perikoronal dan meresepkan antibiotik untuk 24-72 jam sebelum ekstraksi gigi
yang terlibat.
Kontraindikasi sistemik adalah sebagai berikut:
1. Penyakit medis yang tidak terkontrol dapat diperhatikan sebagai kontraindikasi
ekstraksi gigi, seperti hipertensi, coronary artery disease, kelainan jantung,
anemia parah, leukemia, dan blood dyscrasias seperti hemofili membutuhkan
manajemen medis yang tepat sebelum ekstraksi dapat dilakukan.
2. Pasien yang terlalu muda dan terlalu tua membutuhkan perhatian lebih.
Umumnya pasien yang terlalu muda memiliki masalah dalam penggunaan
sedasi atau anestesi umum. Sedangkan yang terlalu tua memiliki masalah
dalam nutrisi, penyembuhan, dan sikap kooperatif pasien.
3. Penyakit kronis seperti diabetes, nefritis, dan hepatitis, dapat menyulitkan
pencabutan gigi karena dapat menghasilkan infeksi jaringan, penyembuhan
yang tidak sempurna, dan penyakitnya yang semakin memburuk.
4. Neuroses dan psychoses merupakan kontraindikasi yang
cenderung
lebih dari 110 terhadap lantai, mulut pasien kira-kira setinggi bahu operator dan
duduk pada kursi setengah menyandar. Pencabutan gigi bawah dipermudah
dengan penempatan pasien relatif lebih rendah. Sudut kurang lebih 110 dengan
lantai, mulut pasien setinggi sikut tangan operator dan posisi kursi tegak.
Mengubah kedudukan kepala pasien ke arah atau menjauhi operator sering
diperlukan untuk meningkatkan visualisasi dan memudahkan dilakukannya
tekanan terkontrol.
Secara umum biasanya alat-alat yang digunakan untuk pencabutan
didesain untuk operator yang bekerja di kanan depan pasien untuk orang yang
tidak kidal dan di kiri depan pasien untuk yang bertangan kidal. Dengan posisi
kepala pasien yang tepat, dapat mempertahankan letak siku yang dekat dengan
tubuh dan pergelangan tangan lurus. Hubungan antara pergelangan tangan yang
lurus dan letak siku yang dekat merupakan persyaratan untuk menghantarkan
tekanan terkontrol dan untuk mengurangi kelelahan.
1.3.2
Umumnya elevator lurus dengan bidang miring (#34S dan #301) diinsersikan
pada regio mesio gingival interproksimal, paralel dengan permukaan akar gigi
untuk mengawali suatu pencabutan. Mobilitas yang cukup dicapai apabila elevator
ditekan ke apikal dan juga dirotasi ke bukal atau fasial. Tekanan berlebihan yang
diproduksi elevator bisa mengakibatkan fraktur atau melesetnya elevator yang
akan mengakibatkan cedera pada jaringan sekitarnya. Pencabutan dengan elevator
juga sebaiknya dihindarkan karena mulut masih dalam keadaan teranestesi
sehingga memungkinkan gigi tersebut tertelan atau terhisap.
1.3.3
Penggunaan Tang
Posisi telapak tangan, tang dipegang dengan posisi telapak tangan
Incisivus
Jarang terjadi kesulitan dalam melakukan pencabutan gigi incisivus
kecuali kalau giginya berjejal, konfigurasi akar rumit, atau gigi sudah dirawat
endodontik. Gigi incisivus atas dicabut dengan menggunakan tang #150 dengan
pinch grasp dan gerakan rotasi, serta tekanan lateral (fasial dan palatal). Tekanan
lateral lebih ditingkatkan pada arah fasial, sedangkan tekanan rotasi lebih
ditekankan ke arah mesial. Tekanan tersebut diindikasikan karena biasanya
pembelokan ujung akar gigi-gigi incisivus adalah ke arah distal, bidang labialnya
tipis dan arah pengungkitannya ke fasial.
