Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

EPIDEMIOLOGI KLINIK: TERAPI

Pembimbing:
dr. Yuki Yunanda, M.Kes

Disusun oleh:
Annisa Putri Siregar
100100009

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT/


ILMU KEDOKTERAN PENCEGAHAN/
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat penulis selesaikan tepat pada
waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis menyajikan makalah mengenai epidemiologi
klinik khususnya diagnosis. Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah
untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Departemen Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan pula terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. Yuki Yunanda, M.Kes atas kesediaan beliau sebagai
pembimbing dalam penulisan makalah ini. Besar harapan, melalui makalah ini,
pengetahuan dan pemahaman kita mengenai epidemiologi klinik khususnya terapi
semakin bertambah.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna,
baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan makalah ini. Atas bantuan dan segala dukungan dari berbagai
pihak baik secara moral maupun spiritual, penulis ucapkan terima kasih. Semoga
makalah ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya di bidang kesehatan.
Medan, 18 Februari 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................

DAFTAR ISI ................................................................................................

ii

BAB I

PENDAHULUAN........................................................................

1.1.

Latar Belakang...................................................................

1.2.

Tujuan................................................................................

1.3.

Manfaat..............................................................................

TINJAUAN PUSTAKA...............................................................

2.1

Epidemiologi Klinik...........................................................

2.2.

Terapi..................................................................................

BAB II

BAB III KESIMPULAN............................................................................ 13


DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 14

DAFTAR GAMBAR
TABEL

JUDUL

HALAMAN

Gambar 2.1

Gambaran Uji
Acak Terkontrol

Gambar 2.2

Populasi Sample

Gambar 2.3

Rumus NNR

Gambar 2.4

Manajemen
eksplanatori trial

Klinis

dan

11

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi penyakit dan

determinan yang mempengaruhi frekuensi penyakit pada kelompok manusia. 1


Epidemiologi yang semula mempelajari epidemi, lalu meluas sehingga
mempunyai tiga tujuan, yaitu mendiagnosis masalah kesehatan komunitas,
menentukan

riwayat

alamiah dan etiologi penyakit, dan menilai dan

merencanakan pelayanan kesehatan. Ketiga tujuan tersebut dapat dicapai dengan


melakukan surveilens epidemiologi dan penelitian epidemiologi.2
Epidemiologi klinik adalah ilmu yang mempelajari tentang prediksi
seorang pasien dengan menghitung peristiwa klinis pada pasien yang sama ,
menggunakan metode ilmiah yang kuat pada studi sekelompok pasien untuk
memastikan bahwa prediksi adalah akurat.3
Setelah penyakit pasien telah ditetapkan, tentu saja yang diharapkan
adalah pertanyaan, "Apa yang bisa dilakukan tentang hal itu ? Apakah ada
pengobatan yang dapat menyembuhkan penyakit ?" maka dari itu diperlukan bukti
yang digunakan untuk memutuskan apakah terapi tersebut adalah efektif.3
Biasanya jenis obat atau cara pengobatan akan diuji menggunakan suatu
uji klinis. Diharapkan hasilnya adalah pengobatan yang akan diuji memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pengobatan yang ada.4
1.2.

Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk lebih mengerti dan

memahami tentang epidemiologi klinik terutama terapi dan untuk memenuhi


persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di
Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas
Sumatera Utara.

1.3.

Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan

pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara
umumnya agar dapat lebih mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai
epidemiologi klinik terutama terapi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Epidemiologi klinik
Epidemiologi merupakan salah satu metode penelitian, yang salah satu

cirinya adalah direncanakan dan dilaksanakan oleh manusia yang mempunyai sifat
ingin tahu (Fox et al,1970). Meskipun defenisi epidemiologi berbeda-beda namun
epidemiologi arti secara garis besar adalah mempelajari populasi.2
Epidemiologi klinik merupakan ilmu yang berasal dari dua disiplin induk
kedokteran

klinis

dan epidemiologi.

