Anda di halaman 1dari 5

Mutu Pelayanan Keperawatan Anestesi Di

Rumah Sakit Umum Daerah Sanggau


Najori, Tjahjono Kuntjoro, Fitri Haryanti
Abstract Background: Public ...
-- [ Page 3 ] -Recovery room merupakan ruangan perawatan sementara pasien setelah operasi,
peralatan/obat bersifat emergency sangat dibutuhkan untuk menghindari kejedian yang tidak
diharapkan, aldrette score merupakan score yang menjadi pedoman perawat anestesi menilai
perkembangan pasien, pada nilai 8-9 jumlah score pasien dapat dipindahkan ruang
perawatan, nilai 5/4 keruang perawatan intensif/ICU Kualitas pelayanan keperawatan anestesi
didukung SDM yang terampil dan cukup serta peralatan yang memadai sesuai standar. Kamar
operasi adalah merupakan pelayanan yang berhubungan langsung dengan pasien yang lebih
banyak mempergunakan alat medis maupun non medis, kerusakan alat sangat mempengaruhi
performan kerja perawat anestesi. Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap perawat
anestesi, pengadaan alat-alat kamar operasi yang diajukan oleh perawat anestesi sangat
lambat ditanggapi oleh pihak manajemen dengan alasan bahwa masih sangat tergantung dana
dari pemda, kerusakan alat tidak cepat diperbaiki dan harus dikirim ke Jakarta, karena
kurangnya SDM dan cadangan alat yang dimiliki oleh RSUD Sanggau.
Kurang tanggapnya pihak manajemen dalam menangani masalah laporan permintaan alat
dan masalah kerusakan alat. Alat yang rusak harus dikirim pusat (Jakarta) karena tidak bisa di
tangani oleh RSUD Sanggau, permintaan alat harus menunggu dana dari pemerintah daerah.
(Responden 7) c. Standar Operasional Prosedur Kamar Operasi RSUD Sanggau Standar
operasional prosedur harus dimiliki oleh setiap instalansi di rumah sakit. Pasal UU No.23
tahun 199217 tentang tanggungjawab tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya
berkewajiban untuk mematuhi standar profesi, standar pelayanan rumah sakit dan harus
dibekali peraturan, pedoman, standar dan panduan untuk menyelenggarakan pelayanan
anestesiologi dan reanimasi di rumah sakit.
Tabel 8. Standar operasional prosedur kamar operasi RSUD Sanggau Working Paper Series
No.
Bulan 20..
12. Sop penatalaksanaan pre dan pasca anestesi Buku standar profesi 19. Sop
Penanggulangan henti jantung(cardiac Buku standar profesi Permasalahan yang dihadapi
rumah sakit dalam membuat standar operasional prosedur (SOP) untuk menciptakan mutu
pelayanan keperawatan anestesi yang baik tentunya memiliki komitmen rumah sakit tersebut,
ada lima faktor yang dapat menghambat dalam pembuatan SOP15, yaitu:
1) Kurangnya waktu bagi tenaga kesehatan untuk melaksanakan SOP, meskipun pada
akhirnya dengan dengan melaksanakan SOP dapat mengurangi terjadinya komplikasi
dan rujukan sehingga akan menghemat waktu dalam penanganan pasien.

2) Kurangnya dana, menyebabkan pelayanan menjadi tidak menyenangkan.


3) Faktor organisasi, misalnya kurangnya dukungan dari rumah sakit atau adanya
prioritas yang berbeda.
4) Faktor professional, yaitu adanya konflik antara keperluan yang berbeda dari tiaptiap tenaga kesehatan dengan kebutuhan pasien.
5) Faktor individual, yaitu kurangnya pengetahuan dan keterampilan tenaga
kesehatan.
Working Paper Series No.
Bulan 20..
SOP merupakan kebijakan bersama antara pelaksana dan manajemen rumah sakit yang
ditelaah secara seksama dan diputuskan menjadi standar prosedur yang baku, mempunyai
waktu berlakunya, harus komitmen dalam pelaksanaanya16. Otoritas profesi yang diberikan
oleh lembaga profesi atau pemerintah yang berupa regulasi dalam standar operasional dalam
melaksanakan aktivitas klinis, diberikan wewenang dalam pelaksanaannya dengan
memperhatikan batas-batas keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki dalam prakteknya.
Hasil wawancara mengambarkan komitmen manajemen rumah sakit dalam menjalankan
undang-undang dalam membuat standar operasional prosedur belum terlaksana, faktor
individu kurangnya komitmen dan pengetahuan memahami undang-undang, faktor
professional adanya konflik yang berbeda dari tiap-tiap tenaga kesehatan dan faktor
organisasi kurangnya dukungan dari rumah sakit dengan pelaksana pelayanan kesehatan. SOP
yang ada pada kamar operasi dibuat sesuai standar profesi keperawatan anestesi.
4. Pemahaman Terhadap Regulasi Pelayanan Keperawatan Anestesi Implementasi
dari UUPK Nomor 29 Tahun 2004 adalah Permenkes RI Nomor 512 Tahun 2007, bagi
perawat anestesi dalam melakukan tindakan anestesi tentunya sangat diperlukan apalagi
tindakan anestesi merupakan tindakan medis, perawat anestesi dalam melakukan pelayanan
keperawatan anestesi maka payung hukumnya adalah UU nomor Tahun 1992, PP Nomor 32
Tahun 1996, permenkes 1239 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat serta
Permenkes RI tentang Standar Profesi Perawat Anestesi No. tahun 2008. (Responden 11)
Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 199617 bahwa tenaga kesehatan pasal 21 ayat 1)
perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melakukan tugasnya sesuai
dengan standar profesi tenaga kesehatan. Pasal 22 ayat 1) bagi tenaga kesehatan jenis tertentu
dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk:
1. Menghormati hak pasien 2. Menjaga kerahasiaan identitas dan tata kesehatan
pribadi 3. Memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan
dilakukan 4. Meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan 5. Membuat dan
memelihara rekam medis.
Undang-undang Kesehatan tahun 1992 tentang kesehatan pasal 32 ayat 4) Pelaksanaan
pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan, hanya
dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
Pasal ayat 1) tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan

tugas sesuai dengan profesinya. Ayat 2) tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya
berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.
Kewenangan perawat anestesi dalam melakukan tindakan anestesi harus mendapat
persetujuan secara tertulis dari dokter anestesi pada daerah yang mempunyai dokter
anestesi, bagi daerah yang tidak mempunyai dokter anestesi pelimpahan kewenangan
dalam melakukan tindakan anestesi dapat dilakukan oleh dokter operator atau
direktur rumah sakit, yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan standar
pelayanan anestesi dan reanimasi rumah sakit dari Depkes RI tahun 1999 dan
permenkes Nomor 779/Menkes/SK/VIII/2008 9.
Working Paper Series No.
Bulan 20..
Pedoman pelaksanaan pelayanan berhubungan dengan pendelegasian wewenang dalam
ilmu manajemen ada empat kegiatan terjadi ketika delegasi dilakukan: a)
pendelegasian menetapkan dan memberikan tujuan dan tugas kepada bawahan, b)
pendelegasian melimpahkan wewenang yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
tugas, c) penerima delegasi baik implicit atau exsplisit menimbulkan kewajiban dan
tanggungjawab, d) pendelegasian menerima pertanggung jawaban bawahan akan hasil
yang dicapai. Alasan pendelegasian untuk membantu pelayanan adalah dengan a)
menetapkan tujuan, b) tegaskan tanggung jawab dan wewenang, c) berikan motivasi
kepada bawahan, meminta penyelesaian kerja, d) berikan latihan, e) adakan
pengawasan yang memadai16.
Surat Izin Perawat (SIP),Surat Izin Kerja (SIK), lisensi, sertifikasi dan standar profesi
sudah ada, merupakan kekuatan legalitas perawat dalam melakukan tindakan
anestesi.
Pemahaman tentang regulasi pelayanan keperawatan anestesi pada setiap individu
perawat anestesi mempunyai perbedaan, yang membedakan aspek sertifikasi antara
perawat anestesi dengan perawat pelatihan dari pendidikan atau kompetensi. Peran
tanggungjawab perawat anestesi lebih besar dari peran perawat pelatihan, lisensi
merupakan pengakuan legal dari lembaga yang kompeten yaitu dinas kesehatan
setempat, SIP, SIK dan SIPP merupakan salah satu lisensi yang dimiliki oleh perawat
anestesi, dimana lisensi bersifat permanen untuk menjalankan praktek atau kegiatan
tindakan anestesi.

KESIMPULAN
1. Mutu Pelayanan Keperawatan Anestesi di RSUD Sanggau:
a. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) dari tindakan anestesi yang dilakukan oleh
perawat anestesi 3 (tiga) tahun 2006,2007,2008 dari jumlah 2581 pasien meninggal
dimeja operasi 5 (lima) pasien atau 0,19% dari standar pengukuran menurut SPM
Rumah Sakit 1%, tingkat dimensi mutu tergambarnya efektivitas pelayanan bedah
sentral dan keperawatan anestesi serta kepedulian terhadap keselamatan pasien.
Komplikasi overdosis dan salah penempatan endotracheal tube akibat tindakan

anestesi 3 (tiga) tahun terakhir dari pasien jumlah komplikasi overdosis 25 pasien atau
0,9%, kegagalan salah penempatan endotracheal tube dari jumlah 2581 pasien
kegagalan 18 pasien atau 0,7%. Standar SPM RS 6%. Dimensi mutu tergambarnya
kecermatan tindakan anestesi dan monitoring pasien selama proses tindakan anestesi.
b. Pelaksanaan tindakan anestesi pre, maintenance dan pasca anestesi outcome yang
ditemui beberapa aspek tidak dilakukan karena keterbatasan tenaga dan tidak ada
prosedur yang buat rumah sakit.
c. Jasa pelayanan/reward system belum diatur dalam peraturan daerah, berdasarkan
peraturan internal rumah sakit, jasa pelayanan menggunakan sistem patok, tidak
berdasarkan pada kasus/persentasi tindakan anestesi.
2. Beban Kerja Perawat Anestesi di RSUD Sanggau a. Klasifikasi tingkat
ketergantungan pasien dilakukan tindakan anestesi oleh perawat anestesi, tahun 2006
kasus operasi elektif 67,06 persen, kasus emergency 32,94 persen, tahun 2007 kasus
operasi elektif 63, 58 persen, kasus emergency 36,42 persen, tahun kasus elektif 58,23
persen, kasus emergency 41, 77 persen.
Working Paper Series No.
Bulan 20..
b. Ketergantungan tindakan anestesi lebih banyak pada kasus elektif, dengan
keterbatasan tenaga sistem oncall dilakukan pada kasus-kasus emergency 3. Standar
Pelayanan Keperawatan Anestesi di RSUD Sanggau a. Tenaga perawat anestesi yang
ada saat ini di RSUD Sanggau 4 (empat) orang atau 3,0% dari jumlah perawat RSUD
sanggau 130 perawat, terdiri dari 2 (dua) orang perawat DIII Keperawatan Anestesi, 2
(dua) orang perawat pelatihan, tanpa dokter anestesi. Estimasi jumlah tenaga perawat
anestesi ideal hasil perhitungan sesuai beban kerja adalah 5 orang dengan 1 (satu)
orang perawat mahir anestesi di recovery room (RR), analisis kebutuhan tenaga RSUD
Sanggau belum pernah dilakukan.
b. Kuantitas dan kualitas peralatan kamar operasi memadai, RSUD Sanggau
mempunyai (dua) kamar operasi, kamar operasi 1(satu) lengkap peralatan sesuai
standar, kamar operasi 2(dua) belum lengkap peralatan mesin anestesi tidak standar,
frekwensi tindakan anestesi lebih dominan dilakukan pada kamar operasi 1(satu),
sistem inhalasi masih belum sentral, masih sistem manual.
c. RSUD Sanggau belum mempunyai standar operasional prosedur (SOP) yang baku,
perawat anestesi dalam melakukan tindakan anestesi berpedoman pada buku standar
pelayanan anestesi dan reanimasi di rumah sakit yang diterbitkan Depkes melalui
permenkes.
4. Pemahaman Terhadap Regulasi Pelayanan Keperawatan anestesi Yang menjadi
landasan legal pelaksanaan tindakan keperawatan anestesi:
1. Regulasi internal: Hospital bylaws belum berjalan sesuai dengan fungsinya, komite
keperawataan RSUD Sanggau belum terbentuk, SOP belum baku secara tertulis dan

privileging sesuai standar profesi yang mempunyai batas kewenangan perawat anestesi
dan kompetensinya.
2. Regulasi eksternal: Undang-undang Nomor: 23 tahun 1992, PP No. 32 tahun 1996,
permenkes No. 512 tahun 2007, permenkes No. 1239 tahun 2001 dan permenkes No.
SARAN 1. Kepada Direktur RSUD Sanggau Kabupaten Sanggau diharapkan:
a. Membuat badan mutu/tim mutu rumah sakit, yang melibatkan semua unsur medis
dan keperawatan rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai