Neurogeriatri Didi
Neurogeriatri Didi
NEUROGERIATRI
Oleh :
Rahmadian Fathir Asyaf, S.ked
04114705016
Pembimbing:
dr. H. Zahirwan, Sp.S
HALAMAN PENGESAHAN
Referat
NEUROGERIATRI
Oleh:
Rahmadian Fathir Arsyaf, S.Ked (04114705016)
Telah diterima sebagai salah satu syarat kepaniteraan klinik senior periode 25
Februari 1 April 2013 di Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya / RSMH Palembang.
BAB I
PENDAHULUAN
Dengan meningkatnya kemajuan dan kemampuan teknologi di berbagai
bidang terutama di bidang ekonomi, harapan hidup manusia meningkat pula. Keadaan
ini berakibat pada perubahan pola penyakit yang kita jumpai dalam masyarakat.
Penyakit atau kelainan yang berkaitan dengan usia seperti demensia, stroke, tremor,
penyakit parkinson menjadi lebih sering dihadapi oleh tenaga medis.
Bagi seorang yang lanjut usia, diharapkan agar ia tetap sehat mental dan
mampu mempertahankan harga diri serta mengalami hambatan fisik yang minimal
dan mampu mengatasinya. Untuk mencapai harapan ini, yaitu berumur panjang tanpa
cacat atau cacat yang minimal, perlu dicegah timbulnya penyakit sejak dini. Apabila
dikemudian hari timbul penyakit serta kecacatan, hal ini harus dihadapi dengan
tindakan yang didasari oleh bukti yang memadai atau berdasarkan Evidence Based
Medicine.
Pendekatan dalam evaluasi medis bagi pasien berusia lanjut berbeda dengan
pasien dewasa muda. Pasien geriatri memiliki karakteristik multipatologi, daya
cadang faal yang rendah, gejala dan tanda klinis yang menyimpang, menurunnya
status fungsional, dan gangguan nutrisi. Status fungsional adalah kemampuan
seseorang untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari hari. Status fungsional
menggambarkan kemampuan umum seseorang dalam memerankan fungsinya sebagai
manusia yang mandiri, sekaligus menggambarkan kondisi kesehatan secara
umum.Selain itu, perbaikan kondisi medis juga lebih lambat timbulnya.
Pasien geriatri juga seringkali muncul dengan gangguan fungsi kognitif,
depresi, instabilitas, imobilisasi,dan inkontinesia (sindrom geriatri). Kondisi tersebut
akan semakin kompleks jika secara psikososial terdapat hendaya seperti pengabaian
(neglected) atau kemiskinan (masalah finansial).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
NEUROGERIATRI
Pada seorang lansia akan mengalami perubahan pada anatomis tubuhnya
yakni terutama pada organ yang berkaitan dengan sistem neurologi, yaitu :
1. Otak
Berat otak 350 gram pada saat kelahiran, kemudian meningkat menjadi
1.375 gram pada usia 20 tahun,berat otak mulai menurun pada usia 45-50 tahun
penurunan ini kurang lebih 11% dari berat maksimal. Berat dan volume otak
berkurang rata-rata 5-10% selama umur 20-90 tahun. Otak mengandung 100 million
sel termasuk diantaranya sel neuron yang berfungsi menyalurkan impuls listrik dari
susunan saraf pusat.
Pada penuaan otak kehilangan 100.000 neuron / tahun. Neuron dapat
mengirimkan signal kepada beribu-ribu sel lain dengan kecepatan 200 mil/jam.
Terjadi penebalan atropi cerebral (berat otak menurun 10%) antar usia 30-70 tahun.
Berbagai perubahan degenerative ini meningkat pada individu lebih dari 60 tahun dan
menyebabkan gangguan persepsi, analisis dan integrita, input sensorik menurun
menyebabkan gangguan kesadaran sensorik (nyeri sentuh, panas, dingin, posisi
sendi). Tampilan sensori motorik untuk menghasilkan ketepatan melambat. Daya
pemikiran abstrak menghilang, memori jangka pendek dan kemampuan belajar
menurun, lebih kaku dalam memandang persoalan, lebih egois, dan introvert.
Pusat pengendalian saraf otonom adalah hipotalamus. Beberapa hal yang
dikatakan sebagai penyebab terjadinya gangguan otonom pada usia lanjut adalah
penurunan asetolikolin, atekolamin, dopamine, noradrenalin. Perubahan pada
neurotransmisi pada ganglion otonom yangberupa penurunan pembentukan asetilkolin yang disebabkan terutama oleh penurunan enzim utama kolin-asetilase.
