Anda di halaman 1dari 17

PENDAHULUAN

Pendidikan dapat dikatakan sebagai proses pemberdayaan, yaitu


proses untuk mengungkapkan potensi yang ada pada manusia sebagai
individu,

yang

selanjutnya

dapat

memberikan

sumbangan

kepada

keberdayaan masyarakat lokal, kepada bangsanya, dan pada akhirnya pada


masyarakat global. Dengan demikian pendidikan perlu diarahkan untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak didik agar mampu mandiri.
Setiap anak didik perlu diberi berbagai kemampuan dalam pengembangan
berbagai hal, seperti konsep, prinsip, kreativitas, tanggung jawab, dan
keterampilan. Inilah makna pendidikan yang harus senantiasa dipegangi oleh
para

pendidik,

yaitu

mengembangkan

aspek

kognitif,

afektif,

dan

psikomotorik.
Dalam kamus Websters New Word Dictionary , sebagaimana dikutip oleh
Nanang Fattah, pendidikan dirumuskan sebagai proses pengembangan dan
latihan yang mencakup aspek pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill)
dan kepribadian (character), terutama yang dilakukan dalam suatu bentuk
formula (per sekolahan) kegiatan pendidikan mencakup proses dalam
menghasilkan (production) dan transfer (distribution) ilmu pengetahuan yang
dilakukan oleh individu atau organisasi belajar (learning organization).
Berbicara lebih lanjut tentang pendidikan dapat melibatkan berbagai
aspek sudut pandang.Ada yang memandang pendidikan dari sudut filsafat,
maka lahirlah Filsafat Pendidikan. Ada yang memandang pendidikan dari

sudut

manajemen,

maka

lahirlah

Manajemen

Pendidikan.

Ada

yang

memandang pendidikan dari sudut teologi maka lahirlah Teologi Pendidikan,


dan ada pula yang memandang pendidikan dari sudut ekonomi, maka
muncul pula kajian Ekonomi Pendidikan.
Ekonomi pendidikan merupakan bagian yang terpenting dari ilmu
ekonomi yang merupakan hal yang tak terpisah dari ilmu ekonomi sumber
daya manusia untuk pembangunan nasional. Elchanan Cohn yang dikutip
oleh Nanang Fattah mendefinisikan ekonomi pendidikan sebagai,suatu studi
tentang bagaimana manusia, baik secara perorangan maupun di dalam
kelompok

masyarakatnya

mendayagunakan

membuat

sumber-sumber

keputusan

daya

yang

dalam

terbatas

rangka

agar

dapat

menghasilkan berbagai bentuk pendidikan dan latihan, pengembangan ilmu


pengetahuan dan keterampilan, pendapat, sikap dan nilai-nilai khususnya
melalui pendidikan formal , serta bagaimana mendiskusikannya secara
merata

(equal)

dan

adil

(equality)

di

antara

berbagai

kelompok

masyarakat.
Dari beberapa pemikiran di atas jelas tergambar bahwa pengertian
pendidikan maupun ekonomi pendidikan berkaitan dengan sumber daya
manusia (SDM). Di mana persoalan SDM ini merupakan persoalan setiap
bangsa. Maknanya bagi bangsa yang ingin maju dan unggul harus
menyiapkan SDM nya baik secara individu maupun masyarakat menjadi SDM
yang unggul pula. Dan ini tentunya tidak akan terlepas dari peran

pendidikan. Karena pendidikan merupakan wahana yang paling strategis


untuk mempersiapkan individu dan masyarakat ke arah yang diinginkan oleh
setiap bangsa atau negara. Dengan demikian jika bangsa kita ingin menjadi
bangsa yang maju dan unggul, tidak bisa tidak harus mempersiapkan SDM
yang unggul atau berkualitas pula. Dan sebagai konsekwensinya pendidikan
harus dipandang sebagai usaha bagaimana Negara memberikan pelayanan
kepada warganya untuk siap menyonsong hari depan yang lebih baik. Dan
ini mengandung arti pendidikan merupakan investasi, oleh karena itu
lembaga

penyelenggara

pendidikan

harus

memikirkan

efisiensi

dan

efektivitas dalam pencapaian tujuan pendidikan.


