BATUAN UTUH
MEKANIKA BATUAN
Romla Noor Hakim Eko Santoso - Sari Melati
Pengujian di Laboratorium
Uji di laboratorium yang pada umumnya dilakukan terhadap
contoh (sample) yang diambil di lapangan. Hasil pengujian
menunjukkan sifat-sifat batuan utuh. Satu contoh dapat digunakan
untuk 2 jenis pengujian.
Pengujian tanpa merusak (non-destructive test)
Penentuan sifat fisik batuan untuk mendapatkan bobot isi,
spesific gravity, porositas, absorpsi, dan void ratio
Penentuan sifat dinamik batuan untuk mendapatkan cepat
rambat gelombang ultrasonik
Pengujian merusak (destructive test), merupakan
pengujian yang dilakukan sampai contoh batu hancur
Penentuan sifat mekanik batuan untuk mendapatkan kuat
tekan uniaksial dan triaksial, kuat tarik, kuat geser, indeks
kekuatan batuan, Modulus Young, Poissons Ratio, kohesi dan
sudut gesek dalam.
3
Persiapan Pengujian
harus dikeluarkan atau diposisikan terkunci, kedua pelat penekan mesin tekan harus paralel satu dengan
lainnya.
Pelat besi penekan dalam bentuk disc dan mempunyai Rockwell hardness > HRC58 harus diletakkan pada
kedua ujung muka contoh batu. Diameter kedua pelat besi penekan harus diantara (D) (D+2 mm). D
adalah diameter contoh batu. Ketebalan dari pelat besi penekan paling tidak 15 mm atau D/3. Kedua muka
pelat besi penekan harus rata dengan kerataan lebih baik daripada 0.005 mm.
Salah satu sisi muka dari kedua pelat besi penekan harus berbentuk spheris concave dan conves (spherical
seat) sehingga keduanya bisa saling duduk dengan baik. Spherical seat harus ditempatkan di atas muka
contoh batu uji.
Kontak spherical seat harus terlubrikasi minyak mineral secukupnya sehingga dapat mengunci
setelah bobot dari cross-head sudah mengena ke sistem contoh batu uji dengan spherical seat.
Contoh batu uji, spherical seat dan pelat besi penekan harus dipastikan terpusat sehingga garis
gaya vertikal tidak keluar dari titik pusat penekanan dari mesin hingga pelat besi penekan
terbawah. Pusat kurvatur muka dudukan pelat besi penekan harus bertemu dipusat dari muka
atas contoh batu uji.
7
Dilarang menggunakan capping materials atau end surface treatments selain polishing dengan mesin
poles.
Diameter contoh uji harus diukur hingga ketelitian mendekati 0.1 mm dengan mengambil rata-rata
pada sisi diameter bahwa, tengah dan atas tegask lurus terhadap sumbu utama silinder. Diameter ratarata digunakan untuk menghitung luas sisi muka contoh uji. Tinggi atau panjang contoh uji dikuru
Kekerasan Mineral
Kemampuan mineral untuk menggores atau mengabrasi mineral atau benda lainnya dikatakan
sebagai Mohs hardness (Fredrick Mohs, awal abad ke 19)
Ketahanan terhadap indentasi dibawah kondisi tegangan tetap dikatakan sebagai indentation
hardness atau microhardness.
Masing-masing - sebuah ukuran ketahanan suatu struktur kristal terhadap kerusakan mekanik
yang merefleksikan kekuatan ikatan atom dalam crystallographic lattice (pola-pola geometris
atom/molekul) dari sebuah material tertentu.
Skala kekerasan Mohs:
Mohs' scale:
10
a mineral will scratch another mineral of equal or lesser hardness than itself.
This allows the 10 common minerals of Mohs' scale to be used to make a simple scratch test to grade
that an unknown mineral can scratch or be scratched by another, and in so giving a rough estimate of
relative hardness.
This test allows the unknown mineral's relative hardness to be compared to a list of known relative
mineral hardnesses to help in identification.
Mohs' scale is usually graduated only to 0.5 or 0.25 intervals.
Mekanika Batuan - Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh
Metode-metode ini memerlukan mesin uji besar dan mahal, mikroskop dengan
kekuatan besar, menyita waktu untuk persiapan contoh uji untuk menentukan
kekerasan mineral sebenarnya.
Bentuk Knoop's die sedemikian rupa hingga pengujian dapat dilakukan pada
perbedaan orientasi dan bidang crystallographic. Nilai Knoop diperoleh sebagai ratarata dari berbagai orientasi crystallographic.
