Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Anak adalah karunia terindah yang diberikan Tuhan kepada sepasang
suami istri. Anak adalah simbol masa depan, harapan, dan kehidupan yang
lebih baik. Oleh karena itu, kasih sayang dan segala yang terbaik adalah hal
yang wajib di berikan orang tua pada anak-anaknya (Arif, 2009).
Anak yang sehat akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan
yang normal dan wajar, yaitu sesuai standar pertumbuhan fisik anak pada
umumnya dan memiliki kemampuan sesuai standar kemampuan anak
seusianya. Anak sehat adalah anak yang dapat tumbuh kembang dengan baik
dan teratur, jiwanya berkembang sesuai dengan tingkat umurnya, aktif,
gembira, makannya teratur, bersih, dan dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya (Soegeng 2004).
Pertumbuhan dan perkembangan bayi sebagian besar ditentukan oleh
jumlah ASI yang diperoleh termasuk energi dan zat gizi lainnya yang
terkandung di dalam ASI tersebut. Setelah itu ASI hanya berfungsi sebagai
sumber protein vitamin dan mineral utama untuk bayi yang mendapat
makanan tambahan yang tertumpu pada beras. ASI dalam jumlah cukup
merupakan makanan terbaik pada bayi dan memenuhi kebutuhan gizi bayi 6
bulan pertama. ASI merupakan makanan alamiah yang pertama utama bagi
bayi sehingga dapat mencapai tumbuh kembang yang optimal (Muhammad,
2004).

Kebutuhan nutrien tertinggi per kg berat badan dakam siklus daur


kehidupan adalah pada masa bayi di mana kecapatan tertinggi dalam
pertumbuhan dan metabolisme terjadi pada masa ini. Periode selanjutnya pada
masa anak-anak, pertumbuhan berjalan melambat dan tidak menentu. Tahun
pertama setelah lahir merupakan salah satu perubahan besar yang di alami
bayi. Bayi yang kecil; pertumbuhan yang lebih cepat di banding dengan fase
lain dalam daur kehidupan; imaturitas dari organ-organ tubuh dan
kemampuannya dalam mencerna dan menyerap nutrien dari ASI atau susu
formula; serta perilaku makan yang berkembang tahap demi tahap;
mengharuskan masukan gizi sangat di perhatikan (DepKes, 2007).
Memberikan susu formula sebelum bayi berusia 6 bulan akan
meningkatkan resiko diare. Manajemen laktasi lebih sering menjadi
penyebabnya. Khususnya karena pola makan yang kurang baik selama hamil
dan keengganan atau ketidaksiapan untuk menyusui.susu formula bukan
pengganti makanan, melainkan hanya melengkapi. Jadi, tidak benar anggapan
bahwa cukup dengan memberi susu formula, kecukupan gizi bayi terpenuhi.
(Arif, 2009).
ASI Ekslusif merupakan makanan terbaik bagi bayi karena
mengandung zat gizi paling sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan
bayi. Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
450/MENKES/SK/IV/2004 yang ditetapkan tanggal 7 April 2004. Menkes
menetapkan, pemberian ASI sejak umur 0-6 bulan dan dianjurkan dilanjutkan

sampai anak berusia 2 tahun dengan pemberian makanan tambahan yang


sesuai (DepKes, 2008).
Prevalensi ASI di Indonesia sudah 96% tetapi ASI eksklusif masih
dibawah 60% dan inisiasi ASI hanya 38,7% (SDKI 2003). Di negara
berkembang 1000 milyar lahir setiap tahun dan 5 milyar dari bayi terkena
diare, 1 milyar mati karena diare yang disebabkan pemberian susu formula.
Profil Aceh 2003 cakupan ASI eksklusif hanya 45% dan inisiasi ASI 10%
sedangkan untuk Kota Banda Aceh cakupan ASI eksklusif 39% dan inisiasi
ASI 8% (DinKes, 2008).
Pemberian ASI eksklusif pada bayi di bawah usia dua bulan
berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 20062007 hanya mencakup 67% dari total bayi yang ada. Persentase tersebut
menurun seiring dengan bertambahnya usia bayi, yakni 54% pada bayi usia 23 bulan dan 19% pada bayi usia 7-9. Yang lebih memprihatinkan, 13% bayi di
bawah dua bulan telah diberi susu formula dan satu dari tiga bayi usia 2-3
bulan telah diberi makanan tambahan (Selasi, 2009).
Anak yang mendapat ASI jauh lebih matang, lebih asertif, dan
memperlihatkan progresifitas yang lebih baik pada skala perkembangan
dibanding mereka yang tidak mendapat ASI. Suatu penelitian di Honduras
memperlihatkan bayi yang mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan dapat
merangkak dan duduk lebih dahulu dibanding mereka yang sudah mendapat
makanan pendamping ASI pada usia 4 bulan. Bayi yang mendapat ASI kurang
dari 3 bulan memiliki IQ yang lebih rendah dibanding bayi yang mendapat

ASI 6 bulan atau lebih. Pemberian ASI yang lebih lama memberi keuntungan
pada perkembangan kognitif anak (dokterseno, 2005).
Suatu penelitian jangka panjang dilakukan terhadap pertumbuhan bayi
yang mendapat ASI eksklusif dan bayi yang mendapat susu formula, hasilnya
didapatkan berat badan bayi yang mendapatkanASI lebih ringan dibanding
bayi yang mendapat susu formula sampai usia 6 bulan. Hal ini bukan berarti
bahwa berat badan yang lebih besar pada bayi yang mendapat susu formula
lebih baik dibanding bayi yang mendapat ASI. Kurva pertumbuhan yang
normal adalah kurva bayi yang mendapat ASI. Berat berlebih pada bayi yang
mendapat susu fomula justru menandakan terjadinya kegemukan (Ariani,
2009).
Status gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh
setiap orang tua. Perlunya perhatian lebih dalam tumbuh kembang di usia
balita didasarkan fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini,
bersifat irreversible (Nita, 2008). Berdasarkan latar belakang di atas penulis
tertarik ingin melihat perbedaan status gizi dan perkembangan bayi yang di
beri ASI eksklusif dengan tidak di beri ASI Eksklusif.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat di
rumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apakah ada perbedaan
status gizi dan perkembangan bayi yang di beri ASI eksklusif dengan tidak di
beri ASI Eksklusif di Kecamatan Jangka Kabupaten Bireun ?

C. Tujuan Penilitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbedaan status gizi dan perkembangan bayi yang di
beri ASI eksklusif dengan tidak di beri ASI Eksklusif di Kecamatan
Jangka Kabupaten Bireun.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui status gizi bayi di Kecamatan Jangka Kabupaten
Bireun.
b. Untuk mengetahui perkembangan bayi di Kecamatan Jangka
Kabupaten Bireun.
c. Untuk mengetahui bayi yang mendapat ASI Eksklusif dengan tidak
diberi ASI Eksklusif di Kecamatan Jangka Kabupaten Bireun.
d. Untuk mengetahui perbedaan status gizi bayi yang dberi ASI
Eksklusif dengan tidak diberi ASI Eksklusif di Kecamatan Jangka
Kabupaten Bireun.
e. Untuk mengetahui perbedaan perkembangan bayi yang di beri ASI
eksklusif dengan tidak di beri ASI Eksklusif di Kecamatan Jangka
Kabupaten Bireun.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Memberikan pengetahuan, pengalaman dan wawasan serta
ketrampilan bagi peneliti dalam membuat proposal karya tulis ilmiah dan
dapat menambah wawasan, pengetahuan dalam mengetahui perbedaan
status gizi dan perkembangan bayi yang di beri ASI eksklusif dengan
tidak di beri ASI Eksklusif.
2. Bagi masyarakat
Memberikan informasi serta gambaran bagi berbagai pihak yang
ingin mengetahui tentang perbedaan status gizi dan perkembangan bayi
yang di beri ASI eksklusif dengan tidak di beri ASI Eksklusif.
3. Bagi Ibu
Menambah wawasan pengetahuan dan pengalaman ibu yang
mempunyai bayi agar memperhatikan perkembangan bayinya yang di beri
ASI eksklusif dengan tidak di beri ASI Eksklusif.
4. Bagi institusi
Memberikan informasi bagi institusi dan pihak pengelola gizi
tentang perbedaan status gizi dan perkembangan bayi yang di beri ASI
eksklusif dengan tidak di beri ASI Eksklusif dan diharapkan hasil
penelitian ini dapat menambah studi kepustakaan dan diharapkan menjadi
suatu masukan yang berarti dan bermanfaat bagi mahasiswa jurusan gizi.

E. Keterbatasan Penelitian
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi antara lain
asupan makanan, penyakit infeksi dan pola asuh (Supariasa, 2001). Sedangkan
menurut Supartini (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang
anak yaitu nutrisi, pengaruh budaya lingkungan dan status sosial dan ekonomi,
serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi tumbuh kembang anak, oleh
karena keterbatasan waktu, biaya dan tenaga maka peneliti hanya ingin
melihat perbedaan status gizi dan perkembangan bayi yang di beri ASI
eksklusif dengan tidak di beri ASI Eksklusif (Supartini, 2004).

F. Keaslian Penelitian
Berdasarkan sepengetahuan dari peneliti, belum ada penelitian yang
sama dengan Perbedaan Status Gizi dan perkembangan Bayi yang diberi ASI
Eksklusif dengan tidak diberi ASI Eksklusif di Kecamatan Jangka Kabupaten
Bireun , namun ada penilitian yang serupa yang di teliti oleh :
1. Rita Zahara (2005) yang berjudul Hubungan tingkat pengetahuan dan
pendidikan Ibu dengan pemberian ASI eksklusif, hasil penelitian ini
banyak ibu-ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif yaitu sebanyak
62,9% dan yang memberikan ASI eksklusif sebanyak 42,9%. Yang
membedakan dengan penelitian ini adalah variabel, sampel dan tempat.
2. Rahmaini (2006) yang berjudul Hubungan pendidikan, pengetahuan,
sikap ibu dan sikap ayah dengan pemberian ASI eksklusif pada ibu
menyusui, hasil dari penelitian ini banyak ibu-ibu yang tidak memberikan

ASI secara eksklusif yaitu sebanyak 90%. Yang membedakan dengan


penelitian ini adalah variabel, sampel dan tempat.

Anda mungkin juga menyukai