Anda di halaman 1dari 8

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22743/4/Chapter%20II.

pdf
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Early Childhood Caries Early Childhood Caries adalah
istilah yang digunakan untuk menggantikan istilah karies botol atau nursing caries
yang digunakan sebelumnya untuk menjelaskan suatu bentuk karies rampan pada
gigi sulung yang disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya
termasuk karbohidrat dalam jangka waktu yang lama.10 Baby Bottle Tooth Decay
(BBTD) telah dijelaskan lebih kurang 37 tahun lalu sebagai karies yang mengenai
seluruh gigi desidui anterior rahang atas, molar satu desidui rahang atas dan bawah
dan kaninus desidui rahang bawah. Keempat gigi desidui anterior rahang bawah
tidak terinfeksi karies. Hal ini disebabkan oleh karena, anak-anak yang menderita
karies ini meminum susu ataupun minuman mengandung gula di dalam botol
selama tidur. Penggunaan botol bayi memiliki pengaruh terhadap terjadinya karies
karena dot botol bayi menutup akses incisivus desidui anterior maksila terhadap
aliran saliva, sementara itu incisivus desidui mandibula berada dekat dengan
kelenjar saliva dan terlindungi dari cairan manis yang diminum bayi oleh adanya
lidah dan juga dot botol bayi tersebut.32 Beberapa tahun belakangan ini, teori dan
temuan terbaru menghasilkan penamaan baru terhadap penyakit ini menjadi Early
Childhood Caries (ECC). ECC merupakan penyakit yang menggambarkan karies
dini pada anak yang disebabkan oleh transmisi bakteri Streptococcus mutans yang
berasal dari ibu kepada anaknya. Bakteri Streptococcus mutans yang diisolasi dari
anak memiliki genotype yang sama Universitas Sumatera Utara dengan bakteri
yang berasal dari ibunya, dan persamaan ini ditemukan pada plak dental anak yang
berumur empat belas bulan.36 ECC merupakan bagian dari karies gigi yang
progresif terjadi segera setelah gigi anak erupsi, prosesnya sangat cepat berkaitan
dengan infeksi yang menyeluruh dan berhubungan dengan diet serta mungkin saja
berdampak buruk pada pertumbuhan anak.3 National Institude of Dental and
Craniofasial Research (NIDCR) mengeluarkan definisi ECC yaitu adanya satu atau
lebih karies pada permukaan gigi desidui.37 ECC juga didefinisikan sebagai bentuk
karies yang destruktif pada anak. Ada pula yang mendefinisikan ECC adalah adanya
minimal satu gigi insisivus desidui maksila yang terkena karies, hilang, atau
ditambal karena karies.38 Definisi ECC yang dikeluarkan oleh AAPD adalah satu
atau lebih karies (tanpa kavitas atau lesi), adanya gigi yang hilang karena karies
atau gigi yang ditambal pada gigi desidui anak usia 0-71 bulan.1,5,32 Berdasarkan
defenisi ini, istilah severe ECC (S-ECC) diadopsi sebagai pengganti istilah Rampan
Karies, yang ditandai dengan salah satu kriteria sebagai berikut : a) adaya tanda
dini terjadinya karies di permukaan gigi pada anak dibawah 3 tahun; b) dijumpainya
lubang (decayed), gigi yang hilang karena karies (missing) maupun tambalan (filled)
pada permukaan anteroposteror dari gigi desidui pada anak yang berusia 3-5 tahun;
c) indeks dmft lebih besar atau sama dengan empat pada anak berumur 3 tahun,
lima pada anak usia empat tahun dan enam pada anak usia lima tahun.32 Hampir
seluruh penelitian mengenai proses terjadinya karies mendukung teori
chemoparasitic yang dikemukakan oleh W. D Miller pada tahun 1890. Sekarang teori
tersebut lebih dikenal dengan teori acidogenic. Gambaran umum preoses terjadinya

Universitas Sumatera Utara karies diawali dengan fermentasi dari konsumsi gula