Sejalan dengan pernyataan di atas tepat sekali pribahasa Cina yang
mengatakan:Jika anda berencana untuk satu tahun, tanamlah biji-bijian ;
Jika anda berencana sepuluh tahun , tanamlah pepohonan; Jika anda
berencana untuk seribu tahun, tanamlah manusia. Dengan demikian,
melalui pendidikan manusia ditanam dan dengan pendidikan pula masa
depan

dibangun.

PENGERTIAN INVESTASI
Kata investasi berasal dari bahasa Inggris investment yang berarti
penanaman (uang, modal). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan
arti investasi sebagai berikut: 1.Penanaman uang atau modal dalam suatu
perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan;

2. Jumlah uang atau modal yang ditanam. Sedangkan modal diartikan


dengan:
A .Uang yang dipakai sebagai pokok (induk) untuk berdagang, melepas uang,
dsb; harta benda (uang,barang, dsb) yang dapat dipergunakan untuk
menghasilkan sesuatu yang menambah kekayaan dan sebagainya.
B. Barang yang dipergunakan sebagai dasar atau bekal untuk bekerja
(berjuang dsb).
Di antara klasifikasi modal yang dijelaskan, juga terdapat modal
manusiawi yang berarti bentuk modal yang berupa keterampilan dan
kecakapan. Mengacu pada pengertian investasi yang dikemukakan di atas,
jelas bahwa investasi tidak hanya menyangkut dengan uang sebagai modal
utama untuk menghasilkan keuntungan di masa depan, tetapi juga
mencakup SDM yang berupa keterampilan dan kecakapan yang dimiliki
seseorang. Pengertian investasi ini sangat relevan dengan pendidikan, di
mana dengan adanya pendidikan, keterampilan dan kecakapan seseorang
akan semakin baik dan bertambah. Sementara itu Nanang Fattah dengan
mengutip

Cohn

(1979)

mengartikan

investasi

sebagai,upaya

untuk

meningkatkan nilai tambah barang ataupun jasa di kemudian hari dengan


mengorbankan nilai konsumsi sekarang. Dengan penjelasan ini dapat
dimengerti bahwa seseorang yang berinvestasi melalui pendidikan akan
merasakan atau memetik manfaatnya dikemudian hari atau di masa depan.
Dan

seseorang

itu

harus

tahan

berkorban

dan

mengeyampingkan

kesenangannya atau keinginannya untuk beberapa saat sesuai dengan


kondisi yang ditempuhnya. Contohnya seperti kita sekarang yang sedang
menjalani pendidikan S2. Tidak sedikit pengorbanan yang dikeluarkan,
sedang buah yang akan dipetik masih belum kelihatan.
PERANAN PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan persoalan hidup dan kehidupan manusia
sepanjang hayatnya, baik sebagai individu, kelompok sosial, maupun
sebagai bangsa. Pendidikan telah terbukti mampu mengembangkan sumber
daya

manusia

kemampuan

yang

untuk

merupakan

karunia

mengembangkan

Allah

nilai-nilai

Swt.,

serta

memiliki

kemanusiaan

sehingga

kehidupan manusia semakin beradab. John Vaisey sebagaimana dikutip oleh


Malik

Fajar,

mengemukakan

bahwa

pendidikan

adalah

dasar

dari

pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, sains dan teknologi, menekan


dan

mengurang

kemiskinan

dan

ketimpangan

pendapatan,

serta

peningkatan kualitas peradaban pada umumnya. Selanjutnya dikemukakan


juga oleh John Vayse bahwa sejumlah besar dari apa yang kita ketahui
diperoleh dari proses belajar secara formal di lembaga-lembaga pendidikan
(sekolah

dan

perguruan

tinggi).

Berdasarkan pandangan di atas, Cristope J. Lucas begitu yakin bahwa


pendidikan menyimpan kekuatan yang luar biasa untuk menciptakan
keseluruhan aspek lingkungan hidup dan dapat memberikan informasi yang
paling berharga mengenai pegangan hidup masa depan di dunia, serta

membantu anak didik dalam mempersiapkan kebutuhan hidup yang esensial


demi menghadapi perubahan di masa depan. Sementara itu John Dewey
berpendapat bahwa pendidikan sebagai salah satu kebutuhan hidup (a
neccesity

of

life),

sebagai

bimbingan

(a

direction),

sebagai

sarana

pertumbuhan(as growt), yang mempersiapkan dan membukakan serta


membentuk disiplin hidup. Pendidikan mengandung misi keseluruhan aspek
kebutuhan hidup serta perubahan-perubahan yang terjadi.
Uraian di atas menggambarkan bahwa pendidikan amat berperan
dalam mengembangkan potensi individu dan masyarakat baik aspek kognitif,
afektif

dan

psikomotorik.

Pendidikan

juga

amat

berperan

dalam

pertumbuhan ekonomi, sains dan teknologi. Lebih dari itu, pendidikan juga
amat berperan dalam penyiapan SDM yang berkualitas untuk menghadapi
hidup di masa depan. Dengan demikian pendidikan harus bersifat futuristik.
Sejalan dengan pendidikan harus berorientasi masa depan (futuristik), tepat
sekali apa yang dikatakan oleh Ali Bin Abi Thalib demikian, didiklah anakanakmu, sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, dan bukan
untuk zamanmu.
Karena untuk melahirkan SDM yang berkualitas di masa depan
bukanlah pekerjaan ringan dan mudah, tentunya dibutuhkan guru atau
pendidik yang berkemampuan tinggi dalam transfer of heart, transfer of
head, dan transfer of hand kepada anak didik dan lingkungannya.

Posisi strategis pendidikan ini menurut Harold G. Shane , karena


pendidikan memiliki empat potensi yang secara tegas signifikan dengan
kehidupan masa depan.Pertama,pendidikan menyediakan wahana yang
telah teruji untuk implementasi nilai-nilai masyarakat yang berubah, hasrat
masyarakat yang muncul dan menimbulkan nilai-nilai baru. Sekolah tidak
menciptakan hari esok tetapi dapat mencerminkan kebudayaan yang
berubah dan menyiapkan anak-anak untuk berperan serta secara lebih
efektif dengan usaha secara terus menerus untuk mendapatkan jalan hidup
yang baik. Kedua, pendidikan dapat dipakai untuk menanggulangi masalahmasalah

sosial

kemampuan

tertentu.

yang

tinggi

Ketiga,
untuk

pendidikan

menerima

telah

dan

memperlihatkan

mengimplementasikan

alternatif-alternatif baru. Dan keempat, pendidikan merupakan cara terbaik


yang dapat ditempuh masyarakat untuk membimbing perkembangan
manusia, sehingga pengalaman dari dalam berkembang pada setiap anak
dan karena itu ia terdorong untuk memberikan konsentrasi pada kebudayaan
manusia yang lebih baik serta dapat dikembangkan dalam suasana
psikologis yang baik pula.
Pakar lain, John C. Bock, dalam Education and Development: A Conflict
Meaning, mengidentifikasi peran pendidikan sebagaimana dikutip oleh
Zamroni sebagai berikut: a) memasyarakatkan ideologi dan nilai-nilai sosiokultural

bangsa,

b)