Disebut

kedokteran

klinis

karena

epidemiologi klinik bertujuan membantu klinisi untuk membuat keputusan klinis


dengan lebih baik untuk pelayanan pasien, menyangkut diagnosis, kausa,
prognosis, terapi, maupun pencegahan. Epidemiologi klinik disebut epidemiologi
karena semua prinsip, konsep, dan metode yang digunakan untuk membuat
keputusan klinis pasien diadopsi dari prinsip, konsep dan metode kuantitatif
epidemiologi populasi.5
Hal hal yang dipelajari dalam epidemiologi klinik mencakup antara lain :

Definisi dari normalitas dan abnormalitas

Akurasi dari uji diagnosis

Perjalanan alami dan prognosis dari penyakit

Efektivitas dari pengobatan

Prevensi pada praktik klinis6

2.2

Terapi
Terapi adalah apa yang dokter resepkan atau berikan kepada pasien. Ketika

penyakit seorang pasien telah diketahui dan akan diharapkan apa yang dapat
dilakukan terhadap hal itu, apakah ada terapi yang dapat meningkatkan hasil
pengobatan. Penemuan terapi baru didapatkan dari adanya ide dan juga bukti
bahwa terapi itu dapat berguna. Ide atau hipotesis dapat berasal dari mekanisme
seluler, observasi dari klinisi, dan dari trial and error. Meskipun beberapa efek
terapi sudah jelas nilainya tanpa harus dilakukan penelitian, tetapi jika hanya
mengandalkan pada pengertian tentang suatu mekanisme, tanpa dilakukannya
3

penelitian, terkadang dapat menuju suatu mekanisme yang tidak diinginkan dan
tidak dapat dimengerti seutuhnya.3
2.2.1

Studi Efek Terapi


Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun

sedemikian rupa sehingga dapat menuntun peneliti untuk dapat memperoleh


jawaban terhadap pertanyaan penelitian. Terdapat 2 cara untuk menentukan efek
dari suatu terapi, yaitu dengan studi observasional dan studi eksperimental.4
Studi observasional adalah penelitian dimana peneliti hanya melakukan
observasi, tanpa memberikan intervensi pada variabel yang akan diteliti. Studi
eksperimental adalah penelitian dimana peneliti melakukan intervensi pada
variabel sebab yang akan diteliti. Yang dimaksud dalam intervensi dalam konteks
ini adalah perlakuan yang dilaksanakan oleh peneliti terhadap subyek penelitian,
dan hasil perlakuan tersebut diamati, diukur, dan dianalisis.3
Perlu dikemukakan bahwa desain penelitian yang satu tidak lebih unggul
daripada yang lain, karena desain yang dipilih berhubungan erat dengan tujuan
dan pertanyaan penelitian. Dengan kata lain, pemilihan desain bertujuan untuk
memperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian dengan cara yang paling efisien
dan dengan hasil yang memuaskan.4
2.2.2

Uji Klinis Acak Terkontrol


Uji klinis merupakan penelitian eksperimental terencana yang dilakukan

pada manusia. Pada uji klinis dikenal uji klinis acak terkontrol yang merupakan
baku emas uji klinis. 4
Uji klinis acak terkontrol adalah suatu disain studi dimana subyek
dialokasikan secara random dalam memperoleh perlakuan. Sebagai prinsipnya
adalah

