Podium Bali Bebas Bicara
Podium Bali Bebas Bicara
JUDUL/TOPIK
: Keterbukaan Informasi dengan segala Tantangan
dan Masalahnya
JENIS
PESAN BERITA :
Secara umum media massa di Bali mengupas beberapa isu penting
terkait dinamika keterbukaan informasi, dengan segala sisi kritis dan
keunggulannya. Selain secara terbuka mengungkap informasi yang
memenag menjadi ranah public, ada pula media yang mempersoalkan
informasi
tertentu
agar
dibuka
secara
terang-benderang
tanpa
mempedulikan landasan konstitusional keterbukaan informasi itu sendiri.
Menyikapi kondisi itu, Pemprov Bali bersama Asosiasi Media Bali (AMB)
menggelar event yang bertajuk Podium Bali Bicara (PBB) yang rencananya
berlangsung setiap hari Minggu di Monumen Bajra Sandhi.
TELAAH :
Kebebasan dan keterbukaan tentu merupakan anugrah yang
diharapkan banyak pihak. Sebaliknya, ketidakpastian dan ketidakteraturan
(chaos) menjadi sesuatu yang harus dihindari. Dalam konteks inilah
kebebasan informasi diharapkan menjadi spirit demokratisasi yang
menawarkan kebebasan sekaligus tanggung jawab secara bersamaan.
Kebebasan informasi, di satu sisi harus mendorong akses publik terhadap
informasi secara luas. Sementara di sisi yang lain, kebebasan informasi juga
sekaligus dapat membantu memberikan pilihan langkah yang jelas bagi
pemerintah dalam mengambil suatu kebijakan secara strategis. Iklim seperti
ini pula yang diharapkan dapat melahirkan model governability dimana
negara dapat memfungsikan dirinya secara efektif dan efisien tanpa
mengesampingkan prinsip-prinsip demokrasi.
Hadirnya Undang-Undang No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik (UU KIP) merupakan tonggak penting bagi perkembangan
demokrasi di Indonesia. Sebagai sebuah bentuk freedom of information act,
undang-undang ini mengatur pemenuhan kebutuhan informasi yang terkait
dengan kepentingan publik. Kehadiran UU KIP sekaligus memberikan
penegasan bahwa keterbukaan informasi publik bukan saja merupakan
bagian dari hak asasi manusia secara universal, namun juga merupakan
constitutional rights sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 28F perubahan
kedua UUD 1945.
Banyak pihak berharap, hadirnya UU KIP mampu mendorong iklim
keterbukaan yang luas di berbagai level. Keterbukaan informasi publik
diyakini dapat menjadi sarana penting untuk mengoptimalkan pengawasan
publik terhadap penyelenggaraan negara maupun aktivitas badan publik
lainnya yang mengurusi kepentingan publik. Salah seorang perumus
Undang-Undang Dasar Amerika, James Madison, bahkan pernah
menyebutkan bahwa keterbukaan informasi merupakan syarat mutlak untuk
demokrasi yang berarti pula perwujudan kekuasaan yang terbatas dan
berada dalam kontrol publik.
Keterbukaan informasi memberi peluang bagi rakyat untuk
berpartisipasi dalam berbagai kebijakan publik. Kondisi ini sekaligus dapat
mendorong terciptanya clean and good governance karena pemerintah dan
badan-badan publik dituntut untuk menyediakan informasi yang lengkap
mengenai apa yang dikerjakannya secara terbuka, transparan dan
akuntabel.
Namun di tengah harapan yang membuncah itu, muncul pula sejumlah
kekhawatiran dan kesangsian mengenai efektivitasnya UU KIP ini dalam
tataran implementasinya. Hal ini disebabkan karena masih adanya
kenyataan bahwa tidak sedikit aturan perundang-undangan yang
substansinya demokratis, namun pelaksanaanya justru kontraproduktif
dengan semangat demokrasi. Dalam konteks ini, kehadiran Komisi Informasi
merupakan momentum strategis yang ditunggu-tunggu. Selain merupakan
imperatif normatif UU KIP, keberadaan Komisi Informasi tentu diharapkan
menjadi implementor yang mampu mengejawantahkan freedom of
information act secara signifikan. Pertanyaannya kemudian, bagaimana arah
dan orientasi Komisi Informasi sehingga mampu mendorong terciptanya
governability melalui keterbukaan informasi publik sebagai salah satu
kuncinya.
