Anda di halaman 1dari 27

PENGENALAN

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN


ILMU PENDUKUNG PROSES INVESTIGASI
MATA KULIAH MANAJEMEN INVESTIGASI TINDAK KRIMINAL
Dosen : Yudi Prayudi, S.Si., M.Kom

NUR WIDIYASONO
12917214

PROGRAM MAGISTER TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA

2013

I. Sejarah Ilmu Kedokteran Forensik


Ilmu kedokteran merupakan campuran dari rasa ingin tahu, tahayul, dan ilmu
kedokteran yanglalu pada akhirnya terbentuk menjadi ilmu kedokteran yang telah lama
ada sebelum manusia mulai berorganisasi menjadi komunitas-komunitas dan
membentuk suatu pemerintahan yang dipimpin oleh hukum yang terdiri dari normanorma yang dapat diterima oleh masyarakat.
Sayangnya sejarah mengenai interaksi antara hukum dan kedokteran sangatlah
terbatas dikarenakan sistem pencatatan yang buruk dan tidak efektif. Asal dari ilmu
kedokteran forensik hanya dapat ditelusuri kembali mulai dari 5000 atau 6000 sebelum
masehi.
Pada masaitu Imhotep yang merupakan pemuka agama tertinggi, Hakim
tertinggi, pimpinan penyihir, dantabib kepala dari raja Zozer dianggap sebagai dewa
oleh bangsa mesir. Dia merupakan orangpertama yang mengaplikasikan antara
kedokteran dan hukum pada lingkungan sekitarnya. Pada mesir kuno, peraturan hukum
yang menyangkut praktek kedokteran disusun dan dicatatpada papyri (daun lontar ).
Karena ketika itu kedokteran masih diliputi oleh unsur mistis, orangyang menjalankan
profesi tersebut sangat dihormati dan dianggap sebagai golongan yang istimewa.
Walaupun pengaruh dari tahayul dan magis masih sangat kuat, prosedur pembedahan
pasti dan informasi penting mengenai obat-obatan berhubungan dengan interaksi, jika
manusia menentang Tuhan atau iblis dapat mengakibatkan bermacam-macam respon
dari tubuh.
Pada tahun 2200 sebelum masehi Kitab undang-undang Hammurabi (code of
hammurabi )merupakan kitab hukum formal pertama dari ilmu kedokteran yang
mengatur tentang organisai medis, batasan-batasan, tugas, kewajiban dari profesi medis.
Termasuk sanksi dan kompensasi dari korban malpraktek. Prinsip-prinsip medikolegal
juga dapat ditemukan pada awal-awal peraturan hukum yahudi, yang membedakan
antara luka yang mematikan dan luka yang tidak mematikan, dan masalah
keperawanan.
Kemudian pada abad pertengahan dari evolusi penting yurisprudensi ( ilmu
hukum), Hippocrates dan pengikutnya mempelajari tentang lamanya kehamilan,
viabilitas bayi lahirprematur, Superfetation ( kemungkinan terbentuknya lagi fetus
yang kedua pada wanita yang sedang hamil yang biasa ditemukan pada hewan
mamalia ), anak yang pura-pura sakit, hubungan antara luka yang fatal dengan bagian
tubuh lainnya.
Dan perhatian yang besar pada ilmu mengenai racun. Yang termasuk di dalam
Sumpah Hippocrates yaitu sumpah untuk tidak menggunakan dan menyarankan
penggunaan racun.
Sama seperti di mesir, praktek medis di india dibatasi hanya untuk anggota dari
kasta kasta pilihan. Pendidikan ilmu kedokterannya juga diatur. Dokter secara
formal menyimpulkan waktu kehamilan seharusnya antara 9 hingga 12 bulan. Dan
ilmu yang mempelajari racun dan anti dotumnya mendapatkan proritas utama.
Meskipun hanya sedikit, medikolegal juga berkembang pada masa romawi. Investigasi
dilakukankarena kematian yang mencurigakan, dari Julius Caesar yang diakibatkan

oleh 23 luka. 1 orang tabib yang cukup berpengalaman melaporkan bahwa hanya 1
luka fatal yang menyebabkankematian dari 2 luka yang ada. Antara 529 dan
564, Justinian Code ( Kitab Justinian ) dijadikan undang-undang hukum untuk
mengatur praktek dokter, pembedahan dan kebidanan, standard malpraktek, tanggung
jawab ahli medis, dan batas jumlah dokter yang ada di setiap kota dengan jelas
ditetapkan.
Sepanjang abad pertengahan medikolegal mengalami perkembangan untuk
masalah yang dilatarbelakangi masalah impotensi, sterilitas, kehamilan, aborsi,
penyimpangan seksual, keracunan, dan perceraian. Untuk kasus pembunuhan dan luka
perorangan, diserahkan pada prosedur investigasi tingkat lanjut.
Pada tahun 925 inggris mendirikan Office of Coroner ( kantorpemeriksa
mayat ). Kantor ini bertanggung jawab untuk memperkirakan sebab kematian yang
mencurigakan untuk membantu proses penyelidikan. Kontribusi Cina pada kedokteran
forensik tidak pernah muncul ke permukaan sampai pertengahan awal abad ke 13.
Nampaknya ilmu pengetahuan medikolegal diturunkan secara diam-diam dari generasi
ke generasi lainnya.
Xi Juan Lu (Pembersihan ketidak benaran ) pengaruhnya masih dikenal hingga
sekarang karena isinya yang sangat komprehensif, dan merupakan acuan untuk
melakukan prosedur-prosedur penanganan kematian yang tidak wajar secara detail, dan
menekankan pada langkah-langkah penting yang harus dilakukan dalam investigasi
secara teliti. Ditambah lagi, pada buku ini juga dicantumkan kesulitan-kesulitan
pemeriksaan akibat pembusukan, luka palsu, luka antemortem, luka postmortem, dan
cara membedakan antara jasad yang ditenggelamkan setelah dibunuh atau mati karena
tenggelam.
Pada setiap kasus wajib dilakukan pemeriksaan terhadap jasad walaupun keadaan
tubuhnya sudah membusuk. Pada akhir abad ke-15 Justinian code sudah
ditinggalkan dan hanya menjadi barang peninggalan bersejarah saja. Dan dimulailah era
baru ilmu kedokteran forensik Eropa yang diambil dari dua kitab hukum Jerman. Yaitu
pada tahun 1507 dari Bamberger code (Coda Bambergensis) dan pada tahun
1553 dari Caroline code ( Constitutio Criminalis Carolina).
Caroline code yang berdasarakan Bamberger code mengharuskan adanya
kesaksian dari ahli medis pada setiap persidangan kasus pembunuhan, keracunan, luka,
gantung diri, tenggelam pembunuhan terhadap bayi, aborsi dan setiap keadaan yang
disertai perlukaan pada manusia. Dari hasil itu semua negara-negara lainnya mulai
mempermasalahkan penilaian hukum yang masih dipengaruhi oleh tahayul seperti
Trial by Ordeal ( salah atau tidak bersalah ditentukan dengan cara menjalankan
siksaan, jika tidak terluka atau luka yang ada cepat sembuh dinyatakan tidak bersalah ).
Terjadilah perubahan undang-undang, khususnya di prancis. Dan isi dari
medikolegal diterbitkan di seluruh eropa. Buku yang perlu mendapatkan perhatian
khusus adalah buku dari Ambroise Pare (1575) yang membahas masalah
monstrous birth ,sakit palsu, dan metode-metode yang dipakai dalam menyiapkan
laporan medikolegal. Pada tahun 1602 informasi medikolegal semakin bertambah
hingga penerbit Fortunato Fidele menerbitkannya menjadi empat buah volume.
Bahkan sekitar tahun 1621 atau 1635 dokter pribadi dari Pauspaulus, Paul Zacchia
berkontribusi menambahkan pembahasan mengenai kematian sewaktu persalinan,
pemalsuan penyakit, kemiripan anak dan orang tuanya, keajaiban,
keperawanan,pemerkosaan, umur,impotensi, tahayul, moles pada seri Questiones

