Anda di halaman 1dari 31

A.

Konsep Dasar Penyakit


1.
Definisi
Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan
merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks
disebut juga umbai cacing. Apendisitis sering disalahartikan dengan istilah usus
buntu, karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Apendisitis akut merupakan
radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia jaringan
limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan

penyumbatan (Craig Sandy, 2010).


Apendiksitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan
merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks
disebut juga umbai cacing. Apendiksitis sering disalahartikan dengan istilah usus
buntu, karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. merupakan peradangan pada
apendik verniformis. Apendik verniformis merupakan saluran kecil dengan diameter
kurang lebih sebesar pensil dengan panjang 2 6 inci. Lokasi apendik pada daerah
illiaka kanan, di bawah katup iliacecal, tepatnya pada dinding abdomen di bawah titik

Mc Burney. (Craig Sandy, 2010).


Apendisitis adalah inflamasi pada apendiks yang dapat terjadi tanpa penyebab yang
jelas, obstruksi apendiks oleh feses, atau akibat terpuntirnya apendiks atau pembuluh

darahnya. (Corwin,2009;607)
Appendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan

penyebab abdomen akut yang paling sering (Arif Mansjoer ddk. 2001).
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus
ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi
dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka
kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing

yang terinfeksi hancur (Rahza, Putri. 2010)


Appendicitis adalah peradangan pada usus buntu (appendiks), atau radang pada
appendiks vermiformis yang terjadi secara akut. Usus buntu merupakan penonjolan
kecil yang berbentuk seperti jari, yang terdapat di usus besar, tepatnya di daerah
perbatasan dengan usus halus. Usus buntu mungkin memiliki beberapa fungsi
pertahanan tubuh, tapi bukan merupakan organ yang penting. Appendiks atau umbai
cacing hingga saat ini fungsinya belum diketahui dengan pasti, namun sering
1

menimbulkan keluhan yang mengganggu. Appendiks merupakan tabung panjang,


sempit (sekitar 6 9 cm), menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir itu secara normal
dicurahkan dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Bila ada hambatan
dalam pengaliran lendir tersebut maka dapat mempermudah timbulnya appendicitis
(radang pada appendiks). Di dalam appendiks juga terdapat imunoglobulin, zat
pelindung terhadap infeksi dan yang banyak terdapat di dalamnya adalah Ig A. Selain
itu pada appendiks terdapat arteria apendikularis yang merupakan endartery.
Appendicitis sering terjadi pada usia antara 10-30 tahun.
2.

Epidemiologi
Apendiksitis paling sering ditemukan pada usia 20 sampai 40 tahun. Pada anak-anak dan
dewasa muda terinfeksi sistemik seperti infeksi pernapasan dapat menyebabkan
hyperplasia jaringan limfoid pada appendiks dimana respon hiperplastik dapat melibatkan
lumen appendiks dan mulai terjadi appendicitis. Rata-rata insiden yaitu 1-2 per 1000
dengan dewasa muda antara 20-30 tahun. Namun demikian apendisitis dapat menyerang
semua kelompok termasuk lanjut usia. (Doughty, D. B. et al. (1993).
Kira-kira 7% dari populasi akan mengalami apendisitis pada waktu yang bersamaan
dalam hidup mereka; pria lebih sering dipengaruhi daripada wanita, dan remaja lebih
sering daripada orang dewasa. Meskipun apendisitis dapat terjadi pada usia berapapun,
namun penyakit ini paling sering terjadi pada usia antara 10 dan 30 tahun.(Buku Ajar
Keperawatan Medikal-Bedah hal.1097)

3.

Etiologi Apendisitis
Apendiksitis disebabkan oleh penyumbatan lumen appendik oleh hyperplasia Folikel
lympoid Fecalit, benda asing striktur karena Fibrasi karena adanya peradangan
sebelumnya atau neoplasma.Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang memproduksi
mukosa mengalami bendungan.Namun elastisitas dinding appendik mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan tekanan intra lumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang akan menyebabkan edema dan ulserasi
mukosa. Apendisitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau
penyumbatan akibat :
1. Hiperplasia dari folikel limfoid
2. Adanya fekalit (masa keras dari feses) dalam lumen appendiks
3. tumor appendiks
4. Adanya benda asing seperti cacing askariasis
2

5. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histolitica.


Menurut penelitian, etiologi menunjukkan kebiasaan makan makanan rendah serat akan
mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan apendisitis. Hal tersebut akan
meningkatkan tekanan intra sekal, sehingga timbul sumbatan fungsional appendiks dan
meningkatkan pertumbuhan kuman flora pada kolon.
4.

Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan.
Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen.
Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulserasi
mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri
epigastrium.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding
sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat
menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif akut.
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang diikuti
ganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh
maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi.
Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah
appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis.
Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding
lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada
gangguan pembuluh darah.
(Pathway terlampir)

5.

Klasifikasi
Apendik dapat dibagi atas dua bagian yaitu.

a.

Apendisitis Akut : jarang ditemui pada anak dibawah 5 tahun dan orang
tua diatas 50 tahun. Apendicitis akut dapat dibagi atas tiga bagian :
1. Apendicitis acut focalik atau segmentalis
Terjadi pada bagian distal yang meradang seluruh rongga apendiks sepertiga distal
berisi nanah.
2. Apendicitis acut purulenta diffusa
Pembentukan nanah yang berlebihan jika radangnya lebih hebat dan dapat terjadi
mikrosis dan pembusukan yang disebut appendicitis gangrenous. Pada
appendicitis gangrenous dapat terjadi perfulasi akibat mikrosis kedalam rongga
perut dan mengakibatkan peritonitis.
3. Apendicitis acut traumatic.
Disebabkan oleh karena trauma karena kecelakaan pada operasi didapatkan
tampak lapisan eksudat dalam rongga maupun permukaan.

b.

Apendisitis Kronis
Apendisitis kronis dibagi atas dua bagian antara lain :
1. Appendicitis cronik focalis
Secara mikroskopis nampak fibrosis setempat yang melingkar, sehingga dapat
menyebabkan stenosis.
2. Appendicitis cronik obliterative
Terjadi fibrosis yang luas sepanjang appendiks pada jaringan sub mukosa dan sub
serosa, sehingga terjadi obliterasi (hilangnya lumen) terutama dibagian distal
dengan menghilangnya selaput lender pada bagian tersebut.

6.

Gejala Klinis
Beberapa gejala yang sering terjadi yaitu :
Rasa sakit di daerah epigastrum, daerah periumbilikus, di seluruh abdomen atau di
kuadran kanan bawah merupakan gejala-gejala pertama. Rasa sakit ini samar-samar,
ringan sampai moderat, dan kadang-kadang berupa kejang. Sesudah empat jam
biasanya rasa nyeri itu sedikit demi sedikit menghilang kemudian beralih ke kuadran
bawah kanan. Rasa nyeri menetap dan secara progesif bertambah hebat apabila pasien
bergerak (Tucker Jeffry, 2010).
4

Anoreksia, mual, dan muntah yang timbul selang beberapa jam dan merupakan
kelanjutan dari rasa sakit yang timbul permulaan (Tucker Jeffry, 2010).
Appendicitis pada bayi ditandai dengan rasa gelisah, mengantuk, dan terdapat nyeri
lokal. Pada usia lanjut, rasa nyeri tidak nyata. Pada wanita hamil rasa nyeri terasa
lebih tinggi di daerah abdomen dibandingkan dengan biasanya (Tucker Jeffry, 2010).
Nyeri tekan didaerah kuadran kanan bawah. Nyeri tekan mungkin ditemukan juga di
daerah panggul sebelah kanan jika appendiks terletak retrocaecal (Tucker Jeffry,
2010).
Rasa nyeri ditemukan di daerah rektum pada pemeriksaan rektum apabila posisi
appendiks di pelvic. Letak appendiks mempengaruhi letak rasa nyeri (Tucker Jeffry,
2010).
Nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh demam ringan,
mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila
dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin akan dijumpai. Derajat nyeri tekan,
spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya
infeksi dan lokasi appendiks. Bila appendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan
nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbar; bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini
hanya dapat diketahui pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan bahwa
ujung appendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian
bawah otot rektum kanan dapat terjadi. Tanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan
palpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada
kuadran bawah kanan. Apabila appendiks telah ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar;
distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi klien memburuk. (Buku Ajar
Medikal-Bedah hal.1098)
7.

Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi pada appendicitis akut tidak ditemukan gambaran yang spesifik dan terlihat
distensi perut
b) Palpasi pada daerah perut kanan bawah, apabila ditekan akan terasa nyeri dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan
kunci diagnosa appendicitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri
pada perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Apabila tekanan

di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah yang
disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).
c) Pemeriksaan rektum, pemeriksaan ini dilakukan pada appendicitis untuk menentukan
letak appendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini
terasa nyeri, maka kemungkinan appendiks yang meradang terletak di daerah pelvic.
d) Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator, pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui
letak appendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas
lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan,
kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas
mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.

Pada uji obturator

dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila
appendiks yang meradang kontak dengan obturator internus yang merupakan dinding
panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri
8.
a.

Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP).

Pada

pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3


(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah
serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan
meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses
elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan
b.

90% (Sylvia, 2000).


Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography Scanning
(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada tempat yang
terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan
bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang
mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94%
dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan
mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi
yaitu 90-100% dan 96-97% (Sylvia, 2000).
Abdominal X-Ray BOF

Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis. Pemeriksaan


ini dilakukan terutama pada anak-anak.
USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG terutama
pada wanita dan juga bila dicurigai adanya abses. Pemeriksaan USG dilakukan bila
sudah terjadi infiltrat apendikularis. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan
diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
Barium enema
Suatu pemeriksaan x-ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada
jaringan

sekitarnya

dan

juga

untuk

menyingkirkan

diagnosis

banding.

Appendicogram memiliki sensitivitas dan tingkat akurasi yang tinggi sebagai metode
diagnostik untuk menegakkan diagnosis appendisitis kronis. Dimana akan tampak
pelebaran/penebalan dinding mukosa appendiks, disertai penyempitan lumen hingga
sumbatan usus oleh fekalit.
CT-scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendisitis. Selain itu juga dapat menunjukkan
komplikasi dari appendisitis seperti bila terjadi abses.
Laparoscopi
Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukan dalam

c.

abdomen, appendiks dapat divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini dilakukan di


bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan
peradangan pada appendiks maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan
d.

pengangkatan appendiks.
Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untuk diagnosis
appendisitis

akut. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai gambaran

histopatologi appendisitis akut. Perbedaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa


belum adanya kriteria gambaran histopatologi appendicitis akut secara universal dan
tidak ada gambaran histopatologi apendisitis akut pada orang yang tidak dilakukan
operasi.
9.

Diagnosis
Diagnosis apendisitis akut biasanya berdasarkan gejala klinis dan tes laboratorium.
7

Diagnosis ditegakkan bila memenuhi :


1. Gambaran klinis yang mengarah ke appendicitis seperti Nyeri di sekitar umbilikus
dan epigastrium disertai anoreksia (nafsu makan menurun), nausea, dan sebagian
dengan muntah. Beberapa jam kemudian nyeri berpindah ke kanan bawah ke titik Mc
Burney disertai kenaikan suhu tubuh ringan
2. Demam lebih dari 37,50C
3. Laboratorium : lekositosis yaitu lekosit > 10.000 /dl biasanya pada perforasi terdapat
pergeseran ke kiri (netrofil segmen meningkat).
4. USG yang mungkin di temukan pada pemeriksaan ini :

Lampiran buncit berisi cairan dengan diameter lebih dari 5 mm

Ketebalan dinding 3 mm atau lebih besar

Tidak adanya gerak peristaltik dan noncompressibility usus buntu

Perubahan pericaecal.

Massa pada appendix

5. Laporoskopi biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainan ovarium sebelum


dilakukan apendiktomi pada wanita muda.
6. CT scan : dilakukan jika di duga terdapat perforasi atau pembentukan abses karena
akan memberikan karakteristik yang yang tepat terhadap massa inflamasi, luas dan
lokasinya.

10.

Diagnosa Banding
Diagnosis banding dari Appendicitis dapat bervariasi tergantung dari usia dan jenis
kelamin
-

Pada anak-anak balita

Intususepsi, divertikulitis, dan gastroenteritis akut.


Intususepsi paling sering didapatkan pada anak-anak berusia dibawah 3 tahun.
Divertikulitis jarang terjadi jika dibandingkan Appendicitis. Nyeri divertikulitis
hampirsama dengan Appendicitis, tetapi lokasinya berbeda, yaitu pada daerah
periumbilikal.Pada pencitraan dapat diketahui adanya inflammatory mass di daerah
abdomentengah. Diagnosis banding yang agak sukar ditegakkan adalah gastroenteritis
akut,karena memiliki gejala-gejala yang mirip dengan appendicitis, yakni diare,
mual,muntah, dan ditemukan leukosit pada feses (Wilkinson, 2006).
-

Pada anak-anak usia sekolah


Gastroenteritis, konstipasi, infark omentum
Pada gastroenteritis, didapatkan gejala-gejala yang mirip dengan appendicitis,tetapi
tidak dijumpai adanya leukositosis. Konstipasi, merupakan salah satupenyebab nyeri
abdomen pada anak-anak, tetapi tidak ditemukan adanya demam. Infark omentum
juga dapat dijumpai pada anak-anak dan gejala-gejalanya dapatmenyerupai
appendicitis. Pada infark omentum, dapat teraba massa pada abdomendan nyerinya
tidak berpindah (Wilkinson, 2006).

Pada pria dewasa muda


Diagnosis banding yang sering pada pria dewasa muda adalah Crohn`s disease, klitis
ulserativa,

dan

epididimitis.

Pemeriksaan

fisik

pada

skrotum

dapat

membantumenyingkirkan diagnosis epididimitis. Pada epididimitis, pasien merasa


sakit padaskrotumnya (Wilkinson, 2006).
-

Pada wanita usia muda


Diagnosis banding appendicitis pada wanita usia muda lebih banyak berhubungan
dengan kondisi-kondisi ginekologik, seperti pelvic inflammatory disease (PID), kista
ovarium, dan infeksi saluran kencing. Pada PID, nyerinya bilateral dandirasakan pada
abdomen bawah. Pada kista ovarium, nyeri dapat dirasakan bilaterjadi ruptur ataupun
torsi (Wilkinson, 2006).

Pada usia lanjut


Appendicitis pada usia lanjut sering sukar untuk didiagnosis. Diagnosis banding yang
sering terjadi pada kelompok usia ini adalah keganasan dari traktusgastrointestinal
9

dan saluran reproduksi, divertikulitis, perforasi ulkus, dankolesistitis. Keganasan


dapat terlihat pada CT Scan dan gejalanya muncul lebih lambat daripada appendicitis.
Pada orang tua, divertikulitis sering sukar untukdibedakan dengan appendicitis,
karena lokasinya yang berada pada abdomen kanan.Perforasi ulkus dapat diketahui
dari onsetnya yang akut dan nyerinya tidakberpindah. Pada orang tua, pemeriksaan
dengan CT Scan lebih berarti dibandingkandengan pemeriksaan laboratorium
(Wilkinson, 2006).
11.

Theraphy
Tindakan penanganan yang dapat dilakukan pada penderita appendicitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
a. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita appendicitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian
antibiotik sistemik (Craig Sandy, 2010).
b. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi).

Penundaan

appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi.


Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah) (Craig Sandy, 2010).

12.

Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendicitis. Faktor keterlambatan
dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi pengetahuan dan
biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda diagnosa,
terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi ini
menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi
appendicitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93%
terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi
10

2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang tua.

Anak-anak memiliki dinding

appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempur na
memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh
darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila appendicitis
gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum (Sylvia, 2000).
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke
rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70%
kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih
dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang
semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis (Sylvia, 2000).

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1.
Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, tanggal atau jam masuk rumah sakit,
nomor register, diagnosa, nama orang tua, alamat, umur pendidikan, pekerjaan,
pekerjaan orang tua, agama dan suku bangsa

11

b. Riwayat Keperawatan
1. Riwayat kesehatan saat ini
Klien dengan post appendiktomy mempunyai keluhan utama nyeri yang
disebabkan insisi abdomen.
2. Riwayat kesehatan masa lalu
Meliputi penyakit apa yang pernah diderita oleh klien seperti hipertensi, operasi
abdomen yang lalu, apakah klien pernah masuk rumah sakit, obat-abatan yang
pernah digunakan apakah mempunyai riwayat alergi dan imunisasi apa yang
pernah diderita.
3. Riwayat penyakit keluarga
Adalah keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama dialami oleh pasien
(diabetes mellitus, hipertensi, gangguan jiwa atau penyakit kronis lainnya) dan
upaya yang dilakukan beserta genogramnya genogramnya .
4. Pola fungsi kesehatan (Riwayat bio-psiko-sosial-spiritual)
a) Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup post appendiktomy akan
mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Klien dengan pre appendiktomy terdapat mual dan muntah, penurunan nafsu
makan selama sakit, Keluarga mengatakan saat masuk RS pasien hanya
mampu menghabiskan porsi makanan, Saat pengkajian keluarga
mengatakan pasien sedikit minum, sehingga diperlukan terapi cairan
intravena.

12

c) Pola eliminasi
Mengkaji pola BAK dan BAB pasien pre dan post appendiktomy.
d) Pola aktifitas dan latihan
Pasien dengan pre appendiktomy terganggu aktifitasnya akibat adanya
kelemahan fisik, tetapi pasien mampu untuk duduk, berpindah, berdiri dan
berjalan.
e) Pola istirahat
Pasien dengan post appendiktomy mengatakan tidak dapat tidur dengan
nyenyak, pikiran kacau, terus gelisah.
f) Pola kognitf dan perseptual (sensoris)
Kondisi kesehatan pasien dengan pre dan post appendiktomy mempengaruhi
terhadap hubungan interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam
menjalankan perannya selama sakit, pasien mampu memberikan penjelasan
tentang keadaan yang dialaminya.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Pola emosional pasien pre appendiktomy sedikit terganggu karena pikiran
kacau dan sulit tidur.
h) Peran dan tanggung jawab
Keluarga ikut berperan aktif dalam menjaga kesehatan fisik pasien.
i) Pola reproduksi dan sexual
Mengkaji perilaku dan pola seksual pada pasien pre dsn post appendiktomy.
j) Pola penanggulangan stress
13

Pada pasien pre dan post appendiktomy stres timbul akibat pasien tidak efektif
dalam mengatasi masalah penyakitnya, pasien merasakan pikirannya kacau.
Keluarga pasien cukup perhatian selama pasien dirawat di rumah sakit.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi
cemas dan takut, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu, dimana pasien
dan keluarga percaya bahwa masalah pasien murni masalah medis dan
menyerahkan seluruh pengobatan pada petugas kesehatan.
5. Pengkajian riwayat Nyeri
P : Provocating ( pemacu ) dan paliative yaitu faktor yang meningkatkan atau
mengurangi nyeri
Q : Quality dan Quantity
Supervisial : tajam, menusuk, membakar
Dalam : tajam, tumpul, nyeri terus
Visceral : tajam, tumpul, nyeri terus, kejang
R : Region atau radiation ( area atau daerah ) : penjalaran
S : Severty atau keganasan : intensitas nyeri
T : Time ( waktu serangan, lamanya, kekerapan muncul).

6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
b. Sistem kardiovaskuler (mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi
vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung)
c. Sistem hematologi (mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang
merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan splenomegali)
14

d. Sistem urogenital (ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit
pinggang)
e. Sistem

muskuloskeletal

(mengetahui

ada

tidaknya

kesulitan

dalam

pergerakkan, sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak)
f. Sistem kekebalan tubuh (mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah
bening)
7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah rutin (mengetahui adanya peningkatan leukosit yang
merupakan tanda adanya infeksi).
b. Pemeriksaan

foto

abdomen

(mengetahui

adanya

pembedahan).
8. Data Subyektif
Sebelum operasi

Nyeri daerah pusar menjalar ke daerah perut kanan bawah

Mual, muntah, kembung

Tidak nafsu makan, demam

Tungkai kanan tidak dapat diluruskan

Diare atau konstipasi

Sesudah operasi

Nyeri daerah operasi

Lemas
15

komplikasi

pasca

Haus

Mual, kembung

Pusing

9. Data Obyektif
Sebelum operasi

Nyeri tekan di titik Mc. Berney

Spasme otot

Takhikardi, takipnea

Pucat, gelisah

Bising usus berkurang atau tidak ada

Demam 38 - 38,5oC

Sesudah operasi

2.

Terdapat luka operasi di kuadran kanan bawah abdomen

Terpasang infuse

Terdapat drain/pipa lambung

Bising usus berkurang

Selaput mukosa mulut kering

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


A. Pre Operasi
1.

Nyeri akut berhubungan dengan agen biologis


16

2.

Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan


infornasi terkait penyakit yang dialami.

3.

Ketidakseimbangan nutrisi : Kurang dari Kebutuhan Tubuh


berhubungan dengan

4.

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan


cairan aktif : mual,muntah ditandai dengan penurunan turgor kulit, membran
mucus/ kulit kering

B. Post Operasi
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera fisik
2. Risiko infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder akibat
pembedahan dan masukan parenteral.
3. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolic ditandai dengan suhu
tubuh meningkat diatas rentang normal (36,50C 37,50C), akral teraba hangat /
panas.

3.
4.

Rencana Asuhan Keperawatan (Terlampir)


Evaluasi (Terlampir)

17

PATWAY APPENDISITIS
Hiperplasia, folikel limfoid, fecalis, hipertropi jaringan limfoid, cacing usus (ascaris)

Obstuksi lumen appendiks

Pe tekanan intralumen/dinding appendiks

Aliran darah + limfe


Edema/ulserasi mukosa

APPENDISITIS

Kurangnya
Infeksi sekunder
bakteripengetahuan mengenai penyakit

Distensi Abdomen
Menekan gaster

Peradangan/Inflamasi
Respon antigen dan antibody
Obstuksi lumen appendiks

Pe produksi HCL

Ansietas

Mual Muntah

aran mediator kimia : Histamin, Bradikinin, Prostagladin

Output cairan berlebihanPe nafsu makan

saraf-saraf bebas di kuadran


Mengganggu
kanan bawah
pusat abdomen
thermostat di hipotalamus
Kekurangan Volume CairanPeBerat Badan
Sensasi Nyeri

Pe suhu tubuh

18
Nyeri Akut

Hipertermia

Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari

Tindakan
Pembedahan

Apendiktomi

Terputusnya
kontinitas
jaringan

Insisi Bedah

Nyeri Akut

19

Resiko Infeksi

Rencana Asuhan Keperawatan


No
1.

Diagnosa

Tujuan & Kriteria

Intervensi

Rasional

Keperawatan
Hasil
Nyeri akut b/d Setelah diberikan

Nic label :

Nic label :

agen injuri fisik

Pain management

Pain management

asuhan keperawatan

(insisi
pembedahan
pada
apendiktomi)

1. Kaji dan catat 1. Berguna


selama x 24 jam
diharapkan persepsi
subjektif pasien tentang
nyeri menurun, dengan
kriteria hasil :
Noc Label : Pain Level
1. Pasien

dalam

kualitas, lokasi dan

pengawasan

durasi

keefektifan obat, dan

nyeri.

Gunakan skala nyeri

membedakan

dengan pasien dari 0

karakteristik

(tidak ada nyeri)

Perubahan

pada

10

karakteristik

nyeri

(nyeri

paling

buruk).

nyeri.

menunjukan
terjadinya abses atau
peritonitis

tidak

2. Observasi tanda- 2. Dengan

meringis

2. Skala nyeri menjadi tanda vital

mengobservasi TTV
dapat

diketahui

3. Pasien tampak rileks

tingkat

TTV stabil

perkembangan pasien
3. Ajarkan
bantu

dan 3. Meningkatkan
pasien

teknik relaksasi
20

relaksasi
meningkatkan

dan

dan distraksi

kemampuan

koping

pasien
4. Bantu

posisi 4. Mengurangi

pasien

untuk

rasa

nyeri

kenyamanan
optimal
2.

Ansietas

Setelah

berhubungan

asuhan

dengan

selama

perubahan

diharapkan

dalam
kesehatan

status pada

dilakukan NIC Label : Anxiety


keperawatan Reduction
...x24
pasien

ditangani

dapat
dengan

ditandai dengan kriteria hasil, yaitu:


NOC Label : Anxiety
khawatir
Self-Control
1. Dapat
menghilangkan
pencetus
ansietas
2. Dapat

Reduction

jam, 1. Bersikap
ansietas

dari
mencari

informasi

untuk

menurunkan ansietas
3. Dapat merencanakan

NIC Label : Anxiety

tenang, 1. Tindakan yang tepat

sehingga mampu
mendekati

agar

kekhawatiran

dapat berkurang
2. Untuk
membantu

ketenangan
2. Memberikan

menurunkan

ansietas

informasi factual

terkain

kurangnya

tentang diagnosis,

informasi
3. Untuk

mendapat

pengobatan,

dan

prognosis

dari

penyakit klien
3. Mengajak
keluarga
selalu

dukungan dari pihak


lain

sehingga

dapat

menurunkan ansietas

untuk
bersama

dengan pasien

strategi koping jika


berhadapan

dalam NIC Label : Coping

situasi tertekan

Enhancement
Enhancement
1. Menilai dan dan 1. Menentukan
mendiskusikan

Noc label :Coping


1. Klien

NIC Label : Coping

mampu

respon alternative
dalam

mengidentifikasi
pola koping yang
efektif
21

sebuah

situasi
2. Memberitahukan

yang

tepat

respon
untuk

mengatasi ansietas
2. Untuk meningkatkan
pengetahuan

klien

mengenai penyakitnya

2. Klien

mampu

pemahaman

mengidentifikasi

kepada

pola koping yang

mengenai

agar
klien
proses

tidak efektif
penyakitmya
3. Klien melaporkan 3. Mendorong sikap
peningkatan

harapan

yang

kenyamanan

realistis

sebagai

psychologycal

cara

memiliki

mekanisme

koping

yang efektif
3. Untuk meningkatkan
kepercayaan diri dan
koping positif.
4. Untuk membantu klien
menentukan tindakan

untuk

yang dapat dilakukan

mengatasi
perasaan

untuk

tidak

mengatasi

stressnya.

berdaya
4. Dorong

klien

untuk
mengevaluasi
perilakunya
3.

Ketidakseimban
gan

nutrisi

Kurang

Tubuh
berhubungan
biologis

Nic Label:

Nic Label : Nutritional

asuhan keperawatan

Nutritional

Management

x 24 jam diharapkan

Management

kebutuhan nutrisi

1. Pertahankan

dari

Kebutuhan

dengan

Setelah diberikan

pasien adekuat dengan

faktor
yang

kriteria evaluasi:

yang

pasien

pada mulut

2. Delegatif

dengan

tidak

sensasi
sedap

2. Meningkatkan nafsu
dalam

makan pasien

pemberian obat

mencerna Nutritional Status

makanan.

kebersihan mulut
baik

ditandai dengan Noc Label :


ketidakmampua

1. Mengurangi

3. Kolaborasi dalam

Untuk

membantu

1. Pasien tidak puasa

pemberian cairan

memenuhi kebutuhan

2. Masukan

parenteral

pasien

peroral

adekuat
3. BB stabil
4. tidak

terjadi

mal
22

nutrisi,
5. tingkat
4.

adekuat,
Setelah

Kekurangan
volume

energi

cairan asuhan

dilakukan a. NIC label: Fluid

NIC label: Fluid

keperawatan Management

Management

3x24

1. Untuk dapat

berhubungan

selama

dengan

diharapkan cairan tubuh

hidrasi (seperti :

mengetahui status

kehilangan

klien seimbang dengan

kelembaban

hidrasi klien sehingga

membran

dapat melakukan

mukosa, nadi

intervensi yang tepat.

cairan

aktif

jam,

: :

mual,muntah

a. NOC label: Fluid

1. pantau status

ditandai dengan Balance

adekuat dan

penurunan

tekanan darah

turgor

Dengan kriteria hasil:


kulit, 1. Tekanan darah

membran
mucus/
kering

ortostatik).
2. Berikan cairan

sistole dan diastole


kulit

2. Untuk memenuhi
kebutuhan cairan

sesuai

normal. (120/80

kebutuhan.
3. pantau tanda-

mmHg)
2. Membran mukosa

klien.
3. menjadi indikator
respon tubuh

tanda vital klien

lembab
3. Tidak ada tanda

terhadap terapi yang

sesuai

kehausan.
4. Tidak terjadi kejang

kebutuhan.
4. pantau respon

otot.

klien untuk

a. Turgor kulit
normal

menentukan

diberikan.
4. untuk dapat
memberikan
intervensi terapi
eletrolit yang tepat

terapi elektrolit.
5. Memantau

pada klien.
5. dapat melakukan

intake dan

intervensi yang tepat

output klien

untuk mengatasi

dengan akurat.

faktor resiko
ketidakseimbangan
cairan.

6. Monitor hasil
laboratorium
23

6.

untuk membantu
memperkirakan

retensi cairan
klien
7. Memberikan
terapi IV.

kebutuhan
pemasukan cairan.
7. menjadi indikator
akan terjadinya
komplikasi lebih
lanjut dari penyakit
klien.

b.NIC Label : Fluid


Monitoring
1. Tentukan
kemungkinan
adanya faktor
resiko
ketidakseimbanga
n cairan ( seperti :
hipertermia,
terapi diuretik ,
patologis ginjal,
gagal jantung,
diaporesis,
disfungsi hati,
eksposur panas,
infeksi, post
operasi , poliuria,
muntah dan
diare).
2. Pantau
pemasukan dan
pengeluaran
cairan.
3. Pantau warna ,
kuantitas urine.
24

b.NIC Label : Fluid


Monitoring
1. Untuk menjaga
kondisi cairan infus
tetap baik.

2. Agar input cairan


klien adekuat sesuai
kebutuhan.
5.

Hipertermi

Setelah

berhubungan

tindakan

dengan

selama x 24 jam,

peningkatan

diharapkan

metabolic

penurunan suhu tubuh

keperawatan
terjadi

suhu 37,5o C.

tubuh

NOC label:

meningkat

Thermoregulation

normal

setidaknya setiap

teraba hangat /

darah,

rr
3. Memonitor warna
kulit

dan

suhu

kulit
4. Memberitahukan

37,50C
2. Nadi dan RR dalam

indikasi

rentang normal

demam

3. Tidak ada perubahan


warna kulit
4. Tidak terjadi kejang
dan muntah (skala
3)

kondisi

klien

atau

mengindentifikasi
masalah

dan

mengevaluasi respons
klien

terhadap

intervensi.
3. Mengetahui

perfusi

pada kulit pasien.


dan 4. Mengatasi penyebab

yang sesuai
5. Gunakan hal-hal
bersifat

hangat

dan

selimut

hangat

untuk
menyesuaikan
suhu
6. Menyesuaikan
25

memantau

dari

perawatan darurat

yang

perubahan suhu tubuh


pasien.
2. Untuk

denyut nadi, dan

rentang normal 36,5

37,50C), akral
panas.

Nic Label :
Temperature

Regulation
Regulation
1. Memonitor suhu 1. Untuk
mengetahui

tekanan

diatas rentang 1. Suhu tubuh dalam


(36,50C

Nic label :
Temperature

2 jam sekali
dari 40o C menjadi 2. Memonitor

ditandai
dengan

dilakukan

hipertermi
5. Untuk menyesuaikan
suhu

tubuh

pasien

dengan bantuan halhal

yang

bersifat

hangat dan selimut


hangat.
6. Mencegah
peningkatan
tubuh pasien

suhu

suhu lingkungan 7. Memberikan


yang

pasien

butuhkan
7. Berikan

untuk

efek

menurunkan

hipertermi
Fever Treatment

antipiretik
a. Untuk
penurunan
Fever Treatment
demam pasien secara
a. Berikan tindakan
farmakologis.
pengobatan untuk
b. Untuk
penurunan
mengurangi
demam pasien secara
demam.
b. Lakukan tindakan
non farmakologis
Water

Tepid c. Agar

Sponge
c. Anjurkan

melalui
untuk

meningkatkan
intake

cairan

melalui oral.
d. Monitor IWL
6.

Risiko infeksi

Setelah diberikan

berhubungan

asuhan keperawatan

dengan tempat

.. x24 jam,

masuknya

diharapkan tanda-tanda

organism

infeksi tidak ada

dapat

meningkat.
d. Untuk

mengetahui

output cairan pasien.

Infection Control

Infection Control

1. Anjurkan

1. Mencegah
untuk

menjaga

berkembangnya
kuman penyakit

kebersihan

dengan kriteria evaluasi

pada

pasien

Nic Label :

keluarga

cairan

oral

Nic Label :

bekas
sekunder akibat

intake

luka
operasi

pasien

pembedahan dan :
masukan
parenteral

Noc Label : Risk

2. Tingkatkan

Control

cuci 2. Melindungi

tangan yang baik

pasien

dari infeksi

1. Suhu tubuh pasien


dalam batas normal 3. Kaji tanda-tanda
26

3. Untuk

mengetahui

(36,50-37,50)

infeksi

secara dini adanya

2. Push (-)
3. Tidak

infeksi
ada

tanda-

tanda infeksi

4. Batasi

prosedur 4. Mencegah

invasive

atau

gunakan

teknik

septik

kontaminasi

kuman

pada luka operasi

aseptik

dalam melakukan
tindakan
5. Pantau TTV

5. Peningkatan nadi dan


suhu

tubuh

mengindikasikan
6. Kolaborasi
pemberian
antibiotic

27

terjadinya infeksi
6. Menghambat tumbuh
kembangnya kuman

Evaluasi
No
1.

Dx
Evaluasi
Nyeri akut b/d agen injuri fisik (insisi pembedahan S : Pasien mengatakan bahwa
pada apendiktomi)

rasa nyeri berkurang terutama


saat

menarik

merasakan

nafas

lebih

dan

nyaman

setelah nyeri berkurang.


O

Skala

nyeri

pasien

berkurang dari 4 menjadi 2


dari rentangan 1-10. Nadi
pasien dalam rentang normal
(60-70x/menit)
A : Intervensi tercapai.
2.

P : Intervensi dilanjutkan
Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status S : Pasien mengatakan tidak
kesehatan ditandai dengan khawatir

khawatir

lagi

terhadap

penyakit yang dialami dan


pasien mampu menyampaikan
mengenai
dialami

penyakit

yang

(apendisitis)

dan

pasien mengaku tidak merasa


cemas dan takut lagi
O:

Pasien

Nampak

lebih

tenang dan dan TTV stabil


A: Intervensi tercapai
3.

P : Pantau kondisi pasien


Ketidakseimbangan nutrisi : Kurang dari Kebutuhan S: klien mengatakan sudah
Tubuh berhubungan dengan faktor biologis yang merasa
ditandai dengan ketidakmampuan mencerna makanan.

berat

badan

meningkat, klien mengatakan


tidak mengalami rasa haus
yang berlebihan.

28

O: rasio BB/TB klien sudah


ideal (IMT=18), tidak ada
tanda-tanda dehidrasi, status
nutrisi
kebutuhan

klien

meningkat,

makanan

klien

terpenuhi
A: tujuan tercapai.

4.

Kekurangan

volume

cairan

berhubungan

P: Intervensi dilanjutkan.
dengan S: klien mengatakan sudah

kehilangan cairan aktif : mual,muntah ditandai dengan tidak mengalami rasa haus
penurunan turgor kulit, membran mucus/ kulit kering

berlebihan dan mengatakan


area bibir lembab,tidak kering
seperti sebelumnya.
O: turgor kulit klien normal
(kembali

dalam

detik),

mukosa bibir lembab , klien


tidak tampak dehidrasi.
A:Tujuantercapai
5.

P:Intervensidilanjutkan
Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolic S : Pasien mengatakan bahwa
ditandai dengan suhu tubuh meningkat diatas rentang panas badannya sudah turun.
normal (36,50C 37,50C), akral teraba hangat / panas.

O : Suhu pasien 37,5o C , RR


= 17x/menit, dan tidak terjadi
perubahan warna kulit.
A : Intervensi tercapai.
P : Pertahankan suhu tubuh

6.

pasien.
Risiko infeksi berhubungan dengan tempat masuknya S :
- Pasien mengatakan sudah
organism sekunder akibat pembedahan dan masukan
mengetahui
cara
parenteral
29

penyebaran infeksi
Pasien mengatakan sudah
mengerti

pentingnya

mencuci tangan
Pasien mengatakan sudah
mengetahui cara mencegah
terjadinya

penularan

infeksi
O:
- Pasien terliha tmengikuti
saran

perawat

untuk

melakukan

cara-cara

pencegahan

penularan

infeksi
A:
- Tujuan tercapai
P:
Pertahankan kondisi pasien

DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, SC, Bare, BG. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, Edisi 8.
Jakarta: EGC
Nanda Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC
Joanne McCloskey,dkk. 2004. Nursing Intervention Classification (NIC). United States of
America : Mosby
30

Sue Moorhead,dkk.2008 . Nursing Outcome Classification (NOC). United States of American :


Mosby
Price, SA, Wilson,LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku Pertama. Edisi 4.
Jakarta: EGC
Craig Sandy, Lober Williams. 2010. Appendiciti, Acute. www.emedicine.com [Diakses tanggal
17 November 2014]
Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta:EGC.
Rothrock, Jane C. 2000. Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta:EGC.
Smeltzer, Suzzane. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Volume 2. Jakarta:EGC.
Syamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:EGC.
Sylvia, A Price. 2000. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit Jilid ll. Jakarta:EGC.
Tucker Jeffry. Appendicitis. www.emedicine.com [Diakses tanggal 11 Desember]
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 7. Jakarta:EGC

31

Anda mungkin juga menyukai