Terdapat perubahan morfologis yang mengakibatkan pengurangan jumlah reseptor
kolin. Hal ini menyebabkan predisposisi terjadinya hipotensi postural, regulasi suhu
sebagai tanggapan atas panas atau dingin terganggu, otoregulasi disirkulasi serebral
rusak sehingga mudah terjatuh.
Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensorik dan respon
motorik pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor proprioseptif.
2. Penuaan Sistem Neurologis
Perubahan dalam sistem neurologis dapat termasuk kehilangan dan
penyusutan neuron, dengan potensial 10% kehilangan yang diketahui pada usia 80
tahun. Distribusi neuron kolinergik, norepinefrin, dan dopamin yang tidak seimbang,
dikompensasi oleh hilangnya sel-sel, menghasilkan sedikit penurunan intelektual.
Peningkatan serotonin dan penurunan kadar norepinefrin dapat dihubungkan dengan
depresi pada lansia. Kehilangan jumlah dopamin mengakibatkan terjadinya kekakuan
dan parkinson.
3. Manifestasi Defisit Neurologis
Manifestasi klinis yang berhubungan dengan defisit neurologis pada lansia
dipandang dari berbagai perspektif, yaitu :
a. Perubahan fisik
Dampak dari perubahan SSP sukar untuk ditentukan karena hubungan fungsi
ini berkaitan dengan sistem tubuh yang lain seperti : gangguan perfusi,
terganggunya aliran darah serebral, penurunan kecepatan konduksi saraf, reflek
yang melambat, dan perubahan pada pol tidur lansia.
b. Perubahan fungsi
Defisit fungsional pada gangguan neurologis berhubungan dengan penurunan
mobilitas pada lansia yang disebabkan oleh penurunan kekuatan, rentang gerak,
depresi estimasi kejadian di mana saja dari 20-80% dari kasus. PD tidak dianggap
sebagai penyakit yang fatal dengan sendirinya, namun berkembang dengan waktu
Johnson dkk mengemukakan bahwa penegakan diagnosis klinis penyakit
Parkinson dapat ditegakkan bila di jumpai sekurang-kurangnya ada 2 dari 4 gejala,
yaitu tremor, rigiditas, bradikinesia dan instabilitas postural.
Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurologis yang mengenai sekitar
1% dari kelompok usia di atas 50 tahun dan sekitar 2% dari mereka yang berusia
lebih dari 70 tahun. Mulanya penyakit ini lebih sering pada usia di antara 50 59
tahun, dan jarang bermula sebelum usia 30 tahun.
Epidemiologi
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan
wanita seimbang. 5 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala awalnya
muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun.
Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia
dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 64 tahun sampai 3,5 % pada
usia 85 89 tahun.
Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia
sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000400.000 penderita. Rata-rata usia penderita di atas 50 tahun dengan rentang usiasesuai dengan penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Sumatera dan
Jawa- 18 hingga 85 tahun. Statistik menunjukkan, baik di luar negeri maupun di
dalam negeri, lelaki lebih banyak terkena dibanding perempuan (3:2) dengan alasan
yang belum diketahui
Klasifikasi Parkinson
Umumnya diagnosis sindrom Parkinson mudah ditegakkan, namun harus
diusahakan menentukan jenisnya agar didapat gambaran mengenai etiologi, prognosis
serta penatalaksanaannya. Parkinson dapat dibagi atas 3 bagian besar, yaitu :
pada perkembangan penyakit parkinson, tampak sangat terbatas pada penyakit awitan
dini.
Penyakit parkinson terutama mengenai neuron dopaminergik yang berproyeksi dari
subtansia nigra otak tengah sampai pada striatum ganglia basalis (nukleus kaudatus
dan putamen). Secara makroskopis, didapatkan atrofi subtansia nigra pada penyakit
parkinson tahap lanjut yang dikenali dari hilangnya pigmetnasi melanin pada regio ini
. Secara mikroskopis, didapatkan kerusakan berat neuron pada subtansia nigra dan
neuron yang tersisa seringkali mengandung badan inklusi intrasel, yaitu badan Lewy
(eosinofil yang terkurung). Pada beberapa neuron yang tersisa ditemukan badan lewy,
yaitu inklusi dalam sitoplasma yang berbentuk bulat sampai memanjang, bersifat
osmofilik dengan porosnya yang padat dikelilingi oleh lingkaran yang lebih jernih
Gejala penyakit parkinson telihat jika keruskan neuron dopaminergik nigrostriatum
telah mencapai 60-80 %.
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium hanya bersifat dukungan pada hasil klinis,karena
tidak memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi untuk penyakit Parkinson.
Pengukuran kadar NT dopamine atau metabolitnya dalam air kencing , darah maupun
cairan otak akan menurun pada penyakit Parkinson dibandingkan kontrol. Lebih
lanjut, dalam keadaan tidak ada penanda biologis yang spesifik penyakit, maka
diagnosis definitive terhadap penyakit Parkinson hanya ditegakkan dengan otopsi .
Dua penelitian patologis terpisah berkesimpulan bahwa hanya 76% dari penderita
memenuhi kriteria patologis aktual, sedangkan yang 24% mempunyai penyebab lain
untuk parkinsonisme tersebut.
Neuroimaging :
Magnetik Resonance Imaging ( MRI )
Baru baru ini dalam sebuah artikel tentang MRI , didapati bahwa hanya
pasien yang dianggap mempunyai atropi multi sistem memperlihatkan signal di
striatum.
Positron Emission Tomography ( PET )
Ini merupakan teknik imaging yang masih relatif baru dan telah memberi
kontribusi yang signifikan untuk melihat kedalam sistem dopamine nigrostriatal dan
peranannya dalam patofisiologi penyakit Parkinson. Penurunan karakteristik pada
pengambilan fluorodopa , khususnya di putamen , dapat diperlihatkan hampir pada
semua penderita penyakit Parkinson, bahkan pada tahap dini.Pada saat awitan gejala ,
penderita penyakit Parkinson telah memperlihatkan penurunan 30% pada
pengambilan fluorodopa putamen. Tetapi sayangnya PET tidak dapat membedakan
antara penyakit Parkinson dengan parkinsonisme atipikal. PET juga merupakan suatu
alat untuk secara obyektif memonitor progresi penyakit maupun secara obyektif
memperlihatkan fungsi implantasi jaringan mesensefalon fetus
Single Photon Emission Computed Tomography ( SPECT )
Sekarang telah tersedia ligand untuk imaging sistem pre dan post sinapsis oleh
SPECT , suatu kontribusi berharga untuk diagnosis antara sindroma Parkinson plus
dan penyakit Parkinson, yang merupakan penyakit presinapsis murni. Penempelan ke
striatum oleh derivat kokain [123]beta-CIT, yang juga dikenal sebagai RTI-55,
berkurang secara signifikan disebelah kontralateral sisi yang secara klinis terkena
maupun tidak terkena pada penderita hemiparkinson. Penempelan juga berkurang
secara signifikan dibandingkan dengan nilai yang diharapkan sesuai umur yang
berkisar antara 36% pada tahap I Hoehn dan Yahr sampai 71% pada tahap V. Marek
dan yang lainnya telah melaporkan rata-rata penurunan tahunan sebesar 11% pada
pengambilan beta-CIT striatum pada 34 penderita penyakit Parkinson dini yang
dipantau selama 2 tahun. Sekarang telah memungkinkan untuk memvisualisasi dan
menghitung degenerasi sel saraf nigrostriatal pada penyakit Parkinson.
Dengan
demikian,
imaging
transporter
dopamin
pre-sinapsis
yang
menggunakan ligand ini atau ligand baru lainnya mungkin terbukti berguna dalam
mendeteksi orang yang beresiko secara dini. Sebenarnya, potensi SPECT sebagai
suatu metoda skrining untuk penyakit Parkinson dini atau bahkan presimptomatik
tampaknya telah menjadi kenyataan dalam praktek. Potensi teknik tersebut sebagai
metoda yang obyektif untuk memonitor efikasi terapi farmakologis baru, sekarang
sedang diselidiki.
Terapi Parkinson
Farmakologik
1. Bekerja pada sistem dopaminergik
a. L-dopa
neuron
terlindung
dari
proses
oxidative
stress
Fahn
anti kolinergik terutama untuk menghilangkan gejala tremor dan efek samping
yang paling ditakuti adalah kemunduran memori.
3 Bekerja pada sistem Glutamatergik
Diantara obat obat glutamatergik yang bermanfaat untuk penyakit
parkinson adalah dari golongan antagonisnya , yaitu amantadine , memantine,
remacemide dan L 235959. Antagonis glutamatergik diduga menekan
kegiatan berlebihan jalur dari inti subtalamikus sampai globus palidus internus
sehingga jalur indirek seimbang kegiatannya dengan jalur direk , dengan
demikian out put ganglia basalis ke arah talamus dan korteks normal kembali .
Disamping itu, diduga antagonis glutamatergik dapat meningkatkan pelepasan
dopamin, menghambat reuptake dan menstimulasi reseptor dopamin. Obat ini
lebih efektif untuk akinesia dan rigiditas daripada antikolinergik.
4 Bekerja sebagai pelindung neuron
Berbagai macam obat dapat melindungi neuron terhadap ancaman
degenerasi akibat nekrosis atau apoptosis. Termasuk dalam kelompok ini
adalah :
a. Neurotropik faktor , yaitu dapat bertindak sebagai pelindung neuron
terhadap kerusakan dan meningkatkan pertumbuhan dan fungsi neuron .
Termasuk dalam kelompok ini adalah BDNF ( brain derived neurotrophic
factor ) , NT 4/5 ( Neurotrophin 4/5 ) , GDNT ( glia cell line-derived
neurotrophic factorm artemin ) , dan sebagainya . Semua belum dipasarkan.
b. Anti-exitoxin , yang melindungi neuron dari kerusakan akibat paparan
bahan neurotoksis ( MPTP , Glutamate ) . Termasuk disini antagonis reseptor
NMDA , MK 801 , CPP , remacemide dan obat antikonvulsan riluzole.
namun supportif dalam arti tidak makin membuat penderita cemas atau takut.
Ditimbulkan simpati dan empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan
fisik dan psikik mereka menjadi maksimal.
b. Rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderita
dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi
masalah-masalah sebagai berikut :
Abnormalitas gerakan
Kecenderungan postur tubuh yang salah
Gejala otonom
Gangguan perawatan diri ( Activity of Daily Living ADL )
Perubahan psikologik
Untuk mencapai tujuan tersebut diatas dapat dilakukan tindakan sebagai
berikut :
1. Terapi fisik : ROM ( range of motion )
Peregangan
Koreksi postur tubuh
Latihan koordinasi
Latihan jalan ( gait training )
Latihan buli-buli dan rectum
Latihan kebugaran kardiopulmonar
Edukasi dan program latihan di rumah
2. Terapi okupasi
Memberikan program yang ditujukan terutama dalam hal pelaksanaan
aktivitas kehidupan sehari-hari .
3. Terapi wicara
Membantu penderita Parkinson dengan memberikan program latihan
pernapasan diafragma , evaluasi menelan, latihan disartria , latihan bernapas
dalam sebelum bicara. Latihan ini dapat membantu memperbaiki volume
berbicara , irama dan artikulasi.
4. Psikoterapi
Membuat program dengan melakukan intervensi psikoterapi setelah
melakukan asesmen mengenai fungsi kognitif , kepribadian , status mental
,keluarga dan perilaku.
5. Terapi sosial medik
Berperan dalam melakukan asesmen dampak psikososial lingkungan dan
finansial , untuk maksud tersebut perlu dilakukan kunjungan rumah/
lingkungan tempat bekerja.
6. Orthotik Prosthetik
Dapat membantu penderita Parkinson yang mengalami ketidakstabilan
postural , dengan membuatkan alat Bantu jalan seperti tongkat atau walker.
c. Diet
Pada penderita parkinson ini sebenarnya tidaklah diperlukan suatu diet yang
khusus , akan tetapi diet penderita ini yang diberikan dengan tujuan agar tidak
terjadi kekurangan gizi , penurunan berat badan , dan pengurangan jumlah
massa otot , serta tidak terjadinya konstipasi . Penderita dianjurkan untuk
memakan makanan yang berimbang antara komposisi serat dan air untuk
mencegah terjadinya konstipasi , serta cukup kalsium untuk mempertahankan
struktur tulang agar tetap baik . Apabila didapatkan penurunan motilitas usus
dopamin. Jaringan transplan ( graft ) lain yang pernah digunakan antara lain dari
jaringan embrio ventral mesensefalon yang menggunakan jaringan premordial steam
atau progenitor cells , non neural cells ( biasanya fibroblast atau astrosytes ) , testisderived sertoli cells dan carotid body epithelial glomus cells. Untuk mencegah reaksi
penolakan jaringan diberikan obat immunosupressant cyclosporin A yang
menghambat proliferasi T cells sehingga masa idup graft jadi lebih panjang.14
Transplantasi yang berhasil baik dapat mengurangi gejala penyakit parkinson selama
4 tahun kemudian efeknya menurun 4 6 tahun sesudah transplantasi. Sampai saat ini
, diseluruh dunia ada 300 penderita penyakit parkinson memperoleh pengobatan
transplantasi dari jaringan embrio ventral mesensefalon.
Prognosis
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson,
sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali
terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya. Tanpa
perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total disabilitas,
sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat menyebabkan
kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda.
Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan
lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang
dapat sangat parah.
Parkinson sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal, tetapi
berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien Parkinson
pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita Parkinson. Pada
tahap akhir, Parkinson dapat menyebabkan komplikasi seperti tersedak, pneumoni,
dan memburuk yang dapat menyebabkan kematian. Progresifitas gejala pada
Parkinson dapat berlangsung 20 tahun atau lebih. Namun demikian pada beberapa
orang dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang tepat untuk memprediksikan lamanya
penyakit ini pada masing-masing individu. Dengan treatment yang tepat, kebanyakn
pasien Parkinson dapat hidup produktif beberapa tahun setelah diagnosis.
2.2. TREMOR
Tremor ialah serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan getaran
yang timbul karena berkontraksinya otot-otot yang berlawanan secara bergantian. Ia
dapat melibatkan satu atau lebih bagian tubuh. Jenis tremor yang perlu kita kenal
ialah tremor normal atau tremor fisiologis, tremor halus (tremor toksik) dan tremor
kasar.
Tremor fisiologis didapatkan bila anggota gerak ditempatkan pada posisi
yang sulit, atau bila kita melakukan gerakan volunteer dengan sangat lambat. Tremor
yang terlihat pada orang yang sedang marah atau ketakutan merupakan aksentuasi
dari tremor fisiologis ini.
Tremor halus dianggap juga sebagai tremor toksik. Contoh yang khas ialah
tremor yang dijumpai pada hipertiroid. Tremor ini terutama terjadi pada jari dan
tangan. Kadang-kadang tremor ini sangat halus dan sukar dilihat. Untuk
memperjelasnya, kita tempatkan kertas di atas jari-jari dan tampaklah kertas tersebut
bergetar walaupun tremor belum jelas terlihat. Tremor toksik ini didapatkan pula pada
keracunan nikotin, kafein, obat-obatan seperti adrenalin, efedrin atau barbiturate.
Tremor kasar salah satu contohnya ialah tremor yang didapatkan pada
penyakit Parkinson. Ini merupakan tremor yang lambat, kasar dan majemuk. Pada
penyakit Parkinson gerakan jari-jari mirip gerakan menghitung duit atau membuat
pil. Contoh lainnya ialah tremor intensi. Tremor intensi merupakan tremor yang
timbul waktu melakukan gerakan volunter dan menjadi lebih nyata ketika gerakan
hamper mencapai tujuannya. Tremor ini merupakan tremor kasar dan dapat dijumpai
pada gangguan serebelum. Pada tes tunjuk hidung pada pasien dengan gangguan di
serebelum, tremor menjadi lebih nyata pada saat telunjuk hamper mencapai hidung.
Klasifikasi cara lain, yang sering digunakan di klinik ialah yang mengacu
kepada keadaan yang dapat menimbulkan atau mengaksentuasi dan memperkuat
tremor tersebut, misalnya tremor istirahat (resting tremor) yang timbul bila bagian
tubuh tersebut di topang atau disangga dan tidak ada aktivitas otot volunteer
(istirahat).
Tremor postural adalah tremor yang timbul bila bagian tubuh tersebut
ditempatkan melawan gaya berat, misalnya pasien disuruh merentangkan lengan
tangannya serta memekarkan jari-jarinya. Sedangkan tremor kinetic atau tremor aksi
yaitu tremor yang timbul waktu bergerak seperti waktu minum dari mangkok
Tremor Essensial
Tremor essensial mempunyai beberapa sinonim, yaitu tremor essensial
benigna, tremor senilis dan tremor familial. Tremor essensial menyerupai tremor
fisiologis yang lebih kuat, yang timbul pada gerakan dan berkurang bila istirahat.
Tremor essensial merupakan kombinasi tremor postural dan tremor aksi. Tremor ini
diangap benigna karena biasanya tidak disertai oleh gangguan neurologis lainnya.
Tremor essensial sering disalah-diagnosis sebagai penyakit parkinson. Bila
kita hati-hati menganalisis penampakan klinisnya, hal ini tidak akan terjadi. Pada
tremor essensial, tremor timbul bila ekstremitas direntangkan atau digerakkan, dan
bukan waktu sedang istirahat. Frekuensi tremor lebih besar (6-11Hz).
Tidak ditemukan rigiditas, gangguan berjalan atau mikrografi. Namun ada
juga pasien yang menderitakedua jenis tremor tersebut yaitu essensial dan parkinson.
