Laporan Pendahuluan Apendisitis
Laporan Pendahuluan Apendisitis
darahnya. (Corwin,2009;607)
Appendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering (Arif Mansjoer ddk. 2001).
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus
ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi
dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka
kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing
Epidemiologi
Apendiksitis paling sering ditemukan pada usia 20 sampai 40 tahun. Pada anak-anak dan
dewasa muda terinfeksi sistemik seperti infeksi pernapasan dapat menyebabkan
hyperplasia jaringan limfoid pada appendiks dimana respon hiperplastik dapat melibatkan
lumen appendiks dan mulai terjadi appendicitis. Rata-rata insiden yaitu 1-2 per 1000
dengan dewasa muda antara 20-30 tahun. Namun demikian apendisitis dapat menyerang
semua kelompok termasuk lanjut usia. (Doughty, D. B. et al. (1993).
Kira-kira 7% dari populasi akan mengalami apendisitis pada waktu yang bersamaan
dalam hidup mereka; pria lebih sering dipengaruhi daripada wanita, dan remaja lebih
sering daripada orang dewasa. Meskipun apendisitis dapat terjadi pada usia berapapun,
namun penyakit ini paling sering terjadi pada usia antara 10 dan 30 tahun.(Buku Ajar
Keperawatan Medikal-Bedah hal.1097)
3.
Etiologi Apendisitis
Apendiksitis disebabkan oleh penyumbatan lumen appendik oleh hyperplasia Folikel
lympoid Fecalit, benda asing striktur karena Fibrasi karena adanya peradangan
sebelumnya atau neoplasma.Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang memproduksi
mukosa mengalami bendungan.Namun elastisitas dinding appendik mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan tekanan intra lumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang akan menyebabkan edema dan ulserasi
mukosa. Apendisitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau
penyumbatan akibat :
1. Hiperplasia dari folikel limfoid
2. Adanya fekalit (masa keras dari feses) dalam lumen appendiks
3. tumor appendiks
4. Adanya benda asing seperti cacing askariasis
2
Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan.
Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen.
Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulserasi
mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri
epigastrium.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding
sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat
menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif akut.
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang diikuti
ganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh
maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi.
Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah
appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis.
Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding
lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada
gangguan pembuluh darah.
(Pathway terlampir)
5.
Klasifikasi
Apendik dapat dibagi atas dua bagian yaitu.
a.
Apendisitis Akut : jarang ditemui pada anak dibawah 5 tahun dan orang
tua diatas 50 tahun. Apendicitis akut dapat dibagi atas tiga bagian :
1. Apendicitis acut focalik atau segmentalis
Terjadi pada bagian distal yang meradang seluruh rongga apendiks sepertiga distal
berisi nanah.
2. Apendicitis acut purulenta diffusa
Pembentukan nanah yang berlebihan jika radangnya lebih hebat dan dapat terjadi
mikrosis dan pembusukan yang disebut appendicitis gangrenous. Pada
appendicitis gangrenous dapat terjadi perfulasi akibat mikrosis kedalam rongga
perut dan mengakibatkan peritonitis.
3. Apendicitis acut traumatic.
Disebabkan oleh karena trauma karena kecelakaan pada operasi didapatkan
tampak lapisan eksudat dalam rongga maupun permukaan.
b.
Apendisitis Kronis
Apendisitis kronis dibagi atas dua bagian antara lain :
1. Appendicitis cronik focalis
Secara mikroskopis nampak fibrosis setempat yang melingkar, sehingga dapat
menyebabkan stenosis.
2. Appendicitis cronik obliterative
Terjadi fibrosis yang luas sepanjang appendiks pada jaringan sub mukosa dan sub
serosa, sehingga terjadi obliterasi (hilangnya lumen) terutama dibagian distal
dengan menghilangnya selaput lender pada bagian tersebut.
6.