membandingkan

antara

kelompok

perlakuan

dengan

kelompok

pembanding.3

Gambar 2.1
Dalam arti sempit uji klinis merupakan proses pengembangan pengobatan
baru. Biasanya jenis obat dan cara pengobatan yang akan diuji diharapkan
memberikan hasil yang lebih baik dari pengobatan yang ada. Dalam hal ini ada 2
tahapan, yaitu:
1. Tahapan 1
Dilakukan penelitian laboratorium, yang disebut sebagai pra-klinis, yang
dilakukan in-vitro dengan menggunakan hewan coba. Hal ini bertujuan untuk
mengumpulkan informasi tentang aspek farmakologi dan toksikologi obat dalam
rangka mempersiapkan tahapan selanjutnya.4
2. Tahapan 2
Pada tahap ini manusia merupakan subyek penelitian. Tahap ini dibagi kedalam 4
fase, yaitu:
- Fase I : Bertujuan untuk meneliti keamanan serta toleransi pengobatan, biasanya
menyertakan 20-100 subyek penelitian. Dosis yang digunakan adalah dosis aman
dan tidak ada kontrol.
- Fase II : Bertujuan untuk menilai keamanan serta toleransi pengobatan yang
paling efektif, biasanya dilaksanakan dengan 100-200 subyek penelitian.
- Fase III : Bertujuan untuk mengevaluasi obat atau cara pengobatan baru
dibanding dengan pengobatan yang telah ada.
-Fase IV : Bertujuan untuk mengevaluasi obat yang telah dipakai dalam
masyarakat untuk jangka waktu yang relatif lama (5 tahun atau lebih). Fase ini
penting untuk mendeteksi efek samping obat yang timbul setelah lebih banyak
pemakai.3,4
a. Sampel

Sampel yang dimasukkan adalah pasien yang dapat menentukan sejauh


mana hasil dapat digeneralisasikan untuk pasien lain. Ada 3 jenis yang tidak dapat
dijadikan sampel yaitu mereka yang tidak memenuhi kriteria tertentu, mereka
yang menolak untuk berpartisipasi, dan mereka yang tidak berkooperasi dengan
pelaksanaan percobaan.3

Gambar 2.2
b. Intervensi

Intervensi ini sendiri dapat dideskripsikan sebagai hubungan dari 3


karakteristik, yaitu generalisasi, kompleksiti, dan kekuatan. Dalam hal ini
generalisasi adalah dapat digunakan dan diterapkan di praktek biasa. Kompleksiti
adalah multifaktorial di berbagai elemen. Dan kekuatan adalah terapi tersebut
memiliki efektifisitas yang tinggi .3
c. Grup pembanding
Nilai dari sebuah terapi hanya dapat diputuskan dengan membandingkan
hasilnya dengan kontrol. Pada penelitian ini kontrol dapat tidak diintervensi,
observasi, diberikan plasebo, dan menggunakan obat yang sudah digunakan.3
d. Pemberian terapi
Salah satu aspek yang sangat penting dalam uji klinis adalah randomisasi.
Randomisasi adalah proses menentukan subyek penelitian mana yang akan
mendapat perlakuan dan subyek mana yang merupakan kontrol, berdasarkan
peluang.4
e. Pemantauan selama penelitian
Tidak semua pasien berpartisipasi sesuai dengan yang diharapkan. Banyak
kendala yang akan terjadi seperti kepatuhan pasien, kointervensi, dan juga pasien
yang non-responder.3
Banyak faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien, antara lain lamanya
observasi, sifat obat, biaya, penjelasan sebelum penelitian, sikap dan cara
pendekatan peneliti terhadap subyek, tingkat pendidikan, dan lain-lain. Maka dari
itu diperlukan penjelasan mengenai tujuan dan cara penelitian.3,4
Setelah dilakukan randomisasi, pasien dapat menerima beberapa intervensi
selain dari apa yang diberikan untuk penelitian, hal ini harus diberikan terhadap
kedua kelompok untuk menghidari terjadinya bias.3
Dalam beberapa percobaan uji klinis, akan didapati pasien yang respon
dan pasien yang tidak respon (non-responder). Hal ini dapat diakibatkan oleh
beberapa faktor seperti karakteristik dari tingkat penyakit, dosis dan efek samping
dari suatu obat, ataupun adanya penyakit lain.3
f. Blinding
7