Medico Legales yang semakin bertambah. Karena keterbatasan pengetahuan


mengenai anatomi dan fisiologi tubuh,buku ini kurang akurat walaupun demikian buku
ini dipakai sebagai sumber yang cukup berpengaruh diri keputusan medikolegal yang
berlaku pada saat itu.
Pada tahun 1650 Michaelis memberikan kuliah pertama mengenai hukum
kedokteran di Leipzig, pengajar yang menggantikannya menyusun De Officio
Medici Duplici Clinici Mimirum acForensis yang diterbitkan pada tahun 1704
diikuti textbook selanjutnya Corpus Juris Medico-Legal yang ditulis oleh valenti pada
tahun 1722. German secara signifikan menstimulasi penyebaran ilmu kedokteran
forensik, namun setelah terjadinya revolusi prancis sistem pendidikan kedokteran
prancis dan pengangkatan ahli medis, secara nyata memajukan parameter bidang ini.
Namun harus diingat juga bahwa witch mania yang berasal dari tahun 1484
yang dimulai oleh papal edict masih dianut secara luas sepanjang abad 18. Dengan
persetujuan dari komunitas medikolegal, ribuan orang yang dianggap sebagai penyihir
dipancung dan dibakar hidup-hidup.Walaupun hukum ini telah dihapuskan oleh inggris
pada tahun 1736, mereka yang dicurigai sebagai penyihir dihakimi dan dibunuh oleh
massa hingga akhir tahun 1760. Dan perlu diketahui juga bahwa prancis juga
pernah mengadakan pengadilan untuk penyihir pada tahun 1818, dan
dijelaskan dengan sangat akurat pada Chaille.
Namun di inggris hukum kedokteran terus mengalami kemajuan yang
menghasilkan dasar-dasar dari informasi secara mendalam yang kita pakai hingga
sekarang ini. Di inggris pada tahun 1788 diterbitkan buku medikolegal pertama yang
cukup dikenal. Sepanjang tahun itu Profesor Andrew Duncan dari Edinburg
memberikan instruksi yang sistematis mengenai hukum kedokteran pada setiap
universitas yang berbahasa inggris. Sebagai tanda penghargaan dari kerajaan diberikan
Regius Chair yang pertama kali pada ilmu kedokteran forensik yang didirikan pada
tahun 1807. Delapan tahun kemudian undang-undang pemeriksaan mayat menjelaskan
tugas-tugas dan dasar hukum dari pemeriksa mayat (Coroner) terus berkembang, yang
termasuk kewajibannya adalah:
1.
Menginvestigasi pada setiap kasus kematian mendadak,kematian akibat
kekerasan, dankematian yang yidak wajar.
2.
Menginvestigasi kematian yang terjadi pada tahanan. Dan juga ditetapkan
adanya kualifikasi minimum yang harus dipunyai untuk menjadi pemeriksa
mayat dan secara sangat hati-hati hal ini diuraikan pada hukum kedokteran
dalam masalah kriminal.
Tidak sampai tahun 1953 perundang-undangan sipil pemeriksa mayat telah
dijelaskan.koloni Amerika awal, membawa sistem pemeriksa jenazah secara utuh ke
Amerika. Di amerikaprofesi ini diangkat atas dasar politik. Dan hampir semuanya
kurang mendapat pelatihan medis, menyebabkan penentuan sebab kematian hanya
berdasarkan opini personal.
Pada tahun 1877 masalah ini memicu Massachuset untuk mengganti semua
pemeriksa jenazah. Dan dengan cepat diikuti oleh New york yang mendirikan pelatihan
untuk melatih profesi ini agar menghasilkanpemeriksa jenazah yang ahli dan berkualitas
sehingga dapat memecahkan misteri dibalik kematian akibat kekerasan yang semakin
bertambah dari tahun ke tahun sejalan denganmeningkatnya populasi manusia.
Pemeriksa jenazah diberikan kekuasaan untuk memberikan perintah otopsi. Selama
akhir pertengahan abad ke dua puluh, ilmu kedokteran forensik semakin

mengalamipeningkatan. Dengan adanya perbaikan di bidang teknologi dan ilmu


pengetahuan yang menyediakan bahan baru dan dasar kerja untuk perkembangan
yurisprudensi. Program pengajaran medikolegal sekarang sudah terdapat pada banyak
universitas, sekolah kedokterandan sekolah hukum. Program ini secara sederhana
menjadi dasar dasar teori. dan forum pembahasannya harus berasal dari akademi
sampai ke ahli di di bidang ini. Forensik biasanya selalu dikaitkan dengan tindak pin ada
(tindak melawan hukum).
Dalam buku-buku ilmu forensik pada umumnya ilmu forensik diartikan sebagai
penerapan danpemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan penegakan
hukum dan keadilan. Dalam penyidikan suatu kasus kejahatan, observasi terhadap bukti
fisik dan interpretasi dari hasilanalisis (pengujian) barang bukti merupakan alat utama
dalam penyidikan tersebut. Tercatat pertama kali pada abad ke 19 di Perancis Josep
Bonaventura Orfila pada suatu pengadilan dengan percobaan keracunan pada hewan
dan dengan buku toksikologinya dapatmeyakinkan hakim, sehingga menghilangkan
anggapan bahwa kematian akibat keracunandisebabkan oleh mistik.Pada pertengahan
abad ke 19, pertama kali ilmu kimia, mikroskopi, dan fotografi dimanfaatkan dalam
penyidikan kasus kriminal (Eckert, 1980). Revolusi ini merupakangambaran
tanggungjawab dari petugas penyidik dalam penegakan hukum.
Alphonse Bertillon (1853-1914) adalah seorang ilmuwan yang pertamakali
secarasistematis meneliti ukuran tubuh manusia sebagai parameter dalam personal
indentifikasi.Sampai awal 1900-an metode dari Bertillon sangat ampuh digunakan
pada personal indentifikasi. Bertillon dikenal sebagai bapak identifikasi kriminal
(criminal identification).
Francis Galton (1822-1911) pertama kali meneliti sidik jari dan mengembangkan
metodeklasifikasi dari sidik jari. Hasil penelitiannya sekarang ini digunakan sebagai
metode dasar dalampersonal identifikasi.
Leone Lattes (1887-1954) , seorang profesor di institut kedokteran forensik di
UniversitasTurin, Itali. Dalam investigasi dan identifikasi bercak darah yang
mengering a dried bloodstain , Lattes menggolongkan darah ke dalam 4
klasifikasi, yaitu A, B, AB, dan O. Dasarklasifikasi ini masih kita kenal dan
dimanfaatkan secara luas sampai sekarang.Dalam perkembangan selanjutnya semakin
banyak bidang ilmu yang dilibatkan ataudimanfaatkan dalam penyidikan suatu kasus
kriminal untuk kepentingan hukum dan keadilan.Ilmu pengetahuan tersebut sering
dikenal dengan Ilmu Forensik.
Saferstein dalam bukunya Criminalistics an Introduction n to Forensic
Science berpendapat bahwa ilmu forensik forensic science secara umum
adalah the application of science to law .Ilmu Forensik dikatagorikan ke
dalam ilmu pengetahuan alam dan dibangun berdasarkan metode ilmu alam. Dalam
padangan ilmu alam sesuatu sesuatu dianggap ilmiah hanya dan hanya jika
didasarkan pada fakta atau pengalaman (empirisme), kebenaran ilmiah
harus dapat dibuktikan oleh setiap orang melalui indranya (positivesme), analisis dan
hasilnya mampu dituangkan secara masuk akal, baik deduktif maupun induktif dalam
struktur bahasa tertentu yang mempunyai makna (logika) dan hasilnya dapat

dikomunikasikan ke masyarakat luas dengan tidak mudah atau tanpa tergoyahkan (kritik
ilmu) (Purwadianto 2000).
Dewasa ini dalam penyidikan suatu tindak kriminal merupakan suatu
keharusanmenerapkan pembuktian dan pemeriksaan bukti fisik secara ilmiah. Sehingga
diharapkan tujuan dari hukum acara pidana, yang menjadi landasan proses peradilan
pidana, dapat tercapai yaitumencari kebenaran materiil.
Tujuan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Kehakiman No.M.01.PW.07.03
tahun 1983 yaitu:
untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati
kebanaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari
sutau perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana
secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang
dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya
meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan
apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah
orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.
Adanya pembuktian ilmiah diharapkan polisi, jaksa, dan hakim tidaklah
mengandalkan pengakuan dari tersangka atau saksi hidup dalam penyidikan dan
menyelesaikan suatu perkara. Karena saksi hidup dapat berbohong atau disuruh
berbohong, maka dengan hanya berdasarkan keterangan saksi dimaksud, tidak dapat
dijamin tercapainya tujuan penegakan kebenaran dalamproses perkara pidana dimaksud.
Dalam pembuktian dan pemeriksaan secara ilmiah, kita mengenal istilah ilmu
forensik dan kriminologi.
Secara umum ilmu forensik dapat diartikan sebagai aplikasi atau pemanfaatan
ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan penegakan hukum dan
keadilan Ilmu kedokteran forensik adalah salah satu cabang spesialistik ilmu
kedokteran yangmemanfaatkan ilmu kedokteran untuk membantu penegakan hukum
dan pemecahan masalah masalah di bidang hukum. Memang pada mulanya ilmu
kedokteran forensik hanya diperuntukan bagi kepentingan peradilan, namun dalam
perkembangannya juga dimanfaatkan dibidang bidang yang bukan untuk peradilan.
Ruang lingkup kedokteran forensik berkembang dari waktu ke waktu. Dari semula
hanyapada kematian korban kejahatan, kematian tak diharapkan/ tak diduga, mayat tak
dikenal, hinggapara korban kejahatan yang masih hidup, atau bahkan kerangka, jaringan,
dan bahan biologisyang diduga berasal dari manusia. Jenis perkaranya pun meluas dari
pembunuhan,penganiayaan, kejahatan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, child
abuse and neglect, perselisihan pada perceraian, anak yang mencari ayah (paternity
testing), hingga kepelangggaran hak asasi manusia.
Apabila Ilmu Kedokteran Forensik yang digunakan utuk menangani korban mati
disebut sebagai patologi forensik, maka yang menangani korban hidup ataupun
tersangka pelaku disebut sebagai kedokteran forensik klinik (clinical forensic
medicine, atau di beberapa negara disebut police surgeon). Korban tindak pidana
dapat juga berupa korban luka luka, korban keracunan, ataukorban kejahatan seksual.
Dalam penanganan medis korban korban tersebut mungkin saja akan melibatkan
berbagai dokter dengan keahlian klinis lain, seperti dokter bedah, dokter kebidanan,
dokter penyakit dalam, dokter anak, dokter saraf, dan lain lain