11
12
Kekerasan Mineral
13
Mineral
Knoop
Vickers
Mohs'
Talc
NA
Gypsum
61
Calcite
141
Fluorite
181
21
Apatite
483
48
Orthoclase
621
72
Quartz
788
100
Topaz
1190
200
Corundum
2200
400
Diamond
8000
1600
10
Kekerasan Mineral
14
Material
Knoop (kg/mm2)
Mohs'
Copper
120
Copper (hammered)
150-200
3.25-3.75
Bronze
175
3.5
Cast Iron
200-500
4-5
Steel
400-600
5.5
Glass
700
6-7
Hardened Steel
700-1000
6.5-7.5
Aluminum oxide
2000-2050
8-9
Tungsten Carbide
2050-2150
Silicon carbide
2150-2950
9-10
Boron carbide
2900-3900
9-10
Synthetic Diamond
6000-7500
10
Diamond
8000-8500
10
Kekerasan Mineral
Mineral
Mohs' Scale
Toughness
Talc
poor
Gypsum
poor
Calcite
Malachite
Mineral
Mohs' Scale
Toughness
poor to good
Plagioclase
6-6.5
poor
3.5-4
poor
Nephrite
6-6.5
exceptional
Fluorite
poor
Peridot
6.5-7
fair to good
Apatite
fair
Quartz
good
Hornblende
5-6
poor to excellent
Garnet
7 - 7 .5
fair to good
Lazulite
5-6
poor
Tourmaline
7 - 7 .5
fair
Hematite
5.5-6.5
excellent
Beryl
7.5- 8
good
Orthoclase
6-6.5
poor
Topaz
poor
Corundum
excellent (3.3-5.8
MPa(m)1/2)
Diamond
10
good to exceptional
(3.4 MPa(m)1/2)
Glass
fair to good
Tungsten
Carbide
exceptional (10.5
MPa(m)1/2)
15
16
Manfaat
Perhitungan tegangan akibat beban batuan sebagai gaya
penggerak yang menentukan kelongsoran lereng atau beban
batuan sebagai tegangan vertikal pada tambang bawah tanah
Analisis pengaruh kandungan air terhadap kestabilan lereng
atau terowongan
Salah satu dasar pertimbangan untuk membangun struktur di
atas dan dalam batuan
Memprediksi kekuatan batuan secara umum
17
Udara (air)
Pori (void)
Air (water)
Kondisi
Asli
(natural)
Butiran (grain)
18
Padatan
(solid)
Kondisi
Jenuh
(saturated)
Kondisi
Kering
(dry)
19
20
Peralatan
Kontainer contoh batuan yang tidak mudah korosi termasuk penutup kedap udara
Pompa Vacum dengan kapasitas sedot 800 Pa untuk selama 1 jam yang
dihubungkan dengan desikator agar udara yang terperangkap di dalam contoh batu
dapat keluar dan disi oleh air.
Ember atau kontainer yang dapat menampung contoh batu saat menimbang contoh
dalam posisi tergantung dari timbangan di dalam air
Cara Pengujian
Tentukan berat alamiah contoh batu : Wn
Tentukan contoh batuan kondisi kering setelah di dalam oven
selama 24 jam dengan temperatur 90oC : Wo
Tentukan berat contoh batu jenuh setelah dijenuhkan dalam
desikator selama 24 jam : Ww
Tentukan berat contoh jenuh tercelup tergantung di dalam air
: Ws
Tentukan volume contoh batuan tanpa pori-pori : Wo - Ws
Total volume contoh batu : Ww - Ws
22
Wo
Ww Ws
Ww
Ww Ws
Wo
Wn Ws
Apparent density
Water density
Saturated density
Wo
Wo Ws
True density
Water density
23
Wn - Wo
Natural water content
x 100%
Wo
Ww - Wo
Saturated water content
x 100%
Wo
Wn - Wo
Degree of saturation
x 100%
Ww - Wo
Ww - Wo
Porosity - n
x 100%
Ww - Ws
n
Void ratio
1 - n
Mekanika Batuan - Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh
24
Manfaat
Memprediksi kuat tekan batuan
Memprediksi rekahan atau pori dalam batuan
Kemampugalian batuan ditentukan juga oleh karakteristik
dinamiknya, karena perjalanan gelombang akibat benturan
mata bor dan gigi-gigi alat gali terhadap batuan merupakan
gerakan dinamik.
