Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber
daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan. Tujuan pembangunan
tersebut dapat dicapai dengan menyelenggarakan program pembangunan
nasional secara berkelanjutan, terencana dan terarah. Pembangunan kesehatan
merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Visi pembangunan
nasional yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah
mewujudkan Indonesia sehat tahun 2010. Tujuan diselenggarakannya
pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang optimal. (Depkes RI, 2004).
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2003, diabetes melitus
merupakan

suatu

kelompok

penyakit

metabolik

dengan

karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan
kerusakan jangka panjang, dan disfungsi beberapa organ tubuh, terutama mata,
ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Diabetes melitus adalah suatu
penyakit metabolik yang ditandai adanya hiperglikemia yang disebabkan karena
defek sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya.
Di Indonesia, prevalensi DM mencapai 15,9-32,73%, dimana diperkirakan
sekitar 5 juta lebih penduduk Indonesia menderita DM. Di masa mendatang,
diantara penyakit degeneratif diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak
menular yang akan meningkat jumlahnya di masa mendatang. WHO membuat
perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap diabetes di atas umur 20
tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian,
pada tahun 2025 jumlah tersebut akan membengkak menjadi 300 juta orang
(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, 2006).

1.2

Rumusan Masalah
Prevalensi diabetes mellitus makin meningkat pada usia lanjut. Di
Indonesia, prevalensi DM mencapai 15,9-32,73%, dimana diperkirakan sekitar
5 juta lebih penduduk Indonesia menderita diabetes mellitus. Menurut
penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia,
kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6%. Terjadi
tendensi kenaikan kekerapan diabetes secara global terutama disebabkan oleh
karena peningkatan kemakmuran suatu populasi, maka dengan demikian dapat
dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2
dekade yang akan datang kekerapan DM di Indonesia akan meningkat dengan
drastis. Indonesia akan menempati peringkat nomor 5 sedunia dengan jumlah
pengidap diabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025, naik 2 tingkat
dibanding tahun 1995.
Menurut penjelasan di buku Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Bab Diabetes
Mellitus di Indonesia, dikatakan bahwa dalam jangka waktu 30 tahun penduduk
Indonesia akan naik sebesar 40% dengan peningkatan jumlah pasien diabetes
yang jauh lebih besar yaitu 86-138% yang disebabkan oleh karena :
a)
b)
c)
d)

Faktor demografi
Gaya hidup yang kebarat-baratan
Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi
Meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien diabetes
semakin panjang

Mengingat jumlah pasien yang akan membengkak dan besarnya biaya


perawatan diabetes yang terutama disebabkan oleh karena komplikasinya, maka
upaya yang baik adalah pencegahan. Menurut WHO tahun 1994, upaya
pencegahan pada diabetes ada tiga jenis, antara lain :
a) Pencegahan primer. Semua aktivitas yang digunakan untuk mencegah
timbulnya hiperglikemia pada inividu yang beresiko mengidap diabetes
mellitus atau pada populasi.
b) Pencegahan sekunder. Menemukan pengidap DM sedini mungkin,
misalnya dengan tes penyaringan. Dengan demikian pasien diabetes
yang sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring.
c) Pencegahan tersier. Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau
2

kecacatan akibat komplikasi tersebut.


Strategi pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan melalui
pendekatan masyarakat yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat
umum dan pendekatan individu beresiko tinggi yang dilakukan pada individu
yang beresiko mengidap diabetes (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III,
2006).

1.3

Tujuan Kegiatan
Tujuan yang ingin dicapai pada mini project ini, meliputi :
1. Mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Air
Itam terhadap diabetes mellitus sehingga dapat dilakukan promosi kesehatan
sebagai pencegahan primer atau sekunder bagi masyarakat yang tidak
menderita diabetes mellitus tetapi memiliki faktor resiko ataupun untuk
masyarakat yang menderita diabetes mellitus tetapi tidak berobat rutin
2. Mengetahui pola aktivitas dan makan masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas Air Itam yang menjadi faktor resiko diabetes mellitus sehingga
dapat dilakukan promosi kesehatan terutama secara individual.

1.4

Manfaat Kegiatan
1. Bagi penulis, mini project ini menjadi pengalaman yang berguna dalam
menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh sebelum internship.
2. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
masukan tentang pentingnya pencegahan diabetes mellitus dan perlunya
mengenali diabetes mellitus lebih dini untuk menekan prevalensi penyakit
diabetes mellitus di masyarakat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi
Menurut Ammerican Diabetes Assosiation (ADA) 2005, diabetes mellitus
merupakan

suatu

kelompok

penyakit

metabolik

dengan

karakteristik

hiperglikemik yang terjadi Karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes
mellitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban
yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu
kumpulan problema anatomic dan kimiawi yang merupakan akibat dari
sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolute atau relatif dan
gangguan fungsi insulin. Tampaknya terapat pada keluarga tertentu,
berhubungan

dnegan

aterosklerosis

yang

dipercepat,

dan

merupakan

predisposisi untuk terjadinya kelainan mikrovaskular spesifik seperti retinopati,


nefropati dan neuropati.
Para

pakar

di

Indonesia

pun

bersepakatan

melalui

PERKENI

(Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) pada tahun 1993 untuk membicarakan


standar pengelolaan diabetes mellitus, yang kemudian melakukan revisi
konsensus tersebut pada tahun 1998, 2002 dan 2006 dengan menyesuaikannya
dengan perkembangan baru.

2.2

Etiologi
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan meningkatnya umur, maka intoleransi
terhadap glukosa juga meningkat. Peningkatan kadar glukosa darah pada usia
lanjut dapat disebabkan oleh :
a) Fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang
b) Resistensi insulin
c) Aktivitas fisik yang berkurang, banyak makan, badan kegemukan.
d) Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress, operasi.
e) Sering menggunakan bermacam-macam obat-obatan.
f) Adanya faktor keturunan

2.3

Epidemiologi
Secara epidemiologik, diabetes sering tidak terdeteksi dan dikatakan onset
atau terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga
morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini.
Penelitian lain menyatakan bahwa dengan adanya urbanisasi, populasi diabetes
tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat karena terjadi perubahan perilaku
tradisional menjadi urban. Faktor resiko yang berubah secara epidemiologik
diperkirakan adalah bertambahnya usia, lebih banyak dan lebih lamanya
obesitas,

distribusi

lemak

tubuh,

kurangnya

aktivitas

jasmani

dan

hiperinsulinemia. Semua faktor ini berinteraksi dengan beberapa faktor genetik


yang berhubungan dengan DM tipe 2.

2.4

Klasifikasi
Klasifikasi etiologis DM menurut ADA tahun 2005 sebagai berikut :
1. DM Tipe 1 : Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut disebabkan oleh autoimun atau idiopatik.
2. DM Tipe 2 : Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin
disertai resistensi insulin.
3. DM Tipe lain :
Defek genetik fungsi sel beta
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrin pancreas
Endokrinopati
Karena obat atau zat kimia
Infeksi
Sebab imunologi yang jarang
Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
4. DM Gestasional : Diabetes melitus pada kehamilan.

2.5

Patofisiologi
Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian ke lambung dan
selanjutnya ke usus. Supaya berfungsi, maka bahan makanan harus dioleh
dalam proses yang dinamakan metabolisme. Dalam proses ini, dibutuhkan

insulin yang berfungsi memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan


sebagai bahan bakar.
Pada DM tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
Pada DM tipe 2 jumlah insulin normal tetapi jumlah reseptor insulin yang
terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang masuk ke
dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat.

2.6

Manifestasi Klinis
Keluhan klasik DM berupa: Poliuria, polldipsia, polifagia dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain yang dapat ditemukan antara lain :
a) Gangguan penglihatan: katarak
b) Kelainan kulit: gatal dan bisul-bisul
c) Kesemutan, rasa baal
d) Kelemahan tubuh
e) Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh
f) Infeksi saluran kemih. Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah
genital ataupun daerah lipatan kulit akibat jamur.
g) Penurunan berat badan yang drastis sering terjadi pada gejala awal.

2.7

Diagnosis
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah
dan tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam
menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil
dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa darah dengan cara enzimatik dengan
bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan
glukosa darah seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya
(yang melakukan program pemantau kendali mutu secara teratur). Walaupun
demikian, sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh
(whole blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka
kriteria diagnosis yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk
pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler.
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji
diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM,
sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka
yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko DM.
Pemeriksaan penyaring dilakukan pada kelompok dengan salah satu
resiko DM sebagai berikut:

Usia > 45 tahun


Usia lebih muda, terutama dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) >23 kg/m2,
Kebiasaan tidak aktif
Turunan pertama dari orang tua dengan DM
Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram, atau riwayat

DM gestasional
DM (> 140/90)
Kolesterol HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl
Menderita polycystic ovarial syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang

terkait dengan resistensi insulin


Adanya riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa

terganggu (GDPT) sebelumnya


Memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa


darah sewaktu aau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan
tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar.
Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, TGT dan
GDPT, sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien
dengan TGT dan GDPT merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 510 tahun kemudian 1/3 kelompok TGT akan berubah menjadi DM, 1/3 lainnya
tetap TGT, dan 1/3 lainnya kembali normal. Adanya TGT sering berkaitan
dengan resistensi insulin. Pada kelompok TGT ini resiko terjadinya
aterosklerosis lebih tinggi dibandingkan kelompok normal. TGT sering
bertkaitan dengan penyakit kardiovaskular, DM dan dislipidemia.
Tabel. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan
Penyaring dan Diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM
Kadar
GDS

Belum Pasti
DM
100-199

DM

Plasma
<100
> 200
vena
Darah
<90
90-199
> 200
kapiler
Kadar
Plasma
<100
100-199
> 126
GDP
vena
Darah
<90
90-199
>100
kapiler
(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia,PERKENI,
2006)
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara :
a. Jika keluhan klasik ditemukan, maka dilakukan pemeriksaan glukosa
plasma sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis
DM.
b. Dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan,
mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan dianjurkan
untuk diagnosis DM.
c. Dengan TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral). Meskipun TTGO dengan
beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan dengan
pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri.
8

TTGO sulit untuk dilakukan berulang-utang dan dalam praktik sangat jarang
dilakukan.
Langkah diagnostik DM dan TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) dapat
dilihat pada gambar berikut :

Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV jilid III FK UI, 2006

Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil sebagai beikut :


1. Gejala klasik DM disertai glukosa plasma sewaktu 200rng/dL (11.1
mmol/L). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat
pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir, atau
2. Gejala klasik DM disertai kadar glukosa plasma puasa 126 mgldL
(7.0 mmol/L). Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan
sedikitnya 8 jam, atau
3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO 200mg/dL (11.1 mmol/L). TTGO
dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara
dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

Apabila hasil perneriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT (Glukosa Darah Puasa
Terganggu) tergantung dari hasil yang diperoleh :
TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO
didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dL (7.8

11.0 mmol/L)
GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100-125mg/dL(5.6-6.9 mmol/L)

Adapun Cara pelaksanaan TTGO (WHO ,1994) yaitu sebagai berikut :


1. 3 hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohirat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaaan
minum air putih tanpa glukosa tetap diperbolehkan.
3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa.
4. Diberikan glukosa 75 gram ( orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anakanak), dilarutkan dalam air 250mL dan diminum dalam waktu 5 menit.
5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2
jam setelah minum larutan glukasa selesai.
6. Diperiksa kadar glukosa darah 2(dua) jam sesudah beban glukosa.
7. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap lstirahat dan tidak
merokok.
Kriteria Diagnosis DM:
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl
atau
2. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa >126 mg/dl
atau
3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO >200 mg/dl
2.8

Penatalaksanaan
Diperkirakan 25-50 % dari DM lanjut usia dapat dikendalikan dengan
baik hanya dengan diet saja, 3 % membutuhkan insulin dan 20-45 % dapat
diobati dengan anti diabetik oral dan diet saja. Para ahli berpendapat bahwa
sebagian

besar

DM

pada

lanjut

usia

adalah

tipe

II

dan

dalam penatalaksanaannya perlu diperhatikan secara khusus, baik cara hidup

10

pasien, keadaan gizi dan kesehatannya, penyakit lain yang menyertai serta ada
atau tidaknya komplikasi DM.
Pedoman penatalaksanaan diabetes antara lain :
a) Menilai penyakitnya secara menyeluruh dan memberikan pendidikan
kepada pasien dan keluarganya.
b) Menghilangkan gejala-gejala akibat hiperglikemia.
c) Lebih bersifat konservatif, usahakan agar glukosa darah tidak terlalu tinggi
(200-220 mg/dl) dan tidak terlampau rendah karena bahaya terjadinya
hipoglikemia
d) Mengendalikan glukosa darah dan berat badan sambil menghindari resiko
hipoglikemi.
e) Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
selama 2-4 minggu jika tidak terkontrol glukosa darahnya maka diberikan
obat anti diabetes oral.
f) Pilar Pengelolaan DM
Pada dasarnya, pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan disertai
dengan latihan jasmani yang cukup selama beberapa waktu (2-4 minggu).
Bila setelah itu kadar glukosa darah masih belum dapat memenuhi kadar
sasaran metabolik yang diinginkan, baru dilakukan intervensi farmakologik
dengan obat-obat anti diabetes oral atau suntikan insulin sesuai dengan
indikasi.

Dalam

keadaan

dekompensasi

metabolik

berat,

misalnya

ketoasidosis, DM dengan stres berat, berat badan yang menurun dengan


cepat, insulin dapat segera diberikan. Pada keadaan tertentu obat-obat anti
diabetes juga dapat digunakan sesuai dengan indikasi dan dosis menurut
petunjuk dokter. Pemantauan kadar glukosa darah bila dimungkinkan dapat
dilakukan sendiri di rumah, setelah mendapat pelatihan khusus untuk itu.

Pilar pengelolaan DM antara lain :


a. Edukasi
Diabetes Tipe 2 biasa terjadi pada usia dewasa, suatu periode dimana
telah terbentuk kokoh pola gaya hidup dan perilaku. Pengelolaan
mandiri diabetes secara optimal membutuhkan partisipasi aktif pasien
dalam merubah perilaku yang tidak sehat. Tim kesehatan harus
11

mendampingi pasien

dalam perubahan

perilaku

tersebut,

yang

berlangsung seumur hidup. Keberhasilan dalam mencapai perubahan


perilaku, membutuhkan edukasi, pengembangan keterampilan (skill),
dan motivasi yang berkenaan dengan:

Makan makanan sehat


Kegiatan jasmani secara teratur
Menggunakan obat-obat diabetes secara aman, teatur dan pada waktu-

waktu yang spesifik


Melakukan pemantauan glukosa darah mandiri dan memanfaatkan

berbagai informasi yang ada


Melakukan perawatan kaki secara berkala
Mengelola diabetes dengan tepat
Dapat menggunakan fasilitas perawatan kesehatan

Edukasi (penyuluhan) secara individual dan pendekatan berdasarkan


penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil.
Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi dan
memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi, dan
evaluasi.
b. Perencanaan Makan
Diabetes tipe 2 merupakan suatu penyakit dengan penyebab
heterogen, sehingga tidak ada satu cara makan khusus yang dapat
mengatasi kelainan ini secara umum. Perencanaan makan harus
disesuaikan menurut masing-masing individu. Pada saat ini yang
dimaksud dengan karbohidrat adalah glukosa, tepung dan serat, sedang
istilah glukosa sederhana/simpel, karbohidrat kompleks dan karbohidrat
kerja cepat tidak digunakan lagi.
Penelitian pada orang sehat maupun mereka dengan risiko diabetes
mendukung akan perlunya dimasukannya makanan yang mengandung
karbohidrat terutama yang berasal dari padi-padian, buah-buahan, dan
susu rendah lemak dalam menu makanan orang dengan diabetes. Banyak
faktor yang berpengaruh pada respons glikemik makanan, termasuk
didalamnya adalah macam glukosa: (glukosa, fruktosa, sukrosa, laktosa),
bentuk tepung (amilose, amilopektin dan tepung resisten), cara
12

memasak, proses penyiapan makanan, dan bentuk makanan serta


komponen makanan lainnya (lemak, protein).
Pada diabetes tipe 1 dan tipe 2, pemberian makanan yang berasal
dari berbagai bentuk tepung atau sukrosa, baik langsung maupun 6
minggu kemudian ternyata tidak mengalami perbedaan repons glikemik,
bila jumlah karbohidratnya sama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
jumlah total kalori dari makanan lebih penting daripada sumber atau
macam makanannya.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan
kecukupan gizi baik sebagai berikut: Karbohidrat: 60-70%, Protein: 1015%, Lemak: 20-25%.
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,
stres akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan
berat badan idaman.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan idaman
dikalikan kebutuhan kalori basal (30 kcal/kgBB untuk laki-laki; 25
kcal/kgBB untuk wanita). Kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori
untuk aktivitas (10-3%); untuk atlet dan pekerja berat dapat lebih banyak
lagi sesuai dengan kalori yang dikeluarkan dalam kegiatannya), koreksi
status gizi (bila gemuk, dikurangi; bila kurus, ditambah) dan kalori yang
dibutuhkan menghadapi stres akut (misalnya infeksi, dsb.) sesuai dengan
kebutuhan. Untuk masa pertumbuhan (anak dan dewasa muda) serta ibu
hamil diperlukan perhitungan tersendiri.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di
atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%)
dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya.
Pembagian porsi tersebut sejauh mungkin disesuaikan dengan kebiasaan
pasien untuk kepatuhan pengaturan makanan yang baik. Untuk pasien
DM yang mengidap pula penyakit lain, pola pengaturan makan
disesuaikan dengan penyakit penyertanya. Perlu diingatkan bahwa
pengaturan makan pasien DM tidak berbeda dengan orang normal,
kecuali jumlah kalori dan waktu makan yang terjadwal.
Untuk kelompok sosial ekonomi rendah, makanan dengan
13

komposisi karbohidrat sampai 70-75% juga memberikan hasil yang


baik.Jumlah kandungan kolesterol <300 mg/hari. Diusahakan lemak dari
sumber asam lemak tidak jenuh dan menghindari asam lemak jenuh.
Jumlah kandungan serat + 25 g/hari. Diutamakan serat larut (soluble
fibre).
Pasien DM dengan glukosa darah yang normal masih diperbolehkan
mengkonsumsi garam seperti orang sehat, kecuali bila mengalami DM,
harus mengurangi konsumsi garam. Pemanis buatan dapat dipakai
secukupnya. Glukosa sebagai bumbu masakan tetap diizin-kan. Pada
keadaan kadar glukosa darah terkendali, masih diperbolehkan untuk
mengkonsumsi sukrosa (glukosa pasir) sampai 5% kalori. Untuk
mendapatkan kepatuhan ter- hadap pengaturan makan yang baik, adanya
pengetahuan mengenai bahan penukar akan sangat membantu pasien.
c. Latihan jasmani
Latihan jasmani mempunyai peran yang sangat penting dalam
penatalaksanaan diabetes tipe 2. Latihan jasmani dapat memperbaiki
sensitifitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa dan
selain itu dapat pula menurunkan berat badan. Di samping kegiatan
jasmani sehari-hari, dianjurkan juga melakukan latihan jasmani secara
teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit. Kegiatan yang
dapat dilakukan adalah jalan atau bersepeda santai, bermain golf atau
berkebun. Bila hendak mencapai tingkat yang lebih

baik dapat

dilakukan kegiatan seperti, dansa, jogging, berenang, bersepeda


menanjak atau mencangkul tanah di kebun, atau dengan cara melakukan
kegiatan sebelumnya dengan waktu yang lebih panjang. Latihan jasmani
sebaiknya disesuaikan dengan umur, kondisi sosial ekonomi, budaya dan
status kesegaran jasmaninya.
d. Farmakologis
Jika pasien telah menerapkan pengaturan makan dan latihan
jasmani yang teratur namun sasaran kadar glukosa darah belum tercapai
dipertimbangkan penggunaan obat-obat anti diabetes oral sesuai indikasi
dan dosis menurut petunjuk dokter. Untuk dapat mencegah terjadinya
14

komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM yang baik. Diabetes


mellitus terkendali baik tidak berarti hanya kadar glukosa darahnya saja
yang baik, tetapi harus secara menyeluruh kadar glukosa darah, status
gizi, tekanan darah, kadar lipid/ lemak dan A1c.
Macam-macam obat anti hiperglikemik oral
1. Golongan insulin sensitizing
a. Biguanid
Yang banyak dipakai saat ini adalah metformin. Metformin terdapat
dalam konsentrasi yang tinggi di usus dan hati, tidak dometabolisme,
tapi secara cepat dikeluarkan melalui ginjal. Karena cepatnya proses
tersebut, maka metformin diberikan 2-3x/hari kecuali dalam bentuk
extended release. Pengobatan dengan dosis maksimal dapat menurunkan
A1c 1-2%. Efek samping yang terjadi adalah asidosis laktat, dan
sebaiknya tidak digunkaan apada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
(creatinin >1,3 mg/dl pada perempuan dan >1,5 mg/dl pada laki-laki)
atau pada gangguan fungsi hati dan gagal jantung, serta harus diberikan
dengan hati-hati pada lansia.
Mekanisme kerja. Metformin menurunkan kadar glukosa darah
melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal
reseptor insulin dan menurunkan produksi glukosa hati. Metformin
meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan
glukosa darah dan juga diduga menghambat absorbsi glukosa di usus
seusai makan. Setelah diberikan peroral, metformin akan mencapai
kadar tertinggi dalam darah setelah 2 jam dan diekskresi lewat urin
dalam keadaan utuh.
Metformin akan menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak
menyebabkan hipoglikemi, sehingga tidak dinyatakan sebagai obat
hipoglikemik, tapi sebagai obat anti hiperglikemik. Pada pemakaian
kombinasi dengan sulfonilurea, hipoglikemik bisa terjadi akibat
pengaruh sulfonilurea. Pada keadaan tunggal metformin dapat
menurunkan kadar glukosa darah sampai 20% dan konsentrasi insulin
plasma pada keadaan basal juga turun. Metformin tidak menyebabkan
kenaikan berat badan seperti pada penggunaan sulfonilurea.
Pemakaian kombinasi dengan sulfonilurea sudah dapat dianjurkan
sejak awal pengelolaan diabetes dan hanya 50% pasien DM tipe 2 yang
15

kemudian dapat dikendalikan dengan pengobatan tunggal metformin


atau sulfonilurea sampai dosis maksimal.
Kombinasi insulin dengan metformin dapat dipertimbangkan pada
pasien gemuk dengan kadar glikemia yang sukar dikendalikan.
Kombinasi insulin dengan sulfonilurea lebih baik daripada kombinasi
insulin dengan metformin. Peneliti lain ada yang mendapatkan
kombinasi insulin dengan metformin lebih baik daripada hanya insulin
saja.
Efek samping gastrointestinal sering ditemukan pada pemakaian
awal metformin dan bisa dikurangi dengan memberikan obat dimulai
dengan dosis rendah dan diberikan bersamaan dengan makanan.
Disamping berpengaruh pada glukosa darah, metformin juga
berpengaruh pada komponen lain resistensi insulin yaitu lipid, tekanan
darah dan plasminogen activator inhibitor (PAI-I).
Penggunaan dalam klinik. Metformin dapat digunakan sebagai
monoterapi dan sebagai kombinasi dengan SU, repaglinid, nateglinid,
penghambat

alfa

glikosidase dan

glitazone. Efektivitas

insulin

menurunkan kadar glukosa pada orang gemuk sebanding dengan SU.


Karena kemampuannya mengurangi resistensi insulin, mencegah
penambahan berat badan dan memperbaiki profil lipid, maka metformin
sebagai monoterapi pada awal pengelolaan DM pada orang gemuk
dengan dislipidemi dan resistensi insulin berat merupakan pilihan
pertama. Bila monoterapi tidak berhasil, dapat dilakukan kombinasi
dengan SU atau obat anti diabetik lain.
b. Glitazone
Golongan Thiazolidinediones atau glitazone adalah golongan obat
yang juga memiliki efek farmakologis untuk meningkatkan sensitivitas
insulin. Obat ini dapat diberikan secara oral, kimiawi maupun fungsional
tidak berhubungan dengan obat oral lainnya. Monoterapi dengan
glitazon dapat memperbaiki konsentrasi glukosa darah puasa hingga 5980 mg/dl dan A1c 1,4-2,6% dibanding dengan plasebo.
Mekanisme

kerja.

Glitazon

merupakan

agonist

peroxisome

proliferator-activated receptor gamma (PPAR) yang sangat selektif dan


poten. Reseptor PPAR gamma terdapat di dalam jaringan target kerja
insulin seperti jaringan adiposa, otot skelet dan hati, sedang reseptor
16

pada organ tersebut merupakan reglukosator homeostasis lipid,


diferensiasi adiposit dan kerja insulin.
Glitazone dapat merangsang ekspresi beberapa protein yang dapat
memperbaiki sensitivitas insulin dan memprebaiki glikemia (GLUT-1,
GLUT-4, dll) selain itu dapat mempengaruhi ekspresi dan pelepasan
mediator resistensi insulin, seperti TNF alfa, leptin, dll.
Glitazone diabsorbsi dengan cepat dan konsentrasi tertinggi terjadi
setelah 1-2 jam dan makanan tidak tidak mempengaruhi farmakokinetik
obat ini.
Penggunaan dalam klinik.. Rosiglitazone dan pioglitazon dapat
digunakan sebagai monoterapi maupun kombinasi dengan metformin
dan sekretagok insulin.
2. Golongan sekretagok insulin
Sekretagok insulin mempunyai efek hipoglikemi dengan cara stimulasi
sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Golongan ini meliputi sulfonilurea
dan glinid.
a. Sulfonilurea
Sulfonilurea telah digunakan untuk pengobatan DM tipe 2 sejak
tahun 1950-an. Obat ini digunakan sebagai terapi farmakologis pada
awal pengobatan DM dimulai. Terutama bila konsentrasi glukosa tinggi
dan sudah terjadi gangguan sekresi insulin.
Mekanisme kerja. Efek hipoglikemi sulfonilurea adalah dengan
merangsang channel K yang tergantung pada ATP dari sel beta pankreas.
Bila sulfonilurea terikat pada reseptor channel tersebut, maka akan
terjadi penutupan. Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya penurunan
permeabilitas K pada membran sel beta, terjadi depolarisasi membran
dan membuka channel Ca tergantung voltase, dan penyebabkan
peningkatan Ca intrasel, ion Ca akan terikat pada Calmodulin dan
menyebabkan eksositosis granul yang mengandung insulin.
Golongan ini bekerja dengan merangsang sel beta pankreas untuk
melepaskan insulin yang tersmpan. Karena itu hanay bermanfaat pada
pasien yang masih dapat mengeluarkan insulin.
Untuk mengurangi hipoglikemi terutama pada pasien tua, dipilih
obat yang masa kerjanya paling singkat. Obat sulfonilurea dengan masa
17

kerja panjang sebaiknya tidak dipakai pada usia lanjut. Selain pada
orang tua, hipoglikemi juga sering terjadi pada pasien gagal ginjal,
gangguan fungsi hati berat dan pasien dengan asupan makanan yang
kurang dan jika digunakan bersama obat sulfa.
Glibenklamid menurunkan glukosa darah puasa lebih besar (36%)
daripada glukosa setelah makan (21%).
Penggunaan dalam klinik. Pada pemakaian sulfonilurea umumnya
selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk menghindari kemungkinan
hipoglikemi. Bila kadar glukosa darah sangat tinggi dapat diberikan
sulfonilurea dengan dosis yang lebih besar dengan perhatian khusus
bahwa beberapa hari sudah dapat diperoleh efek klinis yang jelas dan
dalam satu minggu sudah terjadi penurunan kadar glukosa yang cukup
bermakna.
Dosis permulaan tergantung pada beratnya hiperglikemi. Bila
konsentrasi glukosa puasa <200 mg/dl sebaiknya dimulai dengan dosis
kecil dan dititrasi bertahap setelah 1-2 minggu sehingga tercapai kadar
GDP 90-130 mg/dl. Bila GDP >200 mg/dl bisa diberikan dosis awal
yang lebih besar. Obat sebaiknya diberikan jam sebelum makan
karena diserap dengan baik. Pada obat yang diberikan satu kali setiap
hari sebaiknya diberikan saat makan pagi atau saat makan porsi besar.
Kombinasi sulfonilurea dengan insulin lebih baik daripada insulin
sendiri dan dosis insulin yang dibutuhkan pun lebih rendah.
b. Glinid
Sekretagok insulin yang baru, bukan merupakan sulfonilurea.
Kerjanya juga melalui reseptor sulfonilurea, memiliki kemiripan struktur
dengan sulfonilurea namun berbeda efeknya. Repaglinid dan nateglinid
keduanya diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan
cepat dikeluarkan melalui metabolisme dalam hati hingga diberikan 2-3
x/hari. Repaglinid bisa menurunkan kadar glukosa darah puasa mesk
masa paruhnya singkat karena menempel pada reseptor sulfonilurea.
Nateglinid mempunyai masa tinggal yang lebih singkat dan tidak
menurunkan kadar glukosa darah puasa. Keduanya merupakan
sekretagok yang khusus menurunkan kadar glukosa postprandial dengan
18

efek hipoglikemik yang minimal. Kekuatan untuk menurunkan kadar


A1c tidak begitu kuat.
3. Penghambat alfa glukosida
Obat ini menghambat enzim alfa glukosidase di dalam saluran cerna
sehingga

dapat

meurunkan

penyerapan

glukosa

dan

menurukan

hiperglikemi postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus, tidak


menyebabkan hipoglikemi dan tidak berpengaruh pada kadar insulin.
Acarbose merupakan penghambat kuat enzim alfa glukosidase yang
terdapat pada dinding enterosit yang terletak pada bagian proksimal usus
halus. Secara klinis akan terjadi hambatan pembentukan monosakarida
intraluminal, menghambat dan memperpajang peningkatan glukosa darah
postprandial dan mempengaruhi respon insulin plasma. Ebagai monoterapi
tidak dapat merangsang sekresi insuli dan tidak menyebabkan hipoglikemi.
Efek samping pada GI tract seperti meteorismus, flatulence dan diare.
Penggunaan dalam klinik bisa digunakan sebagai monoterapi atau
kombinasidengan insulin, metformin, glitazone, atau sulfonilurea. Untuk
efek maksimal, obat harus diberikan segera saat makan utama. Monoterapi
dengan acarbose menurunkan rata-rata glukosa postprandial 40-60 mg/dl
dan GDP10-20 mg/dl, A1c sebesar 0,5-1%. Dengan terapi kombinasi
dengan sulfonilurea, metformin atau insulin, acarbose bisa menurunkan
lebih banyak A1c sebesar 0,3-0,5% dan rata-rata glukosa post prandial 2030 mg/dl dari keadaan sebelumnya.
Terapi Insulin Pada Pasien Diabetes Melitus
Pengaruh fisiologis insulin dan indikasi penggunaannya
a. Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh sel beta dari pulau langerhans
pankreas. Isulin dibentuk dari proinsulin yang kemudian distimulasi
terutama oleh peningkatan kadar glukosa darah.
b. Insulin memiliki beberapa pengaruh terhadap jaringan tubuh yaitu
menstimulasi pemasukan asam amino ke dalam sel dan kemudian
meningkatkan sintesa protein. Insulin meningkatkan penyimpanan lemak
dan mencegah penggunaan lemak sebagai bahan energi. Insulin juga
menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam sel ntuk digunakan sebagai
19

sumber energi dan membantu penyimpanan glikogen di dalam sel otot dan
hati.
c. Insulin endogen adalah insulin yang dihasilkan oleh pankreas sedangkan
insulin eksogen adalah insulin yang disuntikka dan merupakan suatu
produk farmasi.
Indikasi terapi insulin
a. Semua orang dengan DM tipe 1.
b. Orang dengan DM tipe 2 tertentu mungkin memerlukan insulin bila terapi
jenis lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah atau bila
mengalami stres fisiologis seperti pada tindakan pembedahan.
c. Orang dengan DM gestasi membutuhkan insulin bila diet saja tidak dapat
mengendalikan kadar glukosa darah.
d. Pada DM dengan ketoasidosis.
e. Pasien DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan
suplemen tinggi kalori, untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat,
secara bertahap akan memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan
kadar glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin
atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin
f. Pada pasien DM dengan komplikasi akut berupa koma hiperosmolar non
ketotik
Memulai alur pemberian insulin
a. Pada pasien DM tipe 1 terapi insulin dapat diberikan segera setelah
diagnosis ditegakkan. Pada pasien ini terapi yang dianjurkan adalah injeksi
harian multipel untuk mencapai kendali kadar glukosayang baik. Selain itu
pemberian bisa juga dilakukan dengan pompa insulin.
b. Menurut PERKENI 2006 dan Konsensus ADA-EASD tahun 2006, sebagai
pegangan, jika kadar glukosa darah tidak terkontrol dengan baik
(A1c>6,5%) dalam jangka awaktu 3 bulan dengan 2 obat oral, maka sudah
ada indikasi untuk memulai terapi kombinasi obat antidiabetik oral dan
insulin.

2.9

Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus yang dapat ditemukan, antara lain :
20

a) Hipoglikemia. Merupakan salah satu komplikasi akut yang tidak jarang


terjadi dan ditandai dengan kadar glukosa darah di bawah 50-60 mg/dl.
b) Infeksi. Pengidap diabetes, cenderung terkena infeksi karena bakteri tumbuh
baik jika kadar glukosa darah tinggi dan pertahanan tubuh rendah.
c) Komplikasi kronis penyakit jantung dan pembuluh darah.
d) Kerusakan pada ginjal (Nefropati). Adanya gagal ginjal dibuktikan dengan
kenaikan kadar kreatinin atau ureum serum yang berkisar antara 2% sampai
7,1% pasien diabetes melitus. Adanya proteinuria yang persisten tanpa
adanya kelainan ginjal yang lain merupakan salah satu tanda awal nefropati
diabetik.
e) Kerusakan saraf (Neuropati)
f) Kerusakan pada mata (Retinopati)

2.10 Strategi Pencegahan DM


Dalam jangka waktu 30 tahun penduduk Indonesia akan naik sebesar 40%
dengan peningkatan jumlah pasien diabetes yang jauh lebih besar yaitu 86138% yang disebabkan oleh karena :
a) faktor demografi, antara lain :
jumlah penduduk meningkat
penduduk usia lanjut bertambah banyak
urbanisasi makin tak terkendali
b) gaya hidup yang kebarat-baratan
penghasilan per kapita tinggi dan restoran siap santap
sedentary life style
c) berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi
d) meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien diabetes semakin
panjang
Mengingat jumlah pasien yang akan membengkak dan besarnya biaya
perawatan diabetes yang terutama disebabkan oleh karena komplikasinya, maka
upaya yang baik adalah pencegahan. Menurut WHO tahun 1994, upaya
pencegahan pada diabetes ada tiga jenis, antara lain :
a. Pencegahan primer. Semua aktivitas yang digunakan untuk mencegah
timbulnya hiperglikemia pada inividu yang beresiko mengidap diabetes
mellitus atau pada populasi.
b. Pencegahan sekunder. Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya
21

dengan tes penyaringan. Dengan demikian pasien diabetes yang sebelumnya


tidak terdiagnosis dapat terjaring.
c. Pencegahan tersier. Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan
akibat komplikasi tersebut. Usaha ini meliputi :
mencegah timbulnya komplikasi
mencegah progresi dari komplikasi
mencegah kecacatan tubuh
Strategi pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan melalui pendekatan
masyarakat yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum dan
pendekatan individu beresiko tinggi yang dilakukan pada individu yang
beresiko mengidap diabetes.
a) Pendekatan populasi/masyarakat
Bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum, antara lain mendidik
masyarakat agar menjalankan cara hidup sehat dan menghindari cara hidup
beresiko. Upaya ini ditujukan tidak hanya untuk mencegah diabetes tetapi
untuk mencegah penyakit lain sekaligus. Upaya ini sangat berat karena target
populasinya sangat luas, oleh karena itu harus dilakukan tidak hanya oleh
profesi tetapi juga oleh seluruh lapisan masyarakat.
b) Pendekatan individu beresiko tinggi
Semua upaya pencegahan yang dilakukan pada individu yang beresiko
mengidap diabetes mellitus. Antara lain :
a. umur > 40 tahun
b. gemuk
c. DM
d. riwayat keluarga DM
e. riwayat melahirkan bayi >4 kg
f. riwayat DM pada saat kehamilan
g. dislipidemia
Pencegahan primer adalah cara yang paling sulit karena yang menjadi sasaran
adalah orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat. Cakupannya
menjadi sangat luas. Yang bertanggung jawab bukan hanya profesi tetapi
seluruh lapisan masyarakat. Pada pencegahan sekunder, penyuluhan tentang
perilaku sehat seperti pada pencegahan primer pun harus dilakukan, ditambah
dengan peningkatan pelayanan kesehatan primer di pusat-pusat pelayanan
kesehatan mulai dari rumah sakit sampai puskesmas. Pada tahun 1994, WHO
menyatakan bahwa pendeteksian pasien baru dengan cara skrining dimasukkan
22

ke dalam upaya pencegahan sekunder agar supaya bila diketahui lebih dini
komplikasi dapat dicegah. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, 2006).

BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
1.

Kerangka Teori
Faktor Predisposisi
1. Pengetahuan
2. Keyakinan
3. Nilai
4. Sikap
5. geografi

pendidikan
kesehatan

Faktor Pendukung
1. Tugas kesehatan
2. Keterjangkauan sumber
3. rioritas dan komitmen.

Non
Perilaku

Perilaku

Non
Kesehatan

Kesejahteraan

Kesehatan

Faktor pendorong
1. Keluarga
2. Petugas Kesehatan
3. Masyarakat

Lawrence Green menjelaskan bahwa perilaku dilatar belakangi atau


dipengaruhi oleh tiga faktor yakni faktor-faktor predisposisi (predisposing
factors), faktor-faktor yang mendukung (enabling factors) dan faktor-faktor
yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factors).
2.

Kerangka Konsep
23

Berdasarkan teori tersebut diatas maka peneliti mengadopsinya dalam membuat


kerangka konsep penelitian sebagai berikut.
Upaya penderita Diabetes Melitus dalam mencegah
kekambuhan penyakit Diabetes Melitus :
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Perilaku

3.

Definisi Operasional
N
o
1

Definisi

Alat

Pengetahua

Operasional
Aspek yang

Ukur
Kuesione

diketahui

Variabel

Sikap

Cara ukur

Hasil Ukur

Wawancara Baik, jika


dapat

diingat oleh

menjawab

responden

mean (kode 1).

tentang

Kurang, jika

upaya

responden

mencegah

tidak bisa

kekambuha

mejawab <

n penyakit

mean (kode 0).

pandangan

Ukur
Ordinal

responden

dan mampu

DM
Segala

Skala

Kuesione
r

Wawancara Positif, jika

Ordinal

responden

atau

dapat

pendapat

menjawab

responden

mean (kode 1).

yang

Negatif, jika

berkaitan

responden

dengan

tidak bisa

upaya

mejawab <

mencegah

mean (kode 0).

kekambuha
24

n penyakit
3

Perilaku

DM
Upaya

Kuesione

dalam

Wawancara Baik, jika

Ordinal

responden

mencegah

melakukan

kekambuha

upaya dalam

n penyakit

mencegah

DM

kekambuhan
penyakit DM
mean (kode
1).
Kurang, jika
responden
tidak
melakukan
upaya dalam
mencegah
kekambuhan
penyakit DM
< mean (kode
0).

25

BAB IV
METODE MINI PROJECT
1.

Rancangan Mini Project


Mini project ini dilakukan dengan pengumpulan data melalui wawancara
terstruktur kemudian edukasi secara individual terutama pada subjek yang tidak
mengerti tentang diabetes mellitus tetapi memiliki faktor resiko menderita
penyakit tersebut. Pada mini poject ini ditujukan sebagai sarana mengaplikasikan
pencegahan primer dalam penyakit diabetes mellitus.

2.

Waktu dan Tempat Mini Project


Mini project ini dilaksanakan pada bulan Juli 2015 di Puskesmas Air Itam
dan wilayah sekitarnya.

3.

Populasi dan Sampel Mini Project


Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
(Notoatmodjo, 2002:79). Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai maka populasi
dalam penelitian ini adalah semua penderita DM yang datang berobat ke
posyandu lansia atau balai pengobatan yang terdapat di wilayah kerja Air Itam
selama bulan Januari - Mei 2015 yang berjumlah
penderita.
Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian atau populasi yang diteliti, apabila subjeknya kurang dari
100 maka lebih baik diambil semua hingga sampel penelitian menggunakan
seluruh populasi. Jika jumlah subjeknya besar dapat diambil 10-15% atau 2025%. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 88 penderita (total
populasi). (Arikunto, 2003:112).

4.

Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data


1. Teknik Pengumpulan Data
26

Data diperoleh dari pengisian kuesioner yang telah disiapkan oleh peneliti
dengan menggunakan teknik wawancara.
2. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian berupa kuesioner yang berisi pertanyaan tertulis tentang
pengetahuan, sikap dan perilaku penderita DM upaya mencegah kekambuhan
penyakit DM.
5.

Teknik Pengolahan dan Analisa Data


Teknik Pengolahan Data

1.
a.

Pengolahan Data (editing)


Meneliti kembali apakah lembar kuesioner sudah cukup baik sehingga
dapat di proses lebih lanjut. Editing dapat dilakukan di tempat
pengumpulan data sehingga jika terjadi kesalahan maka upaya perbaikan
dapat segera dilaksanakan.

b.

Pengkodean (Coding)
Usaha mengklarifikasi jawaban-jawaban yang ada menurut macamnya,
menjadi bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode.

c.

Pemasukan Data (Entry)


Memasukan data ke dalam perangkat komputer sesuai dengan kriteria.

d.

Pembersihan Data (Cleaning data)


Data yang telah di masukan kedalam komputer diperiksa kembali untuk
mengkoreksi kemungkinan kesalahan. (Hastono, 2001).

2. Teknik Analisis Data


Pada penelitian ini digunakan analisa univariat yaitu analisa yang
dilakukan terhadap setiap variabel dari hasil penelitian dalam analisa ini hanya
menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel yang diteliti yaitu
variabel pengetahuan, variabel sikap dan variabel perilaku.
Hasil penelitian dapat dinyatakan dalam bentuk distribusi frekuensi
jawaban benar/salah dari responden untuk setiap item pertanyaan dijumlahkan
kemudian dibagi dengan seluruh responden dikali 100% hasilnya berupa
persentase.
Rumus yang digunakan
X
P=

x 100

Keterangan :
P

: Persentase

: Jumlah soal

: Jumlah Responden

27

N
BAB V
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan disajikan hasil penelitian dan pembahasan tentang
Gambaran Tingkat Pengetahuan Penderita DM di wilayah Kerja Puskesmas Air Itam,
Kota Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung, Tahun 2015. dalam Upaya Mencapai
Glukosa Darah Terkontrol. Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi.
1.

Latar Belakang Puskesmas Air Itam


Puskesmas Air Itam adalah satu puskesmas dari dua puskesmas yang ada
di wilayah kecamatan Bukit Intan Kota Pangkalpinang. Berada di Air Itam
kecamatan Bukit Intan dan dekat dengan daerah wisata pantai yang ada di kota
Pangkalpinang.
Puskesmas Air itam berdiri pada tahun 1982 berstatus Puskesmas
Pembantu di Desa Air Itam dan masih berada dibawah wilayah Kabupaten
Bangka. Seiring dengan perluasan wilayah Kota Pangkalpinang maka pada tahun
1986 Puskesmas Pembantu Air Itam ikut menjadi wilayah kota Pangkalpinang di
Kecamatan Bukit Intan.
Pada tahun 1986 Puskesmas Pembantu Air itam dikembangkan menjadi
puskesmas induk sampai dengan tahun 2003. pada tahun 2004 Puskesmas Air
itam ditingkatkan menjadi Puskesmas Induk dengan rawat inap.
Adapun pergantian Kepala Puskesmas Air itam darimulai berdiri sampai
sekarang, sebagai berikut :

1.

dr. Mauli Mangansong

: 12 Oktober 1983 s.d 1985

2.

dr. Budi Alamsyah

: 1990

3.

Ibu Alfia Thenu

: 1992

4.

dr. Muzakir

: 1993

5.

dr. Irianto Hakim

: 1 Oktober 1995

6.

dr. Jhon Kenedi

: 1997

7.

dr. Hanafi

: 1998
28

8.

Msy. Rita Dewi

: 1999

9.

dr. Rudy Ridwan

: 2002

10. dr. Tonny

: 2003 s.d 2006

11. drg. Doni Arianto

: 1 Oktober 2006

12. dr. Hisar Manalu

: 1 Februari 2007

13. dr. Bobby Widyawati

: 1 Maret 2010 s.d Mei 2012

14. dr. Eva Lestari, M.Kes

: Juni 2012 s.d sekarang

2.

Data Wilayah Puskesmas Air Itam


1.

Keadaan geografi
Kelurahan Air Itam dan Kelurahan Bacang terletak di Kecamatan
Bukit Intan Kota Pangkalpinang dengan luas wilayah : 28995

Ha.

Kelurahan Air Itam dan Kelurahan Bacang merupakan dataran tanah


pertanian / hutan : 27198 Ha,

perkebunan : 831 Ha dan Perkampungan

seluas : 966 Ha.


Batas wilayah :
-

Sebelah Utara berbatasan dengan Pangkal Balam

Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Semabung Lama

Sebelah Selatan berbatasan Bangka Tengah

Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Cina Selatan


Pemerintahan terdiri dari : Kelurahan Air Itam dan Kelurahan

Bacang kecamatan Bukit Intan Kota Pangkalpinang.Kelurahan Air Itam


merupakan wilayah provinsi kepulaan Bangka Belitung dimana Pusat
pemerintahan provinsi terletak di kelurahan Air Itam.
Untuk transportasi ke Kelurahan Air Itam dan Kelurahan Bacang
dapat dijangkau dengan kendaraan roda dua maupun kendaraan roda
empat sampai ketempat daerah perbatasan sampur (Kabupaten bangka
tengah) dan ke kawasan wisata Pantai Pasir Padi.

29

2.

Keadaan demografi
Penduduk Wilayah Puskesmas Air Itam berjumlah 16181 Jiwa. Jumlah
RT 4452 KK, terdiri dari 4 kelurahan.
No

Kelurahan

Jumlah Penduduk

Jumlah RT

Air Itam

4122

1227

Bacang

5163

1138

Temberan

2947

877

Sinar Bulan

3949

1210

16181

4452

Jumlah

Tabel 1 Jumlah Penduduk

3.

Hasil Penelitian

a. Gambaran Gambaran Tingkat Pengetahuan Penderita DM di wilayah Kerja


Puskesmas Kelurahan Air Itam, Kota Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung,
Tahun 2015. dalam Upaya Mencapai Glukosa Darah Terkontrol.
Pengetahuan penderita DM tentang upaya mencegah tidak terkontrol glukosa
darah adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan hasil tahu penderita DM
melalui panca indera dengan titik potong (cut of point) mean 7,8 diperoleh
hasil sebagaimana ditampilkan pada tabel berikut :
No
1
2

Pengetahuan
Jumlah
Persentase
Baik
30
45,45%
Kurang baik
36
54,55%
Jumlah
66
100%
Tabel 2 Distribusi frekuensi responden menurut Pengetahuan Penderita DM
dalam Upaya Mencegah Tidak terkontrolnya glukosa darah di wilayah Kerja
Puskesmas Air Itam tahun 2015
Tabel diatas memperlihatkan bahwa sebagian besar responden berpengetahuan baik
sejumlah 34 responden (45,45%) sisanya berpengetahuan kurang sejumlah 54
responden (54,55%).
b. Gambaran Sikap di wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Air Itam, Kota
Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung, Tahun 2015. dalam Upaya Mencapai
Glukosa Darah Terkontrol.
Sikap

penderita

DM

dalam

upaya mencegah glukosa darah tidak

terkontrol penyakit DM adalah segala pandangan atau pendapat penderita DM


yang

berkaitan

dengan

upaya

dalam mencegah glukosa darah tidak


30

terkontrol pada penyakit DM dengan titik potong (cut if point) mean 7,5
diperoleh hasil sebagaimana ditampilkan pada tabel 3.
No
1
2

Sikap
Jumlah
Persentase
Positif
22
33,33%
Negatif
44
66,67%
Jumlah
66
100%
Tabel 3 Distribusi frekuensi responden menurut sikap Penderita DM dalam
Upaya Mencegah Tidak terkontrolnya glukosa darah di wilayah Kerja
Puskesmas Air Itam, Tahun 2015
Tabel menunjukan bahwa penderita DM yang memiliki sikap positif dalam
upaya mencegah glukosa darah tidak terkontrol pada penyakit DM sejumlah
34 responden (33,33%) dan penderita DM yang memiliki sikap negatif
sejumlah 54 responden (66,67%).
c. Gambaran perilaku Penderita DM dalam Upaya Mencegah Tidak terkontrolnya
glukosa darah di wilayah Kerja Puskesmas Air Itam, Kota Pangkalpinang, Provinsi
Bangka Belitung, Tahun 2015.
Perilaku penderita DM dalam upaya mencegah kekambuhan penyakit
DM adalah usaha-usaha yang telah dilakukan penderita DM untuk mencegah
glukosa darah tidak terkontrol penyakit DM dengan titik potong (cut of point)
mean 6,03 diperoleh hasil sebagaimana ditampilkan pada tabel 4.
No
1
2

Perilaku
Jumlah
Persentase
Melakukan
18
27,27%
Tidak melakukan
48
72,73%
Jumlah
66
100%
Tabel 4. Distribusi frekuensi responden menurut perilaku Penderita DM
dalam Upaya Mencegah Tidak terkontrolnya glukosa darah di wilayah Kerja
Puskesmas Air Itam, Tahun 2015
Dari tabel 4 diatas diketahui bahwa responden yang baik upayanya dalam
mencegah tidak terkontrolnya glukosa darah pada penyakit DM berjumlah 32
responden (27,27%) dan responden yang kurang baik dalam upaya pencegahan
kekambuhan penyakit DM berjumlah 56 responden (72,73%).

BAB VI
DISKUSI

31

6.1. Gambaran

Pengetahuan

Penderita

DM

Tentang

Upaya

Mencegah

Kekambuhan Penyakit DM
Berdasarkan

hasil

penelitian

diketahui

bahwa

responden

yang

berpengetahuan baik sejumlah 34 responden (38,64%) sisanya berpengetahuan


kurang sejumlah 54 responden (61,36%). Hal ini menunjukan bahwa sebagian
besar penderita DM belum mempunyai pengetahuan baik dan mengerti tentang
upaya mencegah kekambuhan penyakit DM. Sebagian penderita tidak
mengetahui bahwa memeriksakan glukosa darah secara teratur dan menjaga pola
makan yang baik akan sangat membantu mengontrol glukosa darah pada penyakit
DM, namun masih ada 34 responden yang berpengetahuan cukup baik,
kurangnya pengetahuan responden ini dapat disebabkan beberapa faktor antara
lain: rendahnya tingkat pendidikan responden yang pada umumnya hanya
tamatan sekolah dasar, kurangnya keaktifan responden dalam mengikuti
penyuluhan kesehatan yang diadakan oleh petugas kesehatan setempat dan ada
beberapa responden yang sudah berusia lanjut (diatas 50 tahun) dimana
kemampuan responden dalam menerima informasi kesehatan agak kurang.
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia yakni : indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar berpengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga.
Pengetahuan/kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya suatu tindakan karena dari pengalaman dan penelitian yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan.
Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2002) peningkatan
pengetahuan mempunyai hubungan yang positif dengan perubahan variabel
perilaku. Pengetahuan dapat diperoleh dari tingkat pendidikan seseorang realitas
cara berfikir dan ruang lingkup jangkauan berfikirnya semakin luas.

6.2. Gambaran Sikap Penderita DM Tentang Upaya Mencegah Glukosa darah


Tidak Terkontrol pada Penyakit DM

32

Berdasarkan hasil penelitian diketahui responden DM yang memiliki sikap


positif dalam upaya mencegah kekambuhan penyakit DM berjumlah 34
responden (38,64%) dan penderita DM yang memiliki sikap negatif dalam upaya
mencegah kekambuhan penyakit DM berjumlah 54 responden (61,36%). Hal ini
menununjukan bahwa sikap responden masih negatif meskipun masih ada 34
responden yang mempunyai sikap positif. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain:
Pengetahuan yang kurang tentang upaya mencegah kekambuhan penyakit
DM, kurangnya kesadaran atau kemauan responden untuk berprilaku hidup sehat
dan ada juga beberapa responden yang mengambil sikap positif dikarenakan
kondisi mereka pada saat itu misalnya responden yang kurang pengetahuan
tentang upaya mencegah tidak terkontrolnya glukosa darah pada penyakit DM
tetapi karena mereka takut penyakit DM akan menimbulkan dampak yang lebih
buruk lagi bagi kesehatanya maka responden juga mengambil sikap yang positif.
Menurut Notoatmodjo (2003) sikap merupakan salah satu domain perilaku
kesehatan yang dapat diartikan sebagai suatu reaksi atau respon seseorang yang
masih

tertutup

suatu

stimulus/objek.

Sedangkan

menurut

Newcomb

(Notoatmodjo, 2003) sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak


dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu sikap belum otomatis terwujud
dalam bentuk praktek (overt behavior) untuk terwujud suatu sikap agar menjadi
perbuatan nyata (praktek) diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan antara lain fasilitas dan dukungan keluarga.
6.3. Gambaran Perilaku Penderita DM Tentang Upaya Mencegah Glukosa
Darah Tidak Terkontrol Pada Penyakit DM.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui responden yang baik upayanya
dalam mencegah kekambuhan penyakit DM berjumlah 32 responden (36,36%)
dan responden yang kurang baik dalam upaya pencegahan tidak terkontrolnya
glukosa darah penyakit DM berjumlah 56 responden (63,64%). Hal ini
menunjukan bahwa sebagian besar responden masih kurang baik upayanya dalam
mencegah glukosa darah tidak terkontrol pada penyakit DM. Hal ini bisa
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : ada tidaknya kemauan dari
responden untuk sembuh/mengontrol kesehatanya, kurangnya kesadaran dari
responden akan pentingnya upaya mencegah kekambuhan penyakit DM dan
33

sulitnya meluangkan waktu untuk memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan dan


mengikuti penyuluhan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan serta
kurangnya dukungan keluarga dalam memotivasi responden untuk melakukan
usaha dalam mencegah kekambuhan penyakit DM, kurangnya perhatian keluarga
atau orang-orang terdekat dari responden akan berpengaruh besar dalam
keinginanya untuk sembuh.
Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku merupakan perilaku suatu organisme
yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari,aplikasi dari sikap seseorang
individu yang juga tidak terlepas dari pengetahuan individu itu sendiri. Sikap
membuat seseorang positif terhadap nilai-nilai kesehatan tetapi tidak selalu
terwujud dalam suatu tindakan nyata, hal ini disebabkan oleh beberapa alasan
antara lain tergantung pada situasi saat itu, mengacu kepada pengalaman
seseorang dan juga orang lain serta dipengaruhi juga oleh nilai-nilai yang ada di
masyarakat tersebut. Selain itu perilaku seseorang juga dipengaruhi oleh beberapa
hal antara lain lingkungan, sarana kesehatan dan perilaku petugas kesehatan.

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2003, diabetes melitus


merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,
dan disfungsi beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan
pembuluh darah.
Di Indonesia, prevalensi DM mencapai 15,9-32,73%, dimana diperkirakan
sekitar 5 juta lebih penduduk Indonesia menderita diabetes mellitus. Menurut
penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia, kekerapan
diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6%. Terjadi tendensi kenaikan
kekerapan diabetes secara global terutama disebabkan oleh karena peningkatan
kemakmuran suatu populasi, maka dengan demikian dapat dimengerti bila suatu saat
atau lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang akan datang kekerapan
DM di Indonesia akan meningkat dengan drastis. Indonesia akan menempati
peringkat nomor 5 sedunia dengan jumlah pengidap diabetes sebanyak 12,4 juta orang
pada tahun 2025, naik 2 tingkat dibanding tahun 1995. Pilar Pengelolaan DM, antara
lain :
34

a) Edukasi, meliputi : pemahaman tentang DM, obat-obatan, olahraga, perencanaan


makan dan masalah yang mungkin dihadapi.
b) Perencanaan Makan dengan karbohidrat 45-60%, protein 10-20%, dan lemak 2025%.
c) Latihan jasmani 3 kali seminggu selama 30 menit disesuaikan dengan umur dan
status kesegaran jasmani.
d) Farmakologis, apabila tidak berhasil dengan pengaturan makan dan olahraga.
Komplikasi diabetes mellitus yang dapat ditemukan, antara lain : hipoglikemia,
infeksi, komplikasi kronis penyakit jantung dan pembuluh darah, kerusakan pada
ginjal (nefropati), kerusakan saraf (neuropati), dan kerusakan pada mata (retinopati).
Jika melihat dari segi teori di atas, bahwa jelas jika mencegah lebih baik
daripada mengobati. Hal ini juga dikarenakan banyak komplikasi yang terjadi pada
penyakit diabetes mellitus. Pada seseorang yang mengidap penyakit diabetes mellitus,
maka penatalaksanaan yang pertama kali dilakukan adalah edukasi tentang perjalanan
penyakitnya, olah raga dan perencanaan makan. Untuk itu, dalam hal ini peran
promosi kesehatan sangatlah penting dalam mencegah penyakit diabetes mellitus.
Pendekatan populasi/masyarakat bertujuan untuk mengubah perilaku
masyarakat umum, antara lain mendidik masyarakat agar menjalankan cara hidup
sehat dan menghindari cara hidup beresiko. Upaya ini ditujukan tidak hanya untuk
mencegah diabetes tetapi untuk mencegah penyakit lain sekaligus oleh karena itu
penulis menganggap pentingnya dilakukan pendekatan individu, terutama pada
individu yang beresiko tinggi, yang berarti semua upaya pencegahan yang dilakukan
pada individu yang beresiko mengidap diabetes mellitus, antara lain umur > 40 tahun,
gemuk, DM, riwayat keluarga DM, riwayat melahirkan bayi >4 kg, riwayat DM pada
saat kehamilan, dan dislipidemia.
Tetapi mengingat keterbatasan waktu dan lokasi, serta jumlah pasien yang
banyak penulis melakukan pendekatan individu tanpa memandang seseorang itu
beresiko atau tidak (dipilih secara acak) dengan maksud sasaran pencegahan primer
akan lebih sampai kepada setiap orang yang belum mengerti mengenai apa itu
diabetes mellitus dan bagaimana pencegahannya. Dengan begitu, penulis dapat
melakukan penyuluhan/ promosi secara individual tentang diabetes mellitus dan
mengedukasi jika menemukan keluarga/tetangga dengan gejala seperti itu segera
diperiksakan ke Puskesmas. Penulis melakukan promosi kesehatan dengan
menggunakan pamphlet bergambar agar lebih menarik dan memberikannya kepada
35

subjek yang sudah diedukasi. Dengan cara seperti ini diharapkan sasaran pencegahan
primer dan sekunder akan lebih berhasil karena menggunakan pendekatan individual.

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
1.

Kesimpulan
36

1. Tingkat pengetahuan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Air Itam


terhadap diabetes mellitus belum merata. Oleh karena itu, diperlukan adanya
promosi kesehatan sebagai upaya pencegahan primer dan sekunder terhadap
kejadian penyakit diabetes mellitus, tidak hanya oleh petugas kesehatan
melainkan juga masyarakat umum.
2. Pola aktivitas dan makan sebagian masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Air
Itam menjadi faktor resiko diabetes mellitus. Oleh karena itu, promosi
kesehatan primer nampaknya akan lebih bermanfaat jika dilakukan secara
individual (seperti konseling) dibandingkan jika dilakukan melalui pendekatan
populasi.
2.

Saran
Jumlah pasien diabetes dalam kurun waktu 25-30 tahun yang akan datang
akan sangat meningkat akibat kemakmuran, perubahan pola demografi, dan
urbanisasi. Pencegahan baik perimer, sekunder, ataupun tersier merupakan upaya
yang paling tepat dalam mengantisipasi ledakan jumlah ini dengan melibatkan
berbagai pihak, tidak hanya petugas kesehatan melainkan juga masyarakat umum.
Di wilayah sekitar Puskesmas Air Itam perlu dilakukan promosi kesehatan
terutama sebagai upaya pencegahan primer dan sekunder dalam masyarakat
terhadap penyakit diabetes mellitus.

DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Penerbit FK UI.
37

2. Ikatan Dokter Indonesia, 2011. Indonesian Doctors Compendium. Jakarta :


CV Matoari Citra Media.
3. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2000. Penatalaksanaan
Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Penerbit FK UI.
4. http://www.metris-community.com/penyebab-dan-gejala-diabetes/
5. http://majalahkesehatan.com/tanda-tanda-kencing-manis/
6. http://www.scribd.com/doc/76881746/Bab-14-Diabetes-Mellitus-Word
7. http://indodiabetes.com/
8. http://www.klikdokter.com/diabetes/read/2010/07/05/112/gejala-diabetesmelitus

LAMPIRAN

Tanggal wawancara
No.

: .
: .
38

1. IDENTITAS RESPONDEN
Nama Lengkap
Pekerjaan
Tempat / Tanggal Lahir
Alamat
Nomor Telepon
- Rumah
- Hp

: ..
: ..
: ..
: ......
.......
: ..
: ..

2. KARAKTERISTIK RESPONDEN
Jenis kelamin anda.?

1. Laki-laki

Berapa usia anda saat ini?

...... th

Berapa berat badan anda saat ini?

.. kg

Berapa tinggi badan anda saat ini?


Bagaimana status gizi anda?
1. Kurus (underweight), IMT 17.0 18.4
2. Normal (ideal), IMT 18.5 25.0
3. Gemuk (overweight), IMT > 25.0
Apakah di keluarga anda ada yang gemuk?
Apakah di lingkungan tempat tinggal / tempat
bekerja anda tersedia banyak tempat makan?
Apakah anda sering mengkonsumsi soft drink?
Apakah anda sering mengkonsumsi makanan cepat
saji?
Apakah anda memakai KB hormonal?
(pil, suntik atau implan)
Berapakah lingkar perut anda?
: 1. 90 cm
2. 90 cm
: 1. 80 cm
2. 80 cm
Apakah anda pernah di diagnosis menderita DM
atau, sedang mengkonsumsi obat-obatan anti DM?
Berapa tekanan darah anda?
1. <140/90 mmHg
2. 140/90 mmHg
Apakah anda pernah didiagnosis menderita
hiperlipidemia atau sedang mengkonsumsi obatobatan anti kolesterol?

2. Perempuan

.. cm

(di isi oleh peneliti)


1. Ya
2. Tidak
1. Ya

2. Tidak

1. Ya

2. Tidak

1. Ya

2. Tidak

1. Ya

2. Tidak

.. cm
1. Ya

2. Tidak

.. mmHg
1. Ya

2. Tidak

3. PENDIDIKAN & PENGETAHUAN


Apakah pendidikan terakhir anda?
1. Tidak sekolah tamat SD
2. Tamat SMP tamat SMA
3. Perguruan tinggi
39

Menurut anda tahu apa yang dimaksud dengan


Diabetes Mellitus?
1. Glukosa darah yang tinggi
2. Glukosa darah yang rendah
3. Tidak tahu
Menurut anda keadaan mana yang dimaksud dengan
Diabetes Melitus?
1. Glukosa darah sewaktu >200
2. Glukosa darah sewaktu <200
3. Tidak tahu
Menurut anda apakah faktor keturunan berpengaruh
terhadap diabetes melitus?
1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
Manakah hal yang dapat mencegah diabetes melitus?
1. Diet tinggi lemak
2. Diet rendah garam
3. Diet tinggi karbohidrat
4. Tidak tahu
Menurut anda apakah status gizi yang obesitas
mempermudah terkena diabetes melitus?
1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
Menurut anda apakah faktor makanan mempermudah
terkena diabetes melitus?
1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
Menurut anda apakah dengan mengkonsumsi glukosa
(glukosa) berlebih mempermudah terkena diabetes
melitus?
1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
Diabetes Mellitus bisa menyebabkan ketajaman
penglihatan berkurang?
1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
Menurut anda apakah merokok mempermudah terkena
diabetes melitus?
1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
Apa tanda dan gejala Diabetes Melitus yang anda
ketahui?
1. Ya
2. Tidak
40

3. Tidak tahu
Berikut ini manakah yang termasuk obat diabetes
melitus?
1. Prednison
2. Metformin
3. HCT
4. Tidak tahu
Berapakah pendapatan anda per bulan?
1. 1.000.000,- sampai 2.000.000,2. 2.000.000,- sampai 5.000.000,3. >5.000.000,Berapa persen pengeluaran anda untuk makan tiap
bulan?
1. >50%
2. 40 50%
3. <20 30%
4. FAKTOR KETURUNAN
Apakah anda memiliki riwayat penyakit DM?
1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
Jika Ya, sudah berapa lama anda menderita DM?
1. > 4 tahun
2. 3 4 tahun
3. 1 - 2 tahun
Apakah di keluarga anda ada yang menderita DM?
1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
Jika Ya, siapa diantara keluarga anda yang menderita
DM?
1. Kakak / adik / keduanya (kandung)
2. Ayah / kakek / keduanya
3. Ibu / nenek / keduanya
5. MAKANAN
Dalam sehari anda makan berapa kali?
1. 1 - 2 kali
2. 3 kali
3. Lebih dari 3 kali
Berapa banyak porsi nasi yang anda makan dalam 1
kali makan? (1 porsi mangkuk kecil = 250 gr nasi)
1. Kurang dari 1 porsi
2. 1 porsi
3. Lebih dari 1 porsi
Apakah anda suka minum minuman yang manis?
(contoh: teh)

1. Ya

2. Tidak
41

Dalam sehari anda minum teh berapa kali?


1. 1 kali
2. 2 kali
3. Lebih dari 2 kali
Jika minum teh berapa banyak glukosa pasir yang
anda gunakan?
1. - 2 sendok teh
2. 2 4 sendok teh
3. Lebih dari 4 sendok teh
Apakah anda memiliki kebiasaan mengkonsumsi
kopi?
Jika Ya, berapa cangkir anda mengkonsumsi kopi?
1. 3 cangkir
2. 3 cangkir
Apakah anda memiliki kebiasaan mengkonsumsi
alkohol?
Jika Ya, berapa botol yang anda konsumsi.?
1. 1 botol
2. 1 botol
Apakah anda suka makan camilan? (selain makanan
pokok)
6. OLAH RAGA
Bila dibandingkan orang yang sebaya dengan saya,
aktivitas saya selama waktu lenggang ?
1. Sangat lebih banyak
2. Lebih banyak
3. Sama banyak
4. Kurang
5. Sangat kurang
Selama waktu senggang, apakah anda berkeringat?
1. Sangat sering
2. Sering
3. Kadang-kadang
4. Jarang
5. Tidak pernah
Selama waktu senggang, apakah anda berolahraga?
1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang-kadang
4. Sering
5. Selalu
Apakah anda berolahraga?
Jika Ya, Termasuk dalam apakah olahraga tersering
yang anda lakukan?
1. Intensitas rendah (0.76)
2. Intensitas medium (1.76)
3. Intensitas tinggi (2.76)

1. Ya

2. Tidak

1. Ya

2. Tidak

1. Ya

2. Tidak

1. Ya

2. Tidak

(di isi oleh peneliti)

42

Berapa jam anda berolahraga dalam seminggu?


1. < 1 jam (0.5)
2. 1-2 jam (1.5)
3. 2-3 jam (2.5)
4. 3-4 jam (3.5)
5. >4 jam (4.5)
Berapa bulan anda berolahraga dalam setahun?
1. < 1 bulan (0.04)
2. 1-3 bulan (0.17)
3. 4-7 bulan (0.42)
4. 7-9 bulan (0.67)
5. >9 bulan (0.92)
Hitung skor olahraga anda?
1. Skor olahraga = > 12
2. Skor olahraga 8-12
3. Skor olahraga 4-8
4. Skor olahraga 0,01-4
5. Skor olahraga = 0
6. Tidak olahraga = 0
7. MEROKOK
Apakah anda merokok?
Rokok apa yang paling sering anda hisap?
1. Filter
2. Kretek
Apakah anda merasa kecanduan dengan rokok?
Apakah anda mengetahui akibat buruk dari asap
rokok bagi perokok?
Berapa banyak anda merokok dalam satu hari?
1. < 10 batang
2. 10-20 batang
3. > 20 batang
Kapan anda mulai merokok?
1. Usia < 20 tahun
2. Usia 20-40 tahun
3. Usia > 40 tahun
Berapa lama anda ingin merokok setelah selesai
makan?
1. Langsung ingin merokok
2. < 1 jam
3. > 1 jam
4. Tidak ingin merokok
Berapa lama anda ingin merokok setelah bangun
tidur?
1. Langsung ingin merokok
2. < 1 jam
3. > 1 jam
4. Tidak ingin merokok

(di isi oleh peneliti)

(di isi oleh peneliti)

(di isi oleh peneliti)

1. Ya

2. Tidak

1. Ya

2. Tidak

1. Ya

2. Tidak

43

Apakah anda berpikir untuk berhenti merokok akhirakhir ini?


Apakah anda memiliki keluhan gangguan pernapasan
dalam satu tahun terakhir?
(bisa diisi lebih dari satu jawaban)
1. Sering Sesak Nafas
2. Sering Batuk-batuk tanpa sebab
3. Sering Nyeri dada
4. Sering cepat lelah ketika beraktivitas dan
berolahraga
5. Tidak memiliki keluhan

1. Ya

2. Tidak

44

Anda mungkin juga menyukai