Eksistensi Komisi Informasi
Keberadaan Komisi Informasi dalam konteks pemajuan hak dan
keterbukaan informasi, setidaknya dapat dikaji dari tiga level: nilai-nilai atau
gagasan, level regulasi, dan implementasi. Pada level nilai atau gagasan kita
akan menemukan diskursus mengenai visi yang berkembang tentang
mengapa keterbukaan informasi publik menjadi penting di Indonesia. Hal ini
kemudian melahirkan argumen turunan, misalnya mengapa regulasi
mengenai keterbukaan informasi publik perlu diperjuangkan. Argumen yang
sama, secara konsisten juga harus dijadikan fondasi yang menjadi visi dasar
mengapa Komisi Informasi harus dibentuk.
Fungsi dan peranan ruang publik menjadi semakin luas terutama pada
perkembangan kota-kota di berbagai belahan dunia saat ini. Jika sebelumnya
ruang publik selalu diandaikan juga sebagai ruang terbuka, kini ruang publik
memiliki makna kultural dan politiknya sekaligus. Ruang publik ditafsirkan
sebagai tempat yang memungkinkan setiap warga tanpa deskriminasi dapat
berinteraksi dan bertemu dengan kesederajatan dan yang lebih penting
memiliki akses untuk menggunakannya (Ahmad, 2002).
Bila di Negara Yunani dikenal dengan adanya Agora, maka pada masa
kejayaan Romawi dapat ditemukan keberadaan Forum. Agora dan forum
memiliki fungsi yang hampir sama, yaitu sebagai pusat kehidupan politik dan
perdagangan. Kedua tempat ini merupakan suatu public space berupa ruang
terbuka yang diperuntukan bagi pertemuan semua warga guna
membicarakan berbagai hal termasuk urusan politik dan negara. Hingga saat
ini kesadaran akan pentingnya suatu ruang publik sebagai salah satu wadah
bagi masyarakat untuk menyampaikan pemikirannya, ternyata direspon baik
oleh beberapa negara.
Ruang-ruang publik khusus bagi kegiatan penyuaraan aspirasi
masyarakat sengaja disediakan di dalam kota. Misalnya Speakers Corner
yang ada di London, Speakers Corner di Singapura serta Spreeksteen di
Belanda. Tempat-tempat tersebut merupakan area dimana publik bebas
berbicara. Orang-orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan
pemikirannya mengenai berbagai permasalahan.
Lain halnya dengan Bali maupun Kota Denpasar yang hingga saat ini
tidak mempunyai suatu sarana berupa tempat khusus yang fungsinya
menyerupai ruang-ruang sejenis Speakers Corner. Tidak mengherankan bila
kepentingan masyarakat untuk mengemukakan pikiran, berpolitik maupun
berdemonstrasi seringkali dilakukan pada tempat-tempat yang tidak
semestinya. Kondisi inilah yang dihadapi di Bali maupun Denpasar.
Pada kawasan Monumen Perjuangan Rakyat Bali Sebagai terjadi
percampuran aktivitas bagi berbagai kepentingan dalam penggunaan
ruangnya. Bila mengingat peruntukan kawasan itu sebagai kawasan pusat
pemerintahan, perkantoran serta kuliner, cukup beralasan jika aktivitas
penyampaian pendapat maupun aspirasi dilakukan di sini. Bila
memperhatikan sifat kegiatan demonstrasi yang menghendaki terbentuknya
suatu opini publik, cukup layaklah jika kawasan Monumen Perjuangan Rakyat
Bali menjadi lokasi pelaksanaan aksi, karena kawasan ini banyak dikunjungi
oleh orang dari berbagai penjuru.
Podium Bali Bicara (PBB) adalah manifestasi baru dari aksi demonstrasi
yang selama ini sering berlangsung. PBB mencoba menawarkan panggung
khusus agar aksi demonstrasi atau unjuk aspirasi tidak berdampak gangguan
bagi aktivitas masyaralat di sekitarnya. Maka, pBB dikemas dengan lebih
terarah dan tertata.