PENDAHULUAN
Epilepsi ditandai oleh bangkitan berulang yang diakibatkan oleh aktivitas
listrik yang berlebihan pada sebagian atau seluruh bagian otak. Seorang penderita
dikatakan menderita epilepsi bila setidaknya mengalami dua kali bangkitan tanpa
provokasi. Sedangkan, bangkitan epilepsy sendiri adalah suatu manifestasi klinik
yang disebabkan
sinkron, dari neuron yang (terutama) terletak pada korteks serebri. Aktivitas
paroksismal abnormal ini umumnya timbul intermiten dan 'self-limited'.1
Setiap tahunnya, diantara setiap 100.000 orang akan terdapat 40-70 kasus
baru. Epilepsi mempengaruhi 50 juta orang diseluruh dunia, dan 80% dari mereka
tinggal di negara berkembang. Epilepsi lebih sering timbul pada usia anak-anak
atau orang tua diatas 65 tahun, namum epilepsi dapat muncul kapan saja. Pada
systemic review terkini, angka prevalensi untuk epilepsi aktif bervariasi dari 1,514 per 1.000 orang/tahun di Asia.2
BAB II
1
LAPORAN KASUS
: Tn TF
Usia
: 35 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Status Perkawinan
: Menikah
Alamat
: Darussalam
Suku
: Aceh
Pekerjaan
: Wiraswasta
No RM
: 1-00-10-26
Tanggal Periksa
: 11 Juni 2015
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Kejang
Keluhan Tambahan :
Kejang Berulang
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke poli klinik saraf RSUDZA untuk kontrol pengobatan
epilepsi. Pasien memiliki riwayat kejang berulang sejak 1 tahun yang lalu. Kejang
pertama kali terjadi pada tanggal 14 Januari 2014. hingga saat ini pasien 4 kali
kejang terakhir pada januari 2015. Pola kejang serupa namun gejala 1 tahun lalu
lebih berat dibandingkan dengan sekarang.
Beberapa hari sebelum kejang pasien merasakan sakit kepala hebat pada
bagian belakang kepala, leher kaku dan penglihatan kabur. Pasien mengaku
kejang pertama dan ke-4 terjadi saat pasien tertidur, pasien merasa melihat sesuatu
gambaran serta ada seorang yang lewat dan mendengar suara sedangkan kejang
ke-2 dan ke-3 saat pasien sedang beraktifitas dan tiba-tiba melihat gambaran di
suatu tempat. Menurut saksi mata saat kejadian terjadi tangan kanan pasien
kelonjotan diikuti tangan kiri dan kedua tungkai. Pasien jatuh tidak sadarkan diri
dengan tubuh ke kanan, kepala menoleh ke kanan, mata tertutup, mulut tidak
mengeluarkan busa, lidah tidak tergigit serta mengompol hanya terjadi pada
kejang pertama. Durasi serangan sekitar 5 menit. Setelah kejang, pasien sadar
penuh dan pasien merasa lemas sekujur tubuh dan pusing..
Riwayat Penggunaan Obat-obatan:
Tidak ada
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien mengaku tidak pernah memiliki riwayat penyakit lain sebelumnya.
Pasien belum pernah mengalami penyakit yang sama, hipertensi, diabetes melitus,
asma dan alergi tidak ada. Riwayat kejang sewaktu kecil tidak ada riwayat
kecelakaan tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama.
Riwayat Pengobatan:
Pasien mengaku rutin kontrol di poli setiap bulan.
Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan Sosial:
-
Pasien mengaku sering mengkomsumsi makanan tidak sehat seperti mie instan,
: Baik
Kesadaran
: E4 M6 V5
Tekanan Darah
: 130/80 mmHg
Nadi
: 72 kali/ menit
Pernafasan
: 18 kali/menit
Suhu
: 36,8
Keadaan Gizi
: Gizi Normal
: kuning langsat
Turgor
: cepat kembali
Sianosis
: tidak ada
Ikterus
: tidak ada
Oedema
: tidak ada
Anemia
: tidak ada
b. Kepala
Bentuk
: normocephali
Wajah
Mata
Telinga
: serumen (-/-)
Hidung
: sekret (-/-)
Mulut
Tonsil
Faring
c. Leher
Inspeksi
Palpasi
d. Thoraks
Inspeksi
Statis
Dinamis
Paru
Inspeksi
Kanan
Kiri
Stem fremitus normal, Stem fremitus normal,
Perkusi
Auskultasi
Vesikuler Normal
Vesikuler Normal
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Atas
Kiri
e. Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Hepar
Lien
Ginjal
: Tidak teraba
: Ballotement tidak di jumpai
Perkusi
f. Genitalia
: Tidak diperiksa
g. Anus
: Tidak diperiksa
j. Ekstremitas
: Akral hangat
Sianosis
Oedema
Fraktur
Superior
Kanan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Kiri
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Inferior
Kanan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Kiri
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
: E4 M6 V5
Pupil
: (+/+)
: (+/+)
Kaku kuduk
: (-)
Laseque: (-)
Kernig
: (-)
Babinski
: (-/-)
Brudzinski I
: (-)
Brudzinski II
: (-)
B. Nervus Craniales
Nervus III (otonom) :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Ukuran pupil
Bentuk pupil
Refleks cahaya langsung
Refleks cahaya tidak langsung
Nistagmus
Strabismus
Eksoftalmus
Penglihatan Ganda
Kanan
Kiri
3 mm
3 mm
bulat
bulat
Kanan
Kiri
Lateral
Atas
Bawah
Medial
Diplopia
Kelompok Motorik
Nervus V (fungsi motorik)
1. Membuka mulut
2.
Menggigit
mengunyah
Nervus VII (fungsi motorik)
Kiri
1. Mengerutkan dahi
2. Menutup mata
3. Menggembungkan pipi
4. Memperlihatkan gigi
5. Sudut bibir
Nervus IX & X (fungsi motorik)
1.
2.
Bicara
Menelan
1. Mengangkat bahu
2. Memutar kepala
Nervus XII (fungsi motorik)
1.
2.
Artikulasi lingualis
Menjulurkan lidah
Kelompok Sensoris
1. Nervus I (fungsi penciuman)
2. Nervus V (fungsi sensasi wajah)
3. Nervus VII (fungsi pengecapan)
4. Nervus VIII (fungsi pendengaran)
C. Badan
Motorik
1. Gerakan respirasi
2. Bentuk columna vertebralis
3. Gerakan columna vertebralis
: Abdomino Thorakalis
: Simetris
: Kesan simetris
Sensibilitas
1. Rasa suhu
2. Rasa nyeri
3. Rasa raba
Pergerakan
Kekuatan
Tonus
Trofi
: (+/+)
: 5555/5555
: N/N
: N/N
Refleks
1. Biceps
2. Triceps
: (+/+)
: (+/+)
: (-/-)
: 5555/5555
: N/N
Refleks
1. Patella
2. Achilles
: (+/+)
: (+/+)
8
3.
4.
5.
6.
Babinski
Chaddok
Gordon
Oppenheim
: (-/-)
: (-/-)
: (-/-)
: (-/-)
Klonus
1.
2.
3.
4.
Paha
Kaki
Tanda Laseque
Tanda Kernig
Sensibilitas
: (-/-)
: (-/-)
: tidak diperiksa
: tidak diperiksa
kanan
kiri
Rasa suhu
dbn
dbn
Rasa nyeri
dbn
dbn
Rasa raba
dbn
dbn
H. Koordinasi Keseimbangan
1. Cara Berjalan
: dbn
2. Romberg Test
: negatif
2. EEG
EGG dilakukan pada tanggal 28 Januari 2015
Interpretation:
- Perekaman dilakukan dalam keadaan sadar tanpa premedikasi dan
menggunakan elektroda khusus.
- Irama latar berupa gelombang dengan frekwensi rata-rata 10.0 spd
amplitudo sedang , dipengaruhi oleh aktivitas buka dan tutup mata.
- Tidak tampak gelombang patologis
- Pada stimulasi fotik dan hiperventilasi tidak tampak perubahan berarti
- Tidak tampak gelombang tidur
Kesan: EEG saat ini dalam batas normal
10
11
12
13
14
2.7 Diagnoasis
Diagnosis klinis
Diagnosis topis
: Temporal Posterior
Diagnosis etiologi
: Idiopati
Diagnosis kerja
2.8 Terapi
Medikamentosa yang didapatkan pasien :
-
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
15
BAB III
DISKUSI KASUS
Berdasarkan laporan kasus tersebut, adapun permasalahan yang terjadi
pada pasien yaitu:
1. Mengapa pasien masih mengalami kejang berulang meskipun sudah diberikan
terapi OAE?
a. Apakah terapi OAE yang diberikan tidak sesuai?
b. Apakah dosis terapi OAE yang diberikan tidak cukup?
c. Apakah ada faktor-faktor lain sehingga bangkitan kejang masih terjadi
dalam 1 tahun pengobatan OAE.
2. Mengapa hasil EEG pasien dalam batas normal?
3. Apasaja rencana terapi dan pemeriksaan penunjang pada pasien?
Berdasarkan permasalahan kasus tersebut, adapun diskusi kasus sebagai
berikut:
1. Mengapa pasien masih mengalami kejang berulang meskipun sudah diberikan
terapi OAE?
Seizure atau bangkitan adalah gangguan aktivitas mental, motorik,
sensorik atau otonom yang relatif singkat dan mendadak akibat aktivitas
serebral proksimal abnormal. Epilepsi disebabkan oleh terbentuknya sinyal
listrik di dalam otak yang menyebabkan timbulnya kejang berulang. Pada
umumnya, epilepsi ditandai oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Terjadi kejang atau bangkitan berulang, 2 bangkitan atau lebih dan lebih
dari 1 episode (kejadian)
2. Kejang terjadi tanpa faktor provokasi atau penyakit otak akut
3. Kejang sering terjadi mendadak tanpa dapat diperkirakan sebelumnya
Tujuan utama terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal,
sesuai dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun mental
yang dimilikinya. Untuk tercapainya tujuan tersebut diperlukan beberapa
upaya, yaitu:
1. Menghentikan bangkitan (seizure),
2. Mengurangi frekuensi bangkitan,
3. Mencegah timbulnya efek samping,
4. Menurunkan angka kesakitan dan kematian
5. Mencegah timbulnya efek samping dari obat anti epilepsi (OAE).
16
di
First-line
Second-line/
add on
Third line/
add on
Karbamazepine
Fenitoin
Parsial simple & Fenobarbital
kompleks dengan
Okskarbazepin
atau tanpa
general sekunder Lamotrigin
Topiramat
Asam valproat
Tiagabin
Levetiracetam
Vigabatrin
Zonisamid
Felbamat
Pregabalin
Pirimidon
Gabapentin
Asam valproat
Tonik klonik
Mioklonik
Topiramat
Karbamazepine
Lamotrigin
Levetiracetam
Fenitoin
Okskarbazepin
Zonisamid
Fenobarbital
Asam valproat
Topiramat
Pirimidon
Lamotrigin
Levetiracetam
Clobazam
Zonisamid
Clonazepam
17
Fenobarbital
Absence (tipikal
dan atipikal)
Asam valproat
Atonik
Asam valproat
Lamotrigin
Asam valproat
Tonik
Fenitoin
Lamotrigin
Topiramat
Levetiracetam
Zonisamid
Felbamat
Clonazepam
Clobazam
Fenobarbital
Epilepsy absence Asam valproat
juvenil
Etosuksimid
Epilepsy
mioklonik
juvenil
Etosuksimid
Clonazepam
Asam valproat
Clonazepam
Fenobarbital
Etosuksimid
2. karakteristik pasien
Pengobatan
dengan
obat
antiepilepsi
karakteristik
pasien
harus
Dosis yang
paling
umum
(mg/hari)
Dosis
maintenance
(mg/hari)
Frekuensi
pemberian
(kali/hari)
Fenitoin
200
300
100-700
1-2
Karbamazepin
200
600
400-2000
2-4
Okskarbazepin
150-600
900-1800
900-2700
2-3
Lamotrigin
12,5-25
200-400
100-800
1-2
Zonisamid
100
400
400-600
1-2
Ethosuximid
500
1000
500-2000
1-2
Obat
18
Felbamat
1200
2400
1800-4800
Topiramat
25-50
200-400
100-100
Clobazam
10
20
10-40
1-2
Clonazepam
2-8
1-2
Fenobarbital
60
120
60-240
1-2
Pirimidon
125
500
250-1500
1-2
Tiagabin
4-10
40
20-60
2-4
Vigabatrin
500-1000
3000
2000-4000
1-2
Gabapentin
300-400
2400
1200-4800
Pregabalin
150
300
150-600
2-3
Valproat
500
1000
500-3000
2-3
Levetiracetam
1000
2000-3000
1000-4000
Pada kasus ini, pemilihan dan dosis OAE yang telah di berikan sudah
sesuai namun faktor yang mempengaruhi akibat terjadinya kejang berulang
adalah ketidak patuhan pasien mengkomsumsi OAE. Hal ini didasari dengan
anamnesis yang menyatakan pasien sekali-kali lupa atau tidak meminum OAE
dengan berbagai alasan yang diberikan. Ketidak patuhan pasien untuk minum
OAE secara teratur dan sesuai jadual pengobatan seringkali menjadi penyebab
bangkitan berulang maupun gagalnya pengobatan.
Kepatuhan minum obat merupakan faktor prediktor untuk tercapainya
remisi pada epilepsi, dimana pada penderita epilepsi yang patuh minum obat
terbukti mengalami remisi 6 bulan, 12 bulan dan 24 bulan terus menerus
dibanding dengan mereka yang tidak patuh minum obat. Kriteria kepatuhan
minum obat yang dipakai adalah menurut Ley dan Hakim, penderita dikatakan
patuh minum obat apabila memenuhi 4 hal berikut : dosis yang diminum sesuai
dengan yang dianjurkan, durasi waktu minum obat doidiantara dosis sesuai
yang dianjurkan, jumlah obat yang diambil pada suatu waktu sesuai yang
ditentukan, dan tidak mengganti dengan obat lain yang tidak dianjurkan.
Berbagai faktor dapat mempengaruhi kepatuhan pasien dalam menjalani
pengobatan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan minum obat
19
alat
yang
mampu
milisekon yang melebihi resolusi MRI, dapat mengukur aktivitas otak secara
langsung tanpa melalui perantara lain dan tidak seperti metode lain yang
mempelajari melalui karakteristik aliran darah atau aktivitas metabolisme.
Akan tetapi karena rekaman EEG hanyalah merekam aktivitas otak sesaat,
perekaman tersebut akan memberikan kesan yang lain ketika perekaman
dilakukan pada waktu yang berbeda. Pada umumnya pemeriksaan yang
dilakukan setelah >1bulan bangkitan EEG menjadi normal. Oleh karena itu
pengidentifikasian terhadap gelombang EEG perlu dilakukan setelah
bangkitan.
Namun pada kasus ini, pemeriksaan EEG dilakukan 2 hari setelah
bangkitan, pada tanggal 28 Januari 2015 di dapatkan kesan dalam batas
normal. Hasil EEG dalam batas normal belum tentu tidak ada lesi, karena EEG
memiliki keterbatasan dimana sensitifitas EEG hanya sensitif hingga
superfisial kortek (hanya sekitar 0,5-1mm). Sedangkan ketebalan korteks
serebral manusia 2-4mm. Sehingga lesi pada subkortek
tidak sensitif
20
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Epilepsi berasal dari bahasa Yunani, Epilambanmein yang berarti
serangan. Epilepsi merupakan penyakit saraf kronik kejang berulang yang muncul
21
konsekuensi
sosial
yang
diakibatkannya.
Namun,
definisi
ini
22
23
C. Kriptogenik
2. Epilepsi umum dan berbagai sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan
peningkatan usia
A. Idiopatik (primer)
B. Kriptogenik atau simtomatik sesuai dengan peningkatan usia (sindrom west,
syndrome lennox-gasraut, epilepsi lena mioklonik dan epilepsi mioklonikastatik)
C. Simtomatik
3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal dan umum
A. Bangkitan umum dan fokal
B. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
4. Sindrom khusus : bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu.
A. kejang demam
B. status epileptikus yang hanya timbul sekali (isolated)
C. Bangkitan yang hanya terjadi karena alkohaol, obat-obatan, eklamsi atau
hiperglikemik non ketotik.
D. Epilepsi refrektorik
3.3 Etiologi dan Faktor Pencetus
a. Etiologi
Penyebab terjadinya epilepsi dapat terjadi secara multifaktoria namun
hampir 60% dari kasus epilepsi tidak dapat menjelaskan secara pasti penyebab
terjadinya. Kebanyakan etiologi epilepsi belum diketahui seperti jenis epilepsi
idiopatik. Kerusakan otak akibat trauma kepala, infeksi otak, masalah hormonal,
masalah gangguan peredaran darah otak dan tumor di otak dapat memicu terjadi
epilepsi simtomatik. Investigasi faktor etiologis didasarkan pada anamnesa seperti
riwayat adanya trauma, kejang demam, perdarahan subarakhnoid atau infeksi
susunan saraf. Salah satu patokan dalam investigasi etiologis adalah usia pasien
sewaktu pertama mengalami kejang. Contohnya, kejang pada bayi biasanya
etiologinya adalah cedera perinatal, kejang yang timbul pada usia dewasa karena
tumor otak.5
b. Faktor Pencetus
Faktor pencetus ialah faktor yang mempermudah terjadinya serangan,yaitu: 1,5
a. Faktor sensoris, seperti cahaya yang berkedip-kedip, bunyi-bunyi yang
mengejutkan, air panas
b. Faktor sistemis, seperti: demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu misalnya
golongan fenotiazin, klorpropamid, hipoglikemia, kelelahan fisik.
c. Faktor mental, seperti: stress, gangguan emosi.
3.4 Patofisiologi
24
25
26
Bahkan setelah pemeriksaan EEG berulang, hasil tetap negatif pada hampir 20%
pasien. EEG yang normal sering dijumpai pada anak dengan kejang tonik-klonik.
Rekaman EEG digunakan untuk mengidentifikasi daerah-daerah otak spesifik
yang terlibat dalam lepas muatan abnormal, dan data ini dikolerasikan dengan
rekaman video.
27
Pada pasien ini diberikan terapi fenitoin yang merupakan obat lini pertama
untuk epilepsi parsial dan dan mencegah kemunculan kejang dengan cara
menghambat neurotransmiter di otak.
Tabel 1. Pemilihan OAE berdasarkan tipe bangkitan epilepsi
Tipe Bangkitan
Bangkitan parsial
(sederhana atau
kompleks)
Bangkitan lena
Asam valproat,
ethosuximide
Acetazolamide, clobazam,
clonazepam, lamotrigine,
(tidak tersedia di
phenobarbital, pirimidone
Indonesia)
Bangkitan
Asam valproat
mioklonik
Clobazam, clonazepam,
ethosuximide,
lamotrigine,
phenobarbital,
pirimidone,
piracetam
Penghentian OAE: dilakukan secara bertahap setelah 2-5 tahun pasien bebas
kejang, tergantungdari bentuk bangkitan dan sindroma epilepsi yang diderita
pasien. Penghentian OAE dilakukan secara perlahan dalam beberapa bulan.7,10
3.8 Penanganan status epileptikus
Tabel 2. Penanganan status epileptikus7
Stadium
Penatalaksanaan
Memperbaiki fungsi kardio-respiratorik,
Stadium I (0-10 Memperbaiki jalan nafas, pemberian
menit)
Stadium
II
oksigen, resusitasi
(0-60 Memasang infus pada pembuluh darah
28
menit)
besar
Mengambil 50-100 cc darah untuk
pemeriksaan lab
Pemberian OAE emergensi : Diazepam
10-20 mg iv (kecepatan
pemberian < 2-5 mg/menit atau rectal
dapat diulang 15 menit
kemudian.
Memasukan 50 cc glukosa 40% dengan
atau tanpa thiamin 250 mg
intravena
Menangani asidosis
Stadium III (0-60 - Menentukan etiologi
Bila kejang berlangsung terus 30 menit
90 menit)
setelah pemberian diazepam
pertama, beri phenytoin iv 15-18
mg/kgBB dengan kecepatan 50
mg/menit
Memulai terapi dengan vasopresor bila
diperlukan
Mengoreksi komplikasi
Stadium IV (30-90 Bila kejang tetap tidak teratasi selama
30-60 menit, transfer pasien
menit)
ke ICU, beri Propofol (2mg/kgBB bolus
iv, diulang bila perlu) atau
Thiopentone (100-250 mg bolus iv
pemberian dalam 20 menit,
dilanjutkan dengan bolus 50 mg setiap
2-3 menit), dilanjutkan
sampai 12-24 jam setelah bangkitan
klinis atau bangkitan EEG
terakhir, lalu dilakukan tapering off.
Memonitor bangkitan dan EEG,
tekanan intracranial, memulai
pemberian OAE dosis maintenance
29
BAB V
KESIMPULAN
Epilepsi adalah Cetusan listrik lokal pada otak yang terjadi sewaktuwaktu, mendadak, dan sangat cepat yang dapat mengakibatkan serangan
penurunan kesadaran, perubahan fungsi motorik atau sensorik, perilaku atau
emosional yang intermiten dan stereotipik.
Adapun
30
DAFTAR PUSTAKA
1
Mardjono dan Sidharta. Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta. 2008.
Duncan
R.
Diagnosis
of
Epilepsy
in
Adults,
http://www.rcpe.ac.uk/publications/articles/epilepsy
available
from
supplement/E
Duncan.pdf.
31
32