Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Definisi
2. 1. 1 Definisi NSAID
Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) dapat diartikan secara harfiah sebagai
golongan obat-obatan anti inflamasi yang tidak termasuk golongan steroid. Obat-obat
jenis ini memiliki beragam jenis sediaan dan formulasi kimia dan secara khusus
memiliki suatu kesamaan satu sama lain yaitu efek samping dan efek terapinya
berhubungan dengan mekanisme kerja sediaan ini pada enzim cyclooxygenase
(COX). NSAID telah secara luas digunakan pada dunia medis lewat kemampuannya
secara efektif mengurangi nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang. NSAID
memiliki efek analgesik pada nyeri yang berasal dari integument bukan yang berasal
dari viscera, seperti sakit kepala,myalgia dan abralgia.1 Penggunaan nsaid sebagai
analgesik bersifat simptomatik sehingga jika simptom sudah hilang, pemberiannya
harus dihentikan.4
nyeri.4
"
Gambar 1. Skema pembentukan mediator inflamasi dan hubungannya dengan
mekanisme kerja NSAID.5
6
Selain memiliki efek anti-inflamasi, NSAID juga menjadi pilihan utama obat antinyeri dalam praktek medis sehari-hari. Efek anti-nyeri atau juga disebut analgesik
pada NSAID hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang,
misalnya sakit kepala, mialgia, artralgia, dismenorea dan juga efektif terhadap nyeri
yang berkaitan dengan inflamasi atau kerusakan jaringan. Efek analgesiknya jauh
lebih lemah daripada efek analgesik opioat, tetapi NSAID tidak menimbulkan
ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang merugikan. Saat terjadi
inflamasi, nyeri dapat timbul akibat adanya peningkatan sensitisasi perifer sehingga
mengakibatkan respon nosiseptor terhadap stimulus yang seharusnya tidaklah nyeri.
Secara khusus, inflamasi juga dapat menurunkan ambang batas nyeri dari noiseptor
polimodal. Untuk menimbulkan efek analgesik, NSAID bekerja pada hipotalamus,
menghambat pembentukan prostaglandin ditempat terjadinya radang, dan mencegah
sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang mekanik atau kimiawi.4,5
Pengaturan suhu tubuh memerlukan keseimbangan yang akurat antara pembentukan
dan hilangnya panas. Alat pengatur suhu tubuh berada di hipotalamus. Pada keadaan
demam keseimbangan ini terganggu namun dikembalikan ke normal oleh obat
NSAID. Peningkatan suhu tubuh pada keadaan patologik diawali pelepasan suatu zat
pirogen endogen atau sitokin misalnya IL1 yang memicu pelepasan PG yang
berlebihan di daerah preoptik hipotalamus kemudian PGE2 yang kemudian
menimbulkan demam. Obat NSAID menekan efek zat pirogen endogen dengan
menghambat sintesis PG.10
Penurunan suhu badan berhubungan dengan peningkatan pengeluaran panas karena
pelebaran pembuluh darah superfisial.7 Antipiresis mungkin disertai dengan
pembentukan banyak keringat. Demam yang menyertai infeksi dianggap timbul
akibat dua mekanisme kerja, yaitu pembentukan prostaglandin di dalam susunan
syaraf pusat sebagai respon terhadap bakteri pirogen dan adanya efek interleukin-1
pada hipotalamus. Aspirin dan NSAID lainnya menghambat baik pirogen yang
diinduksi oleh pembentukan prostaglandin maupun respon susunan syaraf pusat
terhadap interleukin-1 sehingga dapat mengatur kembali thermostat di hipotalamus
7
"
Gambar 2. Mekanisme kerja NSAID sebagai antipiretik pada demam patologis.10
Sebagai antipiretik, NSAID akan menurunkan suhu badan hanya saat demam. Obat
ini tidak mempengaruhi suhu tubuh jika suhu tubuh naik oleh faktor seperti olahraga
atau meningkatnya suhu lingkugan. Walaupun kebanyakan obat NSAID
memperlihatkan efek antipiretik in vitro, tidak semuanya berguna sebagai antipiretik
karena bersifat toksik bila digunakan secara rutin atau terlalu lama. Ini berkaitan
dengan hipotesis bahwa COX yang ada di sentral otak terutama COX-3 dimana hanya
dapat dihambat oleh parasetamol dan beberapa obat NSAID lainya. 4
2. 3 Klasifikasi NSAID
NSAID pada awalnya dikelompokkan berdasarkan struktur kimianya. Klasifikasi
yang kini umum digunakan adalah pengelompokkan berdasarkan selektifitas
hambatannya pada penemuan dua bentuk enzim cyclooxygenase-1 (COX-1) dan
cycloocygenase-2 (COX-2) sebagai berikut: 1,4
A.
Salisilat: aspirin
B.
C.
D.
11
oleh penggunaan NSAID jangka panjang. PG12 dan PGE2 secara fisiologis akan
memicu vasodilatasi sehingga meningkatkan aliran darah ginjal serta menjaga laju
filtrasi glomerular ginjal. Inhibisi prostaglandin oleh NSAID akan memicu
vasokonstriksi ginjal, menurunkan aliran darah ginjal, sehingga akhirnya akan
mengganggu fungsi ginjal itu sendiri.11
Beberapa jenis prostaglandin (PG) memiliki fungsi dalam mengatur tonus vascular
dan mempertahankan aliran darah normal, dengan kata lain juga berperan dalam
menjaga fungsi fisiologis ginjal. Penelitian pada hewan dengan penyakit ginjal, pasien
penyakit jantung kongestif, sirosis hepar, serta insufisiensi ginjal menunjukkan bahwa
PGE2 secara khusus bertanggung jawab dalam memepertahankan fungsi normal
ginjal. Pada manusia, COX-1 secara berkelanjutan diproduksi di vaskulatur ginjal,
duktus kolektif, dan lengkung Henle; sedangkan COX-2 diekspresikan secara
berkelanjutan di macula densa, sel epitel yang melapisi lengkung Henle bagian
asenden dan sel intersisial medula dari papil ginjal. Enzim COX-2 memiliki peran
dalam perkembangan ginjal normal dan dibuktikan pada kasus di mana defisiensi
COX-2 pada tikus percobaan akan berujung pada nefropati berat.8
Penggunaan NSAID juga dilaporkan akan memicu retensi natrium sehingga pada
akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Penelitian-penelitian menyatakan bahwa
retensi sodium akibat NSAID pada individu sehat ataupun tua berkaitan dengan
adanya inhibisi COX-2, sedangkan penurunan laju filtrasi ginjal diasosiasikan dengan
adanya inhibisi terhadap COX-1. Studi terbaru mengindikasikan bahwa dibandingkan
dengan selektif COX-2 inhibitor lainnya, penggunaan refecoxib diasosikan dengan
meningkatnya resiko penyakit ginjal dan aritmia.2
12
menjaga kesehatan jantung. Pada penelitian Shinmura dkk disimpulkan bahwa COX
-2 adalah cardioprotective protein, sehingga jika aktifitas COX-2 dihambat akan
berakibat semakin meningkatnya kejadian kardiovaskuler. Selain itu hambatan
terhadap aktivitas COX akan menurunkan produksi vasodilator prostaglandin
sehingga tidak ada mediator yang mampu mengatasi efek vasokonstriktor
katekolamin, dimana akibatnya akan meningkatkan tekanan darah penderita.1
Studi-studi lebih lanjut secara konklusif menunjukkan bahwa COX-2 inhibitor
terbukti mengganggu keseimbangan alami antara protrombotik thromboxane A2
(TxA2) and antitrombotik prostacyclin (PGI2) yang berpotensi meningkatkan
kemungkinan timbulnya suatu permasalahan kardiovaskular trombotik. Pada bulan
April tahun 2005, badan Food and Drug Association (FDA) Amerika Serikat secara
tegas menyimpulkan bahwa obat-obatan golongan coxib meningkatkan resiko
timbulnya masalah kardiovaskular. Dasar dari pernyataan ini adalah bahwa PG12
adalah suatu vasodilator dan inhibitor agregasi platelet yang poten yang diproduksi
oleh COX-2 di tempat-tempat terjadinya suatu inflamasi. Dengan demikian,
penggunaan COX-2 inhibitor, yang berujung pada inhibisi pembentukan PG12, akan
meningkatkan resiko timbulnya penyakit kardiovaskular seperti misalnya infark
miokardial. Walau demikian, celecoxib tetap diperbolehkan untuk dipasarkan secara
medis, namun disertai dengan peringatan kategori hitam (black box warning) yang
mengindikasikan adanya resiko terjadinya permasalahan kardiovaskular. Lebih lanjut,
FDA juga bahkan menyarankan kepada para produsen NSAID lain pada umumnya
untuk menyertakan label peringatan bahwa permasalahan kardiovaskular mungkin
menjadi suatu efek samping umum yang dapat terjadi pada jenis obat apapun dalam
golongan NSAID.2 Berkaitan dengan efeknya pada kardiovaskular ini, penggunaan
NSAID pada pasien dengan kondisi hemofili dan yang dalam pengobatan dengan anti
koagulan perlu dihindari. Selain itu penggunaan pada pasien dengan kondisi overload
cairan ataupun gagal jantung perlu dihindari, mengingat adanya efek retensi natrium
dan air serta adanya kemungkinan menimbulkan edema pada penggunaan NSAID.1
Sebuah studi menyatakan bahwa penggunaan NSAID selama 15-30 hari akan
meningkatkan resiko terjadinya atrial fibrilasi bila dibandingkan dengan individu
yang tidak mengkonsumsi NSAID. Diperkirakan hal ini berhubungan dengan
13
14
"
Tabel 1. Formulasi dosis parasetamol.17
15
!
Gambar 3. Contoh obat-obatan mengandung parasetamol yang dijual bebas.
awal dilanjutkan 250mg per 6 jam jika diperlukan, dengan penggunaan tidak melebihi
1 minggu. Untuk mengurangi efek samping gastrointestinal yang tidak diinginkan,
pemberian oral sebaiknya bersamaan dengan makanan.18 Asam mefenamat sangat
cepat diabsorpsi setelah administrasi oral. Dalam dua kali 500 mg dosis oral yang
diteliti, menunjukkan luas daerah absorpsi sebesar 30,5 mcg/hr/mL. Berdasarkan 1 gr
dosis oral tunggal, dapat dicapai level puncak plasma mulai dari 10 sampai 20 mcg/
mL3. Level puncak plasma dimulai dari 2 sampai 4 jam dam eliminasi waktu paruh
kira-kira 2 jam. 11
"
Gambar 4. Contoh obat mengandung asam mefenamat yang dijual bebas.
2.5.3 Ibuprofen
Farmakodinamik Ibuprofen
Ibuprofen hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang, dan
efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi atau kerusakan jaringan. Efek
analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek analgesik opioat, tetapi tidak
menimbulkan ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang
merugikan. Ibuprofen merupakan NSAID yang efek sampingnya paling ringan
dibandingkan semua NSAID yang lain. Efek samping terhadap gastrointestinal juga
dilaporkan sebagai yang paling rendah dikarenakan waktu paruh ibuprofen yang
17
18
"
Tabel 2. Formulasi dosis ibuprofen.17
19
"
Gambar 5. Contoh obat-obatan mengandung ibuprofen yang dijual bebas.
20
"
"
Gambar 6. Contoh obat-obatan mengandung natrium diklofenak yang dijual bebas.
2.5.5 Meloxicam
Farmakodinamik Meloxicam
Meloxicam digunakan untuk mengobati nyeri, pembengkakan dan rasa sakit yang
disebabkan oleh peradangan osteoarthritis dan rheumatoid arthritis. Mekanisme kerja
21
22
23