Anda di halaman 1dari 24

MASALAH GIZI BURUK

Dr. Suparyanto, M.Kes


MASALAH GIZI BURUK

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan ditingkat rumah tangga
(kemampuan memperoleh makanan untuk semua anggotannya ), masalah kesehatan, kemiskinan,
pemerataan, dan kesempatan kerja. Indonesia mengalami masalah gizi ganda yang artinya
sementara masalah gizi kurang belum dapat diatasi secara menyeluruh sudah muncul masalah
baru. Masalah gizi di Indonesia terutama KEP masih lebih tinggi daripada Negara ASEAN
lainnya.Sekarang ini masalah gizi mengalami perkembangan yang sangat pesat, Malnutrisi masih
saja melatarbelakangi penyakit dan kematian anak, meskipun sering luput dari perhatian.
Sebagian besar anak di dunia 80% yang menderita malnutrisi bermukim di wilayah yang juga
miskin akan bahan pangan kaya zat gizi, terlebih zat gizi mikro Keadaan kesehatan gizi
tergantung dari tingkat konsumsi yaitu kualitas hidangan yang mengandung semua kebutuhan
tubuh. Akibat dari kesehatan gizi yang tidak baik, maka timbul penyakit gizi, umumnya pada
anak balita diderita penyakit gizi buruk.
Gizi seseorang dapat dipengaruhi terhadap prestasi kerja dan produktivitas. Pengaruh gizi
terhadap perkembangan mental anak. Hal ini sehubungan dengan terhambatnya pertumbuhan sel
otak yang terjadi pada anak yang menderita gangguan gizi pada usia sangat muda bahkan dalam
kandungan. Berbagai factor yang secara tidak langsung mendorong terjadinya gangguan gizi
terutama pada balita. Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan, prasangka buruk
terhadap bahan makanan tertentu, adanya kebiasaan/pantangan yang merugikan, kesukaan
berlebihan terhadap jenis makanan tertentu, keterbatasan penghasilan keluarga, dan jarak
kelahiran yang rapat.

Kemiskinan masih merupakan bencana bagi jutaan manusia. Sekelompok kecil penduduk
dunia berpikir hendak makan dimana sementara kelompok lain masih berkutat memeras
keringat untuk memperoleh sesuap nasi. Dibandingkan orang dewasa, kebutuhan akan zat gizi
bagi bayi, balita, dan anak anak boleh dibilang sangat kecil. Namun, jika diukur berdasarkan %
berat badan, kebutuhan akan zat gizi bagi bayi, balita, dan anak anak ternyata melampaui orang
dewasa nyaris dua kali lipat. Kebutuhan akan energi dapat ditaksir dengan cara mengukur luas
permukaan tubuh/menghitung secara langsung konsumsi energi itu ( yang hilang atau
terpakai ). Asupan energi dapat diperkirakan dengan jalan menghitung besaran energi yang
dikeluarkan. Jumlah keluaran energi dapat ditentukan secara sederhana berdasarkan berat badan.
Kekurangan berat badan yang berlangsung pada anak yang sedang tumbuh merupakan
masalah serius. Keparahan KKP berkisar dari hanya penyusutan berat badan, terlambat tumbuh
sampai ke sindrom klinis yang nyata. Penilaian antropometris status gizi dan didasarkan pada
berat, tinggi badan, dan usia. Ukuran antropometris bergantung pada kesederhanaa, ketepatan,
kepekaan, serta ketersediaan alat ukur. Marasmus biasanya berkaitan dengan bahan pangan yang
sangat parah, semikelaparan yang berkepanjangan, dan penyapihan terlalu dini, sedangkan
kwashiorkor dengan keterlambatan menyapih dan kekurangan protein. Penanganan KKP berat
dikelompokan menjadi dua yaitu pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang
mengancam jiwa dan fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi.
Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manuasia
( SDM ) yang di lakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai dengan
perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak sejak pembuahan sampai mencapai dewasa
muda. Pada masa tumbuh kembang ini, pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti perawatan dan
makanan bergizi yang diberikan dengan penuh kasih sayang dapat membentuk SDM yang sehat,
cerdas dan produktif.
Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat
dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi disamping
merupakan sindroma kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan pangan di

tingkat rumah tangga juga menyangkut aspek pengetahuan dan perilaku yang kurang mendukung
pola hidup sehat.
Keadaan gizi masyarakat akan mempengaruhi tingkat kesehatan dan umur harapan hidup
yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan keberhasilan pembangunan negara
yang dikenal dengan istilah Human Development Index ( HDI ). Secara umum di Indonesia
terdapat dua masalah gizi utama yaitu kurang gizi makro dan kurang gizi mikro Kurang gizi
makro pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kekurangan asupan
energi dan protein. Masalah gizi makro adalah masalah gizi yang utamanya disebabkan
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan energi dan protein. Kekurangan zat gizi makro
umumnya disertai dengan kekurangan zat gizi mikro.
Kurang gizi menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun
mental, mengurangi tingkat kecerdasan, kreatifitas dan produktifitas penduduk. Timbulnya krisis
ekonomi yang berkepanjangan telah menyebabkan penurunan kegiatan produksi yang drastis
akibatnya lapangan kerja berkurang dan pendapatan perkapita turun. Hal ini jelas berdampak
terhadap status gizi dan kesehatan masyarakat karena tidak terpenuhinya kecukupan konsumsi
makanan dan timbulnya berbagai penyakit menular akibat lingkungan hidup yang tidak sehat.
Mulai tahun 1998 upaya penanggulangan balita gizi buruk mulai ditingkatkan dengan
penjaringan kasus, rujukan dan perawatan gratis di Puskesmas maupun Rumah Sakit, Pemberian
Makanan Tambahan ( PMT ) serta upaya-upaya lain yang bersifat Rescue. Bantuan pangan
( beras Gakin dll ) juga diberikan kepada keluarga miskin oleh sektor lain untuk menghindarkan
masyarakat dari ancaman kelaparan. Namun semua upaya tersebut nampaknya belum juga dapat
mengatasi masalah dan meningkatkan kembali status gizi masyarakat, khususnya pada balita.
Balita gizi buruk dan gizi kurang yang mendapat bantuan dapat disembuhkan, tetapi kasus-kasus
baru muncul yang terkadang malah lebih banyak sehingga terkesan penanggulangan yang
dilakukan tidak banyak artinya, sebab angka balita gizi buruk belum dapat ditekan secara
bermakna.

Masalah gizi buruk masih dialami oleh anak-anak di berbagai tempat di Indonesia dari
tahun ke tahun. Ini menjadi potret buruk pemenuhan kebutuhan mendasar bagi masyarakat
Indonesia. Gizi buruk menjadi perhatian masyarakat ketika media mengangkat kasus-kasus
meninggalnya anak-anak di banyak daerah karena malnutrisi.Pengurangan jumlah penderita
malnutrisi menjadi salah satu target Tujuan Perkembangan Milenium (Millenium Development
Goals atau MDGs). Indonesia berkomitmen untuk mengurangi hingga setidaknya tinggal 18%
penduduk yang mengalami malnutrisi pada tahun 2015, di mana angka tahun ini masih 28%,
sementara pelaksanaan MDGs tahun ini sudah memasuki periode sepertiga terakhir.
1.2 Tujuan
1.2.1

Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan makalah presentasi ini adalah ingin memberitahukan kepada
masyarakat hal hal apa saja yang menjadi ruang lingkup dari masalah gizi buruk, menambah
pengetahuan bagi masyarakat agar lebih luas wawasannya mengenai gizi buruk, memberitahukan
jumlah penurunan penderita gizi buruk dari tahun 2004 2007, memberikan gambaran yang
jelas mengenai penyakit gizi buruk, juga tidak lupa untuk menambah nilai mahasiswa, dan lain
lain yang bisa berdampak positif bagi penulis dan para pembaca.
Terlaksananya kegiatan penanggulangan balita gizi buruk tingkat Kabupaten, Puskesmas
dan Rumah Tangga.

1.2.2. Tujuan Khusus


1) Meningkatkan cakupan deteksi dini gizi buruk melalui penimbangan bulananbalita di posyandu.
2) Meningkatkan cakupan dan kualitas tatalaksana kasus gizi buruk di puskesmas/RS dan rumah
tangga.
3) Menyediakan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) kepada balita kurang gizi dari
keluarga miskin.
4) Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan ibu dalam memberikan asuhan gizi kepada anak
(ASI/MP-ASI).
5) Memberikan suplementasi gizi (kapsul Vit.A) kepada semua balita

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Gizi
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara
normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan
pengeluaran zat zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan
fungsi normal dari organ organ serta menghasilkan energi. Akibat kekurangan gizi, maka
simpanan zat gizi pada tubuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan apabila keadaan ini
berlangsung lama maka simpanan zat gizi akan habis dan akhirnya terjadi kemerosotan jaringan.
Pada saat ini orang bisa dikatakan malnutrisi. KEP seseorang yang gizi buruk disebakan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari hari. Pada umumnya penderita
KEP berasal dari keluarga yang berpenghasilan rendah, tanda tanda klinis gizi buruk dapat
menjadi indicator yang sangat penting untuk mengetahui seseorang menderita gizi buruk.
Kebutuhan tubuh akan zat gizi ditentukan oleh banyak factor. Data komposisi zat gizi
bahan makanan yang berhubungan dengan berbagai proses pengolahan belum cukup tersedia,
pemeriksaan zat gizi spesifik bertujuan untuk menilai status gizi. Zat gizi yang terdapat pada
Angka Kecukupan Gizi ( AKG ) hanyalah gizi yang penting yaitu energi, protein, vit A, C, B 12,
Tiamin, Riboflavin, Niasin, Asam Folat, Kalsium, Fosfor, Zat Besi, Zink, dan Yodium.
Ada beberapa penyakit yang berhubungan dengan gizi yaitu penyakit gizi lebih (obesitas),
gizi buruk ( malnutrisi ), metabolic bawaan, keracunan makanan, dan lain lain. Gangguan gizi
buruk menggambarkan suatu keadaan pathologis yang terjadi akibat ketidaksesuaian/tidak
terpenuhinya antara zat gizi yang masuk kedalam tubuh dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi
dalam jangka waktu yang relatif lama. Ilmu gizi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang
khusus mempelajari hubungan antara makanan yang kita makan dan kesehatan tubuh. Hubungan
antara makanan dan kesehatan tubuh sudah diketahui sejak berabad abad yang lampau..
Penyakit penyakit yang timbul akibat makanan kurang baik seperti makanan yang tidak cukup

gizinya atau kadar zat gizinya tak seimbang disebut penyakit gangguan gizi yang pertama kali
dikenal adalah penyakit skorbut/sariawan
Kesehatan yang baik tidak terjadi karena ada perubahan yang berupa kekurangan zat
makanan tertentu ( defisiensi ) atau berlebih. Kekurangan umumnya mencakup protein,
karbohidrat, vitamin, dan mineral. Sedangkan kelebihan umumnya mencakup konsumsi lemak,
protein, dan gula. Untuk mencapai kondisi anak perlu/cukup gizi harus memperhatikan
kebersihan diri dan lingkungan serta melakukan kegiatan yang baik seperti olah raga, dan lain
lain. Konsumsi yang kurang baik kualitas dan kuantitasnya akan memberikan kondisi kesehatan
gizi kurang/defisiensi. Keadaan kesehatan gizi masyarakat tergantung pada tingkat konsumsi
ditentukan oleh kualitas dan kuantitas hidangan. Penyakit gizi di Indonesia terutama tergolong ke
dalam kelompok penyakit defisiensi yang sering dihubungkan dengan infeksi yang bisa
berhubungan dengan gangguan gizi. Defisiensi gizi merupakan awal dari gangguan system imun
yang menghambat reaksi imunologis. Gangguan gizi dan infeksi sering saling bekerja sama akan
memberikan prognosis yang lebih buruk. Ada berbagai zat gizi yang sangat mempengaruhi
kondisi kesehatan manusia. Masalah kesehatan gizi dapat timbul dalam bentuk penyakit dengan
tingkat yang tinggi
2.2. Pengertian Gizi Buruk
Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Status
gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan menurut
umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan.
Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik. Kalau sedikit
di bawah standar disebut gizi kurang. Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi buruk gizi
buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus atau kwashiorkor.

2.2. 1 Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan
karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka seperti
orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah
kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah
dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering
diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering
rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena
masih merasa lapar. Pada stadium lanjut yang lebih berat
anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun.

Etiologi :
Dapat menyertai prematuritas atau merupakan penyakit pada neonatus, dimana
menyusuinya kurang baik karena daya isapnya belum baik. Juga terjadi apabila terus-menerus
hanya diberi susu ibu tanpa tambahan. Infeksi terutama diare, seringkali merupakan penyakit
penyerta.
Tanda tanda:
o Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit.

o Wajah seperti orangtua


o Cengeng, rewel
o Perut cekung
o Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada.
o Sering disertai diare kronik atau konstipasi / susah buang air, serta penyakit kronik.
o Tekanan darah, detak jantung dan pernafasan berkurang.
Pada marasmus kalori yang dibutuhkan kurang sekali. Pada diet yang sempurna, kalori
didapat dari :
Hidrat arang

: 50-55%

Lemak
Protein

: 30-35%
: 15%

Apabila hidrat arang kurang, maka depot glycogen yang akan digunakan. Bila depot sudah
habis, maka akan menggunakan subcutant fat akibatnya anak akan menjadi kurus. Bila protein
lemak sudah habis, maka akan menggunakan protein jaringan, akibatnya otot-otot menjadi
atrophy. Lemak yang terakhir menghilang yaitu lemak dari pipi.
Pengobatan :
1. Kurangi kehilangan panas badan, tetapi jangan memberikan tambahan pemanas.
2. Makanan dengan porsi kecil tapi sering,dengan tinggi protein dan kalori, misalkan susu bubuk
skim. Gula dan minyak makan dapat di tambahkan dari bahan-bahan setempat. Mungkinmulamula diperlukan pipa nasogastrik untuk pemberian makanannya. Berikanlah volume makanan
sesuai dengan baku untuk berat badannya.
3. Obati penykit penyertanya, misalnya pemberian cairan pada enteritis, vitamin A untuk
seroftalmia, pengobatan antituberkulosa, antimalaria, obat anti cacing dan besi, dll.
4. Berikan pendidikan agar tidak terjadi relaps.
Pencegahan :
1. Pendidikan pada orang tua.

2. Pemberihan makanan sapihan yang sesuai dan memadai, harus segera dimulai pada umur 6
bulan
3. Deteksi dini oleh petugas kesehatan setempat, dan penatalaksanaan yang sesuai bagi bayi yang
kekurangan air susu ibu.
4. Pencegahan dan pemantauan terhadap penyakit infeksi.
2.2.2 Kwasiokor
Kwashiorkor adalah gangguan gizi karena kekurangan protein biasa (KEP) sering disebut
busung lapar. Kalori sedikit atau malah tinggi, kebutuhan vitamin dan mineralnya sedikit.
Kwashiorkor yang murni dijumpai pada anak yang sudah di sapih sedangkan makanan
penggantinya tidak adekuat. Gejala yang timbul diantaranya adalah tangan dan kaki bengkak,
perut buncit, rambut rontok dan patah, gangguan kulit.Terdapat juga gangguan perubahan mental
yang sangat mencolok. Pada umumnya penderita sering rewel dan banyak menangis. Pada
stadium lanjut anak tampak apatis atau kesadaran yang menurun.

Etiologi :
Anak yang sedang tumbuh, membutuhkan
keseimbanganprotein yang pasif, sedangkan pada orang
dewasa hanya membutuhkan protein untuk mempertahankan keseimbangan dalam tubuh saja.
Protein dari makanan sering kali mahal, bisa tidak di berikan pada anak-anak karena ketidak
tahuan atau karena kepercayaan setempat. Kekurangan protein yang cukupberat dan akan
menyebabkan kwasiorkor, sering kali berhubungan dengan defisiensi vitamin, anemia infestasi
parasit dalam usus, malaria dan infeksi lainya.
Perjalanan penyakit (menurut Vughelye) :

1. Sesudah defisiensi diet selama 1 minggu, lalu berat badan menurun. 3 minggu kemudian
produksi enzyme pancreas menurun, yang pertama menurun ialah lipase, kemudian trypsine, dan
yang terakhir adalah amilase.
2. Pembesaran hepar, setelah 2 minggu kemudian terjadi gangguan pencernaan.
3. Timbulnya oedema, mula-mula pada kaki (Pre tibial) , kemudian ekstremitas alas. Bila berat bisa
terjadi oedema dimata.
Tanda tanda Kwasiokor :
o Edema umumnya di seluruh tubuh terutama pada kaki ( dorsum pedis )
o Wajah membulat dan sembab.
o Otot-otot mengecil, lebih nyata apabila diperiksa pada posisi berdiri dan duduk, anak berbaring
terus menerus.
o Perubahan status mental : cengeng, rewel kadang apatis.
o Anak sering menolak segala jenis makanan ( anoreksia ).
o Pembesaran hati
o Sering disertai infeksi, anemia dan diare / mencret.
o Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut.
o Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas dan berubah menjadi hitam terkelupas ( crazy
pavement dermatosis )
o Pandangan mata anak nampak sayu.
Pengobatan dan Terapy Kwashiorkor :
Pengobatan :
1. Kurangi kehilangan panas badan, tetapi jangan diberi pemanas.
2. Segera perbaiki ketidakseimbangan cairan/elektrolit, dan berikan makanan dengan susu
pengencer , beriakan semuanya, sampai mencapai 90 kkal/kg untuk 1-2 hari. Seringkali
dibutuhkan pemberian melalui pipa nasogastrik.

3. Pada saat nafsu makan sudah kembali, naikkan masukan volume dan energinya, berikan protein
2g/kg, campuran mineral (termasuk Mg, K, Zn, Cu) dan multivitamin, termasuk asam folat.
Campuran yang dapat bermanfaat adalah susu bubuk skim, gula dan minyak
4. Sesudah 7-10 hari, berikan susu beserta minyak makan, paling sedikit 150 kkal/kg. Pada saat itu
masukan disesuaikan denag nafsu makan. Berikanlah campuran makanan dari bahan setempat
misalnya daging, sayuran, kacang-kacangan.
5. Obati infeksi penyertanya seperti malaria, parasitosis, avitaminosis, anemia
6. Berikan pendidikan pada ibu agar jangan terjadi relaps
Terapy Kwashiorkor
1. Diet
Untuk terapy ini harus diperhatikan daya pencernaannya, di antaranya :
a.

Cara Pemberian :
Harus diperhatikan apakah ada anorexia, muntah, diarrhoea.
Bila tidak ada

: bisa diberikan makanan cair dan lunak.

Bila ada

: diberikan makanan cair, dapat diberikan secara sonde/infuse.

b. Bentuk diet
c.

Jumlah diet tergantung dari BB rata-rata.


BB ideal + BB sebenarnya
2

2. Vitamin dan mineral


3. Penyakit lain yang memberatkan
4. Transfusi darah
Pencegahan :
1. Pendidikan pada orang tua.
2. Pemberihan makanan sapihan yang sesuai dan memadai, disertai cukup protein.
3. Pencegahan dan pemantauan terhadap penyakit infeksi dan infestasi parasit, misalkan dengan
imunisasi.

4. Deteksi dini oleh petugas kesehatan setempat, dan penatalaksanaan yang sesuai bagi bayi yang
kekurangan air susu ibu.
Perbedaan Marasmus dan Kwasiorkor
Marasmus
1. Kurus Kering
2. Old man face
3. Terdapat lipatan-lipatan kulit terutama pada
gluteus
4. Kulit kering yang hiperkeratosis
5. Sering terlihat decubitus (luka-luka karena
pergeseran kulit dengan tulang), terutama di

Kwashiorkor
1. Berat badan menurun, oedeme, subcutant fat
(+)
2. Moon face
3. Tidak ada lipatan-lipatan kulit
4. Kulit hyperpigmentasi/crazy payement
dermatosis.
5. -

daerah sacral. Decubitus ini berbahaya karena


bisa terjadi infeksi dan menimbulkan sepsis.
6. Hb. Menurun tapi anemi tidak begitu berat.

6. Hb. Sangat rendah

7. Albumin menurun

7. Albumin sangat rendah

8. Inteleransi tidak begitu berat.

8. Sering dijumpai inteleransi yang berat

2.3 Penyebab Gizi Buruk


1. Penyebab utama gizi kurang dan gizi buruk tidak satu. Ada banyak!. Penyebab pertama adalah
faktor alam. Secara umum tanah terkenal sebagai daerah tropis yang minim curah hujan. Kadang
curah hujannya banyak tetapi dalam kurun waktu yang sangat singkat. Akibatnya, hujan itu
bukan menjadi berkat tetapi mendatangkan bencana banjir. Tetapi, beberapa tahun belakangan ini
tidak ada hujan menjadi kering kerontang! Tanaman jagung yang merupakan penunjang ekonomi
keluarga sekaligus sebagai makanan sehari-hari rakyat gagal dipanen. Akibatnya, banyak petani
termasuk anak-anak, terutama yang tinggal di daerah pelosok, memakan apa saja demi
mempertahankan hidup. Dikhawatirkan gizi yang kurang dan bahkan buruk akan memperburuk

