Anda di halaman 1dari 5

PARA JAHANAM!

Naskah: Zulfikri Sasma


Adaptasi Cerpen LAMPOR Karya Joni Ariadinata
Para Pelaku:
JOHARI (suami)
TUMIYAH (istri)
ROS (anak perempuan)
UJANG (anak laki-laki)
Bagi masyarakat yang bermukim di tepi kali comberan, yang hanya terdiri dari puluhan
gubuk-gubuk reot, parade hingar bingar adalah hal yang biasa terjadi. Terlebih pada
saat matahari mulai menciumi bau busuk pada tepian kali comber yang dipenuhi
bermacam-macam sampah. Sumpah serapah, caci maki, suara bantingan piring yang
sering berakhir dengan saling cakar, ternyata telah menjadi upacara bangun pagi yang
mengasyikkan. Hingga, tak ada satupun yang menarik untuk didengar, apalagi ditonton.
Inilah kisah tentang kaum comberan, kisah tentang orang-orang yang mengatakan
bahwa hidup adalah untuk makan dan senang-senang!
I
Sebuah gubuk reot persis di tepi kali comberan. Dengan artistik ruangan 3x4 meter yang
amat sederana, tampak seorang bapak paroh baya keluar dari kamar yang hanya
dibatasi oleh triplek dan kain kumal. Pak Johari namanya, ia menguap lalu duduk di
dipan kayu yang sama reotnya. Terasa sekali bahwa denyut kehidupan di rumah ini baru
dimulai pada pukul 7 pagi.
Pak Johari terlihat sibuk dengan tumpukan-tumpukan kertas di atas mejanya. Ada
banyak angka-angka yang tertulis di kertas itu. Ia terlihat berpikir keras, tak ubahnya
seperti seorang professor yang akan menyelesaikan penelitiannya. Kemudia ia batukbatuk, lalu meludahkan dahak kental ke lantai dengan santai.
JOHARI:
Merah delima?
(Johari kembali berpikir keras. Kemudian ia teringat sesuatu, lalu mencarinya diantara
tumpukan kertas tersebut, tapi tidak ketemu)
Tum! Tumiyah! Tumiyah!
(Tak ada sahutan, Johari lalu mengambil sisa tembakau tadi malam dan melinting,
membakar, alu menghirupnya dalam-dalam)
Tumiyah! Tum! Hei! Apa kau lihat lembaran syair yang tadi malam kutarok di meja?
Tum! Kau dengar aku Tum?
(Tetap tak ada sahutan, Johari kemudian melanjutkan pekerjaannya)
II
Tiba-tiba Tumiyah datang membawa ember plastik sambil membanting daun pintu. Tak
1|

ayal lagi, sumpah serapah keluar dari mulutnya sendiri. Johari tetap konsentrasi dengan
pekerjaannya. Sepertinya sikap Tumiyah yang datang begitu tiba-tiba adalah hal biasa
yang dinikmatinya tiap hari.
TUMIYAH:
Betul-betul kurang ajar itu anak! Pagi-pagi sudah mencuri! Dasar anak jadah! Kau tahu
Pak Tua? Uangku 3000 perak yang kusimpan di lemari sudah dicuri oleh si Ujang,
padahal uang itu akan kupakai untuk membeli minyak tanah! Dasar anak sinting! Anak
setan!
JOHARI:
Heh, apa kau lihat lembaran syairku yang kusimpan disini?
TUMIYAH:
Mana aku tahu syairmu, pagi ini aku sedang kesal. Lagi pula, apa tidak ada pekerjaan lain
selain meramal syair-syair sialanmu itu?
JOHARI:
Dari pada kau mencaci maki terus-terusan, lebih baik kau bikinkan aku segelas kopi, biar
otakku sedikit encer menghitung angka-angka ini
TUMIYAH:
Hari ini tak ada kopi Pak Tua! Sebaiknya kau simpan saja impianmu itu!
JOHARI:
Alah! Kau tahu apa tentang merah delima?
(Johari melanjutkan pekerjaannya dan Tumiyah menghilang menuju dapur)
III
Ketika Johari asyik dengan pekerjaannya, Ujang anaknyayang masih berusia 10 tahun
datang, pakaiannya basah kuyup. Dengan melenggang kangkung, ujang mendekati
bapaknya dan duduk di dipan. Matanya sibuk memperhatikan bapaknya yang sibuk
menghitung angka-angka.
JOHARI:
He, anak jadah! Kenapa bajumu basah? Heh, aaa, aku tahu, kau pasti ngintip janda
kembang itu mandi ya? Kecil-kecil sudah kurang ajar! Ayo pergi sana! Ganti bajumu!
Mengganggu konsentrasiku saja!
(Dengan cuek Ujang beranjak menuju dapur, Johari masih melototkan matanya pada
Ujang. Setelah Ujang menghilang, Johari kembali dengan pekerjaannya. Tapi, itupun
hanya sebentar, karena tak lama setelah itu, Ujang berlari keluar dari dapur diiringi
terikan istrinya yang memekakkan telinga.)
TUMIYAH:
Anak sialan! Hei, mau kemana kau? Heh, jangan lari! Kembalikan dulu uangku yang
2|

3000 perak! Pasti kau yang mencurinya! Hei, jangan lari! Keparat, sampai kapan kau
mempermainakan orang tua, heh? Awas kau! Awas!
(Tumiyah terlambat, lari Ujang begitu cepat, begitu keluar dari dapur, ia hanya
mendapati suaminya yang tengah asyik dengan angka-angkanya, kontan saja, suaminya
pun jadi sasaran kemarahannya)
TUMIYAH:
Pak tua, apa kau pikir akan makan dengan berada di rumah terus, heh? Ke pasar kek,
kemana saja. Aku sudah tidak punya minyak tanah pak tua!
JOHARI:
Kau ikhlaskan saja 3000 perak itu, untuk beli minyak tanah ngutang dulu di warung si
Leman, aku sedang nunggu si Kontan untuk urusan penting.
TUMIYAH:
Kontan gundul bonyok! Apa sepenting itu Kontan hingga kau harus menunggu? Dengar
pak tua, utang sama si Leman sudah tiga puluh ribu perak, yang penting sekarang minyak
tanah, bukan Kontan
JOHARI:
Perempuan goblok, kau tahu apa tentang merah delima? Heh, kalau jadihem. Kita akan
lekas kaya! Aku akan bangun rumah dengan lampu yang lebih besar dari yang ada di
Griya Arta sana. Biar mereka nyahok! Kemudian, aku akan
TUMIYAH:
Alah sudah! Dasar pembual!
(Tumiyah memotong ucapan suaminya, bertengkar dengan lelaki ini, tak akan
menghasilkan apa-apa. Otaknya sudah budek. Lalu menyapu gubuknya yang seperti
kapal pecah. Tengah asyik menyapu, ia teringat bahwa hari ini adalah hari rabu.
Tumiyah tersenyum, emosinya sedikit reda. Ia berhenti menyapu dan mendekati
suaminya yang sedang mabuk membayangkan rumah sehebat Griya Arta)
TUMIYAH:
Apa kau sudah mendapatkan inpo alam pak tua?
JOHARI:
Heeeeh perempuan, kamu bilang enggak punya duit!
TUMIYAH:
Weeaalahh, tololnya, kalau kau menang kan aku juga yang senang, lagian, apa kau punya
duit? Beli minyak tanah saja tidak becus!
JOHARI:
Ya sudah, aku cuman mancing-mancing kalau kamu diam-diam masih menyembunyikan
3|

uang. Hem, kelihatannya wangsit kali ini memang benar. Coba kau bayangkan, dalam
mimpi itu aku dikelilingi tiga ekor kalkun. Kalkun Arab. Setelah dikutak-kutik, ternyata
kena pada tujuh delapan dengan ekor dua tujuh. Pokoknya untuk yang satu ini aku harus
bisa. Aku akan mengandalkan si Kontan, setidaknya untuk dua kupon
TUMIYAH:
Terserah, mau Kontan mau setan, aku sudah tak mau tahu, yang penting sekarang
minyak! Aku tak mau kelaparan karena Kontan.
(Tumiyah buru-buru bangkit, menyelesaikan pekerjaanya menyapu rumah, agak lama. Ia
menoleh ke belakang, ke arah suaminya yang masih bermimpi dengan rumah seindah
Griya Arta, hati-hati, ia kemudian menyelinap keluar, bukan ke warung Leman, tetapi ke
Pasar untuk membeli dua lembar kupon)
IV
Hingga pukul 12.00 siang, Kontan belum jua muncul. Tiba-tiba Rosanak gadisnya
muncul, Ros datang dengan membawa nasi bungkus dan memakannya sendiri dengan
enak. Pak Johari jadi iri dan lapar. Pak Johari jadi ingat bahwa perutnya belum di isi sejak
pagi tadi, sedang Tumiyah istrinya ngelayap entah kemana.
JOHARI:
Tentu kau masih menyimpan uang, belikan ayah sebungkus lagi, pake tahu
ROS:
Nggak! Nggak mau. Uangku hanya tingga 2000 perak buat beli viva, bedakku habis
(Ros tiba-tiba menjauh, menjaga nasinya agar tidak terjangkau oleh ayahnya)
JOHARI:
Heh, bukankah itu uangku? Uang dari si Ujang kan?
ROS:
Enak saja, bang Nasrul yang kasih aku lima ribu
JOHARI:
Nasrul? Laki-laki brengsek itu? O ya, kalau begitu tolong kamu pinjamkan sama Nasrul.
Nasrul senang kamu? Bagus. Tidak apa-apa
ROS:
Nggak! Pergi saja sendiri
(Ros kemudian lari ke belakang, tentu saja Johari marah sambil berteriak)
JOHARI:
Keparat! Awas kamu Ros, aku doakan kau nyahok dengan Nasrul!

4|

(Pak Johari pun pergi keluar rumah)


V
Malam telah larut, lampu minyak telah lama dinyalakan. Kecuali Pak Johari yang
memang belum pulang, semua penghuni di rumah itu telah lama lelap bersama mimpimimpi indahnya. Ya, tak ada yang perlu dikerjakan selain tidur. Hanya dengan tidurlah
keluarga semacam itu bisa tentram dan sunyi.
Pukul sebelas malam, pak Johari baru pulang. Tubuhnya sedikit oleng pertanda sedang
mabuk berat. Mulutnya menceracau-ceracau tak karuan. Memanggil-manggil Tumiyah
Istrinya.
JOHARI:
Tum, Tumiyah, aku gagal Tum, hik, aku gagal mendapatkan kupon itu, padahal
nomornya jitu, hik. Jika saja tidak, mungkin malam ini kita sudah bercinta di Griya Arta,
eh, hik, bercinta? O ya, malam ini kita bercinta lagi ya Tum, hik, itulah obat bagi
segalanya, hik. Tenanglah Tum, besok akan kupikirkan lagi kabar tentang merah delima,
hik. Tum, hik, Tum..
(Mulut Johari terus menceracau, dalam benaknya sudah terbayang nikmatnya bercinta
dengan Istrinya. Johari kemudian bergerak menuju salah satu kamar dalam gubuknya,
tapi bukan ke kamar dimana Tumiyah Istrinya telah lama terlelap. Barangkali gara-gara
terlalu mabuk sehingga Johari lupa bahwa ia telah masuk ke kamar Ros anak gadisnya.
Dan)
SELESAI

5|

Anda mungkin juga menyukai