menjadi asam organik oleh mikroorganisme di dalam plak yang melekat pada
permukaan gigi. Pembentukan asam organik akan terjadi sangat cepat, ketika pH
pada permukaan enamel berada di bawah pH kritis maka pada saat itulah
kerusakan struktur gigi dimulai. Ketika kadar gula yang tersedia berkurang, pH plak
akan meningkat seiring dengan pengurangan pembentukan asam dan pada saat ini
remineralisasi enamel terjadi. Karies dental sendiri terjadi apabila proses
demineralisasi yang terjadi pada permukaan gigi tidak dapat diimbangi dengan
proses remineralisasinya.6 EEC masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang serius dan upaya pencegahan terhadap penyakit ini merupakan prioritas
utama sejak diketahuinya efek ECC terhadap maloklusi gigi permanen dan
menyebabkan masalah fonetik.32 Beberapa penelitian cross-sectional lainnya
menunjukkan interaksi kompleks antara faktor sosial ekonomi dan terjadinya ECC.7
Di negara maju, frekuensi rata-rata ECC bekisar 1-12% sedangkan di negara
berkembang frekuensi rata-rata ECC berkisar 70% dari populasi anak prasekolah.9
Di Brazil , The Oral Health Project 2003 menunjukan 27 % dari anak yang berusia
18-36 bulan dan hampir 60% dari anak yang berusia lima tahun telah memiliki
setidaknya satu gigi desidui yang terkena karies.32 Di Saudi Arabia, prevalensi
karies pada anak usia 31-59 bulan sebesar 50% dan indeks dmf rata-ratanya
sebesar 1,98.8 Pada anak usia 24-36 bulan di Pulau Marianna Utara (negara bagian
Amerika Serikat), 73% memiliki white spot dan 65% memiliki kavitas pada
enamel.25 Prevalensi ECC di Ohio yang diamati pada 200 anak usia 3,5-5 tahun
adalah 11% sedangkan di Virgins Island yang diamati pada 375 anak Universitas
Sumatera Utara yang berusia 3-5 tahun adalah 12%.3 Di California, prevalensi ECC
dijumpai lebih tinggi di beberapa masyarakat berpenghasilan rendah dan etnik
tertentu. Penelitian oleh Pollick dkk (1999) dan Shiboski dkk (2003) menunjukan
prevalensi karies sebesar 14 % dari seluruh anak usia prasekolah, tetapi prevalensi
lebih besar didapati dari keluarga berpenghasilan rendah yang tergabung dalam
program The Head Start, 44 % orang Asia dan 39% orang Latin. Penelitian yang
dilakukan di Santiago, Chili pada anak prasekolah didapat hasil hanya 43,2% yang
bebas karies. Data yang diperoleh dari Benua Afrika menunjukan persentase anakanak umur tiga, empat dan lima tahun yang menderita karies di Provinsi
Mpumalanga Afrika Selatan sebesar 25,4%, 55,8% dan 53,4 %. Ferro et al.,
melaporkan prevalensi karies dan rata-rata indeks dmft pada anak-anak usia
prasekolah di Veneto Italia sebesar 13,28% dan 0,53 pada anak usia tiga tahun,
18,95% dan 0,83 pada anak usia empat tahun dan 26,9% dan 1,34 pada anak usia
lima tahun. 8 2.1.1 Gambaran Klinis Early Childhood Caries Menurut literatur
gambaran klinis ECC terdiri dari empat tahap yaitu:38 a. Tahap inisial Tahap inisial
ditandai dengan munculnya lesi demineralisasi yang seperti kapur dan berwarna
opak pada permukaan gigi incisivus desidui maksila pada saat anak berumur antara
sepuluh sampai dua puluh bulan, bahkan bisa terjadi pada anak dibawah usia
tersebut. Pada tahap ini dapat dilihat gambaran garis yang khas di regio servikal
pada permukaan vestibular dan palatal dari gigi incisivus maksila. Universitas
Sumatera Utara Lesi karies yang terjadi pada tahap ini bersifat reversibel. Namun,

orang tua dan dokter sering kali mengabaikannya. Lesi ini dapat didiagnosis dengan
jelas setelah seluruh permukaan gigi dikeringkan. Gambar 1. Tahap Inisial ECC.39 b.
