Oleh :
Chairuna Noor
1102008278
Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik di
Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RS TK II Moh. Ridwan Meuraksa Jakarta,
Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Jakarta.
Letkol CKM dr. Dian Andriani R.D, Sp.KK, M.Biomed (AAM), MARS
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini, sebagai salah satu
syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin di RS TK II Moh. Ridwan Meuraksa Jakarta. Salawat dan salam selalu
tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan
pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di
masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan kasus ini penulis
bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat
dan terima kasih kepada :
1
Letkol CKM dr. Dian Andriani RD, Sp.KK, M.Biomed, MARS, selaku
pembimbing referat.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga referat ini bermanfaat
bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga kita selalu dalam
lindungan Allah SWT. Amin
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan
klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama,
likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan,
bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan
menjadi kronis (Sularsito, dkk, 2011).
Penyebab penyakit ini kadang-kadang tidak diketahui, akan tetapi sebagian
besar kasus dipengaruhi oleh beberapa faktor. Gaya hidup masyarakat Indonesia turut
berperan penting menjadi salah satu faktor pemicu timbulnya penyakit ini. Faktor luar
yang menjadi pemicu utama berjangkitnya penyakit kulit ini adalah alam tropis
Indonesia yang sangat panas dan lembab, sehingga badan kita sering mengeluarkan
keringat.
Secara umum, terdapat dua macam DKI berdasarkan jenis bahan iritannya,
yaitu DKI akut (iritan kuat) dan kumulatif (iritan lemah). 5 Bentuk DKI akut terjadi
setelah paparan tunggal terhadap agen yang merupakan toksin bagi kulit. 2 Kerusakan
kulit oleh bahan iritan terjadi hanya dalam satu kali pajanan, meliputi pajanan
terhadap asam pekat, basa pekat, cairan pelarut kuat, zat oksidator, dan reduktor
kuat.8,9 Pada DKI kumulatif kerusakan terjadi setelah beberapa kali pajanan pada
lokasi kulit yang sama terhadap zat-zat iritan lemah seperti air, deterjen, zat pelarut
lemah, minyak dan pelumas, sehingga apabila terpajan terlalu lama dapat
menyebabkan terjadinya nekrosis.2,10 Hal ini tergantung pada konsentrasi agen
penyebab, penetrasi dan ketebalan stratum korneum pada masing-masing individu.
Apabila zat tersebut berada diatas ambang batas seharusnya, maka dikelompokkan
sebagai DKI akut. Apabila zat-zat tersebut tidak cukup toksik, namun dapat
menyebabkan kerusakan kulit pada beberapa kali pajanan untuk menimbulkan suatu
inflamasi, maka akan dikelompokkan sebagai DKI kumulatif.2,9
Berikut ini akan dibahas secara ringkas mengenai jenis-jenis dermatitis kontak
beserta tindakan pengobatan dan pencegahan.
BAB II
DERMATITIS
A. Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit pada epidermis dan dermis sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, yang dapat menimbulkan
kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama,
likenifikasi) dan keluhan gatal.(1) Tanda polimorfik tidak selalu muncul bersamaan,
bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan
dapat menjadi kronik.(2) Sinonim dermatitis adalah ekzem.(1)
B. Etiologi dan Patogenesis
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia
(contoh: detergen, bahan asam, basa, oli, semen), fisik (contoh: sinar matahari, panas),
mikroorganisme (contoh: bakteri, jamur); dapat pula berasal dari dalam (endogen),
misalnya dermatitis atopik. Sebagian lain tidak diketahui etiologinya yang pasti. (3)
Banyak pula dermatitis yang belum diketahui dengan pasti patogenesisnya, terutama
yang banyak penyebab faktor endogen.
C. Gejala Klinis
Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal. Kelainan kulit
bergantung pada stadium penyakit, batasnya dapat sirkumsrip, dapat pula difuse.
Penyebarannya dapat setempat, generalisata, dan universalis.(1)
i.
Stadium akut kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi
dan eksudasi, sehingga tampak basah (madidans).
ii.
iii.
Gambaran klinis tidaklah harus sesuai stadium, karena suatu penyakit dermatitis
muncul dengan gejala stadium kronis. Begitu pula dengan efloresensi tidak harus
polimorfik, karena dapat muncul oligomorfik (beberapa) saja. Keluhan penyakit
dermatitis merupakan hal yang sering terjadi, karena penyakit ini dapat menyerang
pada orang dengan rentang usia yang bervariasi, mulai dari bayi hingga dewasa serta
tidak terkait dengan faktor jenis kelamin.(3)
D. Histologi
Perubahan histologik dermatitis terjadi pada epidermis dan dermis, bergantung
pada stadiumnya.(1)
1. Stadium akut; kelainan di epidermis berupa vesikel atau bula, spongiosis,
edema intrasel, dan eksositosis, terutama sel mononuclear. Dermis sembab,
pembuluh darah melebar, ditemukan sebukan terutama sel mononuclear,
eosinofil kadang ditemukan, tergantung penyebab dermatitis.