Seperti dikutip dari makalah berjudul "Kedokteran Forensik, Ilmu dan


Profesi" , Jumat (27/9/2013) Prof. dr. Budi Sampurna, DFM., S.H.,
Sp.F(K), SpKP dari Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Universitas Indonesia menyebutkan, ilmu kedokteran forensik adalah salah
satu cabang spesialistik ilmu kedokteran yang memanfaatkan ilmu
kedokteran untuk membantu penegakan hukum, keadlan dan memecahkan
masalah-masalah di bidang hukum.
ilmu yang menunjang ilmu forensik adalah ilmu kedokteran, farmasi,
kimia, biologi, fisika, dan psikologi. Sementara kriminalistik adalah
cabang dari ilmu forensik. Cabang ilmu forensik sendiri antara lain
kedokteran forensik, toksikologi forensik, odontologi forensik, psikiatri
forensik, entomologi frensik, antrofologi forenik, balistik forensik,
fotografi forensik, dan serologi/biologi molekuler forensik. Biologi
molekuler forensik lebih dikenal dengan DNA forensik.
Dalam perkembangannya,bidang kedokteran forensik tidak hanya
berhadapan dengan mayat atau bedah mayat, tetapi juga berhubungan
dengan orang hidup. Dalam hal ini peran kedokteran forensik meliputi:
1. Otopsi medikolegal dalam pemeriksaan mengenai sebab-sebab
kematian, apakah mati wajar atau tidak wajar. Penyidikan ini
juga bertujuan mencari apa yang sebenarnya terjadi dari satu
kasus.
2. Identifikasi mayat
3. Meneliti kapan kematian itu berlangsung "time of death"
4. Penyidikan pada tindak kekerasan seperti kekerasan seksual,
kekerasan terhadap anak di bawah umur, kekerasan dalam
rumah tangga
5. Pelayanan penelusuran keturunan
6. Dan di negara maju kedokteran forensik juga mengkhususkan
dirinya pada bidang kecelakaan lalu lintas akibat pengaruh obatobatan "driving under drugs influence". Bidang ini di Jerman
dikenal dengan "Verkehrsmedizin". Dalam praktiknya,
kedokteran forensik tidak dapat dipisahkan dengan bidang ilmu
lainnya seperti toksikologi forensik, serologi/biologi molekuler
forensik, odontologi forensk dan juga bidang ilmu lain.

II.

Identifikasi dalam Ilmu Forensik Kedokteran


Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan
membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang.
Identifikasi personal sering merupakan suatu masalah dalam kasus pidana
maupun perdata.
Menentukan identitas personal dengan tepat amat penting dalam penyidikan
karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan.
Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi : terutama pada
jenazah tidak dikenal, jenazah yang rusak , membusuk, hangus terbakar dan
kecelakaan masal, bencana alam, huru hara yang mengakibatkan banyak
korban meninggal, serta potongan tubuh manusia atau kerangka.
Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus lain seperti
penculikan anak, bayi tertukar, atau diragukan orangtua nya.Identitas
seseorang yang dipastikan bila paling sedikit dua metode yang digunakan
memberikan hasil positif (tidak meragukan).

IDENTIFIKASI Dalam Ilmu FORENSIK meliputi:


a.

Pemeriksaan sidik jari


Metode ini membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari
antemortem.Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan
yang diakui paling tinggi ketepatan nya untuk menentukan identitas
seseorang.
Dengan demikian harus dilakukan penanganan yang sebaik-baiknya terhadap
jari tangan jenazah untuk pemeriksaan sidik jari, misalnya dengan melakukan
pembungkusan kedua tangan jenazah dengan kantong plastik.

b.

Metode Visual
Metode ini dilakukan dengan memperlihatkan jenazah pada orang-orang
yang merasa kehilangan anggota keluarga atau temannya.Cara ini hanya
efektif pada jenazah yang belum membusuk, sehingga masih mungkin
dikenali wajah dan bentuk tubuhnya oleh lebih dari satu orang.Hal ini perlu
diperhatikan mengingat adanya kemungkinan faktor emosi yang turut
berperan untuk membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah
tersebut.

c.

Pemeriksan Dokumen
Dokumen seperti kartu identitas (KTP, SIM, Paspor) dan sejenisnya yang
kebetulan ditemukan dalam dalam saku pakaian yang dikenakan akan sangat
membantu mengenali jenazah tersebut.Perlu diingat pada kecelakaan masal,
dokumen yang terdapat dalam tas atau dompet yang berada dekat jenazah
belum tentu adalah milik jenazah yang bersangkutan.

d.

Pemeriksaan Pakaian dan Perhiasan


Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah, mungkin dapat
diketahui merek atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge
yang semuanya dapat membantu proses identifikasi walaupun telah terjadi
pembusukan pada jenazah tersebut.Khusus anggota ABRI, identifikasi
dipemudah oleh adanya nama serta NRP yang tertera pada kalung logam
yang dipakainya.

e.

Identifikasi Medik
Metode ini menggunakan data umum dan data khusus.Data umum meliputi
tinggi badan, berat badan, rambut, mata, hidung, gigi dan sejenisnya.Data
khusus meliputi tatto, tahi lalat, jaringan parut, cacat kongenital, patah tulang
dan sejenisnya.
Metode ini mempunyai nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang ahli
dengan menggunakan berbagai cara/modifikasi (termasuk pemeriksaan
dengan sinar-X) sehingga ketepatan nya cukup tingi.Bahkan pada
tengkorak/kerangka pun masih dapat dilakukan metode identifikasi ini.
Melalui metode ini diperoleh data tentang jenis kelamin, ras, prkiraan umur
dan tingi badan, kelainan pada tulang dan sebagainya.

f.

Pemeriksaan Pencatatan Gigi


Pemeriksaan ini meliputi data gigi (Odontogram) dan rahang yang dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X dan
pencetakan gigi dan rahang.Odontogram memuat data tentang jumlah,bentuk,
susunan, tambalan, protesa gigi dan sebagainya.
Seperti hal nya dengan sidik jari, maka setiap individu memiliki susunan gigi
yang khas.Dengan demikian dapat dilakukan indentifikasi dengan cara
membandingkan data temuan dengan data pembanding antemortem.

g.

Pemeriksaan Serologik
Pemeriksaan serologik betujuan untuk menentukan golongan darah
jenazah.Penentuan golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat
dilakukan dengan memeriksa rambut, kuku dan tulang.
Saat ini telah dapat dilakukan pemeriksaan sidik DNA yang akurasi nya
sangat tinggi.

h.

Metode Eksklusi untuk korban massal seperti bencana alam atau


kecelakaan massal

i.
j.
k.
l.

Identifikasi Potongan Tubuh Manusia (Kasus Mutilasi)


Identifikasi Kerangka
Pemeriksaan Anatomik
Penentuan Ras

Cara penentuan jenis kelamin


1. Melalui Identifikasi Medik
Metode ini menggunakan data umum dan data khusus.Data umum meliputi
tinggi badan, berat badan, rambut, mata, hidung, gigi dan sejenisnya.Data
khusus meliputi tatto, tahi lalat, jaringan parut, cacat kongenital, patah tulang
dan sejenisnya.
Metode ini mempunyai nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang ahli
dengan menggunakan berbagai cara/modifikasi (termasuk pemeriksaan dengan
sinar-X) sehingga ketepatan nya cukup tingi.Bahkan pada tengkorak/kerangka
pun masih dapat dilakukan metode identifikasi ini.
Melalui metode ini diperoleh data tentang jenis kelamin, ras, prkiraan
umur dan tingi badan, kelainan pada tulang dan sebagainya.
2. Melalui Pemeriksaan makroskopik dan harus diperkuat dengan
pemeriksaan mikroskopik
Untuk kasus krimialitas yang sulit diidentifikasi seperti Korban mutilasi, maka
Penentuan jenis kelamin ditentukan dengan pemeriksaan makroskopik dan
harus diperkuat dengan pemeriksaan mikroskopik yang bertujuan
menemukan kromatin seks wanita, seperti Drumstick pada leukosit dan badan
Barr pada sel epitel serta jaringan otot.
3. Pemeriksaan Tengkorak dan Ras
Dengan pemeriksaan inijuga, jenis kelamin dapat ditentukan berdasarkan
pemeriksaan tulang panggul, tulang tengkorak, sternum, tulang panjang serta
skapula dan metakarpal.

4.