Incisivus bawah dicabut dari posisi kanan (atau kiri) belakang dengan
menggunakan tang #150 dan sling grasp. Tekanan permulaannya adalah lateral
dengan penekanan ke arah fasial. Ketika mobilitas pertama dirasakan, tekanan
rotasi dikombinasikan dengan lateral sangat efektif. Pengungkitan incisivus
bawah dilakukan ke arah fasial, dengan pengecualian incisivus yang berinklinasi
lingual, dan berjejal, untuk keadaan tersebut digunakan #74 atau #74N dari kanan
(atau kiri) depan. Tang tersebut beradaptasi dengan baik terhadap incisivus dan
digunakan dengan gerak menggoyah secara perlahan. Karena incisivus bawah
tidak tertanam terlalu kuat, pengungkitan yang perlahan dan tekanan yang
terkontrol akan mengurangi kemungkinan fraktur.
2.)
Kaninus
Kaninus sangat sukar dicabut. Akarnya panjang dan tulang servikal yang
menutupinya padat dan tebal. Gigi kaninus atas dicabut dengan cara pinch grasp
untuk mendeteksi awal terjadinya ekspansi atau fraktur bidang fasial dan
mengatur tekanan selama proses pencabutan. Tang #150 dipegang dengan telapak
tangan menghadap ke atas merupakan perpaduan yang sangat cocok dengan
metode di atas.
Ada alternatif lain untuk gigi kaninus atas, yaitu dengan menggunakan
tang kaninus atas khusus #1. Pegangannya lebih panjang dan paruh tang
beradaptasi dengan lebih baik pada akar kaninus. Apabila tang sudah ditempatkan
dengan baik pada gigi tersebut, paruh masuk cukup dalam, dipegang pada ujung
pegangan dan kontrol tekanan cukup baik, maka tekanan pengungkitan dapat
dihantarkan. Pencabutan dilakukan dengan gerakan kombinasi rotasi dan lukasi.
Tekanan pencabutan utama adalah ke lateral terutama fasial, karena gigi terungkit
ke arah tersebut. Tekanan rotasi digunakan untuk melengkapi tekanan lateral,
biasanya dilakukan setelah terjadi luksasi.
Pencabutan gigi kaninus bawah dengan tang #151, yang dipegang dengan
telapak tangan ke bawah dan sling grasp. Seperti gigi kaninus atas, akarnya
panjang, sehingga memerlukan tekanan pengontrol yang cukup kuat untuk
mengekspansi alveolusnya. Selama proses pencabutan gigi ini, gerakan yang
dilakukan adalah luksasi dan rotasi, tekanan yang diberikan adalah tekanan lateral
fasial, karena arah pengeluaran gigi adalah fasial, kemudian tekanan rotasi.
Prosedur pembedahan (open procedure) didasarkan atas pertimbangan
mengenai pasien, dan kesempurnaan rencana perawatan, maka penentuan untuk
memilih atau menunda prosedur pembedahan untuk mencabut gigi-gigi kaninus
sebaiknya sudah dibicarakan sebelum pencabutan. Apabila dirasa bahwa untuk
pencabutan tersebut diperlukan tekanan tang yang besar untuk luksasi atau
ekspansi alveolar, sebaiknya dilakukan prosedur pembukaan flap.
3.)
Premolar
Pencabutan gigi premolar atas dicabut dengan tang #150 dipegang dengan
telapak ke atas dan dengan pinch grasp. Premolar pertama dicabut dengan gerakan
luksasi, ke arah bukal yang merupakan arah pengeluaran gigi. Premolar pertama
atas mempunyai dua akar, maka gerakan rotasi dihindarkan. Aplikasi tekanan
yang hati-hati pada gigi ini, dan perhatian khusus pada waktu mengeluarkan gigi,
mengurangi insidensi fraktur akar. Ujung akar premolar pertama atas yang
mengarah ke palatal, menyulitkan pencabutan, dan fraktur pada gigi ini bisa
diperkecil dengan memberikan tekanan ringan.
10
Tempat tumpuan yang minimal bagi elevator dapat mengakibatkan luksasi yang
tidak disengaja atau bahkan tercabutnya gigi di dekatnya pada pasien muda.
4.)
Molar
Untuk mengekspansi alveolus pada gigi molar diperlukan tekanan
11
Pencabutan gigi molar bawah, tang yang digunakan untuk pencabutan gigi
molar bawah adalah #151, #23, #222. Tang #151 mempunyai kekurangan yang
sama dengan #150 atas, yaitu paruh tangnya sempit sehingga menghalangi
adaptasi anatomi yang baik terhadap akar. Tang #17 bawah, mempunyai paruh
yang lebih lebar, yang didesain untuk memegang bifurkasi dan merupakan pilihan
yang lebih baik asalkan mahkotanya cocok. Tang #23 (cowhorn) penggunaannya
berbeda dengan tang mandibula yang lain dalam hal tekanan mencengkram yang
dilakukan sepanjang proses pencabutan. Tekanan ini, yang dikombinasikan
dengan gerakan luksasi, yaitu ke arah bukal dan lingual, akan menyebabkan
terungkitnya bifurkasi molar bawah dari alveolus, seperti tang #210 maksila,
12
adalah spesifik untuk molar ketiga, tetapi sering juga digunakan untuk pencabutan
gigi M1 dan M2. Tekanan permulaan untuk pencabutan gigi molar adalah ke arah
lingual. Tulang bukal yang tebal menghalangi gerakan ke bukal dan pada awal
pencabutan gerak ini hanya mengimbangi tekanan lingual yang lebih efektif. Gigi
molar sering dikeluarkan ke arah lingual.
5.)
Molar ketiga
Pada pencabutan gigi molar ketiga atas, masalah dalam pencabutan gigi ini
adalah mengenai jalan masuknya alat dan variasi anatomis. Gigi ini terletak pada
ujung lengkung rahang tertutup prosessus coronoid pada maksila dan lidah atau
pipi pada mandibula. Variasi anatomisnya sangat besar, biasanya pada jumlah
akar, dan konfigurasi akar.
Pengeluaran molar ketiga atas akan menjadi lebih mudah apabila mulut
pasien dibuka sedikit saja dan pencabutan dilakukan dari arah lateral pasien. Hal
ini memberikan jalan bagi tang dengan menggeser prosessus coronoideus dari
permukaan bukal, sering mengarah sedikit ke distal dari arah insersi. Tang #210
dengan pegangan bayonet yang panjang dan paruh yang besar dan pendek adalah
alat yang digunakan. Luksasi yang berlebihan misalnya tekanan ke bukal-lingual
yang besar sebaiknya dihindari, karena bisa mengakibatkan fraktur pada akar yang
mengalami delaserasi, atau akar yang sangat kecil. Pada waktu ,mengeluarkan
gigi, tekanan bukal yang konstan paralel terhadap arah pengeluaran cukup efektif.
13
14
dirotasi ke arah oklusal, maka terjadi gerakan gigi ke arah disto oklusal. Tekanan
ini sangat bermanfaat pada pencabutan molar ketiga atas, kadang-kadang berguna
untuk pencabutan molar ketiga bawah, jika terdapat celah tulang yang cukup pada
bagian distal. Tekanan yang berlebihan sebaiknya dihindari untuk mengurangi
kerusakan dan cedera pada gigi molar kedua yang disebabkan tumpuaannya pada
gigi tersebut.
diindikasikan jika memiliki gigi yang dapat menyebabkan gigi yang terdapat
disebelahnya menjadi bergeser, mengalami kerusakan, akar yang mengalami
kematian ataupun bentuk infeksi lainnya. Jika mengalami masalah-masalah seperti
diatas sebaiknya mengunjungi dokter gigi untuk mendapatkan penanganan lebih
lanjut.
Setelah pencabutan gigi, akan terbentuk gumpalan darah di dalam soket
gigi. Sebaiknya tidak mengganggu bekuan darah ini, karena itu instruksi untuk
tidak berkumur, tidak merokok, dan mengisap daerah bekas pencabutan adalah
instruksi yang mungkin sering didengarkan dari dokter gigi. Hal ini berhubungan
dengan usaha untuk mencegah terjadinya pemecahan bekuan darah yang telah
15
terbentuk. Jika bekuan darah ini pecah maka ini tentu saja memperlambat masa
penyembuhan.
Setelah bekuan darah terbentuk, maka akan terjadi remodelling tulang,
yang umumnya memakan waktu sekitar satu minggu. Setelah tulang direnovasi
maka gusi seolah-olah menutupi soket (kantung, lubang yang terbentuk setelah
pencabutan gigi) dan pada akhirnya akan sembuh. Banyak pasien yang bertanya
tentang berapa lama sebenarnya masa pemulihan setelah pencabutan gigi, dan
jawabannya adalah tidak ada standar waktu yang dapat ditetapkan untuk
memastikan pulihnya jaringan setelah pencabutan gigi karena hal ini bergantung
pada beberapa faktor, seperti :
1.
2.
3.
4.
Kesehatan pasien
Jenis pencabutan
Kesehatan gigi
Adanya infeksi
Sebagian besar dokter gigi akan memberi sejumlah instruksi yang sangat
16
17
mengganggu terbentuknya blood clot. Dan jangan mengunyah pada sisi yang
baru dicabut.
3. Banyak minum air untuk mencegah terjadinya dehidrasi.
4. Pasien harus selalau menjaga kebersihan mulutnya. Gigi harus disikat secara
rutin, kumur-kumur dengan menggunakan saline solution (1/2 sendok teh
garam yang dilarutkan di dalam satu gelas air panas). Pasien tidak boleh
kumur-kumur dengan menggunakan hidrogen peroksida karena dapat
menghilangkan blood clot.
5. Untuk mengurangi rasa sakit dapat digunakan pemberian obat analgesik.
Selain dengan pemberian obat analgesik pengguanaan aplikasi dingin juga
dapat digunakan untuk mengurangi terjadinya rasa sakit.
18
Biasanya berupa luka laserasi, abrasi dan trauma gigi tetangga. Gigi sekitar
yang mengalami trauma seperti menjadi goyang karena tumpuan elevator,
tambalan lepas atau gingival yang teravulsi. Hal ini terjadi karena operator
ceroboh (tenaga tidak terkontrol dan tekhnik yang buruk).
3. Fraktur tulang Alveolar
Fraktur alveolar biasa terjadi pada pencabutan dan pemeriksaan gigi setelah
tercabut menunjukan fragmen alveolar yang menempel pada akar. Terjadi
karena tenaga operator yang tidak terkontrol dan besar, akar bengkok,
alveolar yang tipis.
4. Fraktur tuberositas maxilla
Pada pencabutan molar rahang atas terkadang tulang alveolar dan tuberositas
maksila terasa goyang dengan gigi. Biasanya berhubungan dengan dekatnya
tuberositas dengan sinus maksilaris, sehingga tenaga operator yang besar dan
tidak terkontrol membuat tuberositas maksilaris ikut terbawa.
5. Fraktur mandibula
Fraktur mandibula sangat jarang terjadi. Biasanya saat pencabutan molar
ketiga rahang bawah. Karena tenaga operator yang terlalu besar, tehnik yang
salah dan terlalu banyak pengurangan tulang.
6. Displasment gigi dan fragmen
Gigi atau fragmenya dapat terdorong masuk ke dalam suatu rongga atau
kavitas.
7. Perdarahan primer
Merupakan perdarahan yang terjadi saat tindakan pembedahan dilakukan.
Biasanya terjadi karena trauma yang berlebih, adanya jaringan yang terinfeksi
atau keadaan pasien seperti terapi aspirin, hipertensi, leukemia, hemofili dll.
8. Fistula oroantral
19
Terjadi karena sinus maksilaris yang besar; tidak adanya tulang antara akar
gigi dengan antrum; akar divergen; pasien dengan edentulous dan ankilosis
gigi; terdapat proses patologis di daerak apical.
9. Dislokasi TMJ
Mengakibatkan pasien tidak dapat menutup mulutnya kembali. Disebabkan
karena tenaga berlebih tanpa ada fiksasi pada mandibula; pasien memiliki
riwayat dislokasi yang sering karena ligamen TMJ yang lemah; pasien sedang
terapi obat yang memiliki efek samping tranzquilaser.
10. Emfisema
Emfisema adalah akumulasi udara pada jaringan lunak. Disebabkan karena
penggunaan handpiece tanpa air yang cukup, peningkatan tekanan intraoral,
penggunaan hydrogen peroksida pada daerah operasi.
11. Trauma pada saraf
Sering terjadi pada rahang bawah pada nervus alveolaris inferior, lingualis,
dan mentalis. Terjadi karena trauma jarum suntik, tenaga yang kuat, akar
mengenai mandibula kanalis, alat yang meleset.
12. Sinkop
Keadaan tidak sadar yang relative tidak berbahaya. Biasanya karena reaksi
psikis seperti cemas atau takut berlebihan. Gejalanya lemah, pusing, pucat,
kulit dingin dan basah, nadi cepat dan lemah.
13. Syok anafilaktik
Merupakann reaksi hypersensitifitas tingkat 1 karena gangguan metabolic dan
hemodinamik, biasanya kegagalan sirkulasi karena penyuntikan antibiotic.
Gejalanya tekanan darah turun dengan cepat, nadi cepat, pucat, gelisah, sesak
nafas, sampai tidak sadar.
Komplikasi setelah ekstraksi gigi diantaranya:
1. Dry socket
Keadaan soket pada rongga mulut disertai rasa sakit, karena tidak adanya
gumpalan darah, sehingga tulang terbuka. Faktor resikonya didapat dari
20
ekstraksi yang sulit dan traumatik, oral hygiene buruk, perokok, riwayat dry
socket, adanya gingivitis, wanita memakai kontrasepsi oral, pemakaian obat
kumur pada hari pertama setelah operasi.
2. Perdarahan sekunder
Merupakan perdarahan yang timbul setelah tindakan pencabutan selesai
dilakukan. Disebabkan adanya trauma pada socket atau lepasnya gumpalan
darah pada socket karena infeksi, berkumur atau menghisap daerah luka.
3. Infeksi dan penyembuhan yang lambat
Disebabkan karena trauma yang berlebih, pemakaian alat tidak steril,
pembedahan pada jaringan yang terinfeksi, keadaan sistemik pasien
(leukemia), oral hygine yang buruk.
4. Nekrosis jaringan lunak
Biasanya terjadi karena teknik penyuntikan yang buruk, prosedur salah, dan
diabakainya perawatan setelah pencabutan.
5. Pembengkakkan dan trismus
Pembengkakan atau edema setelah pencabutan merupakan hal biasa yang
sering ditemukan. Pembengkakan ini bisa menyebabkan trismus.
6. Sakit yang menetap
Disebabkan oleh neurotraumati, causalgia (phantom tooth pain), sakit
psikogenik.
1.6
1.6.1
mengambil sisa dari gigi bergantung pada banyaknya gigi yang tersisa serta
penyebab kegagalan tadi. Terkadang diperlukan aplikasi tang atau elevator
21
dan
dilakukan
oleh
operator
yang
berpengalaman
dengan
22
untuk menyelesaikan pencabutan. Bila satu atau kedua hal tersebut tidak tersedia,
operator jangan mencoba mengeluarkan akar gigi yang tertinggal, tapi harus
mengambil semua jaringan pulpa yang terbuka dan menutup fragmen akar dengan
oksida seng dan kapas yang dicelup eugenol. Kemudian dibuat persiapan untuk
pencabutan fragmen oleh dokter gigi. Rasa sakit setelah pencabutan jarang terjadi
setelah insiden seperti tadi bila tindakan ini diikuti dan jaringan penunjang tidak
terluka karena terburu-buru, ataupun tindakan yang tidak efektif dalam
menyelesaikan operasi.
1.6.2
1.6.3
tuber maksilaris terasa goyang bersama dengan gigi. Kejadian ini biasanya
berhubungan dengan dekatnya letak tuberositas terhadap sinus, yang biasa terjadi
bila terdapat gigi molar atas yang terisolasi. Geminasi patologis antara gigi molar
kedua atas yang telah erupsi dengan gigi molar ketiga atas yang tidak erupsi
adalah faktor predisposisi yang jarang terjadi.
23
Bila terjadi fraktur, tang harus diletakkan dan dibuat flap mukoperiosteal
bukal yang besar. Tuber yang fraktur dan gigi tersebut kemudian dibebaskan dari
jaringan lunak palatal dengan alat tumpul dan diangkat dari soketnya. Flap
jaringan lunak kemudian didekatkan satu sama lain dan dijahit untuk menyatukan
tepinya dan jahitan dibiarkan sedikitnya 10 hari. Jika komplikasi ini terjadi pada
suatu maksila, pasien harus diingatkan bahwa komplikasi yang sama dapat terjadi
bila dilakukan pencabutan pada sisi lain dari mulut. Hanya bila gambaran
radiografi praoperasi menunjukkan kemungkinan komplikasi, resiko fraktur tuber
ini dapat dikurangi dengan mencabut secara pembelahan.
1.6.4
diberikan tekanan yang tidak terkendali dan tang membentur gigi tersebut. Teknik
pencabutan yang terkontrol secara cermat dapat mencegah kejadian ini.
Di bawah anastesi umum, gigi lain selain yang akan dicabut dapat rusak
oleh penggunaan gags dan pengganjal gigi yang tidak bijaksana. Adanya gigi
dengan restorasi besar atau gigi goyang, mahkota tiruan atau mahkota jembatan
harus dicatat dan diperhatikan oleh ahli anastesi. Gigi-gigi tersebut harus dihindari
bila pengganjal gigi dan gags akan dipasang. Bila mungkin, mouth gags
sebaiknya tidak digunakan. Gags dan props harus ditempatkan pada tempat yang
langsung terlihat, atau bila dipasangkan oleh ahli anestesi yang berdiri di belakang
pasien harus diarahkan ke tempatnya oleh operator.
24
1.6.5
Fraktur Mandibula
Mandibula mungkin melemah oleh osteoporosis dan atrofi, osteomielitis,
terapi radiasi akhir-akhir ini, atau osteodistrofi seperti osteitis deformans, displasia
fibros, atau fragilitas osteum. Gigi yang tidak erupsi, kista, hiperparatiroidisme
atau tumor, juga rentan terhadap fraktur. Bila ada salah satu keadaan tersebut,
pencabutan hanya boleh dilakukan setelah pemeriksaan klinis dan radiografis
yang cermat serta dibuatkan splint sebelum operasi. Bila fraktur mandibula
terjadi, pendukung ekstraoral harus diaplikasikan dan pasien dirujuk ke rumah
sakit.
1.6.6
Meskipun digunakan elevator yang tepat, sebagian tekanan dapat diteruskan pada
gigi yang berdekatan melalui septum interdental. Untuk alasan ini, elevator tidak
boleh diaplikasikan pada permukaan mesial dari gigi molar pertama tetap, karena
gigi premolar kedua yang lebih kecil dapat terungkit dari soketnya. Selama
penggunaan elevator, jari harus diletakkan pada gigi yang berdekatan untuk
menyokong gigi tadi dan memungkinkan tekanan yang diteruskan padanya
terdeteksi.
1.6.7
rahang bawah dipegang selama pencabutan. Dislokasi dapat pula disebabkan oleh
penggunaan gags yang ceroboh. Operator menempatkan ibu jarinya ke dalam
25
mulut pada krista obliqua eksterna di lateral gigi molar bawah dan jari-jari lainnya
berada di tepi bawah mandibula secara ekstraoral. Tekanan ke bawah dari ibu jari
dan tekanan ke atas dari jari-jari lain dapat mengurangi dislokasi. Bila perawatan
terlambat, spasme otot dapat menyebabkan sulitnya pengembalian mandibula,
kecuali di bawah anastesi umum. Pasien harus diingatkan untuk tidak membuka
mulutnya terlalu lebar selama beberapa hari pascaoperasi.
1.6.8
pada keadaan lapang pandang yang tidak cukup. Komplikasi ini dapat dihindari
bila operator mencoba untuk memegang akar hanya dengan pandangan langsung.
1.6.9
sinus yang besar merupakan faktor predisposisi, tetapi insidens dari komplikasi ini
dapat dikurangi bila petunjuk sederhana di bawah ini diperhatikan: (1) Jangan
mengaplikasikan tang pada gigi atau akar posterior atas kecuali bila panjang gigi
atau akar gigi cukup besar dalam arah palatal dan bukal sehingga ujung tang dapat
diaplikasikan dengan pandangan langsung. (2) Tinggalkan 1/3 apeks akar palatal
gigi molar atas bila tertinggal selama pencabutan dengan tang kecuali bila ada
indikasi positif untuk mengeluarkannya. (3) Jangan mencoba mencabut akar gigi
atas yang patah dengan memasukkan instrumen ke dalam soket. Bila
diindikasikan pencabutan, buat flap mukoperiosteal yang besar dan buang tulang
26
27
agar menempel di daerah luka. Abrasi biasanya akan sembuh dalam waktu 5-10
hari. Sedangkan trauma pada gigi tetangga dapat juga terjadi pada saat dilakukan
ekstraksi. Dokter gigi biasanya terlalu fokus pada gigi yang akan di cabut
sehingga tidak memperhatikan gigi sekitarnya yang mengalami trauma seperti
menjadi goyang karena menjadi tumpuan elevator, tambalam lepas, dan kadang
giginya dapat avulsi. Bila terjadi, segera lakukan penanganan seperti penambalan
dan memfiksasi gigi goyang atau yang avulsi.
28
dry
socket
syndrome
membutuhkan
prosedur
yang
dapat
meminimalisir trauma dan kontaminasi bakteri pada area operasi. Setelah operasi,
harus diirigasi oleh saline. Insidensi infeksi juga dapat dikurangi dengan
memberikan mouthwash pasca ekstraksi seperti chlorhexidine.
29
Perawatan dry socket adalah dengan mengurangi sakit yang timbul selama
proses
penyembuhan. Apabila
dry
socket
tidak
dirawat,
maka
besar
kemungkinannya terjadi sakit yang menetap. Untuk perawatan dry socket adalah
spertama-tama soket diirigasi dengan lembut menggunakan saline yang steril.
Biasanya clot darah yang terbentuk tidak semuanya lysis, oleh karena itu clot
yang masih tersisa harus dipertahankan untuk melindungi terbukanya tulang pasca
ekstraksi. Soket disedot dengan menggunakan irigasi oleh saline, dan potongan
kecil kassa iodoform dengan obat-obatan diinsersikan ke dalam soket. Obatobatan yang diberikan berisi: eugenol, anestesi topical (seperti benzokain), dan
balsam of Peru. Kassa berisikan obat-obatan harus diganti setiap 3-6 hari sekali,
tergantung keparahan dari rasa sakit yang ditimbulkan. Soket harus selalu diirigasi
oleh saline setiap kali penggantian kassa, apabila sakitnya berukurang, maka tidak
perlu lagi dilakukan penggantian kassa dengan yang baru, karena akan
menghambat proses penyembuhan luka.
DAFTAR PUSTAKA
30
Pedersen, W.G. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC.
Peterson, Larry J. 2003. Contemporary Oral Maxillofacial Surgery. St.Louis:
Mosby.
_______________. 2004. Principles of Oral and Maxillofacial Surgery. Canada:
BC Decker Inc.
Soeparwadi, Tet. 1981. Diktat Kuliah Eksodontia. Bandung: Senat Mahasiswa
FKG Unpad.
Starshak, T.J., et al. 1980. Preprosthetic Oral and Maxillofacial Surgery. London:
The CV Mosby Co.