Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

SISTEM PENCERNAAN
ASUHAHAN KEPERAWATAN APPENDISITIS
Dosen Pengajar : Indah Mukaromah, S Kep.Ners

Oleh:
1. Anjani Tri Lestari
2. Uswatun Hasanah
3. Nailatul Qairiyah
4. Asmiul Adim
5. Bagus Permadiawan

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PRODI S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM
JOMBANG

LEMBAR PENGESAHAN

Makalah Sistem Pencernaan


APPENDISITIS
Di Fakultas Ilmu Kesehatan
Prodi S1 Keperawatan
Universitas Pesantren Tinngi Darul Ulum
Tahun Pelajaran 2013/2014
Disusun Oleh :
KELOMPOK
1. Anjani Tri Lestari
2. Uswatun Hasanah
3. Nailatul Qairiyah
4. Asmiul Adim
5. Bagus Permadiawan
disetujui dan disahkan pada Mei 2013

MENYETUJUI / MENGESAHKAN

Dosen Pengajar dan Dosen Pembimbing

Indah Mukaromah, S Kep.Ners

ii

Kata Pengantar
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sederhana. Semoga makalah "Appendisitis" ini dapat
dipergunakan sebagai acuan dan pedoman maupun petunjuk bagi pembaca dalam proses
belajar mengajar.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan serta
pengalaman bagi kami dan pembaca, sehingga makalah ini dapat diperbaiki dan
dikembangkan bentuk maupun isinya agar kedepannya menjadi lebih baik.
Makalah yang sederhana ini masih sangat jauh dari kesempurnaan karena
pengalaman kami yang masih sangat minim. Oleh karena itu kami harapkan kepada
para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Jombang, 25 Mei 2013

iii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1

Latar Belakang...................................................................................1

1.2

Rumusan Masalah.............................................................................1

1.3

Tujuan Umum....................................................................................2

1.4

Tujuan Khusus...................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2
2.1

Definisi..............................................................................................2

2.2

Etiologi..............................................................................................2

2.3

Patofisiologi.......................................................................................3

2.4

Tanda dan Gejala...............................................................................4

2.5

Penatalaksanaan.................................................................................4

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN...................................................................11


3.1

Pengkajian........................................................................................11

3.2

Analisis data.....................................................................................11

3.3

Diagnosa keperawatan.....................................................................12

3.4

Intervensi Keperawatan...................................................................12

3.5

Implementasi...................................................................................13

3.6

Pemeriksaan Penunjang...................................................................13

BAB IV PENUTUP...............................................................................................17
4.1

Kesimpulan......................................................................................10

4.2

Saran................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................11

iv

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung yang panjangnya kira-kira
10 15 cm dan berpangkal dari sekum. Lumennya sempit pada bagian proksimal
dan lebar di bagian distal, sedangkan pada bayi kebalikannya, hal ini
mempengaruhi

insiden

apendisitis

pada

usia

tersebut.

Pada

kasus

apendisitis,apendiks dapat terletak intraperitoneal atau retroperitoneal. Apendiks


disarafi oleh saraf parasimpatis(berasal dari cabang nervus vagus) dan simpatis
(berasal dari nervus thorakalis X). Hal ini mengakibatkannyeri pada apendisitis
berawal dari sekitar umbilikus
Apendiksitis
peradangan

dari

adalah
apendiks

dan

merupakan penyebab abdomen akut


yang paling sering (Mansjoer,2000).
Appendiks

adalah

organ

tambahan kecil yang menyerupai


jari, melekat pada sekum tepat
dibawah katup ileocecal ( Brunner
dan Sudarth, 2002 hal 1097 ).

Berdasarkan data yang didapatkan menurut DEPKES RI, jumlah pasien


yang menderita penyakit apendiksitis di Indonesia berjumlah sekitar 27% dari
jumlah penduduk di Indonesia, Apendisitis paling sering ditemukan pada usia 20
sampai 40 tahun. Penyakit ini jarang ditemukan padausia yang sangat muda atau
orang tua, dikarenakan bentuk anatomis apendiks yang berbeda pada usia tersebut.
Radang usus buntu (Appendisitis) umumnya disebabkan adanya sumbatan
pada pangkal usus buntu dan hal ini dapat diakibatkan kelainan pada sekum
(tempat usus buntu bermuara) yang menyebabkan penyempitan dari muara usus
buntu, kelainan usus halus bagian ujung (ileu terminal) yang akan berakhir pada
sekum, kelainan pada dinding usus buntu terutama pada pangkalnya yang
membuat salurannya menyempit atau tersumbat. Kelainan-kelainan pada organ di

atas dapat berupa radang, infeksi maupun tumor yang pada akhirnya
menyebabkan penyempitan pangkal appendiks.
Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi.
Keterlambatan