2. Stadium subakut; ampir seperti stadium akut akan tetapi jumlah vesikel
berkurang di epidermis, spongiosis masih jelas, epidermis tertutup krusta, dan
parakeratosis, edema di dermis berkurang, vasodilatasi masih tampak jelas,
demikian pula sebukkan sel radang.
3. Stadium kronik; epidermis hyperkeratosis, parakeratosis, akantosis, rete
ridges memanjang, kadang ditemukan spongiosis ringan, vesikel tidak ada
lagi, dinding pembuluh darah menebal, terdapat sebukan sel radang
mononuclear di dermis bagian atas, jumlah fibroblast dan kolagen bertambah.
(1)
E. Klasifikasi
Pembagian berdasarkan tatanama atau nomenklatur, morfologi ataupun
stadium masih menjadi kontroversial dimana belum terjadi kesepakatan. Maka dari
itu, kami akan memaparkan pembagian berdasarkan etiologi:
Eksogen:
Dermatitis kontak; Jenis eksim ini disebabkan karena faktor di luar tubuh
penderita, seperti terpapar bahan kimia, iritasi karena sabun, kosmetik, parfum
dan logam. Dermatitis kontak adalah jenis eksim yang paling banyak diderita
manusia, diperkirakan 70% penyakit eksim merupakan jenis ini. Secara klinis
jenis eksim ini memiliki gejala terasa panas, kemudian muncul benjolan, dan
disertai adanya cairan. Bagian kulit yang terserang memiliki batas tepi yang
jelas. Tetapi jenis eksim ini dapat menjadi kronis yang ditandai dengan kulit
semakin mengering, pigmentasi, terjadi penebalan kulit sehingga tampak
garis-garis pada permukaan kulit dan kemudian terjadi retak-retak seperti
teriris pada kulit.(3)
Endogen:
Dermatitis atopik; jenis eksim yang memiliki ciri khas yang berbeda dengan
jenis eksim dermatitis kontak yaitu adanya rasa gatal, memiliki bentuk yang
khas terutama pada kulit wajah dan lipatan-lipatan tubuh, serta adanya riwayat
atopik yaitu alergi atau asma. Jenis eksim ini banyak menyerang anak-anak
dan bayi, dan biasanya merupakan penyakit eksim kambuhan.
Dermatitis numularis;
Jenis eksim ini pada umunya berhubungan dengan kulit kering dan sering
menyerang pada orang yang berusia lanjut. Gejala penyakit eksim jenis ini
berupa kulit mengering, merah, gatal, dan muncul dalam bentuk bulatanbulatan pipih seperti koin logam, biasanya terdapat pada kulit kaki dan tangan.
Neurodermatitis;
peradangan kronik pada kulit yang tidak diketahui penyebabnya, lebih sering
ditemukan pada wanita daripada pria dan puncak insidennya adalah umur
paruh baya.
Dermatitis stasis;
jenis eksim kulit yang berkaitan dengan adanya varises pada bagian kaki. Jenis
eksim ini terdapat pada kaki ditandai dengan rasa gatal, penebalan kulit serta
berubahnya warna kulit menjadi memerah bahkan kecoklatan.(1,4)
BAB III
DERMATITIS KONTAK
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang
menempel pada kulit dan menyebabkan alergi atau reaksi iritasi.(2) ruamnya terbatas
pada daerah tertentu dan seringkali memiliki batas yang tegas. Ada 2 macam
dermatitis kontak, yaitu
1. Dermatitis kontak iritan
Dermatitis yang terjadi ketika kulit terpajan bahan iritan seperti detergen,
asam, basa, serbuk kayu, semen, dan sebagainya. Dapat menyebabkan
kerusakan pada kulit apabila teriritasi berulang selama periode tertentu.(4)
2. Dermatitis kontak alergi
Dermatitis yang terjadi ketika kulit tersensitisasi oleh suatu substansi
(allergen), dan kontak ulang dengan substansi tersebut. Ini merupakan reaksi
kulit tipe lambat.(4)
A. DERMATITIS KONTAK IRITAN (DKI)
a. Definisi
Dermatitis kontak iritan adalah suatu dermatitis kontak yang
disebabkan
oleh
bahan-bahan
yang
bersifat
iritan
yang
dapat
ii.
b. Etiologi
Bahan yang menyebabkan iritasi sebagian besar adalah bahan kimia,
dalam bentuk padat, cair, atau gas, ada juga yang termasuk mineral atau
partikel tumbuhan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas,oli,
asam, alkali, dan serbuk kayu.(4) Dalam beberapa menit kontak langsung
dengan zat kimia yang korosif dapat merusak kulit sehingga kulit tampak
seperti terbakar. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran
molekul, daya larut, konsentasi bahan tersebut, dan vehikulum, juga
dipengaruhi oleh faktor lain yaitu; lama kontak, kekerapan pajanan (terusmenerus atau berselang), demikian pula gesekan dan trauma fisis, suhu,
kelembaban lingkungan juga ikut berperan.(3) Ambang batas untuk iritasi
bervariasi dari satu orang ke orang lain, faktor individu juga ikut berpengaruh
pada DKI, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat
menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah 8 tahun dan usia
lanjut lebih mudah teriritasi, penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami
(ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun).(1) Namun, dengan paparan
yang cukup dan konsentrasi yang cukup tinggi, semua orang rentan terhadap
dermatitis kontak iritan.(4)
Tabel 1. Tabel Faktor Eksogen yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak Iritan5
a. Tipe Iritan (pH, aktivitas kimia)
b. Penetrasi iritan ke kulit
c. Temperatur tubuh
d. Faktor mekanis (tekanan , friksi, abrasi)
e. Lingkungan (temperatur, kelembaban)
f. Faktor pajanan lain (lamanya, langsung atau airborne)
c. Patogenesis
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan
iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk,
denaturasi keratin, menyingkirkan lemak, lapisan tanduk, dan mengubah daya
ikat air kulit. Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lemak,
sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria,
atau komponen inti. Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan
melepaskan asam arakidonat, diasilgliserida dan platelet activating factor
(PAF). Asam arakidonat diubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien
(LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas
vaskular. PG dan LT juga bertindak sebagai kemoaktratan kuat untk limfosit
dan neutrofil, serta mengaktifkan
Gejala Klinis
Kelainan kulit yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan.
Iritan kuat memberikan gejala akut, sedang iritan lemah memberikan gejala
kronis.(1)
i.
ii.
Gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut, tetapi baru muncul
8 sampai 24 jam atau lebih setelah kontak. Contohnya ialah dermatitis
yang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari
(dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih esok harinya, pada
awalnya terlihat eritema dan sore harinya sudah menjadi vesikel atau
bahan nekrosis.(2)
iii.
e. Diagnosis
i.
Anamnesis
Diagnosis DKI didasarkan atas anamnesis yang cermat dan
pengamatan gambaran klinis yang akurat. Pada DKI akut lebih mudah
diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita lebih
mudah mengingat penyebab terjadinya, sedangkan DKI kronis timbul
Pemeriksaan Fisik
Untuk pemeriksaan fisik bisa ditegakkan dengan melihat lesi
berdasarkan tabel dibawah ini:
Tabel 2. Tabel Kriteria Diagnostik pada Dermatitis Kontak11
MAYOR
Sujektif
MINOR
Objektif
adanya fisura
menyebar berkurang
agen
Perubahan morfologi
menunjukkan sedikit perbedaan
konsentrasi atau waktu kontak
menghasilkan perbedaan besar
dalam kerusakan kulit.
iii.
Pemeriksaan Penunjang
Tidak terdapat pemeriksaan spesifik untuk mendiagnosis dermatitis
kontak iritan. Lesi kulit biasanya sembuh setelah bahan iritan
dihilangkan.(2,11)
Pada beberapa kasus, dermatitis kontak merupakan hasil dari efek
berbagai iritan. Patch test dapat digunakan untuk menentukan substansi
yang menyebabkan kontak dermatitis dan juga dapat digunakan untuk
menyingkirkan diagnosis banding DKA. Konsentrasi yang digunakan
harus tepat, jika terlalu sedikit akan memberikan hasil negatif palsu
oleh karena tidak adanya reaksi,sebaliknya jika terlalu tinggi dapat
terinterpretasi sebagai alergi (positif palsu). Patch test dilepas setelah
48 jam, hasilnya akan dilihat dan dicatat apabila reaksi positif. Untuk
pemeriksaan lebih lanjut dapat dilakukan kembali pemeriksaan pada 48
jam berikutnya. Jika hasilnya didapatkan lesi kulit yang sama atau
bahkan membaik, maka dapat didiagnosis sebagai DKI. Pemeriksaan
patch test digunakan untuk pasien DKI kronis dengan dermatitis
kontak yang rekuren.(2,11)
Kultur bakteri dapat dilakukan pada kasus-kasus komplikasi infeksi
sekunder
bakteri.
Pemeriksaan
KOH
dapat
dilakukan
untuk
topikal
dapat
menyebabkan
atrofi
epidermis
dan
dapat
digunakan
sebagai
alternatif-potensi
rendah
Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering
berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang
juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi
oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di
kulit. (1)
Penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat yaitu dari
tumbuh-tumbuhan. Sembilan puluh persen dari populasi mengalami
sensitisasi terhadap tanaman dari genus Toxicodendron, misalnya poison
ivy, poison oak dan poison sumac. Toxicodendron mengandung urushiol
yaitu suatu campuran dari highly antigenic 3- enta decyl cathecols. Bahan
lainnya adalah nikel sulfat (bahan-bahan logam), potassium dichromat
(semen, pembersih alat -alat rumah tangga), formaldehid, etilendiamin (cat
rambut, obat-obatan), mercaptobenzotiazol (karet), tiuram (fungisida) dan
parafenilendiamin (cat rambut, bahan kimia fotografi). (1)
ii.
Predisposisi
higinienya baik dan didukung status gizi yang cukup, maka potensi sensitisasi
allergen akan tereduksi dari potensi yang seharusnya. Sehingga sistem
imunitas tubuh dapat dengan lebih cepat melakukan perbaikan bila
dibandingkan dengan keadaan status higinie dan gizi individu yang rendah.
Selain hal hal diatas, faktor predisposisi lain yang menyebabkan kontak
alergik adalah setiap keadaan yang menyebabkan integritas kulit terganggu,
misalnya dermatitis statis. (14)
c. Patofisiologi
Dermatitis kontak alergi atau DKA disebabkan oleh pajanan secara
berulang oleh suatu alergen tertentu secara berulang, seperti zat kimia yang
sangat reaktif dan seringkali mempunyai struktur kimia yang sangat
sederhana. Struktur kimia tersebut bila terkena kulit dapat menembus lapisan
epidermis yang lebih dalam menembus stratum corneum dan membentuk
kompleks sebagai hapten dengan protein kulit. Konjugat yang terbentuk
diperkenalkan oleh sel dendrit ke sel-sel kelenjar getah bening yang mengalir
dan limfosit-limfosit secara khusus dapat mengenali konjugat hapten dan
terbentuk bagian protein karier yang berdekatan. Kojugasi hapten-hapten
diulang pada kontak selanjutnya dan limfosit yang sudah disensitisasikan
memberikan respons, menyebabkan timbulnya sitotoksisitas langsung dan
terjadinya radang yang ditimbulkan oleh limfokin. (16)
Sebenarnya, DKA ini memiliki 2 fase yaitu fase sensitisasi dan fase
elisitasi yang akhirnya dapat menyebabkan DKA. Pada kedua fase ini akan
melepaskan mediator-mediator inflamasi seperti IL-2, TNF, leukotrien, IFN,
dan sebagainya, sebagai respon terhadap pajanan yang mengenai kulit
d. Penegakan Diagnosis
i.
Anamnesa
Diagnosis DKA didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan
dari logam (nikel). Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat
pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik,
kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit
kulit yang pernah dialami, riwayat atopi, baik dari yang bersangkutan
maupun keluarganya.(18,19) Penelusuran riwayat pada DKA didasarkan pada
beberapa data seperti yang tercantum dalam tabel 2.1 berikut.
pekerjaan
keluarga
Riwayat penyakit
sebelumnya
Riwayat dermatitis yang
spesifik
ii.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan
Kemungkinan Penyebab
Pekerjaan yang basah (Wet Work) misalnya
memasak makanan (getah sayuran, pestisida)
Lengan
Ketiak
Wajah
di pakaian.
Bahan kosmetik, spons (karet), obat topikal,
alergen di udara (aero-alergen), nikel (tangkai
Bibir
Kelopak mata
kacamata).
Lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan.
Maskara, eye shadow, obat tetes mata, salep
Telinga
mata.
Anting
Leher
Badan
warna pakaian.
Tekstil, zat warna, kancing logam, karet
yang
terbuat
dari
nikel,
tangkai
Genitalia
nilon,
kondom,
obat
topikal,
sepatu/sandal.
