Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hampir setiap orang merasakan nyeri setelah menjalani operasi. Nyerinya bias menetap
atau hilang timbul, semakin memburuk jika penderita bergerak, batuk, tertawa, menarik nafas
dalam atau ketika perban pembungkus luka diganti. Nyeri pasca operasi juga sangat individual,
tindakan yang sama pada pasien yang keadaan umumnya kurang lebih sama, tidak selalu
mengakibatkan nyeri pasca operasi yang sama pula. Ada banyak faktor yang mempengaruhi
derajat nyeri antara lain lokasi pembedahan, jenis kelamin, umur, faktor psikologi, premedikasi,
dan agen anestesi yang digunakan. Sekitar 75 % penderita pasca operasi merasakan nyeri derajat
sedang sampai berat, dan 58 % - 60 % keluhan nyeri tersebut belum dapat ditangani dengan
memuaskan. Pengelolaan nyeri pasca operasi yang kurang baik sangat merugikan penderita
karena akan memperpanjang lama perawatan, beban biaya pengobatan bertambah besar, juga
akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Selain itu, nyeri yang tidak mendapat terapi
adekuat dapat memperlambat proses penyembuhan akibat adanya gangguan fungsi fisiologis dan
reaksi stres yaitu rangkaian reaksi fisik maupun biologis. Dengan demikian selain bertujuan
menghilangkan penderitaan, mengatasi nyeri merupakan salah satu upaya menunjang proses
penyembuhan.
Analgesik (obat pereda nyeri) sangat diperlukan untuk mengatasi nyeri pasca operasi.
Analgesik yang digunakan untuk mengatasi nyeri pasca operasi dibagi menjadi 2 golongan yaitu
analgesik opiat dan non opiat. Analgesik opiat sangat efektif sebagai analgesik pasca operasi.
Walaupun sangat efektif sebagai analgesik pasca operasi, opiate mempunyai efek samping yang
berbahaya terutama depresi nafas dan adiksi.
Salah satu analgesik golongan opiat yang sering digunakan sebagai analgesic pasca
operasi saat ini adalah tramadol. Tramadol mempunyai efek samping yang lebih ringan
dibanding golongan opiat lainnya yaitu tidak mendepresi pernafasan, tidak berpengaruh terhadap
kardiovaskuler, dan tidak menyebabkan pelepasan histamin. Walaupun demikian, efek samping
1 | Page

tramadol yang sering dilaporkan adalah mual, muntah, lesu, letih, ngantuk, adiksi, pusing, ruam
kulit, takikardia, peningkatan tekanan darah, muka merah, sinkop dan anafilaksis.

1.2 Tujuan
Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme tramadol sebagai analgetik post
operasi.

1.3 Batasan Masalah


a. Menjelaskan khasiat, efek samping dan cara kerja dari tramadol
b. Menjelaskan bagaimana mekanisme kerja tramadol sebagai analgetik post operasi.

2 | Page

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tramadol adalah suaatu obat analgetik yang diberikan secra oral dan parenteral
yang secara klinik efektif bekerja secara sentral dengan mekanisme opioid dan non-opioid.
Tramadol HCl terbukti dapat digunakan untuk nyeri moderate pain (nyeri intensitas
sedang) hingga sever pain (nyeri intensitas tinggi), dan Tramadol secara klinik hanya
tersedia dalam bentuk oral.
Tramadol merupakan derivat-sikloheksanol sintetis yaitu campuran rasemis dari dua
isomer. Khasiat analgetiknya sedang dan berdaya menghambat reuptake noradrenalin dan
bekerja antitusif (anti-batuk). Obat ini di sebagian negara dianggap sebagai analgetikum
opiat karena bekerja pusat, yakni melalui pendudukan reseptor -opioid oleh cisisomernya. Meskipun demikian zat ini tidak menekan pernapasan, praktis tidak
mempengaruhi sistem kardiovaskuler atau motilitas lambung-usus.

2.2. Sifat Kimia Tramadol


Struktur Kimia :

Gambar 2. Struktur Molekul Tramadol


3 | Page

Rumus Kimia
Sinonim

: C16H25NO2
: trans-2-dimethylaminomethyl-1(3-methoxyphenyl) cyclo- hexanol

Berat molekul

: 263,4 gram/mol

Kelarutan

: Larut dalam air dan etanol

Suhu lebur

: antara 180o - 181oC

pKa

: 8.3;,9.41

Koefisien partisi : 3,01


Khasiat

: Sebagai analgesik, namun tidak dianjurkan dikonsumsi selama


kehamilan dan laktasi
Tramadol adalah derivat sikloheksanol yang merupakan zat sintesis dari morfin,

dan masuk dalam golongan analgetikum opioid karena bekerja sentral, yakni melalui
pendudukan reseptor nyeri di SSP. Obat ini digunakan sebagai obat penghilang rasa sakit
dan dianggap lebih efektif daripada NSAID.

2.3 Dosis Tramadol Dan Cara Pemberian

Oral
Dosis tramadol harus disesuaikan dengan beratnya nyeri. Dosis awal pada orang dewasa dan
anak diatas 14 tahun adalah 50 mg sebagai dosis tunggal. Jika perlu dosis dapat diulangi
setelah 30-60 menit dengan dosis total yang tidak boleh melebihi 400 mg sehari.

Parenteral
Tramadol dapat diberikan secara suntikan melalui I.M. maupun I.V. secara perlahan atau
secara infuse setelah dilarutkan. Dosis lazim adalah 50-100 mg tiap jam secara I.M. atau I.V.
yang disesuaikan dengan beratnya nyeri dan respon yang timbul.
Pemberian secara I.V. harus diberikan secara perlahan dalam waktu 2-3 menit. Untuk nyeri
pasca operasi, dosis awal adalah bolus 100 mg, jika perlu dapat ditambahkan 50 mg setelah
60 menit kemudian, dan dapat dilanjutkan setiap 10-20 menit sampai tercapai dosis total 250

4 | Page

mg. Dosis total sehari tidak boleh melebihi 600 mg. Pada pasien dengan bersihan kreatinin <
30 ml/menit atau dengan gangguan fungsi berat hati maka interval dosis yang dianjurkan
adalah 12 jam.

2.4 Farmakologi Umum


Tramadol merupakan analgesik yang bekerja sentral dan terikat pada reseptor opioid dengan
afiitas rendah. Efek analgesiknya terutama ditimbulkan oleh pengaruhnya yang langsung
terhadap jalur monoaminergik sentral. Metabolit tramadol yaitu O-demethyl tramadol
mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap reseptor opioid ketimbang induknya.
Tramadol efektif untuk mengobati nyeri eksperimental dan klinis, tanpa menimbulkan efek
samping serius terhadap sistem kardiovaskuler maupun pernapasan. Obat ini juga tidak
menyebabkan ketergantungan.
Waktu paruh tramadol dan O-demethyl tramadol adalah 6 jam dan 9 jam. Pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat, waktu paruh eliminasinya dapat
meningkat menjadi 2 atau 3 kali lipat.

Indikasi
Untuk mengobati dan mencegah nyeri yang sedang hingga berat, seperti nyeri akut dan
kronik yang berat, kemudian nyeri pasca bedah.
Kontraindikasi
- Pasien yang hipersensitivitas, depresi napas akut, peningkatan tekanan cranial atau
-

cedera kepala.
Keracunan akut oleh alcohol, hipnotik, analgesic atau obat-obat yang mempengaruhi

SSP.
Penderita yang mendapat pengobatan penghambat monoamine oksidase (MAO).
Penderita yang hipersensitif terhadap tramadol.

5 | Page

Peringatan dan Perhatian

Pada penggunaan jangka panjang dapat terjadi ketergantungan, sehingga dokter harus
menentukan lama pengobatan.

Tramadol tidak boleh diberikan pada penderita ketergantungan obat.

Hati-hati penggunaan pada penderita trauma kepala, meningkatnya tekanan intracranial,


gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat atau hipersekresi bronkus, karena dapat
mengakibatkan meningkatnya resiko kejang atau syok.

Penggunaan bersama dengan obat-obat penekanan SSP lain atau penggunaan dengan dosis
berlebihan dapat menyebabkan menurunkannya fungsi paru.

Penggunaan selama kehamilan harus mempertimbangkan manfaat dan resikonya baik


terhadap janin maupun ibu.

Hati-hati penggunaan pada ibu menyusui, karena tramadol diekresikan melalui ASI.

Tramadol dapat mengurangi kecepatan reaksi penderita, seperti kemampuan mengemudikan


kendaraan ataupun mengoperasikan mesin.

Depresi pernapasan akibat dosis yang berlebihan dapat dinetralisir dengan nalokson,
sedangkan kejang dapat diatasi dengan pemberian benzodiazepine.

Dosis nalokson:

Tanpa hipoventilasi : Dosis awal diberikan 0,4 mg IV

Dengan hipoventilasi : Dosis awal diberikan 1-2 mgIV

Bila tidak ada respon dalam 5 menit, diberikan nalokson 1-2 mgIV hingga timbul respon
perbaikan kesadaran dan hilangnya depresi pernapasan, dilatasi pupil, atau telah
mencapai dosis maksimal 10 mg.

Bila tidak ada respon dalam 5 menit, diberikan nalokson 1-2 mg IV hingga timbul respon
perbaikan kesadaran dan hilangnya depresi pernapasan, dilatasi pupil, atau telah
mencapai dosis maksimal 10 mg.

Dosis Benzodiazepine:

Dosis premedikasi 0,07-0,10 mg/kg BB, disesuaikan dengan umur dan keadaan pasien.
Pada orang tua dan pasien lemah, dosisnya 0,025-0,05 mg/kgBB.

6 | Page

Oral : Dewasa : 20-40 mg (0,25-1 mg/kg)


Anak : 0,25-1 mg/kg

IM : 2,5-10 mg (0,05-0,2 mg/kg)

IV : 0,5-5 mg (0,025-0,1 mg/kg)


Meskipun termasuk antagonis opiate, tramadol tidak dapat menekan gejala withdrawal
akibat pemberian morfin.

2.5 Farmakodinamik
Mekanisme Kerja
Tramadol mempunyai 2 mekanisme yang berbeda pada manajemen nyeri yang keduanya
bekerja secara sinergis yaitu : agonis opioid yang lemah dan penghambat pengambilan
kembali monoamin neurotransmitter. Tramadol mempunyai bioavailabilitas 70% sampai
90% pada pemberian peroral, serta dengan pemberian dua kali sehari dapat mengendalikan
nyeri secara efektif. Tramadol mempunyai efek merugikan yang paling lazim dalam
penggunaan pada waktu yang singkat dan biasanya hanya pada awal penggunaannya saja
yaitu pusing, mual, sedasi, mulut kering, berkeringat dengan insidensi berkisar antara 2,5
sampai 6.5%.
Pernah dilaporkan terjadinya kasus pusing, mual, sedasi, mulut kering dannberkeringat
setelah pemberian tramadol. Pada sistem pernafasan, tramadol lebih kecil menyebabkan
depresi pernafasan dibandingkan dengan opioid yang lain. Frekuensi nafas sedikit
dipengaruhi tanpa penurunan end-tidal volume. Selain itu, tramadol tidak memicu untuk
timbulnya asma. Meskipun secara substansial sistem kardiovaskuler tidak dipengaruhi
secara bermakna, namun terdapat kenaikan tekanan darah setelah pemberian secara
intravena. Selama tindakan anestesi, pemberian tramadol akan menyebabkan tekanan darah
sistolik meningkat 14 16 mmHg dan diastolik meningkat 10 12 mmHg dalam 4 6
menit pertama setelah pemberian. Tahanan vaskuler perifer meningkat hingga 23% pada 2
10 menit pertama setelah pemberian, dan kerja jantung meningkat hingga 15 20% pada
periode yang sama. Pada sistem gastrointestinal, tramadol dapat menyebabkan mual, muntah
7 | Page

dan konstipasi, namun lebih rendah jika dibandingkan dengan opioid yang lain, jarang
menyebabkan kerusakan mukosa gastrointestinal

2.6 Farmakokinetik Obat


2.6.1. Pola adme
Absorbsi:
Setelah pemakaian secara oral dosis tunggal tramadol sebanyak 100mg dalam kapsul atau
tablet, konsentrasi plasma dapat dideteksi dalam waktu sekitar 15 45 menit, dan level
puncak pada plasma tercapai pada 1,6 hingga 2 jam.
Distribusi
Tramadol terdistribusi dengan cepat setelah pemakaian intravena dengan distribusi waktu
paruh (half-life) pada fase awal selama 6 menit setelah fase distribusi yang lebih lambat
dengan waktu paruh selama 1,7 jam. Volumes distribusi (Vd) menyusul pemakaian secara
oral dan intravena , secara berturut-turut, yang menunjukkan bahwa tramadol memiliki high
tissue afinitas jaringan yang tinggi . Pengikatan protein plasma sebanyak 20%. Tramadol
memasuki plasenta dengan konsentrasi serum pada umbilical vein (pusar) yang menjadi
80% pada maternal vein.
Setelah pemakaian secara oral seperti dalam bentuk kapsul atau tablet, tramadol akan
muncul di dalam plasma selama 15 sampai 45 menit, mempunyai onset setelah 1 jam yang
mencapai konsentrasi plasma pada mean selama 2 jam. Absolute oral bioavailability
tramadol kira-kira sebesar 68% setelah satu dosis dan kemudian meningkat menjadi 90
hingga 100% pada banyak pemakaian (multiple administration). Tramadol sangat mirip
(high tissue affinity) dengan volume distribusi 306 dan 203L setelah secara berturut-turut
dipakai secara oral dan secara intravena.

Metabolisme:
Tramadol mengalami metabolisme hepatik, secara cepat dapat diserap pada traktus
gastrointestinal, 20% mengalami first-pass metabolisme didalam hati dengan hampir 85%
8 | Page

dosis oral yang dimetabolisir pada relawan muda yang sehat. Hanya 1 metabolit, Odemethyl tramadol, yang secara farmakologis aktif. Mean elimination half-life dari tramadol
setelah pemakaian secara oral atau pemakaian secara intravena yakni 5 hingga 6 jam.

Ekskresi
Hampir 90% dari suatu dosis oral diekskresi melalui ginjal. Elimination half-life
meningkat sekitar 2-kali lipat pada pasien yang mengalami gangguan fungsi hepatik atau
renal. Pada co-administration (pemakaian bersama-sama) dengan carbamazepine untuk
mempengaruhi ensim hepatik, elimination half-life dari tramadol merosot. Pada wanita
hamil dan menyusui tramadol dapat melintasi plasenta dan tidak merugikan janin bila
digunakan jauh sebelum partus, hanya 0,1% yang masuk dalam air susu ibu, meskipun
demikian tramadol tidak dianjurkan selama masa kehamilan dan laktasi. Walau memiliki
sifat adiksi ringan, namun dalam praktek ternyata resikonya praktis nihil, sehingga tidak
termasuk dalam daftar narkotika di kebanyakan negara termasuk Indonesia.

2.6.2. Onset
Setelah dosis oral 100 mg pada orang yang sehat. Tramadol baru bisa diabsorbsi, dan
mencapai konsentrasi puncak dalam darah (250 g/L) dicapai dalam 2 jam.
Bioavailabilitasnya sekitar 68 % . Setelah pemberian ulang dosis 100 mg lagi selama 4 kali
sehari konsentrasi konsentrasi steady state dalam plasma akan tercapai. Oleh karena itu
dalam aplikasi nyata, dosis tramadol sebaiknya diturunkan menjadi 50 mg. Tramadol berada
dalam plasma 15-45 menit setelah dosis single 100 mg oral, dengan kadar konsentrasi
puncak plasmaa 30868 ng.dL dalam 1,6 sampai 2 jam. Dengan rata rata konsentrasi
Metabolit nya sekitar 5520 ng/mL setelah 3 jam pemberian dosis single 100 mg secara
oral.

9 | Page

2.6.3. Interaksi Obat


Pemberian tramadol bersama-sama dengan obat yang bekerja sentral termasuk alkohol,
dapat meningkatkan efek depresi terhadap susunan saraf pusat. Pemberian bersama-sama
dengan carbamazepine akan menurunkan kadar tramadol serum sacara bermakna sehingga
menurunkan efek analgesiknya.
2.6.4. Waktu Paruh
Waktu paruh tramadol adalah 5-7 jam.

2.7 Cara Kerja Obat


Tramadol adalah analgesic kuat yang bekerja pada reseptor opiate. Tramadol mengikat
secara stereospesifik pada reseptor di system saraf pusat sehingga menghentikan sensasi
nyeri dan respon terhadap nyeri. Di samping itu tramadol menghambat pelepasan
neutrotransmiter dari saraf aferen yang bersifat sensitive terhadap rangsang, akibatnya
impuls nyeri terhambat.
Studi farmakologi preklinik menemukan bahwa tramadol yang diinduksi oleh antinosiseptik dimediasi oleh mekanisme jalur opioid. Tramadol lebih cenderung mengikat pada
reseptor dan memiliki afinitas yang lemah terhadap reseptor dan . Oleh karena itu,
memiliki aksi yang hampir sama seperti opioid lainnya dalam menghambat transmisi impuls
nyeri.
Tramadol yang bekerja dengan berikatan pada reseptor , memiliki kekuatan 6000 kali
lebih rendah daripada morfin. Hasil metabolit Mono-0-desmetyl dari tramadol, memiliki
afinitas yang besar terhadap reseptor opioid daripada jika tramadol tidak berikatan
terhadapnya, walaupun dapat berkontribusi dalam menghasilkan efek analgesik.
Studi klinis menunjukkan bahwa tidak seperti analgetik opioid tipikal, penggunaaan
terapeutik tramadol tidak dikaitkan dengan efek samping yang signifikan seperti depresi
pernafasan, konstipasi ataupun sedasi. Sebagai tambahan, toleransi analgetik tidak menjadi
masalah klinik. Tramadaol tidak dapat menjadi obat substitusi pada pasien yang metadon10 | P a g e

dependen. Tramadol tidak membuat efek seperti morfin dan tidak menimbulkan withdrawal
symptoms .
Kenyataan ini menunjukkan tramadol anti-nosiseptik diperantarai oleh kedua jalur
opioid (yang utama reseptor) dan mekanisme non-opioid (menghambat uptake
monoamin). Karena melalui dua jalur cara kerja ini lah tramadol merupakan suatu analgesik
yang unik diantara golongan opioid. Mekanisme jalur opioid dan non-opoioid sama sama
dapat berinteraksi sinergis dalam menghilangkan nyeri.
2.8 Efek Samping
Sama seperti pada umumnya analgesic yang bekerja secara sentral, efek samping yang
dapat terjadi yaitu mual, muntah, dyspepsia, obstipasi, lelah, sedasi, pusing, pruritus,
berkeringat, kulit kemerahan, mulut kering, dan sakit kepala.
Meskipun tramadol berinteraksi dengan reseptor apiat sampai sekarang, terbukti insidens
ketrgantungan setelah penggunaan tramadol ini ringan.
Efek samping dari tramadol berupa euphoria, disforia, sedasi, depresi pernafasan,
urtikaria, miosis, rigiditas tubuh, mual, muntah dan xerostomia. Menurut penelitian yang
dilakukan tentang efek dari obat khususnya tramadol, efek yang didapat dari tramadol yaitu
sekitar 1,6-6,1 % adalah pusing, mual, muntah, mengantuk dan xerostomia ( Scott LJ, Perry
CM dari Aids International Limited, Auckland, New Zealand). Sedangkan menurut
penelitian yang dilakukan oleh Jaremsiripomkul N, dkk, dari 1048 pasien yang
mengkonsumsi tramadol dalam jangka waktu yang lama maka hasil yang diperoleh lebih
dari 344 pasien dilaporkan mempunyai keluhan berupa xerostomia.
Intoksikasi
Intoksikasi ditegakkan berdasarkan:
1.

Trias intoksikasi opioid:

Koma

Pin point pupil

Depresi pernapasan

11 | P a g e

2.

Ditemukannya bekas suntikan terutama pada pecandu

3.

Pemerikasaan kimiawi urine dan isi lambung.

Mengatasi trias intoksikasi opioid:


-

Pemberian nalokson
- Kumbah lambung
- Nafas buatan + O2
- Stimulasi (cafein, efedrin, amfetamin)
- Infuse cairan elektrolit
- Mempertahankan suhu tubuh
- Laxant, enema (untuk menghindari konstipasi)
- Bila mampu bertahan > 12 jam, maka prognosisnya baik.

12 | P a g e

BAB III
PEMBAHASAN

Tramadol hidroklorid (tramadol) adalah suatu obat analgesik opioid yang


bekerja secara sentral. Tramadol menghambat pengambilan kembali (re-uptake)
norepinefrin dan 5-hidroksitriptamin diujung serabut saraf, memfasilitasi pelepasan 5hidroksitriptamin dan mengaktivasi reseptor opioid-, dan sedikit mempengaruhi
reseptor atau . Semua mekanisme ini akan mempengaruhi pusat pengaturan suhu.
Karena itu obat ini dapat dipakai untuk mencegah menggigil pasca anestesi.
Dalam menentukan nilai rasionalitas pemberian analgesik tramadol pasca
operasi harus memenuhi syarat-syarat yang sudah ditetapkan yaitu tepat dosis, tepat
interval waktu dan tepat cara pemberian yaitu 50 - 100 mg tiap 8 jam dan diberikan
dengan diencerkan atau dimasukkan secara perlahan.
Keuntungan yang didapat dengan memakai tramadol selain pengaruh terhadap
hemodinamik yang tidak bermakna, obat ini menyebabkan depresi pernafasan dan
sedasi yang lebih sedikit dibanding dengan meperidin. Sehingga dapat dikatakan
penggunaannya lebih aman, terutama pada pasien dengan kondisi kardiorespirasi yang
tidak baik. Disamping itu angka kejadian mual dan muntah relatif lebih kecil
dibanding meperidin. Digunakan dosis 1 mg/kgBB intra vena untuk mengobati
kejadian menggigil pasca anestesi dan mendapatkan hasil 80% pasien berhenti
menggigil dalam rentang waktu 10 menit setelah obat diberikan. Penelitian
menggunakan tramadol dosis 1 mg/kgBB dan 2 mg/kgBB yang diberikan pada saat
mulai penutupan luka operasi pada pasien yang dilakukan anestesia umum
menyimpulkan bahwa tramadol efektif dan aman untuk mencegah terjadinya
menggigil pasca anestesi.
Pada pasien seksio cesarea yang dilakukan regional anestesi, tramadol dosis
0,25 mg/kgBB intravena efektif mengatasi menggigil dengan efek samping yang
minimal.
13 | P a g e

Tramadol harus diberikan secara hati-hati pada pasien dengan trauma kepala,
tekanan intrakranial yang meningkat, gangguan fungsi hati dan ginjal yang berat dan
pada pasien yang cenderung mengalami kelainan konvulsif atau syok. Obat ini harus
diberikan secara hati-hati jika mengobati pasien dengan depresi pernapasan atau jika
diberikan bersama-sama dengan obat yang mendepresi susunan saraf pusat. Keamanan
tramadol untuk wanita hamil dan ibu menyusui belum terbekti, karena itu jangan
diberikan. Tramadol terbukti mempuyai potensi yang rendah untuk dapat
menyebabkan ketergantungan fisik, meskipun demikian, telah dilaporkan timbulnya
kasus penyalahgunaan dan ketergantungan obat. Pasien yang sedang mendapat
pengobatan dengan tramadol harus diberi peringatan agar hati-hati mengandarai
kendaraan atau mengoperasikan mesin.
Kerugian penggunaan tramadol antara lain interaksinya dengan antikoagulan
koumadin dan kemungkinan terjadinya kejang pada pasien epilepsi. Tramadol juga
mendorong timbulnya mual dan muntah pada pemberian perioperatif

14 | P a g e

KESIMPULAN
Analgesik (obat pereda nyeri) sangat diperlukan untuk mengatasi nyeri pasca operasi.
Analgesik yang digunakan untuk mengatasi nyeri pasca operasi dibagi menjadi 2 golongan yaitu
analgesik opiat dan non opiat. Analgesik opiat sangat efektif sebagai analgesik pasca operasi.
Walaupun sangat efektif sebagai analgesik pasca operasi, opiate mempunyai efek samping yang
berbahaya terutama depresi nafas dan adiksi.
Salah satu analgesik golongan opiat yang sering digunakan sebagai analgesic pasca
operasi saat ini adalah tramadol. Tramadol mempunyai efek samping yang lebih ringan
dibanding golongan opiat lainnya yaitu tidak mendepresi pernafasan, tidak berpengaruh terhadap
kardiovaskuler, dan tidak menyebabkan pelepasan histamin.
Tramadol adalah suaatu obat analgetik yang diberikan secra oral dan parenteral yang
secara klinik efektif bekerja secara sentral dengan mekanisme opioid dan non-opioid. Tramadol
HCl terbukti dapat digunakan untuk nyeri moderate pain (nyeri intensitas sedang) hingga sever
pain (nyeri intensitas tinggi), dan Tramadol secara klinik hanya tersedia dalam bentuk oral.
Tramadol merupakan derivat-sikloheksanol sintetis yaitu campuran rasemis dari dua isomer.
Khasiat analgetiknya sedang dan berdaya menghambat reuptake noradrenalin dan bekerja
antitusif (anti-batuk). Obat ini di sebagian negara dianggap sebagai analgetikum opiat karena
bekerja pusat, yakni melalui pendudukan reseptor -opioid oleh cis-isomernya. Meskipun
demikian zat ini tidak menekan pernapasan, praktis tidak mempengaruhi sistem kardiovaskuler
atau motilitas lambung-usus. Tramadol bekerja sentral, yakni melalui pendudukan reseptor nyeri
di SSP. Obat ini digunakan sebagai obat penghilang rasa sakit dan dianggap lebig efektif
daripada NSAID.
Tramadol mempunyai 2 mekanisme yang berbeda pada manajemen nyeri yang keduanya
bekerja secara sinergis yaitu : agonis opioid yang lemah dan penghambat pengambilan kembali
monoamin neurotransmitter.
Dosis tramadol oral adalah 50 mg sebagai dosis tunggal. Jik perlu dosis dapat diulang
setelah 30-60 menit dengan dosis total yang tidak bolrh melebihi 400 mg sehari. Tramadol dapat
diberikan secara suntikan melalui IM maupun IV secara perlahan ata infuse setelah dilarutkan.
Dosis lazim adalah 50-100 mg tiap jam secara IM atau IV yang disesuaikan dengan beratnya
nyeri dan respon yang timbul.
15 | P a g e

Sama seperti pada umumnya analgesic yang bekerja secara sentral, efek samping yang
dapat terjadi yaitu mual, muntah, dyspepsia, obstipasi, lelah, sedasi, pusing, pruritus, berkeringat,
kulit kemerahan, mulut kering, dan sakit kepala. Penelitian menggunakan tramadol dosis 1
mg/kgBB dan 2 mg/kgBB yang diberikan pada saat mulai penutupan luka operasi pada pasien
yang dilakukan anestesia umum menyimpulkan bahwa tramadol efektif dan aman untuk
mencegah terjadinya menggigil pasca anestesi.

16 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA

http://medlinux.com/2007/09/tramadol.html diakses 19 Maret 2013 pukul 01.30


http://www.dechacare.com/TRAMADOL-P578.html diakses 19 Maret 2013 pukul 19.00
http://infoobat.blogspot.com/2011/02/tramadol.html diakses 19 Maret 2013 pukul 19.30
Ferdianto. 2007. Rasionalitas Pemberian Analgesik Tramadol Pasca Operasi
Di
Rs
Dr.
Kariadi
Semaran.
https://www.google.com/
Feprints.undip.ac.id Diakses 19 Maret 2013 pukul 19.30
Penilaian Tramadol dalam Manajemen Rasa Sakit. http://id.prmob.net/tramadol/manajemenrasa-sakit/analgesik-279736.html di akses tanggal 19 Maret 2013 pukul 20.00

17 | P a g e

PERBAIKAN REFERAT ANESTESI

NO

SEBELUM
PERBAIKAN

SETELAH PERBAIKAN

HAL

Tanpa hipoventilasi : Dosis awal


diberikan 0,4 mg IV
Dengan hipoventilasi : Dosis awal
diberikan 1-2 mgIV
Bila tidak ada respon dalam 5
menit, diberikan nalokson 1-2
mgIV hingga timbul respon
perbaikan kesadaran dan
hilangnya depresi pernapasan,
1.

Dosis Nalokson?

dilatasi pupil, atau telah mencapai

Halaman
6

dosis maksimal 10 mg.


Bila tidak ada respon dalam 5
menit, diberikan nalokson 1-2 mg
IV hingga timbul respon
perbaikan kesadaran dan
hilangnya depresi pernapasan,
dilatasi pupil, atau telah mencapai
dosis maksimal 10 mg.

2.

Dosis
Benzodiazepin?

Halaman

Dosis Benzodiazepine:

Dosis

premedikasi

0,07-0,10

mg/kg BB, disesuaikan dengan


umur dan keadaan pasien. Pada
orang tua dan pasien lemah,
dosisnya 0,025-0,05 mg/kgBB.
18 | P a g e

PARAF

Oral : Dewasa : 20-40 mg (0,25-1


mg/kg)
Anak : 0,25-1 mg/kg

IM : 2,5-10 mg (0,05-0,2 mg/kg)

IV : 0,5-5 mg (0,025-0,1 mg/kg)

Mengatasi

trias

intoksikasi

opioid:
Pemberian nalokson
Kumbah lambung
Nafas buatan + O2

Bagaimana
mengatasi Trias
intoksikasi
opioid?

Stimulasi

(cafein,

efedrin,
Halaman
12

amfetamin)
Infuse cairan elektrolit
Mempertahankan suhu tubuh
Laxant,

enema

(untuk

menghindari konstipasi)
Bila mampu bertahan > 12 jam,
maka prognosisnya baik.

19 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai