Anda di halaman 1dari 13

Mengenal Perjalanan Penyakit Gangguan

Ginjal Kronik serta Penatalaksanaannya

Andreas Esa
102010298 /B3
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat korespodensi: Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat
email: andreasesa@yahoo.com

Pendahuluan
Penyakit ginjal memiliki 2 fase waktu yang berbeda, yaitu akut dan kronik. Penyakit ginjal Akut
adalah suatu keadaan dimana fungsi ginjal dalam memfiltrasi plasma menurun secara drastis
dalam waktu singkat, dimana dapat terjadi nekrosis dari tubulus ginjal maupun tidak, dan
kerusakan ini masih dapat bersifat reversibel. Sementara penyakit Ginjal kronik adalah suatu
proses patofisologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah
suata keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau transplantasi ginjal. Uremia
adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat
penurunan fungsi gin jal pada penyakit ginjal kronik.. Karena pathogenesis dan manifestasi
klinis dari gangguan ginjal akut dan kronik berbeda, maka alur penatalaksaanpun berbeda,
sehingga membedakan dan mengerti perjalanan gangguan ginjal kronik dan akut sangat penting1
Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage) penyakit
dan atas dasar diagnosis etiologi.Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung
dengan mempergunakan rumus Kockkcroft-Gault sebagai berikut:
1

LFG = (140 umur) X berat badanLFG (ml/menit/1,73 m2) *) : 72 X kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85 1
Tabel 1. Derajat gagal ginjal Kronik 2

Epidemiologi
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakitginjal kronik
diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka inimeningkat sekitar
8% setiap tahunnya. Di Malaysia dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800
kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di Negara-negara berkembang lainnya, insiden ini
diperkirakan sekitar 40 60 kasus perjuta penduduk per tahun1
Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya
,tapi

perkembangan

selanjutnya

proses

yang

terjadi

kuranglebih

sama.

Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi structural dan f u n g s i o n a l


nefron yang masih tersisa

(surviving nephorns) sebagai upaya konpensasi yang

dipelantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors.


Hal ini mengakibatkan terjadi hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler
dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsungsingkat, akhirnya
diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini
2

akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya
sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatanaktivitas aksis renin- angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut
memberikan kontribusiterhadap terjadinya hiperfiltrasi, skelorosis dan progresifitas tersebut.
Aktivitas jangka panjang aksi renin angiotansin-aldosteron, sebagian dipelantarai oleh growth
factor (TGF-).
Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadapterjadinya progresifitas
Penyakit Ginjal Kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, disiplidemia.
Terdapat variabilitas interinvidual untuk terjadinyasklerosis dan fibrosis glomerulus maupun
tubulointerstitial.Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadinya kehilangan daya cadang ginjal
(renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat.
Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang
progresif yang di tandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG
sebesar 60%, pasien masih belum merasakankeluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi
keluhan pada pasien seperti,nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan
penurunan berat badan.Sampai pada LFG dibawah 30% pasien memperlihatkan gejala
uremia yang nyataseperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme,
fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.
Pasien juga mudah terkenainfeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas, maupun
infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hiverpolemia,
gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG
dibawah 15%, akan terjadi komplikasi yang lebih serius dan pasien
s u d a h memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacemen therapy) antara lain dialysis atau
tranplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.3-4
Etiologi
Umumnya gagal ginjal kronik disebabkan penyakit ginjal intrinsik difus dan menahun. Tetapi
hampir semua nefropati bilateral dan progresif akan berakhir dengan gagal ginjal
kronik. Umumnya penyakit diluar ginjal, misal nefropati obstruktif dapat menyebabkan
kelainan ginjal instrinsik dan berakhir dengan gagal ginjal kronik.. Glomerulonefritis, hipertensi esensial
dan pielonefritis merupakan penyebab paling sering dari gagal ginjal kronik, kira-kira 60 %. Gagal
3

ginjal kronik yang berhubungan dengan penyakit ginjal polikistik dan nefropati obstruktif hanya
15-20%.Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkhim ginjal progresif dan difus,
seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik. Laki-laki lebih sering dari w a n i t a , u m u r a n t a r a 2 0 4 0 t a h u n . S e b a g i a n b e s a r p a s i e n r e l a t i f m u d a d a n merupakan calon
utama untuk transplantasi ginjal. Glomerulonefritis mungkin berhubungan dengan
penyakit-penyakit sistem (glomerulonefritis sekunder) seperti l u p u s

eritomatosus

sistemik, poliartritis nodosa, granulomatosus wagener.


Glomerulonefritis

(glomerulopati)

yang

berhubungan

dengan

diabetes

mellitus(glomerulosklerosis) tidak jarang dijumpai dan dapat berakhir dengan gagal


ginjalkronik. Glomerulonefritis yang berhubungan dengan amiloidosis sering dijumpai pada
pasien-pasien dengan penyakit menahun seperti tuberkulosis, lepra,osteomielitis, artritis reumatoid dan
mieloma.3

Gambaran Klinis
Gambaran Klinis Pasien penyakit ginjal kronik meliputi ;
a). Seperti dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus, urinarius,
batutraktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus, Eritomatosus Sistemik (LES),dan lain
sebagai nya.
b). Syndrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia,mual muntah, nokturia, kelebihan volume
cairan,(Volume Overload) neuropati perifer, proritus, uremic, frost, perikarditis, kejang-kejang
sampai koma.
c). Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung,
asidiosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, khlorida)4

Anamnesis
Anamnesis pada penyakit ginjal kronik tidaklah begitu khas pada suatu kelainan. Anamnesis tidak cukup mengarah
pada sesuatu yang khas, anamnesis harus dilakukan secara menyeluruh untuk mengetahui pasti gejala sindrom
uremia dari penyakit ini seperti mual dan muntah, pusing, lemah, tidak nafsu makan, sesak nafas, kebingungan, dsb.
4

Pada saat anamnesis, juga penting untuk menanyakan riwayat hipertensi, diabtes, transplantasi ginjal, sering minum
atau tidak, riwayat adanya batu ginjal, riwayat memakai obat-obat tertentu, serta riwayat pernah darah.5
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik ginjal yang khas adalah memeriksa balotemen ginjal serta nyeri sudut costovertebra, untuk
mengecek adanya rasa sakit atau masa atau pembesaran ginjal. Sayangnya pemeriksaan tersebut hanya berguna pada
hidronefrosis, kista ginjal, dan tumor ginjal. Pada kasus penyakit ginjal kronik ini, pemeriksaan fisik langsung
terhadap ginjal tidak akan memberikan informasi yang berarti, pemeriksaan fisik lebih mengarah pada sindroma
uremia sistemik yang dihasilkan karena menurunnya fungsi ginjal. Pemeriksaan fisik dapat dimulai tanda-tanda vital,
untuk mengetahui frekuensi nafas yang mungkin meningkat, tekanan darah untuk mengetahui ada tidaknya
hipertensia, auskultasi pada paru dan jantung, terutama stadium akhir dapat erjadi edema paru dan gagal jantung
kongestif karena gangguan volume cairan dan elektrolit yang parah. Asteriksis juga dapat diperiksa, karena toksik
ureum dapat menyebabkan asteriksis pada tangan.5

Gambaran Laboratorium
Gambaran Laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi
a). Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b). Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum dan penurunan
LFG yang dihitung mempergunakanrumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak
bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.
c) Kelainan biokimiawi darah berupa peningkatan kadar mioglobin darah, peningkatan kadar asam urat,
hiperkalemia, hiponatremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolic
d) Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, leukosituria, cast, isostenuria1
Gambaran Radiologis
Pemeriksaan Radiologis Penyakit Ginjal Kronik meliputi:
a). Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak.
b). Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus,
disamping kehawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang
sudah mengalami kerusakan.
5