Gejala Klinis
Beberapa gejala yang sering terjadi yaitu :
Rasa sakit di daerah epigastrum, daerah periumbilikus, di seluruh abdomen atau di
kuadran kanan bawah merupakan gejala-gejala pertama. Rasa sakit ini samar-samar,
ringan sampai moderat, dan kadang-kadang berupa kejang. Sesudah empat jam
biasanya rasa nyeri itu sedikit demi sedikit menghilang kemudian beralih ke kuadran
bawah kanan. Rasa nyeri menetap dan secara progesif bertambah hebat apabila pasien
bergerak (Tucker Jeffry, 2010).
4
Anoreksia, mual, dan muntah yang timbul selang beberapa jam dan merupakan
kelanjutan dari rasa sakit yang timbul permulaan (Tucker Jeffry, 2010).
Appendicitis pada bayi ditandai dengan rasa gelisah, mengantuk, dan terdapat nyeri
lokal. Pada usia lanjut, rasa nyeri tidak nyata. Pada wanita hamil rasa nyeri terasa
lebih tinggi di daerah abdomen dibandingkan dengan biasanya (Tucker Jeffry, 2010).
Nyeri tekan didaerah kuadran kanan bawah. Nyeri tekan mungkin ditemukan juga di
daerah panggul sebelah kanan jika appendiks terletak retrocaecal (Tucker Jeffry,
2010).
Rasa nyeri ditemukan di daerah rektum pada pemeriksaan rektum apabila posisi
appendiks di pelvic. Letak appendiks mempengaruhi letak rasa nyeri (Tucker Jeffry,
2010).
Nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh demam ringan,
mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila
dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin akan dijumpai. Derajat nyeri tekan,
spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya
infeksi dan lokasi appendiks. Bila appendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan
nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbar; bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini
hanya dapat diketahui pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan bahwa
ujung appendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian
bawah otot rektum kanan dapat terjadi. Tanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan
palpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada
kuadran bawah kanan. Apabila appendiks telah ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar;
distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi klien memburuk. (Buku Ajar
Medikal-Bedah hal.1098)
7.
Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi pada appendicitis akut tidak ditemukan gambaran yang spesifik dan terlihat
distensi perut
b) Palpasi pada daerah perut kanan bawah, apabila ditekan akan terasa nyeri dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan
kunci diagnosa appendicitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri
pada perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Apabila tekanan
di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah yang
disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).
c) Pemeriksaan rektum, pemeriksaan ini dilakukan pada appendicitis untuk menentukan
letak appendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini
terasa nyeri, maka kemungkinan appendiks yang meradang terletak di daerah pelvic.
d) Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator, pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui
letak appendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas
lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan,
kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas
mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.
dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila
appendiks yang meradang kontak dengan obturator internus yang merupakan dinding
panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri
8.
a.
Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP).
Pada
sekitarnya
dan
juga
untuk
menyingkirkan
diagnosis
banding.
Appendicogram memiliki sensitivitas dan tingkat akurasi yang tinggi sebagai metode
diagnostik untuk menegakkan diagnosis appendisitis kronis. Dimana akan tampak
pelebaran/penebalan dinding mukosa appendiks, disertai penyempitan lumen hingga
sumbatan usus oleh fekalit.
CT-scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendisitis. Selain itu juga dapat menunjukkan
komplikasi dari appendisitis seperti bila terjadi abses.
Laparoscopi
Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukan dalam
c.
pengangkatan appendiks.
Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untuk diagnosis
appendisitis
Diagnosis
Diagnosis apendisitis akut biasanya berdasarkan gejala klinis dan tes laboratorium.
7
Perubahan pericaecal.
10.
Diagnosa Banding
Diagnosis banding dari Appendicitis dapat bervariasi tergantung dari usia dan jenis
kelamin
-
dan
epididimitis.
Pemeriksaan
fisik
pada
skrotum
dapat
Theraphy
Tindakan penanganan yang dapat dilakukan pada penderita appendicitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita appendicitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian
antibiotik sistemik (Craig Sandy, 2010).
b. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi).
Penundaan
12.
Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendicitis. Faktor keterlambatan
dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi pengetahuan dan
biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda diagnosa,
terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi ini
menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi
appendicitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93%
terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi
10
appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempur na
memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh
darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila appendicitis
gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum (Sylvia, 2000).
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke
rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70%
kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih
dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang
semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis (Sylvia, 2000).
11
b. Riwayat Keperawatan
1. Riwayat kesehatan saat ini
Klien dengan post appendiktomy mempunyai keluhan utama nyeri yang
disebabkan insisi abdomen.
2. Riwayat kesehatan masa lalu
Meliputi penyakit apa yang pernah diderita oleh klien seperti hipertensi, operasi
abdomen yang lalu, apakah klien pernah masuk rumah sakit, obat-abatan yang
pernah digunakan apakah mempunyai riwayat alergi dan imunisasi apa yang
pernah diderita.
3. Riwayat penyakit keluarga
Adalah keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama dialami oleh pasien
(diabetes mellitus, hipertensi, gangguan jiwa atau penyakit kronis lainnya) dan
upaya yang dilakukan beserta genogramnya genogramnya .
4. Pola fungsi kesehatan (Riwayat bio-psiko-sosial-spiritual)
a) Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup post appendiktomy akan
mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien dengan pre appendiktomy terdapat mual dan muntah, penurunan nafsu
makan selama sakit, Keluarga mengatakan saat masuk RS pasien hanya
mampu menghabiskan porsi makanan, Saat pengkajian keluarga
mengatakan pasien sedikit minum, sehingga diperlukan terapi cairan
intravena.
12
c) Pola eliminasi
Mengkaji pola BAK dan BAB pasien pre dan post appendiktomy.
d) Pola aktifitas dan latihan
Pasien dengan pre appendiktomy terganggu aktifitasnya akibat adanya
kelemahan fisik, tetapi pasien mampu untuk duduk, berpindah, berdiri dan
berjalan.
e) Pola istirahat
Pasien dengan post appendiktomy mengatakan tidak dapat tidur dengan
nyenyak, pikiran kacau, terus gelisah.
f) Pola kognitf dan perseptual (sensoris)
Kondisi kesehatan pasien dengan pre dan post appendiktomy mempengaruhi
terhadap hubungan interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam
menjalankan perannya selama sakit, pasien mampu memberikan penjelasan
tentang keadaan yang dialaminya.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Pola emosional pasien pre appendiktomy sedikit terganggu karena pikiran
kacau dan sulit tidur.
h) Peran dan tanggung jawab
Keluarga ikut berperan aktif dalam menjaga kesehatan fisik pasien.
i) Pola reproduksi dan sexual
Mengkaji perilaku dan pola seksual pada pasien pre dsn post appendiktomy.
j) Pola penanggulangan stress
13
Pada pasien pre dan post appendiktomy stres timbul akibat pasien tidak efektif
dalam mengatasi masalah penyakitnya, pasien merasakan pikirannya kacau.
Keluarga pasien cukup perhatian selama pasien dirawat di rumah sakit.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi
cemas dan takut, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu, dimana pasien
dan keluarga percaya bahwa masalah pasien murni masalah medis dan
menyerahkan seluruh pengobatan pada petugas kesehatan.
5. Pengkajian riwayat Nyeri
P : Provocating ( pemacu ) dan paliative yaitu faktor yang meningkatkan atau
mengurangi nyeri
Q : Quality dan Quantity
Supervisial : tajam, menusuk, membakar
Dalam : tajam, tumpul, nyeri terus
Visceral : tajam, tumpul, nyeri terus, kejang
R : Region atau radiation ( area atau daerah ) : penjalaran
S : Severty atau keganasan : intensitas nyeri
T : Time ( waktu serangan, lamanya, kekerapan muncul).
6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
b. Sistem kardiovaskuler (mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi
vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung)
c. Sistem hematologi (mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang
merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan splenomegali)
14
d. Sistem urogenital (ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit
pinggang)
e. Sistem
muskuloskeletal
(mengetahui
ada
tidaknya
kesulitan
dalam
pergerakkan, sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak)
f. Sistem kekebalan tubuh (mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah
bening)
7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah rutin (mengetahui adanya peningkatan leukosit yang
merupakan tanda adanya infeksi).
b. Pemeriksaan
foto
abdomen
(mengetahui
adanya
pembedahan).
8. Data Subyektif
Sebelum operasi
Sesudah operasi
Lemas
15
komplikasi
pasca
Haus
Mual, kembung
Pusing
9. Data Obyektif
Sebelum operasi
Spasme otot
Takhikardi, takipnea
Pucat, gelisah
Demam 38 - 38,5oC
Sesudah operasi
2.
Terpasang infuse
2.
3.
4.
B. Post Operasi
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera fisik
2. Risiko infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder akibat
pembedahan dan masukan parenteral.
3. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolic ditandai dengan suhu
tubuh meningkat diatas rentang normal (36,50C 37,50C), akral teraba hangat /
panas.
3.
4.
17
PATWAY APPENDISITIS
Hiperplasia, folikel limfoid, fecalis, hipertropi jaringan limfoid, cacing usus (ascaris)
APPENDISITIS
Kurangnya
Infeksi sekunder
bakteripengetahuan mengenai penyakit
Distensi Abdomen
Menekan gaster
Peradangan/Inflamasi
Respon antigen dan antibody
Obstuksi lumen appendiks
Pe produksi HCL
Ansietas
Mual Muntah
Pe suhu tubuh
18
Nyeri Akut
Hipertermia
Tindakan
Pembedahan
Apendiktomi
Terputusnya
kontinitas
jaringan
Insisi Bedah
Nyeri Akut
19
Resiko Infeksi
Diagnosa
Intervensi
Rasional
Keperawatan
Hasil
Nyeri akut b/d Setelah diberikan
Nic label :
Nic label :
Pain management
Pain management
asuhan keperawatan
(insisi
pembedahan
pada
apendiktomi)
dalam
pengawasan
durasi
nyeri.
membedakan
karakteristik
Perubahan
pada
10
karakteristik
nyeri
(nyeri
paling
buruk).
nyeri.
menunjukan
terjadinya abses atau
peritonitis
tidak
meringis
mengobservasi TTV
dapat
diketahui
tingkat
TTV stabil
perkembangan pasien
3. Ajarkan
bantu
dan 3. Meningkatkan
pasien
teknik relaksasi
20
relaksasi
meningkatkan
dan
dan distraksi
kemampuan
koping
pasien
4. Bantu
posisi 4. Mengurangi
pasien
untuk
rasa
nyeri
kenyamanan
optimal
2.
Ansietas
Setelah
berhubungan
asuhan
dengan
selama
perubahan
diharapkan
dalam
kesehatan
status pada
ditangani
dapat
dengan
Reduction
jam, 1. Bersikap
ansietas
dari
mencari
informasi
untuk
menurunkan ansietas
3. Dapat merencanakan
sehingga mampu
mendekati
agar
kekhawatiran
dapat berkurang
2. Untuk
membantu
ketenangan
2. Memberikan
menurunkan
ansietas
informasi factual
terkain
kurangnya
tentang diagnosis,
informasi
3. Untuk
mendapat
pengobatan,
dan
prognosis
dari
penyakit klien
3. Mengajak
keluarga
selalu
sehingga
dapat
menurunkan ansietas
untuk
bersama
dengan pasien
situasi tertekan
Enhancement
Enhancement
1. Menilai dan dan 1. Menentukan
mendiskusikan
mampu
respon alternative
dalam
mengidentifikasi
pola koping yang
efektif
21
sebuah
situasi
2. Memberitahukan
yang
tepat
respon
untuk
mengatasi ansietas
2. Untuk meningkatkan
pengetahuan
klien
mengenai penyakitnya
2. Klien
mampu
pemahaman
mengidentifikasi
kepada
mengenai
agar
klien
proses
tidak efektif
penyakitmya
3. Klien melaporkan 3. Mendorong sikap
peningkatan
harapan
yang
kenyamanan
realistis
sebagai
psychologycal
cara
memiliki
mekanisme
koping
yang efektif
3. Untuk meningkatkan
kepercayaan diri dan
koping positif.
4. Untuk membantu klien
menentukan tindakan
untuk
mengatasi
perasaan
untuk
tidak
mengatasi
stressnya.
berdaya
4. Dorong
klien
untuk
mengevaluasi
perilakunya
3.
Ketidakseimban
gan
nutrisi
Kurang
Tubuh
berhubungan
biologis
Nic Label:
asuhan keperawatan
Nutritional
Management
x 24 jam diharapkan
Management
kebutuhan nutrisi
1. Pertahankan
dari
Kebutuhan
dengan
Setelah diberikan
faktor
yang
kriteria evaluasi:
yang
pasien
pada mulut
2. Delegatif
dengan
tidak
sensasi
sedap
2. Meningkatkan nafsu
dalam
makan pasien
pemberian obat
makanan.
kebersihan mulut
baik
1. Mengurangi
3. Kolaborasi dalam
Untuk
membantu
pemberian cairan
memenuhi kebutuhan
2. Masukan
parenteral
pasien
peroral
adekuat
3. BB stabil
4. tidak
terjadi
mal
22
nutrisi,
5. tingkat
4.
adekuat,
Setelah
Kekurangan
volume
energi
cairan asuhan
keperawatan Management
Management
3x24
1. Untuk dapat
berhubungan
selama
dengan
hidrasi (seperti :
mengetahui status
kehilangan
kelembaban
membran
dapat melakukan
mukosa, nadi
cairan
aktif
jam,
: :
mual,muntah
1. pantau status
adekuat dan
penurunan
tekanan darah
turgor
membran
mucus/
kering
ortostatik).
2. Berikan cairan
2. Untuk memenuhi
kebutuhan cairan
sesuai
normal. (120/80
kebutuhan.
3. pantau tanda-
mmHg)
2. Membran mukosa
klien.
3. menjadi indikator
respon tubuh
lembab
3. Tidak ada tanda
sesuai
kehausan.
4. Tidak terjadi kejang
kebutuhan.
4. pantau respon
otot.
klien untuk
a. Turgor kulit
normal
menentukan
diberikan.
4. untuk dapat
memberikan
intervensi terapi
eletrolit yang tepat
terapi elektrolit.
5. Memantau
pada klien.
5. dapat melakukan
intake dan
output klien
untuk mengatasi
dengan akurat.
faktor resiko
ketidakseimbangan
cairan.
6. Monitor hasil
laboratorium
23
6.
untuk membantu
memperkirakan
retensi cairan
klien
7. Memberikan
terapi IV.
kebutuhan
pemasukan cairan.
7. menjadi indikator
akan terjadinya
komplikasi lebih
lanjut dari penyakit
klien.
Hipertermi
Setelah
berhubungan
tindakan
dengan
selama x 24 jam,
peningkatan
diharapkan
metabolic
keperawatan
terjadi
suhu 37,5o C.
tubuh
NOC label:
meningkat
Thermoregulation
normal
setidaknya setiap
teraba hangat /
darah,
rr
3. Memonitor warna
kulit
dan
suhu
kulit
4. Memberitahukan
37,50C
2. Nadi dan RR dalam
indikasi
rentang normal
demam
kondisi
klien
atau
mengindentifikasi
masalah
dan
mengevaluasi respons
klien
terhadap
intervensi.
3. Mengetahui
perfusi
yang sesuai
5. Gunakan hal-hal
bersifat
hangat
dan
selimut
hangat
untuk
menyesuaikan
suhu
6. Menyesuaikan
25
memantau
dari
perawatan darurat
yang
37,50C), akral
panas.
Nic Label :
Temperature
Regulation
Regulation
1. Memonitor suhu 1. Untuk
mengetahui
tekanan
Nic label :
Temperature
2 jam sekali
dari 40o C menjadi 2. Memonitor
ditandai
dengan
dilakukan
hipertermi
5. Untuk menyesuaikan
suhu
tubuh
pasien
yang
bersifat
suhu
pasien
butuhkan
7. Berikan
untuk
efek
menurunkan
hipertermi
Fever Treatment
antipiretik
a. Untuk
penurunan
Fever Treatment
demam pasien secara
a. Berikan tindakan
farmakologis.
pengobatan untuk
b. Untuk
penurunan
mengurangi
demam pasien secara
demam.
b. Lakukan tindakan
non farmakologis
Water
Tepid c. Agar
Sponge
c. Anjurkan
melalui
untuk
meningkatkan
intake
cairan
melalui oral.
d. Monitor IWL
6.
Risiko infeksi
Setelah diberikan
berhubungan
asuhan keperawatan
dengan tempat
.. x24 jam,
masuknya
diharapkan tanda-tanda
organism
dapat
meningkat.
d. Untuk
mengetahui
Infection Control
Infection Control
1. Anjurkan
1. Mencegah
untuk
menjaga
berkembangnya
kuman penyakit
kebersihan
pada
pasien
Nic Label :
keluarga
cairan
oral
Nic Label :
bekas
sekunder akibat
intake
luka
operasi
pasien
pembedahan dan :
masukan
parenteral
2. Tingkatkan
Control
cuci 2. Melindungi
pasien
dari infeksi
3. Untuk
mengetahui
(36,50-37,50)
infeksi
2. Push (-)
3. Tidak
infeksi
ada
tanda-
tanda infeksi
4. Batasi
prosedur 4. Mencegah
invasive
atau
gunakan
teknik
septik
kontaminasi
kuman
aseptik
dalam melakukan
tindakan
5. Pantau TTV
tubuh
mengindikasikan
6. Kolaborasi
pemberian
antibiotic
27
terjadinya infeksi
6. Menghambat tumbuh
kembangnya kuman
Evaluasi
No
1.
Dx
Evaluasi
Nyeri akut b/d agen injuri fisik (insisi pembedahan S : Pasien mengatakan bahwa
pada apendiktomi)
menarik
merasakan
nafas
lebih
dan
nyaman
Skala
nyeri
pasien
P : Intervensi dilanjutkan
Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status S : Pasien mengatakan tidak
kesehatan ditandai dengan khawatir
khawatir
lagi
terhadap
penyakit
yang
(apendisitis)
dan
Pasien
Nampak
lebih
berat
badan
28
klien
meningkat,
makanan
klien
terpenuhi
A: tujuan tercapai.
4.
Kekurangan
volume
cairan
berhubungan
P: Intervensi dilanjutkan.
dengan S: klien mengatakan sudah
kehilangan cairan aktif : mual,muntah ditandai dengan tidak mengalami rasa haus
penurunan turgor kulit, membran mucus/ kulit kering
dalam
detik),
P:Intervensidilanjutkan
Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolic S : Pasien mengatakan bahwa
ditandai dengan suhu tubuh meningkat diatas rentang panas badannya sudah turun.
normal (36,50C 37,50C), akral teraba hangat / panas.
6.
pasien.
Risiko infeksi berhubungan dengan tempat masuknya S :
- Pasien mengatakan sudah
organism sekunder akibat pembedahan dan masukan
mengetahui
cara
parenteral
29
penyebaran infeksi
Pasien mengatakan sudah
mengerti
pentingnya
mencuci tangan
Pasien mengatakan sudah
mengetahui cara mencegah
terjadinya
penularan
infeksi
O:
- Pasien terliha tmengikuti
saran
perawat
untuk
melakukan
cara-cara
pencegahan
penularan
infeksi
A:
- Tujuan tercapai
P:
Pertahankan kondisi pasien
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, SC, Bare, BG. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, Edisi 8.
Jakarta: EGC
Nanda Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC
Joanne McCloskey,dkk. 2004. Nursing Intervention Classification (NIC). United States of
America : Mosby
30
31