Anda di halaman 1dari 10

Home

About Me

Kontak

Jenis Geofisical loging


October 23, 2008 at 9:30 pm 7 comments
Untuk interpretasi maupun analisa baik kualitatif maupun kuantitatif,jenis-jenis
Geofisical loging yang umum digunakan adalah :
a. Log Radioaktif
Log radioaktif adalah jenis log yang dihasilkan dari perekaman yang menggunakan elemenelemen radioaktif yaitu log gamma Ray, Densitas dan Neutron
Log Gamma Ray (GR Log)
Pada dasarnya gamma ray log merekam pancaran radioaktif dari formasi. Sinar radioaktif
alami yang direkam berupa uranium, thorium, dan potassium. Log gamma ray sederhana
memberikan rekaman kombinasi dari tiga unsur radioaktif, sedangkan spectral gamma ray
menunjukkan masing-masing unsur radioaktif (Rider, 1996).
Log gamma ray merekam unsur radioaktif dalam skala API (American Petroleum
Institute). Log gamma ray umumnya direkam dalam satu kolom bersama log caliper. Unsurunsur radioaktif yang ada dalam suatu batuan cenderung untuk terkonsentrasi di dalam batuan
yang memiliki kadar radio aktif tinggi, defleksi kurva sinar gamma pada batuan jenis ini akan

relatif besar seperti pada batulempung. Batuan yang hanya mengandung sedikit unsur radioaktif
dan akan memberikan defleksi kurva sinar gamma yang relatif kecil,seperti pada batubara.
Log Densitas (Density Log)
Log densitas merekam secara menerus dari bulk density formasi. Densitas yang diukur
merupakan semua densitas dari batuan termasuk batubara. Secara geologi bulk density adalah
fungsi dari densitas dari mineral-mineral pembentuk batuan (misalnya matriks) dan volume dari
fluida bebas yang mengisi pori (Rider, 1996). Prinsip pengukuran log densitas adalah
menembakan sinar gamma yang membawa partikel foton ke dalam formasi batuan, partikelpartikel foton akan bertumbukan dengan elektron yang ada dalam formasi. Banyaknya energi
sinar gamma yang hilang setiap kali bertumbukan menunjukkan densitas elektron dalam formasi
yang mengindikasikan densitas formasi.
Masuknya sinar gamma ke dalam batuan akan menyebabkan benturan antara sinar
gamma dan elektron sehingga terjadi pengurangan energi pada sinar gamma tersebut. Sisa energi
sinar gamma ini direkam detektor sinar gamma. Semakin lemah energi yang diterima detektor,
maka semakin banyak jumlah elektron di dalam batuan yang berarti semakin padat butiran
penyusun batuan per satuan volume yang menjadi indikasi densitas batuan.
Log Neutron (Neutron Log)
Log neutron merekam Hidrogen index (HI) dari formasi. HI merupakan indikator
kelimpahan kandungan hidrogen dalam formasi. Satuan pengukuran dinyatakan dalam satuan PU
(Porosity Unit) (Rider, 1996). Prinsip kerja dari log ini adalah menembakan partikel neutron
berenergi tinggi ke dalam formasi, tumbukan neutron dengan atom H (dengan asumsi atom H

berasal dari HC atau air) akan menyebabkan energi neutron melemah, kemudian detektor akan
mengukur jumlah partikel neutron yang kembali dari formasi. Semakin banyak atom H dalam
formasi, maka partikel neutron yang kembali akan semakin sedikit. Batubara pada log neutron
biasanya akan memberikan respon defleksi yang relatif lebih besar dibandingkan dengan
batupasir, karena batubra lebih kompak (densitas batuan besar) daripada batupasir.
Besarnya porositas batuan sama dengan jumlah energi netron yang hilang, karena atom
hidrogen berkonsentrasi pada pori yang terisi fluida (water atau oil). Pori yang terisi oleh gas
akan memiliki pola kurva log netron akan lebih rendah dari yang seharusnya (gas effect). Hal ini
terjadi karena konsentrasi hidrogen dalam gas lebih kecil dibandingkan pada minyak dan air.
b. Log Listrik
Log listrik digunakan untuk mengetahui sifat kelistrikan batuan serta jenis kandungan
yang ada dalam pori-porinya.
Log SP (Spontaneous Potential)
Log ini mengukur beda potensial alami antara elektroda yang bergerak dalam lubang bor
dengan elektroda yang berada di permukaan. Penggunaan log SP antara lain untuk mengukur
resistivitas air formasi dan mengindikasikan permeabilitas, selain itu juga digunakan untuk
memperkirakan volume shale, mengindikasikan fasies, dan di beberapa kasus tertentu digunakan
untuk korelasi (Rider, 1996). Faktor yang penting untuk menimbulkan arus SP adalah adanya
fluida yang bersifat konduktif dalam lubang bor, adalnya lapisan porous dan permeabel yang
dikelilingi oleh lapisan impermeabel, dan adanya perbedaan salinitas atau tekanan antara fluida
lubang bor dengan fluida formasi (Rider, 1996).

Rekaman log SP pada serpih (shale) relatif konstan dan membentuk garis lurus yang
disebut garis dasar serpih (shale base line). Pada lapisan yang bersifat impermeable tidak akan
terjadi pencampuran antara Rmf dan Rw sehingga pada log SP kurva akan berbentuk lurus. Kurva
log SP yang melewati lapisan yang porous dan permeabel akan mengalami defleksi terhadap
shale base line. Defleksi menunjukkan negatif (ke arah kiri shale base line) apabila salinitas
fluida dalam lapisan batuan lebih besar daripada salinitas lumpur (Rw < Rmf), defleksi ini
menunjukkan bahwa lapisan ini merupakan saline water formation. Sedangkan defleksi positif
(ke arah kanan shale base line) apabila salinitas fluida dalam lapisan batuan lebih kecil daripada
salinitas lumpur (Rw > Rmf, defleksi ini menunjukkan lapisan merupakan fresh water formation.
Bila pada lapisan permeabel salinitas fluidanya sama dengan salinitas lumpur maka defleksi
kurva SP akan berupa garis lurus seperti pada shale.
Log Resistivitas (Resistivity Log)
Log resistivitas mengukur tahanan jenis batuan atau formasi dan fluida terhadap arus
listrik yang melaluinya.
Ada dua jenis log resistivitas, yaitu:
1. Lateralog
Lateralog Deep (LLD)
Lateralog Shallow (LLS)
Micro Spherically Focused Log (MSFL)

2. Induction
Induction Lateralog Deep (ILD)
Induction Lateralog Medium (ILM)
Spherically Focused Log (SFL)
Secara umum tahanan jenis gas akan lebih besar daripada tahanan jenis minyak, dan
tahanan jenis minyak akan lebih besar daripada air. Batuan yang relatif tidak porous maka akan
menunjukkan tahanan jenis yang rendah. Batuan porous dengan kandungan fluida minyak atau
gas akan menunjukkan nilai resistivitas yang tinggi, kurva ILD/LLD akan berada di sebelah
kanan kurva MSFL/SFL dan LLS/LLD. Untuk batuan dengan fluida air kuva ILD/LLD akan
berada di sebelah kiri kurva MSFL/SFL dan ILM/ILS. Batugamping akan memberikan respon
defleksi lebih besar dibandingkan dengan batupasir dan serpih, karena batugamping bersifat
kurang dapat menghantarkan arus listrik
c. Log Akustik (Log Sonik)
Log sonik mengukur kemampuan formasi untuk meneruskan gelombang suara. Secara
kuantitatif, log sonic dapat digunakan untuk mengevaluasi porositas dalam lubang yang terisi
fluida, dalam interpretasi seismik dapat digunakan untuk menentukan interval velocities dan
velocity profile selain itu juga dapat dikalibrasi dengan penampang seismik. Secara kualitatif
dapat digunakan untuk mendeterminasi variasi tekstur dari lapisan sand-shale. Log ini juga dapat
digunakan untuk identifikasi litologi, mungkin juga dalam penentuan batuan induk, kompaksi
nornal, overpressure, dan dalam beberapa kasus dapat digunakan untuk identifikasi rekahan
(fractures) (Rider, 1996)