Tremor essensial paling sering melibatkan ekstremitas atas. Namun kepala dan suara
kadang-kadang terlibat, dan jarang-jarang badan, ekstremitas bawah, lidah dan dagu
juga dapat terlibat. Biasanya progresif secara lambat. Sekitar 50% dari pasien
mempunyai anggota keluarga yang juga menyandangnya dan pola penurunannya
tampak dominan dengan penetrans yang berkurang
Etiologi
pengaturan sitem tubuh. Pada umumnya sistem saraf mengatur aktivitas tubuh yang
cepat misalnya kontraksi otot, perubahan viseral yang berlangsung dengan cepat dan
bahkan juga kecepatan sekresi beberapa kelenjar endokrin.
Sistem saraf pusat terdiri atas lebih dari 100 juta neuron. Sinyal yang datang
masuk melalui sinap pada dendrit-dendrit neuron atau badan sel; untuk berbagai jenis
neuron mungkin hanya terdapat beberapa ratus atau sampai 200.000 sambungan
inaptik dari serabut yang masuk. Sinyal yang keluar berjalan melalui jalur akson
tunggal meninggalkan neuron, tetapi akson ini memiliki banyak cabang yang berbeda
ke bagian-bagian lain sistem saraf atau bagian tubuh bagian perifer.
B. Reseptor-reseptor Sensorik
Sebagian besar aktivitas sistem saraf diawali oleh pengalaman-pengalaman
sensorik yang berasal dari reseptor sensorik yaitu reseptor visual, reseptor auditorik,
reseptor taktil dipermukaan tubuh, atau macam-macam reseptor lainnya. Pengalaman
sensorik dapat menimbulkan reaksi segera, atau ingatan ini dapat disimpan dalam
otak untuk beberapa menit bahkan sampai beberapa tahun dan selanjutnya dapat
membantu menentukan reaksi tubuh di masa datang. Informasi akan masuk ke dalam
sistem saraf pusat melalui saraf-saraf perifer dan dihantarkan ke berbagai area
sensorik.
1. Pembagian Motorik
Peran yang paling penting dari sistem saraf adalah mengatur berbagai
aktivitas tubuh, hal ini dapat dicapai melaui penangaturan kontraksi otot rangka
seluruh tubuh, kontraksi otot polos organ dalam, dan sekrsi kelenjar ksokrin dan
endokrin. Seluruh aktivitas ini disebut fungsi motorik sistem saraf, sedangkan
otot dan kelenjar disebut efektor karena otot dan kelenjar bkerja berdasarkan
perintah dari sinyal sarafnya.
2. Penyimpanan Informasi Memori
Sebagian kecil dari informasi sensorik yang penting dapat segera
menimbulkan impuls motorik, sebagian besar akan disimpan untuk masa datang
untuk mengatur aktivitas motorik dan untuk pengolahan berpikir. Sebagian besar
penyimpanan ini terjadi di kortek serebri, tetapi regio basal otak dan mungkin
juga medula spinalis dapat juga menyimpan sebagian kecil informasi.
Penyimpanan informasi ini merupakan suatu proses yang disebut sebagai
memori.
3. Macam-macam sinaps Kimia dan Listrik
Sinyal-sinyal saraf dijalarkan dari satu neuron ke nuron lainnya melalui batas
antar neuron yang disebut sinaps. Ada dua macam sinaps yaitu sinaps kimia dan
sinaps listrik. Pada sinaps kimia neuron pertama yang menyekresi bahan kimia
disebut neurotransmitter dan akan bekerja pada reseptor protein dalam membran
neuron berikutnya sehingga neuron tersebut akan terangsang, menghambatnya
atau mengubah sensitivitasnya dalam berbagai cara. Sampai saat ini ditemukan
lebih dari 40 substansi transmiter, beberapa diantaranya adalah asetilkolin,
norepinefrin, histamin, GABA, glisin, serotinin dan glutamat.
Sebaliknya sinaps listrik ditandai dengan adanya saluran langsung yang
menjalarkan aliran listrik dari sel ke sel lainnya. Kebanyakan saluran ini
merupakan struktur tubuler protein kecil yang disebut gap junction yang
memudahkan pergerakan ion-ion secara bebas ke bagian-bagian sel. Dalam
sistem saraf pusat hanya ditemukan sedikit, sedangkan pada otot viseral
merupakan sarana untuk menjalarkan potensial aksi pada serabut otot.
4. Sensasi Taktil Dan Suhu
Sensasi raba umunya disebabkan perangsangan reseptor taktil yang terdapat di
kulit dan dalam jaringan tepat di bawah kulit dan dalan jaringan tepat di bawah
kulit, sensasi getaran disebabkan oleh adanya perubahan pada jaringan yang
lebih dalam, sensasi getaran disebabkan oleh sinyal sensorik yang datang
berulang-ulang, tapi beberapa reseptor yang sama digunakan juga untuk rasa raba
dan tekan khususnya reseptor yang beradaptasi cepat.
Reseptor dingin dan reseptor panas terletak di bawah kulit pada titik-titik yang
berbeda dan terpisah-pisah dengan diameter perangsangan kira-kira 1 mm.
Gradasi termal dapat dibedakan oleh paling sedikit tiga macam reseptor sensorik:
reseptor dingin, hangat dan rasa nyeri. Reseptor rasa nyeri hanya dirangsang oleh
gradasi panas atau dingin yang ekstrem. Indera suhu berespon terhadap
perubahan suhu di samping dapat berespon terhadap tingkat temperatur yang
tetap.
5. Sensasi Somatik
Reseptor nyeri yang terdapat di kulit dan jaringan lain semuanya merupakan
ujung saraf bebas. Reseptor tersebar luas pada permukaan superfisial kulit dan
juga di jaringan dalam tertentu, misalnya periosteum, dinding arteri, permukaan
sendi, dan falks serta tentorium tempurung kepala. Sebagian besar jaringan
dalam lainnya tak begitu banyak dipersarafi oleh ujung saraf rasa nyeri, namun
setiap kerusakan jaringan yang luas dapat saja bergabung sehingga pada daerah
tersebut akan timbul tipe rasa nyeri pegal yang lambat dan kronik.
Rasa nyeri dapat dirasakan melalui berbagai macam rangsangan. Beberapa zat
kimia yang merangsang nyeri meliputi bradikinin, serotinin, histamin, ion
kalium, asam, asetilkolin dan enzim proteolitik, prostaglandin dan substansi P.
substansi kimia penting untuk perangsangan lambat, jenis rasa nyeri stelah cedera
jaringan.
C. Perubahan Sistem Saraf Pada Lansia
Perubahan dari sistem persarafan dapat ditipicu oleh gangguan dari stimulasi
dan inisiasi terhadap respon dan pertambahan usia. Pada lansia dapat diasumsikan
terjadi respon yang lambat yang dapat mengganggu performance dalam beraktivitas.
Kualitas performance pada lansia akan menurun disebabkan antara lain oleh motivasi,
kesehatan, dan pengaruh lingkungan.
Lansia mengalami kemunduran dalam kemampuan mempertahankan posisi mereka
dan menghindari kemungkinan jatuh. Kemampuan mempertahankan posisi
dipengaruhi oleh tiga fungsi yaitu:
1.
Keseimbangan (Balance)
2.
Postur tubuh
3.
Kemampuan berpindah
Gangguan
yang
sering muncul
pada
lansia
antara
lain
Dizzines,
sampai usia lanjut, terutama pada perokok, empisema dan bronkhitis. Sinkop karena
mikturisi karena bendungan urine yang banyak. Sinkop karena hipotensi postural
terjadi bila tekanan darah turun sebesar 20 mmHg atau lebih yang terjadi pada saat
seseorang secara tiba-tiba bangkit dari posisi berbaring atau duduk. Pada lansia perlu
ditekankan untuk bangkit secara perlahan dari tpilet untuk mencegah terjadinya
sinkop mikturisi, dan bangkir secara perlahan dari tempat tidur atau kursi untuk
menghindari sinkop karena hipotensi postural.
3. Hipotermi dan Hipertermi
Lansia memiliki resiko besar untuk mengalami hipotermi atau hipertermi. Hipotermia
terjadi bila suhu tubuh mencapai 35oC atau kurang. Banyak penyebab dari hipotermi,
biasanya karena terpapar oleh lingkungan. Dapat juga disebabkan karena kurangnya
aktivitas fisik, isolasi sosial, usia karena berkurangnya lapisan lemak dan jaringan
subkutaneus, gangguan mekanisme termoregulasi, alkoholisme, diabetes, penyakit
kariovaskular dan serbrovaskular, dan infeksi. Pada lansia ditandai dengan suhu tubuh
turun, kulit dingin dan sianosis, suara serak, dan alur pikir yang lambat.
Heat stroke merupakan masalah serius yang sering terjadi pada lansia.
Penyebabnya
adalah
gangguan
fungsi
termoregulasi
yang
mengakibatkan
peningkatan suhu tubuh karena gangguan pada proses radiasi, konveksi dan
evaporasi. Gejala yang timbul biasanya sakit kepala, dizziness, kelemahan, nausea,
muntah dan elevasi suhu tubuh hingga 40oC atau lebih. Hipertermi pada lansia
biasanya diatasi dengan menggunakan air dingin dan mandi dengan melakukan
masase untuk mencegah vasokonstriksi periper.
