Anda di halaman 1dari 3

Ada orang yang berpendapat bahwa hukum mewajibkan oleh karena menemukan dasarnya

dalam ajaran agama. Norma-norma yang pertama-tama diakui sebagai pedoman bagi hidup
adalah perintah-perintah agama. Perintah-perintah agama adalah perintah Allah sendiri.
Perintah Allah harus ditaati manusia. Inilah pandangan para sarjana yang bersikap
fundamentalis dalam hal-hal keagamaan, entah mereka bersandar pada ajaran Kristiani entah
pada ajarang Islam.
Inilah pandangan filsuf-filsufneokantianisme diantara HANS KELSEN. Diakui bahwa
memang peraturan-peraturan hukum mewajibkan. Tetapi kewajiban itu tidak pernah berasal
dari peraturan-peraturan sebagai kenyatan. Suatu kenyataan tidak pernha dapat melahirkan
suatu kewajiban. Kelsen menegaskan hal ini oleh karena ia tetap berpengang pada perbedaan
yang tajam antara ada dan harus (Sein dan Sollen) yang berasal dariKant. Apa yang tidak ada
hubungan dengan apa yang harus, yakni kewajiban.
Berdasarkan pertimbangan ini Kelsen menarik kesimpula bahwa norma hukum yang
menjadi dasar kewajiban bukanlah suatu norma eksistensial yang ada hubungan dengan isi
hukum. Norma dasar hukum bersifat formal, yankni hanya ada hubungan dengan bentuk
hukum. Norma logis ini ditanggapi sebagai syarat untuk dapat berpikir tentang hukum.
Untuk menerangkan apa yang dimaksud dengan etika, kiranya kami dapat bertolak ari
suatu definisi yang umumnya diterima: etika adalah ajaran mengenai tingkah laku manusia
menurut norma baik dan jahat. Pertanyaan utama disini ialah: dari mana datangnya bahwa
gagasan-gagasan tertentu diakui sebagai norma bagi tingkah laku tiap-tipa manusia. Gagasangagasan lain tidak? Pendek kata: dicari dasar etika.
Evidensi ini dapat diringkas dalam rumusan umum: lakukanlah yang baik, hindarkan
lah yang jahat. Evidensi etis ini dapat ditemukan dalam prinsip-prinsip abstrak lain, seperti:
hormati orang lain. Tetapi bagaimana orang lain harus dihormati

tidak selalu kentara.

Sebaliknya tentang penerapan prinsip-prinsip mum kepada situasi tertentu perbedaan


pendapat sulit dihindarkan. Namun adanya pelbagai pandangan dapat penilaian etis bukan
berarti bahwa kesadarn atis hilang. Kesadaran etis berarti bahwa diakui adanya perbedaan
baik dan jahat, yang tidak berdasarkan kepentingan individual.
Kewajiban untuk mentaati normanorma etis disadari manusia dalam segala hubungannya,
yakni terhadapa diri sendiri, terhadapa sesama Allah. Akibatnya dalam hubungan-hubungan

ini manusia tidak bebas mengikuti nafsu individualnya. Ia harus mentaati apa yang baik dan
pantas, dilihat dari fihak nilai-nilai hidup yang umumnya diakui manusia.
Diantara bidang hidup dimanakah kewajiban etis main peranannya pertama-tama
bidang hidup bersama harus disebut. Pertanyaan yang timbul dalam bidang ini ialah:
kewajian etis untuk hidup bersama titik tolaknya darimana?
Dapat disimpulkan bahwa prinsip hukum sam dengan prinsip etika. Seperti etika
hukum pun berdasar pada martabat manusia sebagai pribadi. Kewajiban yang ada dalam
hukumberasal dari kenyataan yang sama. Semua pripsip lain seperti prinsip-prinsip keadilan,
prinsip-prinsip ketuhanan manusia atau hak manusia merupakan kesimpulan dari prinsip
utama tadi, yakni martabat manusia sebagai pribadi.
Hubungan antara etika atau moral dengan hukum merupakan salah satu pokok
pemikiran para ahli filsafat hukum sampai abad ini (a.I.PUFENDORF, THOMASIUS,
KANT, STAMMLER, RADBRUCH, HART, REINACH, MESSNER). Jelaslah urainnya
meraka tentang hukum tidak sama dengan etika.
Dalam lintasan sejarah kepekaan terhadap martabat manusia makin meningkat. Oleh
karena itu dalam memikirkan masalah-masalah hukum, hukum makin digabungkan dengan
hak-hak manusia.
Pendek kata, menurut tanggapan umum peranan hukum adalah menciptakan suatu
aturan masayarakat yang baik sehingga hak-hak manusia terjamin.
Tanpa hukum hidup manusia menjadi kacau. Tanpa hukum manusia kehilangan
kemungkinan untuk berkembang secara manusiawi.
Orang yang menurut jalan pemikiran ini sebenernya meletakkan suatu dasar lain bagi
dibentuknya hukum. Hukum dibentuk untuk menjaga keamanan. Tanpa hukum hidup
manusia tidak aman, selalu diancam oleh orang lain yang ingin mewujudkan cita-cita yang
melawan cita-cita sendiri.
Teori empirisme ini diambil alih oleh beberapa tokoh neopositivisme. Menurut filsafat
mereka hukum berfungsi sebagai penjaga keamanan dalam hidup bersama. Orang harus
bersedia untuk membatasi kebebasannya untuk dapat menikmati keamanan dalam hidup
pribadi.

Pemikiran negatif terhadap hukum merupakan juga latar belakang filsafat hukum
dalam alirang-aliran eksistensialisme, filsuf-filsuf eksistensialisme menekan kebebasan
manusia sebagai kebebasan individual. Titik tolak ini tidak memungkinkan mereka lagi untuk
memandang hukum sebagai gejalaa yang wajar, oleh sebab hukum yang bersifat umum itu
sulit diperdamaikan dengan manusia dalam perkembangan pribadinya. Manusia harus
berkembang sekalipun kelakuannya diatur oleh hukum. Hukum membatasi kebebasannya,
lain tidak.
Justru karena perbedaan ini hukum dibutuhkan. Hukum mengatur hidup bersama
dengan menentukan manakah hak dan kewajiban tiap-tiap manusia pribadi dalam hidup
bersama. Namun pada dasarnya pribadi dan hidup bersama tidak saling bersaingan, asal saja
aturan hukum yang ditentukan tepat.
Tujuan hukum ialah mewujudkan suatu masyarakat yang memelihara kepentingan
umum, yang menjaga hak-hak manusia, yang menciptakan suatu hidup bersama yang adil.
Namun suatu masyarakat ideal tidak pernah akan dicapai. Hal ini dijelaskan oelh orang yang
mendapatkan inspirasi dari fihak agama. Menurut agama manusia berdosa, artinya
kepentingan individual didahulukan diatas kepentingan umum, hak-hak manusia dilanggar,
keadilan dalam hidup bersama tidak dihiraukan lagi (Messner, dll)
Pengadilan itu tidak hanya dibentuk untuk bertindak terhadap pelanggar-pelanggar
hukum (hukum pidana), tetapi juga untuk menjadi wasit dalam persaingan antara kepentingan
-kepentingan individual. Itu tidak berarti kepentingan individual menjadi prinsip hukum.
Seandainya kepentingan individual menjadi prinsip hukum ketidakadilan dapat dibenarkan
juga demi kepentingan individual.

Anda mungkin juga menyukai