Perkenalan Terhadap Perhitungan Logging While Drilling


2 03 2007

Oleh: Fauz Firdaus


Logging while drilling maksudnya adalah pengambilan perhitungan properti petrofisis formasi
seperti saturasi hidrokarbon, litologi, dll. di sekitar lubang sumur saat sumur tersebut dibor.
Klien menggunakan jasa LWD untuk mengevaluasi nilai produksi reservoir saat pengeboran
dilakukan dan setelah pengeboran selesai. Untuk itu sangat penting ketepatan perhitungan alat
LWD karena akang sangat menentukan kesinambungan rencana pengeboran yang telah disusun
sebelumnya dalam suatu bentuk proposal pengeboran.
Beberapa tipe perhitungan logging while drilling antara lain:
1. Sinar Gamma
2. Resistivitas
3. Densitas & Porositas
5. Sonik
5. Seismik
7. Tekanan Formasi
8. Suhu & Tekanan Sumur
Disamping itu juga terdapat beberapa aplikasi lain yang sering dipakai saat pengeboran,
bergantung dari tujuan pengeboran yang dilakukan.
Produk dari alat LWD bisa berupa kurva log, data numerik ascii ataupun model gambar. Kurva
log adalah kumpulan titik-titik data yang mewakili hasil perhitungan formasi dan titik ini
berurutan berdasarkan kedalaman pengeboran sehingga berbentuk kurva. Analisa semua data log
dan data pendukungnya dikenal dengan nama interpretasi, dan hasil interpretasi inilah yang akan
sangat menentukan keputusan eksplorasi dan produksi. Data numerik ascii sebernarnya sama saja
dengan kurva log yang disalin ke dalam bentuk numerik sebagai perwakilan titik-titik data
berdasarkan kedalaman tertentu. Sedangkan model gambar adalah bentuk produk perhitungan
khusus dari alat LWD yang disajikan seperti kumpulan kurva log 2D atau 3D dan juga digunakan
sebagai korelasi dengan data lainnya.
Sinar Gamma
Bergantung pada jenis sumber dan sensor sinar gamma yang dipakai pada berbagai macam alat
logging, maka perhitungan ini bisa berupa perhitungan kandungan alami sinar gamma di formasi,
ataupun perhitungan jumlah sinar gamma yang kembali ke sensor setelah ditembakkan sensor ke
formasi. Apapun jenis sensor yang dipakai, sinar gamma digunakan untuk melihat kandungan
radiokatif yang ada di formasi. Selain itu, pada aplikasi sensor densitas, sinar gamma juga
dipakai untuk menghitung tingkat densitas formasi.

Sinar gamma umumnya dipakai untuk membedakan lapisan batuan pasir (sand) dan batuan
lempung (shale). Sebagai aturan dasar, bahwa sand umumnya memiliki kandungan radioaktif
yang lebih sedikit daripada shale. Namun hal ini tidak mesti terjadi pada semua tipe formasi, di
berbagai belahan dunia, kandungan radioaktif juga banyak didapatkan di sand, yang kemudian
dikenal dengan nama dirty sand. Untuk mempermudah pemahaman tentang sinar gamma kita
bisa mengambil aturan dasar yaitu semakin tinggi nilai sinar gamma maka semakin banyak
kandungn shale di formasi, begitu pula sebaliknya. Hal ini akan sangat baik jika dikombinasikan
dengan data resistivitas untuk melihat apakah bisa disimpulkan bahwa nilai sinar gamma yang
tinggi menunjukkan adanya shale dan sebaliknya.
Resisitivitas
Perhitungan yang dilakukan oleh alat LWD adalah perhitungan derajat seberapa besar formasi
menolak arus listrik yang ditembakkan ke formasi oleh alat LWD. Data yang diambil oleh alat
LWD sebenarnya adalah konduktifitas yang merupakan lawan dari resistivitas, namun dengan
begitu maka dapat secara mudah dihitung nilai resistivitasnya.
Bergantung dari jenis alat resistivitas yang dipakai, perhitungan ini bisa dilakukan dengan injeksi
arus secara langsung ke formasi, atau bisa berupa penembakan gelombang elektromagnetik ke
formasi. Sistem perhitungan keduanya berbeda, namun hasil yang didapatkan mestinya sama.
Sistem yang berbeda ini dirancang berdasarkan perbedaan lingkungan pengeboran dan jenis
formasi, berkaitan dengan tipe lumpur yang dipakai saat pengeboran dan tujuan pengambilan
data yang diinginkan.
Data yang dihasilkan berupa resistivitas dipakai untuk menafsirkan secara kasar tentang litologi
formasi. Sebagai aturan dasar, semakin tinggi nilai resistivitas maka semakin tinggi kandungan
batuan pasir (sand) dan semakin rendah kandungan resistivitas maka semakin tinggi nilai batuan
lempung (shale). Dipakai bersama data sinar gamma, maka bisa dengan mudah kita melihat
perbedaan litologi secara kasar untuk melihat prospek sand and shale suatu formasi, yang
kemudian kita kenal dengan nama interpretasi shally-sand. Yaitu jika sinar gamma bernilai
rendah dan resistivitas bernilai tinggi maka kemungkinan terdapat kandungan sand, begitu pula
sebaliknya jika sinar gamma bernilai tinggi dan resistivitas bernilai rendah maka kemungkinan
terdapat shale di formasi. Jika sinar gamma bernilai rendah dan resistivitas juga bernilai rendah,
maka kemungkinan terdapat air di formasi. Jika sinar gamma bernilai tinggi dan resistivitas juga
tinggi, maka kemungkinan terdapat kandungan sand yang berisi bahan radiokatif (dirty sand).
Pentingnya penafsiran sand dan shale ini adalah karena hidrokarbon yang kita cari (minyak dan
gas) selalu bertumpuk di bebatuan pasir (sand) sehingga dengan penentuan litologi ini, bisa kita
lihat secara kasar pada lapisan mana saja kita bisa temukan minyak dan gas dan pada lapisan
mana saja yang tidak terdapat hidrokarbon tersebut. Namun begitu dari sekian lapisan yang terisi
hidrokarbon, tidak semuanya bisa diproduksi karena kandungannya perlu kita lihat lebih cermat.
Hal ini bisa dibantu dengan adanya parameter petrofisis yang lain seperti permeabilitas dan
saturasi air yang kita hitung melalui data densitas dan porositas.
Porositas
Porositas adalah persentase formasi yang terisi oleh ruang berpori. Pada dasarnya ruang berpori

terisi oleh hidrokarbon atau air. Satu hal yang sama diantara keduanya adalah sama-sama
mengandung hidrogen.
Salah satu cara paling mudah untuk mengetahui seberapa banyak kandungan hidrogen di formasi
yaitu dengan meggunakan neutron. Kenapa? karena neutron dan hidrogen bermusuhan. Kemana
saja neutron pergi, jika ada hidrogen maka lajunya akan menjadi lambat. Jadi jika kita lemparkan
10 neutron ke formasi dan di sensor kita tangkap jumlah yang sama maka asumsi kita tidak ada
kandungan hidrogen di formasi tersebut. Namun jika kita lemparkan 10 neutron ke formasi
kemudian sensor kita hanya menangkap 2 neutron kembali ke sensor, maka asumsi kita adalah
kandungan hidrogen di formasi tersebut sangat tinggi karena 8 neutron telah lebih lambat
daripada 2 neutron yang lain. Kira-kira analogi perhitungan alat porositas adalah sepeti itu.
Kalau kita kembalikan ke perumusan pengertian porositas tadi, maka bisa kita tarik suatu asumsi
dasar yaitu dengan semakin sedikitnya neutron yang kembali ke sensor, maka semakin banyak
kandungan hidrogen di formasi, dan dengan begitu maka berarti formasi memiliki banyak poripori yang terisi oleh hidrogen, baik itu berupa air atau hidrokarbon.
Densitas
Densitas adalah jumlah massa per satuan volum. Sedangkan Densitas Bulk adalah hitungan kotor
berat jenis secara total atau rata-rata per satu satuan. Dalam hal ini kita berbicara entang jumlah
massa per satuan volum formasi.
Untuk menentukan densitas bulk ini kita bisa menggunakan aplikasi sinar gamma. Namun sinar
gamma yang dimaksud di sini adalah sinar gamma yang ditembakkan ke formasi dan bukan sinar
gamma yang secara alami terkandung di formasi. Efek sinar gamma yang bisa kita analisa untuk
menghitung densitas adalah Efek Hamburan Compton dan Efek Serapan Fotolistrik.
Sebagai aturan dasar adalah semakin banyak kandungan elekron suatu materi maka semakin
tinggi nilai densitas materi tersebut.
Ketika sinar gamma energi-sedang menjalar dan berinteraksi dengan atom, sebagian energinya
dipakai untuk melempar elektron keluar dari jalur orbitnya dan sinar gamma-pun mengalami
penurunan tingkat energi menjadi tingkat energi-lemah yang kemudian ia menjalar lagi, efek ini
dikenal dengan nama Hamburan Compton. Ketika sinar gamma energi-lemah ini menjalar
kembali dan berinteraksi dengan atom lainnya, karena tingkat energinya yang rendah maka ia
terserap oleh atom tersebut, efek ini dikenal dengan nama Serapan Fotolistrik. Kedua efek ini
berkaitan langsung dengan jumlah elektron yang terkandung di salam suatu atom. Semakin
banyak elektron, semakin sedikit sinar gamma yang bisa menjalar karena efek hamburan dan
serapan tadi.
Dengan begitu, semakin sedikit pula sinar gamma yang bisa kembali ke sensor yang ada di alat
LWD. Sensor ini menghitung spektrum energi untuk menentukan seberapa banyak sinar gamma
tingkat energi-sedang yang kembali ke sensor dan seperti apa tingkat energi sinar gamma
tersebut. Semakin sedikit sinar gamma yang kembali ke sensor, berarti semakin banyak sinar
gamma yang hilang berinteraksi dengan atom di formasi, yang menunjukkan banyaknya

kandungan elektron di formasi tersebut atau dengan kata lain semakin tinggi tingkat densitas
formasi tersebut.
Lalu bagaimana hubungan densitas ini dengan keberadaan hidrokarbon di formasi? Alat LWD
beroperasi berdasarkan asumsi bahwa densitas bulk alat sama dengan densitas bulk formasi.
Namun pada kenyatannya teknik perhitungan ini tidak sama, karena alat LWD menghitung
densitas bulk bedasarkan jumlah elektron pada suatu volum materi, sedangkan densitas bulk
formasi bergantung terhadap berat atom atau jumlah proton dan neutron dalam suatu volum
materi. Untuk itu perlu dicari perumusan yang menghubungkan antara densitas bulk alat LWD
dan densitas bulk sebenarnya di formasi.
Berikut solusinya, silahkan dicermati secara pelan-pelan, ini tidak rumit tapi butuh daya tangkap
yang bagus untuk mengerti algoritma perhitungannya:
1. Kita definisikan jumlah elektron setiap satu gram atom, N(Z).
2. Kita definisikan jumlah elektron setiap satu gram, N(Z/A).
3. Kita definisikan jumlah elektron setiap sentimeter kubik, Ne = N(Z/A)RHOB dimana
RHOB = densitas bulk formasi, dengan begitu Ne bisa kita sebut sebagai densitas
elektron.
4. Berdasarkan densitas elektron bisa kita definisikan indeks elektron sebagai, RHOE =
2(Ne/N), dengan begitu RHOE bisa kita sebut sebagai jumlah elektron pada suatu volum
tertentu.
5. Dari perumusan di atas bisa kita sederhanakan mejadi, RHOE = 2(Z/A)RHOB.
6. Pada sebagian besar elemen yang ditemukan di lingkungan pengeboran, berat atom setara
dengan dua kali nomer atom, atau dengan kata lain, jumlah proton dan neutron pada suatu
atom setara dengan dua kali jumlah elektron pada atom tersebut, (2Z/A) = 1.
7. Jadi perumusan RHOE bisa disederhanakan menjadi, RHOE = RHOB, ini kita rumuskan
untuk sebagian besar elemen yang ditemukan di lingkungan pengeboran.
8. Sedangkan densitas bulk LWD seperti yang dijelaskan di atas adalah berdasarkan jumlah
elektron atau indeks densitas elektron, RHOA = RHOE, dimana RHOA adalah densitas
bulk LWD.
9. Sehingga bisa disimpulkan bahwa RHOA = RHOE = RHOB, atau densitas bulk LWD
adalah setara dengan densitas bulk formasi.
Coba dilihat kembali bahwa (2Z/A) = 1, hal ini adalah benar pada hampir semua elemen yang
ditemukan di lingkungan pengeboran, tapi tidak benar pada hidrogen. Karena hidrogen memiliki
1 proton, 1 elektron, dan tidak memiliki neutron. Jadi pada hidrogen perbandingan algoritma
tersebut tidak sama dengan 1. Ini sangat penting bagi kita karena hidrogen terkandung di

hidrokarbon dan air. Jadi ketika hidrogen terkandung di suatu formasi, maka RHOA tidak akan
sama dengan RHOE.
Untuk mengatasi masalah perhitungan ini saat ditemukan kandungan hidrogen, maka dilakukan
eksperimen untuk menentukan hubungan RHOA dan RHOE saat hidrogen terdapat di formasi.
Yaitu dengan meletakkan alat pada suatu lempengan batuan kapur yang sudah diketahui
porositasnya sekitar 0% sampai 40%, kemudian pori-porinya diisi dengan air. Melalui
eksperimen ini ditemukan hubungan RHOA = (1.0704 RHOE) 0.1883, yang dipakai
Schlumberger untuk menghitung RHOA saat alat LWD berada di lingkungan yang mengandung
hidrogen. Eksperimen juga dilakukan menggunakan lempengan batuan pasir dan dolomite,
karena ketiga jenis batuan ini yang paling sering ditemukan di lingkungan pengeboran. Dengan
hasil eksperimen tersebut maka semua alat LWD Schlumberger yang menghitung densitas harus
dikalibrasi berdasarkan standard ini. Air dan minyak memiliki kandungan hidrogen yang hampir
sama, sehingga tidak perlu adanya koreksi terhadap hasil perhitungan. Namun ketika alat LWD
melintasi bebetuan yang berbeda semisal batuan garam dan gipsum, maka butuh sedikit koreksi
terhadap hasil perhitungan densitas formasi yang diperoleh alat LWD, karena algoritma yang
dipakai hanya diperuntukkan untuk jenis batuan kapur, pasir dan dolomite.
Semua hasil perhitungan ini adalah tidak mesti tepat karena adanya faktor-faktor di lingkungan
pengeboran yang berubah dari waktu ke waktu juga akan mempengaruhi perhitungan. Koreksikoreksi ini sangat penting adanya untuk ketepatan hasil akhir perhitungan parameter fisis yang
akan diberikan kepada klien. Koreksi ini berbeda-beda antara satu perhitungan dengan
perhitungan lain, misalnya pada sinar gamma kita harus koreksi dengan besarnya diameter
sumur, berat jenis lumpur bor, kandungan potasium dan besarnya diameter alat. Porositas
memiliki koreksi yang paling rumit karena sangat bergantung pada banyak faktor lingkungan
pengeboran yang berubah setiap saat, seperti suhu di dalam sumur, tingkat ke-asinan formasi dan
lumpur, jenis matrik formasi, besarnya diamter lubang sumur, indeks hidrogen formasi, dsb.
Sinar gamma, resistivitas, porositas dan densitas adalah jenis parameter fisis yang paling sering
digunakan untuk mengevaluasi formasi dan dari perhitungan-perhitungan ini bisa dilanjutkan
untuk menginterpretasi formasi melalui tingkat permeabilitas, kandungan jenuh air, dsb. untuk
kemudian diperoleh perhitungan jumlah hidrokarbon yang bisa diproduksi. Hal ini bisa kita
bahas dalam bab lain berupa cara interpretasi dan perhitungan evaluasi formasi.

Anda mungkin juga menyukai