Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit HIV/AIDS merupakan penyakit yang sudah lama muncul
dan merupakan penyakit yang penularannya sangat cepat. Karena
kecepatannya, penyakit ini sudah menjangkiti seluruh negara di dunia
khususnya negara berkembang. Oleh karena itu badan khusus kesehatan
dunia WHO (World Health Organization) mengadakan deklarasi
UNGASS (United Nation General Assembly Special Session) yang
menghasilkan sebuah program bahwa tiap Negara harus memperhatikan
proses perawatan yang komprehensif dalam perawatan keluarga termasuk
dalam penyediaan pelayanan kesehatan dan memantau pengobatan
HIV/AIDS. Selain itu WHO juga bekerjasama dengan UNAIDS (United
Nation Joint Programme on HIV AIDS) untuk menyediakan obat
antiretroviral bagi seluruh penduduk di Negara berkembang dan
kemungkinan dua kali lipat di negara miskin (cit Dedy, 2006).
Kasus pertama AIDS dilaporkan pada tahun 1981 di California,
sedangkan penyebabnya baru ditemukan pada akhir 1984 oleh Robert
Gallo dan Luc Montagner (Sudoyo, 2006). Jumlah penderita HIV/AIDS
digambarkan sebagai gunung es, yaitu jumlah penderita yang dilaporkan
jauh lebih kecil dari pada jumlah sebenarnya. Hal ini berarti bahwa jumlah
penderita HIV/AIDS di Indonesia yang sebenarnya belum diketahui secara
pasti. Berdasarkan data Departemen Kesehatan RI, jumlah kasus

HIV/AIDS di Indonesia dari tanggal 1 Januari 1987 sampai dengan


tanggal 30 Juni 2008 yaitu 18.963 penderita yang terdiri dari 6.277 untuk
penderita yang sudah terdiagnosa HIV dan 12.686 untuk penderita AIDS.
Departemen Kesehatan RI (31 Maret 2008) mendapatkan data
HIV/AIDS berdasarkan rasio, cara penularan dan kelompok umur yaitu
lebih banyak laki-laki dari pada perempuan (3,79 :1). Cara penularan
kasus HIV/AIDS kumulatif yang dilaporkan melalui penggunaan obat bius
dengan jarum suntik mencapai (49,2%), heteroseksual (42,8%) dan
homoseksual (3,8%). Pada proporsi kumulatif kasus HIV/AIDS tertinggi
dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun (53,62%), kelompok umur
30-39 tahun (27,79%) dan kelompok umur 40-49 tahun (7,89%).
Menurut data Family Health International (FHI), presentase yang
memiliki resiko tinggi terjangkit HIV/AIDS di Indonesia antara lain,
pengguna narkoba (34%), WPS (Wanita Penjaja Seks) (7%), pelanggan
WPS (31%), partner group berisiko tinggi (12%), waria (1%), gay (8%),
dan lain-lain (7%). Jika terus berlanjut, maka diperkirakan pada tahun
2020 jumlah itu akan meningkat menjadi 2,3 juta orang, 46 persen di
antaranya adalah pengguna narkoba suntik. Oleh karena itu, masyarakat
dan pemerintah Indonesia perlu bekerja sama melakukan penanganan
secara cepat, membangun dan mengelola sistem jangka panjang, serta
memperbaiki sistem pelayanan kesehatan dan distribusi yang lemah.
Perawat sebagai mitra bagi dokter dan tenaga kesehatan lainnya perlu
memiliki pengetahuan tentang HIV/AIDS dan penatalaksanaannya sebagai

bentuk tuntutan masyarakat agar penderita dan penyebaran HIV/AIDS


dapat tertangani secara komprehensif (Depkes, 2008).
Berdasarkan laporan dari Theo Smart pada tanggal 29 Januari
2009, dinyatakan bahwa melindungi dan memperhatikan petugas
kesehatan membutuhkan langkah nyata pada beberapa bidang, di tingkat
sarana kesehatan, departemen kesehatan, pusat pelatihan kesehatan, serta
kebijakan di tingkat nasional dan dunia. Cara pertama untuk memberikan
perlindungan tersebut dimulai dari memperbaiki keamanan tempat kerja
dengan memberikan pedoman PPP (profilaksis pasca pajanan) secara
tertulis, pelatihan penyegaran tentang teknis menyuntik secara aman,
penggunaan sarung tangan, tempat sampah khusus benda tajam, sabun dan
air mengalir saat kunjungan, pedoman secara tertulis tentang tes HIV bagi
staf dan apa yang disediakan bagi staf dengan hasil tes HIV-positif,
manfaat mengetahui status HIV pasien secara terus menerus, memfasilitasi
akses bagi staf yang menginginkan tes di sarana kesehatan tempatnya
bekerja, akses ART gratis untuk staf dan keluarga staf.
Cara kedua yaitu dengan menolong petugas kesehatan mengatasi
stres dan mencegah kejenuhan dengan cara memberikan pelatihan yang
berkesinambungan dan mencegah terjadinya stress berdasarkan budaya
serta meningkatkan kesejahteraan hidup petugas kesehatan.
Perawat sebagai petugas yang langsung merawat pasien selama 24
jam penuh, harus mengetahui benar bagaimana proses penyakit ini
menular dan bagaimana cara dalam melakukan perlindungan terhadap diri

sendiri agar tidak terifeksi. Perawat yang selalu berinteraksi dengan pasien
saat memberikan terapi baik obat obatan maupun konseling harus
memiliki pengetahuan dan perilaku yang baik bagi seluruh pasien yang
terinfeksi HIV/AIDS karena dapat mencegah penularan penyakit baik
kepada pasien maupun petugas kesehatan yang lain, namun perilaku yang
baik atau tidak membedakan perilaku saat memberikan perawatan antara
pasien yang terinfeksi maupun tidak terinfeksi HIV/AIDS dapat
memberikan sumbangan yang cukup besar bagi kesembuhan pasien serta
sangat berkaitan dengan HAM dan etika (Nursalam, 2007).
Tingkat pengetahuan perawat terhadap perawatan pasien yang
terinfeksi HIV/AIDS memiliki pengaruh yang sangat besar bagi perawat
dan pasien. Selain untuk mencegah penularan infeksi, pengetahuan dan
perilaku yang baik dapat membantu kesembuhan bagi pasien. Kurangnya
pengetahuan dalam perawatan pasien yang terinfeksi HIV/AIDS dapat
membuat perilaku yang buruk saat bertemu dengan pasien dan ini dapat
mempengaruhi tingkat kepercayaan pada pasien sehingga dapat merusak
hubungan kepercayaan antara pasien dan perawat yang diketahui bahwa
hubungan kepercayaan antara pasien dan perawat sangat erat hubungannya
dalam proses perawatan pasien. Selain perilaku, stress juga dapat timbul
saat perawat memiliki pengetahuan yang kurang dalam merawat pasien
terinfeksi HIV/AIDS.
Namun demikian pada kenyataannya banyak rumah sakit di
Indonesia yang belum menjalankan langkah-langkah perlindungan

terhadap petugas kesehatan, sehingga menyebabkan petugas kesehatan


rentan terhadap penularan penyakit terutama HIV/AIDS. Selain itu masih
ditemukan banyak perawat yang enggan merawat pasien HIV/AIDS
dengan alasan takut tertular, padahal perawat sangatlah berperan besar
terhadap kesembuhan pasien yang terinfeksi HIV/AIDS (Ludi, 2008).
Kondisi ini berbeda dengan kondisi yang terjadi di Negara barat,
kesadaran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap
pasien terinfeksi HIV/AIDS sudah sangat baik. Kesadaran yang tinggiu ini
muncul akibat adanya pengetahuan yang cukup dan memadai tentang
penyebab dan sifat penyakit HIV/AIDS (Sarwono, 2008).
Berdasarkan data di atas peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang gambara tingkat pengetahun dan perilaku perawat dalam
melakukan asuhan kperawatan pada pasien yang terinfeksi HIV/AIDS.
B. Rumusan masalah
Rumusan permasalahan pada penelitian ini adalah %agaimana
dengan tingkat pengetahuan dan perilaku perawat dalam melaksanakan
asuhan keperawatan pada pasien HIV/AIDS?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan dan perilaku perawat
dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien HIV/AIDS.

2. Tujuan khusus
a. Diketahuinya tingkat pengetahuan perawat dalam melaksanakan
asuhan keperawatan pasien dengan HIV/AIDS.
b. Diketahuinya perilaku perawat dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pasien dengan HIV/AIDS.
D. Manfaat penelitian
1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai data dasar pengambilan kebijakan yang terkait dengan
penetapan SOP (standard operating procedure) pemberian asuhan
keperawatan pada pasien yang terinfeksi HIV/AIDS.
2. Bagi institusi pendidikan
Merupakan bahan kajian untuk dapat mengembangkan kurikulum
yang berbasis pada hasil penelitian, mengingat semakin meningkatnya
kasus HIV/AIDS.
3. Bagi perawat
Sebagai informasi dalam meningkatkan peran perawat sebagai
pendidik,

pengelola,

pelaksana

dan

peneliti

sehingga

bisa

meningkatkan mutu pelayanan yang prima.


E. Keaslian penelitian
Peneliti belum menemukan judul penelitian yang sama dengan
judul yang dilakukan peneliti sekarang ini, namun peneliti menemukan
beberapa penelitian yang berkaitan dengan judul peneliti sendiri.

1. IYW

(2005),

melakukan

penelitian

PENGARUH

tentang

DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP PERUBAHAN RESPONS


SOSIAL-EMOSIONAL PASIEN HIV-AIDS DI RUMAH SAKIT Dr.
SOETOMO SURABAYA DI RUMAH SAKIT DR. SOETOMO
SURABAYA. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen
dengan responden seluruh pasien HIV/AIDS di rumah sakit Dr.
Soetomo Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan
keluarga sangat mempengaruhi respon sosial pasien HIV/AIDS.
2. 5LWD (UOLQD   GHQJDQ MXGXO SHQHOLWLDQ *$0%$5$1 675(66
KERJA

PERAWAT

KEPERAWATAN

DALAM

PASIEN

PELAKSANAAN

HIV-AIDS

DI

ASUHAN

RUMAH

SAKIT

'2.7(562('$5623217,$1$.. Penelitian ini bertujuan untuk


mengetahui tingkat stress dan faktor-faktor yang berpengaruh pada
stres kerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pasien
HIV-AIDS

dengan

metode

cross

sectional.

Hasil

penelitian

menunjukkan bahwa tingkat stress perawat cukup tinggi dalam


melaksanakan asuhan keperawatan pasien HIV-AIDS.
Berbeda dengan tujuan penelitian oleh kedua peneliti di atas,
penelitian ini lebih khusus bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat
pengetahuan

dan

perilaku

perawat

dalam

keperawatan pada pasien terinfeksi HIV/AIDS.

melaksanakan

asuhan

Anda mungkin juga menyukai