Anda di halaman 1dari 7

Abstrak

Latar belakang dan tujuan : Prevalensi anemia karena kekurangan gizi di


kalangan remaja perempuan tinggi (47,6% sampai 90%) seperti yang
dilaporkan sebelumnya di berbagai belahan Utara India. Karena terbatasnya
penelitian pada anemia akibat kekurangan gizi di tingkat kecamatan di
bagian selatan India, perlu diketahui sejauh mana masalah di kalangan
remaja perempuan untuk merencanakan intervensi secara spesifik.
Berdasarkan hal-hal tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan : (1)
Untuk mengetahui prevalensi anemia akibat kekurangan gizi pada remaja
perempuan. (2) Untuk mengeksplorasi persepsi mereka secara kualitatif
terhadap penyebab dan efek dari anemia karena kekurangan gizi. Metode :
Penelitian ini dilakukan pada dua lingkungan di Desa Kallitheerthalkuppam,
daerah praktek lapangan dari Departemen Kedokteran Komunitas, SMVMCH,
Puducherry. Pada penelitian ini digunakan desain metode campuran yang
mencakup kuantitatif (survei) dan kualitatif (diagram sebab-akibat). Peserta
penelitian diambil dari 100 remaja perempuan yang berusia 12-19 tahun
sebagai sampel yang mewakili. Data untuk metode kuantitatif (survei
menggunakan kuesioner) dan kualitatif (diagram sebab-akibat) dikumpulkan
selama jangka waktu dua bulan. Hasil : Prevalensi anemia pada populasi
penelitian ditemukan sebanyak 58 persen. Dilihat dari hasil diagram sebabakibat, kekurangan zat besi dikaitkan sebagai penyebab dari kelelahan,
siklus haid yang tidak teratur dan rendahnya berat badan lahir pada remaja
perempuan. Hal ini juga mengaitkan kekurangan zat besi dan kebiasaan
tidak memakai alas kaki dengan kelelahan, kurangnya asupan sayuran hijau,
dan infeksi cacing usus terhadap pusing dan infeksi cacing tambang
terhadap ulkus peptikum. Interpretasi & kesimpulan : Studi ini
menemukan celah diantara pengetahuan dan praktek yang terlihat pada
diagram sebab-akibat. Hasil ini menunjukkan perlunya memulai komunikasi
yang efektif terhadap perubahan perilaku untuk meningkatkan status
hemoglobin pada remaja perempuan.

Pendahuluan
Anemia akibat kekurangan gizi ditemukan berhubungan dengan gangguan
mental, fisik, dan performa kognitif pada anak-anak dan merupakan faktor
risiko yang signifikan terhadap kematian ibu hamil. Prevalensi anemia karena
kekurangan gizi di kalangan remaja perempuan tinggi (47,6% sampai 90%)
seperti yang dilaporkan sebelumnya di berbagai belahan Utara India [1].

Karena terbatasnya penelitian pada anemia akibat kekurangan gizi di tingkat


kecamatan di bagian selatan India, [2,3] perlu diketahui sejauh mana
masalah di kalangan remaja perempuan untuk merencanakan intervensi
secara spesifik. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
prevalensi anemia karena kekurangan gizi di kalangan remaja perempuan
dan mengeksplorasi persepsi mereka terhadap penyebab dan efek dari
anemia akibat kekurangan gizi.
Metode dan bahan
Penelitian ini dilakukan pada dua lingkungan di Desa Kallitheerthalkuppam,
di mana perguruan tinggi medis kami terletak. Lokasi ini juga merupakan
wilayah praktek lapangan dari Departemen Kedokteran Komunitas, SMVMCH,
Pondicherry. Semenjak studi ini dilakukan oleh mahasiswi tahun kedua di
kedokteran, kelayakan dan kendala pada waktu pada pendidikan yang
sedang berlangsung menjadi pertimbangan saat memilih area dan sampel
penelitian.
Dalam penelitian ini digunakan desain metode campuran dimana metode
kuantitatif (survei) dan kualitatif (diagram sebab-akibat) dilakukan. Masa
penelitian selama dua bulan, antara Agustus 2013 dan September 2013.
Subyek penelitian adalah remaja perempuan dari usia 12-19 tahun. Seorang
pekerja sosial medis perempuan melakukan kunjungan dari rumah ke rumah
di lingkungan yang terpilih dan menyiapkan kerangka sampling. Dari total
384 remaja perempuan yang terdaftar, 100 remaja perempuan yang terpilih
menggunakan simple random sampling. Ukuran sampel ini 100 memadai
pada p = 50% (menggunakan rata-rata prevalensi anemia di kalangan
remaja), kekuatan 80%, efek desain -1 (Karena efek desain untuk simple
random sampling adalah satu) dan alpha-error 5% (Dihitung menggunakan
software Epi_Info versi 3.4.3). Sebuah tim yang terdiri dari mahasiswi
kedokteran, pekerja social medis perempuan dan fakultas perempuan di
Departemen Kedokteran Komunitas melakukan kunjungan dari rumah ke
rumah dan mewawancarai remaja perempuan yang terpilih dengan
menggunakan kuosioner terstruktur. Informed consent telah diberikan
sebelum wawancara. Tetes darah segar diperoleh dari masing-masing subjek
dengan metode finger prick dengan lancet steril sekali pakai. Tingkat
hemoglobin dinilai dengan menggunakan strip tes yang telah disetujui
(Skala Hemoglobin 4 Warna) pada siang hari oleh teknisi laboratorium yang
terlatih. Hemoglobin Skala Warna adalah alat yang sederhana, handal, valid
dan murah dikembangkan oleh World Health Organization untuk deteksi
anemia pada perempuan dan anak-anak agar bisa dilakukan pencegahan

