Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
C. Etiologi
BV paling sering disebabkan oleh Gardnerella vaginalis.G. vaginalis sendiri juga merupakan
bakteri anaerob batang variabel gram yang mengalami hiperpopulasi sehingga menggantikan
flora normal vagina dari yang tadinya bersifat asam menjadi bersifat basa
Pada bakterial vaginosis dapat terjadi simbiosis antara G.vaginalis sebagai pembentuk asam
amino dan kuman anaerob beserta bakteri fakultatif dalam vagina yang mengubah asam
amino menjadi amin sehingga menaikkan pH sekret vagina sampai suasana yang sesuai bagi
pertumbuhan G. vaginalis. Beberapa amin diketahui menyebabkan iritasi kulit dan menambah
pelepasan sel epitel dan menyebabkan sekret tubuh berbau tidak sedap yang keluar dari
vagina.
Basil-basil anaerob yang menyertai bakterial vaginosis diantaranya Bacteroides bivins, B.
Capilosus dan B. disiens yang dapat diisolasikan dari infeksi genitalia.
D. Gambaran Klinis
Gejala yang paling sering pada bakterial vaginosis adalah adanya cairan vagina yang
abnormal (terutama setelah melakukan hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang
khas yaitu bau amis/bau ikan (fishy odor).
Bau tersebut disebabkan oleh adanya amin yang menguap bila cairan vagina menjadi basa.
Cairan seminal yang basa (pH 7,2) menimbulkan terlepasnya amin dari perlekatannya pada
protein dan amin yang menguap menimbulkan bau yang khas. Walaupun beberapa wanita
mempunyai gejala yang khas, namun pada sebagian besar wanita dapat asimptomatik. Iritasi
daerah vagina atau sekitar vagina (gatal, rasa terbakar), kalau ditemukan lebih ringan
daripada yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis atau C.albicans. Sepertiga penderita
mengeluh gatal dan rasa terbakar, dan seperlima timbul kemerahan dan edema pada vulva.
Nyeri abdomen, dispareuria, atau nyeri waktu kencing jarang terjadi, dan kalau ada karena
penyakit lain.
Pada pemeriksaan biasanya menunjukkan sekret vagina yang tipis dan sering berwarna putih
atau abu-abu, viskositas rendah atau normal, homogen, dan jarang berbusa. Sekret tersebut
melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis atau kelainan yang difus.
Gejala peradangan umum tidak ada. Sebaliknya sekret vagina normal, lebih tebal dan terdiri
atas kumpulan sel epitel vagina yang memberikan gambaran bergerombol.
Pada penderita dengan bakterial vaginosis tidak ditemukan inflamasi pada vagina dan vulva.
Bakterial vaginosis dapat timbul bersama infeksi traktus genital bawah seperti trikomoniasis
dan servisitis sehingga menimbulkan gejala genital yang tidak spesifik.
E. Diagnosis
Diagnosis bakterial vaginosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
mikroskopis. Anamnesis menggambarkan riwayat sekresi vagina terus-menerus dengan bau
yang tidak sedap. Kadang penderita mengeluh iritasi pada vagina disertai disuria/dispareunia,
atau nyeri abdomen.
Pada pemeriksaan fisik relatif tidak banyak ditemukan apa-apa, kecuali hanya sedikit
inflamasi dapat juga ditemukan sekret vagina yang berwarna putih atau abu-abu yang melekat
pada dinding vagina. Gardner dan Dukes (1980) menyatakan bahwa setiap wanita dengan
aktivitas ovum normal mengeluarkan cairan vagina berwarna abu-abu, homogen, berbau
dengan pH 5 - 5,5 dan tidak ditemukan T.vaginalis, kemungkinan besar menderita bakterial
vaginosis.
Dengan hanya mendapat satu gejala, tidak dapat menegakkan suatu diagnosis, oleh sebab itu
didapatkan kriteria klinis untuk bakterial vaginosis yang sering disebut sebagai kriteria Amsel
(1983) yang berpendapat bahwa terdapat tiga dari empat gejala, yaitu :
Adanya sekret vagina yang homogen, tipis, putih, melekat pada dinding vagina dan
abnormal
pH vagina > 4,5
Tes amin yang positif, yangmana sekret vagina yang berbau amis sebelum atau setelah
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan preparat basah ; Dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes cairan
NaCl 0,9% pada sekret vagina diatas objek glass kemudian ditutupi dengan coverslip. Dan
dilakukan pemeriksaan mikroskopik menggunakan kekuatan tinggi (400 kali) untuk melihat
clue cells, yang merupakan sel epitel vagina yang diselubungi dengan bakteri (terutama
Gardnerella vaginalis). Pemeriksaan preparat basah mempunyai sensitifitas 60% dan
spesifitas 98% untuk mendeteksi bakterial vaginosis. Clue cells adalah penanda bakterial
vaginosis.
Whiff test ; Whiff test dinyatakan positif bila bau amis atau bau amin terdeteksi dengan
penambahan satu tetes KOH 10-20% pada sekret vagina. Bau muncul sebagai akibat
pelepasan amin dan asam organik hasil alkalisasi bakteri anaerob. Whiff test positif
menunjukkan bakterial vaginosis.
Tes lakmus untuk pH ; Kertas lakmus ditempatkan pada dinding lateral vagina. Warna
kertas dibandingkan dengan warna standar. pH vagina normal 3,8 - 4,2. Pada 80-90%
bakterial vaginosis ditemukan pH > 4,5.5,6,12
Pewarnaan gram sekret vagina ; Pewarnaan gram sekret vagina dari bakterial vaginosis
keberhasilan penyembuhan lebih dari 90%, dengan dosis 2 x 400 mg atau 500 mg setiap hari
selama 7 hari. Jika pengobatan ini gagal, maka diberikan ampisilin oral (atau amoksisilin)
yang merupakan pilihan kedua dari pengobatan keberhasilan penyembuhan sekitar 66%).
Mempunyai aktivitas sedang terhadap G.vaginalis, tetapi sangat aktif terhadap bakteri
Klindamisin 300 mg, 2 x sehari selama 7 hari. Sama efektifnya dengan metronidazol
untuk pengobatan bakterial vaginosis dengan angka kesembuhan 94%. Aman diberikan pada
wanita hamil. Sejumlah kecil klindamisin dapat menembus ASI, oleh karena itu sebaiknya
menggunakan pengobatan intravagina untuk perempuan menyusui.
Amoksilav (500 mg amoksisilin dan 125 mg asam klavulanat) 3 x sehari selama 7 hari.
b. Terapi Topikal
3,42%), 2 x sehari selama 10 hari, tapi akhir-akhir ini dilaporkan angka penyembuhannya
hanya 15 45 %.
Pengobatan bakterial vaginosis pada masa kehamilan. Terapi secara rutin pada masa
kehamilan tidak dianjurkan karena dapat muncul masalah. Metronidazol tidak digunakan
pada trimester pertama kehamilan karena mempunyai efek samping terhadap fetus. Salah satu
efek samping penggunaan Metronidazole ialah teratogenik pada trimester pertama. Dosis
yang lebih rendah dianjurkan selama kehamilan untuk mengurangi efek samping
(Metronidazol 200-250 mg, 3 x sehari selama 7 hari untuk wanita hamil). Penisilin aman
digunakan selama kehamilan, tetapi ampisilin dan amoksisilin jelas tidak sama efektifnya
dengan metronidazol pada wanita tidak hamil dimana kedua antibiotik tersebut memberi
angka kesembuhan yang rendah. Metronidazole dapat melewati sawar placenta dan
memasuki sirkulasi ketuban dengan pesat. Studi reproduksi telah dilakukan pada tikus di
dosis sampai lima kali dosis manusia dan dinyatakan tidak ada bukti perburukan kesuburan
atau efek bahaya ke janin karena Metronidazole. Tidak ada efek fetotoxicity selama
penelitian pemberian Metronidazole secara oral untuk tikus yang hamil pada 20 mg / kg /
hari, dosis manusia (750 mg / hari) berdasarkan mg / kg berat badan.
Pada trimester pertama diberikan krim klindamisin vaginal karena klindamisin tidak
mempunyai efek samping terhadap fetus. Pada trimester II dan III dapat digunakan
metronidazol oral walaupun mungkin lebih disukai gel metronidazol vaginal atau klindamisin
krim.
Untuk keputihan yang ditularkan melalui hubungan seksual. Terapi juga diberikan
kepada pasangan seksual dan dianjurkan tidak berhubungan selama masih dalam pengobatan.
Pengobatan secara oral atau lokal dapat digunakan untuk pengobatan pada wanita hamil
dengan gejala VB yang resiko rendah terhadap komplikasi obstertri. Wanita tanpa gejala dan
wanita tanpa faktor resiko persalinan preterm tidak perlu menjalani skrening rutin untuk
pemngobatan bacterial vaginosis. Wanita dengan resiko tinggi persalinan preterm dapat
mengikuti skrining rutin dan pengobatan bacterial vaginosis. Jika pengobatan untuk
pencegahan terhadap komplikasi kehamilan dijalani, maka diharuskan menggunakan
metronidazole oral 2 kali sehari selama 7 hari. Topical (pada vagina) tidak direkomendasikan
untuk indikasi ini. Test skrining harus diulangi 1 bulan setelah pengobatan untuk memastikan
kesembuhan.
H. Pencegahan
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam menjaga kondisi tubuh adalah sbb :
-
sekitar vagina. Salah satunya produk pembersih yang terbuat dari bahan dasar susu. Produk
seperti ini mampu menjaga seimbangan pH sekaligus meningkatkan pertumbuhan flora
normal dan menekan pertumbuhan bakteri yang tak bersahabat. Sabun antiseptik biasa
umumnya bersifat keras dan dapat flora normal di vagina. Ini tidak menguntungkan bagi
kesehatan vagina dalam jangka panjang.
-
Hindari pemakaian bedak pada organ kewanitaan dengan tujuan agar vagina harum dan
kering sepanjang hari. Bedak memiliki partikel-partikel halus yang mudah terselip disana-sini
dan akhirnya mengundang jamur dan bakteri bersarang di tempat itu.
-
Gunakan celana dalam yang kering. Seandainya basah atau lembab, usahakan cepat
mengganti dengan yang bersih dan belum dipakai. Tak ada salahnya Anda membawa
cadangan celana dalam tas kecil untuk berjaga-jaga manakala perlu menggantinya.
-
Gunakan celana dalam yang bahannya menyerap keringat, seperti katun. Celana dari
bahan satin atau bahan sintetik lain membuat suasana disekitar organ intim panas dan lembab.
-
Pakaian luar juga perlu diperhatikan. Celana jeans tidak dianjurkan karena pori-porinya
sangat rapat. Pilihlah seperti rok atau celana bahan non-jeans agar sirkulasi udara di sekitar
organ intim bergerak leluasa.
-
Gunakan panty liner disaat perlu saja. Jangan terlalu lama. Misalkan saat bepergian ke