Tujuan dilakukannya blinding adalah menghindarkan bias, baik yang


berasal dari peneliti, subyek, atau evaluator. Karena bias dapat terjadi di berbagai
bagian uji klinis, maka ketersamaran juga harus diupayakan pada berbagai
tahapan uji klinis, yakni waktu randomisasi, pelaksanaan, pengukuran, dan
evaluasi hasil.4
Salah satu teknik blinding yang sering dipakai adalah penggunan plasebo.
Fungsi dari plasebo ini adalah untuk menyingkirkan atau mengurangi bias, baik
dari peneliti ataupun subyek. Efek dari plasebo ini adalah perasaan mengalami
suatu efek padahal efek tersebut tidak ada.3,4
Ada 4 jenis blinding. yaitu :
- Uji klinis terbuka dimana semua mengetahui obat yang diberikan, desain ini
dilakukan pada studi pendahuluan, yang akan dilanjutkan dengan uji klinis acak
tersamar ganda. Desain ini juga dipergunakan bila blinding tidak memungkinkan.
- Single-blind artinya terdapat satu pihak yang tidak mengehatui terapi yang
diberikan. Biasanya subyek penelitian, tetapi dapat juga dokter yang mengobati,
walaupun ini lebih jarang. Bila dokter mengetahui obat yang diberikan, seperti
halnya pada uji klinis terbuka, dapat terjadi bias oleh karena peneliti cenderung
memberikan perhatian dan penilaian yang lebih baik pada kelompok perlakuan.
- Double-blind artinya baik subyek maupun peneliti tidak mengetahui pengobatan
yang diberikan. Prosedur ini akan mengurangi terjadinya berbagai bias, dan
dianggap sebagai baku emas untuk uji klinis.
- Triple-blind artinya ketiga pihak tidak menngetahui, yaitu subyek, peneliti,
maupun penilai. Tetapi biasanya dapat disebutkan dengan double-blind.1,4
g. Penilaian outcomes
Ada beberapa pilihan dalam menentukan efek relatif dari 2 buah terapi,
tetapi menurut penelitian number needed to treat adalah yang paling relevan
secara klinis. Number needed to treat (NNT) adalah jumlah orang yang harus
dirawat selama satu periode untuk mencapai suatu hasil (pengobatan) atau untuk
mencegah suatu peristiwa atau suatu ukuran epidemiologis yang menandakan
berapa pasien yang akan memerlukan perawatan dengan suatu pengobatan untuk
mengurangi jumlah kasus yang digambarkan dengan satu titik akhir. NNT
merupakan inversi dari Absolute Risk Reduction (ARR). NNT merupakan rata-rata
dari jumlah pasien yang dapat diterapi dengan intervensi spesifik dengan satu

hasil positif. Nilai sempurna yang diharapkan adalah 1, dan nilai untuk
pengobatan paling efektif adalah 2-4.3
ARR adalah perbedaan resiko dari grup kontrol dan grup yang di terapi.
ARR merupakan salah satu cara untuk menentukan besarnya efek terapi yang
diberikan. RRR adalah merupakan persentase berkurangnya resiko pada yang
diobati dibandingkan dengan kontrol. RRR digunakan untuk mengukur
bagaimana terapi yang diberikan dapat mengurangi efek samping.3

Gambar 2.3
h. Effikasi dan efektifitas
Sebuah hasil penelitian dinilai dengan dua buah pertanyaan, apakah suatu
terapi itu dapat bekerja secara optimal pada keadaan sehari-hari, jawaban yang
paling tepat untuk menilainya adalah effikasi dan efektifitas.3
Pertanyaan apakah suatu terapi dapat bekerja atau suatu terapi yang dapat
menimbulkan hasil yang diinginkan pada yang menerimanya adalah effikasi.
Effikasi dapat didapatkan dengan merestriksi partisipan dari penelitian yang dapat
bekerja sama sepenuhnya dengan saran-saran medis yang diberikan.3
Terapi yang efektif didapatkan apabila terapi tersebut lebih banyak
menimbulkan efek yang baik daripada efek yang buruk pada yang menerimanya.
Efektifikasi didapatkan dengan menawarkan suatu terapi pada pasien dan pasien
berhak untuk memilih atau tidak sesuai dengan keadaan mereka. Apabila terapi
didapatkan tidak efektif, itu bisa disebabkan karena rendahnya effikasi atau karena
sedikitnya pasien yang menerima atau keduanya. 3
i. Manajemen dan eksplanatori trial
Bergantung kepada tujuan akhir uji klinis, jenis penelitian ini dibagi
menjadi 2, yaitu:
- Uji klinis pragmatik : Pada uji ini peneliti semata-mata hanya ingin
memperlihatkan apakah terdapat perbedaan efek (tanpa ingin tahu sebabnya),
9

