Lapsus AA
Lapsus AA
Anemia Aplastik
Oleh:
Akhmad Setyo Rahman, S.Ked
I1A010092
Pembimbing:
dr. Nyoman Suarjana, Sp.PD
Anemia Aplastik
Oleh
Akhmad Setyo Rahman, S. Ked
Pembimbing
dr. Nyoman Suarjana, Sp.PD
Banjarmasin,
Mei 2014
..
(dr. Nyoman Suarjana, Sp.PD)
.
(dr. Nyoman Suarjana, Sp.PD)
DAFTAR I
2
HALAMAN JUDUL................................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................2
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................3
DAFTAR TABEL....................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................7
2.1.
Anemia aplastik.........................................................................................7
2.1.1.
Epidemiologi......................................................................................7
2.1.2.
Etiologi...............................................................................................8
2.1.3.
Patolofisiologi..................................................................................11
2.1.4.
2.1.5
Pemeriksaan penunjang....................................................................15
2.1.6.
Diagnosis..........................................................................................15
2.1.7.
Diagnosis banding............................................................................17
2.1.8.
Prognosis..........................................................................................15
2.1.7.
Diagnosis banding............................................................................17
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Anemia Aplastik
Anemia aplastik adalah kegagalan sumsum tulang baik secara fisiologis
maupun anatomis. Penyakit ini ditandai oleh penurunan atau tidak ada faktor
pembentuk sel darah dalam sumsum tulang, pansitopenia darah perifer, tanpa
disertai hepatosplenomegali atau limfadenopati. Penanganan anemia aplastik
masih merupakan masalah yang penting karena patofisiologi penyakit ini masih
belum pasti. Tata laksana anemia aplastik terdiri dari tata laksana suportif terhadap
keadaan yang disebabkan oleh pansitopenia
perdarahan, serta tata laksana serta pengobatan yang bertujuan untuk mengganti
sel induk yang gagal dalam memproduksi sel-sel darah dan menekan proses
imunologis yang terjadi.2,3
2.1.1. Epidemiologi
Anemia aplastik jarang ditemukan. Insidensi bervariasi di seluruh dunia,
berkisar antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun. Analisis
retrospektif di Amerika Serikat memperkirakan insiden anemia aplastik berkisar
antara 2 sampai 5 kasus persejuta penduduk pertahun. The Internasional Aplastic
Anemia and Agranulocytosis Study dan French Study memperkirakan ada 2 kasus
persejuta orang pertahun. Frekuensi tertinggi anemia aplastik terjadi pada orang
berusia 15 sampai 25 tahun; peringkat kedua terjadi pada usia 65 sampai 69 tahun.
Anemia aplastik lebih sering terjadi di Timur Jauh, dimana insiden kira-kira 7
kasus persejuta penduduk di Cina, 4 kasus persejuta penduduk di Thailand dan 5
kasus persejuta penduduk di Malaysia. Penjelasan kenapa insiden di Asia Timur
lebih besar daripada di negara Barat belum jelas. Peningkatan insiden ini
diperkirakan berhubungan dengan faktor lingkungan seperti peningkatan paparan
dengan bahan kimia toksik, dibandingkan dengan faktor genetik. Hal ini terbukti
dengan tidak ditemukan peningkatan insiden pada orang Asia yang tinggal di
Amerika.3,4
2.1.2. Etiologi
Anemia aplastik biasanya disebabkan oleh dua faktor penyebab yaitu
faktor primer dan sekunder. Untuk faktor primer disebabkan kelainan kongenital
(Fanconi, non faconi dan dyskeratosis congenital) dan idiopatik. Faktor sekunder
yang berasal dari luar tubuh, bisa diakibatkan oleh paparan radiasi bahan kimia
dan obat, ataupun oleh karena penyebab lain seperti infeksi virus (hepatitis, HIV,
dengue), radiasi, dan akibat kehamilan.5
2.1.3. Patofisiologi
Patofisiologi dari anemia aplastik bisa disebabkan oleh dua hal yaitu
kerusakan pada sel induk pluripotenyaitu sel yang mampu berproliferasi dan
berdiferensiasi menjadi sel-sel darah yang terletak di sumsum tulang dan karena
kerusakan Pada microenvironment. Gangguan pada sel induk pluripoten ini
menjadi penyebab utama terjadinya anemia aplastik. Sel induk pluripoten yang
mengalami gangguan gagal membentuk atau berkembang menjadi sel-sel darah
yang baru. Umumnya hal ini dikarenakan kurangnya jumlah sel induk pluripoten
ataupun karena fungsinya yang menurun. Penanganan yang tepat untuk individu
anemia aplastik yang disebabkan oleh gangguan pada sel induk adalah terapi
transplantasi sumsum tulang. Kerusakan pada microenvironment, ditemukan
gangguan pada mikrovaskuler, faktor humoral (misalkan eritropoetin) maupun
bahan penghambat pertumbuhan sel. Hal ini mengakibatkan gagalnya jaringan
sumsum tulang untuk berkembang. Gangguan pada microenvironment berupa
kerusakan lingkungan sekitar sel induk pluripoten sehingga menyebabkan
kehilangan kemampuan sel tersebut untuk berdiferensiasi menjadi sel-sel darah.
Selain itu pada beberapa penderita anemia aplastik ditemukan sel inhibitor atau
penghambat pertumbuhan sel. Hal ini dapatdibuktikan dengan adanya limfosit T
yangmenghambat pertumbuhan sel-sel sumsum tulang.5,6
2.1.4. Gejala dan Pemeriksaan Fisik Anemia Aplastik
Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala
yang timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan
menimbulkan anemia dimana timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah,
dyspnoe deffort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan
elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang akan menyebabkan
penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan
gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu
dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di organorgan. Pada kebanyakan pasien, gejala awal dari anemia aplastik yang sering
dikeluhkan adalah anemia atau pendarahan, walaupun demam atau infeksi
kadang-kadang juga dikeluhkan. Anemia aplastik mungkin asimtomatik dan
Pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi. Pada
tabel 2 terlihat bahwa pucat ditemukan pada semua pasien yang diteliti sedangkan
pendarahan ditemukan pada lebih dari setengah jumlah pasien. Hepatomegali,
yang sebabnya bermacam-macam ditemukan pada sebagian kecil pasien
sedangkan splenomegali tidak ditemukan pada satu kasus pun. Adanya
splenomegali dan limfadenopati justru meragukan diagnosis.5
10
11
12
c. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan
diagnosa anemia aplastik. Survei skletelal khusunya berguna untuk sindrom
kegagalan sumsum tulang yang diturunkan, karena banyak diantaranya
memperlihatkan abnormalitas skeletal. Pada pemeriksaan MRI (Magnetic
Resonance Imaging) memberikan gambaran yang khas yaitu ketidakhadiran
elemen seluler dan digantikan oleh jaringan lemak.10,11
2.1.6. Diagnosis
Diagnosis pasti
13
14
aplastik dengan adanya splenomegali dan sel limfoid abnormal pada biopsi
sumsum tulang. Pansitopenia dengan normoselular sumsum tulang biasanya
disebabkan oleh sistemik lupus eritematosus (SLE), infeksi atau hipersplenisme.
Selularitas sumsum tulang yang normoselular jelas membedakannya dengan
anemia aplastik.11
2.1.8. Prognosis
Prognosis berhubungan dengan jumlah absolut netrofil dan trombosit.
Jumlah absolut netrofil lebih bernilai prognostik daripada yang lain. Jumlah
netrofil kurang dari 500/l (0,5x109/liter) dipertimbangkan sebagai anemia aplastik
berat dan jumlah netrofil kurang dari 200/l (0,2x109/liter)
dikaitkan dengan
respon buruk terhadap imunoterapi dan prognosis yang jelek bila transplantasi
sumsum tulang allogenik tidak tersedia. Anak-anak memiliki respon yang lebih
baik daripada orang dewasa. Anemia aplastik konstitusional merespon sementara
terhadap androgen dan glukokortikoid akan tetapi biasanya fatal kecuali pasien
mendapatkan transplantasi sumsum tulang. Transplantasi sumsum tulang bersifat
kuratif pada sekitar 80% pasien yang berusia kurang dari 20 tahun, sekitar 70%
pada pasien yang berusia 20-40 tahun dan sekitar 50% pada pasien berusia lebih
dari 40 tahun. Celakanya, sebanyak 40% pasien yang bertahan karena
mendapatkan transplantasi sumsum tulang akan menderita gangguan akibat
GVHD kronik dan resiko mendapatkan kanker sekitar 11% pada pasien usia tua
atau setelah mendapatkan terapi siklosporin sebelum transplantasi stem sel. Hasil
yang terbaik didapatkan pada pasien yang belum mendapatkan terapi
15
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1.Identitas pasien
Nama
: Tn. H
16
Umur
: 62 tahun
Agama
: Islam
Suku
: Banjar
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Pensiunan PNS
Alamat
MRS
: 16 April 2014
RMK
: 1.10.33.34
3.2.ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 16 April 2014.
3.2.I
KELUHAN UTAMA
Keluar darah lewat hidung.
17
3.3.Pemeriksaan fisik
Anamnesis dilakukan pada tanggal 16 April 2014.
Tanda vital
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan darah
: 120/80 mm Hg
Laju nadi
: 73 kali/menit
Laju nafas
: 20 kali/menit
: 36oC
GCS
: 4-5-6
Leher
Toraks
Pulmo
18
Jantung
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
: Timpani
Eksremitas
Atas
Bawah
Hasil
Referensi
Satuan
7,0
2.3
2,56
8
21,1
77,3
14,0-18,0
4.0-10.5
4,50-6,00
150.000-450.000
42,00-52,00
80,0-97,0
g/dL
ribu/uL
juta/uL
ribu/uL
vol%
Fl
19
MCH
MCHC
GDS
SGOT
SGPT
Ureum
Creatinin
27,4
35,5
145
24
29
22
0,7
27,0-32,0
32,0-38,0
<200
0-46
0-45
10-50
0,7-1,4
Pg
%
mg/dl
U/l
U/l
mg/dl
mg/dl
1. Pansitopenia ec dd Anemia
aplastik
2. Pansitopenia ec dd MDS
20
b. Planning
:
2. Terapetik
1. Diagnostik
MDT
PRC
kolf
pre
dexametason.
3. Monitoring : Tanda vital dan keluhan utama.
4. Edukasi
3.7.
Evaluasi
Tanggal 17 April 2014
Problem: Perdarahan gusi dan hidung
a. Subjective :
Mimisan (+), perdarahan gusi(+), nyeri ulih hati (+), mual (+), pucat
(+), ekimosis pada lengan dan tungkai (+), pucat (+), nyeri semua
regio (+), demam (+), pusing (+), mual (+), dan gatal setelah tranfusi
(+).
b. Objective
TD = 100/70 mm Hg
RR = 20 kali/menit
N = 80 kali/menit
T = 36,3oC
21
2. ec. MDS
d. Planning
:
2. Terapetik
1. Diagnostik
MDT
3x1
amp,
PRC
kolf
pre
: Tetap
RR = 20 kali/menit
N = 88 kali/menit
T = 36,4oC
22
c.
Evaluation
: Perdarahan berkurang
d. Planning
1. Diagnostik
: BMA
2. Terapetik
: Tetap
TD = 130/80 mm Hg
RR = 24 kali/menit
N = 68 kali/menit
T = 36,5oC
Hasil
Referensi
Satuan
6,1
2.7
2,28
9
19,2
84,5
26,7
14,0-18,0
4.0-10.5
4,50-6,00
150.000-450.000
42,00-52,00
80,0-97,0
27,0-32,0
g/dL
ribu/uL
juta/uL
ribu/uL
vol%
Fl
Pg
23
MCHC
31,7
32,0-38,0
c.Evaluation :
d. Planning
Perdarahan berkurang
: 1. Diagnostik :
BMA
2. Terapetik
: Tetap
: Tetap
RR = 20 kali/menit
N = 68 kali/menit
T = 36,3oC
Perdarahan berkurang
d. Planning
:
1. Diagnostik
:
2. Terapetik
BMA
: Tetap
24
4. Edukasi
: Tetap
RR = 20 kali/menit
T = 36,5oC
N = 68 kali/menit
c. Evaluation
d. Planning
Hasil
Referensi
Satuan
6,0
2.6
2,03
2
15,7
77,5
29,6
38,2
14,0-18,0
4.0-10.5
4,50-6,00
150.000-450.000
42,00-52,00
80,0-97,0
27,0-32,0
32,0-38,0
g/dL
ribu/uL
juta/uL
ribu/uL
vol%
Fl
Pg
%
: Perdarahan berkurang
: 1. Diagnostik : BMA
2. Terapetik
: Tetap
: Tetap
25
RR = 20 kali/menit
T = 36,3oC
N = 70 kali/menit
Hasil
Referensi
Satuan
5,3
2,4
1,99
9
16,6
83,6
26,6
31,9
14,0-18,0
4.0-10.5
4,50-6,00
150.000-450.000
42,00-52,00
80,0-97,0
27,0-32,0
32,0-38,0
g/dL
ribu/uL
juta/uL
ribu/uL
vol%
Fl
Pg
%
Blas
Promielosit
Mielosit
Metamielosit
Batang
Segmen
Basofil
Eosinofil
Rubriblast
Prorubrisit
Rubrisit
Metarubrisit
Limfosit
Monosit
Plasmosit
Hasil
Total (%)
Nilai normal
0,0
1,0
4,5
1,5
3,5
11,5
0,0
0,5
0,5
1,0
7,0
8,0
22,5
0,3 - 0,5
1,0 - 8,0
5,0 - 19,0
13,0 - 32,0
10,0 - 30,0
10,0 - 30,0
0,0 - 0,7
0,5 - 4,0
0,2 - 0,6
1,4 - 2,0
8,0 - 21,0
1,0 3,0
3,0 17,0
0,5 5,0
0,1 2,0
16,5
56,0
2,5
2,5
26
Histiosit
Sel tidak dikenal
Rasio M : E
Tidak ditemukan
1,36 : 1
Sediaan pulas
: Wright
Partikel
: Ada
Kepadatan sel
: Menurun
Sel lemak
: Ada, banyak
Sistem eritropoiesis
: Aktifitas menurun
24:1
tulang
tampak
hiposeluler. Sistem
eritropoiesis,
sistem
: Tetap
: Tetap
27
Perdarahan gusi(+), batuk darah (+), nyeri ulih hati (+), mual (+),
pucat (+), ekimosis pada lengan, perut, dan tungkai (+), pucat (+),
nyeri semua regio (+), mual (+), rasa tebal pada kaki (+), dan gatal
pada kulit (+).
b. Objective
:
TD = 140/80 mm Hg
RR = 18 kali/menit
T = 36,3oC
N = 88 kali/menit
c. Assessment
d. Planning
Hasil
Referensi
Satuan
5,7
3,9
1,94
4
14,8
76,4
29,4
38,5
14,0-18,0
4.0-10.5
4,50-6,00
150.000-450.000
42,00-52,00
80,0-97,0
27,0-32,0
32,0-38,0
g/dL
ribu/uL
juta/uL
ribu/uL
vol%
Fl
Pg
%
: Hemaptoe ec dd
1. Anemia Aplastik
2. TB Paru
: 1. Diagnostik : BTA (sewaktu, pagi, sewaktu) dan
Rontgen thorax
2. Terapetik
: Tetap
28
Objective
berdarah (+).
:
TD = 140/80 mm Hg
RR = 18 kali/menit
N = 82 kali/menit
T = 36,5oC
Cor
: Ukuran membesar
Pulmo
Sinus
:Tajam
Kesimpulan
c. Assessment
d. Planning
Nilai
Rujukan
Hasil
Satuan
Metoda
Mucoid campur
darah
Mucoid campur
darah
Mucoid campur
darah
Negative
Negative
Negative
Pengecatan Zn
Pengecatan Zn
Pengecatan Zn
: Hemaptoe ec dd
1. Anemia Aplastik
: 1. Diagnostik : EKG, MDT
2. Terapetik
: Tetap
3. Monitoring : Tetap
4. Edukasi
: Tetap
29
b.
Objective
N = 80 kali/menit
: Tetap
: Tetap
b.
Objective
N = 80 kali/menit
c. Evaluation
d. Planning
: Tetap
30
b.
Objective
N = 82 kali/menit
c. Evaluation
d. Planning
3. Monitoring : Tetap
4. Edukasi
: Tetap
berdarah (+).
b. Objective
:
TD = 130/80 mm Hg
T = 36,3oC
N = 80 kali/menit
c. Evaluation
d. Planning
RR = 18 kali/menit
: Tetap
31
N = 83 kali/menit
c. Evaluation
d. Planning
Hasil
Referensi
Satuan
4,3
2,6
1,43
4
11,8
82,7
30,1
36,4
14,0-18,0
4.0-10.5
4,50-6,00
150.000-450.000
42,00-52,00
80,0-97,0
27,0-32,0
32,0-38,0
g/dL
ribu/uL
juta/uL
ribu/uL
vol%
Fl
Pg
%
: Tetap
32
N = 80 kali/menit
c. Evaluation
d. Planning
3. Monitoring : Tetap
4. Edukasi
: Tetap
b. Objective
:
TD = 130/80 mm Hg
RR = 18 kali/menit
T = 36,3oC
N = 80 kali/menit
c. Evaluation
d. Planning
: Tetap
33
N = 80 kali/menit
c. Evaluation
d. Planning
: Tetap
N = 64 kali/menit
c. Evaluation
d. Planning
: Tetap
34
Pukul 00.15
Subjective
: Nyeri regio epigastrium
Objective
:
TD = 70/60 mmHg
RR = 18 kali/menit
N = 119 kali/menit
T= 36,3oC
Evaluation : Nyeri regio epigastrium
Planning
: 1. Diagnostik : 2. Terapetik
Pukul 01.15
Subjective
: Nyeri regio epigastrium
Objective
:
TD = 70/40 mmHg
RR = 20 kali/menit
N = 110 kali/menit
T= 37,1oC
Evaluation : Nyeri regio epigastrium dan sesak
Planning
: 1. Diagnostik : 2. Terapetik
: 02 3 lpm
: -
Pukul 02.15
Subjective
: Nyeri regio epigastrium
Objective
:
TD = 70/50 mmHg
RR = 24 kali/menit
N = 109 kali/menit
T= 37,6oC
Evaluation : Nyeri regio epigastrium
Planning
: 1. Diagnostik : 2. Terapetik
35
Pukul 03.15
Subjective
: Nyeri regio epigastrium
Objective
:
TD = 60/30 mmHg
RR = 24 kali/menit
N = 119 kali/menit
T= 37,6oC
Evaluation : Nyeri regio epigastrium
Planning
: 1. Diagnostik : 2. Terapetik
: -
Pukul 04.15
Subjective
: Nyeri regio epigastrium
Objective
:
TD = 70/40 mmHg
RR = 24 kali/menit
N = 118 kali/menit
T= 37,1oC
Evaluation : Nyeri regio epigastrium
Planning
: 1. Diagnostik : 2. Terapetik
36
: -
Pukul 05.20
Pasien meninggal di depan keluarga, perawat, dan dokter muda
BAB IV
PEMBAHASAN
Anemia aplastik adalah anemia yang disertai oleh pansitopenia pada darah
tepi yang disebabkan kelainan primer pada sumsum tulang. Pansitopenia sendiri
adalah suatu keadaan yang ditandai oleh adanya anemia, leukopenia, dan
trombositopenia. Gejala-gejala yang timbul akan sesuai dengan jenis sel-sel darah
yang mengalami penurunan. Jika eritrosit yang menurun maka akan menimbulkan
gejala anemia dari ringan sampai berat, antara lain lemah, letih, lesu, pucat,
pusing, sesak nafas, penurunan nafsu makan, dan palpitasi. Bila terjadi
leukositopenia maka terjadi peningkatan resiko infeksi, penampakan klinis yang
37
paling sering nampak adalah demam dan nyeri. Dan bila terjadi trombositopenia
maka akan mudah mengalami pendarahan seperti perdarahan gusi, epistaksis,
petekia, ekimosa dan lain-lain. Meskipun kriteria definitif di atas banyak
mengandalkan pemeriksaan fisik dan laboratorik, pada kasus ini, pasien tetap
dilakukan anamnesis untuk menelusuri perjalanan penyakitnya. Dari anamnesis,
informasi yang didapatkan mengarah langsung ke anemia aplastik. Informasi
tersebut antara lain mimisan, perdarahan pada gusi, memar pada lengan dan
tungkai, demam, pucat, nyeri uluh hati, pusing, mual, dan kaki terasa kebal.
Secara teoritis, tanda dari anemia aplastik pada orang dewasa dapat
memperlihatkan anemia, leukopenia, dan trombositopenia.
Dari pemeriksaan fisik, tanda vital pasien masih dalam batas normal.
Konjungtiva anemis dan memar pada lengan dan tungkai ditemukan dan dapat
mendukung diagnosis anemia aplastik, sedangkan kelainan lainnya hanya berupa
nyeri perut pada semua regio. Diagnosis anemia aplastik pada kasus ini
ditegakkan dengan dilakukannya BMA (pemeriksaan sumsum tulang) pada
tanggal 22 April 2014 dan ditemukannya sistem eritropoiesis, sistem
granolopoiesis, dan sistem trombopoiesis aktifitas menurun, dengan didapatkan
peningkatan sel limfosit (56%) didalam sumsum tulang, pansitopenia, dan
netropenia di darah tepi. Diagnosis banding MDS, dapat disingkirkan dengan hasil
pemeriksaan BMA tanggal 22 April 2014 dimana didapatkan sumsum tulang yang
hiposeluler.
Pada kasus ini, pasien diberikan terapi suportif berupa cairan NS, drip
adona, transfusi PRC 2 kol, dan tranfusi TC 10 kolf untuk mendukung
38
ketahanan hidup dicapai lebih dari 90% pasien anak-anak yang dilaprkan dalam
penelitian terbaru, sedangkan pada pasien dewasa berusia lebih dari 60 tahun,
39
BAB V
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
1. Young NS. Aplastic anemia, myelodysplasia, and related bone marrow failure
syndromes. In: Kasper DL, Fauci AS, et al (eds). Harrisons Principle of Internal
Medicine. 16th ed. New York: McGraw Hill, 2007:617-25.
2. Widjanarko A, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing; 2009.
3. Shadduck RK. Aplastic anemia. In: Lichtman MA, Beutler E, et al (eds).
William Hematology 7th ed. New York : McGraw Hill Medical; 2007:213-30.
40
42