yang tepat dan strategi pengobatan yang paling menguntungkan, terutama


di daerah pedesaan. [4] Digunakannya pedoman dari World Health
Organization untuk mendefinisikan anemia (Hb <12g / dl), anemia ringan
(11-11.9g / dl), anemia sedang (8-10.9g / dl) dan anemia berat (<8g / dl). [5]
Remaja perempuan yang anemia dirujuk untuk mendapatkan pengobatan.
Data dianalisis menggunakan software Epi_info (versi 3.4.3).
Setelah survei, didapati dua diagram sebab dan akibat. Seorang pekerja
perempuan sosial medis perempuan yang terlatih menghubungi 10-15 gadis
remaja satu hari sebelum pertemuan dan memutuskan hari dan tempat yang
nyaman untuk pertemuan. Pada hari yang telah ditentukan, remaja
perempuan berkumpul di tempat terbuka di jalanan desa untuk
mengeksplorasi persepsi mereka terhadap diagram sebab-akibat. Kami
mengikuti pedoman oleh PRAXIS, Patna untuk kegiatan ini. [6] Kegiatan ini
difasilitasi oleh mahasiswi kedokteran dan diawasi oleh fakultas perempuan
di Departemen Kedokteran Komunitas, yang telah menerima pelatihan
mengenai metode penelitian kualitatif. Para remaja perempuan dijelaskan
mengenai tujuan kegiatan ini dan diberikan waktu yang memadai untuk
mendiskusikan dengan peserta lain sebelum menggambar diagram sebabakibat menurut sudut pandang mereka. Mereka memilih salah satu relawan
untuk menggambar diagram tersebut di jalan. Gadis-gadis itu diminta untuk
mendata efek dan penyebab anemia. Kemudian mereka diminta untuk
menghubungkan penyebab ini dengan efeknya sesuai dengan persepsi dan
pengetahuan mereka. Para peserta diberi minuman pada akhir kegiatan.
Hasil diskusi dan diagram dicatat. Sebuah analisis isi panduan dari diskusi
tersebut telah selesai.
Remaja perempuan yang ditemukan memiliki anemia akibat kekurangan gizi
dirujuk untuk perawatan medis. Kami memperoleh izin etika dari Komite
Penelitian dan Komite Etika di fakultas kedokteran kami. Informed consent
diperoleh dari responden.

Hasil
Karakteristik sosiodemografi dari populasi penelitian ditunjukkan pada Tabel
1. Sebanyak 100 remaja perempuan (12-19 tahun) dilibatkan dalam
penelitian dan tingkat respon adalah 100%. Usia rata-rata responden adalah
15,63 2,0 tahun (berkisar 12 sampai 19 tahun). Di antara mereka, 19%
remaja awal (<13years), 46% remaja pertengahan dengan kelompok umur
13-16 tahun dan 35% adalah remaja akhir (17-19 tahun). Mengenai status

pendidikan dari responden, mayoritas dari mereka (40%) belajar sampai


tingkat sekunder. Selebihnya, 84% sekolah, 6% bekerja dan 9% tidak
bekerja. Klasifikasi status sosial ekonomi berdasarkan warna ration card
menunjukkan bahwa 68% merupakan keluarga BPL (Below Poverty Line /
dibawah garis kemiskinan). Sebagian besar peserta (46%) dengan kategori
kasta terbelakang.

Prevalensi anemia (Hb <12g / dl) diantara populasi penelitian adalah 58


persen. Keseluruhan rata-rata SD distribusi kadar Hb adalah 11,2 1,39 (g
/ dl). Kadar anemia dinilai menggunakan WHO cutoff levels. Mengenai
derajat keparahan, di antara remaja yang anemia, 23% dengan anemia
ringan (11-11.9g / dl), 35% mengalami anemia sedang (8-10.9g / dl) dan
tidak ada yang anemia berat (Tabel 2).

