ayal lagi, sumpah serapah keluar dari mulutnya sendiri. Johari tetap konsentrasi dengan
pekerjaannya. Sepertinya sikap Tumiyah yang datang begitu tiba-tiba adalah hal biasa
yang dinikmatinya tiap hari.
TUMIYAH:
Betul-betul kurang ajar itu anak! Pagi-pagi sudah mencuri! Dasar anak jadah! Kau tahu
Pak Tua? Uangku 3000 perak yang kusimpan di lemari sudah dicuri oleh si Ujang,
padahal uang itu akan kupakai untuk membeli minyak tanah! Dasar anak sinting! Anak
setan!
JOHARI:
Heh, apa kau lihat lembaran syairku yang kusimpan disini?
TUMIYAH:
Mana aku tahu syairmu, pagi ini aku sedang kesal. Lagi pula, apa tidak ada pekerjaan lain
selain meramal syair-syair sialanmu itu?
JOHARI:
Dari pada kau mencaci maki terus-terusan, lebih baik kau bikinkan aku segelas kopi, biar
otakku sedikit encer menghitung angka-angka ini
TUMIYAH:
Hari ini tak ada kopi Pak Tua! Sebaiknya kau simpan saja impianmu itu!
JOHARI:
Alah! Kau tahu apa tentang merah delima?
(Johari melanjutkan pekerjaannya dan Tumiyah menghilang menuju dapur)
III
Ketika Johari asyik dengan pekerjaannya, Ujang anaknyayang masih berusia 10 tahun
datang, pakaiannya basah kuyup. Dengan melenggang kangkung, ujang mendekati
bapaknya dan duduk di dipan. Matanya sibuk memperhatikan bapaknya yang sibuk
menghitung angka-angka.
JOHARI:
He, anak jadah! Kenapa bajumu basah? Heh, aaa, aku tahu, kau pasti ngintip janda
kembang itu mandi ya? Kecil-kecil sudah kurang ajar! Ayo pergi sana! Ganti bajumu!
Mengganggu konsentrasiku saja!
(Dengan cuek Ujang beranjak menuju dapur, Johari masih melototkan matanya pada
Ujang. Setelah Ujang menghilang, Johari kembali dengan pekerjaannya. Tapi, itupun
hanya sebentar, karena tak lama setelah itu, Ujang berlari keluar dari dapur diiringi
terikan istrinya yang memekakkan telinga.)
TUMIYAH:
Anak sialan! Hei, mau kemana kau? Heh, jangan lari! Kembalikan dulu uangku yang
2|
3000 perak! Pasti kau yang mencurinya! Hei, jangan lari! Keparat, sampai kapan kau
mempermainakan orang tua, heh? Awas kau! Awas!
(Tumiyah terlambat, lari Ujang begitu cepat, begitu keluar dari dapur, ia hanya
mendapati suaminya yang tengah asyik dengan angka-angkanya, kontan saja, suaminya
pun jadi sasaran kemarahannya)
TUMIYAH:
Pak tua, apa kau pikir akan makan dengan berada di rumah terus, heh? Ke pasar kek,
kemana saja. Aku sudah tidak punya minyak tanah pak tua!
JOHARI:
Kau ikhlaskan saja 3000 perak itu, untuk beli minyak tanah ngutang dulu di warung si
Leman, aku sedang nunggu si Kontan untuk urusan penting.
TUMIYAH:
Kontan gundul bonyok! Apa sepenting itu Kontan hingga kau harus menunggu? Dengar
pak tua, utang sama si Leman sudah tiga puluh ribu perak, yang penting sekarang minyak
tanah, bukan Kontan
JOHARI:
Perempuan goblok, kau tahu apa tentang merah delima? Heh, kalau jadihem. Kita akan
lekas kaya! Aku akan bangun rumah dengan lampu yang lebih besar dari yang ada di
Griya Arta sana. Biar mereka nyahok! Kemudian, aku akan
TUMIYAH:
Alah sudah! Dasar pembual!
(Tumiyah memotong ucapan suaminya, bertengkar dengan lelaki ini, tak akan
menghasilkan apa-apa. Otaknya sudah budek. Lalu menyapu gubuknya yang seperti
kapal pecah. Tengah asyik menyapu, ia teringat bahwa hari ini adalah hari rabu.
Tumiyah tersenyum, emosinya sedikit reda. Ia berhenti menyapu dan mendekati
suaminya yang sedang mabuk membayangkan rumah sehebat Griya Arta)
TUMIYAH:
Apa kau sudah mendapatkan inpo alam pak tua?
JOHARI:
Heeeeh perempuan, kamu bilang enggak punya duit!
TUMIYAH:
Weeaalahh, tololnya, kalau kau menang kan aku juga yang senang, lagian, apa kau punya
duit? Beli minyak tanah saja tidak becus!
JOHARI:
Ya sudah, aku cuman mancing-mancing kalau kamu diam-diam masih menyembunyikan
3|
uang. Hem, kelihatannya wangsit kali ini memang benar. Coba kau bayangkan, dalam
mimpi itu aku dikelilingi tiga ekor kalkun. Kalkun Arab. Setelah dikutak-kutik, ternyata
kena pada tujuh delapan dengan ekor dua tujuh. Pokoknya untuk yang satu ini aku harus
bisa. Aku akan mengandalkan si Kontan, setidaknya untuk dua kupon
TUMIYAH:
Terserah, mau Kontan mau setan, aku sudah tak mau tahu, yang penting sekarang
minyak! Aku tak mau kelaparan karena Kontan.
(Tumiyah buru-buru bangkit, menyelesaikan pekerjaanya menyapu rumah, agak lama. Ia
menoleh ke belakang, ke arah suaminya yang masih bermimpi dengan rumah seindah
Griya Arta, hati-hati, ia kemudian menyelinap keluar, bukan ke warung Leman, tetapi ke
Pasar untuk membeli dua lembar kupon)
IV
Hingga pukul 12.00 siang, Kontan belum jua muncul. Tiba-tiba Rosanak gadisnya
muncul, Ros datang dengan membawa nasi bungkus dan memakannya sendiri dengan
enak. Pak Johari jadi iri dan lapar. Pak Johari jadi ingat bahwa perutnya belum di isi sejak
pagi tadi, sedang Tumiyah istrinya ngelayap entah kemana.
JOHARI:
Tentu kau masih menyimpan uang, belikan ayah sebungkus lagi, pake tahu
ROS:
Nggak! Nggak mau. Uangku hanya tingga 2000 perak buat beli viva, bedakku habis
(Ros tiba-tiba menjauh, menjaga nasinya agar tidak terjangkau oleh ayahnya)
JOHARI:
Heh, bukankah itu uangku? Uang dari si Ujang kan?
ROS:
Enak saja, bang Nasrul yang kasih aku lima ribu
JOHARI:
Nasrul? Laki-laki brengsek itu? O ya, kalau begitu tolong kamu pinjamkan sama Nasrul.
Nasrul senang kamu? Bagus. Tidak apa-apa
ROS:
Nggak! Pergi saja sendiri
(Ros kemudian lari ke belakang, tentu saja Johari marah sambil berteriak)
JOHARI:
Keparat! Awas kamu Ros, aku doakan kau nyahok dengan Nasrul!
4|
5|