Anda di halaman 1dari 5

Agus Sudibyo, pengajar dan pegiat jurnalisme, mantan dewan pers

Wahyu Widyatmika, Tempo, AJI


Al Araf, Imparsial
Abdul Fickar Hajar, Pengacara
Anggota Divisi Pendidikan Aliansi Jurnalis Independen, Wahyu Dyatmika mengingatk
an agar masyarakat mengkoreksi frame Bareskrim Mabes Polri yang akan memeriksa W
akil Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho d
an Koordinator ICW Adnan Topan Husodo.
Pemeriksaan tersebut terkait dengan kasus dugaan pencemaran nama baik calon Pani
tia Seleksi (Pansel) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sekaligus Ahli hukum pid
ana Universitas Padjadjaran Bandung, Romli Atmasasmita.
"Pertama, bagaimana statusnya, bagaimana Adnan terancam jadi tersangka," ujar Wa
hyu dalam acara diskusi di Gedung Lembaga Bantuan Hukum, Jalan Diponegoro, Jakar
ta Pusat, Minggu (26/7/2015).
Wahyu pun sedikit menyegarkan ingatan, sekitar bulan Mei 2015 yang lalu, koalisi
masyarakat sipil antikorupsi datang ke KPK. Kedatangan mereka untuk mengingatka
n ada beberapa nama di pansel yang diduga bermasalah.
"Pada saat itu, Emerson dan Adnan diwawancarai sebagi narasumber, kemudian muncu
l di semua media. Yang jadi persoalan adalah Emerson dan Adnan tidak menyebut si
apa yang dipersoalkan, mereka hanya menyebut bermasalah dan kenapa bermasalah, k
arena pernah menjadi saksi ahli," imbuhnya.
"Kemudian media mencaritahu siapa di antara nama yang beredar, munculah Romli da
n nama lain," lanjutnya.
Wahyu pun menyangkan, Bareskrim kemudian menggunakan pernyataan Emerson dan Adna
n untuk melakukan kriminalisasi.
"Artinya dengan kata lain narasumber yang berkomentar di media dalam kasus lain
bisa terancam jadi tersangka, ini berbahaya," tuturnya.
Ketika disinggung kenapa berbahaya, Wahyu pun mengatakan, karena hal ini berkait
an dengan kebebasan pers di Indonesia.
"Kenapa berbahaya. kebebasan pers tidak berdiri sendiri, kebebasan pers hanya ad
a kalau didukung kebebasan berkespresi dan bertukar pendapat serta free flow of
information," paparnya.
Secara tidak langsung, Wahyu tidak mempermasalah Adnan dan Emerson secara person
al. Akan tetapi kebebabsan pers yang sudah kita nimati belasan tahun sekarang.
"Kalau orang takut jadi tersangka, pers tidak bisa membuat berita yang kritis, m
aka anda mencari narasumber, dia akan menyensor dirinya sendiri karena takut dit
ersangkakan. bagaimana bisa pers menyampakan berita objektif kalau narasumber ta
kut?," pungkasnya.
Sebelumnya, Ahli hukum pidana Universitas Padjadjaran Bandung, Romli Atmasasmita
melaporkan Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Y
untho dan Koordinator ICW Adnan Topan Husodo ke Bareskrim Mabes Polri terkait de
ngan kasus pencemaran nama baiknya saat menjadi calon pansel KPK.
Emerson menyebut Romli tidak memiliki rekam jejak yang ideal dalam pemberantasan
korupsi. Sedangkan ICW Adnan menilai integritas dan komitmen Romli dalam member
antas korupsi perlu dipertanyakan.

=============================================
Anggota Divisi Pendidikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Wahyu Dyatmika mengh
imbau kepada rekan jurnalis apabila dipanggil sebagai saksi oleh pihak kepolisia
n, maka serahkan kepada Pemimpin Redaksi (Pemred).
"Pasti kalau ada yang memuat berita masalah di polisi pasti dipanggil, beberapa
wartawan Tempo sudah dipanggil dan jawabannya sama, kami bukan saksi, berita ada
lah tanggungjawab pemimpin redaksi," ujar Wahyu dalam acara diskusi di Gedung LB
HI Jakarta, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Minggu (26/7/2015).
Wahyu kembali menegaskan, agar rekan jurnalis juga bersikap sama. Setelah ditang
ani Pemred maka selanjutnya akan diserahkan kepada Dewan Pers.
"Kalau memberikan keterangan detil, anda akan menjadi bagian dari kriminalisasi,
jurnalis jangan jadi bagian dari kriminalisasi, kita akan ke dewan pers," imbuh
nya.
Wahyu pun menyesalkan di semua negara demokrasi, pencemaran nama baik termasuk h
ukum perdata, tapi di Indonesia termasuk sebagai hukum pidana.
Kebebasan pers di Indonesia tampaknya akan sedikit terganggu, hal ini dipicu ol
eh Ahli hukum pidana Universitas Padjadjaran Bandung, Romli Atmasasmita yang tel
ah melaporkan Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson
Yuntho dan Koordinator ICW Adnan Topan Husodo ke Bareskrim Mabes Polri terkait
dengan kasus pencemaran nama baiknya saat menjadi calon pansel KPK.
Emerson dan Adnan dianggap telah mencemarkan nama baik Romli pada saat keduanya
menjadi narasumber berita tentang calon pansel KPK.
"Pada saat itu, Emerson dan Adnan diwawancarai sebagi narasumber, kemudian muncu
l di semua media. Yang jadi persoalan adalah Emerson dan Adnan tidak menyebut si
apa yang dipersoalkan, mereka hanya menyebut bermasalah dan kenapa bermasalah, k
arena pernah menjadi saksi ahli," imbuhnya.
"Kemudian media mencaritahu siapa di antara nama yang beredar, munculah Romli da
n nama lain," lanjutnya.
Wahyu pun menyangkan, Bareskrim kemudian menggunakan pernyataan Emerson dan Adna
n untuk melakukan kriminalisasi.
"Artinya dengan kata lain narasumber yang berkomentar di media dalam kasus lain
bisa terancam jadi tersangka, ini berbahaya," tuturnya.
Ketika disinggung kenapa berbahaya, Wahyu pun mengatakan, karena hal ini berkait
an dengan kebebasan pers di Indonesia.
"Kenapa berbahaya. kebebasan pers tidak berdiri sendiri, kebebasan pers hanya ad
a kalau didukung kebebasan berkespresi dan bertukar pendapat serta free flow of
information," paparnya.
Secara tidak langsung, Wahyu tidak mempermasalah Adnan dan Emerson secara person
al. Akan tetapi kebebabsan pers yang sudah kita nimati belasan tahun sekarang.
"Kalau orang takut jadi tersangka, pers tidak bisa membuat berita yang kritis, m
aka anda mencari narasumber, dia akan menyensor dirinya sendiri karena takut dit
ersangkakan. bagaimana bisa pers menyampakan berita objektif kalau narasumber ta
kut?," pungkasnya.

pencemaran nama baik itu hampir di semua negara demokrasi itu perdata. tidak ad
a negara turut campur. itu agenda yang harus agar narasumber tidak takut.
-Agus
saya hanya menggarisbawahi bahwa jika saja tidak ada pemberitaan media lantas st
atement emerson dan rekan yang lain sengketa ini tidak terjadi. ini kan muncul s
etelah pemberitaan media. secara kronologis jelas ini masalah jurnalistik. bukan
karena statement seseorang. karena statement diamplify oleh media.
maka premis pertama yang harus digunakan menurut saya adalah sengketa jurnalisti
k harus diselesaikan secara jurnalistik. itu hukum yang berlaku di rezim demokra
tis. dan saya yakin di bawah pemerintahan jokowi kita masih dalam rezim demokrat
is. karena itu sengketa jurnalistik harus diselesaikan secara jurnalistik juga.
bagaimana diselesaikan? dalam konteks sengketa jurnalistik, tanggungjawab media
itu lebih besar dari narasumber. transisi dari personal jadi tanggungjawab media
ketika dikutip media dan dipublikasi. diselesaikan sesuai uu pers. apakah hak j
awab? koreksi atau dewan pers? yang jelas tidak sepatutnya diselesaikan melalui
jalur hukum.
ini perlu ditekankan lagi, harusnya kasus ini diselesaikan di dewan pers. dan de
wan pers sudah membuat keputusan kalau ini adalah sengketa jurnalistik.
polri dan dewan pers sudah ada mou, jika menerima pengaduan masyarakat soal pers
maka akan dilemparkan ke dewan pers.
dari dewan pers sudah mengatakan ini sengketa jurnalistik. harusnya ditunda dulu
sampai diselesaikan di dewan pers.
kita menuntut konsistensi polri dalam melaksanakan nota kesepakatan
Dalam beberapa kasus polri menaati mou. di lampung oh kami tidak berotoritas dan
harus ke dewan pers. di kasus lain berbeda.
dua tahun lalu dwwan pers dan polri menandatangani mou ini adalah sebuah kemajua
n luarbiasa.
bagaimana besok, saya merekomendasikan agar dewan pers dan media turut mendampin
gi. jadi ini kan sebuah dilema, kalau tidak hadir dianggap tidak menaati proses
hukum. emerson mungkin akan hadir, tapi saya mengusulkan agar didampingi.
dewan pers bilang ini sengketa jurnalistik, media jelaskan ini tanggungjawab kam
i.
berita itu hal yang kolektif. wartawan reportase, redaktur memeriksa, pemred mem
utuskan.
politisnya, kenapa bukan medianya dan malah narasumbernya? pertama unsur politik
--dalam hal ini polisi--takut kepada pers. jadi narasumbernya saja. indonesia me
masuki era di mana pers begitu kuat sehingga semua pihak yang punya kepentingan
politik akan berbaik pada media.
kedua, jangan-jangan hanya test case. kalau narasumber berhasil, berikutnya pers
nya.
maka dari itu kritik signifikan terhadap narasumber harus dilakukan.

karena itu saya menyarankan betul wartawan jangan sampai grogi terhadap kecender
ungan seperti ini. harus terus memberitakan kasus korupsi.
kontribusi media masa terhadap pemberantasan korupsi itu signifikan. kpk dan icw
tidak bisa berbuat banyak tanpa pers.
tapi pada saat yang sama, mari kita perkecil peluang siapa saja untuk mencari ke
lemahan pemberitaan media soal korupsi. disiplin ferivikasi. perhatikan kode eti
k, konfirmasi.
di luar ini banyak yang sedang mencari pemberitaan media dalam isu korupsi. mari
perkecil agar tidak mengadukan wartawan ke penegak hukum.
-fickar
pertama soal pasal yang dituduhkan, yaitu soal pencemaran nama baik. betul, ini
baru muncul belakangan ini. tapi pernah ngetop saat ITE, prita. itu kan sebenarn
ya pribadi menyerang pribadi, atau rumah sakit kan lembaga juga, tapi konteksnya
pribadi.
ayat 1 unsurnya ada orang mencemarkan nama baik orang lain dengan keinginan agar
diketahui umum. tapi ayat 3 ada alasan penghapus pidana, yaitu jika dilakukan d
emi kepentingan umum. artinya pasal itu ada konteks.
dalam hukum pidana, penghapus itu ada umum khusus. ada di dalam kuhp ada di luar
. dalam kuhp misalnya kejahatan anak kecil, orang gila dan terpaksa. ada juga ya
ng di luar umpamanya izin. orang melakukan atas izin orangnya. "katain aja gue"
itu bisa dihapus. ada juga kesalahan fakta. ada kesalahan hukum.
khusus pencemaran nama baik, merupakan penghapus pidana pada delik tertentu 221
ayat 2 dan 310 ayat 3.
ayat 2 itu kalau ada saudara anda melakukan kejahatan dan tidak memberitahu maka
dihapus pidananya. kalau tidak ada hubungan darah maka membantuk kejahatan.
kedua peristiwa, icw dan ky, eson menyampaikan pansel ingin ideal ke kpk. kemudi
an datang pers meliput. peristiwa itu adalah peristiwa publik, tidak ada urusan
pribadi dengan romli. konteksnya itu kepentingan umum.
suparman itu ngomong karena dia ky, dalam rangka pengawasan. menurut saya tidak
sulit menjawab pertanyaan bisa dihukum gak dua orang ini? mestinya ini yang dili
hat kepolisian, bukan urusan yang bersifat privat.
konteks demokrasi, mengemukakan pendapat demi kepentingan bersama itu biasa. dan
dilindungi konstitusi.
kesimpulannya adalah jangan sampai hukum terjebak. 1. kepolisian sepenuhnya puny
a kewenangan untuk memproses atau tidak memproses. tapi ketika menjalankan kewen
angannya dia harus melihat pelaporannya dalam sebuah konteks. dalam hal ini umum
, demokrasi dan pers.
sebagaimana diungkapkan presiden lewat mensesneg, masih banyak perkara lain keti
mbang ky. ini akan dicatat sebagai sejarah polisi tidak memerhatikan presiden.
ada pendapat ronny niti baskara, kalau hukum dijadikan kejahatan, sulit melacakn
ya karena sulit dilacak. padahal ada muatan kejahatan.
kita menyayangi kepolisian. jangan sampai digunakan kelompok tertentu untuk meng
halangi gerakan antikorupsi.

--Al Araf
Apa yang dilakukan ICW adalah partisipasi warga dalam demokrasi terhadap kontrol
akan kekuasaan. upaya mereka agar tidak terjadi abuse itu sesungguhnya bagian d
ari partisipasi. dalam kehidupan demokrasi individu yang melakukan kontrol adala
h yang akan menghidupkan.
sangat disayangkan dan sangat berbahaya ketika partisipasi warga diancam dengan
tuduhan pidana. sesuatu yang membahayakan demokrasi.
menjadi penting buat saya kepada presiden untuk mengambil sikap tegas di depan p
ublik untuk meluruskan arah politik penegakan hukum. kalau presiden menilai kebe
basan berdemokrasi adalah mutlak, maka ketika masyarakat kritik dan dipidanakan,
presiden harus turun tangan. untuk kebaikan demokrasi itu sendiri.
kalau emerson dan adnan masuk peradilan dan bersalah ini akan berdampak buruk. t
eman mengkritisi pilkada atau gubernur bisa dipidanakan.
oleh karenanya presiden harus ada di depan. apa yang dilakukan presiden kepada k
epolisian untuk meminta pertimbangan dewan pers, menurut saya sangat bisa dilaku
kan.
bukan hanya masyarakat, kebebasan pers juga terancam. kalau jurnalis tanya narsu
m dan dia gak mau ngomong, sulit kita.
presiden sudah meminta menkopolhukam untuk memediasi. ini menurut saya bisa juga
dilakukan dalam kasus emerson dan adnan.
ini pola yang sudah berulangkali terjadi ketika aktivis menyuarakan. ketika pasa
l pencemaran nama baik yang menjadi pasal karet dalam kuhp, dpr harus merevisi.
saya setuju ini mestinya masuk perdata. jangan semuanya pidana. plus ite juga sa
ma, tidak konteks pidana. karena ada realitas pasal-pasal itu menjadi dasar terj
adinya kriminalisasi penyalahgunaan hukum kekuasaan dllsb.
kepolisian menurut saya, kami menghormati karena itu kewenangan mereka. tapi men
gingat ada mou dengan dewan pers, sepantasnya kasus emerson dan adnan tidak dila
njutkan. tapi secara argumentatif politik ini adalah sengketa jurnalistik.
institusi kepolisian sebaiknya sangat hati-hati dalam mengambil sikap, khususnya
dalam penggunaan pasal karet. hati-hati melakukan proses itu. apalagi terkait k
ebebasan pers dan pemberantasan korupsi. saya ingin mengingatkan polri tidak per
lu menjadikan peran dan kiprah militer pada orde baru. dulu juga logikanya sama,
ada uu subversif. akhirnya militer mengalami stigma buruk dan mengalami delegit
imasi. polri harus menjadikan itu sebagai pelajaran agar tidak melakukan langkah
yang sama. tidak menggunakan pasal karet

Anda mungkin juga menyukai