Tahap kedua Tahap kedua terjadi pada saat anak mencapai usia enam belas sampai
dua puluh empat bulan. Pada tahap ini dentin sudah mulai terinfeksi ketika lesi
putih berkembang dengan cepat sehingga mengakibatkan kerusakan yang parah
pada permukaan enamel. Dentin terpapar dan terlihat lunak serta berwarna kuning.
Molar desidui maksila terkena lesi inisial pada permukaan servikal, proksimal dan
oklusal. Pada tahap ini anak mulai merasakan keluhan terhadap sensitifitas
makanan atau minuman dingin. Orang tua mulai memperhatikan dan merasa
terganggu dengan perubahan warna gigi anak. Universitas Sumatera Utara Gambar
2. Tahap Kedua ECC.38 c. Tahap ketiga Tahap ini terjadi saat usia anak 20-36 bulan.
Lesi sudah luas pada salah satu insisivus maksila dan pulpa sudah teriritasi. Anak
akan mengeluh sakit saat mengunyah dan menyikat gigi. Pada malam hari anak
akan merasa kesakitan spontan. Pada tahap ini, molar desidui maksila pada tahap
kedua sedangkan gigi molar desidui mandibula dan kaninus desidui maksila pada
tahap inisial. Gambar 3. Tahap Ketiga ECC.39 Universitas Sumatera Utara d. Tahap
keempat Tahap ini terjadi ketika anak sudah berusia 30-48 bulan. Mahkota gigi
anterior maksila sudah fraktur akibat dari rusaknya enamel dan dentin. Pada tahap
ini insisivus desidui maksila biasanya sudah nekrosis dan molar desidui maksila
berada pada tahap tiga. Molar kedua desidui dan kaninus desidui maksila serta
molar pertama desidui mandibula pada tahap kedua. Anak sangat menderita, susah
mengekspresikan rasa sakitnya, susah tidur, dan tidak mau makan Gambar 4. Tahap
Keempat ECC.38 2.1.2 Etiologi Early Childhood Caries Karies merupakan penyakit
infeksi yang cepat meluas dan disebabkan oleh multifaktorial etiologi yang sangat
mempengaruhi perkembangan karies. Adapun faktor faktor tersebut antara lain
host, substrat, mikroorganisme dan waktu. FaktorUniversitas Sumatera Utara faktor
tersebut mempengaruhi keseimbangan antara demineralisasi dan juga
remineralisasi struktur enamel gigi yang pada akhirnya menyebabkan karies.
Diagram 1. Proses terjadinya ECC.1 2.1.2.1 Host Gigi terdiri dari lapisan luar yaitu
enamel dan dentin. Pada umumnya karies bermula pada permukaan enamel gigi,
dengan demikian struktur enamel sangat menentukan proses terjadinya karies.
