia tahun
2009 sudah mencapai 372.233 km. Dengan
aset yang demikian besar maka diperlukan
suatu metode perencanaan tebal perkerasan
yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan
beban lalu-lintas di lapangan serta dapat
mengakomodasi perkembangan teknologi
bahan perkerasan jalan, agar aset tersebut
dapat terjaga dan berfungsi sesuai umur layan.
Metoda perencanaan tebal perkerasan
terdiri dari metode perencanaan perkerasan
secara empiris dan secara mekanistik empiris.
Pedoman perencanaan tebal perkerasan lentur
yang resmi digunakan sebagai pedoman di
Indonesia pada umumnya menggunakan
pendekatan empiris yang dikembangkan
berdasarkan
analisis
statistik
kinerja
perkerasan.
Secara sederhana perencanaan tebal
perkerasan empiris dikembangkan dengan
melakukan observasi kinerja perkerasan pada
beberapa kondisi kemudian dibuat suatu
korelasi empiris antara tebal perkerasan
dengan sifat bahan, beban lalu-lintas dan faktor
lingkungan. Kelebihan dari metode ini adalah
sifatnya yang sederhana dan mudah untuk
digunakan namun demikian pendekatan
empiris memiliki keterbatasan yaitu persamaan
empiris yang digunakan hanya berlaku untuk
kondisi yang serupa dengan kondisi dimana
persamaan empiris tersebut dikembangkan.
Metode lain untuk perencanaan tebal
perkerasan adalah dengan metode mekanistik
empiris. Metode ini menggunakan pendekatan
respon dasar material perkerasan seperti
tegangan, regangan dan deformasi. Beban lalulintas dimodelkan pada struktur beberapa
lapisan perkerasan dan dihitung respon paling
kritis yang terjadi. Respon perkerasan ini
selanjutnya dikorelasikan dengan kinerja
perkerasan dengan menggunakan model
keruntuhan yang biasanya merupakan suatu
persamaan empiris. Dari aspek akurasi dan
reabilitas pendekatan yang digunakan pada
Pengembangan Model Keruntuhan Lapis Beraspal, (Nyoman Suaryana, Yohannes Ronny, Anita Jannatun Nissa)
47
Revisi I 10/07/13
1800 mm
330 mm
330 mm
Lapis Beraspal
Lapis Granular
Cemented Material
2
3
165 mm
48
Revisi I 10/07/13
Banyak faktor yang mempengaruhi umur
lelah campuran beraspal. Penggunaan bahan
pembentuk campuran beraspal dengan sifat
dan jumlah yang berbeda akan menghasilkan
umur lelah yang berlainan pula. Selain itu,
faktor pengujian juga sangat mempengaruhi
umur lelah yang dihasilkan. Faktor pengujian
ini antara lain adalah pola pembebanan yang
digunakan, kondisi pengujian (kontrol
tegangan atau regangan), tingkat tegangan,
frekuensi, temperatur dan ukuran benda uji.
(Yamin 2004)
Dalam pensimulasian umur kelelahan
biasanya dihadapkan pada masalah bagaimana
mengkorelasikan umur kelelahan laboratorium
dengan kinerja aktualnya di lapangan. Umur
kelelahan campuran beraspal yang didapat
dari hasil pengujian laboratorium biasanya
memberikan perkiraan umur kelelahan yang
lebih konservatif. Hal ini mungkin disebabkan
karena beban yang diberikan pada campuran
beraspal di laboratorium hanya terfokus di satu
tempat
saja sampai campuran tersebut
mencapai kondisi runtuh,
sedangkan di
lapangan
beban lalu-lintas tersebar pada
permukaan jalan dalam rentang area yang luas.
Alasan lainnya adalah bahwa benda uji yang
dipakai di laboratorium cukup kecil dan selain
itu bila suatu retak muncul
benda uji
dinyatakan runtuh, sedangkan di lapangan
suatu retak
berkembang terlebih dahulu
sebelum material beraspal tersebut dinyatakan
telah mengalami kegagalan. SHRP 1994
menyebutkan bahwa perkembangan retak, dan
simpangan beban lalu lintas (traffic wander)
memberikan pengaruh yang cukup besar,
Untuk mengkorelasikan hubungan antara
umur
kelelahan
laboratorium
dengan
lapangan, model umur kelelahan yang didapat
dari laboratorium harus dikalibrasi dengan
suatu faktor yang didapat dari pengamatan
lapangan. Faktor korelasi yang sudah
diusulkan oleh para peneliti sebelumnya
bervariasi dalam rentang 1 - 400. Besarnya
faktor korelasi ini sangat tergantung pada jenis,
kondisi dan temperatur pengujian, sifat aspal,
jenis pembebanan serta kondisi lapangan yang
dijadikan acuan.
Kriteria fatigue
untuk lapis beraspal
yang dikembangkan oleh Shell (1978) adalah:
6918 (0,856 +1,08) 5
0,36
Keterangan:
N
= jumlah repetisi beban yang diizinkan
Vb
.. = 1 ( )2 ( )3 =
1 ( ) 2 () 3 ........(1)
Keterangan:
Nf
= jumlah repetisi beban yang diijinkan
E
= modulus elastistas campuran beraspal
t
= regangan tarik horisontal pada dasar
perkerasan beraspal
Menurut Gedafa (2006), faktor f1, f2 dan
f3 untuk masing-masing institusi adalah seperti
ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Konstanta f1, f2, f3 untuk model retak lelah
No.
1.
Distress Model
f1
f2
f3
0,0796
3,291
0,854
2.
3.
Asphalt
Institute
Shell
Belgian RRC
0,0685
4,92 x 10
5,671
4,76
2,363
0
4.
Indian
2,2 x 10 -4
3,89
0,854
-14
Pengembangan Model Keruntuhan Lapis Beraspal, (Nyoman Suaryana, Yohannes Ronny, Anita Jannatun Nissa)
49
Revisi I 10/07/13
Log Nf = - 0,4345 log + 5,0328
(probabilitas 85% batas bawah)
(2)
(3)
37.139
0.36
S mix
h
N = 37,139
f
4,428
0.36
-0,664
v ijin = 4 x 10 (CESA)
v ijin dalam mikrostrains
(4)........
AC-WC
...........................(5)
AC-BC
ACBASE
Tegang
an Tarik
Regang
an Tarik
Dissipat
ed
Energy
Jumlah Siklus
3050
701
4.739
6510
2522
2015
600
500
3.331
2.214
24080
25040
1590
399
1.412
65430
3650
697
5.751
8780
1959
599
2.551
13710
2083
499
2.285
39070
1814
400
1.584
52220
2883
699
4.416
5980
2379
599
3.128
6910
2307
498
2.543
13630
1696
400
1.495
341
20
METODOLOGI
Metodologi yang digunakan pada tahap
awal dilakukan kajian pustaka. Kajian pustaka
yang dilakukan difokuskan pada literatur
mengenai perencanaan tebal lapis perkerasan
dengan pendekatan mekanistik empiris.
Selanjutnya
dilaksanakan
pengujian
laboratorium mulai dari pengujian mutu bahan
baik aspal maupun agregat kemudian
dilanjutkan dengan pengujian campuran
beraspal antara lain: Marshall Test, UMATTA,
dan Pengujian Fatigue.
50
Revisi I 10/07/13
Campuran
Nshell
Npengujian
Perbandingan
Rata-rata
1
2
ACWC
ACWC
9,178
19,980
6,510
24,080
1.4
0.8
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
ACWC
ACWC
ACBC
ACBC
ACBC
ACBC
ACBase
ACBase
ACBase
ACBase
49,716
153,633
9,878
21,072
52,522
158,688
5,705
12,346
31,082
92,972
25,040
65,430
8,780
13,710
39,070
52,220
5,980
6,910
13,630
34,120
2.0
2.3
1.1
1.5
1.3
3.0
1.0
1.8
2.3
2.7
1.6
Min
0.8
Maks
3.0
Rata-rata
1.8
1.8
1.9
Pengembangan Model Keruntuhan Lapis Beraspal, (Nyoman Suaryana, Yohannes Ronny, Anita Jannatun Nissa)
51
Revisi I 10/07/13
jenis campuran. Prediksi model dilakukan
dengan menggunakan perangkat lunak IBM
SPSS 19. Hasil yang diperoleh untuk tiap jenis
campuran adalah sebagai berikut:
1. Prediksi model kinerja fatigue ACWC
Nf = 1.191x1012 t-2.843 dengan koefisien
determinasi (R2) 0,93
52
PEMBAHASAN
Hasil pengujian kelelahan campuran
ACWC dengan regangan tarik konstan
bervariasi antara 399 sampai dengan 701
menghasilkan jumlah siklus hingga mencapai
failure 6510 65430, sedangkan untuk
campuran ACBC nilai siklus bervariasi antara
8780 52220 dan untuk ACBase nilai siklus
bervariasi antara 5980 34120. Campuran
ACBase cenderung menghasilkan jumlah
siklus yang lebih rendah dibandingkan dengan
dua campuran lainnya hal ini kemungkinan
karena campuran ini memiliki kadar aspal yang
lebih rendah dibandingkan ACBC atau ACWC.
Nilai umur lelah ACBase yang lebih rendah
menunjukkan bahwa, akibat beban lalu lintas
retak lelah akan terjadi terlebih dahulu pada
lapis ACBase dibandingkan lapis ACBC atau
ACWC.
Perbandingan nilai repetisi beban model
fatigue shell dan hasil pengujian laboratorium
menunjukkan bahwa hasil pengujian fatigue
laboratorium cenderung lebih kecil daripada
prediksi umur fatigue dari model Shell dengan
perbandingan berkisar antara 0,8 sampai
dengan 3 kali dengan rata-rata 1,8. Demikian
juga pada Gambar 3 sampai dengan Gambar 5
menunjukkan kurva fatigue hasil pengujian
dibawah kurva fatigue Shell terutama untuk
nilai regangan rendah dan makin mendekati
untuk nilai regangan yang lebih tinggi. Pola ini
menunjukkan bahwa jika perancangan tebal
perkerasan dilakukan dengan menggunakan
model kurva fatigue shell maka hasilnya akan
sedikit melebihi prediksi (over predicted).
Model
Shell
dikembangkan
dengan
menggunakan banyak variasi gradasi campuran
dan jenis aspal, hal ini lah kemungkinan yang
Revisi I 10/07/13
menyebabkan perbedaan kurva Shell dan hasil
pengujian laboratorium.
Dari hasil garis kesamaan prediksi
model kinerja fatigue yang ditampilkan pada
Gambar 6 sampai dengan Gambar 8 terlihat
bahwa ketiga model yang diperoleh tidak bias
terhadap hasil pengujian fatigue laboratorium
karena data prediksi tersebar didekat garis
kesamaan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari uraian di muka, dapat diambil
beberapa kesimpulan:
1. Perbandingan hasil umur fatigue dari
pengujian fatigue laboratorium dan
menggunakan pendekatan model fatigue
Shell menunjukkan bahwa, umur fatigue
dari
hasil
pengujian
laboratorium
cenderung lebih kecil dibandingkan umur
fatigue metode Shell, dengan perbandingan
berkisar antara 0,8 sampai dengan 3 dengan
rata-rata 1,8. Hal ini berdasarkan kondisi
pengujian kontrol regangan, temperatur
20C dan frekuensi 10 Hz.
2. Prediksi model kinerja fatigue
untuk
ACWC, ACBC dan ACBase tidak bias
terhadap
hasil
pengujian
fatigue
laboratorium hal ini terlihat dari data yang
tersebar mendekati garis kesamaan. Model
prediksi kinerja fatigue ACWC, ACBC dan
ACBase menunjukkan akurasi yang relatif
baik dengan koefisien determinasi lebih
besar dari 0,9.
Saran
Untuk menggambarkan kinerja fatigue
lapangan perlu dilakukan kalibrasi antara
model fatigue
laboratorium dan kinerja
fatigue lapangan, idealnya hal ini dilakukan
dengan menggunakan fasilitas Accelerated
Pavement Test atau Long Term Pavement
Performance Monitoring.
DAFTAR PUSTAKA
AUSTROAD. 2010. Guide to Pavement
Technology Part 2: Pavement Structural
Design. Sydney: AUSTROAD Inc.
Gedafa, Deba S. 2006. Comparison of Flexible
Pavement Performance Using Kenlayer and
HDM-4
Fall Student Conference. Iowa: Midwest
Transportation Consortium.
El-Basyouni M. and M. Witzak. 2005. Development
of the fatigue Cracking Models for the 2002
Design
Guide. TRR 1919. Washington, DC.: TRB,
pp. 77 86.
Huang, Yang H. 2012. Pavement analysis and
design. 2nd edition. New Jersey: Prentice
Hall.
Mallick, Rajib B. and Tahar El-Korchi. 2009.
Pavement Engineerign, Principles and
Practice. New York: CRC Press
Mahmud, Salim. 2000. Pengkajian Kinerja
Perkerasan
lentur
Secara
Analitis.
Bandung: Pusjatan.
Shell. 1978. Shell Pavement Design Manual.
London: Shell International Petroleum
Co.Ltd.
Transportation Research Board. 1990. Fatigue
Response of Asphalt Mixture. SHRP.
Washington, DC: TRB.
Transportation Research Board.1994.
Fatigue
Response of Asphalt- Aggregate Mixture.
SHRP A- 404.
Washington, DC: TRB.
Sjahdanulirwan M. 2010. Kaji ulang perencanaan
perkerasan lentur. Bandung: Pusjatan.
Yamin, Anwar. 2004. Disertasi Model Konstitutif
Parameter mekanistik Cement Treated
Asphalt Mixture dan Kinerjanya pada Iklim
Tropis Indonesia. PhD. Diss. Institut
Teknologi Bandung.
Pengembangan Model Keruntuhan Lapis Beraspal, (Nyoman Suaryana, Yohannes Ronny, Anita Jannatun Nissa)
53
Redaksi menerima naskah/karya ilmiah bidang jalan dan jembatan dari dalam dan luar lingkungan Pusat Litbang Jalan dan Jembatan.
Dewan Redaksi dan Mitra Bestari akan memeriksa naskah yang masuk dan berhak menolak naskah yang dianggap tidak memenuhi
ketentuan.
2.
Naskah dapat berupa hasil penelitian atau kajian yang belum dan tidak akan dipublikasikan dalam media cetak lain.
3.
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia, diserahkan dalam bentuk file elektronik dalam program MS Office disertai satu eksemplar
cetakan. Jumlah naskah maksimum 15 halaman, termasuk abstrak, gambar, tabel dan daftar rujukan. Bila lebih dari 15 halaman,
Redaksi berhak untuk menyunting ulang, dan apabila dianggap perlu akan berkonsultasi dengan penulis.
4.
Sistematika penulisan disusun sebagai berikut : Bagian awal: nama penulis, abstrak (abstrak dan kata kunci ditulis dalam bahasa
Indonesia dan Inggris dengan huruf italic). Bagian utama: pendahuluan, kajian pustaka, hipotesis, Metodologi, hasil dan analisa,
pembahasan, kesimpulan dan saran. Bagian akhir: keterangan simbol (bila perlu), ucapan terima kasih (bila perlu), daftar pustaka
minimal 10 referensi (wajib) berupa buku teks atau jurnal terbaru dan lampiran (jika ada).
5.
Judul naskah sesingkat mungkin dan harus mencerminkan isi tulisan serta tidak memberikan peluang penafsiran yang beraneka ragam,
ditulis dengan huruf kapital posisi tengah.
6.
7.
Abstrak memuat permasalahan, tujuan, metodologi, hasil dan kesimpulan (antara 150-250 kata) ditulis dalam satu alinea, ditulis dalam
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Hindari penggunaan singkatan dalam abstrak. Di bawah abstrak dicantumkan minimal 5 kata
kunci.
8.
Teknik penulisan :
a) Naskah ditulis pada kertas ukuran A4, ketikan satu spasi dengan 2 kolom, jarak kolom pertama dan kedua 1 cm.
b) Batas pengetikan : tepi atas dan tepi bawah 3 cm, sisi kiri dan sisi kanan 2,5 cm. Alinea baru pada satu cm batas tepi kiri, antara
alinea tidak diberi tambahan spasi.
c) Penggunaan Font Times New Roman
- Isi, 11 pt
- Judul, ditulis di tengah halaman, Kapital 14 pt, bold
- Nama penulis, ditulis di tengah halaman, 11 pt, bold
- Persamaan/rumus, 10 pt
- Nama instansi, ditulis di tengah halaman, 10 pt
- Keterangan Persamaan/Rumus, 10 pt
- Alamat instansi dan email, ditulis di tengah halaman, 9 pt
- Judul tabel dan gambar, 10 pt
- Sub judul, ditulis di tepi kiri, Kapital 11 pt, bold
- Tulisan tabel dan gambar, 10 pt, bold
- Isi Abstrak, 10 pt, Italic
- Sumber tabel dan gambar, 9 pt
- Isi daftar pustaka, 10 pt
- Kata kunci, 10 pt, Italic
d) Kata asing ditulis dengan huruf italic, apabila sudah ada bahasa Indonesia kata asing ditulis dalam kurung, untuk selanjutnya istilah
yang sama cukup ditulis istilah Indonesianya. Bilangan ditulis dengan angka kecuali pada awal kalimat.
e) Ketentuan Tabel/Gambar :
- Tabel dan gambar harus diberi keterangan yang jelas. Judul tabel diletakkan di bagian atas tabel (rata kiri dengan tabel),
sedangkan judul gambar di bagian bawah gambar (rata kiri dengan gambar),
- Tabel dan Gambar tidak menggunakan garis pinggir, tabel menggunakan jenis table simple 1,
- Gambar, foto dan grafik berwarna,
- Sumber tabel dan gambar dicantumkan di bawah tabel dan gambar.
f)
Sumber pustaka (sitasi dalam teks) terdiri dari nama penulis dan tahun penerbitan yang diacu, ditulis dalam kurung. Contoh:
(Calvez 2004). Untuk kutipan langsung ditambah nomor halaman (Calvez 2004, 73).
g) Daftar pustaka dan sitasi bibliografis menggunakan Chicago Manual of Style (Author-Date System), ditulis dalam urutan abjad nama
penulis dan disusun dengan urutan :
a. Untuk buku : pengarang (nama keluarga diikuti nama pertama), tahun terbit, judul buku, kota dan nama penerbit
b. Untuk jurnal : pengarang (nama keluarga diikuti nama pertama), tahun terbit, judul majalah (judul prosiding), judul artikel,
volume, nomor, bulan, halaman.
c. Karya di internet: URL dan karya tersebut diakses
Contoh:
Buku (monograf)
Okuda, Michael, dand Denis Okuda. 1993. Star Trek chronology: The history of the Future. New York: Pocket Books.
Artikel Jurnal
Wilcox, Rhonda V. Shifting Roles and Synthetic Woman in Star Trek: The Next Generation. Studies in Popular Cultur 13 (April
1991):53-65.
Terbitan Pemerintah
Indonesia, Kementerian Pekerjaan Umum. Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan. 2010. Pedoman Perencanaan
Perkerasan Lentur. Jakarta : Kementerian Pekerjaan Umum.
h) Jika dalam Daftar pustaka ada pencantuman nama seseorang lebih dari 1 kali, nama kedua tidak perlu ditulis kembali, cukup
mengganti nama dengan titik putus-putus.
i)
Contoh Daftar pustaka tanpa tahun dan tanpa penerbit
a. Caltrans California Departement of Transportation. [s.n]. Highway Design Manual. California : D.O.T
b. Caltrans California Departement of Transportation. 1996. Highway Design Manual. California: [s.n]
9.
771907
028497