Hubungan sebab akibat ditunjukkan pada gambar 1. Para remaja mendata


berbagai penyebab dari anemia (Rattha sovai - istilah lokal Tamil untuk
anemia) -- kekurangan zat besi, kebiasaan makan bata, pasir, kapur dan abu,
tidak mengenakan alas kaki, kurangnya asupan sayuran hijau, dan cacing di
usus. Berbagai efek yang didata adalah kelelahan, siklus haid tidak teratur,
anak dengan berat badan kurang, kecerdasan yang buruk, kelemahan dan
ulkus lambung. Kemudian, remaja perempuan mengaitkan kekurangan zat
besi sebagai penyebab dari kelelahan, siklus haid yang tidak teratur dan
berat lahir rendah. Menariknya, mereka juga mengaitkan kebiasaan makan
batu bata, pasir, kapur, abu, beras mentah dengan kecerdasan yang buruk di
masa kanak-kanak. Lalu, mereka mengaitkan kekurangan zat besi dan
kebiasaan tidak memakai alas kaki, kelelahan, kurangnya asupan sayuran
hijau, dan infeksi cacing usus dengan pusing dan Infeksi cacing tambang
dengan ulkus peptikum.

Figure 1: Perceived Cause and Effect Diagram

Diskusi
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi anemia remaja perempuan
sebanyak 58%, yang berada di bawah titik potong dari masalah berat bagi
pentingnya kesehatan masyarakat sesuai WHO. [5] Meskipun tingginya
kesadaran, prevalensi anemia terhadap sampel penelitian tetap tinggi.
Kekuatan utama dari penelitian ini adalah penggunaan desain metode
campuran, kedua metode kuantitatif dilengkapi dengan penemuan dari
metode kualitatif (Teknik penilaian Participatory Research) melalui diagram
sebab dan akibat, yang membantu untuk mengetahui kesenjangan antara
pengetahuan dan praktek. Tapi ini sebuah penelitian skala kecil dengan
wilayah geografis terbatas. Prevalensi yang didapatkan dalam penelitian ini
(58%) lebih rendah dibandingkan dengan prevalensi yang didapatkan di
negara tetangga TamilNadu (78,7%) [2] dan lebih tinggi dibandingkan
dengan penelitian lain di Vellore (29%). [3] Dengan demikian, hal itu
menunjukkan variasi yang luas dalam angka prevalensi. Dibandingkan

dengan penelitian ini, penelitian yang dilakukan di negara-negara lain India


seperti Maharashtra, didapatkan prevalensi anemia di kalangan remaja yang
sama sebanyak 59,8%. [1] Tingginya prevalensi anemia di Tamil Nadu [2]
juga didukung oleh ditemukannya pemahaman tentang persepsi dan sikap
terhadap kesehatan dan anemia sangat sedikit (2-3%) dari remaja. Dalam
penelitian ini, diagram sebab dan akibat menunjukkan tingkat kesadaran
yang baik pada remaja perempuan yang tidak tercermin dalam tingkat
hemoglobin mereka. Hal ini menunjukkan adanya program pendidikan
kesehatan yang baik di lingkungan mereka, tetapi terjadinya kesenjangan
antara pengetahuan dan komponen praktek.
Pemerintah India telah memulai banyak program untuk memerangi anemia,
terutama di kalangan remaja perempuan (10-19 tahun). Program The Weekly
Iron Folic Acid Supplementation dimulai untuk mengurangi prevalensi dan
derajat keparahan anemia akibat kekurangan gizi di kalangan remaja, baik
yang sekolah maupun putus sekolah. [7] Pemerintah Pondicherry saat ini
memiliki misi untuk mencakup semua remaja di bawah Program The Weekly
Iron Folic Acid Supplementation melalui sekolah-sekolah dan pusat-pusat
Anganwadi untuk memerangi anemia pada waktu dekat dengan mengubah
pengetahuan ke dalam praktek. Ulasan dari kinerja program ini di negara
bagian masih berlangsung.
Penelitian ini menemukan kesenjangan antara pengetahuan dan praktek
yang terlihat dari diagram sebab-akibat dan tingkat hemoglobin dengan
pengkuran perorangan. Hasil ini menunjukkan perlunya melakukan
komunikasi efektif untuk merubah perilaku agar terjadinya peningkatan
status hemoglobin pada remaja perempuan.

Ucapan:
Kami mengucapkan terima kasih kepada beasiswa untuk penelitian sarjana
dari Manajemen Fakultas Kedokteran dan Rumah Sakit Sri Manakula,
Pondicherry.

Anda mungkin juga menyukai