Anda di halaman 1dari 38

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI
RUMAH SAKIT RSAU Dr. Esnawan Antariksa
Nama Mahasiswa

: Ardian Pratama (112013216)


Tiara Sarambu

Dr. Pembimbing

(112013045)

: DR. Rini , SP.S

I. IDENTITAS PASIEN
Nama Lengkap : Ny. S
Usia: 70 tahun
No. RM:
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Cawang, Jakarta

Jenis kelamin : Perempuan


Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Tanggal masuk : 23 Juli 2014

II. SUBJEKTIF
Dilakukan secara alloanamnesis dengan pasien pada Rabu, 24 Juli 2014 jam 14.00 WIB di
ruang ICU RSAU.
Keluhan utama

: Pasien tidak sadarkan diri sejak 3 hari SMRS

Keluhan tambahan : Batuk pilek dan sesak nafas satu minggu SMRS
Riwayat Penyakit sekarang :
Pasien datang dibawa oleh keluarga dengan keluhan tidak sadarkan diri sejak 3 hari
SMRS. Pasien juga dikeluhkan tidak bisa makan. Sejak 1 minggu SMRS pasien batuk
berdahak berwarna putih, tidak berdarah, dan ada sesak saat bernapas. Riwayat trauma
disangkal keluarga pasien. Demam disangkal keluarga pasien. Mual dan muntah juga
disangkal keluarga pasien.
Pasien memiliki riwayat stroke berulang sejak tahun 2012 dan 2013. Sejak stroke
1

terakhir, pasien memiliki kesulitan dalam menggerakkan anggota tubuhnya terutama bagian
kanan. Ada kesulitan berbicara namun pasien masih bisa makan dengan normal. 1 bulan
SMRS, terjadi penurunan dalam menggerakkan anggota badan pasien.
1 hari SMRS, perawat pribadi pasien menyadari mata pasien tidak bisa dibuka, dan
ketika disuap mulutnya tidak bisa membuka dan tidak dapat untuk mengunyah makanan.
Makanan yang diberikan saat itu adalah bubur lunak dan abon sapi. Tangan pasien yang
awalnya masih bisa digerakkan saat itu tidak dapat bergerak. Akhirnya pasien dibawa ke RS
keesokkan harinya karena tidak terjadi perbaikkan.
Di UGD RSAU, pasien diberikan penanganan berupa cairan melalui infus dan obatobatan dan dianjurkan untuk dirawat.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat stroke berulang namun tidak rutin berobat. Pasien
mengalami stroke pertama kali pada tahun 2012. Pasien mengalami pendarahan pada otak
kiri. Pasien sempat dirawat di rumah sakit. Stroke kedua terjadi saat akhir 2013. Pasien
datang dengan keluhan kejang di seluruh tubuh. Kejang terjadi kurang lebih 15 menit. Pasien
dirawat selama 3 hari di ICU dan dirawat di ruangan merpati selama 10 hari. Stroke yang
dialami pasien adalah stroke iskemik di otak kiri. Sejak terkena stroke kedua, pasien tidak
dapat berbicara dan sulit menggerakan kaki dan tangannya. Pasien namun pasien masih bisa
mengunyah makanan lunak dan memiliki perawat pribadi di rumah. Pasien beraktivitas
sehari-hari di tempat tidur saja, dibantu oleh perawatnya.
Pasien memiliki riwayat hipertensi dan diabetes mellitus sejak 5 tahun yang lalu.
Pasien juga sempat terkena serangan jantung 5 tahun yang lalu. Pasien juga memiliki riwayat
patah pada bahu kanan pada tahun 2013 saat dalam perjalanan menuju RS saat mengalami
serangan stroke kedua dan sejak itu pergerakan pasien dibatasi. Pasien rutin berobat untuk
hipertensinya hanya sampai tahun 2013, dan tidak dilanjutkan. Obatnya adalah valsartan 5
mg. Sedangkan untuk diabetesnya, obatnya masih diminum. Obat yang terus diminum
asetilsistein 200 mg dalam 5 bulan terakhir, neurodex, glukoneuron.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien memiliki 4 orang anak. Suami pasien sudah meninggal. Pasien tinggal
2

bersama seorang perawat dan anak bungsunya. Di keluarga pasien tidak ada yang menderita
penyakit darah tinggi maupun kencing manis. Hepatitis B juga disangkal oleh keluarga
pasien.
Riwayat Kebiasaan dan Sosial Ekonomi
Pasien memiliki tidak memiliki kebiasaan merokok. Pasien jarang berolahraga saat
muda dan senang mengkonsumsi makanan manis seperti cake dan biskuit. Pasien juga
senang makan makanan seperti jeroan dan daging kambing.
III.

OBJEKTIF

Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 24 Juli 2014.


1.

Status Pasien

Keadaan Umum : Tampak sakit berat

Kesadaran

Kesan Gizi

: kurang

Tanda Vital

Tekanan Darah

: 150/100 mmHg

Nadi

: 82x/menit

Pernapasan

: 24x/menit

Suhu

: 36,8 oC

2. Status Generalis
Kepala :
normocephali, deformitas (-), warna rambut putih dan tipis, distribusi merata,
tak mudah dicabut.
Wajah :
Ekspresi sakit sedang, pucat (-), kemerahan (-) sianosis (-), wajah simetris.
3

Mata dan alis mata :


alis hitam beruban simetris. Edem palpebra (-), Konjungtiva anemis (-/-) ,
Sklera Ikterik (-/-)
Hidung :
bentuk normal, liang hidung lapang sama besar, Simetris, septum deviasi (-),
deformitas (-), sekret (-/-), hiperemis (-/-), deviasi septum (-/-).
Telinga :
Normotia, liang telinga lapang, refleks cahaya membran timpani (+/+),
sekret/serumen/darah (-/-), benjolan dan nyeri tekan sekitar liang telinga (-/-).
Mulut :
- bentuk normal, agak kering, bibir simetris, sianosis (-) Kering (+) pecah-

pecah, sianosis(-),
gigi dan gusi : oral higiene kurang, flek/bolong/karies gigi (+), gusi warna

pink ungu, tanda inflamasi dan perdarahan gusi (-), lidah normoglossi
mukosa faring dan tonsil : warna pink tanpa bercak. Ulkus palatum (-),

Leher :

bau napas (+), detritus dan kriptus tonsil (-)


uvula : ditengah, warna pink, hiperemis (-), tonsil ukuran T1/T1

bentuk & ukuran normal, deviasi trakea (-), KGB & kelenjar thyroid normal,
Thoraks
Paru
Inspeksi

:warna kulit sawo matang, sternum normal datar, tulang iga &

sela iga normal, Hemithoraks simetris, retraksi sela iga (-).


Palpasi

:pergerakan dada kanan dan kiri simetris saat inspirasi dan

ekspirasi,
Perkusi

:Sonor. Batas paru dengan hepar, jantung kanan, lambung,

jantung kiri normal.


Auskultasi

: Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis terlihat

Palpasi

: Ictus cordis teraba di ICS V, 1 cm medial linea

midclavicularis sinistra, thrill (-)


4

Perkusi

: sonor. batas jantung dengan paru kanan, paru kiri, batas atas

jantung normal.
Auskultasi

: BJ I-II regular , murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi

: Normal, datar, simetris

Palpasi

: Supel, massa (-), turgor normal, rigiditas (-), Nyeri Tekan (-),

Nyeri Lepas (-), hepar, lien, vesica vellea normal, undulasi (-), ginjal
ballotement (-)
Perkusi

: 4 kuadran abdomen timpani, batas atas dan bawah hepar

normal, shifting dullnes (-)


Auskultasi

: Bising usus (+) normal sedikit meningkat

Ekstremitas Atas
Inspeksi : Bentuk, Bulu rambut, Jari, Kuku, Telapak tangan, Punggung tangan Normal.
Kulit kering pecah-pecah.
Palpasi : hangat (+/+), oedem (-/-).
Ekstrimitas Bawah
Inspeksi : bentuk, bulu rambut, jari, kuku, telapak kaki normal, kulit kering pecahpecah.
Palpasi : Akral hangat (+/+), oedem (-/-),
3. Status Neurologis
Kesadaran Kualitatif

: Apatis

Kesadaran Kuantitatif

: E3V1M5, GCS 9

Gerakan Abnormal

: tidak ada

Tanda Rangsang Meningeal :


Kaku kuduk

:+

Brudzinski I

:+

Brudzinski II : +
Lasegue

:+

Kernig

:+
5

Saraf kranialis
Kanan

Kiri

Subjektif

Tidak ada keluhan

Tidak ada keluhan

Objektif

Tidak Dapat Dinilai

Tidak Dapat Dinilai

Tidak Dilakukan

Tidak Dilakukan

Tidak Dapat Dinilai

Tidak Dapat Dinilai

Tidak Dapat Dinilai

Tidak Dapat Dinilai

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Ditengah

Ditengah

Ke segala arah

Ke segala arah

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

3 mm

3 mm

N. I

N. II

Visus

Lapang Pandang

Melihat warna

Funduskopi
N. III, IV, VI

Kedudukan bola Mata

Gerakan Bola mata

Nistagmus

Diplopia

Ptosis

Pupil : diameter

Refleks cahaya

Langsung

Tidak langsung
N. V

Motorik

Tidak Ada kelainan

Tidak Ada kelainan

Sensorik

(+)

(+)

Refleks kornea

(+)

(+)

N. VII

Mengerutkan dahi

(+)

(+)

Menutup mata

(+)

(+)

Sikap mulut saat

Tak tampak kelainan

Tak tampak kelainan

(-)

(-)

istirahat

Menyerigai

(-)

(-)

Mencucu

(-)

(-)

Kembung pipi

Tidak Dapat Dinilai

Tidak Dapat Dinilai

(-)

(-)

Rinne

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Weber

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Schwabach

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Indera pengecap
N. VIII

Mendengar suara bisik

Uji garputala :

N. IX, X

Disfagia

(-)

(-)

Disfonia

(-)

(-)

Disastria

(-)

(-)

Menelan

(-)

(-)

Refleks muntah

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Ditengah

Ditengah

Uvula
N. XI

M. Trapezius

Tidak tampak kelainan

Tidak tampak kelainan

M.

Tidak tampak kelainan

Tidak tampak kelainan

Sternocleidomastoideus
N. XII
Lidah

Tremor

(-)

Atrofi

(-)

Fasikulasi

Pergerakan lidah

Penjuluran lidah

Lidah dalam keadaan

(-)
Tidak tampak kelainan
(-)
(-)

istirahat
Badan dan Anggota Gerak
Ekstermitas atas
Trofik
Tonus
Kekuatan motorik
Refleks biceps
Refleks triceps
Sensibilitas

Kanan

Kiri

Eutrofik
Hipotoni
3
(+)
(+)

Eutrofik
Normotoni
5
(+)
(+)

Raba

(+)

(+)

Nyeri

(+)

(+)

Suhu

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Posisi/gerak

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

(-)

(-)

Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan

Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan
Tidak Dilakukan

Hipotoni
3
(+)
(+)

Normotoni
5
(+)
(+)

Vibrasi
Refleks patologis
Hoffman Tromer
Tubuh
Refleks abdomen atas
Refleks abdomen bawah
Refleks anus superfisialis
Ekstermitas bawah
Tonus
Kekuatan motorik
Refleks patella
Refleks archilles
Sensibilitas

Raba

(+)

(+)

Nyeri

(+)

(+)

Suhu

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Posisi/gerak

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Refleks Babinski

(-)

(-)

Cara Chaddock

(-)

(-)

Vibrasi
Refleks patologis

Cara Gordon

(-)

(-)

Cara Oppenheim

(-)

(-)

Cara Gonda

(-)

(-)

Cara Schaefer

(-)

(-)

(-)

(-)

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

(-)

Klonus
Koordinasi
Uji telunjuk hidung
Uji Tumit Lutut
Romberg
Gerakan involunter
Tremor

Khorea

Balismus

Mioklonus

Atetosis

Distonia

Spasme

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium tanggal 23 Juli 2014
Lab Hematologi dan Biokimia
Pemeriksaan
Hemoglobin
Lekosit
Trombosit
Hematokrit
Ureum
Creatinin
GDS
K+
Na+
Cl-

Hasil
13,3
11.700
132.000
35
21
0,60
112
3,7
115
81

Nilai Referensi
P : 13,2-17,3 g/dl
P : 5000- 10.600/mm3
150-440 ribu/mm3
P: 40-52%
10-50 mg/dL
0.6-1.1 mg/dL
<200 mg/dL
3,50-5,50 mmol/l
135,0-145,0 mmol/l
98,0-108,0 mmol/l

CT Scan kepala potongan axial tanggal 23 Juli 2014 hasil :


9

Perifer Sulci dan cysterna melebar.

Tampak lesi hipodens di basal ganglia kiri dan parietal kiri

Perdarahan intraventrikel lateralis kanan

System ventrikel tampak simetris melebar

Tak tampak midline shift

Defferensiasi gray dan white matter tak terganggu

Pons, CPA dan cerebellum normal.

Kesan:
1.

Atrofi serebri

2.

Infark di basal ganglia kiri dan parietalis kiri

3. Perdarahan di intraventrikel lateralis kanan


Gambar 1. CT Scan cervical Ny. S tanggal 14 Juli 2014
V.

RINGKASAN
Wanita, 70 tahun datang keluhan tidak sadarkan diri sejak 3 hari SMRS. Pasien tidak

bisa makan. Sejak 1 minggu SMRS pasien batuk berdahak berwarna putih dan sesak saat
bernapas.
Pasien memiliki riwayat stroke berulang sejak 2012 dan 2013. Sejak stroke terakhir
pasien memiliki kesulitan dalam menggerakkan anggota tubuhnya terutama bagian kanan.
Ada kesulitan berbicara namun pasien masih bisa makan dengan normal. 1 bulan SMRS
terjadi penurunan signifikan dalam menggerakkan tubuhnya sehingga gerakan pasien terbatas
hanya di tempat tidur.
Pasien memiliki riwayat hipertensi dan DM yang tidak terkontrol sejak tahun 2013.
Obat yang terus diminum asetilsistein 200 mg dalam 5 bulan terakhir, neurodex,
glukoneuron. Pasien jarang berolahraga saat muda dan senang mengkonsumsi makanan
manis seperti cake dan biskuit. Pasien juga senang makan makanan seperti jeroan dan daging
kambing.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, kesadaran CM
Apatis dengan GCS 9, kesan gizi kurang. Tanda vital didapatkan TD: 115/100 mmHg, N: 82
10

x/menit, Pernafasan: 24 x/menit, suhu: 36,8c. Status generalis didapatkan dalam batas
normal.
Pada pemeriksaan neurologis yaitu saraf cranialis, dimana N. III, IV, VI, V, VII
normal, sedangkan pemeriksaan saraf cranial lain sulit dinilai. Pada pemeriksaan ekstremitas
atas didapatkan eutrofik pada kanan dan kiri, hipotonus pada kanan dan normotonus pada
kiri, kekuatan motorik 3 pada kanan, 5 pada kiri, reflex biceps dan triceps + pada kanan dan
kiri. Pada ekstremitas bawah, hipotoni pada ekstremitas kanan, dan normotoni pada
ekstremitas kiri, kekuatan motorik 3 pada kanan, 5 pada kiri. Didapatkan kaku kuduk.
Pemeriksaan penunjang pada tanggal 23 juli 2014 didapatkan Hb 13,3, Leukosit
11.700, Trombosit 132.000, Hematokrit 35, Ureum 21, Creatinin 0,60, GDS 112, K+ 3,7,
Na+ 115, Cl- 81. Pada CT Scan pada tanggal 23 Juli 2014 potongan axial didapatkan kesan
atrofi cerebri infark pada basal ganglia kiri dan parietalis kiri dan perdarahan pada
intraventrikel lareralis kanan.
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis

: Hemiparese dextra dan afasia global.

Diagnosis Topik

: Infark basal ganglia kiri dan parietalis kiri dan

perdarahan intraventrikel lateralis kanan

VII.

Diagnosis Etiologi

: Stroke Hemorragik intraventrikel lateralis kanan

Diagnosis Banding

: Stroke Iskemik

PEMERIKSAAN YANG DIANJURKAN

Foto rongen thorax AL/Lateral

MRI

Angiografi

VIII.

RENCANA PENGELOLAAN
-

O2 3lpm

IV FD Ringer Asering 20 tpm

Brain Act 2x1000 mg


11

Neurobion 5000 drip 1x/hari

Amlodipin 5 mg 1x1

Clopidogrel 1x1

Ceftriaxone 1g 1x1

Ranitidine 1x1

Candesartan 1x8 mg

PROGNOSIS
Quo ad Vitam

: Dubia et Bonam

Quo ad Funcionam

: Dubia et Malam

Quo ad Sanationam

: Dubia et Malam

CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal 24 Juli 2014
S

Tidak ada Keluhan

KU : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Apatis
GCS : 9
Tanda Vital

TD

: 140/100mmHg

Nadi

: 84 x/menit

Suhu

: 35,5c

Respirasi

: 18 x/menit

N. XII
Lidah

Tremor

(-)

Atrofi

(-)
12

Fasikulasi

(-)

Pergerakan lidah

(-)

Penjuluran lidah

Lidah dalam keadaan

(-)
(-)

istirahat

Ekstremitas:
Motorik

2-

2-

Stroke berulang
Geriatric Problem
DM

Terapi lanjut

Tanggal 4 Agustus 2014


S

Tidak ada keluhan

KU : apatis
Kesadaran : Apatis
GCS : 9
Tanda Vital

TD

: 150/90 mmHg

Nadi

: 84 x/menit

13

Suhu

: 36,8c

Respirasi

: 20 x/menit

N. XII
Lidah

Tremor

(-)

Atrofi

(-)

Fasikulasi

Pergerakan lidah

Penjuluran lidah

Lidah dalam keadaan

(-)
(-)
(-)
(-)

istirahat

Ekstremitas:
Motorik

Stroke berulang
Geriatric Problem
DM

Terapi lanjut
Ceftriaxon stop
Fisioterapi
PEMBAHASAN

Pengertian Stroke dan Stroke Hemoragik


14

Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara
cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dan gejala-gejala yang berlangsung selama
24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular
intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid
atau langsung ke dalam jaringan otak [1]
Epidemiologi Stroke dan Stroke Hemoragik
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama
kecacatan. [2] Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang
sepertiganyaakan meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan
hidup dengan kekacauan, d a n s e p e r t i g a s i s a n y a d a p a t s e m b u h k e m b a l i
seperti semula. Dari keseluruhan data di dunia, tern yata stroke sebagai
pen yebab kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta)dari total kematian per
tahunn ya.

[3]

Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya


dimana 10-15% merupakan stroke hemoragik khususnya perdarahan intraserebral.
Mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat dari pada
s t r o k e iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien yang mendapatkan
kembali kemandirian fungsionalnya. S e l a i n

itu

ada

sekitar

40-80%

a k h i r n y a meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal
pada 48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, a d a 4 7 % wanita
dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78%) berumur lebih dari 60 tahun.
Pasien

dengan

umur

lebih dari

75 tahun

dan

berjenis

kelamin

laki-

lakimenunjukkan outcome yang lebih buruk. [2]

Etiologi Stroke Hemoragik


Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu:[4]

Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)

Ruptur kantung aneurisma


15

Ruptur malformasi arteri dan vena

Trauma (termasuk apopleksi tertunda pasca trauma)

Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP,

gangguan

fungsi

koagulan,

hati,

komlikasi

obat

trombolitik

atau

anti

hipofibrinogenemia, dan hemofilia.

Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.

Septik embolisme, myotik aneurisma

Penyakit inflamasi pada arteri dan vena

Amiloidosis arteri

O b a t v a s o p r e s s o r, k o k a i n , h e r p e s s i m p l e k s e n s e f a l i t i s , d i s e k s i
a r t e r i veretbral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis

3.4

Faktor Resiko Stroke Hemoragik


Faktor yang berperan dalam meningkatkan resiko terjadinya stroke hemoragik

dijelaskan dalam table berikut : [5]


Faktor Resiko
Umur

Keterangan
Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada
mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk

Hipertensi

setiap 10 tahun di atas 55 tahun.


Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini
berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko
perdarahan, atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya,
risiko stroke pada tingkat hipertensi sistolik kurang dengan
meningkatnya umur, sehingga ia menjadi kurang kuat, meskipun

Seks

masih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini pada orang tua.
Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki
berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum

Riwayat keluarga

usia 65.
Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara
kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki16

laki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan genetik untuk


stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia menunjukkan
tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada laki-laki yang ibu
kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan laki-laki
tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga
tampaknya berperan dalam kematian stroke antara populasi
Diabetes mellitus

Kaukasia kelas menengah atas di California.


Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes
meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat
hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes.
Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia
serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang
besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal

Penyakit jantung

pada mikrosirkulasi serebral.


Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih
dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang
fungsi jantungnya normal.
Penyakit Arteri koroner

Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular


aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural karena
miocard infarction.
Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :
Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat

terkait

dengan

stroke

emboli

dan

fibrilasi

atrial

karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke


sebesar 17 kali.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti
17

prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium,


aneurisma septum atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari
ascending aorta.
Beberapa laporan,

Merokok

termasuk

meta-analisis

angka

studi,

menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan


risiko

stroke

untuk

segala

usia

dan

kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan jumlah


batang rokok yang dihisap, dan penghentian merokok mengurangi
risiko, dengan resiko kembali seperti bukan perokok dalam masa
Peningkatan

lima tahun setelah penghentian.


Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit

hematokrit

melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah


dari

isi

sel

darah

merah;

plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan


penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan
gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan
penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh
kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat
trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadangPeningkatan

kadang dapat terjadi.


Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke

tingkat fibrinogen trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat,
dan

kelainan seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta protein S dan

system pembekuan berhubungan dengan vena thrombotic.


Penyalahgunaan
Obat yang telah berhubungan dengan
obat

stroke

termasuk

methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.


Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang dapat
mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau fokus bidang
iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah hipersensitivitas
vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan subarachnoid dan

Hiperlipidemia

difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain.


Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan
18

penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang


jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor
risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di
bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan
bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan
Kontrasepsi oral

yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.


Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke
pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan
masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor
risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme
diduga meningkat koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang

Diet

produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun


Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid
dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa
muda. Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke
termasuk efek pada darah tekanan, platelet, osmolalitas plasma,
hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa
menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran
otak dan autoregulasi.
Kegemukan

Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas
telah

secara

konsisten

meramalkan

berikutnya

stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh


adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30%
di atas rata-rata kontributor independen ke-atherosklerotik infark
Infeksi

otak berikutnya.
Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui
pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah.
Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan
19

arteritis otak dan infark.


dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi dan

Sirkadian
faktor

musim siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa perubahan
diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin relevan untuk stroke.
Hubungan antara variasi iklim musiman dan stroke iskemik telah
didalihkan. Peningkatan dalam arahan untuk infark otak diamati di
Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi negatif
dengan kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman
telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam
usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif, dan pada
orang dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.

Patogenesis Stroke Hemoragik


A. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau amfetamin dapat
menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi sangat tinggi. Pada beberapa
orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak.
Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat menyebabkan
perdarahan.[6]
Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat lahir, luka,
tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan
antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi.

Pendarahan gangguan dan penggunaan

antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari perdarahan intraserebral.[6]


B. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala.

Namun, perdarahan

karena cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke.[6]
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan yaitu,
ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh.
Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah
20

arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah dari dinding
arteri itu.[6]
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada saat
kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun dimana
tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah
hasil dari aneurisma kongenital.7
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari pecahnya
koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak.
Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya
diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup
jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasok otak, dan
menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri kemudian dapat melemah dan pecah.[6]
Patofisiologi Stroke Hemoragik
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam
waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh
menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas
(stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh
iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di
sekitarnya.[7]
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen
pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada
kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi,
yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi
yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.[7]
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan
otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus
lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia,
gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.
[7]

21

Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik


kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior
dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan
bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbik.
[7]

Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial


dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori.[7]
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang
disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia
basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan
terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan
menyebabkan defisit sensorik.[7]
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan
otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan
infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan
tergantung dari lokasi kerusakan:[7]

Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular).

Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia


(traktus piramidal).

Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah
ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus
spinotalamikus).

Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus),


singultus (formasio retikularis).

Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan
persarafan simpatis).

Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf
hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf
okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).

Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran

22

tetap dipertahankan).
Gejala Klinis Stroke Hemoragik
Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan perdarahan
intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik, hipertensi
biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum pada stroke
hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan
tekanan intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.[2]
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika
belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari hemiparesis kanan,
kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi, bidang visual kana terpotong,
dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah
sindrom hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan
memotong bidang visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan
pengabaian dan kekurangan perhatian pada sisi kiri.[2]
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan kompresi
batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat kesadaran, apnea,
dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau batang otak antara lain:
ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis,
hemisensori atau kehilangan sensori dari semua empat anggota, gerakan mata yang
mengakibatkan kelainan diplopia atau nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia,
wajah ipsilateral dan kontralateral tubuh.[2]
A. Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah penderita,
serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada orang tua,
sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada.

Gejala disfungsi otak menggambarkan

perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan.

Beberapa gejala, seperti

kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu
sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu
atau hilang.

Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual,
23

muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik
untuk menit.[8]
B. Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan pada
saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang
menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:[8]

Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut
sakit kepala halilintar)

Sakit pada mata atau daerah fasial

Penglihatan ganda

Kehilangan penglihatan tepi

Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma. Individu
harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.[8]
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan
mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan kehilangan kesadaran
singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum mencapai rumah sakit.
Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun,
merasa bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin
menjadi tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. [8]
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi
lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala
terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. [2]
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan
kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: [2,8]

Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)

Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh

Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa


Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa menit atau

jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah perdarahan
24

subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya, seperti: [2,8]

Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid

dapat

membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan serebrospinal)
dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya, darah terakumulasi dalam otak,
peningkatan tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan
gejala seperti sakit kepala,

mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah

dan dapat meningkatkan risiko koma dan kematian.

Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat
kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak.

Kemudian, jaringan otak tidak

mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati, seperti pada stroke iskemik.
Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip dengan
kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu

stroke

iskemik,

seperti

sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau

memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu.

Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam seminggu.

C. Pendarahan Intraventrikel
Pendarahan dalam intraventrikel dapat mengakibatkan kehilangan kesadaran mendadak.
Dengan pendarahan yang hebat, kematian dapat terjadi akibat tekanan yang berasar dari
system ventrikel. Darah di ventrikel sendiri tidak secara langsung menimbulkan kerusakan.
Penyebab paling umum pendarahan intraventrikel dalah pendarahan subaraknoid.

Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik


Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien.
Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain: hemiparesis,
gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia. Vertigo, afasia,
disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang keseluruhannya terjadi
secara mendadak. [1]
Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian berdasarkan
25

Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan prognosis pada pasien
stroke dengan perdarahan intraserebral.[9]

Khusus untuk manifestasi perdarahan subaraknoid, pada banyak studi mengenai


perdarahan subaraknoid ini dipakai sistem skoring untuk menentukan berat tidaknya keadaan
perdarahan subaraknoid ini dan dihubungkan dengan keluaran pasien. [10]
Sistem grading yang dipakai antara lain :

Hunt & Hess Grading of Sub-Arachnoid Hemorrhage


Grade
I
II

Kriteria
Asimptomatik atau minimal sakit keoala atau leher kaku
Sakit kepala sedang hingga berat, kaku kuduk, tidak ada defisit

III
IV

neurologis
Mengantuk, kebingungan, atau gejala fokal ringan
Stupor, hemiparese sedang hingga berat, kadang ada gejala deselerasi

awal
Koma

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan


menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita

26

stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit, dan
kadar serum glukosa. [2]
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah
langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan.
Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta dapat menidentifikasi
komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non
kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang dapat digunakan.2
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari
stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari patologi intrakranial
lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter
lebih dari 1 cm.2
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa
diandalkan daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi
malformasi vaskular yang mendasari atau lesi yang menyebabkan perdarahan.2
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG) untuk
Versi orisinal:
memulai
Disritmia
dan iskemia
miokard
memiliki
= (0.80 memonitor
x kesadaran)aktivitas
+ (0.66hantung.
x muntah)
+ (0.33 jantung
x sakit kepala)
+ (0.33x
tekanan
darah
2
diastolik)
(0.99 xdengan
atheromal)
3.71.
kejadian
signifikan
stroke.
karena tidak seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di atas, maka untuk
Versi Oleh
disederhanakan:
= (2.5 x kesadaran)
+ (2 xdapat
muntah)
+ ( 2 xdengan
sakit kepala)
(0.1misalnya
x tekanansistem
darahskoring
diastolik)

memudahkan
pemeriksaan
dilakukan
sistem +lain,
yaitu
(3 x atheroma) 12.
sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat pasien masuk Rumah Sakit. Sistem
Kesadaran:
skoring
yang sering digunakan antara lain:
Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2
Muntah: tidak = 0 ; ya = 1
SakitHospital
kepala dalam
Siriraj
Score2[11]jam: tidak = 0 ; ya = 1
Tanda-tanda ateroma: tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma = 1
(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)
Pembacaan:
Skor > 1 : Perdarahan otak
< -1: Infark otak
Sensivitas : Untuk perdarahan: 89.3%.
Untuk infark: 93.2%.
Ketepatan diagnostic : 90.3%.

27

Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti: ensefalitis,


meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik, perdarahan subaraknoid,
hematoma subdural, kedaruratan hipertensif, hipoglikemia, labirinitis, dan Transient
Ischemic Attack (TIA).2
Locked-in syndrome
The locked-in syndrome (pseudocoma) mendiskripsikan pasien yang sadar namun tidak
dapat berkomunikasi secara verbal karena paralisis komplit. Pada hamper semua otot
volunteer kecuali mata. Pada Total locked- in syndrome, pasien bahkan tidak dapat
menggerakan keduanya.
Penyebab dari locked-in syndrome
1. Amyotropic lateral sclerosis
2. multiple sclerosis
3. lesi pada ventral pons (paling umum) baik akibat trauma maupun stroke
Pasien Locked-in syndrome (LIS) secara sekilas memang nampak seperti paasien pada fase
28

vegetative atau pasien yang mengalami mustisme akinetik.pada LIS, komunikasi dengan
menggunakan gerakan mata sebagai evaluasi kognitif dan emosional sangat sulit dan terbatas
karena penggunaan bola mata sangat inkostisten. Studi terbaru menunjukkan waktu
mendiagnosis LIS minimal mencapai 3 bulan, bahkan pada beberapa kasus bisa mencapai 46 tahun.
Pasien LIS yang mengalami perbaikan motorik yang signifikan sangat jarang. Sebagian besar
tidak dapat mengalami pemulihan motorik kembali. Dan 90% pasien LIS dalam 4 bulan
pertama meninggal. Namun banyak juga pasien yang dapat hidup hingga puluhan tahun.12
Penatalaksanaan Stroke Hemoragik
A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
2. Terapi umum (suportif)
a. stabilisai jalan napas dan pernapasan
b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi
c. pemeriksaan awal fisik umum
d. pengendalian peninggian TIK
e. penanganan transformasi hemoragik
f. pengendalian kejang
g. pengendalian suhu tubuh
h. pemeriksaan penunjang
B. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Terapi medik pada PIS akut:
a. Terapi hemostatik 1
Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat haemostasis
yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap pengobatan faktor
VIII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi
yang normal.
29

Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.


Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant,
tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.
b. Reversal of anticoagulation 1
Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh
frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent
coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan
FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan
ginjal.
Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90g/kg pada pasien PIS yang memakai
warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini
harus tetap diikuti dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K karena
efeknya hanya beberapa jam.
Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight heparin
diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau adanya
gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi
platelet, atau keduanya.
Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian
obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM

Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap


kontroversial.

Tidak dioperasi bila: 1

Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.

Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan
intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.

Dioperasi bila: 1

30

Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau


kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus
secepatnya dibedah.

PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma


cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi
strukturnya terjangkau.

Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.

Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda


dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.

B. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid


1. Pedoman Tatalaksana 1
a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk upaya
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan dengan
lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit.
Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-kelainan
neurologi yang timbul.
b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih intensif: 1
Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang gawat
darurat.
Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas
yang adekuat.
Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan penilaian
status neurologi.
2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA 1
31

a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi saja tidak
direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi PSA, namun
kedua hal tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien dengan PSA.
b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan pada
keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya
vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada operasi yang ditunda.
c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.
d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.
3. Operasi pada aneurisma yang rupture 1
a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan ulang
setelah rupture aneurisma pada PSA.
b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA,
banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak
berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien
dengan grade yang lebih baik serta lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan
klinis lain, operasi yang segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada
situasi klinik khusus.
c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk
perdarahan ulang.

4. Tatalaksana pencegahan vasospasme 1


a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau secara
oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti
memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Calcium
antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau intravena tidak bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu
hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan mempertahankan cerebral
perfusion pressure sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat

32

vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada


pasien yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasienpasien yang gagal dengan terapi konvensional.
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
Pencegahan vasospasme:
Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
Jaga keseimbangan cairan.
Delayed vasospasm:
Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure 12-14
mmHg.
Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
Berikan Dobutamine 2-15 g/kg/menit.
5. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering dipakai
adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid dengan dosis
6-12 g/hari.1
6. Antihipertensi 1
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik
(TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum
tindakan operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari
90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai
mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit.
33

Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan


memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang
mungkin terjadi akibat vasospasme.
7. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu diberikan
NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam dan
tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg
dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena
menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan
hiponatremi.1
8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak
direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien yang mungkin
timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media,
kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko perdarahan ulang yang
disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis.1
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis
100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis
terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang.1
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang
tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai
faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada arteri
serebri media.1
9. Hidrosefalus 1
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
34

Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau drainase
eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi perdarahan ulang
dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara temporer
atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.
10. Terapi Tambahan 1
a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular. Mencegah
trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic compression
devices.
b. Analgesik:
Asetaminofen -1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
Tylanol dengan kodein.
Hindari asetosal.
Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:

Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.

Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.

Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.

Propofol 3-10 mg/kg/jam.

Cegah terjadinya stress ulcer dengan memberikan:

Antagonis H2

Antasida

Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.

Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari.

Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.


Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik
35

Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling


ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan
deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi
neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi
neurologis dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan
mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul.
Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari
disabilitas permanen.2
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta
ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan
prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah
yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome
fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam
ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome
fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.2
Pencegahan Stroke Hemoragik
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan mengatasi
berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko tinggi
yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah:1

Mengatur pola makan yang sehat


Melakukan olah raga yang teratur
Menghentikan rokok
Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
Memelihara berat badan yang layak
Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor

risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi
seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya.1
36

DAFTAR PUSTAKA
1. Kelompok

Studi

Stroke

Perhimpunan

Dokter

Spesialis

Saraf

Indonesia.Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis


Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.
2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview. Access on : September 29,
2012.
3. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6.EGC,
Jakarta. 2006
4. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003
5. Ropper AH, Brown RH. Adams dan Victors Principles of Neurology. Edisi 8. BAB 4.
Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill:
New York.2005
6. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York.
Thieme Stuttgart. 2000.
7. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta,
2007.
8. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Available at:
http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html. Access On : October 1,
2012
9. Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006. Diunduh
dari:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.pdf/
13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.html [Tanggal: 2 Oktober 2012]
10. Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM, 2007. Diunduh
dari:
http://images.omynenny.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/R@uuzQoKCrsAA
FbxtPE1/SAH%20traumatik%20Neurona%20by%20Taufik%20M.doc?nmid=88307927
37

[Tanggal: 2 Oktober 2012]


11. Poungvarin, N. Skor Siriraj stroke dan studi validasi untuk membedakan perdarahan
intraserebral

supratentorial

dari

infark.

Diunduh

dari:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1670347/. [Tanggal: 2 Oktober 2012]


12. Agranoff, Adam B. Stroke Motor Impairment. Downloaded from emedicine.
Retrieved 06-08-2014

38

Anda mungkin juga menyukai