Tetapi, karies juga dapat bermula di permukaan dentin dan sementum. Struktur
enamel terdiri dari susunan kimia kompleks dengan Universitas Sumatera Utara
gugusan kristal terpenting yaitu hidroksil apatit. Proses karies pada gigi sulung lebih
cepat dibanding gigi tetap, hal ini terjadi karena gigi sulung mengandung lebih
banyak bahan organik dan air, sedangkan jumlah mineral lebih sedikit dbanding gigi
tetap dan ketebalan enamel gigi sulung hanya setengah dari gigi tetap. Faktor
genetik dapat mempengaruhi anatomi dari gigi baik mempengaruhi bentuk pit dan
fisur gigi, perubahan enamel gigi, dan berpengaruh terhadap level pH (tingkat
keasaman) dari saliva. Anatomi dari gigi desidui juga dapat mempengaruhi
kemungkinan terjadinya karies. Malposisi, pit dan fisur yang dalam dapat
memperbesar kemungkinan terjadinya karies. Plak juga lebih mudah melekat pada
permukaan gigi yang kasar dan mempercepat perkembangan karies. 13,40 Saliva
memainkan peranan penting untuk mencegah terjadinya karies. Saliva merupakan

sistem pertahanan natural terpenting terhadap proses terjadinya karies. Apabila


terjadi penurunan terhadap laju aliran saliva, proses terjadinya karies akan
berlangsung lebih cepat. Penurunan dari laju aliran saliva maksimum sampai kurang
dari 0,7 ml/menit dapat meningkatkan resiko terjadinya karies. Kehadiran makanan
di dalam rongga mulut akan merangsang salviasi, makanan yang asam merupakan
stimulus yang baik untuk merangsang pengeluaran saliva. Saliva tidak hanya
menyingkirkan sisa makanan dan juga asam yang dihasilkan plak dari rongga mulut
secar fisik, tetapi saliva juga berperan sebagai buffer untuk menormalkan kembali
pH didalam rongga mulut. Aliran saliva yang cepat berperan dalam peningkatan pH
rongga mulut menjadi sekitar 7,5 8,0 dan peningkatan pH ini sangat diperlukan
oleh plak dental yang sebelumnya telah menurun akibat eksposur dengan gula.
Oleh Universitas Sumatera Utara karena struktur gigi terdiri dari kalsium dan fosfat,
konsentrasi kalsium dan fosfat dalam saliva juga berperan mencegah terjadinya
karies.6,32,41 Faktor-faktor yang mempengaruhi pada saat kehamilan seperti
demam atau penyakit lainnya, malnutrisi, kekurangan zat besi, stress, atau
penggunaan antibiotik dapat menyebabkan perkembangan dari kelainan enamel
pada gigi bayi, yang dikenal sebagai hypoplasia. Kelainan dari enamel juga
merupakan faktor resiko yang dapat mempermudah terjadinya karies. Anak-anak
dengan kelainan enamel menunjukan resiko terjadinya karies lima kali lebih besar
dibandingkan anak yang normal. Resiko terjadinya karies yang lebih tinggi
ditunjukkan oleh anak yang menderita enamel hipoplasia (Li et al., 1996). 26,40
2.1.2.2 Substrat atau diet AAPD mengatakan bahwa frekuensi konsumsi minuman
yang mengandung karbohidrat terfermentasi seperti susu, jus dan soda dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya karies.12 Konsumsi karbohidrat
terfermentasi dapat mempengaruhi pembentukan asam dan menyebabkan
demineralisasi dan terjadinya karies pada permukaan gigi.13 Anak-anak yang
menderita ECC biasanya memiliki kebiasaan mengkonsumsi gula dalam bentuk
cairan dalam jangka waktu yang lama. Sukrosa, glukosa dan fruktosa yang
terkandung dalam jus buah dan minuman manis lainnya dimetabolisme oleh
Streptococcus mutans dan Lactobacilli dengan sangat cepat menjadi asam organik
yang akan mendemineralisasi struktur enamel dan dentin. Penggunaan botol bayi
dapat menambah frekuensi terpaparnya permukaan gigi bayi dengan glukosa.
Universitas Sumatera Utara Kebiasaan pemberian nutrisi melalui botol bayi selama
bayi tertidur dapat meningkatkan resiko terjadinya ECC. Hal ini mungkin diakibatkan
kebersihan rongga mulut yang tidak baik dan juga menurunnya laju aliran saliva
pada saat anak tertidur.3 Peran pemberian ASI ataupun kebiasaan menyusui pada
bayi sebagai faktor resiko terjadinya karies sendiri masih kontroversial. Beberapa
peneliti seperti RuggGunn dkk. (1985); Thomson dkk. (1996); Bowen dan Lawrence
(2005), menyatakan bahwa ASI memiliki sifat kariogenik lebih tinggi dibandingkan
dengan susu sapi. Penelitian di Swedia menemukan bahwa anak-anak yang masih
menyusui pada umur 18 bulan memiliki resiko karies lebih tinggi dibandingkan
anak-anak dengan jangka waktu menyusui lebih pendek. Birkhed et al. menunjukan
ASI dan susu sapi dapat menurunkan nilai pH plak dental. Streptococcus sendiri
dapat memfermentasi laktosa apabil frekuensi kontak dengan susu cukup tinggi.

Berdasarkan hal ini Birkhed et al. mengambil kesimpulan bahwa kebiasaan


menyusui dapat memberikan dampak pada karies apabila dilakukan dalam jangka
waktu yang panjang. Tetapi walaupun begitu, pemberian ASI dalam kondisi yang
normal tidak menyebabkan dampak klinik, kecuali terjadi penurunan laju aliran
saliva seperti pada saat tidur dan penderita xerestomia.25,32,33 Sementara itu
penelitian di US yang dilakukan oleh The 3rd National Health and Nutrition
Examination Survey tidak menemukan adanya hubungan antara karies dental
dengan menyusui. Pemberian ASI juga menunjukan banyak manfaat kesehatan bagi
bayi. ASI memberikan perlindungan terhadap penyakit infeksi gastrointestinal, otitis
media dan nekrose enterocolisitis. The World Health Organization juga
menyarankan ASI ekslusif pada enam bulan pertama usia bayi dan sangat
Universitas Sumatera Utara direkomendasikan untuk melanjutkan pemberian ASI
sampai usia 2 tahun atau lebih. Oleh karena itu, seorang dokter gigi seharusnya
memberikan solusi kepada ibu menyusui untuk tetap memberikan ASI eksklusif
kepada bayinya namun didukung dengan perhatian terhadap kebersihan rongga
mulut bayi sedini mungkin.33,34 2.1.2.3 Mikroorganisme pada dental plak Dental
plak adalah lapisan microbial biofilm yang mengandung ratusan mikroorganisme
yang berada di rongga mulut dan melekat di permukaan gigi. Menurut Dawes dkk
(1963), plak dental adalah lapisan lembut yang melekat pada permukaan gigi yang
tidak dapat dibersihkan dengan mudah hanya dengan mengunakan air.
Diperkirakan dari setiap 1 mm3 plak dental, dan sekitar 1 mg plak dental terdapat
sekitar lebih dari 200 miliar bakteri (Schele, 1994). Mikroorganisme lain seperti
mikoplasma, jamur, dan protozoa juga dijumpai di plak matang.19,42 Banyak
penelitian yang menghubungkan bakteri Streptococcus mutans dengan terjadinya
karies, dan beberapa penelitian laboratorium menunjukan kemampuan bakteri
Stretpococcus mutans untuk memproduksi asam yang menyebabkan karies. Selain
itu, bakteri penghasil asam lainnya yaitu Streptococcus sobrinus juga dihubungkan
dengan penyebab terjadinya karies, walaupun presentasinya lebih kecil
dibandingkan Streptococcus mutans. Lactobacillus juga dihubungkan dengan proses
terjadinya karies dan dianggap berperan dalam patogenesis sekunder dalam dental
karies. Bakteri Actnomyces juga diperkirakan memiliki hubungan dengan terjadinya
karies terutama karies pada permukaan akar gigi.2 Universitas Sumatera Utara
Penelitian bakteriologi menunjukan bahwa pada anak-anak yang menderita ECC
ditemukan 30 % bakteri Streptococcus mutans pada plak dentalnya. Sebaliknya,
hanya ditemukan sekitar 10 % bakteri S. mutans pada anak-anak yang tidak
menderita karies.3 Streptococcus mutans dipercaya sebagai bakteri terpenting
yang berperan terhadap proses awal terjadinya karies.2,3 Selanjutnya, setelah
terjadi karies enamel peran Lactobacilli meningkat. Selama proses karies
berlangsung, ketika pH menurun dibawah level kritis yaitu sekitar 5,5, asam akan
diproduksi dan dimulailah proses demineralisasi enamel. Proses ini akan
berlangsung sekitar dua puluh menit atau lebih tergantung dari kandungan substrat
yang tersedia.32 2.1.2.4 Waktu Ketika asam dihasilkan kristal enamel akan rusak
dan terjadi kavitas. Proses ini bisa terjadi selama berbulan-bulan atau bertahuntahun Di rongga mulut akan selalu terjadi proses demineralisasi dan

remineralisasi.41 Rentang waktu antara kolonisasi bakteri Streptococcus mutans


dengan proses terjadinya karies sekitar 13 - 16 bulan. Pada bayi yang memiliki
resiko karies tinggi seperti bayi yang lahir prematur, atau lahir dengan berat badan
di bawah normal dan bayi dengan gigi yang hipomineralisasi rentang waktunya
dapat lebih sempit lagi.1 2.1.3 Faktor Resiko Early Childhood Caries Selain etiologi
utama, proses terjadinya ECC juga dipengaruhi beberapa faktor predisposisi.
Memprediksikan faktor-faktor yang kiranya dapat mempengaruhi terjadinya ECC
merupakan pembahasan yang kompleks. ECC sendiri tergantung Universitas
Sumatera Utara pada keseimbangan antara bakteri yang menyerang agen (pada
umumnya Mutans streptococci), ketahanan dari host (kekuatan struktur enamel,
saliva, unsur protektif) dan juga faktor lingkungan (sosial, kultural, demografi,
kebiasaan, dan status ekonomi). ECC biasanya dijumpai pada anak-anak yang
berasal dari keluarga dengan penghasilan rendah ataupun anak-anak yang berasal
dari ras minoritas dan keluarga imigran, anak yang diasuh oleh orang tua tunggal,
anak dari orang tua yang berpendidikan rendah dan anak yang dilahirkan dari ibu
yang memiliki penyakit tertentu.7,18,28,32,33 Di negara yang belum berkembang,
pengalaman karies pada anak sering dihubungkan dengan penghasilan orang tua,
malnutrisi, dan juga tingginya kemungkinan infeksi pada anak. (Pascoe dan Seow,
1994).26 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh KB Hallet tahun 2003, anakanak yang dilahirkan dari keluarga yang memiliki satus sosio-ekonomi rendah
(penghasilan dibawah $ 35.000) dan berasal dari keluarga non-Caucasian memiliki
kemungkinan terkena ECC dua kali lebih besar pada usia prasekolah. Status sosial
ekonomi yang rendah mempengaruhi terjadinya ECC dari beberapa segi. Menurut
Chen, keluarga yang memiliki status sosial ekonomi yang rendah kurang menaruh
perhatian kepada kesehatannya, penyakit yang diperoleh dianggap sudah
merupakan nasib yang harus diterima. Sehingga penyakit yang berhubungan
dengan gigi dianggap tidak memerlukan perhatian khusus.7 Faktor pendidikan dari
ibu juga penting untuk diperhatikan. Pengetahuan ibu akan pentingnya
mengkonsumsi nutrisi yang seimbang sewaktu hamil akan sangat membantu
pencegahan karies pada anak yang akan ia lahirkan.28 Selanjutnya, anakanak yang