pertumbuhan fisik dan fungsi-fungsi otak. Kalau ini terjadi, masa depan anak-anak ini dipastikan
akan sangat kelam dan buram.
2. Penyebab kedua adalah faktor manusiawi yaitu berasal dari kultur sosial masyarakat setempat.
Kebanyakan masyarakat petani bersifat one dimensional, yakni masyarakat yang memang
sangat tergantung pada satu mata pencaharian saja. Banyak orang menanam makanan
secukupnya saja, artinya hasil panen itu cukup untuk menghidupi satu keluarga sampai masa
panen berikutnya. Belum ada pemikiran untuk membudidayakan hasil pertanian mereka demi
meraup keuntungan atau demi meningkatkan pendapatan keluarga. Adanya budaya alternatif
yaitu memanfaatkan halaman rumah untuk menanam sayur-mayur demi menunjang kebutuhan
sehari-hari. Penyebab ketiga masih berkisar soal manusiawi tetapi kali ini lebih berhubungan
dengan persoalan struktural, yaitu kurangnya perhatian pemerintah. Pola relasi rakyat dan
pemerintah masih vertikal bukan saja menghilangkan kontrol sosial rakyat terhadap para pejabat,
tetapi juga membuka akses terhadap penindasan dan ketidakadilan dan, yang paling berbahaya,
menciptakan godaan untuk menyuburkan budaya korupsi. Tentu saja tidak semua aparat dan
pejabat seperti itu!. Terlepas dari itu semua nampaknya masyarakat membutuhkan pendampingan
agar mereka memahami hak-hak individu dan hak-hak sosial mereka sebagai warganegara.
3. Malnutrisi primer
Penyebab gizi buruk di daerah pedesaan atau daerah miskin lainnya sering disebut
malnutrisi primer, yang disebabkan karena masalah ekonomi dan rendahnya pengetahuan. Gejala
klinis malnutrisi primer sangat bervariasi tergantung derajat dan lamanya kekurangan energi dan
protein, umur penderita dan adanya gejala kekurangan vitamin dan mineral lainnya. Kasus
tersebut sering dijumpai pada anak usia 9 bulan hingga 5 tahun. Pertumbuhan yang terganggu
dapat dilihat dari kenaikkan berat badan terhenti atau menurun, ukuran lengan atas menurun,
pertumbuhan tulang ( maturasi ) terlambat, perbandingan berat terhadap tinggi menurun. Gejala
dan tanda klinis yang tampak adalah anemia ringan, aktifitas berkurang, kadang di dapatkan
gangguan kulit dan rambut. Pada penderita malnutrisi primer dapat mempengaruhi metabolisme
di otak sehingga mengganggu pembentukan DNA di susunan saraf. berpengaruh terhadap

perkembangan mental dan kecerdasan anak. Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada
penderita malnutri primer yang berat.
4. Malnutrisi sekunder
Malnutrisi sekunder adalah gangguan pencapaian kenaikkan berat badan yang bukan
disebabkan penyimpangan pemberian asupan gizi pada anak karena adanya gangguan pada
fungsi dan sistem tubuh yang mengakibatkan gagal tumbuh. Gangguan sejak lahir yang terjadi
pada sistem saluran cerna, metabolisme, kromosom atau kelainan bawaan jantung, ginjal dan
lain-lain. Kasus gizi buruk di kota besar biasanya didominasi oleh malnutrisi sekunder.
Malnutrisi sekunder ini gangguan peningkatan berat badan yang disebabkan karena karena
adanya gangguan di sistem tubuh anak. pada malnutrisi sekunder tampak anak sangat lincah,
tidak bisa diam atau sangat aktif bergerak. Tampilan berbeda lainnya, penderita malnutrisi
sekunder justru tampak lebih cerdas, tidak ada gangguan pertumbuhan rambut dan wajah atau
kulit muka tampak segar.
Kasus malnutrisi sekunder sering terjadi overdiagnosis (diagnosis yang diberikan terlalu
berlebihan padahal belum tentu mengalami infeksi tuberkulosis). Overdiagnosis tersebut terjadi
karena tidak sesuai dengan panduan diagnosis yang ada.
Secara medis penanganan kasus malnutrisi sekunder lebih kompleks dan rumit.
Penanganannya harus melibatkan beberapa disiplin ilmu kedokteran anak seperti bidang
gastroenterologi, endokrin, metabolik, alergi-imunologi, tumbuh kembang dan lainnya. Gizi
buruk memang merupakan masalah klasik bangsa ini sejak dulu. Tanpa data dan informasi yang
cermat dan lengkap sebaiknya jangan terlalu cepat menyimpulkan bahwa adanya gizi buruk
identik dengan kemiskinan. Karena, gizi buruk bukan saja disebabkan karena masalah ekonomi
atau kurangnya pengetahuan dan pendidikan,
2.4 Statistik Indonesia
Berdasarkan data Departemen Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta
balita kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk
(8,3%).\

Data penderita gizi kurang dan buruk di Indonesia dari tahun 1989-2004 (Susenas):
Tabel 1
Jumlah
Tahun

Penduduk

Jumlah balita

Jumlah balita

gizi kurang dan

gizi buruk

buruk
1989

177.614.965

7.986.279

1.324.769

1992

185.323.456

7.910.346

1.607.866

1995

95.860.899

6.803.816

2.490.567

1998

206.398.340

6.090.815

2.169.247

1999

209.910.821

5.256.587

1.617.258

2000

203.456.005

4.415.158

1.348.181

2001

206.070.000

4.733.028

1.142.455

2002

211.567.577

5.014.028

1.469.596

2004

211.567.577

5.119.935

1.528.676

Catatan: Jumlah balita tahun 2003 diperkirakan 8,5% dari jumlah penduduk
WHO (1999) mengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi gizi kurang ke dalam 4
kelompok yaitu rendah (di bawah 10%), sedang (10-19%), tinggi (20-29%) dan sangat tinggi
(30%).
Dengan menggunakan pengelompokan prevalensi gizi kurang berdasarkan WHO, Indonesia
tahun 2004 tergolong negara dengan status kekurangan gizi yang tinggi karena 5.119.935 (atau
28.47%) dari 17.983.244 balita di Indonesia termasuk kelompok gizi kurang dan gizi buruk.
Angka ini cenderung meningkat pada tahun 2005-2006.
Gizi masih merupakan masalah serius pada sebagian besar Kabupaten/Kota, Data 2004
menunjukkan masalah gizi terjadi di 77,3% Kabupaten dan 56% Kota, dan besarnya angka ini
hampir sama jika dilihat menurut persentase keluarga miskin :

109 dari 347(31.4%) kabupaten/kota yang diklasifikasikan berisiko tinggi


67(19.3%) kabupaten/kota resiko sedang, dan
171 (49.2%) kabupaten/kota resiko rendah
Jumlah kasus gizi buruk yang dilaporkan Dinas Kesehatan Propinsi selama Januari-Desember
2005 adalah 75.671 balita
2.5

Fakta Tentang Gizi Buruk

1. Kondisi gizi buruk termasuk busung lapar dapat dicegah.


2. Gizi buruk adalah masalah yang bukan hanya disebabkan oleh kemiskinan, (masalah struktural)
tapi juga karena aspek sosial dan budaya hingga menyebabkan tindakan yang tidak menunjang
tercapainya gizi yang memadai untuk balita (masalah individual dan keluarga).
Di Pidie Aceh, Dinas Kesehatan dan UNICEF menemukan 454 balita dari 45.000 balita
mengalami gizi buruk akibat konflik dan tsunami. Di Gianyar, 80% balita yang mengalami gizi
buruk bukan berasal dari kelurga miskin (gakin).
Diperkirakan bahwa Indonesia kehilangan 220 juta IQ poin akibat kekurangan
gizi. Dampak lain dari gizi kurang adalah menurunkan produktivitas, yang diperkirakan antara
20-30%.
Anak yang kekurangan gizi pada usia balita akan tumbuh pendek, dan mengalami
gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak yang berpengaruh pada rendahnya tingkat
kecerdasan, karena tumbuh kembang otak 80 % terjadi pada masa dalam kandungan sampai usia
2 tahun.
Risiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang
normal. WHO memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh
keadaan gizi anak yang jelek. 6.7 juta balita atau 27.3% dari seluruh balita di Indonesia
menderita kurang gizi akibat pemberian ASI dan makanan pendamping ASI yang salah. 1.5 juta
diantaranya menderita gizi buruk.
Kurang Energi Protein (KEP) ringan sering dijumpai pada anak usia 9 bulan hingga 2
tahun, meskipun dapat juga dijumpai pada anak lebih besar.Beberapa penelitian menunjukkan

pada KEP berat resiko kematian cukup besar, yaitu sekitar 55%. Kematian ini seringkali terjadi
karena penyakit infeksi ( seperti Tuberculosis, Madang paru, infeksi saluran cerna) atau karena
gangguan jantung mendadak.
Tabel 2
Kekurangan vitamin, mineral dan elektrolit pada penderita KEP
No NAMA PENYAKIT

KEKURANGAN/

GEJALA DAN TANDA KLINIS

DEFISIENSI
Buta senja

Vitamin A

Mata kabur atau buta

Vitamin B1

Badan bengkak, tampak rewel, gelisah,

(xeroftalmia)
Beri-beri

pembesaran jantung kanan


Ariboflavinosis

Vitamin B2

Retak pada sudut mulut, lidah merah jambu


dan licin

Defisiensi B6

Vitamin B6

Cengeng, mudah kaget, kejang, anemia


(kurang darah), luka di
mulut

Defisiensi Niasin

Niasin

Gejala 3 D (dermatitis /gangguan kulit,


diare, deementia), Nafsu makan menurun,
sakit di ldah dan mulut, insominia, diare,
rasa bingung.

Defisiensi Asam folat

Asam folat

Anemia, diare

Defisiensi B12

Vitamin B12

Anemia, sel darah membesar, lidah halus


dan mengkilap, rasa mual, muntah, diare,
konstipasi

Defisiensi C

Vitamin C

Cengeng, mudah marah, nyeri tungkai

bawah, pseudoparalisis (lemah) tungkai


bawah, perdarahan kulit
Rakitis dan

Vitamin D

Osteomalasia

Pembekakan persendian tulang, deformitas


tulang, pertumbuhan gigi melambat,
hipotoni, anemia

Defisiensi K

Vitamin K

Perdarahan, berak darah, perdarahan hidung


dsb

Anemia Defisiensi

Zat besi

pucat, lemah, rewel

Seng

Mudah terserang penyakit, pertumbuhan

Besi
Defisiensi Seng

lambat, nafsu makan berkurang, dermatitis


Defisiensi tembaga

Tembaga

Pertumbuhan otak terganggu, rambut jarana


dan mudah patah, kerusakan pembuluh
darah nadi, kelainan tulang

Hipokalemi

kalium

Lemah otot, gangguan jantung

Defisiensi klor

klor

Rasa lemah, cengeng

Defisiensi Fluor

Fluor

Resiko karies dentis (kerusakan gigi)

Defisiensi krom

krom

Pertumbuhan kurang, sindroma like diabetes


melitus

Hipomagnesemia

magnesium

Defisiensi hormon paratiroid

Defisiensi Fosfor

Fosfor

Nafsu makan menurun, lemas

Defisiensi Iodium

Iodium

Pembesaran kelenjar gondok, gangguan


fungsI mental, perkembangan fisik

2.6

Analisis Masalah

Masalah gizi buruk pada anak balita yang meningkat akhir-akhir ini telah membangunkan
pemegang kebijakan untuk melihat lebih jelas bahwa anak balita sebagai sumber daya untuk
masa depan ternyata mempunyai masalah yang sangat besar.Berdasarkan angka human
development index (HDI), Indonesia menduduki peringkat ke 112 di dunia. Tidak tertutup
kemungkinan peringkat ini akan bergeser ke posisi lebih rendah (memburuk) apabila kondisi ini
tidak ditangani secara cepat dan tepat.
Kasus gizi buruk yang meningkat dan sangat ramai dibicarakan sejak ditemukan di NTB,
telah membuka mata kita tentang masalah gizi anak balita. Kenyataan di lapangan, setelah NTB,
hamper seluruh daerah di Indonesia segera melaporkan adanya kasus gizi buruk di wilayahnya.
Fenomena ini kemungkinan berkaitan dengan pengalokasian dana yang digulirkan oleh
pemerintah (Pusat) untuk penanggulangan kasus gizi buruk. Ironis memang.
Gizi buruk merupakan kejadian kronis dan bukan kejadian yang tiba-tiba. Pertanyaan yang
timbul adalah di mana laporan hasil pemantauan status gizi berada dan ke mana laporan tersebut
dikirimkan selama ini? Secara teknis, mestinya laporan tersebut berada di Dinas Kesehatan
(untuk Daerah) dan Departemen Kesehatan (untuk Pusat). Secara teknis pula, lembaga-lembaga
tersebut bertanggungjawab atas kajian data hasil pemantauan yang dilakukan secara berkala
mulai dari tingkat Puskesmas, dengan Posyandu sebagai ujung tombak sumber informasi.
Demikian pula institusi rumah sakit, merupakan unit pelayanan yang juga turut berkontribusi
atas tersedianya informasi kasus tersebut karena berkaitan dengan fungsinya sebagai pusat
rujukan kasus.
Departemen Kesehatan telah menyelenggarakan suatu pertemuan sosialisasi pencegahan
dan penanggulangan gizi buruk bagi pemegang kebijakan di Batam 6-8 Oktober 2005 (Regional
I) dan di Yogyakarta 11-13 Oktober 2005 (RegionalII). Pada pertemuan yang dihadiri oleh para
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Direktur Rumah Sakit Propinsi se-Indonesia tersebut telah
dibahas Rencana Aksi Nasional (RAN) Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk 2005-2009,
yang menginformasikan 70% dari anggaran yang tersedia akan di fokuskan pada promosi
kesehatan (dalam hal ini upaya promotif dan preventif).

Masalah Gizi di Indonesia Cenderung Meningkat :


Metrotvnews.com, Kupang: Acara wisuda di Universitas Nusa Cendana Kupang, NTT
dimulai dengan orasi ilmiah bidang gizi masyarakat yang disampaikan Dosen Fakultas
Kesehatan Masyarakat Intje Picauly.

Ia mengatakan masalah kurang gizi sering luput dari perhatian masyarakat. Padahal
menurutnya, sekitar 50 persen penduduk Indonesia mengalami aneka masalah gizi.

Keterlambatan penanganan kurang gizi memunculkan masalah serius yang berimplikasi


pada kualitas sumber daya manusia (SDM). Namun secara bersamaan, dia mengatakan Indonesia
juga mengalami masalah gizi lebih dengan kecenderungan yang semakin meningkat dari waktu
ke waktu. "Saat ini Indonesia tengah menghadapi masalah gizi ganda
2.7

Program Memberantas Gizi Buruk

Baru-baru ini, pemerintah kita membuat proyek Nice Indo, yang mempunyai tanggungjawab
besar untuk menemukan kasus gizi buruk disetiap wilayah Indonesia, terutama di pedesaan yang
terpencil dengan perberdayaan masyarakat.
Dengan program ini diharapkan masalah gizi buruk dapat segera diatasi salah satu
programnya adalah memberikan pengertian kepada masyarakat bahwa deteksi dini kasus gizi

buruk justru dilakukan oleh masyarakat itu sendiri sehingga ada intervensinya dapat dilakukan
sedini mungkin.
Program lainnya, disetiap puskesmas diharapkan tidak ada lagi kasus gizi buruknya terjadi.
Penderita gizi bukan semata-mata hanya sebagai symbol social, namun diamalkan dalam
menciptakan masyarakat Indonesia sehat dan cerdas.
Penyebab gizi buruk
Penyebab timbulnya gizi buruk dalam lingkungan keluarga adalah
1. Tidak mau atau jarang ke posyandu
2. Pola asuh anaknya kurang baik
3. Jumlah anak terlalu banyak
4. Kurangnya keharmonisan dalam rumah tangga
5. Miskin (itu yang paling utama)
6. Ketersedian pangan dalam rumah tangga sangat terbatas
7. Tingkat pendidikan yang rendah sehingga menimbulkan kurangnya pengetahuan tentang gizi
dan pola asuh anak serta tidak peduli dengan kebersihan dan kesehatan.
Cara Dan Strategi Menanggulangi Gizi Buruk
a) Cara menanggulangi kasus gizi buruk, di antara yang adalah sebagai berikut
Menimbulkan cakupan deteksi dini gizi buruk dengan cara penimbangan balita diposyandu
Meningkatkan kualitas dan cakupan tata laksana kasus gizi buruk di rumah sakit, puskesmas dan
rumah tangga
Mengadakan pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P) kepada balitanya kekurangan
gizi yang berasal dari keluarga miskin
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan itu terutama dalam memberikan asupan gizi
kepada anak
Memberikan suplemen gizi (kapsul vitamin A) kepada balitanya
b) Berikut adalah strateginya bisa dilakukan dalam mengatasi gizi buruk adalah sebagai berikut
Revitalisasi posyandu agar mendukung pemantauan pertumbuhan

Melibatkan peran aktif tokoh masyarakat, pemuka adat, tokoh agama dan kelompok potensial
lainnya
Menyediakan sarana dan prasarana pendukung
Meningkatkan kewaspadaan dini terhadap kejadian luar biasa gizi buruk
c) Strategi Penanganan gizi buruk :

Revitalisasi posyandu untuk mendukung pemantauan pertumbuhan

Melibatkan peran aktif tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuka adat dan kelompok potensial
lainnya.

Meningkatkan cakupan dan kualitas melalui peningkatan keterampilan tatalaksana gizi buruk

Menyediakan sarana pendukung (sarana dan prasarana)

Menyediakan dan melakukan KIE

Meningkatkan kewaspadaan dini KLB gizi buruk


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ada 4 faktor yang melatarbelakangi KKP yaitu : masalah social, ekonomi, biologi, dan
lingkungan. Kemiskinan salah satu determinan social ekonomi, merupakan akar dari ketiadaan
pangan, tempat mukim yang berjejalan, dan tidak sehat serta ketidakmampuan mengakses
fasilitas kesehatan. Malnutrisi masih saja melatarbelakangi penyakit dan kematian anak. Kurang
kalori protein sesungguhnya berpeluang menyerap siapa saja, terutama bayi dan anak yang
tengah tumbuh-kembang. Marasmus sering menjangkiti bayi yang baru berusia kurang dari 1
tahun, sementara kwashiorkor cenderung menyerang setelah mereka berusia 18 bulan. Penilaian
status gizi masyarakat memerlukan kebijakan yang menjamin setiap anggota masyarakat
mendapatkan makanan yang cukup jumlah dan mutunya. Gizi yang diperoleh seorang anak
melalui konsumsi makanan setiap hari. Kecukupan zat gizi berpengaruh pada kesehatan dan
kecerdasan anak.Kasus gizi buruk bukanlah jenis penyakit yang datang tiba-tiba begitu saja.
Tetapi karena proses yang menahun terus bertumpuk dan menjadi kronik saat mencapai

puncaknya. Masalah defisiensi gizi khususnya KKP menjadi perhatian karena berbagai penelitian
menunjukan adanya efek jangka panjang terhadap pertumbuhan dan perkembangan otak manusia
3.2 Saran
Ketidakseriusan pemerintah terlihat jelas ketika penanganan kasus gizi buruk terlambat
seharusnya penanganan pelayanan kesehatan dilakukan disaat penderita gizi buruk belum
mencapai tahap membahayakan. Setelah kasus gizi buruk merebak barulah pemerintah
melakukan tindakan ( serius ). Keseriusan pemerintah tidak ada artinya apabila tidak didukung
masyarakat itu sendiri. Sebab, perilaku masyarakat yang sudah membudaya selama ini adalah,
anak-anak yang menderita penyakit kurang mendapatkan perhatian orang tua. Anak-anak itu
hanya diberi makan seadanya, tanpa peduli akan kadar gizi dalam makanan yang diberikan.
Apalagi kalau persediaan pangan keluarga sudah menipis. Tanpa data dan informasi yang cermat
dan lengkap sebaiknya jangan terlalu cepat menyimpulkan bahwa adanya gizi buruk identik
dengan kemiskinan. Dan seharusnya para ibu mengupayakan sesuatu yang terbaik untuk anaknya
yang nantinya anak tersebut dapat menolong sang ibu. Ibu jangan mudah menyerah hadapilah
semuanya itu, saya yakin pasti akan ada jalan keluarnya
DAFTAR PUSTAKA
Short,John Rendle.1994. Ikhtisar Penyakit Anak jilid 1. Jakarta : Binarupa Aksara. Hal 142-144
,(

). Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya: Fakultas Kedokteran, hal :

321-334
Arisman.(2004).Gizi Dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu Gizi.www//http: dinkesdki.go.id.Tanggal 31Maret 2012.Jam 16.00 WIB
Anneahira, ( 2009).Ilmiah Gizi. file://D:/DokumenTingkat Ses 6 Makalah GiziBuruk/karyatulis-ilmiah-gizi.htm.Tanggal 31Maret 2012.Jam 16.00 WIB
AchaWaang,
(2009).MasalahGiziDiIndonesiaCenderungMenngkat.www//http:metrotvnews.com.read.news.
Tanggal 9 November 2011.Jam 16.00

Anda mungkin juga menyukai