Tanda-Tanda Kematian
Merupakan tanda-tanda Perubahan pada tubuh setelah kematian. Perubahan
pada tubuh mayat adalah dengan melihat Tanda Kematian pada tubuh
tersebut. Perubahan dapat terjadi dini pada saat meninggal atau beberapa menit
kemudian, misalnya:
Kerja jantung dan peredaran darah terhenti,
Pernapasan berhenti,
Refleks cahaya dan kornea mata hilang,
Kulit pucat,
Terjadi relaksasi otot.
Tanda pasti kematian
Setelah beberapa waktu timbul perubahan paska mati yang jelas, sehingga
memungkinkan diagnosa kematian menjadi lebih pasti.
Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai tanda pasti kematian berupa:

1) Lebam mayat / Livor Mortis(hipostatis/lividitas paska


mati)
2) Kaku mayat (rigor mortis)
3) Penurunan suhu tubuh
4) Pembusukan
5) Mummifikasi
6) Adiposera
5.

Jenis-Jenis kematian

Tanatologi
Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian)
dan logos (ilmu).
Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kematian dan perubahan
yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan
tersebut.
Beberapa istilah tentang Jenis-jenis kematian (Dalam tanatologi dikenal
beberapa istilah berikut):
Mati somatis (MATI KLINIS)
Mati suri
Mati seluler (MOLEKULER)
Mati serebral
Mati otak (batang otak)
A. Mati somatis
Terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan secara
menetap (ireversibel)., yaitu
1. susunan saraf pusat,
2. sistem kardiovaskuler dan
3. sistem pernapasan .
4. Secara klinis tidak ditemukan refleks-refleks,
5. EEG mendatar,
6. nadi tidak teraba,
7. denyut jantung tidak terdengar,
8. tidak ada gerakan pernapasan dan
9. suara pernapasan tidak terdengar pada auskultasi.
B. Mati suri
Mati suri (near-death experience (NDE), suspend animation, apparent
death) adalah terhentinya ketiga sistem penunjang kehidupan yang
ditentukan oleh alat kedokteran sederhana.Dengan alat kedokteran yang
canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih
berfungsi.Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur,
tersengat aliran listrik dan tenggelam.

C. Mati seluler (mati molekuler)


Adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat
setelah kematian somatis.
Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda,
sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak
bersamaan.Pengertian ini penting dalam transplantasi organ.
Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa susunan saraf pusat
mengalami mati seluler dalam empat menit, otot masih dapat dirangsang
(listrik) sampai kira-kira dua jam paska mati dan mengalami mati seluler
setelah empat jam, dilatasi pupil masih terjadi pada pemberian adrenalin
0,1 persen atau penyuntikan sulfas atropin 1 persen kedalam kamera okuli
anterior, pemberian pilokarpin 1 persen atau fisostigmin 0,5 persen akan
mengakibatkan miosis hingga 20 jam paska mati.
Kulit masih dapat berkeringat sampai lebih dari 8 jam paska mati dengan
cara menyuntikkan subkutan pilokarpin 2 persen atau asetil kolin 20
persen, spermatozoa masih dapat bertahan hidup beberapa hari dalam
epididimis, kornea masih dapat ditransplantasikan dan darah masih dapat
dipakai untuk transfusi sampai enam jam pasca-mati.
D. Mati serebral
Adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel, kecuali batang
otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem
pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat.
E. Mati otak (batang otak)
Adalah bila terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang
ireversibel, termasuk batang otak dan serebelum.Dengan diketahuinya
mati otak (mati batang otak), maka dapat dikatakan seseorang secara
keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat
dihentikan.

6.

Penyebab dan cara kematian


Cara kematian adalah macam kejadian yang bertanggung jawab terhadap
kematian
Cara Kematian :
1.
Keamatian Wajar : karena penyakit
2.
Tidak wajar : pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan, tenggelam
PENYEBAB Kematian
Penyebab kematian dapat disebabkan oleh penyakit atau cedera/luka yang
bertanggung jawab terhadap timbulnya kematian
Sebab kematian :
1. Penyakit : gangguan SCV, SSP, respirasi, GIT, urogenital
2. Trauma

a.Mekanik :
- tajam : iris, tusuk, bacok
- tumpul : memar, lecet, robek, patah
- senjata api (balistik)
- bahan peledak/bom
b.kimiawi :
asam
basa
intoksikasi (keracunan)
Untuk kasus kriminal maka cara penentuan sebab dan cara kematian
ditentukan dengan Pemeriksaan OTOPSI sesuai dengan Otopsi
Otopsi (juga dikenal pemeriksaan kematian atau nekropsi) adalah
investigasi medis jenazah untuk memeriksa sebab kematian. Kata otopsi
berasal dari bahasa Yunani yang berarti lihat dengan mata sendiri.
Nekropsi berasal dari bahasa Yunani yang berarti melihat mayat.
Ada 2 jenis otopsi:

Forensik: Ini dilakukan untuk tujuan medis legal dan yang banyak
dilihat dalam televisi atau berita.
Klinikal: Cara ini biasanya dilakukan di rumah sakit untuk
menentukan penyebab kematian untuk tujuan riset dan pelajaran.

7. Perkiraan Waktu kematian korban


Perkiraan waktu kematian korban tergantung kepada Faktor-faktor yang
digunakan untuk menentukan saat terjadinya kematian, yaitu :
1. Livor mortis (lebam jenazah)
2. Rigor mortis (kaku jenazah)
3. Body temperature (suhu badan)
4. Degree of decomposition (derajat pembusukan)
5. Stomach Content (isi lambung)
6. Insect activity (aktivitas serangga)
7. Scene markers (tanda-tanda yang ditemukan pada sekitar tempat kejadian)
1. Livor mortis (lebam jenazah)
Livor mortis atau lebam mayat terjadi akibat pengendapan eritrosit sesudah
kematian akibat berhentinya sirkulasi dan adanya gravitasi bumi . Eritrosit
akan menempati bagian terbawah badan dan terjadi pada bagian yang bebas
dari tekanan. Muncul pada menit ke-30 sampai dengan 2 jam. Intensitas
lebam jenazah meningkat dan menetap 8-12 jam.
Lebam jenazah normal berwarna merah keunguan. Tetapi pada
keracunan sianaida (CN) dan karbon monoksida (CO) akan berwarna
merah cerah (cherry red).

2. Rigor mortis (kaku jenazah)


Rigor mortis atau kaku jenazah terjadi akibat hilangnya ATP. ATP
digunakan untuk memisahkan ikatan aktin dan myosin sehingga terjadi
relaksasi otot. Namun karena pada saat kematian terjadi penurunan
cadangan ATP maka ikatan antara aktin dan myosin akan menetap
(menggumpal) dan terjadilah kekakuan jenazah. Rigor mortis akan mulai
muncul 2 jam postmortem semakin bertambah hingga mencapai maksimal
pada 12 jam postmortem. Kemudian setelah itu akan berangsur-angsur
menghilang sesuai dengan kemunculannya. Pada 12 jam setelah kekakuan
maksimal (24 jam postmortem) kaku jenazah sudah tidak ada lagi. Faktorfaktor yang mempengaruhi terjadinya kaku jenazah adalah suhu tubuh,
volume otot dan suhu lingkungan. Makin tinggi suhu tubuh makin cepat
terjadi kaku jenazah. Rigor mortis diperiksa dengan cara menggerakkan
sendi fleksi dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh.
Hal-hal yang perlu dibedakan dengan rigor mortis atau kaku jenazah
adalah:
1. Cadaveric Spasmus, yaitu kekakuan otot yang terjadi pada saat
kematian dan menetap sesudah kematian akibat hilangnya ATP lokal
saat mati karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum mati.
2. Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein karena
panas sehingga serabut otot memendek dan terjadi flexi sendi. Misalnya
pada mayat yang tersimpan dalam ruangan dengan pemanas ruangan
dalam waktu yang lama.
3. Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan yang dingin
sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh dan pemadatan jaringan lemak
subkutan sampai otot.

3. Body temperature (suhu badan)


Pada saat sesudah mati, terjadi karena adanya proses pemindahan panas dari
badan ke benda-benda di sekitar yang lebih dingin secara radiasi, konduksi,
evaporasi dan konveksi. Penurunan suhu badan dipengaruhi oleh suhu
lingkungan, konstitusi tubuh dan pakaian. Bila suhu lingkugan rendah,
badannya kurus dan pakaiannya tipis maka suhu badan akan menurun lebih
cepat. Lama kelamaan suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan.
Perkiraan saat kematian dapat dihitung dari pengukuran suhu jenazah
perrektal (Rectal Temperature/RT). Saat kematian (dalam jam) dapat
dihitung rumus PMI (Post Mortem Interval) berikut.
Formula untuk suhu dalam o Celcius
PMI = 37 o C-RT o C +3

Formula untuk suhu dalam o Fahrenheit


PMI = 98,6 o F-RT o F
1,5
4. Degree of decomposition (derajat pembusukan)
Pembusukan jenazah terjadi akibat proses degradasi jaringan karena
autolisis dan kerja bakteri. Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa
warna kehijauan dimulai dari daerah sekum menyebar ke seluruh dinding
perut dan berbau busuk karena terbentuk gas seperti HCN, H2S dan
lainlain. Gas yang terjadi menyebabkan pembengkakan. Akibat proses
pembusukan rambut mudah dicabut, wajah membengkak, bola mata
melotot, kelopak mata membengkak dan lidah terjulur. Pembusukan lebih
mudah terjadi pada udara terbuka suhu lingkungan yang hangat/panas dan
kelembaban tinggi. Bila penyebab kematiannya adalah penyakit infeksi
maka pembusukan berlangsung lebih cepat.
5. Stomach Content (isi lambung)
Pengosongan lambung dapat dijadikan salah satu petunjuk mengenai saat
kematian. Karena makanan tertentu akan membutuhkan waktu spesifik
untuk dicerna dan dikosongkan dari lambung. Misalnya sandwich akan
dicerna dalam waktu 1 jam sedangkan makan besar membtuhkan waktu 3
sampai 5 jam untuk dicerna.
6. Insect activity (aktivitas serangga)
Aktivitas serangga juga dapat digunakan untuk memperkirakan saat
kematian yaitu dengan menentukan umur serangga yang biasa ditemukan
pada jenazah. Necrophagus species akan memakan jaringan tubuh jenazah.
Sedangkan predator dan parasit akan memakan serangga Necrophagus.
Omnivorus species akan memakan keduanya baik jaringan tubuh maupun
serangga. Telur lalat biasanya akan mulai ditemukan pada jenazah sesudah
1-2 hari postmortem. Larva ditemukan pada 6-10 hari postmortem.
Sedangkan larva dewasa yang akan berubah menjadi pupa ditemukan pada
12-18 hari.
7. Scene markers (tanda-tanda yang ditemukan pada sekitar tempat
kejadian)
Proses-Proses Spesifik Lainnya pada Jenazah Karena Kondisi Khusus
Mummifikasi
Mummifikasi terjadi pada suhu panas dan kering sehingga tubuh akan
terdehidrasi dengan cepat. Mummifikasi terjadi pada 12-14 minggu.
Jaringan akan berubah menjadi keras, kering, warna coklat gelap, berkeriput
dan tidak membusuk.

Adipocere
Adipocere adalah proses terbentuknya bahan yang berwarna keputihan,
lunak dan berminyak yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh
postmortem. Lemak akan terhidrolisis menjadi asam lemak bebas karena
kerja lipase endogen dan enzim bakteri.
Faktor yang mempermudah terbentuknya adipocere adalah kelembaban dan
suhu panas. Pembentukan adipocere membutuhkan waktu beberapa
minggu sampai beberap bulan. Adipocere relatif resisten terhadap
pembusukan.
8. Pemeriksaan korban kriminalitas
Untuk kasus kriminal maka cara penentuan sebab dan cara kematian
ditentukan dengan Pemeriksaan AUTOPSI .
Pemeriksaan korban kriminalitas dilakukan sesuai tahapan identifikasi forensik
pada korban umumnya. Setelah diduga indikasi sebab dan cara kematiannya,
maka dilakukan dengan tahapan pemeriksaan uji Laboratorium Forensik
dengan pengambilan Sampel sesuai yang dibutuhkan baik saat di TKP maupun
saat AUTOPSI.
Dengan kemajuan Sain di bidang ilmu kedokteran, maka pemeriksaan Sidik
jari (fingerprint) dan DNA merupakan alat yang bisa menjadi alat pembuktian
yang sangat valid dan dapat mengungkapan kasus sulit dan sudah lama belum
dapat diungkapkan.
9.

Pengambilan Sampel
Pengambilan Sample untuk pemeriksaan laboratorium forensik ditujukan
untuk mengetahui PENYEBAB DAN CARA KEMATIANNYA baik untuk
kasus kematian wajar atau kematian tdk wajar termasuk kriminalitas.
Dari hasil pemeriksaan dan tahapan identifikasi forensik, maka dilakukan
pengambilan sample untuk memperkuat dugaan penyebab dan cara kematian
serta mekanisme kematian terhadap korban.
Hampir semua kasus kematian tidak wajar dilakukan pemeriksaan
laboratorium forensik sesuai aturan dan permohonan penyidik.
Adapaun Kasus2 Kriminalitas yang sering dilakukan pengambilan sample
untuk pemeriksaan laboratorium forensik nya meliputi :
1. Kasus Keracunan
Sample: darah,jaringan,organ
2. Kasus perkosaan
Sample :Cairan Semen.,Lendir vagina
3. Kasus KECELAKAAN LALU LINTAS karena pengaruh Alkohol atau
NARKOBA
Sample: Darah,Urin
4. Kasus Tenggelam
Sample: organ Paru-Paru atau organ lain
5.Kasus Pembunuhan

Sample : hampir semua,termasuk bila akan dilakukan pemeriksaan


DNA untuk kasus kriminalitas yg sulit dibuktikan.
6. Dan lain sebagainya.
PENGAMBILAN SAMPEL DILAKUKAN DI TKP dan ATAU SAAT
AUTOPSI untuk diperiksa lebih lanjut di laboratorium Forensik.
JENIS SAMPEL :
a. SIDIK JARI
b. CAIRAN TUBUH :DARAH, AIR LIUR, CAIRAN
LAMBUNG,VAGINA,SPERMA,DLL
c. JARINGAN TUBUH :kuku,rambut, dsb
d. Sample bagian ORGAN TUBUH :
JANTUNG,OTAK,GINJAL,LIVER, PARU-PARU
Dari sample darah bisa dilakukan pemeriksaan DNA,Pemeriksaan Darah dan
Gol darah.
Bahan sample darah juga diperiksakan di laboratorium forensik untuk
mengetahui penyebab dan jenis racun dalam kasus keracunan, juga dapat
mengetahui penyebab kecelakaan lalu lintas karena pengaruh alkohol dan Obat
NARKOBA Lainnya.
Bahan/sample DNA diambil dari hampir seluruh tubuh terutama sample diatas.

Contoh PEMERIKSAAN LABORATORIUM FORENSIK:


1. Pemeriksaan Kasus Keracunan CO
Sample: darah
a. Uji Alkali Dilusi/Resistensi Alkali
Tujuan: mengetahui kadar CO dalam darah secara semikuantitatif.
Cara pemeriksaan:
Ambil 2 tabung reaksi.
Masukkan 1-2 tetes darah korban ke dalam tabung pertama dan 1-2
tetes darah normal ke dalam tabung kedua (sebagai kontrol negatif).
Tambahkan 10 ml air ke dalam masing-masing tabung hingga warna
merah dapat diamati dengan jelas. Darah pada tabung yang
mengandung CO akan tampak merah jernih sedang darah kontrol
berwarna merah keruh.
Tambahkan 5 tetes larutan NaOH 10-20% pada masing-masing
tabung kemudian dikocok.
Hasil. Darah kontrol akan segera berubah warnanya menjadi merah
hijau kecoklatan karena terbentuk hematin alkali. Sedangkan darah yang
mengandung COHb tidak berubah segera (tergantung konsentrasi
COHb) karena lebih resisten terhadap alkali. COHb dengan kadar
saturasi 20% akan memberi warna merah muda selama beberapa detik

kemudian menjadi coklat kehijauan setelah 1 menit. Sebagai kontrol


jangan digunakan darah fetus karena darah fetus juga bersifat resisten
terhadap alkali.
b. Uji Formalin
Tujuan: mengetahui kadar COHb secara semikuantitatif
Cara pemeriksaan:
Ambil beberapa tetes darah yang akan diperiksa, masukkan dalam
tabung reaksi tambatikan beberapa tetes larutan formalin 40% sama
banyaknya
Hasil. Bila darah mengandung COHb 25% saturasi maka akan
terbentuk koagulat berwarna merah yang mengendap pada dasar tabung
reaksi. Semakin tinggi kadar COHb, semakin merah warna
koagulatnya. Sedangkan pada darah normal akan terbentuk koagulat
yang berwarna coklat.
2. Pemeriksaan Cairan Mani (Semen)
Sample: CAIRAN MANI (Semen) dan Lendir Vagina
Pemeriksaan cairan mani dapat digunakan untuk membuktikan:
1. Adanya persetubuhan melalui penentuan adanya cairan mani dalam
labia minor atau vagina yang diambil dari forniks posterior.
2. Adanya ejakulasi pada persetubuhan atau perbuatan cabul melalui
penentuan adanya cairan mani pada pakaian, seprai, kertas tissue,
dsb.
Pemeriksaan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Penentuan spermatozoa (mikroskopis)
a. Tanpa pewarnaan untuk melihat motilitas spematozoa yang
paling bermakna untuk memperkirakan saat terjadinya
persetubuhan.
Cara pemeriksaan:
Letakkan satu tetes lendir vagina pada kaca obyek
Lihat dengan pembesaran 500 kali dengan kondensor diturunkan
Perhatikan pergerakan spermatozoa
Umumnya disepakati dalam 2-3 jam setelah persetubuhan masih dapat
ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam vagina. Haid akan
memperpanjang waktu ini menjadi 3-4 jam. Berdasarkan beberapa
penelitian, dapat disimpulkan bahwa spermatozoa masih dapat
ditemukan 3 hari, kadang-kadang sampai 6 hari pascapersetubuhan.
Pada orang mati, spermatozoa masih dapat ditemukan hingga 2 minggu
pasca persetubuhan, bahkan mungkin lebih lama lagi.
Bila spermatozoa tidak ditemukan, belum tentu dalam vagina tidak ada
ejakulat karena kemungkinan azoosperma atau pascavasektomi. Bila hal
ini terjadi, maka perlu dilakukan penentuan cairan mani dalam cairan
vagina.

b. Dengan pewarnaan
Cara pemeriksaan:
Buat sediaan apus
Fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada nyala
api
Pulas dengan HE, biru metilen, atau hijau malakit.
Cara pewarnaan yang mudah dan baik untuk kepentingan forensik adalah
pulasan dengan hijau malakit dengan prosedur sebagian berikut:
Warnai dengan larutan hijau malakit 1% selama 10 15 menit
Cuci dengan air mengalir
Lakukan pulas ulang dengan larutan Eosin Yellowish 1% selama 1
menit
Cuci lagi dengan air
Keuntungan dengan pulasan ini adalah inti sel epitel dan leukosit tidak
terdiferensiasi, sel epitel berwarna merah muda merata dan leukosit tidak
terwamai. Kepala spermatozoa tampak merah dan lehernya merah muda,
ekornya berwarna hijau.
2. Penentuan cairan mani (kimiawi)
a. Reaksi fosfatase asam merupakan tes penyaring adanya cairan mani
sehingga harus selalu dilakukan pada setiap sampel yang diduga cairan
mani sebelum dilakukan pemeriksaan lain.
Dasar reaksi. Adanya enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi yang
dihasilkan oleh kelenjar prostat.
Prinsip. Enzim fosfatase asam menghidrolisis natrium alfa naftil fosfat.
Alfa naftil yang telah dibebaskan akan bereaksi dengan brentamin
menghasilkan zat warna azo yang berwarma biru ungu.
Reagen:
Larutan A:
Brentamin Fast Blue B 1 g ( 1 )
Natrium asetat trihidrat 20 g (2)
Asam asetat glasial 10 ml (3)
Akuades 100 ml (4)
(2) dan (3) dilarutkan dalam (4) untuk menghasilkan larutan penyangga
dengan pH 5, kemudian (1) dilarutkan dalam larutan penyangga tersebut
Larutan B:
Natrium alfa naftil fosfat 800 mg + Akuades 10 ml
89 ml Larutan A ditambah 1 ml larutan B, lalu disaring cepat ke dalam
botol yang berwarna gelap. Jika disimpan di lemari es, reagen ini dapat
bertahan bermingguminggu dan adanya endapan tidak akan mengganggu
reaksi.
Cara pemeriksaan:

Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring yang terlebih


dahulu dibasahi dengan akuades selama beberapa menit
Kertas saring diangkat dan disemprot/diteteskan dengan reagen
Tentukan waktu reaksi dari saat penyemprotan sampai timbul warna
ungu
Tes ini tidak spesifik, hasil positif semu dapat terjadi pada feses, air
teh, kontrasepsi, sari buah, dan tumbuh-tumbuhan.

Hasil:

Bercak yang tidak mengandung enzim fosfatase memberikan warna


serentak dengan intensitas tetap, sedangkan bercak yang
mengandung enzim tersebut memberikan intensitas warna secara
berangsur-angsur
Waktu reaksi 30 detik merupakan indikasi kuat adanya cairan mani.
Bila 30-65 detik, masih perlu dikuatkan dengan pemeriksaan
elektroforesis. Waktu reaksi > 65 detik belum dapat menyatakan
sepenuhnya tidak terdapat cairan mani karena pernah ditemukan
waktu reaksi > 65 detik tetapi spermatozoa positif.
Enzim fosfatase asam yang terdapat di dalam vagina memberikan
waktu reaksi rata-rata 90-100 detik.
Kehamilan, adanya bakteri-bakteri dan jamur, dapat mempercepat
waktu reaksi.

b. Reaksi Florence dilakukan dan memberi manfaat bila terdapat


azoospermia atau cara lain untuk menentukan semen tidak dapat
dilakukan
Dasar. Menentukan adanya kolin.
Reagen (larutan lugol) yang dapat dibuat dari:
Kalium yodida 1,5 g
Yodium 2,5 g
Akuades 30 ml
Cara pemeriksaan:
Bercak diekstraksi dengan sedikit akuades
Ekstrak diletakkan pada kaca obyek, biarkan mengering
Tutup dengan kaca penutup
Reagen dialirkan dengan pipet di bawah kaca penutup
Hasil. Bila terdapat mani, tampak kristal kolin periodida coklat
berbentukjarum dengan ujung sering terbelah.
Tes ini tidak khas untuk cairan mani karena ekstrak jaringan berbagai
organ, putih telur, dan ekstrak serangga akan memberikan kristal serupa.
Sekret vagina kadang-kadang memberikan hasil positif. Sebaliknya, bila
cairan mani belum cukup berdegradasi, maka hasilnya mungkin negatif.

c. Reaksi Berberio
Dasar reaksi. Menentukan adanya spermin dalam semen.
Reagen. Larutan asam pikrat jenuh.
Cara pemeriksaan. Sama seperti pada reaksi Florence.
Hasil positif. Adanya kristal spermin pikrat kekuningan berbentuk jarum
dengan ujung tumpul. Kadang-kadang terdapat garis refraksi yang tertetak
longitudinal.
Kristal mungkin pula berbentuk ovoid.
Reaksi tersebut mempunyai arti bila mikroskopik tidak ditentukan
spermatozoa.
3. Penentuan golongan darah ABO pada cairan mani
Penentuan golongan darah ABO pada semen golongan sekretor dilakukan
dengan cara absorpsi inhibisi. Hanya golongan sekretor saja yang dapat
ditentukan golongan darah dalam semen.
Pada individu yang termasuk golongan sekretor (85% dari populasi), substansi
golongan darah dapat dideteksi dalam cairan tubuhnya seperti air liur, sekret
vagina, cairan mani, dan lain-lain. Substansi golongan darah dalam cairan
mani jauh lebih banyak dari pada air liur (2-100 kali).
Adanya substansi asing menunjukkan di dalam vagina wanita tersebut
terdapat cairan mani.
4. Pemeriksaan bercak mani pada pakaian
a. Secara visual
Bercak mani berbatas tegas dan warnanya lebih gelap daripada sekitarnya.
Bercak yang sudah agak tua berwarna kekuningan. Pada bahan
sutera/nilon, batas sering tidak jelas, tetapi selalu lebih gelap daripada
sekitarnya.
Pada tekstil yang tidak menyerap, bercak segar menunjukkan permukaan
mengkilat dan translusen kemudian mengering. Dalam waktu kira-kira 1
bulan akan berwarna kuning sampai coklat.
Pada tekstil yang menyerap, bercak segar tidak berwarna atau bertepi
kelabu yang berangsur menguning sampai coklat dalam waktu 1 bulan.
Di bawah sinar ultraviolet, bercak semen menunjukan fluoresensi putih.
Bercak pada sutera buatan atau nilon mungkin tidak berfluoresensi.
Fluoresensi terlihat jelas pada bercak mani pada bahan yang terbuat dari
serabut katun. Bahan makanan, urin, sekret vagina, dan serbuk deterjen
yang tersisa pada pakaian sering berfluorensensi juga.

b. Secara taktil (perabaan)


Bercak mani teraba kaku seperti kanji. Pada tekstil yang tidak menyerap,
bila tidak teraba kaku, masih dapat dikenali dari permukaan bercak yang
teraba kasar.
c. Skrining awal (dengan Reagen fosfatase asam)
Cara pemeriksaan:
Sehelai kertas saring yang telah dibasahi akuades ditempelkan pada
bercak yang dicurigai selama 5-10 menit
Keringkan lalu semprot/teteskan dengan reagen
Bila terlihat bercak ungu, kertas saring diletakkan kembali pada
pakaian sesuai dengan letaknya semula untuk mengetahui letak
bercak pada kain
d. Uji pewarnaan Baecchi
Reagen:
Asam fukhsin 1% 1 ml
Biru Metilen 1% 1 ml
Asam klorida 1% 40 ml
Cara pemeriksaan:
Gunting bercak yang dicurigai sebesar 5 mm x 5 mm pada bagian
pusat bercak
Pulas dengan reagen Baecchi selama 2-5 menit
Cuci dalam HCl 1%
Lakukan dehidrasi berturut-turut dalam alkohol 70%, 80%, dan 95100% (absolut)
Jernihkan dalam xylol (2x)
Keringkan di antara kertas saring
Ambil 1-2 helai benang dengan jarum
Letakkan pada gelas obyek dan uraikan sampai serabut-serabut
saling terpisah
Tutup dengan kaca penutup dan balsem Kanada
Periksa dengan mikroskop pembesaran 400x.
Hasil. Serabut pakaian tidak berwarna, spermatozoa dengan kepala
berwarna merah dan ekor berwarna merah muda terlihat banyak menempel
pada serabut benang.
III. Peran Kedokteran Forensik
Berbagai peristiwa yang terjadi ditanah air seperti kecelakaan pesawat,
pencurian organ, bom bunuh diri, mutilasi dan pemerkosaan seakan tidak
pernah lepas dari cabang ilmu kedokteran forensik. Ilmu kedokteran yang satu
ini dikenal juga sebagai ilmu kedokteran kehakiman.
Tugas dari kedokteran forensik adalah membantu proses peradilan pihak
yang berperkara khususnya hakim untuk membuat jelas jalannya perkara dan
supaya hakim bisa memutuskan lebih tepat, adil dan benar. Saat ini dikenal ada

dua mainstream ilmu kedokteran forensik yaitu patologi forensik


(pemeriksaan terhadap jenazah) dan forensik klinik (pemeriksaan orang
hidup).
Perbedaannya keduanya cukup jelas, di mana diagnosis untuk patologi
forensik berdasarkan morfologi organ yang dilihat secara langsung termasuk
mikroskopis. Sedangkan diagnosa untuk forensik klinik tidak hanya pada
morfologi fisik, tetapi juga mengacu pada data fisiologis, dan riwayat
penyakit.
Ahli forensik bekerja dengan cara membuat bukti-bukti medis atau medical
evidences itu menjadi berbicara. Jadi, jika ada jenazah/mayat atau suatu yang
luka dibuat seakan berbicara, apa yang menyebabkan, kenapa, siapa
pelakunya, bisa digambarkan dengan sangat gamblang.
IV.

Ruang Lingkup Ilmu Forensik


Ilmu-ilmu yang menunjang ilmu forensik adalah ilmu kedokteran, farmasi, kimia,
biologi,fisika,dan psikologi. Sedangkan kriminalistik merupakan cabang dari ilmu forensik.
Cabang-cabangilmu forensik lainnya adalah: kedokteran forensik, toksikologi forensik,
odontologi forensik, psikiatri forensik, entomologi forensik, antrofologi forensik, balistik
forensik, fotografi forensik,dan serologi / biologi molekuler forensik. Biologi molekuler
forensik lebih dikenal dengan DNA- forensic.
1. Kriminalistik merupakan penerapan atau pemanfaatan ilmu-ilmu alam pada
pengenalan,pengumpulan / pengambilan, identifikasi, individualisasi, dan evaluasi
dari bukti fisik,dengan menggunakan metode / teknik ilmu alam di dalam atau untuk
kepentingan hukumatau peradilan (Sampurna 2000). Pakar kriminalistik adalah
tentunya seorang ilmuwan forensik yang bertanggung jawab terhadap pengujian
(analisis) berbagai jenis bukti fisik, dia melakukan indentifikasi kuantifikasi dan
dokumentasi dari bukti-bukti fisik. Dari hasil analisisnya kemudian dievaluasi,
diinterpretasi dan dibuat sebagai laporan(keterangan ahli) dalam atau untuk
kepentingan hukum atau peradilan (Eckert 1980). Sebelum melakukan tugasnya,
seorang kriminalistik harus mendapatkan pelatihan atau pendidikan dalam
penyidikan tempat kejadian perkara yang dibekali dengan kemampuan dalam
pengenalan dan pengumpulan bukti-bukti fisik secara cepat. Di dalam perkara pidana,
kriminalistik sebagaimana dengan ilmu forensik lainnya, juga berkontribusi dalam
upaya pembuktian melalui prinsip dan cara ilmiah.
Kriminalistik memiliki berbagai spesilisasi, seperti analisis (pengujian) senjata api dan
bahan peledak, pengujian perkakas (toolmark examination), pemeriksaan
dokumen, pemeriksaan biologis (termasuk analisis serologi atau DNA), analisis
fisika, analisis kimia, analisis tanah,pemeriksaan sidik jari laten, analisis suara, analisis
bukti impresi dan identifikasi.
2. Kedokteran Forensik adalah penerapan atau pemanfaatan ilmu kedokteran
untuk kepentingan penegakan hukum dan pengadilan. Kedokteran forensik
mempelajari halikhwal manusia atau organ manusia dengan kaitannya peristiwa
kejahatan. Di Inggris kedokteran forensik pertama kali dikenal dengan
Coroner. Seorang coroner adalah seorang dokter yang bertugas melalukan
pemeriksaan jenasah, melakukan otopsi medikolegal apabila diperlukan, melakukan

penyidikan dan penelitian semua kematian yangterjadi karena kekerasan, kemudian


melalukan penyidikan untuk menentukan sifat kematian tersebut. Di Amerika
Serikan juga dikenal dengan medical examinar. Sistem ini tidak berbeda
jauh dengan sistem coroner di Inggris.
Dalam perkembangannya bidang kedokteran forensik tidak hanya berhadapan dengan
mayat (atau bedah mayat), tetapi juga berhubungan dengan orang hidup. Dalam hal
iniperan kedokteran forensik meliputi:
melakukan otopsi medikolegal dalam pemeriksaan menyenai sebab-sebab
kematian,apakah mati wajar atau tidak wajar, penyidikan ini juga bertujuan
untuk mencariperistiwa apa sebenarnya yang telah terjadi.
identifikasi mayat,
meneliti waktu kapan kematian itu berlansung time of death
penyidikan pada tidak kekerasan seperti kekerasan seksual, kekerasan terhadap
anak dibawah umur, kekerasan dalam rumah tangga,
pelayanan penelusuran keturunan,
Di negara maju kedokteran forensik juga menspesialisasikan dirinya pada
bidang kecelakaan lalu lintas akibat pengaruh obat-obatan driving under
drugs influence.Bidang ini di Jerman dikenal dengan
Verkehrsmedizin Dalam prakteknya kedokteran forensik tidak dapat
dipisahkan dengan bidang ilmu yanglainnya seperti toksikologi forensik,
serologi / biologi molekuler forensik, odontologi forensik dan juga dengan
bidang ilmu lainnya
3. Toksikologi Forensik, Toksikologi adalah ilmu yang menelaah tentang kerja dan
efek berbahaya zat kimia (racun) terhadap mekanisme biologi. Racun adalah senyawa
yang berpotensial memberikan efek berbahaya terhadap organisme. Sifat racun dari
suatu senyawa ditentukan oleh: dosis, konsentrasi racun di reseptor, sifat zat tersebut,
kondisibioorganisme atau sistem bioorganisme, paparan terhadap organisme dan
bentuk efek yang ditimbulkan. Lebih khusus, toksikologi mempelajari sifat fisiko kimia
dari racun,efek psikologi yang ditimbulkannya pada organisme, metode analisis racun
baik kualitativ maupun kuantitativ dari materi biologik atau non biologik, serta
mempelajari tindakan-tidankan pencegahan bahaya keracunan. LOOMIS (1978)
berdasarkan aplikasinya toksikologi dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yakni:
toksikologi lingkungan, toksikologi ekonomi dan toksikologi forensik. Tosikologi
forensik menekunkan diri pada aplikasi atau pemanfaatan ilmu toksikologi untuk
kepentingan peradilan. Kerja utama dari toksikologi forensik adalahanalisis racun baik
kualitatif maupun kuantitatif sebagai bukti dalam tindak criminal(forensik) di
pengadilan.Toksikologi forensik mencangkup terapan ilmu alam dalam analisis racun
sebagi buktidalam tindak kriminal. Toksikologi forensik merupakan gabungan antara
kimia analisisdan prinsip dasar toksikologi. Bidang kerja toksikologi forensik meliputi:
analisis dan mengevaluasi racun penyebab kematian,
analisis ada/tidaknya alkohol, obat terlarang di dalam cairan tubuh atau
napas,yang dapat mengakibatkan perubahan prilaku (menurunnya
kemampuanmengendarai kendaraan bermotor di jalan raya, tindak kekerasan
dan kejahatan,penggunaan dooping),

analisis obat terlarang di darah dan urin pada kasus penyalahgunaan narkotika
danobat terlarang lainnya.

4. Odontologi Forensik, bidang ilmu ini berkembang berdasarkan pada


kenyataannyabahwa: gigi, perbaikan gigi (dental restoration), dental protese
(penggantian gigi yang rusak), struktur rongga rahang atas sinus maxillaris,
rahang, struktur tulang palatal (langit-langit keras di atas lidah), pola dari tulang
trabekula, pola penumpukan krak gigi,tengkuk, keriput pada bibir, bentuk anatomi dari
keseluruhan mulut dan penampilanmorfologi muka adalah stabil atau konstan pada
setiap individu. Berdasarkankharkteristik dari hal tersebut diatas dapat dijadikan sebagai
acuan dalam penelusuranidentitas seseorang (mayat tak dikenal). Sehingga bukit peta
gigi dari korban, tanda / bekas gigitan, atau sidik bibir dapat dijadikan sebagai bukti
dalam penyidikan tindak kejahatan.
5. Psikiatri forensik, seorang spikiater berperan sangat besar dalam bebagai pemecahan
masalah tindak kriminal. Psikogram dapat digunakan untuk mendiagnose prilaku,
kepribadian, dan masalah psikis sehingga dapat memberi gambaran sikap (profile) dari
pelaku dan dapat menjadi petunjuk bagi penyidik. Pada kasus pembunuhan mungkin
juga diperlukan otopsi spikologi yang dilakukan oleh spikiater, spikolog, dan pathology
forensik, dengan tujuan penelaahan ulang tingkah laku, kejadian seseorang
sebelummelakukan tindak kriminal atau sebelum melakukan bunuh diri. Masalah
spikologi (jiwa) dapat memberi berpengaruh atau dorongan bagi seseorang untuk
melakukan tindak kejahatan, atau perbuatan bunuh diri.
6. Entomologi forensik, Entomologi adalah ilmu tentang serangga. Ilmu ini
memperlajari jenis-jenis serangga yang hidup dalam fase waktu tertentu pada
suatu jenasah di tempat terbuka. Berdasarkan jenis-jenis serangga yang ada sekitar
mayat tersebut, seorang entomolog forensik dapat menduga sejak kapan mayat tersebut
telah berada di tempatkejadian perkara (TKP).
7. Antrofologi forensik, adalah ahli dalam meng-identifikasi sisa-sisa tulang, tengkorak,
danmumi. Dari penyidikannya dapat memberikan informasi tentang jenis kelamin,
ras,perkiraan umur, dan waktu kematian. Antrofologi forensik mungkin juga
dapatmendukung dalam penyidikan kasus orang hidup, seperti indentifiksi bentuk
tengkorak bayi pada kasus tertukarnya anak di rumah bersalin.
8. Balistik forensik, bidang ilmu ini sangat berperan dalam melakukan penyidikan kasus
tindak kriminal dengan senjata api dan bahan peledak. Seorang balistik forensic meneliti
senjata apa yang telah digunakan dalam kejahatan tersebut, berapa jarak dan dari arah
mana penembakan tersebut dilakukan, meneliti apakah senjata yang telah digunakan
dalam tindak kejahatan masih dapat beroperasi dengan baik, dan meneliti senjata mana
yang telah digunakan dalam tindak kriminal tersebut. Pengujian anak peluru yang
ditemukan di TKP dapat digunakan untuk merunut lebih spesifik jenis senjata api yang
telah digunakan dalam kejahatan tersebut. Pada bidang ini memerlukan peralatan khusus
termasuk miskroskop yang digunakan untuk membandingkan dua anak peluru dari
tubuh korban dan dari senjata api yang diduga digunakan dalam kejahatan tersebut,
untuk mengidentifikasi apakah memang senjata tersebut memang benar telah digunakan

dalam kejahatan tersebut. Dalam hal ini diperlukan juga mengidentifikasi jenis
selongsong peluru yang tertinggal. Dalam penyidikan ini analisis kimia dan fisika
diperlukan untuk menyidikan dari senjata api tersebut, barang bukti yang tertinggal.
Misal analisis ditribusi logam-logam seperti Antimon (Sb) atau timbal (Pb) pada tangan
pelaku atau terduga, untuk mencari pelaku dari tindak kriminal tersebut. Atau analisis
ditribusi asap (jelaga) pada pakaian, untuk mengidentifikasi jarak tembak Kerjasama
bidang ini dengan kedokteran forensik sangat sering dilakukan, guna menganalisis efek
luka yang ditimbulkan pada korban dalam merekonstruksi suatu tindak kriminal dengan
senjata api.
9. Serologi dan Biologi molekuler forensik, Seiring dengan pesatnya perkembangan
bidangilmu biologi molekuler (imunologi dan genetik) belakangan ini, pemanfaatan
bidang ilmuini dalam proses peradilan meningkat dengan sangat pesat. Baik darah
maupun cairantubuh lainnya paling sering digunakan / diterima sebagai bukti fisik dalam
tindak kejahatan. Seperti pada kasus keracunan, dalam pembuktian dugaan tersebut,
seorang dokter kehakiman bekerjasama dengan toksikolog forensic untuk melakukan
penyidikan. Dalam hal ini barang bukti yang paling sahih adalah darah dan/atau cairan
tubuh lainnya.Toksikolog forensik akan melakukan analisis toksikologi terhadap sampel
biologitersebut, mencari senyawa racun yang diduga terlibat. Berdasarkan temuan dari
dokter kehakiman selama otopsi jenasah dan hasil analisisnya,toksikolog forensik akan
menginterpretasikan hasil temuannya dan membuat kesimpulanketerlibatan racun dalam
tindak kejahatan yang dituduhkan.Sejak awal perkembanganya pemanfaatan serologi /
biologi molekuler dalam bidang forensik lebih banyak untuk keperluan identifikasi
personal (perunutan identitas individu) baik pelaku atau korban. Sistem penggolongan
darah (sistem ABO) pertama kalidikembangkan untuk keperluan penyidikan (merunut
asal dan sumber bercak darah padatempat kejadian). Belakangan dengan pesatnya
perkembangan ilmu genetika (analisi DNA) telah membuktikan, bahwa setiap individu
memiliki kekhasan sidik DNA,sehingga kedepan sidik DNA dapat digunakan untuk
menggantikan peran sidik jari, pada kasus dimana sidik jari sudah tidak mungkin bisa
diperoleh. Dilain hal, analisa DNA sangat diperlukan pada penyidikan kasus
pembunuhan mutilasi (mayat terpotong potong), penelusuran paternitas (bapak biologis).
Analisa serologi/biologi molekuler dalam bidang forensik bertujuan untuk:
Uji darah untuk menentukan sumbernya (darah manusia atau hewan,
atauwarna dari getah tumbuhan, darah pelaku atau korban, atau orang
yang tidak terlibat dalam tindak kejahatan tersebut)
Uji cairan tubuh lainnya (seperti: air liur, semen vagina atau sperma,
rambut, potongan kulit) untuk menentukan sumbernya
(origin).
Uji imonologi atau DNA individu untuk mencari identitas seseorang.
10. Farmasi Forensik, Bidang farmasi berada dalam lingkup dunia kesehatan yang
berkaitan erat dengan produk dan pelayanan produk untuk kesehatan. Farmasi adalah
seni dan ilmumeracik dan menyediaan obat-obatan, serta penyedian informasi yang
berhubungan dengan obat kepada masyarakat. Seperti disebutkan sebelumnya, forensik
dapat dimengerti dengan penerapan/aplikasi itu pada issu-issu legal, (berkaitan dengan
hukum). Penggabungan kedua pengertian tersebut, maka Forensik Farmasi dapat
diartikan sebagai penerapan ilmu farmasi pada issu-issu legal (hukum) (Anderson,

2000). Farmasis forensik adalah seorang farmasis yang profesinya berhubungan


dengan proses peradilan, proses regulasi, atau pada lembaga penegakan hukum (criminal
justice system) (Anderson, 2000). Domain dari forensik farmasi adalah meliputi,
farmasi klinik, aspek asministrativ dari farmasi, dan ilmu farmaseutika dasar. Seorang
forensik farmasis adalah mereka yang memiliki spesialisasi berkaitan dengan
pengetahuian praktek kefarmasian. Keahlian praktis yang dimaksud adalah
farmakologi klinik, menegemen pengobatan, reaksi efek samping (reaksi berbahaya)
dari obat,review/evaluasi (assessment) terhadap pasien, patient counseling, patient
monitoring, sistem distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan, dan lain-lainnya.
Seorang forensik farmasis harus sangat terlatih dan berpengalaman dalam mereview dan
menganalisa bukti-bukti dokumen kesehatan (seperti rekaman/catatan medis) kasuskasustersebut, serta menuangkan hasil analisanya sebagai suatu penjelasan terhadap
efek samping pengobatan, kesalahan pengobatan atau kasus lain yang
dikeluhkan(diperkarakan) oleh pasien, atau pihak lainya.
11. Bidang ilmu Forensik lainnya, selain bidang-bidang di atas masih banyak lagi bidang
ilmu forensik Pada prinsipnya setiap bidang ranah keilmuan mempunyai aplikasi pada
bidang dirensik, seperti bidang yang sangat trend sekarang ini yaitu kejahatan web, yang
dikenal syber crime, merupakan kajian bidang kumperter sain, jaringan, IT, dan bidang
lainnya seperti akuntan forensic.

V.
DAFTAR PUSTAKA
1. Idries A,. 1997, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik , Binarupa Aksara , Jakarta
2. Anderson, P D., An Overview of Forensic Pharmacists Practice , Journal of Pharmacy
Practice 2000; 13; 1793.
3. Eckert, W.G., 1980, Introduction to Forensic sciences, The C.V. MosbyCompany, St.
Louis, Missori
4. Kansil, CST, 1991, Pengantar hukum kesehatan Indonesia, Penerbit RinekaCipta, Jakarta
5. Loomis, T.A., 1978, Toksikologi Dasar , Donatus, A. (terj.) IKIP Semarang Press,Semarang
6. Perdanakusuma, P., 1984, Bab-bab tentang kedokteran forensik , GhaliaIndonesia, Jakarta
7. Saferstein R., 1995, Criminalistics, an Introduction to Forensic Science , 5thEd.,
8. A Simon & Schuster Co., Englewood Cliffs, New Jersey Sampurna, B.,2000

Anda mungkin juga menyukai