mempersiapkan

tenaga

kerja

untuk

memerangi

kemiskinan, kebodohan, dan mendorong perubahan sosial, dan c) untuk


meratakan kesempatan dan pendapatan. Mencermati apa yang dikemukakan

John C Bock di atas, bahwa peran yang pertama merupakan fungsi politik
pendidikan, sedangkan dua peran yang disebut kemudian merupakan fungsi
ekonomi. Pendapat kedua pakar yang disebutkan di atas, Harold G. Shane
dan John C Bock, tampak saling melengkapi tentang peran pendidikan yang
dibahas dalam makalah ini.
Sementara itu, Ratna Megawangi dkk, mengidentifikasi 3 (tiga)hal
yang dapat dikatakan sebagai peran pendidikan, yaitu:
1. Menyiapkan individu sebagai Lifelong Learners (Pembelajar Sejati)
Abad ke-21 ditandai oleh perubahan yang begitu cepat dalam berbagai
aspek kehidupan manusia, dan laju perubahan ini akan jauh lebih cepat
prosesnya dibandingkan dengan abad sebelumnya. Agar dapat beradabtasi
dengan lingkungan yang terus berubah, manusia harus mampu belajar suatu
hal yang baru dengan cepat, kreatif dalam mencari solusi masalah, serta
selalu mempunyai motivasi yang kuat untuk belajar. Dengan demikian
sekolah harus mampu mempersiapkan siswanya untuk menjadi pembelajar
sejati. Manusia pembelajar adalah orang-orang yang menjadikan kegiatan
belajar (proses mengubah tingkah laku menuju kondisi yang lebih baik)
sebagai bagian dari kehidupan dan kebutuhan hidupnya. Sudarwan Danim
menyebutkan 5 pilar manusia pembelajar sebagai berikut:
a. Rasa ingin tahu
b. Optimisme

c. Keikhlasan
d. Konsistensi
e. Pandangan visioner.

2. Menyiapkan individu yang mempunyai komitmen terhadap perdamaian


dan perwujudan dunia yang lebih baik .
3. Menyiapkan individu yang mempunyai daya saing tinggi dalam dunia
kerja.

PENDIDIKAN SEBAGAI INVESTASI INDIVIDU


Pendidikan dalam pandangan tradisional selama

sekian

dekade

dipahami sebagai bentuk pelayanan sosial yang harus diberikan kepada


masyarakat, dalam konteks ini pelayanan pendidikan sebagai bagian dari
public service atau jasa layanan umum dari negara kepada masyarakat yang
tidak memberikan dampak langsung bagi perekonomian masyarakat .
Sehingga pembangunan pendidikan tidak menarik untuk menjadi tema
perhatian, kedudukannya tidak mendapat perhatian yang menarik dalam
gerak langkah pembangunan. Opini yang berkembang justru pembangunan
sektor pendidikan hanyalah sektor yang bersifat memakan anggaran tanpa
jelas manfaatnya (terutama secara ekonomi).Pandangan demikian membawa
orang pada keraguan bahkan ketidakpercayaan terhadap sektor pendidikan

sebagai

fondasi

bagi

kemajuan

pembangunan

di

segala

sektor.

Ketidakyakinan ini misalnya terwujud dalam kecilnya komitmen anggaran


untuk sektor pendidikan. Mengalokasikan anggaran untuk sektor pendidikan
dianggap membuang-buang uang yang tidak bermanfaat. Akibatnya alokasi
anggaran sektor pendidikan, biasanya sisa setelah yang lain terlebih dahulu.
Apa yang dipaparkan di atas juga dirasakan di negara kita, sepertinya
pemerintah belum mempunyai komitmen yang tulus dan kuat untuk
berinvestasi melalui pendidikan.Disinyalir oleh Lawrence Summers, Menteri
Keuangan Amerika Sarikat pada awal juli 2000, bahwa salah satu dari lima
penyebab kegagalan negara berkembang ialah karena kurang perhatiannya
pada investasi di bidang pendidikan (Kompas, 2000:14). Kemudian empat
faktor penyebab kegagalan lainnya bagi negara berkembang meliputi : (1)
diabaikannya mekanisme pasar; (2) lemahnya sistem kelembagaan dan
hukum;

(3)

tidak

terintegrasikannya

perekonomian

nasional

dengan

kekuatan ekonomi global ; dan (4) kurang terpenuhinya kebutuhan dasar


warganya.

Selain

itu

juga

dapat

kita

baca

di

media

masa

yang

mempersoalkan anggaran pendidikan yang hanya 11,8 persen dari 20


persen yang seharusnya dianggarkan menurut undang-undang. Ini jelas
menunjukkan rendahnya komitmen pamerintah untuk berinves di bidang
pendidikan. Padahal di negara-negara maju mempunyai kecendrungan yang
amat kuat dan jelas semakin meningkatkan investasinya dalam dunia
pendidikan. Cara

pandang

tradisional

tersebut

di

atas

sekarang

ini

sebenarnya telah mulai bergeser sejalan dengan ditemukannya pemikiran

dan bukti ilmiah akan peran dan fungsi vital pendidikan, yang sebagian telah
penulis paparkan pada poin C, dalam memahami dan memposisikan manusia
sebagai kekuatan utama sekaligus prasyarat bagi kemajuan suatu bangsa.
Konsep pendidikan sebagai sebuah investasi (education as invesment)
telah berkembang secara pesat dan semakin diyakini oleh banyak negara
bahwa pembangunan sektor pendidikan merupakan prasarat kunci bagi
pertumbuhan sektor-sektor pembangunan lainnya. Konsep tentang investasi
sumber daya manusia (human capital invesment) yang dapat menunjang
pertumbuhan ekonomi (economic growth), sebenarnya telah mulai dipikirkan
sejak jaman Adam Smith , Heinrich Von Thunen ( dan para teoritisi klasik
lainnya sebelum abad ke 19 yang menekankan pentingnya investasi
keterampilan

manusia. Pemikiran

ilmiah

tersebut

baru

menemukan

memontumnya pada tahun 1960-an ketika pidato Theodore Schultz pada


tahun 1960 yang berjudul Invesment in Human Capital di hadapan The
American Economic Association. Pesan utama pidato tersebut sederhana,
bahwa proses perolehan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan
bukan merupakan suatu bentuk konsumsi semata-mata, akan tetapi juga
merupakan suatu investasi. Lebih lanjut Schultz memperlihatkan bahwa
pembangunan sektor pendidikan dengan manusia sebagai fokus intinya
telah memberikan kontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi suatu
negara, melalui peningkatan keterampilan dan kemampuan produksi dari
tenaga kerja. Penemuan dan cara pandang ini mengundang ketertarikan
sejumlah ahli untuk meneliti mengenai nilai ekonomi dari pendidikan.

Cohn sebagaimana dikutip Moch. Idochi Anwar memperinci empat nilai


ekonomi pendidikan: Pertama, berdasarkan pendekatan human capital yang
mengkonstantasi hubungan linier antara invesment of education dengan
higher productivity dan higher earning. Maksudnya, manusia sebagai modal
dasar yang dinvestasikan dalam pendidikan akan menghasilkan manusia
terdidik yang produktif, dan meningkatnya penghasilan sebagai akibat dari
kualitas kinerja yang ditampilkan oleh manusia terdidik tersebut. Kedua,
berdasarkan pendekatan radikal yang menyatakan bahwa pendidikan yang
lebih

baik

diperuntukkan

bagi

tingkatan

ekonomi

tinggi.

Tingkatan

pendidikan sebagai penentu masa depan manusia harus mendukung seluruh


lapisan masyarakat sesuai dengan kemampuan akademik dan sosial mereka.
Ketiga, berdasarkan taxonomy of education benefit diperlihatkan bahwa
peningkatan kapasitas penghasilan manusia terdidik berhubungan nyata
dengan tingkat pendidikan. Aktualisasi pendidikan pada level tertentu
menggambarkan
pendidikan. Apa

keterkaitan
yang

Cohn

antara

private

kemukakan

pada

dengan
poin

social

pertama

benefit
di

atas

tampaknya sulit untuk dibantah, semakin terdidik seseorang akan semakin


produktiv dan berkualitas hasil kerjanya dan dengan demikian akan
berdampak

pada

dikarenakan

ia

penghasilannya.

memiliki

Produktivitas

keterampilan

teknis

seseorang

yang

tersebut

diperolehnya

dari

pendidikan. Oleh karena itu, salah satu tujuan yang harus dicapai oleh
pendidikan adalah mengembangkan keterampilan hidup. Adanya pendidikan
life skill dan broad based education adalah untuk mengembangkan

keterampilan hidup tersebut. Untuk menghasilkan SDM yang produktif


seperti yang dijelaskan di atas jelas tidak mudah.Dengan demikian perlu
dirancang pengembangan SDM yang meliputi:
1. Penggunaan pendekatan pendidikan dan pelatihan yang sistematis
dan terencana;
2. Penerapan kebijakan dari pengembangan yang berkesinambungan;
3. Penciptaan dan pemeliharaan organisasi pembelajaran;
4. Pemastian bahwa seluruh kegiatan pendidikan dan pelatihan terkait
dengan kinerja;
5. Adanya perhatian khusus untuk pengembangan manajemen dan
perencanaan karir.
Sedangkan pada poin kedua tampaknya tidak sesuai dengan konsep
demokrasi dalam pendidikan. Di mana pendidikan itu diperuntukan untuk
semua warga negara tanpa membedakan antara kaya dan miskin. Memang
pada situasi tertentu apa yang dikemukakan Cohn tersebut ada benarnya.
Dan untuk poin ketiga yang dikemukakan Cohn sepertinya juga sulit
dibantah.

Berikut

penulis

kutipkan pernyataan

Francis

Wahono

yang

mendukung tesis di atas:


Bahwa masuk sistem persekolahan adalah harapan atau kadang mimpi
menaikkan jenjang status ekonomi sosial dan produktivitas bangsa memang
bukan sebuah mimpi kosong atau fatamorgana. Pasar pemekerjaan dan

upah/gaji yang berlaku serta investasi manusia yang handal di masyarakat


kita menunjukkan keterkaitan erat dengan jenjang pendidikan formal dan
pelatihan yang dicapai. Tabel 8 dengan jelas menunjukkan kecendrungan
keterkaitan itu. Dari tahun 1976 sampai tahun 1986 misalnya, pendapatan
pekerja lulusan Perguruan Tinggi adalah 1.5 kali pendapatan mereka yang
lulus

Sekolah

Menengah

Atas.

Sementara itu di Amerika Sarikat (1992), seseorang yang berpendidikan


doktor memiliki penghasilan rata-rata per tahun sebesar 55 juta dollar,
master 40 juta dollar, dan sarjana 33 juta dolar.
Investasi dalam pendidikan juga menunjukkan tingkat pengembalian
(rate of return) yang lebih tinggi daripada investasi fisik di bidang lain.
Tingkat pengembalian pendidikan adalah perbandingan antara total biaya
yang dikeluarkan untuk membiayai pendidikan dengan total pendapatan
yang akan diperoleh setelah seseorang lulus dan memasuki dunia kerja.Di
negara-negara

sedang

berkembang

umumnya

menunjukkan

tingkat

pengembalian investasi pendidikan relatif lebih tinggi dari pada investasi


modan fisik, yaitu 20% dibanding 15%. Sementara itu, di negara-negara
maju tingkat pengembalian investasi pendidikan lebih rendah dibanding
investasi modal fisik, yaitu 9% dibanding 13 %. Keadaan ini dapat dijelaskan
karena jumlah tenaga kerja terdidik yang terampil dan ahli di negara
berkembang

relatif

lebih

terbatas

jumlahnya

dibandingkan

dengan

kebutuhan , sehingga tingkat upah lebih tingi dan menyebabkan tingkat


pengembalian

terhadap

pendidikan

juga

tinggi.

Dari uraian-uraian di atas semakin jelas bahwa pendidikan bagi individu


merupakan investasi bagi dirinya sendiri untuk menghadapi tantangan hidup
di masa depan, yang sekaligus menunjukkan keberhasilan pendidikannya.
Keberhasilan pendidikan seseorang atau individu setidaknya dapat dilihat
dari indikator sebagai berikut:
1. dapat tidaknya seorang lulusan melanjutkan ke pendidikan yang
lebih tinggi,
2. dapat tidaknya memperoleh pekerjaan,
3. besarnya penghasilan (gaji) yang diterima,
4. sikap prilaku dalam konteks sosial, budaya , dan politik.
Sejalan dengan apa yang dikemukakan Nanang Fattah di atas, Danil
Golemen beranggapan bahwa keberhasilan seseorang di masyarakat,
termasuk didunia kerja sebagian besar ditentukan oleh kecerdasan emosi
(80 %) dan hanya 20 % ditentukan oleh faktor kecerdasan kognitif (IQ).
Sementara

itu

George

Boggs

(dalam

Jefferson

center,

1977)

menunjukkan dalam penelitiannya bahwa ada 13 indikator penunjang


keberhasilan seseorang di dunia kerja, dan ternyata dari 13 indikator
tersebut, 10 di antaranya (hampir 80 %) adalah kualitas karakter seseorang,
sementara hanya 3 indikator saja yang berkaitan dengan faktor kecerdasan
(IQ). Indikator-indikator tersebut adalah:
1. Jujur dan dapat diandalkan

2. Bisa dipercaya dan tepat waktu


3. Bisa menyesuaikan diri dengan orang lain
4. Bisa bekerjasama dengan atasan
5. Bisa menerima dan menjalankan kewajiban
6. Mempunyai motivasi kuat untuk terus belajar dan meningkatkan
kualitas diri
7. Berfikir bahwa dirinya berharga
8. Bisa berkomunikasi dan mendengarkan secara efektif
9. Bisa bekerja mandiri dengan supervisi minimum
10. Dapat menyelesaikan masalah pribadi dan profesinya
11. Mempunyai kemampuan dasar (kecerdasan)- IQ
12. Bisa membaca dengan pemahaman memadai- IQ
13. Mengerti dasar-dasar matematika (berhitung)- IQ.
Apa yang tertera di atas, tergambar bahwa 10 dari 13 indikator (77 %)
tersebut berkaitan dengan karakter yang merupakan domain otak kanan ,
dan sisanya (23 %) berkaitan dengan otak kiri. Dan kesemuanya ini adalah
tugas

pendidikan

untuk

mewujudkannya.

Hasil studi lain menunjukkan adanya korelasi signifikan antara tingkat


pendidikan ibu dengan status gizi anaknya dan angka harapan hidup.

Dengan demikian semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang diharapkan


semakin baik pula tingkat kesehatannya.

PENUTUP
Pendidikan merupakan instrumen yang amat penting bagi setiap
bangsa untuk meningkatkan daya saingnya dalam percaturan politik,
ekonomi, hukum, budaya dan pada tata kehidupan masyarakat dunia global.
Semakin intensif suatu bangsa melakukan investasi dalam dunia pendidikan,
akan semakin meningkat daya saing bangsa itu. Demikian halnya dengan
bangsa kita, jika ingin maju dan unggul harus menjadikan pendidikan
sebagai investasi jangka panjang. Begitu pula dengan setiap individu.
Dengan berinvestasi melalui pendidikan, seseorang harus berprinsipBerakitrakit ke hulu berenang-renang ketepian, bersakit-sakit dahulu, bersenangsenang kemudian.

Anda mungkin juga menyukai