Salah satu dasar penentuan loading density (muatan bahan
peledak per volume target pembongkaran)
25
Cara Pengujian
12
2 1
2
2
K dyn = 3 (3 2 - 4 2 )
Konstanta Lame ()
= ( 2 - 2 2 )
27
28
29
Manfaat
30
Spherical seat
Steel platen
Alat uji kuat tekan, untuk memberikan gaya tekan pada contoh batuan
Spherical seat, untuk mendistribusikan tekanan pada permukaan contoh batu
Dial gauge, untuk menghitung regangan selama pengujian
Stopwatch, untuk menghitung laju pembebanan
31
Cara Pengujian
1.
2.
3.
4.
32
5.
6.
33
34
Kuat Tekan
Uniaksial
(c)
c =
Modulus
Young (E)
Nisbah
Poisson ()
35
Contoh
c (MPa)
E (Gpa)
beton
27.1
5.07
0.22
andesit
69.31
23.31
0.18
batulempung
21.48
4.22
0.33
Average
c
YP
(MPa)
c
YP
e Axial (%)
Tangent
50% c
(MPa)
c
YP
Secant
e Axial (%)
50% c
e Axial (%)
36
Modulus Young Tangent, Et, ditentukan pada tingkat tegangan sekian persen
dari UCS. Biasanya pada tegangan 50% UCS.
Modulus Young Secant, Es, biasanya diukur dari tegangan nol hingga suatu
nilai persen tegangan dan umumnya sekitar 50%.
37
Modulus Young
Hubungan
Kekuatan dan
Deformabilitas
Batuan
(Deere & Miller,
1966) (Bell, 1993)
38
Modulus Young
39
Modulus Young
40
Modulus Young
41
Nisbah Poission
Nisbah Poisson: nisbah negatif regangan lateral terhadap regangan aksial pada
material elastik yang mengalami tegangan uniaksial.
Nisbah Poisson: sifat mekanik yang berperan dalam deformasi suatu material elastik,
digunakan dalam masalah-masalah rekayasa yang berasosiasi dengan deformasi
batuan, misalnya dalam perhitungan analisa numerik tegangan.
42
Nisbah Poisson
Dalam uji statik UCS atau triaxial untuk penentuan kekuatan atau deformabilitas sebuah batuan,
nisbah Modulus Young terhadap Nisbah Poisson (E/) dari pelat besi penekan mengikuti kaidah
berikut:
Mendekati nisbahnya contoh batu untuk menghilangkan pengaruh yang tidak dikehendaki.
Besi baja, material yang sering digunakan sebagai pelat penekan, nisbah (E/) nya = 670; dan ini sungguhnya
lebih besar daripada nisbahnya berbagai jenis batuan yang sering dijumpai.
Aluminum (E/ = 200) & brass/kuningan (E/ = 300) bisa jadi memberikan kecocokan (E/) yang lebih baik
daripada besi baja, keduanya mudah rusak; untuk alasan tsb, maka lebih baik diperkeras dengan besi baja dan
diameter yang sama dengan diameter contoh batu uji akan jauh lebih baik.
Dalam contoh batu uji silinder pada kondisi pembebanan unikasial, variasi regangan sirkumferensial
atau radial dengan kenaikan tegangan aksial akan mulai deviasi dari linieritas saat transisi dari fase
deformasi elastik linier ke fase stable crack propagation. Atau, Nisbah Poisson suatu batuan akan
tetap sepanjang fase deformasi elastik linearnya, mulai menaik karena adanya pengembangan rekahan
baru atau rekahan lama.
Kebanyakan batuan, nisbah tingkat tegangan pembentukan awal rekahan terhadap UCS berada pada
selang 0.3 - 0.5 UCS dan variasinya pada uji triaksial 0.36 - 0.6.
43
Nisbah Poisson
Batuan
H. Gercek. International
Journal of Rock Mechanics &
Mining Sciences 44/2007/1-13
44
Homogeneous Shear
45
Axial Splitting
Combination Axial
& Local Shear
Cone Failure
Homogeneous Shear
Kurva Tegangan
Regangan Untuk
Kekuatan vs.
