Anda di halaman 1dari 10

TUGAS

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


Periode 10 Februari 2014 2 Maret 2014
(Kelompok XXIV K)
SIFILIS

Oleh:
Akhmad Setyo Rahman
I1A010092

Pembimbing:
dr. Sani Widjaja, Sp.KK

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FK UNLAM RSUD ULIN
BANJARMASIN
2014

a.
b.
c.
d.

Sebutkan definisi sifilis?


Sebutkan patofisiologi timbulnya sifilis?
Sebutkan pembagian penyakit sifilis?
Sebutkan jenis-jenis pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis

e.
f.
g.
h.
i.
j.

sifilis?
Apa keistimewaan ulkus durum?
Mengapa sifilis stadium II disebut the great immitator?
Sebutkan cara-cara penularan penyakit sifilis?
Apa artinya VDRL TITER 1:4 TPHA TITER 1:80 pada satu penderita?
Sebutkan jenis-jenis terapi sifilis dengan dosis pada orang dewasa?
Apa kemungkinan yang terjadi pada wanita hamil trimester 1 dengan sifilis
stadium II?

a. Salah satu penyakit menular seksual yang disebabkan oleh infeksi kuman
Treponema pallidum, yang pada perjalanannya dapat menyerang hampir semua
alat tubuh, bersifat laten, kronis, dan sistemik. Kuman penyebab juga dapat
menembus plasenta sehingga dapat menyebabkan kelainan kongenital (1).

b. Treponema dapat masuk (porte dentre) ke tubuh calon penderita melalui


selaput lendir yang utuh atau kulit dengan lesi. Kuman membiak, jaringan
bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan selsel plasma, terutama di perivaskular, pembuluh-pembuluh darah kecil
berproliferasi dikelilingi oleh T. Pallidum dan sel radang. Treponema tersebut
terletak diantara endothelium kapiler dan jaringan perivascular disekitarnya.
Enarteri pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan hipertrofik endotelium
yang menimbulkan obliterasi lumen sehingga menyebabkan erosi, pada
pemeriksaan klinis nampak sebagai SI. Sebelum SI terlihat, kuman telah
mencapai KGB regional secara limfogen dan membiak. Pada saat itu terjadi
pula penjalaran hematogen dan menyebar ke semua jaringan di badan, tetapi
manifestasinya akan tampak kemudian. Multiplikasi ini diikuti oleh reaksi
jaringan sebagai SII, yang terjadi 6-8 minggu setelah SI. SI akan sembuh
perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut jumlahnya berkurang,
terbentuklah fibroblas dan akhirnya sembuh berupa sikatriks. SII juga
mengalami regresi perlahan-lahan dan menghilang. Tibalah stadium laten yang
tidak disertai gejala, meskipun infeksi yang aktif masih terdapat. Sebagai
contoh pada stadium ini seorang ibu dapat melahirkan bayi dengan sifilis
kongenital. Kadang-kadang proses imunitas gagal mengontrol infeksi sehingga
T. Pallidum membiak lagi pada tempat SI dan menimbulkan lesi rekuren atau
kuman tersebut menyebar melalui jaringan dan menyebabkan reaksi serupa
dengan lesi rekuren SII. Stadium laten dapat berlangsung bertahun tahun,
rupanya treponema dalam keadaan dorman. Meskipun begitu antibody tetap
ada dalam serum penderita. Keseimbangan antara treponema dan jaringan
dapat berubah. Pada saat itulah muncul SIII berbentuk guma. Meskipun pada
guma tidak dapat ditemukan T. Pallidum, reaksi hebat dan dapat bersifat
destruksif dan berlangsung bertahun tahun untuk menimbulkan gejala klinis
(2).
c. Sifilis dibagi menjadi sifilis kongenital dan sifilis didapat. Sifilis kongenital
dibagi menjadi: dini (sebelum 2 tahun), lanjut (setelah 2 tahun), dan stigmata.

Sifilis didapat dibagi menurut 2 cara, secara klinis dan epidemiologi. Secara
klinis dibagi menjadi tiga stadium: SI, SII, SIII. Sedangkan secara
epidemiologi dibagi: (2,3)
Sifilis dini menular dikelompokkan menjadi 3 yaitu :
1. Sifilis primer (Stadium I)
2. Sifilis sekunder (Stadium II)
3. Sifilis laten dini
Sifilis lanjut tak menular dikelompokkan menjadi 4 yaitu :
1. Sifilis laten lanjut
2. Sifilis tertier (Stadium III)
3. Sifilis kardiovaskuler
4. Neurosifilis
d. Pemeriksaan Penunjang sifilis (3)
Pemeriksaan Mikroskopik
Dalam sediaan segar tanpa pewarnaan, gerak kuman Treponema dapat dilihat
dengan menggunakan mikroskop lapangan gelap. Pemeriksaan Treponema
secara mikroskopik dilihat dengan teknik imunnofluoresensi dengan membuat
usapan cairan jaringan atau eksudat pada kaca objek kemudian difiksasi dan
diwarnai dengan serum anti treponema yang dilabel fluoresein sehingga pada
lapang pandang gelap akan terlihat fluoresensi yang khas dari kuman
Treponema.

Pemeriksaan Serologis
Pemeriksaan Serologis Tes darah adalah cara lain untuk menentukan apakah
seseorang memiliki sifilis. Tak lama setelah infeksi terjadi, tubuh memproduksi
antibodi sifilis yang dapat dideteksi oleh tes darah. Pemeriksaan Serologis
sifilis penting untuk diagnosis dan pengamatan hasil pengobatan. Pemeriksaan
ini dapat diklasifikasikan :

Tes Non Treponema : kardiolipin, lesitin dan kolesterol


Tes Treponema : Treponema pallidum hidup / mati / fraksi Treponema
pallidum ketepatan hasil STS dinilai berdasarkan :
Sensitivitas : % individu yang terinfeksi yang memberi hasil positif
Spesifivitas : % individu yang tidak infeksi yang memberikan hasil Negatif
1. Non Treponemal Test atau Reagin Test
Tes Reagin terdiri dari antibodi Ig M dan Ig A yang ditujukan terhadap
beberapa antigen yang tersebar luas dalam jaringan normal. Dapat ditemukan
pada serum penderita sifilis yang belum mendapat pengobatan, 2-3 minggu
setelah infeksi. Contohnya adalah Tes Flokulasi dan Tes Fiksasi Komplemen.
Kedua tes ini dapat memberikan hasil secara kuantitatif yaitu dengan
menentukan kadar reagin dalam serum yang secara berturut-turut diencerkan 2
kali. Pengenceran tertinggi yang masih menunjukkan hasil positif merupakan
titer serum yang bersangkutan. Positif palsu dapat terjadi pada infeksi lain
seperti Malaria, Lepra, Morbili, Mononukleosis infeksiosa, vaksinasi dan
penyakit kolagen (SLE (Systemic Lupus Erythematosus, Polyarteritis Nodosa)
Tes Flokulasi
Tes ini didasarkan atas kenyataan bahwa partikel antigen yang berupa lipid
mengalami flokulasi dalam beberapa menit setelah dikocok dengan reagin. Tes
flokulasi yang positif dapat menjadi negatif pada 6-24 bulan setelah
pengobatan yang efektif pada sifilis early. Contoh tes flokulasi adalah VDRL
(Venereal Disease Research Laboratory test) dan RPR (Rapid Plama Reagin
Test).
Tes Fiksasi Komplemen
Didasarkan pada kenyataan bahwa serum yang mengandung reagin dapat
mengikat komplemen bila ada cardiolipin pada antigen. Jika serum yang
diperiksa bersifat antikomplemen dapat mengakibatkan terjadinya positif palsu.
Contoh Tes Wassermann, dimana digunakan eritrosit domba sebagai indikator
dan hasil tes positif jika tidak terjadi hemolisis dan negatif bila ada hemolisis.

2. Treponemal Antibodi Test


Pada Tes digunakan antigen yang berasal dari kuman Treponemal yang masih
hidup maupun yang sudah dimatikan atau salah satu fraksi dari kuman
treponema sehingga diperoleh hasil tes yang spesifik. Yang termasuk dalam tes
ini adalah Tes Fluoresensi Antibodi Treponema (FTA Abs), TPHA (Treponemal
pallidum Passive Hemagglutination Assay), Tes Imobilisasi Treponema
pallidum (TPI) dan Tes Pengikatan Komplemen Treponema pallidum atau
RPCF (Reiter Protein Complement Fixation Test). Tes Fluoresensi Antibodi
Treponema (Fluorescent Treponemal Antibody Absorption Test) Merupakan tes
imunnofluoresensi indirect yang sangat spesifik dan sensitif terhadap antibodi
Treponema. Serum penderita diabsorpsi terlebih dahulu dengan antigen Reiter
yang telah diolah dengan getara frekuensi tinggi (sonifikasi). Kuman
Treponema yang telah dimatikan direaksikan dengan serum penderita dan
gamma globulin yang telah dilabel. Kuman akan berfluoresens jika terkena
sinar violet. Hasil tes ini positif pada sifilis early dan tetap positif sampai
beberapa tahun setelah pengobatan yang efektif sehingga hasil tes ini tidak
dapat digunakan untuk menilai pengobatan. Pada bayi baru lahir, adanya Ig M
FTA merupakan bukti adanya infeksi intrauterin (kongenital sifilis) namun
demikian bisa terjadi negatif palsu jika Ig M pada bayi bukan akibat infeksi
sifilis.
Tes Hemaglutinasi Pasif Treponemal Pallidum (Treponemal pallidum Passive
Hemagglutination Assay )
Tes ini menggunakan eritrosit domba yang telah diolah dengan kuman
Treponema pallidum. Hasil test positif jika terjadi aglutinasi dari eritrosit
domba tersebut. TPHA memberikan hasil secara kuantitatif dan sangat spesifik.
Tes Imobilisasi Treponema Pallidum (TPI)
Tes ini menggunakan kuman Treponema pallidum yang masih aktif sebagai
antigen. Dalam serum penderita sifilis yang telah ditambahkan komplemen ,

kuman yang semula masih dapat bergerak aktif akan mengalami imobilisasi.
Waktu yang dibutuhkan adalah 18 jam. Antibodi imobilisasi timbul pada
minggu ketiga setelah infeksi. Antibodi ini berbeda dari reagin, TPI
memerlukan biaya mahal, reagensia murni dan tenaga yang terlatih.
Tes Pengikatan Komplemen Treponema Pallidum atau RPCF (Reiter Protein
Complement Fixation Test)
Tes ini menggunakan antigen yang berasal dari fraksi protein kuman
Treponema pallidum strain Reiter. Antibodi yang bereaksi dalam tes ini tidak
sama dengan antibodi imobilisasi ataupun reagin. Hasil positif palsu dapat
terjadi bila fraksi protein tersebut kurang murni misal mengandung
lipopolisakarida.
e. Lesi primer ( Chancre=ulcus durum) biasanya muncul 3 minggu setelah
terpajan. Lesi biasanya keras (indurasi), tidak sakit, permukaan

bersih,

dinding tidak bergaung, tidak nyeri (jika tidak disertai infeksi bakteri lain)
dan soliter. Letak ulkus dapat ditemukan di luar area anogenital, yaitu bibir,
lidah, tonsil, puting susu, dan jari terbentuk ulcus dengan mengeluarkan
eksudat serosa di tempat masuknya mikroorganisme. Walaupun tidak diberi
pengobatan ulcus akan hilang sendiri setelah 4-6 minggu. Sepertiga dari kasus
yang tidak diobati akan mengalami stadium generalisata, stadium dua, di mana
muncul erupsi kulit yang kadangkala disertai dengan gejala kontitusional tubuh
(2, 4).
f. Sifilis stadium II disebut The Greatest Immitator of All Skin Diseases karena
bentuk klinisnya menyerupai banyak sekali kelainan kulit lain. Selain pada
kulit, stadium ini juga dapat mengenai selaput lendir, kelenjar getah bening di
seluruh tubuh, mata, hepar, tulang, dan saraf (2).
g. Penularan sifilis

Yaitu melalui kontak seksual, kebanyakan 95%- 98% infeksi terjadi melalui
jalur ini, penularan terjadi melalui lesi penderita sifilis. Melalui Kongenital
yaitu penularan pada wanita hamil penderita sifilis yang tidak diobati dimana
kuman treponema dalam tubuh ibu hamil akan masuk ke dalam janin melalui
sirkulasi darah. Melalui darah yaitu penularan terjadi melalui transfusi darah
dari penderita sifilis laten pada donor darah pasien, namun demikian penularan
melalui darah ini sangat jarang terjadi (1,2,3)
h. Pada VDRL titer merupakan kelipatan 1/2 ,1/4 , 1/8, 1/16, 1/32 dan seterusnya.
Tanda penyakit aktif bila sudah 1/32, puncaknya biasanya pada 1/64 atau 1/128
pada SII lanjut. Titer kemudian akan turun sampai 1/4 atau lebih rendah pada
TPHA titer mulai 1/80 dan kelipatannya. Bila titer menunjukkan 1/80
bermakna positif keberadaan antibodi treponemal (3).
i. Pengobatan sifilis (2)
Sifilis
Early Sifilis

First Line
Penisilin G Benzatin dosis 4,8 juta unit Doxycycline 200mg/hari PO

(Primery,

IM

secondary,
early laten)
Late Laten

hari
Tetracycline 4x500mg PO 14days

Penisislin G Benzatin, dosis total 7,2 Oxycycline 2x100mg PO 28


juta unit

Tertiary

14

hari

Tetracycline 4x500mg PO 28 hari


Penisislin G benzatin dosis total 9,6 juta Doxycycline 200mg/hari PO 21-28
unit

hari
Tetracycline 4x500mg/hari PO 28
hari
Erythromycin 4x500mg/hari PO
28 hari

j. Transmisi secara vertikal mungkin terjadi pada setiap fase sifilis. Sebab
treponema masuk secara hematogen ke janian melalui plasenta. Pada sifilis

primer kemungkinannya adalah sebesar 50%, pada sekunder 50% sedangkan


pada tersier 10%. Sehingga sifilis dapat mempengaruhi kehamilan dan
meningkatkan resiko abortus spontan, kematian bayi baru lahir, gangguan
pertumbuhan janin, sifilis kongenital (5,6).

DAFTAR PUSTAKA
1. Heyman DL. Syphilis Comminicable Disease Management Protocol.
Manditoba 2009; 8:1-20.
2.

Carrol RE. Syphilis: A Review of Diagnosis and Treatment. The Open


Infectious Journal 2009; 3: 143-147.

3.

Neuza SS. Laboratorial Diagnosis of Syphilis. Intheopen Journal 2010; 4: 1-9.

4. Fitria A, Lili L, Rahadi R. Sifilis Pada Human Immunodeficiency Virus.


Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Indonesia
/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta 2011; 3: 4-5.
5.

Stuart MB. Maternal Syphilis: Pathopysiology and Treatment. Bulletin WHO.


2004; 19(4): 1-5.

6. Haroon S, Sithembiso V, Yasmin G. The Prevention and Management of


Congenital Syphilis: An Overview and Recomendation. Bulletin WHO.
2004; 82(6): 1-9.

Anda mungkin juga menyukai