Anda di halaman 1dari 13

NEFROTIC SINDROME

Nefrotic syndrome merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan


proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya edema. Kadangkadang disertai hematuri, hipertensi dan menurunnya kecepatan filtrasi glomerulus.
Sebab pasti belum jelas, dianggap sebagai suatu penyakit autoimun.
Secara umum etiologi dibagi menjadi nefrotic syndrome bawaan, sekunder, idiopatik
dan sklerosis glomerulus. Penyakit ini biasanya timbul pada 2/100000 anak setiap
tahun. Primer terjadi pada anak pra sekolah dan anak laki-laki lebih banyak daripada
anak perempuan.
Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sangat penting karena pada
pasien nefrotic syndrome sering timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan manusia. Perawat diharapkan memiliki pengetahuan dan
ketrampilan yang memadai. Fokus asuhan keperawatan adalah mengidentifikasi
masalah yang timbul, merumuskan diagnosa keperawatan, membuat rencana
keperawatan, melaksanakan dan mengevaluasi tindakan yang telah diberikan apakah
sudah diatasi atau belum atau perlu modifikasi.

1.1 Konsep Nefrotik Syndrome (NS)


1.

Pengertian.
NS adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbunemia dan
hiperkolesterolemia (Rusepno, H, dkk. 2000, 832).

2.

Etiologi
Sebab pasti belum jelas. Saat ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun.
Secara umum etiologi dibagi menjadi :
a.

Nefrotic syndrome bawaan.


Gejala khas adalah edema pada masa neonatus.

b.

Nefrotic syndrome sekunder


Penyebabnya adalah malaria, lupus eritematous diseminata, GNA dan GNK,
bahan kimia dan amiloidosis.

3.

c.

Nefrotic syndrome idiopatik

d.

Sklerosis glomerulus.
Patofisiologi.

Adanya peningkatan permiabilitas glomerulus mengakibatkan proteinuria masif


sehingga terjadi hipoproteinemia. Akibatnya tekanan onkotik plasma menurun karean
adanya pergeseran cairan dari intravaskuler ke intestisial.
Volume plasma, curah jantung dan kecepatan filtrasi glomerulus berkurang
mengakibatkan retensi natrium. Kadar albumin plasma yang sudah merangsang
sintesa protein di hati, disertai peningkatan sintesa lipid, lipoprotein dan trigliserida.

Etiologi :

Glomerulus

autoimun

pembagian
Permiabilitas
glomerulus

Sistem imun
menurun

Porteinuria masif

Resiko tinggi infeksi


Hipoproteinemia
Hipoalbumin

Sintesa protein

Hipovolemia

hepas

Tekanan onkotik
plasma

Aliran

Sekresi

darah ke

ADH

Hiperlipidemia

Volume
plasma

ginjal

Malnutrisi

Pelepasan

Retensi natrium renal

Reabsorbsi

renin

air dan
natrium

Vasokonstriksi

Gangguan nutrisi

Edema

Gangguan

volume

cairan lebih dari kebutuhan

Efusi pleura
Sesak

Penatalaksanaan
Hospitalisasi
Diet

Kecemasan

Kurang

anak dan

pengetahuan :

orang tua

kondisi,

Resti gangguan pemeliharaan

prognosa dan

kesehatan

program

Ketidapatuhan

Tirah baring

Intoleransi
aktivitas

4.

Gejala klinis.
-

Edema, sembab pada kelopak mata

Rentan terhadap infeksi sekunder

Hematuria, azotemeia, hipertensi ringan

Kadang-kadang sesak karena ascites

Produksi urine berkurang

5.

Pemeriksaan Laboratorium
-

BJ urine meninggi

Hipoalbuminemia

Kadar urine normal

Anemia defisiensi besi

LED meninggi

Kalsium dalam darah sering merendah

Kadang-kdang glukosuria tanpa hiperglikemia.

6.

Penatalaksanaan
-

Istirahat sampai edema sedikit

Protein tinggi 3 4 gram/kg BB/hari

Diuretikum

Kortikosteroid

Antibiotika

Punksi ascites

Digitalis bila ada gagal jantung.

1.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Nefrotic Syndrome


1.

Pengkajian
a.

Identitas.
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap
100.000 anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan
perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria banyak mengalami
komplikasi nefrotic syndrome.

b.

Riwayat Kesehatan.
1)

Keluhan utama.
Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun

2)

Riwayat penyakit dahulu.

Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan
kimia.
3)

Riwayat penyakit sekarang.

Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi, diare,
urine menurun.
c.

Riwayat kesehatan keluarga.


Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani
dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua
tahun setelah kelahiran.

d.

Riwayat kehamilan dan persalinan


Tidak ada hubungan.

e.

Riwayat kesehatan lingkungan.


Endemik malaria sering terjadi kasus NS.

f.

Imunisasi.
Tidak ada hubungan.

g.

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.


Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8
Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.

Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri


meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang
bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki
lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan
ayah.
Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa
bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika
usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.
Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai mempresentasekan
dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan alat-alat sederhana.
Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan
kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut
hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan
besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa.
Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan,
keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang tua,
teman.

h.

Riwayat nutrisi.
Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga.
Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar)
X 100 %, dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan
> 80 % (gizi baik).

i.

Pengkajian persistem.
a)

Sistem pernapasan.

Frekuensi pernapasan 15 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena


distensi abdomen
b)

Sistem kardiovaskuler.
Nadi 70 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 100/60 mmHg, hipertensi
ringan bisa dijumpai.

c)

Sistem persarafan.
Dalam batas normal.

d)

Sistem perkemihan.
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.

e)

Sistem pencernaan.
Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah
perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.

f)

Sistem muskuloskeletal.
Dalam batas normal.

g)

Sistem integumen.
Edema periorbital, ascites.

h)

Sistem endokrin
Dalam batas normal

i)

Sistem reproduksi
Dalam batas normal.

j.

Persepsi orang tua


Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya.

2.

Diagnosa dan Rencana Keperawatan.


a)

Kelebihan

volume

cairan

berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan


permiabilitas glomerulus.
Tujuan volume cairan tubuh akan seimbang dengan kriteria hasil penurunan
edema, ascites, kadar protein darah meningkat, output urine adekuat 600
700 ml/hari, tekanan darah dan nadi dalam batas normal.
Intervensi
Rasional
Catat intake dan output secara Evaluasi harian keberhasilan terapi

1.

akurat

dan dasar penentuan tindakan


Tekanan darah dan BJ urine dapat

2.

Kaji dan catat tekanan darah, menjadi indikator regimen terapi


pembesaran abdomen, BJ urine

3.

Estimasi penurunan edema tubuh

Timbang berat badan tiap hari


dalam skala yang sama

4.

Mencegah edema bertambah berat

Berikan cairan secara hati-hati dan


diet rendah garam.

5.

Diet protein 1-2 gr/kg BB/hari.

Pembatasan protein bertujuan untuk


meringankan beban kerja hepar dan
mencegah

bertamabah

rusaknya

hemdinamik ginjal.
b)

Perubahan nutrisi ruang dari


kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan
protein dan penurunan napsu makan.
Tujuan kebutuhan nutrisi akan terpenuhi dengan kriteria hasil napsu makan
baik, tidak terjadi hipoprtoeinemia, porsi makan yang dihidangkan
dihabiskan, edema dan ascites tidak ada.
Intervensi

1.

Rasional
Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh

Catat intake dan output makanan secara


akurat
2.

Gangguan nuirisi dapat terjadi secara


perlahan. Diare sebagai reaksi edema

Kaji adanya anoreksia, hipoproteinemia, intestinal


diare.

Mencegah status nutrisi menjadi


lebih buruk

3.

Pastikan anak mendapat makanan dengan


diet yang cukup

c)

Resiko

tinggi

infeksi

berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.


Tujuan tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil tanda-tanda infeksi tidak ada,
tanda vital dalam batas normal, ada perubahan perilaku keluarga dalam
melakukan perawatan.
Intervensi

Rasional
Meminimalkan masuknya organisme

1.
Lindungi anak dari orang-orang yang
terkena infeksi melalui pembatasan
pengunjung.

Mencegah

2.

nosokomial

Tempatkan anak di ruangan non infeksi

Mencegah

3.

nosokomial

Cuci

tangan

sebelum

dan

sesudah Membatasi

tindakan.

terjadinya

infeksi

terjadinya

infeksi

masuknya

bakteri

ke

dalam tubuh. Deteksi dini adanya

4.

infeksi dapat mencegah sepsis.

Lakukan tindakan invasif secara aseptik

d)

Kecemasan anak berhubungan


dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak hospitalisasi).
Tujuan kecemasan anak menurun atau hilang dengan kriteria hasil kooperatif
pada tindakan keperawatan, komunikatif pada perawat, secara verbal
mengatakan tidak takur.
Intervensi

1.

Rasional
Perasaan adalah nyata dan membantu

Validasi perasaan takut atau cemas

pasien untuk tebuka sehingga dapat


menghadapinya.
Memantapkan

hubungan,

2.

meningkatan ekspresi perasaan

Pertahankan kontak dengan klien

Dukungan
mengurangi

yang

terus

ketakutan

menerus
atau

3.

kecemasan yang dihadapi.

Upayakan ada keluarga yang menunggu

Meminimalkan dampak hospitalisasi


terpisah dari anggota keluarga.

4.
Anjurkan orang tua untuk membawakan
mainan atau foto keluarga.

DAFTAR PUSTAKA
Berhman & Kliegman (1987), Essentials of Pediatrics, W. B Saunders, Philadelphia.
Doengoes et. al, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa Made Kariasa,
EGC, Jakarta
Matondang, dkk. (2000), Diagnosis Fisis Pada Anak, Sagung Seto, Jakarta
Ngastiyah, (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Rusepno, Hasan, dkk. (2000), Ilmu Kesehaatan Anak 2, Infomedica, Jakarta
Tjokronegoro & Hendra Utama, (1993), Buku Ajar Nefrologi, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta.
-------, (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo-Lab/UPF IKA,
Surabaya.

BAB 2
TINJAUAN TEORI
1.3 Konsep Nefrotik Syndrome (NS)
1.

Pengertian.

2.

Etiologi
b.

Nefrotic syndrome bawaan.

c.

Nefrotic syndrome sekunder

d.

Nefrotic syndrome idiopatik

e.

Sklerosis glomerulus.

3.

Patofisiologi.
Etiologi :
autoimun
pembagian
secara umum

Glomerulus

Permiabilitas
glomerulus
Sistem imun
menurun
Porteinuria masif

Resiko tinggi infeksi


Hipoproteinemia
Hipoalbumin

Sintesa protein

Hipovolemia

hepas

Tekanan onkotik
plasma

Aliran

Sekresi

darah ke

ADH

Hiperlipidemia

Volume
plasma

ginjal

Malnutrisi

Pelepasan

Retensi natrium renal

Reabsorbsi

renin

air dan

Vasokonstriksi

Gangguan nutrisi

Edema

natrium

Gangguan

volume

cairan lebih dari kebutuhan

Efusi pleura
Sesak

Penatalaksanaan
Hospitalisasi
Diet

Kecemasan

Kurang

anak dan

pengetahuan :

orang tua

kondisi,
prognosa dan

Tirah baring

Ketidapatuhan

aktivitas
Resti gangguan pemeliharaan

kesehatan
1.4 Konsep Asuhan Keperawatan pada
Nefrotic Syndrome
program

Intoleransi

1. Pengkajian
2. Diagnosa dan Rencana Keperawatan.
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein
sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.
b. Perubahan nutrisi ruang dari kebutuhan berhubungan dengan
malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu
makan.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang
menurun.
d. Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang
asing (dampak hospitalisasi).

Anda mungkin juga menyukai