Pada pemeriksaan fisik dermatitis kontak alergi secara umum dapat
diamati beberapa ujud kelainan kulit antara lain edema, papulovesikel,
vesikel atau bula. Ujud kelainan kulit dapat dilihat pada beberapa gambar
berikut :
a
Dermatitis kontak alergi pada di lengan tempat tali jam tangan karena
alergi terhadap nikel menyebabkan eritema. Lesi yang timbul pada
lokasi kontak langsung dengan nikel (lesi eksematosa dan terkadang
Dermatitis kontak alergi akut pada bibir yang terjadi karena lipstick.
Pasien hipersensitif terhadap eosin mengakibatkan eritema pada bibir
Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis
kontak pada telinga. Penyebab lain misalnya obat topikal, tangkai kaca
mata, cat rambut, alat bantu dengar, gagang telepon. Alat bantu dengar
dapat mengandung akrilak, bahan plastik, serta bahan kimia lainnya.
Anting-anting yang menyebabkan dermatitis pada telinga umumnya
yang terbuat dari nikel dan jarang pada emas. Tindikan pada telinga
mungkin menjadi fase sensitisasi pada dermatitis karena nikel yang bisa
mengarah pada dermatitis kontak kronik. Dermatitis kontak alergi
subakut pada telinga dan sebagian leher. Akhirnya diketahui bahwa
pasien alergi terhadap bahan plastik
karena pasien alergi pada karet dari celananya. Terlihat adanya eritema
yang berbatas tegas sesuai dengan daerah yang terkena alergen.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji Tempel
Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambaran
morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis
numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosis banding yang
utama ialah dengan Dermatitis Kontak Iritan (DKI). Dalam keadaan ini
pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan,
apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi.(18,19)
Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung.
Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit, misalnya
kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat langsung
digunakan apa adanya. Bila menggunakan bahan yang secara rutin
dipakai dengan air untuk membilasnya, misalnya sampo, pasta gigi,
harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang tidak larut dalam air
diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak mineral. Produk
yang diketahui bersifat iritan, misalnya deterjen, hanya boleh diuji bila
diduga keras penyebab alergi. Apabila pakaian, sepatu, atau sarung
tangan yang dicurigai penyebab alergi, maka uji tempel dilakukan
dengan potongan kecil bahan tersebut yang direndam dalam air garam
yang tidak dibubuhi bahan pengawet, atau air, dan ditempelkan di kulit
dengan memakai Finn chamber, dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam.
Perlu diingat bahwa hasil positif dengan alergen bukan standar perlu
T.R.U.E. Test
(Mekos Laboratories,
Hillerod, Denmark)
patch-test.
ii.
iii.
iv.
v.
vi.
vii.
viii.
ix.
x.
xi.
ii.
iii.
iv.
2) Dermis18,19:
i.
Limfosit perivesikuler
ii.
iii.
Edema
hiperkeratosis,
vesikel
parakeratosis
subkorneal,
3) Bila
terdapat
infeksi
sekunder
diberikan
antibiotika
1. Djuanda Adhi, Hamzah Mochtar, Aisah Siti, editor. Dermatitis. 2008. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed 5.p 126-38. Jakarta: FKUI.
2. Dorland, W.A. Newman, editor. 2002. Kamus Kedokteran. Jakarta:EGC.
3. Dermatitis Kontak Iritan. Accessed at June 10th, 2015. Available from:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/3406/htm
4. Neurodermatitis (likem simpleks kronik). Accessed at June 10 th, 2015.
Available
from:
http://www.exomedindonesia.com/referensi-
kedokteran/artikel-ilmiah-kedokteran/kulit/2010/10/26/liken-simpleks -kronik/
5. Dermatitis dan Penyakit Kulit. Accessed at June 10 th, 2015. Available from:
http://spesialiskulit.com/gangguan-kulit/dermatitis-dan-penyakit-kulit/html
6. Dermatitis kontak iritan. Accessed at June 10 th, 2015. Available from:
http://www.scribd.com/doc/35138983/Dermatitis-Kontak-Alergi/html
7. Pengobatan dermatitis. Accessed at June 10 th, 2015. Available from:
http://drugster.info/ail/pathography/1951/html
8. Sign and symptoms of Atopic Dermatitis. 2011. Accessed at June 10 th, 2015.
Available from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/rashes.html#cat45/
9. Atopic Dermatitis. 2011. Accessed at June 10th, 2015. Available from:
http://dermatology.about.com/cs/eczemadermatitis/a/dermatitis/htm
10. Eczema and dermatitis. Accessed at June 10 th, 2015. Available from:
http://dermnetnz.org/dermatitis/dermatitis/html
update.
Tersedia
dalam
http://www.bad.org.uk/portals/_bad/guidelines/clinical%20guidelines/contact
%20dermatitis%20bjd%20guidelines%20may%202009.pdf.
Diakses
pada