tugas sesuai dengan profesinya. Ayat 2) tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya
berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.
Kewenangan perawat anestesi dalam melakukan tindakan anestesi harus mendapat
persetujuan secara tertulis dari dokter anestesi pada daerah yang mempunyai dokter
anestesi, bagi daerah yang tidak mempunyai dokter anestesi pelimpahan kewenangan
dalam melakukan tindakan anestesi dapat dilakukan oleh dokter operator atau
direktur rumah sakit, yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan standar
pelayanan anestesi dan reanimasi rumah sakit dari Depkes RI tahun 1999 dan
permenkes Nomor 779/Menkes/SK/VIII/2008 9.
Working Paper Series No.
Bulan 20..
Pedoman pelaksanaan pelayanan berhubungan dengan pendelegasian wewenang dalam
ilmu manajemen ada empat kegiatan terjadi ketika delegasi dilakukan: a)
pendelegasian menetapkan dan memberikan tujuan dan tugas kepada bawahan, b)
pendelegasian melimpahkan wewenang yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
tugas, c) penerima delegasi baik implicit atau exsplisit menimbulkan kewajiban dan
tanggungjawab, d) pendelegasian menerima pertanggung jawaban bawahan akan hasil
yang dicapai. Alasan pendelegasian untuk membantu pelayanan adalah dengan a)
menetapkan tujuan, b) tegaskan tanggung jawab dan wewenang, c) berikan motivasi
kepada bawahan, meminta penyelesaian kerja, d) berikan latihan, e) adakan
pengawasan yang memadai16.
Surat Izin Perawat (SIP),Surat Izin Kerja (SIK), lisensi, sertifikasi dan standar profesi
sudah ada, merupakan kekuatan legalitas perawat dalam melakukan tindakan
anestesi.
Pemahaman tentang regulasi pelayanan keperawatan anestesi pada setiap individu
perawat anestesi mempunyai perbedaan, yang membedakan aspek sertifikasi antara
perawat anestesi dengan perawat pelatihan dari pendidikan atau kompetensi. Peran
tanggungjawab perawat anestesi lebih besar dari peran perawat pelatihan, lisensi
merupakan pengakuan legal dari lembaga yang kompeten yaitu dinas kesehatan
setempat, SIP, SIK dan SIPP merupakan salah satu lisensi yang dimiliki oleh perawat
anestesi, dimana lisensi bersifat permanen untuk menjalankan praktek atau kegiatan
tindakan anestesi.
KESIMPULAN
1. Mutu Pelayanan Keperawatan Anestesi di RSUD Sanggau:
a. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) dari tindakan anestesi yang dilakukan oleh
perawat anestesi 3 (tiga) tahun 2006,2007,2008 dari jumlah 2581 pasien meninggal
dimeja operasi 5 (lima) pasien atau 0,19% dari standar pengukuran menurut SPM
Rumah Sakit 1%, tingkat dimensi mutu tergambarnya efektivitas pelayanan bedah
sentral dan keperawatan anestesi serta kepedulian terhadap keselamatan pasien.
Komplikasi overdosis dan salah penempatan endotracheal tube akibat tindakan
anestesi 3 (tiga) tahun terakhir dari pasien jumlah komplikasi overdosis 25 pasien atau
0,9%, kegagalan salah penempatan endotracheal tube dari jumlah 2581 pasien
kegagalan 18 pasien atau 0,7%. Standar SPM RS 6%. Dimensi mutu tergambarnya
kecermatan tindakan anestesi dan monitoring pasien selama proses tindakan anestesi.
b. Pelaksanaan tindakan anestesi pre, maintenance dan pasca anestesi outcome yang
ditemui beberapa aspek tidak dilakukan karena keterbatasan tenaga dan tidak ada
prosedur yang buat rumah sakit.
c. Jasa pelayanan/reward system belum diatur dalam peraturan daerah, berdasarkan
peraturan internal rumah sakit, jasa pelayanan menggunakan sistem patok, tidak
berdasarkan pada kasus/persentasi tindakan anestesi.
2. Beban Kerja Perawat Anestesi di RSUD Sanggau a. Klasifikasi tingkat
ketergantungan pasien dilakukan tindakan anestesi oleh perawat anestesi, tahun 2006
kasus operasi elektif 67,06 persen, kasus emergency 32,94 persen, tahun 2007 kasus
operasi elektif 63, 58 persen, kasus emergency 36,42 persen, tahun kasus elektif 58,23
persen, kasus emergency 41, 77 persen.
Working Paper Series No.
Bulan 20..
b. Ketergantungan tindakan anestesi lebih banyak pada kasus elektif, dengan
keterbatasan tenaga sistem oncall dilakukan pada kasus-kasus emergency 3. Standar
Pelayanan Keperawatan Anestesi di RSUD Sanggau a. Tenaga perawat anestesi yang
ada saat ini di RSUD Sanggau 4 (empat) orang atau 3,0% dari jumlah perawat RSUD
sanggau 130 perawat, terdiri dari 2 (dua) orang perawat DIII Keperawatan Anestesi, 2
(dua) orang perawat pelatihan, tanpa dokter anestesi. Estimasi jumlah tenaga perawat
anestesi ideal hasil perhitungan sesuai beban kerja adalah 5 orang dengan 1 (satu)
orang perawat mahir anestesi di recovery room (RR), analisis kebutuhan tenaga RSUD
Sanggau belum pernah dilakukan.
b. Kuantitas dan kualitas peralatan kamar operasi memadai, RSUD Sanggau
mempunyai (dua) kamar operasi, kamar operasi 1(satu) lengkap peralatan sesuai
standar, kamar operasi 2(dua) belum lengkap peralatan mesin anestesi tidak standar,
frekwensi tindakan anestesi lebih dominan dilakukan pada kamar operasi 1(satu),
sistem inhalasi masih belum sentral, masih sistem manual.
c. RSUD Sanggau belum mempunyai standar operasional prosedur (SOP) yang baku,
perawat anestesi dalam melakukan tindakan anestesi berpedoman pada buku standar
pelayanan anestesi dan reanimasi di rumah sakit yang diterbitkan Depkes melalui
permenkes.
4. Pemahaman Terhadap Regulasi Pelayanan Keperawatan anestesi Yang menjadi
landasan legal pelaksanaan tindakan keperawatan anestesi:
1. Regulasi internal: Hospital bylaws belum berjalan sesuai dengan fungsinya, komite
keperawataan RSUD Sanggau belum terbentuk, SOP belum baku secara tertulis dan
privileging sesuai standar profesi yang mempunyai batas kewenangan perawat anestesi
dan kompetensinya.
2. Regulasi eksternal: Undang-undang Nomor: 23 tahun 1992, PP No. 32 tahun 1996,
permenkes No. 512 tahun 2007, permenkes No. 1239 tahun 2001 dan permenkes No.
SARAN 1. Kepada Direktur RSUD Sanggau Kabupaten Sanggau diharapkan:
a. Membuat badan mutu/tim mutu rumah sakit, yang melibatkan semua unsur medis
dan keperawatan rumah sakit.