dalam

tatalaksana

dapat

meningkatkan

kejadian

perforasi.Penggunaan ligasi ganda pada setelah appendektomi terbuka dilakukan


dengan jahitan yang mudah diserap tubuh. Ligasi yang biasa dilakukan pada
apendektomi adalah dengan purse string (z-stich atau tobacco sac) dan ligasi
ganda. Pada keadaan normal, digunakan jahitan purse string. Ligasi ganda
digunakan pada saat pembalikkan tunggul tidak dapat dicapai dengan aman,
sehingga yang dilakukan adalah meligasi ganda tunggul dengan dua baris jahitan.
Dengan

peningkatan

penggunaan

laparoskopi

dan

peningkatan

teknik

laparoskopik, apendektomi laparoskopik menjadi lebih sering.


1.2 Rumusan Masalah
a. Apakah definisi Appendisitis?
b. Apa etiologi dari penyakit Appendisitis?
c. Bagiamana patofisiologi penyakit Appendisitis?
d. Apa saja tanda dan gejala penyakit Appendisitis?
e. Bagaimana penatalaksanaan penyakit Appendisitis?
f. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan Appendisitis?
g. Apa pemeriksaan penunjang untuk penderita Appendisitis?
1.3 Tujuan Umum
Secara umum, makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas sistem
pencernaan.
1.4 Tujuan Khusus
1.

Mengetahui Pengertian dari penyakit Appendisitis?

2.

Mengetahui etiologi dari penyakit Appendisitis?

3.

Mengetahui tanda dan gejala dari penyakit Appendisitis?

4.

Mengetahui patofisiologi dari penyakit Appendisitis?

5.

Mengetahui penatalaksanaan terhadap pasien Appendisitis?

6.

Mengetahui asuhan keperawatan yang tepat pada pasien Appendisitis?

7.

Mengetahui PNP dari penyakit Appendisitis?

8.

Memahami berbagai macam pemeriksaan penunjang pada penderita.


Appendisiti

BAB II
PEMBAHASAN
APENDISITIS
2.1 Definisi
Apendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner
& Suddart, 1997)
Apendisitis adalah radang sering ditimbulkan oleh obstruksi akibat fekolit,
hiperplasia limfoid atau tumor ( J.C.E Underwood,2000)

Apendisitis adalah penyakit yang memerlukan pembedahan pada anak.


sekitar 1 dari 15 orang (7%) mengalami apendisitis. Insiden puncak adalah
usia 12 tahun,dan penyakit ini jarang sebelum usia 2 tahun .(Abraham
M.Rudolph,2007)
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiforme dan merupakan
penyakit abdomen akut yang paling sering. (Arif Mansjoes dkk 2000 hal
307)
Anatomi dan Fisiologi
Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis
Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum,
bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga
taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak
pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias
kanan dengan pusat. Posisi apendiks berada pada Laterosekal yaitu di lateral
kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen
(Harnawatiaj,2008). Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai
cacing bisa berbed bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap
terletak di peritoneum.

Ukuran panjang apendiks rata-rata 6 9 cm. Lebar 0,3 0,7 cm. Isi 0,1 cc,
cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin. Pada kasus apendisitis,
apendiks dapat terletak intraperitoneal atau retroperitoneal. Apendiks disarafi oleh
saraf parasimpatis (berasal dari cabang nervus vagus) dan simpatis (berasal dari
nervus thorakalis X). Hal ini mengakibatkan nyeri pada apendisitis berawal dari
sekitar umbilicus (Nasution,2010).
Fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif
berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) dimana
memiliki/berisi kelenjar limfoid. Apendiks menghasilkan suatu imunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue), yaitu Ig
A. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi, tetapi
jumlah Ig A yang dihasilkan oleh apendiks sangat sedikit bila dibandingkan
dengan jumlah Ig A yang dihasilkan oleh organ saluran cerna yang lain. Jadi
pengangkatan apendiks tidak akan mempengaruhi sistem imun tubuh, khususnya
saluran cerna (Nasution,2010).
2.2 Etiologi
a. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen,sering terjadi karena :

Hiperplasia dari folokel limfoit

Adanya fekalit dalam lumen apendik

Adanya benda asing (biji-bijian)


5

Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.

b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E.coli dan
streptococous.
c. Laki-laki lebih banyak dari pada wanita karena peningkatan jaringan
limpoid pada masa tersebut.
d. Tumor
2.3 Patofisiologi
Appendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat tersumbat,
kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor atau benda asing. Proses
inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal yang akan menghambat aliran limfe
yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri dan ulserasi mukosa menimbulkan
nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam,
terlokalisasi dikuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya appendiks yang
terinflamasi berisi pus. (Smeltzer, Suzanne, C., 2001).Bila sekresi mukus
berlanjut, tekanan akan terus meningkat menyebabkan peradanganyang timbul
meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri kanan
bawah disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu
akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren yang disebut
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh pecah akan terjadi
apendisitis perforasi. Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan
usus berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang dsebut infiltrat apendikularis. Peradangan appendiks dapat menjadi abses
atau menghilang.
Pada anak-anak, omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh
yang menjadi kurang memudahkan terjadinya perforasi. Pada orang tua perforasi
mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000).