Deformabilitas
46
Persamaan Konstitutif
47
UCS (MPa)
Klasifikasi
Bieniawski, 1973
Tamrock, 1988
Sangat keras
250-700
200 [7]
Keras
100-250
Keras sedang
50-100
60 120 [4,5-6]
Cukup lunak
30 60 [3-4,5]
Lunak
25-50
10 30[2-3]
Sangat lunak
1-25
- 10
48
UCS (MPa)
Very weak
10-20
Weak
20-40
Medium
40-80
Strong
80-160
Very strong
160-320
49
50
51
52
53
For a realistic simulation of tunnel excavation and support and the determination of the required energy for rock excavation, the
rock mass behaviour including post failure behaviour must be known.
The post-failure behaviour of a rock specimen can be obtained by performing the entire stress-strain performance of UCS test
using stiffness compensated piston displacements
When a rock sample is tested at a constant loading rate, in general violent failure occurs when the peak strength is reached.
In case of inappropriate test control brittle rock specimen can fail violently at or shortly afterthe peak strength. This is influenced
not by an inherent material property, but also the amount of energy stored in the test machine and the specimen. If, however,
displacement or strain is regarded as the independent variable, the failure of rock can be controlled, but a stiff load frame and
electronic servo-controls are required in order to observe the post failure behaviour of brittle materials. There are certain, mostly
stiff and brittle rock types at which explosive failure can not be precluded without abstracting energy from the specimen.
This circumstance was the reason to adopt a differentiation in two rock classes for the post-failure behaviour in unconfined
compression
The Class II behaviour of rock is characterized by non-uniform failure, which agrees qualitatively with common experimental
observation, and shows not only class I but also class II behaviour depending on strength variation of springs. The elastic strain of
both class I & II rocks, tends to decrease in the post-failure region as the load bearing capacity deteriorates. The remarkable
difference between class I & II categories is the magnitude of non-elastic strain. That is, if non-elastic strain increases faster that
elastic strain decreases, then rock shows class I behaviour, and in the opposite case class II behaviour. In general, the non-elastic
strain increases with confining pressure and in some cases, rock behaviour changes from class II to class 1 at higher confining
pressure
54
55
56
Pengaruh Bentuk
pada UCS
L/D=2
L/D=2.5
L/D=3
ASTM
Protodiakonov
57
c( D) =
c
0,222
0,778 +
/D
8 c
c( = 2D) =
2
7 +
/D
Mekanika Batuan - Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh
58
UCS MPa
600
BASALTMAFIC
500
PORPHYRY
GMD-U8 Ore
GMD-U8 MULLOCK
400
300
200
100
0
0
25
75
100
125
150
Mekanika
Batuan50- Sifat Fisik
dan
Mekanik
Batuan
Utuh175
Diameter mm
Maximum failure strength is either at b = 0o or 90o and the minimum value usually is
around b=30o, more precisely at (45-f/2) where f is the friction angle along the plane of
weakness, fracture or sliding.
The shape of the curve between the uniaxial compressive strength (c) and the
orientation angle, b; is designated as the type of anisotropy and is found to be generally
of three types namely U-shaped, shoulder shaped and wavy shaped
60
61
62
63
Manfaat
Kuat geser adalah gaya internal melawan gaya yang dikenakan sepanjang bidang
geser di dalam batuan itu sendiri yang dipengaruhi oleh karakteristik intrinsik dan
gaya-gaya luar.
Untuk menentukan kuat geser batuan dalam kondisi pembebanan normal di atas
bidang geser yang memiliki koefisien gesek batuan () memerlukan 5 contoh
batuan.
Setiap contoh batuan diberi beban normal yang berbeda () dan tegak lurus
bidang geser untuk mendapatkan: garis kuat geser Coulomb (), kuat geser, sudut
gesek dalam (f), kohesi (C)
64
F
N
50
Fs
45
Area
40
35
ir
ip
30
25
20
15
10
55
65
50
45
40
35
30
25
20
15
10
66
FH{kN}
H {kPa}
Perpindahan
vertikal
{mm}
FN {kPa}
N {kPa}
58.42
55.88
53.34
50.80
48.26
45.72
0.00
2.30
2.90
3.20
2.90
2.42
0.00
85.29
107.54
118.66
107.54
89.74
14.15
14.22
14.40
14.30
14.17
14.02
3.53
3.53
3.53
3.53
3.53
3.53
130.90
130.90
130.90
130.90
130.90
130.90
43.18
4064
38.10
35.56
33.02
4.90
4.80
4.74
4.26
3.68
181.70
178.00
175.77
157.97
136.46
13.84
13.79
13.74
13.69
13.61
9.30
9.30
9.30
9.30
9.30
344.87
344.87
344.87
344.87
344.87
30.48
27.94
25.40
22.86
20.32
8.80
8.71
8.10
7.70
7.20
326.32
322.99
300.37
285.53
266.99
13.41
13.31
13.21
13.08
12.95
18.60
18.60
18.60
18.60
18.60
689.73
689.73
689.73
689.73
689.73
17.78
15.24
12.70
10.16
7.62
13.80
13.00
11.80
10.70
9.20
511.74
482.07
437.57
396.78
341.16
12.65
12.32
11.89
11.40
11.30
37.20
37.20
37.20
37.20
37.20
1379.46
1379.46
1379.46
1379.46
1379.46
67
Maju Geser
Balik geser
68
Perpindahan
geser (mm)
Gaya geser, kg
Perpindahan normal
( x 0,01 mm )
90.72
21
90.72
20
90.72
21
113.40
24
90.72
20
90.72
20
90.72
21
90.72
19
90.72
19
10
90.72
20
10
45.36
13
45.36
12
45.36
13
90.72
17
90.72
16
45.36
12
45.36
12
45.36
13
45.36
12
45.36
12
Contoh Data
Hasil Uji Kuat
Geser
1400
1000
Peak
Peak
1200
2
R = 0,9368
800
Residual
600
400
R2 = 0,8767
800
Residual
600
400
200
R2 = 0.8903
200
0
0
0
200
400
600
800
1000
Norm al strength (kPa)
Puncak
Peak
69
Sisa
1200
1400
200
400
600
800
Norm al strength (kPa)
Puncak
Peak
Sisa
1000
Faktor Intrinsik
Kohesi
70
Blok tsb memiliki gaya penggerak akibat beratnya W sin q & gaya
normal (N = W cos q). Koefisien gesek memberi gaya penahan Fs.
Simbol adalah faktor internal ekuivalen dengan tan f. Sesaat blok
meluncur kebawah, gaya penahan ekuivalen dengan gaya penggerak
sehingga persamaan keseimbangannya menjadi
tan q = tan f
q= f
Pada kondisi demikian, sudut bidang miring ekuivalen dengan sudut
gesek dalam (f) mengingat kohesi = 0.
71
Saat air masuk kedalam sebagian atau seluruh pori contoh batu, keseimbangan tegangan
internal di dalam contoh batu akan dirubah dan konsekuensinya propagasi rekahan dapat
menerus dan menurunkan karakteristik kekuatan batuan.
Air tidak mengontrol karakteristik kekuatan untuk batuan kuat dengan UCS > 100 MPa, kecuali
tekanan air pori yang juga menurunkan tegangan normal yang bekerja sehingga menjadi
tegangan normal efektif & tentunya menurunkan kuat geser.
Batuan lunak dengan UCS < 25 MPa mudstone, claystone & batuan lunak lainnya cenderung
dipengaruhi kandungan air, khususnya C & f berkaitan dengan komposisi mineralnya yang
dapat dianggap reaktif atau tidak dalam mengikat air seperti monmorilonite dan kaolinite
Kehadiran air di dalam massa batuan menyebabkan bidang diskontinu sebagian tertekan
sheingga menurunkan tegangan normal.
Laju geser pada permukaan basah lebih lambat daripada permukaan kering.
72
Selain itu, peristiwa geologi seperti gempa bumi memungkinkan terjadi perubahan
beban normal terhadap massa batuan dan berpotensi membentuk bidang geser baru
pada massa batuan.
Kuat geser, dalam hal ini kuat geser puncak, akan meningkat seiring peningkatan
tegangan normal. Hal ini mengindikasikan bahwa bidang lemah pada kedalaman yang
lebih dalam cenderung akan semakin kuat. Uji kuat geser harus dilakukan pada
kondisi tingkat tegangan normal yang tidak melebihi batas elastisitasnya. Hal ini
dilakukan untuk memperoleh deformasi yang disebabkan tegangan geser dan bukan
oleh tegangan normal.
73
Filled discontinuity
74
amplitudo gelombang
Kuat geser dapat berkurang secara signifikan ketika sebagian atau seluruh permukaan tidak kontak secara
langsung melainkan ditutupi oleh material pengisi yang relatif lunak seperti lempung, kalsit dan lanau. Jika
ketebalan material pengisi lebih besar dari amplitudo gelombang (undulation) permukaan geser, maka
karakteristik geser akan ditentukan oleh kekuatan material pengisi (Gambar c dan d). Tetapi jika tinggi
ketebalan material pengisi tidak melebihi amplitudo gelombang (undulation) permukaan geser (Gambar b),
maka perilaku geser batuan akan lebih kompleks. Pada kondisi seperti ini, menurut Barton dan Choubey
(1977), mekanisme pergeseran batuan akan mengalami dua tahap. Pertama, tegangan dan perpindahan hanya
dipengaruhi oleh kekuatan material pengisi. Setelah terjadi perpindahan, permukaan bidang geser akan
mengalami kontak sehingga kekuatan bidang diskontinu ditentukan oleh kekasaran dan kekuatan bidang geser
itu sendiri. Pada Gambar, model kekasaran yang digambarkan merupakan kekasaran permukaan geser dengan
sudut kemiringan i pada proyeksi orde dua sehingga pada tegangan normal yang tinggi kekasarannya akan
hancur dan sudut proyeksi orde satu akan menggantikan peran sudut proyeksi orde dua.
Goodman (1970) mengatakan bahwa kuat geser rekahan akan turun dan menjadi sama dengan kuat geser
material pengisi jika ketebalan material pengisi minimal 50 % lebih tebal dari amplitudo gelombang (undulation)
75
iII-3
iII-1 iII-2
iII-4
iI
Gambar menunjukkan contoh pengukuran sudut kekasaran permukaan i (roughness angle i) yang dilakukan oleh
Patton (1966) pada permukaan geser batuan. Sudut proyeksi orde satu adalah sudut gelombang kekasaran yang utama
(major undulation) pada permukaan geser batuan dan ditunjukkan oleh sudut iI, sedangkan gelombang-gelombang kecil
dengan sudut yang lebih besar disebut sebagai sudut proyeksi orde dua dan ditunjukkan oleh sudut-sudut iII-1 sampai
iII-4.
Menurut Barton (1973), pada tegangan normal yang rendah, sudut proyeksi orde dua memainkan peranan penting
dalam menentukan kekuatan geser (sudut gesek dalam) batuan dan kuantifikasinya dinyatakan dalam (f + i). Dengan
meningkatnya tegangan normal, kekasaran orde dua akan hancur sehingga perannya digantikan oleh sudut proyeksi
orde satu. Pada tegangan normal yang cukup tinggi kekasaran orde satu juga akan hancur sehingga perilaku kekuatan
geser batuan akan lebih dipengaruhi oleh kekuatan batuan utuh (intact rock) daripada kekasaran permukaan geser.
76
Semakin kasar permukaan geser, semakin besar kekuatan geser batuan. Tetapi kekasaran ini akan
berpengaruh hanya pada tegangan normal yang redah karena pada tegangan normal yang cukup tinggi
permukaan geser akan hancur sehingga perilaku kekuatan geser batuan akan lebih dipengaruhi oleh
kekuatan batuan utuh (intact rock) daripada kekasaran permukaan geser. Ladanyi dan Archambault
(1970 & 1972) telah melakukan penelitian tentang batas pengaruh kekasaran permukaan geser
terhadap kekuatan geser batuan.
Dari penelitian tersebut, diperoleh sebuah kriteria kuat geser batuan yang menunjukkan bahwa
kekasaran permukaan geser batuan masih berpengaruh hingga pada batas perbandingan tegangan
normal efektif yang bekerja pada permukaan rekahan dan kuat tekan uniaksial permukaan rekahan
atau nilai (/JCS) sama dengan 0,15. Artinya bahwa kekasaran permukaan geser batuan masih
berpengaruh hingga pada batas tegangan normal efektif yang bekerja pada permukaan rekahan batuan
tersebut sekitar 15 % dari kuat tekan uniaksialnya
Menurut Grasselli (2001), kekasaran permukaan bidang diskontinu akan mempengaruhi kekuatan
geser batuan pada tingkat tegangan normal hingga 20 % kuat tekan batuan. Tetapi tetap perlu diingat
bahwa tegangan normal maksimumnya diusahakan agar tidak melebihi batas elastisitas batuannya
77
ks
n
p
u (mm)
fi
m
Dy
ci
(a)
i
(c)
n
h
p
(b)
78
Dx
79
80
2F
Dt
D = Diameter, mm
F = Load, N
t = Thickness, mm
Tensile force
Crack
Tensile force
82
End-pull
Grip
Keterangan
67
78
8 12
12 15
15 20
Sangat brittle
c = 8 t , Griffith (1921).
c = (8.5 15) t , Brace (1964).
c = (5.5 9.5) t , Jaeger dan Hoskins (1966).
c = 10 t , Jumikis (1983).
83
84
85
86
Uji Triaksial
87
Kuat geser ()
Kohesi (C)
88
Pompa
Tekan (3)
89
PUNDIT (UV)
Mekanika Batuan - Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Utuh
90
Sel Triaksial
Hoek & Franklin (1968)
91
Triaksial Sel
Von Karman (1911)
31
11
12
failure
31
32
13
failure
32
33
failure
12
13
31 < 32 < 33
11 < 12 < 13
e
92
33
80
70
60
1 (MPa)
50
40
30
30
20
TXHB - KONV
10
TXMC - KONV
25
-6
15
No
10
5
31 33
32
10
15
3 (MPa)
93
-2
= c + N Tan f
20
-4
20
25
30
11
12
13
(MPa)
(MPa)
1.00
22.61
2.00
25.70
3.00
29.34
3
MPa
0
50
100
200
1-3
MPa
72
159
248
418
10
Dredging Processes
Cutting Of Rock Prof. Ir. W.J.
Vlasblom (January
2007) dalam Rai
dkk (2014)
94
95
96
Pengaruh Suhu
25 C
2000
300 C
1 3 (MPa)
1500
500 C
1000
800 C
500
97
10
15
Regangan aksial (%)
Kwasnieski (1990)
400
80
350
Deviatoric stress (MPa)
90
300
250
200
= 7 MPa
= 7 MPa = 21 MPa
150
= 35 MPa
100
= 21 MPa
= 35 MPa
98
60
3 = 20 MPa
50
40
30
20
0
0
1
70
10
50
air-dry specimen
3
Strain (%)
wet specimen
specimen
6
8
10
12
150
0
tekanan
aksial
(MPa) 100
50
27.6
41.4
55.2
62.1
69.0
1
2
regangan aksial (%)
99
100
101
1
(1 - 3)sin 2b
2
1
2c cos f
c
1 - sin f
2c cos f
t
1 sin f
102
= n tan f + c
b = 45 + f/2
11
12
Tepat
akan
failure
31
32
pembebanan dihentikan
Sample tidak dikeluarkan
12
32
a1
2
1
a2
Titik terminasi
a3
n
33
pembebanan dihentikan
Sample tidak dikeluarkan
31 < 32 < 33
3
103
13
Tepat
akan
failure
failure
33
13
11 < 12 < 13
X detik
X + a detik
X + n detik
Pembebanan dihentikan
104
Uji Triaksial
Konvensional
contoh A
Multitahap I
contoh B
contoh A
Multitahap II
contoh B
105
8
175.35
161.07
169.91
164.13
170.68
24
347
365.87
335.21
316.22
337.80
Uji triaksial
Konvensional
Multitahap I
Perbedaan relatif (%)
Multitahap II
Perbedaan relatif (%)
106
C (MPa)
13.39
13.65
2.00
14.33
7.07
f ()
56.74
56.30
-0.77
54.23
-4.43
c (MPa)
89.62
90.17
0.61
88.81
-0.91
k
11.21
10.90
-2.71
9.60
-14.34
y ()
84.90
84.76
-0.17
84.05
-1.00
107
Uji triaksial
ci (MPa)
mi
ti (MPa)
Konvensional
71.66
50
-1.43
Multitahap I
69.79
50
-1.40
-2.61
-2.61
Multitahap II
61.29
50
-1.23
-14.47
-14.47
Kriteria Failure
Bieniawski
Kriteria failure
Bieniawski I
multistage terhadap konvensional
5
1/ c
0
0
0.2
0.4
0.6
0.8
3/ c
108
10
15
20
25
30
35
Pengaruh 3 Pada
Kurva - e
110
111
112
113
114
Uji PLI dilakukan untuk mengetahui kekuatan (strength) contoh batu secara tidak
langsung di lapangan
Peralatan yang digunakan mudah dibawa-bawa, tidak begitu besar dan cukup ringan
sehingga dapat dengan cepat diketahui kekuatan batuan di lapangan, sebelum
dilakukan pengujian di laboratorium.
Contoh yang disarankan untuk pengujian ini berbentuk silinder dengan diameter =
50 mm (NX = 54 mm).
115
L > 0,5D
L
D
D
W2
W1
P
P
L > 0,7D
a. Uji Diametrikal
116
b. Uji Aksial
D/ W =1.0 1.4
W = (W 1+W2)/2
Peralatan
117
118
D
k
50
0.45
UCS
(MPa)
PLI
(MPa)
Schmidt
Hardness
(Type L)
Examples*
R5
Extremely
Strong
>250
>10
50-60
R4
Very
Strong
100-250
4-10
40-50
R3
Strong
50-100
2-4
30-40
R2
Medium
Strong
25-50
1-2
15-30
R1
Weak
5-25
**
<15
R0
Very Weak
1-5
**
Extremely
Weak
0.25-1
**
Indented by thumbnail
clay gouge
120
121
122
ukuran 0.95 - 0. 32 cm
berat 100 gram
dipukul dengan piston
sebanyak 20 kali
sisa batuan berukuran
semula ditimbang dan
sama dengan ISI
1
3
4
123
BPI
124
F
2 K
4 t r
2
0,5
Schmidt Hammer
Ada 2 tipe untuk batu dan beton: L & N. Energi impak (EI) tipe L = 0,735 J =
1/3 EI tipe N & dimensinya juga lebih besar.
Tipe L untuk uji contoh batuan silinder & tipe N untuk contoh batuan besar;
blok batuan / langsung pada massa batuan.
Terdiri dari piston yang dikombinasikan dengan per. Piston secara otomatis
terlepas dan menumbuk permukaan kontak dengan batuan ketika hammer
Keterangan
1. Contoh batuan
2. Impact Plunger
3. Indikator angka
fungsi dari jumlah energi impak yang hilang akibat deformasi plastik dan
failure dari batu di tempat terjadinya impak.
Nilai pantul fungsi orientasi dari hammer. Pengujian dengan menekan hammer
relatif ke arah bawah menghasilkan nilai pantul < daripada menekan hammer
ke arah atas. Gaya gravitasi akan menghambat pantulan piston pada saat
hammer ditekan ke arah bawah sebab arah pantul dari piston berlawanan
arah dengan gaya gravitasi.
125
1.
2.
3.
Contoh batuan
Impact plunger
Indikator angka pantul
Uji ISI sudah tidak direkomendasikan lagi oleh ISRM 1986 Commision on Testing
Methods Groups on Test For Drilling and Boring, sehingga perkembangan penelitian untuk
mengembangkan kegunaannya, baik untuk memprediksi nilai UCS maupun manfaat
lainnya, menjadi kecil.
Kahraman (2001), data hasil uji ISI relatif konsisten daripada UCS dan uji indeks
lainnya.
Referensi
Persamaan
Tipe Batuan
Hobbs (1964)
c* = 53ISI 2509
Goktan (1988)
c = 0,095ISI 3,667
batuan sedimen
Kahraman (2001)
c = 410-10ISI5,87
126
Schrier (1988) BPI adalah uji indeks dan bukan untuk mengukur kuat geser batuan
karena kemungkinan dipengaruhi oleh tegangan bending (Everling, 1964).
Uji BPI ekuivalen dengan uji indeks lainnya untuk menduga UCS, & tingkat
akurasinya yang lebih baikdaripada uji PLI.
Rivai (2001): hubungan UCS & BPI dapat dilakukan untuk batuan lunak karena
penekanan yang terjadi pada uji BPI menyangkut suatu luas yang lebih besar dari
point sehingga akan memberikan efek geser.
Referensi
Persamaan
Tipe Batuan
Schrier (1988)
c= 6,1BPI 3,3
c = 5,5BPIc
Rivai (2001)
c = 7,13BPIc
127
Joint Condition
Joint Strength
Estimate of JCS
Based on Schmidt
Hammer & SW of
Rock
50.0
Uniaxial Compressive Strength, MPa
Hammer Direction
45.0
40.0
35.0
30.0
25.0
20.0
15.0
10.0
5.0
0.0
15
20
25
30
35
R Schmidt Hammer (Rebound Value)
128
40
Persamaan
Tipe Batuan
Tipe
Hammer
1. c = 6,9 10(0,16+0,0087Rn)
1. -
2. Kidybinski, 1968
2. c = 0,477e(0,045Rn+)
2. -
3. c = 12,74e(0,0185Rn)
3. -
4. c = 0.094Rn 0,383
4. batu bara
5.2. karbonat
6. Kahraman, 2001
6. c = 6,97e(0,014Rn)
129
5. sedimen, metamorf
Referensi
130