dengan tujuan untuk menerapkan hasil penelitan dalam tatalaksana pasien seharihari.3,4
- Uji klinis eksplenatori : Pada uji ini ingin diketahui mengapa terjadi perbedaan
efek. Karenanya penelitian dilakukan dalam keadaan ideal. Peneliti harus
berupaya mencegah drop out, karena subyek yang keluar dari penelitian tidak
diikut sertakan dalam analisis. Cara ini lebih sering digunakan dalam srudi
farmakodinamik, studi hewan coba, atau studi laboratorium, yang mensyaratkan
bahwa penelitian harus dilaksanakan dalam keadaan yang dibuat ideal, bukan
keadaan keseharian.4

Gambar 2.4

Dalam penelitian uji klinis acak terkontrol akan didapti kelebihan dan
kekurangan.
Kelebihan dalam uji klinis acak terkontrol :

10

1. Dengan dilakukan randomisasi maka faktor bias dapat dikontrol secara efektif,
oleh karena faktor confounding akan terbagi seimbang di antara kedua
kelompok subyek.
2. Kriteria inklusi, intervensi dan outcome telah ditentukan terlebih dahulu.
3. Dari segi statistika akan lebih efektif, oleh karena jumlah kelompok perlakuan
dan kontrol sebanding, dan kekuatan statistika tinggi.
4. Uji klinis secara teori sangat menguntungkan oleh karena banyak metode
statistika harus berdasarkan pemilihan subyek secara random.
5. Kelompok subyek merupakan kelompok sebanding sehingga intervensi dari
luar setelah randomisasi tidak banyak berpengaruh terhadap hasil penelitian
selama intervensi tersebut mengenai kedua kelompok subyek.4
Kerugian dalam uji klinis acak terkontrol :
1. Desain dan pelaksanaan uji klinis kompleks dan mahal
2. Uji klinis mungkin harus dilakukan dengan seleksi tertentu hingga tidak
representatif terhadapt populasi terjangkau atau populasi target.
3. Uji klinis paling sering dihadapkan masalah etik, misalnya apakah etis bila kita
memberikan pengobatan pada kelompok perlakuan namun tidak mengobati
kelompok kontrol.4

11

BAB 3
KESIMPULAN
1. Terapi adalah apa yang dokter resepkan atau berikan kepada pasien. Ketika
penyakit seorang pasien telah diketahui dan akan diharapkan apa yang dapat
dilakukan terhadap hal itu, apakah ada terapi yang dapat meningkatkan hasil
pengobatan. Penemuan terapi baru didapatkan dari adanya ide dan juga bukti
bahwa terapi itu dapat berguna. Ide atau hipotesis dapat berasal dari
mekanisme seluler, observasi dari klinisi, dan dari trial and error.
2. Tujuan dari melakukan uji klinis adalah untuk membandingkan efek satu jenis
pengobatan dengan pengobatan lainnya. Dalam arti kata luas, pengobatan
tidak selalu berarti pengobatan medikamentosa, melainkan termasuk juga
tindakan pencegahan, tindakan bedah, terapi psikologis, diet, akupuntur,
pendidikan atau intervensi masyarakat, dan lain-lainnya.

12

DAFTAR PUSTAKA
1. Eko Budiarto. Pengantar Epidemiologi, Jakarta, EGC; 2003.
2. Buchari Lapau. Prinsip Dan Metode Epidemiologi, Jakarta, Balai Penerbit
FKUI; 2009
3. Fletcher RH, Fletcher SW, Wagner EH. Clinical Epidemiology: The
Essentials. 3rd ed. Baltimore: Williams & Wilkins; 1996.
4. Sudigdo Sastroasmoro. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, Jakarta,
Sagung Seto; 2008.
5. Bhisma Murti. Evidance Based Medicine, Universitas Sebelas Maret,
Surakarta;
6. Bonita R, Beaglehole R, Kjellstrom T. Basic Epidemiology. 2nd ed.: World
Health Organization; 2006.

13

Anda mungkin juga menyukai