Indonesia Oleh : YAKOB SUMARJO SASTRA ada lah produk su atu masyara kat, mencer-minkan ma-syarakat nya- Obsesi masyarakat itu menjadi obsesi pengarangnya yang menjadi anggota ma-Drs. Yakob Sumarjo syarakat De-ngan demikian mempelajari sastra dapat sampai pada mempelajari masyarakatnya. Yaitu mempelajari aspirasi masya rakat itu, tingkat kulturilnya, seleranya, pandangan kehid'up annya dsb. Dengan sendirinya bukan hanya melalui hasi!2 sastranya saja suatu masyara kat dapat dipelajari, tetapi j.uga melalui semua karya2 bu dayanya. Kalau sebuah uni-versitas Amerika sering mem borong semua. barang yang dicetak di Indonesia, terma-suk komik dan bacaan picis annya, maka tindakan sema cam 'itu dapat diartikan seba gai usaha untuk mendalami karakter masyarakat Indonesia melalui bacaan2nya. Sastra memang bukan ke-nyataan kehidupan sosial, te tapi ia selaHi berdasarkan ke nyataan sosial. Sastra adalah kenyataan sosial yang menga lami proses pengolahan pengarangnya. Pengarang me-lahirkan karya2nya karena fngin menunjukkan kepincang an2 sosial dan kesalahan2 ma syarakatnya, karena mempro tes masyarakatnya, karena ingin menggambarkan apa yang terjadi dalam masyarakatnya dsb. Pengarang adalah anggota masyarakat yang se lalu merasa terlibat. la mera sa bertanggung jawab terha-dap kehidupan masyarakatnya. Derita masyarakat, per-soalan masyarakat, dilemma masyarakat adalah miliknya. Dan sebagai seorang yang se lalu merasa terlibat, .ia hams memberikan usaha. memper baiidnya. Tentu saja seorang pengarang tidak harus meng-gurui masyarakat, tapi seti-dak2nya ia menunjukkan a-pa yang salah dalam rnasya rakat. Setidak2nya ia, harus bisa menunjukkan dengan te pat masalah sosial, tanpa ia sendiri menyodorkan penyele saiannya. Penyelesaian itu tergantung dari orang2 yang berwewenang, politikus atau negarawan misamya. Jadi jelas bahwa mempela jari karya sastra dapat sampai pada mempelajari kondisi sosial suatu masyarakat peng hasil sastra itu. Kondisi masyarakat Indonesia pada ma sa revolusi misalnya, dapat,ki ta pelajari dari karya2 sastra dari masa itu. Masalahnya me mang meneliti dari kelompok masyarakat mana suatu karya sastra timbul atau tentang masyarakat mana suatu karya sastra diciptakan. ; Untnik itu kita harus mengenal dulu dari golongan masyarakat ma na si pengarang berasal. Lan tas bagaimana riwayat si pe ngarang itu sendiri, pendidik annya, pengalamannya . . dsb. Dan akhirnya tentang masya rakat golongan mana ia ber cerita. Dengan bekal 'yang demikian itu seorang penga-mat akan . lebih hati2 dalam menyimpulkan apa yang dika takan si pengarang. Seorang militer yang menulis tentang revolusi yang dahulu dialami nya, jauh lebih kita percaya urapannya dari pada seorang prenian yang bercerita tentang hal yang sama tapi be lum pernah mengalaminya. Inilah sebabnya orang akan lebih menekuni karya2 Pra- mudya, Trisnoyuwono atau Nugroho Notosusantp tentang masyarakat Indonesia dalam masa revolusi dari pada kar ya Motinggo Busye "1949". Be gitu pula kita harus .cukup h;iti2 dalam menyimak peni laian pengarang2 Lekra terha dap masyarakat waktu itu. Masalahnya' sekarang adalah: mengapa dalam sastra Indonesia Modern jarang ki ta jumpai penggambaran ke hidupan masyarakat perdesa-an? Padahal jelas kita keta hui bahwa jumlah masyarakat kita ini meliputi kurang lebih 83 % dari seluruh ma syarakat Indonesia. Untuk menjawab masalah ini dapat saya kemukakan bo berapa alasan. fertama, para pengarang ki ta sebagian besar berasal da ri golongan masyarakat me nengah yang terdidik yang hi dup di kota2 Indonesia. Bah kan sebagian besarnya hidup di kota2 besar di Jawa, Suma tera dan Sulawesi. Pada masa kini kira2 separo jumlah pe ngarang Indonesia tinggal di kota2 besar Jawa. Sedang se tengah jumlah yang di Jawa itu saja terkumpul di Jakarta, uengan aemikian jelas bahwa obsesi pengarang2 Indonesia adalah otasesi kehidupan ma syarakat kota. Bahkan teruta ma masyarakat kota2 besar. Hal iiii tak mengherankan ka lau kita simak betapa ba-nyaknya karya2 novel dan ce rita pendek yang banyak me nyorot kehidupan atasan dan menengah masyarakat kota. Masalah2 yang khas kota ini dengan sendirinya akan mem berikan umpan taalik bagi ma syarakatnya. Tetapi malang-nya di Indonesia belum selu ruh masyarakat kota mau mencerna apa yang diungkap kan para pengarangnya tentang masalah2 mereka. ' Kedua, di samping sastra Indonesia yang ditulis dalam bahasa Indonesia berkembang pula sastra daerah. Sastra da erah ini memang dipublisir di kota2 besar daerah seperti Bandung (bahasa Sunda), Yogyakarta, Solo, Surabaya (bahasa Jawa), tetapi pu-blik pembacanya terbatas di daerah itu sendiri. Sastra Sun da dan Sastra Jawa dikonsu-mir oleh masyarakat daerah yang berdomisili di kota2 ke cil bahkan di perdesaan. Pa ra penulisnya kebanyakan berasal dari masyarakat bahasa daerah yang bersangkutan Dengan demikian masalahS yang digarap adalah masalah masyarakat daerah, Inilah se babnya justru di dalam sastra daerah persoalan perdesaan atau persoalan masyarakat kota2 kecil yang dekat dengan perdesaan sering masuk se~ basai masalah sastra. Ketiga, fungsi sastra kota ,\inmk da&rah memang ada, se :bab inasalfeh kata adaJlah me : nyangkut dan akhirnya meliA; batkan masyarakat desa; te tapi bukan sebaliknya, perma salahan desa kerap kali tidafc melibatkan masyarakat kota. Inilah sebabnya sastra daerah kurang berpengaruh pada sas stra Indonesia, tetapi sastra Indonesia mempengaruhi sastra daerah. Dengan demikian permasalahan desa yang masuk sastra Indonesia kehilang an fungsi sosialnya. Ini aki- bat dari kondisi masyarakat kota kita yang kurang terlibat dalam masalah2 desa. Pe ngolahan desa dalam sastra Indonesia lalu kelihatan dipak sakan dan kurang menarik pembaca2 masyarakat sastra di kota2. * * (BERSAMBUNG).