2.4 Tanda dan Gejala

Nyeri kuadran kanan bawah


Nyeri ini dikrenakan adanya peradangan di apendik

Demam ringan
Karena adanya proses inflamasi

Mual, muntah
Adanya tekanan akibat pembesaran dari apendik

Anoreksia, malaise
Karena efek dari mual d muntah sehinggga ternjadi anoreksi.

Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney


Akibat dari peradangan apendik

Spasme otot
Akumulasi karna fekali

Konstipasi, diare
Konstipasi dapat terjadi pada pasien apendisitis, kemungkinan sebagai
akibat dari diet dan obat-obatan

(Brunner & Suddart, 1997)


2.5 Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Apendektomi/Pembedahan secara dini untuk menurunkan resiko perforasi
Tindak bedahnya berupa sigmodektomi dengan anastomosis termino
terminal.
(Abraham M.Rudolph,2000)
Insisi Grid Iron (McBurney
Incision)11
Insisi Gridiron pada titik McBurney.
Garis insisi parallel dengan otot
oblikus eksternal, melewati titik
McBurney yaitu 1/3 lateral garis
yang menghubungkan spina liaka
anterior
superior
kanan
dan
umbilikus.

Lanz transverse incision12


Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah
pusat, insisi transversal pada garis
miklavikula-midinguinal.
Mempunyai keuntungan kosmetik
yang lebih baik dari pada insisi grid
iron.

Rutherford Morissons incision


(insisi suprainguinal)13
Merupakan insisi perluasan dari
insisi McBurney. Dilakukan jika
apendiks terletak di parasekal atau
retrosekal dan terfiksir.

Low Midline Incision13


Dilakukan jika apendisitis sudah
terjadi
perforasi
dan
terjadi
peritonitis umum.

Insisi paramedian kanan bawah13


Insisi vertikal paralel dengan
midline, 2,5 cm di bawah umbilikus
sampai di atas pubis.

Tabel 4. Macam-macam Insisi untuk apendektomi


2. Farmakologi
8

Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedhan dilakukan


Analgetik diberikan setelah diagnosa ditegakkan
(Brunner & Suddart, 1997)
3. Tata laksana
Dikompres lengkung sigmoid yang dapat dilakukan dengan rekstoskop,
endoskop atau pipa lentur yang besar.
(R.Sjamsuhidayat Wim de jong, 2005)
2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Sel darah putih : lekositosis diatas 12000/mm3, netrofil meningkat sampai
75%
Urinalisis

: normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada

Foto abdomen: Adanya pergeseran material pada appendiks (fekalis) ileus


terlokalisir
Tanda rovsing (+) : dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang
secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan
bawah
(Doenges, 1993; Brunner & Suddart, 1997)

2.7 KOMPLIKASI
Komplikasi utama adalah perforasi appediks yang dapat berkembang
menjadi peritonitis atau abses apendiks. Insiden ini adalah 105 sampai 32%
perforasi umum terjadi sekitar 24jam setelah awitan nyeri.
a) Perforasi
Keterlambatan penanganan merupakan alasan penting terjadinya
perforasi. perforasi apendik akan meningkatkan peritonitis purulenta
yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat meliputi seluruh
perut dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans
muskuler diseluruh perut, peristaltik usus menurun sampai menghilang
karena ileus paraltik (Syamsuhidayat,1997)
9

b) Peritonitis
Peradangan peritonium merupakan penyakit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis. Terjadi akibat penyebaran infeksi dari
apendisitis. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan
peritonium menyebabkan peritonitis generalisata. Cairan dan elektrolit
hilang kedalam lumen usus menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi
dan syok. Gejala demam, lekositosis, nyeri abdomen, mutah ,nyeri tekan
dan bunyi usus menghilang. (Price dan Wilson, 2006)
c) Massa Periapendikuler
Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi
oleh omentum.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN RETINOBLASTOMA

3.1

PENGKAJIAN
Aktivitas/ istirahat: Malaise
1. Sirkulasi : Tachikardi
2. Eliminasi

Konstipasi pada awitan awal

Diare (kadang-kadang)
10

Distensi abdomen

Nyeri tekan/lepas abdomen

Penurunan bising usus

3. Cairan/makanan : anoreksia, mual, muntah


4. Kenyamanan
Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat
berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney meningkat karena
berjalan, bersin, batuk, atau nafas dalam
5. Keamanan : demam
6. Pernapasan
Tachipnea
Pernapasan dangkal
(Brunner & Suddart, 1997)

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN & INTERVENSI


1. Resiko tinggi terjadi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan
utama, perforasi,peritonitis sekunder terhadap proses inflamasi
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria:
Penyembuhan luka berjalan baik
Tidak ada tanda infeksi seperti eritema, demam, drainase purulen
Tekanan darah >90/60 mmHg
Nadi < 100x/menit dengan pola dan kedalaman normal
Abdomen lunak, tidak ada distensi
Bising usus 5-34 x/menit
Intervensi:
a. Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Waspadai nyeri yang
menjadi hebat
b. Awasi dan catat tanda vital terhadap peningkatan suhu, nadi,
adanya pernapasan cepat dan dangkal
11

c. Kaji abdomen terhadap kekakuan dan distensi, penurunan bising


usus
d. Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik
e. Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/drain,
eriitema
f. Kolaborasi: antibiotik
2. Nyeri b.d distensi jaringan usus oleh onflamasi, adanya insisi
bedah d/d klien mengeluh nyeri
Kriteria hasil:

Persepsi subyektif tentang nyeri menurun

Tampak rileks

Pasien dapat istirahat dengan cukup

Intervensi:
a. Kaji nyeri. Catat lokasi, karakteristik nyeri
b. Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler
c. Dorong untuk ambulasi dini
d. Ajarkan tehnik untuk pernafasan diafragmatik lambat untuk
membantu melepaskan otot yang tegang
e. Hindari tekanan area popliteal
f. Berikan antiemetik, analgetik sesuai program
3. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuhb.d inflamasi peritoneum
dengan cairan asing, muntah praoperasi, pembatasan pasca
operasi d/d diare
Kriteria hasil;
Membran mukosa lembab
Turgor kulit baik
Haluaran urin adekuat: 1 cc/kg BB/jam
Tanda vital stabil
Intervensi:
a. Awasi tekanan darah dan tanda vial

12

b. Kaji turgor kulit, membran mukosa, capilary refill


c. Monitor masukan dan haluaran . Catat warna urin/konsentrasi
d. Auskultasi bising usus. Catat kelancara flatus
e. Berikan perawatan mulut sering
f. Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral
dimulai dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi
g. Berikan cairan IV dan Elektrolit
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan
pengobatan b.d kurang informasi d/d klieen sering bertanya
Kriteria:
Menyatakan pemahamannya tentang proese penyakit, pengobatan
Berpartisipasidalam program pengobatan
Intervensi
a. Kaji ulang embatasan aktivitas paska oerasi
b. Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahatperiodik
c. Diskusikan

perawatan

insisi,

termasuk

mengganti

balutan,

pembatasan mandi
d. Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh
peningkatan nyeri, edema/eritema luka, adanya drainase
(Doenges, 1993)
BAB IV
PENUTUP
4.1

Kesimpulan
Apendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat . Insiden
puncak adalah usia 12 tahun,dan penyakit ini jarang sebelum usia 2 tahun.

13

4.2

Saran
Kami menyadari dalam penulisan dan pembahasan makalah ini banyak
ditemui kesalahan dan kekurangan baik dari penulisan dan pembahasan
dikarenakan kami masih dalam proses pembelajaran, kami menerima dengan
lapang dada saran dan tanggapan dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini,dan kami juga berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
penulis nantinya

DAFTAR PUSTAKA
Behrman,dkk.2000.Ilmu Kesehatan Anak Vol.3.Jakarta : EGC.
C Evelyn. 2009. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta. Kompas Gramedia.
Doenges, Marilyn E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Faiz Omar, Moffat David. 2002. At a Glance: Anatomi. Jakarta. Erlangga
Ganong F William. 1999. Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

14

Guyton A, Hall John E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Irawati Setiawan
(penterjemah). Jakarta. EGC.
James Bruce, Chew Chris. 2005. Lecture Notes: Oftalmologi. Jakarta : Erlangga.
Puts.R, Pabs.R. 2000. Sobotta, atlas anatomi manusia jilid 1. Jakarta: EGC.
Robbins, dkk.2009.Buku Saku Dasar Patologi Penyakit.Jakarta : EGC.
Rudolph,

Abraham

M.,

dkk.2007.Buku

Ajar

Pediatri

Rudolph

Vol.3

Ed.20.Jakarta : EGC.
Sachrin, Rosa M.1994.Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi 2. Jakarta : EGC.
Voughan, Dale. 2000. Oftalmologi umum. Jakarta :widya medika.
Wong, Donna L.,dkk.2009.Buku Ajar Keperawatan Pediatrik.Jakarta : EGC.

15

Anda mungkin juga menyukai