dilahirkan ataupun dirawat oleh orang tua tunggal, anak yang dilahirkan Universitas
Sumatera Utara oleh ibu dibawah usia 25 tahun dan pada anak kelahiran keempat
atau lebih memiliki resiko karies lebih besar. Oleh karena kurangnya pengetahuan
dan juga perhatian terhadap kesehatan, ibu tunggal yang masih muda biasanya
memiliki kebiasaan yang kurang baik terhadap kesehatan dibandingkan ibu dengan
usia lebih tua dan memiliki pasangan.7 Bayi yang dilahirkan dengan berat badan
kurang dan bayi prematur diperkirakan memiliki level kolonisasi Streptococcus
mutans yang tinggi.32 Beberapa pendapat menyatakan bahwa bayi yang dilahirkan
melalui cesar, bayi prematur, bayi dari ibu yang merokok memiliki resiko tinggi
terkena karies.40 Malnutrisi dapat menyebabkan hipoplasia enamel, dan seperti
anemia akibat kekurangan zat besi, malnutrisi juga dapat menurunkan produksi
saliva dan menurunkan kapasitas buffer. Malnutrisi pada anak masih merupakan
permasalahan utama di Brazil, terutama di bagian utara dan timur laut, yang
mungkin berkontribusi terhadap besarnya kasus gigi berlobang.32 Malnutrisi dapat

menunda erupsi gigi dan mempengaruhi komposisi struktur gigi permanen dan
tulang yang akan meningkatkan prevalensi karies.25 Jenis kelamin sendiri diduga
sebagai faktor predisposisi tidak langsung penyebab ECC. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh F. Vazquaz-Nava dkk. (2008), prevalensi karies pada anak laki-laki
lebih besar (19,6%) dibandingkan dengan anak perempuan (16,3%).11 Banyak
penelitian menemukan anak laki-laki biasanya memulai menyikat giginya lebih lama
dibandingkan anak perempuan dan lebih banyak mengkonsumsi makanan manis
dimalam hari dibandingkan anak perempuan untuk jangka waktu yang lama.28
Universitas Sumatera Utara Kebiasaan menyikat gigi memiliki hubungan yang kuat
dengan proses terjadinya karies (Pienihakkinen dkk., 2004; Routtinen dkk., 2004).
Oral Hygine yang baik merupakan hal yang penting bagi anak. Ketika gigi permanen
mulai tumbuh, orang tua harus menyikat gigi anak minimal dua kali sehari
menggunakan sikat gigi yang kecil dan lembut. Orang tua harus mengawasi dan
memperhatikan cara anak menyikat giginya sampai usia anak sekitar tujuh tahun
dan sudah mampu membersihkan gigi mereka dengan baik. Fluor memiliki peran
pentng dalam pertumbuhan gigi anak. Fluor dapat meningkatkan kualitas dan
kekuatan dari enamel gigi dan menciptakan lebih banyak permukaan yang resisten
terhadap asam di permukana gigi. Fluor dapat menurunkan insiden terjadinya
karies sekitar 50-70%. Oleh karena itu, kandungan fluor dalam pasta gigi dan air
minum juga penting untuk diperhatikan.11,25,32,40 2.2 Streptococcus mutans 2.2.1
Taksonomi dan Morfologi Streptococcus mutans seperti telah disebutkan di atas
merupakan bakteri utama penyebab karies. 2,15,16,19,22-24 S. mutans masuk ke
dalam genus mutans streptococci. Streptococcus mutans merupakan bakteri gram
positif. 25 Streptococcus mutans berbentuk kokus (bulat atau lonjong), diameter 1
mm, dan berbentuk rantai. Bakteri ini nonmotil dan fakultatif anareob. Sebagai
bakteri yang anaerob butuh CO2 5% dan nitrogen 95%. Tumbuh maksimal pada
suhu 180 -400 C.41,42 Universitas Sumatera Utara 2.2.2 Karakteristik Streptococus
mutans Streptococcus mutans bersifat acidogenik dan acidurik yang berkolonisasi di
rongga mulut dan berhubungan dengan perkembangan karies.23 Bakteri ini dapat
membentuk sistem pertahanan untuk melindungi diri atau mendominasi ekosistem
mikroba dalam rongga mulut. Streptococcus mutans tumbuh pada pH yang sangat
rendah yaitu sekitar 4,5. Pada level pH ini, tidak hanya akan menambah sifat
kariogenik dari bakteri Streptococcus mutans tetapi juga akan membunuh bakteri
lain yang tidak bersifat kariogenik. Streptococcus mutans seperti bakteri gram
positif lainnya, memproduksi antibiotiknya sendiri yang akan menghambat
pertumbuhan mikroorganisme lainnya.25 2.2.3 Hubungan Streptococcus mutans
dengan Karies Sejak lama diyakini bahwa bakteri Streptococcus mutans merupakan
bakteri penyebab utama karies. Menurut Loesche (1986), Carlsson dkk (1987)
bakteri Streptococcus mutans lebih banyak dijumpai pada plak gigi dibandingkan
Streptococcus sobrinus.16 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Khisi M dkk
(2009) dijumpai bakteri Streptococcus mutans pada 31 anak dari 54 anak berumur
2-5 tahun yang dijadkan subjek penelitian atau sekitar 57,4%. Skor dft yang
didapati pada anak yang memiliki kolonisasi Streptococcus mutans pada plaknya
juga lebih tinggi dibandingkan yang tidak.24 Pada populasi yang memiliki resiko

karies tinggi, dijumpai adanya hubungan antara level Mutans streptococci dalam
saliva dan prevalensi ataupun insiden karies. Apabila didapati jumlah Mutans
streptococci dalam saliva lebih besar dari satu juta Universitas Sumatera Utara per
milimeter, maka individu tersebut diduga memiliki resiko tinggi terkena karies
(Klock and Krasse, 1976).41 Menurut Kohler dkk. 89% anak-anak yang dijumpai
kolonisasi Streptococcus mutans pada usia 2 tahun memiliki aktivitas karies yang
tinggi pada usia 4 tahun.3 Streptococcus mutans dapat terus bertahan di rongga
mulut dengan membentuk kolonisasi yang melekat pada permukaan gigi ataupun
hidup bebas dalam saliva.3 Reservoir utama Streptococcus mutans pada anak
adalah ibunya.1,3,15,25,41 Konsep ini lahir berdasarkan beberapa penelitian klinis
yang mengisolasi bakteri Streptococcus mutans dari ibu dan anaknya dan keduanya
menunjukan gambaran bacteriocin, plasmid, dan cromosom DNA yang identik.
Berkowitz dkk melaporkanan bahwa frekuensi infeksi infan akan lebih besar 9 kali
ketika level organisme di dalam saliva ibu lebih besar dari 105 CFU/mL.3 Pada usia
awal anak, ketika anak masih sepenuhnya bergantung kepada ibunya ataupun
perawatnya, kuantitas level Mutans streptoocci pada ibu atau perawat merupakan
faktor penting yang dapat mempengaruhi perlekatan awal bakteri tersebut kedalam
rongga mulut anak. Mutans streptococci dapat berkolonisasi kedalam rongga mulut
anak melalui transmisi vertikal dari ibu atau perawatnya maupun transmisi
horizontal dari saudara ataupun teman-temanya. Kebersihan rongga mulut ibu yang
buruk dan kebiasaan mengkonsumsi makana berkabohidrat tinggi dapat
memperburuk kemungkinan transmisi Streptococcus mutans.24 Universitas
Sumatera Utara 2.2.4 Kerangka Teori EARLY CHILDHOOD CARIES Fermentasi
Karbohidrat Host (Struktur Gigi) Mikroorganisme Streptococcus mutans
Demineralisasi Faktor Resiko Internal dan Eksternal Umur, Jenis Kelamin, Pola
makan, Sosial ekonomi, Pendidikan, Populasi minoritas, Transmisi S.mutans, Enamel
Hipoplasia,Kebiasaan menyusui, Status Kelahiran, Oral Hygine, Fluor. Universitas
Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai