Anda di halaman 1dari 6

Berangkat Petang Pulang Fajar

Oleh Irdra B. Yanottama


Kita tentunya sering mendengar kata prostitusi atau pelacuran
ditelinga kita. Kata- kata itu juga tidak asing lagi bagi kita. Tanpa disadari
prostitusi ini sudah menjamur di Indonesia dan semakin hari semakin
menjadi. Hal ini tentunya sangat meresahkan masyarakat. Di kalangan
masyarakat Indonesia pelacuran dipandang negatif dan mereka yang
menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah
masyarakat.
Prostitusi atau pelacuran adalah orang yang melakukan perbuatan
asusila dengan sadar yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
mempengaruhinya.

Kemajuan

teknologi

juga

menjadi

salah

satu

pendorong remaja - remaja di Indonesia melakukan prostitusi. Internet kini


tidak lagi sekedar kebutuhan, tetapi juga telah menjadi gaya hidup
masyarakat. Namun sebagaimana produk teknologi lainnya, internet tidak
hanya memiliki sisi positif, seperti adanya Email, FB, E-Learning, EBanking dan E-Goverment, dunia maya juga berdampak negatif dengan
berkembangnya prostitusi.
Hampir di setiap media massa baik koran, majalah, televisi dan
internet

memberikan

gambaran

yang

nyata

tentang

kehidupan

masyarakat khususnya tentang pelacuran atau prostitusi dengan segala


permasalahannya. Berbagai tindakan dan langkah-langkah strategis telah
diambil pemerintah

dalam menangani

masalah ini,

baik dengan

melakukan tindakan persuatif melalui lembaga-lembaga sosial sampai


menggunakan tindakan represif berupa penindakan bagi mereka yang
bergelut dalam bidang pelacuran tersebut.
Tetapi kenyataan yang dihadapi adalah prostitusi atau pelacuran
tidak

dapat

dihilangkan

melainkan

memiliki

kecenderungan

untuk

semakin meningkat dari waktu ke waktu.


Di Indonesia kegiatan prostitusi sudah menjamur ke plosok-plosok
negeri. Banyak generasi muda yang terjebak dengan kegiatan tersebut,
tidak dapat dipungkiri terjerumusnya generasi muda ke kegiatan prostitusi

disebabkan

oleh

berbagai

faktor.

Adapun

faktor

faktor

yang

mempengaruhi seseorang mejalani profesi sebagai pelacur yaitu (a)


Faktor internal, faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu
itu sendiri. Misalnya karena kehidupan kelam yang mereka alami dulu
membuat hati dan moral mereka terpuruk.(b) Faktor eksternal, faktor
eksternal adalah sebab yang datang bukan secara langsung dari individu
wanita

itu

sendiri,

melainkan

karena

ada

faktor

luar

yang

mempengaruhinya untuk melakukan hal yang demikian.


Faktor eksternal ini bisa berbentuk desakan kondisi ekonomi,
Kondisi perekonomian keluarga menjadi salah satu faktor pendorong serta
rendahnya pengetahuan ataupun keterampilan yang dimilikinya, disisi lain
kebutuhan hidup yang mendesak ( faktor penarik ) untuk dipenuhi
sehingga timbul keinginan bekerja untuk menghasilkan uang yang banyak
tanpa harus bersusah payah. Selain itu masalah-masalah keluarga juga
dapat menjadi faktor pendorong yang membuat remaja remaja
mengambil jalan pintas untuk mengatasi kesulitan hidup agar tetap dapat
bertahan.
Selain faktor faktor diatas, terdapat faktor penarik dan faktor
pendorong yang menyebabkan remaja wanita terjerumus dalam dunia
prostitusi

adalah

adanya

keuntungan

finansial

yang

lebih

besar

dibandingkan dengan mereka bekerja di perusahaan atau di tempat


diskotik, walaupun mereka harus mengorbankan harga dirinya. Selain itu
adanya anggapan pada remaja wanita yang menjadi pekerja seksual
adalah

kepuasaan

seks

yang

mereka

dapatkan

dengan

para

pelanggannya. Sehingga pekerja seksual itu tidak merasa rugi dalam


melakukan prostitusi karena selain mendapatkan kepuasaan seks. Mereka
juga mendapatkan financial yang besar.
Selain faktor internal dan eksternal ada beberapa peristiwa sosial
penyebab timbulnya pelacuran. (1) Tidak adanya undang-undang yang
melarang pelacuran, serta tidak adanya larangan terhadap orang-orang
yang melakukan relasi seks sebelum pernikahan atau di luar pernikahan.
Yang dilarang dan diancam dengan hukuman ialah: praktik germo (Pasal

296 KUHP) dan mucikari (Pasal 506 KUHP). KUHP 506: Barang siapa yang
sebagai mucikari mengambil untung dari perbuatan cabul seorang
perempuan, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya satu
tahun. Namun, dalam praktik sehari-hari, pekerjaan sebagai mucikari ini
selalu ditoleransi, secara konvensional dianggap sah ataupun dijadikan
sumber pendapatan dan pemerasan yang tidak resmi. Hal ini membuat
pekerja prostitusi meremehakan hal tersebut, (2) Merosotnya normanorma susila dan keagamaan. Masyarakat sekarang sudah bersifat acuh
tak acuh dan cenderung cuek sehingga mereka hanya mengurusi
kehidupan pribadi
keagamaan

tanpa

dalam

memperdulikan

masyarakat,

(3)

norma-norma

susila

dan

Bertemunya

macam

macam kebudayaan asing dan kebudayaan-kebudayaan setempat. Hal ini


tidak terlepas dari asimilasi kebudayaan, dimana kebudayaan Barat
membuat

norma-norma

susila

dan

keagamaan

semakin

merosot.

Dianggapnya budaya asing seperti cara berpakaian dan berpacaran


adalah hal modern membuat para remaja kita menjadikan hal yang tidak
baik menjadi biasa.
Ada blog yang memuat sebuah entri yang isinya mencengangkan
hati. Blog tersebut memuat data survei yang dilakukan oleh kpai (komisi
perlindungan

anak)

pada

tahun

2008

menunjukkan

angka

yang

mencengangkan, yaitu sebanyak 62,7% remaja indonesia ternyata telah


tidak perawan. Secara tidak langsung ini menegaskan bahwa paling tidak
62,7% remaja indonesia telah melakukan zina dengan pasangannya.
Bukankah ini fakta yang menyedihkan.
Melihat hal ini, apakah kalian remaja remaja diluar sana tidak
sadar bahwa kehidupan modern ini perlu untuk selektif dalam bergaul.
Apa yang harus dilakukan untuk menyelamatkan generasi ini jika kalian
tidak menyadarinya.
Ada beberapa usaha yang seharusnya dilakukan pemerintah
bersama masyarakat untuk mengatasi masalah tunasusila ini antara lain
usaha yang bersifat preventif seperti : (1) Penyempurnaan perundangundangan mengenai larangan atau penyelenggaraan pelacuran, (2)
Intensifikasi pemberian pendidikan keagamaan dan kerohanian, (3)

Memperluas lapangan kerja bagi kaum wanita yang disesuaikan dengan


bakatnya, (4) Menyelenggaraan pendidikan seks dan pemahaman nilai
perkawinan dalam kehidupan keluarga sejak dini, (5) Pembentukan badan
atau tim koordinasi dari semua usaha penanggulangan pelacuran yang
dilakukan oleh beberapa instansi sekaligus mengikutsertakan potensi
masyarakat lokal, (6) Penyitaan terhadap buku-buku dan majalah-majalah
cabul, gambar-gambar porno, film-film seks serta sarana-sarana lainnya
yang merangsang nafsu seks.
Kedua dengan usaha yang represif dan kuratif dimaksudkan sebagai
kegiatan

untuk

menyembuhkan

menekan
para

(menghapuskan,

wanita

dari

menindas)

ketunasusilaan

dan

untuk

usaha

kemudian

membawa mereka ke jalan yang benar. Usaha represif dan kuratif ini
antara lain : (1) Melalui lokalisasi yang sering ditafsirkan sebagai
legalisasi, orang melakukan pengawasan/kontrol yang ketat, diusahakan
melalui

aktivitas

rehabilitas

dan

resosialisasi,

agar

mereka

bisa

dikembalikan sebagai warga masyarakat yang susila, (2) Penyempurnaan


tempat-tempat penampungan bagi para wanita tunasusila yang terkena
razia, (3) Pemberian suntikan dan pengobatan pada interval waktu tetap,
(4) Mengadakan pendekatan terhadap pihak keluarga para pelacur dan
masyarakat asal mereka mau menerima kembali bekas-bekas wanita
tunasusila itu, (5) Mengikutsertakan ex-WTS (bekas wanita tuna susila)
dalam usaha transmigrasi dalam rangka pemerataan penduduk di tanah
air, dan perluasan kesempatan kerja bagi kaum wanita.

ARTIKEL BAHASA INDONESIA


Berangkat Petang Pulang Fajar

Disusun Oleh :

Nama
NIM.
Kelas

: Irdra Bayunanda Yanottama


: 12050874253
: S1 Teknik Elektro 2012

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK ELEKTRO


JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2015

Anda mungkin juga menyukai