c). Pielografi antergrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi


d). Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteksyang menipis adanya
hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, klasifikasi
e).Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi.1
Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal dilakukan pada pasien denganukuran ginjal yang masih
mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan
histopatologi ini bertujuan untuk mengetahuietiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan
mengevaluasi hasil terapi yang telahdiberikan. Biopsi ginjal indikasi kontra dilakukan pada
keadaan dimana ukuranginjal yang sudah mengecil (contracted kidney), ginjal polikistik,
hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas, dan
obesitas1
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakan melalui criteria berikut:
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan fungsional dan structural dengan atau
tanpa penurunan LFG dengan manifestasi kelainan patologis, terdapat kelainan komposisi darah, urin
serta kelainan pencitraan
2. LFG kurang dari 60 ml/menit/ 1,73 m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal1
Hipertensi essensial
Hipertensi essensial atau primer adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya, karena proses terjadinya
hipertensi adalah multifaktoral dimana etiologi pasti atau dasar pasti dari hipertensi primer ini tidak dapat diketahui.
Karena multifaktoral yang berperan dalam hipertensi primer, pendekatan patogensis juga berdasarkan dasar-dasar
resiko terjadinya hipertensi seperti merokok, diet garam, stress, ras, obesitas, sistem saraf simpatis, keseimbangan
modulasi vasodilator dan vasokopnstriksi serta sistem RAA. Hipertensi primer yang terus menerus tidak diobati
ini lama-kelamaan akan menimbulkan degenerasi pada beberapa organ target seperti jantung, otak, penyakit ginjal
kronis, penyakit arteri perifer, serta retino pati. Pengobatan hipertensi essensial adalah obat-obat antihipertensi
seperti diuretic, ACE-inhibitor, ARB, dsb1

Diabetes Mellitus 2
Diabetes mellitus adalah suatu kelainan metabolic dengan karakteristik hiperglikemia, dimana DM tipe 2 adalah
DM yang didapat karena pola hidup. Diabetes mellitus dapat menyebabkan berbagai gangguan sistem organ,
salah satunya ginjal yang disebut nefropati diabetic yang akhirnya menjadi ganggua ginjal kronik karena penyakit
diabetes ini. Gangguan ginjal kronik karena peningkatan glukosa darah yang diduga menyebabkan disfungsi
endotel vaskuler renal, ini akan menyebabkan hiperfiltrasi yang diikuti penurunan filtasi oleh nefron Karen
banyaknya nefron yang mengalami sklerosis.1
Diagnosis banding
Diagnosis banding dari sindroma uremia adalah koma hepatikum karena keracunan ammonia, suatu zat yang
semestinya dimetabolisme di hati, namun karena fungsi hati yang sudah rusak, sehingga zat ini menjadi
menumpuk di dalam darah dan memberiksan manifestasi klinik yang mirip dengan sindrom uremia. Pada
ensefalopati hepatic terdapat kelainan yang mirip dengan uremia yaitu lemah, mual, kesadaran yang menurun,
fenomena asteriksis, namun pada sirosis hati ini terdapat muntah darah karena varises esophagus, asites, ikteruis
dan fetor hepaticus yang tidak ditemukan pada sindroma uremia
Diagnosis banding lain adalah gagal ginjal akut. Gagal ginjal akut adalah suatu penyakit ginjal yang secara
mendadak menurunnya fungsi ginjal sehingga produksi urin menurun bahkan tidak terproduksi dalam 6 jam serta
terjadinya peningkatan kadar kreatinin serum lebih besar sama dengan 0,3 mg/dl dalam waktu 48 jam dimana
fungsi ginjal dapat membaik seperti sermula, atau mengalami lesi minimal atau menjadi kerusakan ireversibel dan
menjadi kronik.
Serta diagnosis banding untuk hipertensi esensial adalah hipertensi sekunder yang sudah diketahui penyebabnya.
Pada prinsipnya hipertensi primer/essensial tidak diketahui etiologi dasarnya karena banyak factor yang berperan
dalam membentuk hipertensi, sehingga terapi hipertensi primer menjadi tatalaksana sendiri dengan diuretic, ACEinhibitor, dsb sedangkan hipertensi sekunder adalah hipertensi sebagai komorbid/manifestasi dari suatu penyakit
lain, dimana terapi hipertensi sekunder lebih ditujukan menyembuhkan terapi penyakit primernya, sementara obatobat antihipertensi juga diberikan dengan evaluasi dan monitoring pepmberi obat-obat tersebut tidak
memperparah penyakit primernya.
Gejala utama gagal jantung adalah kelelahan dan nafas yang pendek. Walaupun kelelahan telah
dihubungkan dengan cardiac output yang rendah pada gagal jantung, namun sepertinya
abnormaliti dari muskulo skleletal dan penyakit noncardiac lainnya juga terlibat pada gejala ini
(misalnya anemia). Pada stadium awal dari gagal jantung, dyspnea terlihat hanya saat aktifitas;
7

bagaimanapun, sesuai dengan berjalannya penyakit, dyspnea terjadi pada aktifitas yang lebih
ringan, dan akhirnya mungkin terjadi pada saat istirahat. Dyspnea pada gagal jantung mungkin
multifaktorial. Mekanisme yang paling penting adalah kongesti paru dengan akumulasi
interstitial atau cairan intra alveolar, yang mengaktivasi reseptor juxtracapillary J, yang pada
gilirannya merangsang pernafasan yang dangkal dan cepat sebagai karakteristik dari dyspnea.
Faktor faktor lainnya yang berkontribusi terhadap dyspnea saat beraktifitas termasuk
berkurangnya compliance paru, meningkatnya resistensi jalan nafas, kelelahan otot pernafasan
dan / atau diafragma, dan anemia. Dyspnea mungkin tidak sering bila kelainan pada ventrikel
kanan dan regurgitasi trikuspid.
Prinsip dasar yang membedakan gagal jantung kongestif dengan gangguan ginjal kronik adalah
pada gagal jantung kongestif murni, biasanya gagal jantung akan bersifat progresivitas buruk
karena mekanisme kompensasi jantung terhadap gangguan akan memperburuk daya pompa,
sedangkan pada gagal jantung kongestif pada sindroma uremia karena gangguan ginjal kronik,
gagal jantung ini bersifat sementara dimana apabila toksin uremik ini disembuhkan atau dosisi
diturunkan maka gagal jantung akan sembuh sempurna. Selain itu manifestasi yg berbeda pada
gagal jantung kongestif murni tidak ditemukan peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum
dimana pada gangguan ginjal kronik terdapat peningkatan dari BUN dan kreatinin serum1,6
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi:
Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)
Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal
A.Terapi Spesifik Terhadap Penyakit Dasarnya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Padaukuran ginjal yang masih
normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaanhistopatologi ginjal dapat menentukan
8

indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik.Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-30%
dari normal terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
Tabel 2. Rencana Tatalaksana Gagal Ginjal Kronik sesuai Derajat1
GFR (ml/mnt/1,73 m2)
Lebih besar sama dengan 90

Derajat
1

Rencana tatalaksana
Terapi penyakit dasar, komorbid, evaluasi
pemburukan

2
3
4
5

fungsi

ginjal,

memperkecil

resiko kardivaskuler
Menghambat perburukan fungsi ginjal
Evaluasi dan terapi komplikasi
Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal

60-89
30-59
15-29
< 15

B. Pencegahan dan Terapi Terhadap Kondisi Komorbid


Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat penurunan LFG pada passien penyakit ginjal
kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid (superimposedfactors) yang dapat
memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain gangguan
keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol infeksitraktus urinarius, obat-obat
nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.

C.Menghambat Pemburukan Fungsi Ginjal


Faktor

utama

penyebab

pemburukan

fungsi

ginjal

adalah

terjadinya

hiperfiltrasi glomerulus..Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus


ini adalah:
Pembatasan Asupan Protein.
Pembatasan asupan protein mulai dilakukan padaLFG < 60 ml/mnt, sedangkan diatas nilai tersebut,
pembatasan asupan protein tidak s e l a l u

dianjurkan.

Protein

diberikan

0,6-0,8

k g . b b / h a r i , y a n g 0 , 3 5 0 , 5 0 g r diantaranya merupakan protein nilai biologi tinggi.


Jumlah kalori yang diberikansebesar 30 -35 kkal/kgBB/hari. Ddibutuhkan pemantauan yang
teratur terhadapstatus nutrisi pasien. Bila terjadi malnutrisi jumlah asupan kalori dan protein
dapatditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein
tidak disimpan dalam tubuh tapi dipecah dipecah menjadi urea dan subtansi

nitrogenlain , yang terutama diekskresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi
protein pada pasien Penyakit Ginjal Kronik akan mengakibatkan penimbunan subtansi nitrogen dan ion
anorganik lain, dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolik yang disebut uremia D e n g a n
demikian

pembatasan

asupan

protein

akan

sindrom uremik. Masalah penting lain adalah asupan

m e n g a k i b a t k a n berkurangnya

protein berlebih(protein overload)

akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah


dan tekanan intraglomerulus (intraglomerulus hyperfiltration), yang akan meningkattkan
progresifitas pemburuan fungsi ginjal.Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan
asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasan fosfat
perluuntuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia
Terapi Farmakologis.
Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat anti hipertenasi, disamping
bermanfaat untuk memperkecil resiko kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat
pemburukan kerusaka nnefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi
glomerulus.Beberapa studi membuktikan bahwa pengendalian tekanan darah mempunyai peranyang sama
pentingnya

dengan

pembatasan

asupan

protein

dalam

memperkecil

hipertensi

intraglomerulus dan hipertrogi glomerulus. Disamping itu, sasaran terapifarmakologis sangat terkait dengan
derajat proteinuria. Saat ini diketahui secara luas bahwa, proteinuria merupakan faktor resiko terjadi
pemburukan fungsi ginjaldengan kata lain derajat proteinuria berkaitan dengan proses
pemburukan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik. .Beberapa obat antihipertensi, terutama
Penghambat Enzim Konverting Angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ACE
inhibitor), melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal. Hal ini
terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan antiproteinuria.
D.Pencegahan dan Terapi Terhadap Penyakit Kardiovaskular
P e n c e g a h a n d a n t e r a p i t e r h a d a p k a r d i o v a s k u l a r m e r u p a k a n h a l y a n g penting,
karena 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kaediovaskular
adalah, pengedalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia, pengendalian
anemia, pengendalian hiperfosfatemia danterapi terhadap kelebihan cairan dengan gangguan
keseimbangan elektrolit. Semua ini terkait dengan penncegahan dan terapi terhadap
komplikasi penyakit ginjal kronik secara keseluruhan.

10

E.Pencegahan dan Terapi Terhadap Komplikasi


Penyakit ginjal kronik dapat memberikan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai
dengan penurunan fungsi Ginjal.
Anemia.
A n e m i a t e r j a d i p a d a 8 0 - 9 0 % p a s i e n p e n y a k i t g i n j a l k r o n i k . Anemia pada penyakit
ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritopoitin.Hal hal yang ikut berperan dalam
terjadinya anemia adalah defisiensi besi kehilangan darah (missal; pendarahan saluran cerna,
hematuri) masa hidup eritrosityang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan
sumsumtulang

oleh

subtansi

uremik,

proses

inflamasi

akut

maupun

kronik.

Evaluasiterhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin < 10 g % atau hematokrit <
30%meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besis serum/serum iron, kapasitas ikat besi total/ Total Iron
Binding Capacity, feritin serum), mencari sumber pendarahan,m o r f o l o g i
kemungkinan

adanya

hemolisis

dan

lain

eritrosit,

s e b a g a i n y a . Penatalaksanaan

terutama ditujukan pada penyebab utamanya, disamping penyebablain bila ditemukan. Pemberian eritropoipin
(EPO) merupakan hal yang dianjurkan.Dalam pemberian EPO ini status besi harus selalu mendapat
perhatian karena EPO memerlukan besi dalam mekanisme kerjanya. Pemberian tansfusi pada
penyakitginjal kronik harus dilakukan secara hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat
dan pemantauan yang cermat. Transfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat dapat
mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia dan pemburukan fungsi ginjalsasaran hemoglobin menurut
berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dl.

Osteodistrofi Renal.
Osteodistrofi Renal merupakan komplikasi penyakitginjal kronik yang sering terjadi. Penatalaksanaan
Osteodistrofi

Renal

dilaksanakand e n g a n

cara

mengatasi

hiperfosfatemia

dan

p e m b e r i a n h o r m o n e K a l s i t r i o l (1.25(OH)2D3). Penatalaksanaan hiperfosfatemia


meliputi pembatasan asupanfosfat, pemberian pengikat fosfat dengan tujuan absorbsi fosfat
disaluran cerna.Dialisis yang dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal juga ikut berperan
dalam mengatasi hiperfosfatemia
Mengatasi Hiperfosfatemia
11

a.Pembatasan asupan fosfat. Pemberian diet rendah fosfat sejalan dengan


d i e t pada pasien penyakit ginjal kronik secara umum yaitu, tinggi kalori, rendah protein dan
rendah garam, karena fosfat sebagian besar terkandung dalamdaging dan produk hewan seperti
susu dan telor. Asupan fosfat dibatasi 600-800 mg/hari. Pembatasan asupan fosfat yang
terlalu ketat tidak dianjurkan,untuk menghindari terjadinya malnutrisi
b.Pemberian pengikat fosfat. Pengikat fosfat yang banyak dipeke adalah, garamk a l s i u m ,
a l u m u n i u m h i d r o k s i d a , g a r a m m a g n e s i u m . G a r a m - g a r a m i n i diberikan secra
oral, untuk menghambat absorbsi fofat yang berasal dari m a k a n a n . G a r a m k a l s i u m
y a n g b a n y a k d i p a k e a d a l a h k a l s i u m k a r b o n a t (CaCO3) dan kalsium
c. Pemberian bahan kalsium memetik (calcium mimetic agent). Akhir-akhir inidikembangkan
sejenis obat yang dapat menghambat reseptor Ca pada kelenjar paratiroid, dengan nama
sevelamer hidrokhlorida. Obat ini disebut juga calcium mimetic agent, dan dilaporkan mempunyai
efektivitas yang sangat baik serta efek samping yang minimal
Pemberian Kalsitriol (1.25(OH2D3)
Pemberian Kalsitriol untuk mengatasi osteodistrofi renal banyak dilaporkan.Tetapi pemakaiannya tidak
begitu luas, karena dapat meningkatkan absorbsi fosfatdan kalsium disaluran cerna sehingga
dikhawatirkan mengakibatkan penumpukan barang calcium carbonate dijaringan, yang disebut
kalsifikasi metastatik.Disampingi t u j u g a d a p a t m e n g a k i b a t k a n p e n e k a n a n y a n g
b e r l e b i h a n t e r h a d a p k e l e n j a r paratiroid. Oleh karena itu pemakainnya dibatasi pada
pasien dengan kadar fosfatdarah normal dan kadar hormone paratiroid (PTH)>2,5 kali normal.
Pembatasan Cairan dan Elektrolit
Pembatasan asupan air pada pasien penyakit ginjal kronik, sangat perludilakukan.
Hal ini bertujuan untuk mencegahter jadinya edem dan komplikasi kardiovaskular. Air
yang masuk kedalam tubuh dibuat seimbang dengan air yangkeluar baik melalui urine maupun
insensible water loss. Dengan berasumsi bahwa air yang keluar melalui insible water antara 500800 ml/hari (sesuai dengan luas permukaan tubu), maka air yang masuk dianjurka 500-800 ml
ditambah jumlah urine .E l e k t r o l i t y a n g h a r u s d i a w a s i a s u p a n n y a a d a l a h k a l i u m
d a n n a t r i u m . Pembatasan kalium dilakukan, karena hiperkalemia dapat mengakibatkan
aritnia jantung yang fatal. Oleh karena itu, pemberian obat-obat yang mengandung
kaliumdanmakanan yang tinggi kalium (seperti buah dan sayuran) harus dibatasi kadar kalium
12

darah dianjurkan 3,5-5,5 mEq/lt. Pembatasan natrium dimaksudkan untuk mengendalikan


hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium yang diberikan, disesuaikan dengan tingginya
tekanan darah derajat edema yang terjadi.
F.Terapi Pengganti Ginjal (Renal Replacement Therapy)
Terapi pengganti ginjal pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15
ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialysis atau
transplantasi ginjal.1,7
Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus KS, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jilid I. 5th ed. Jakarta: Internal Publishing; 2009
2. Diunduh

dari

http://drdjebrut.wordpress.com/2012/01/03/strategi-penatalaksanaan-

laboratorium-pada-gagal-ginjal-kronis/
3. Price SA,Wilson MCL. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. edisi ke6.Jakarta: EGC; 2005
4. Robbins. Buku Ajar Patologi vol.2 . Ed. 7. Jakarta : EGC; 2007
5. Gleadle.Jonathan.At a glance: Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta.Erlangga; 2007
6. McPhee SJ, Ganong WF. Patofisiologi penyakit.Edisi ke-5. Jakarta; Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2007
7. Wilmana F, Gan S. Farmakologi dan terapi. Edisi V. Jakarta: Departemen Farmakologi
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007

13

Anda mungkin juga menyukai