4. Gangguan tidur
Pada umumnya lansia memerlukan waktu yang lama untuk tidur dan sering terbangun
pada malam hari. Biasanya disebabkan penurunan kemampuan utuk mencapai tidur
yang dalam yang berhubungan dengan beberapa faktor seperti nokturia, ansietas, dan
gangguan psikologis. Lansia biasanya mengalami light sleepers karena gangguan
pada saat transisi antara masa tidur dan masa wakefullness.
5. Delirium
Delirum merupakan gangguan fungsi intelektual karena kerusakan pada metabolisme
otak. Biasanya ditandai dengan menurunnya perhatian, disorganisasi dalam berpikir,
disorientasi, gangguan dalam mengingat, gangguan bicara,dan perubahan aktivitas
motorik. Keadaan ini dapat jatuh pada keadaan stupor atau koma, misinterpretasi,
ilusi atau halusinasi, ansietas, depresi, iritabel, marah apatis dan euporia. Etiologi dari
delirum
penyakit organ seperti otak, keracunan, gangguan keseimbangan cairan, ion, asm basa
pada sel saraf.
6. Demensia
Merupakan gangguan fungsi intelektual yaitu kehilangan memori dan perubahan
kepribadian. Penderita biasanya mengalami gangguan dalam interaksi sosial,
memecahkan masalah, mengingat, orientasi dan berperilaku. Karakteristik dari
demensia antara lain aphasia, agnosia dan perubahan kepribadian.
Salah satu bentuk dari demensia pada lansia yang sering terjadi adalah Azlheimers
disease.
Alzheimer Disease
Penyebab dari penyakit ini belum diketahui. Berbagai penyebab telah diduga,
termasuk akibat defek gen, infeksi, kesalahan tubuh dalam pembentukan, protein
(khususnya protein amiloid), dan terpapar racun atau factor-faktor di lingkungan yang
menyebabkan perubahan pada sel-sel saraf. Melalui penelitian bertahun-tahun, terjadi
berbagai perubahan pada penderita Alzheimer:
Perubahan di luar seperti sel saraf yang mati mempengaruhi otak menjadi mengecil ,
area otak yang sering dipengaruhi adalah area kontrol yang memiliki banyak fungsi
sel memori, berpikir logis dan kepribadian. Area lain di otak dapat juga terpengaruh
dan menunjukkan kerusakan. Area tersebut menjadi mengecil, ruang otak yang terisi
cairan (ventrikel) menjadi lebar
Perubahan mikroskopis
Struktur mikroskopis tertentu di sel saraf (disebut serabut neurofibril) yang ditulis
oleh psikiater Jerman Alois Alzheimer (1864-1915), yang pertama menggambarkan
gangguan ini, dan diberi nama seperti namanya. Perubahan mikroskopis lain juga
ditemukan pada otak penderita, tetapi pola ini menimbulkan gejala yang tidak
diketahui. Apapun penyebabnya, Alzheimer diakibatkan kegagalan penyebaran sel-sel
saraf.
Hubungan dengan pengantar kimia tertentu (substansi yang diperlukan
untuk
membantu perjalanan pesan melalui otak) akan tampak Sel saraf yang mati dan sering
mengandung pengantar kimia yang disebut asetilkolin
2.4. DEPRESI PADA LANSIA
Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia dikatakan
bahwa yang dimaksud dengan lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun
keatas. Di Indonesia jumlah penduduk lanjut usia terus menerus meningkat. Pada
tahun 1970 jumlah penduduk yang mencapai umur 60 tahun ke atas (lansia)
berjumlah sekitar 5,31 juta orang atau 4,48% dari total penduduk Indonesia. Pada
tahun 1990 jumlah tersebut meningkat hampir dua kali lipat yaitu menjadi 9,9 juta
jiwa. Pada tahun 2020 jumlah lansia diperkirakan meningkat sekitar tiga kali lipat
dari jumlah lansia pada tahun 1990.
Meningkatnya jumlah lansia tersebut perlu memperoleh perhatian yang serius
terutama untuk mengusahakan bagaimana agar lansia tetap mandiri dan berguna.
Sementara itu kondisi lanjut usia mengalami berbagai penurunan atau kemunduran
baik fungsi biologis maupun psikis. Penurunan fungsi biologis dan psikis ini
mempengaruhi mobilitas dan juga kontak sosial. Menurunnya kontak sosial ini sering
membawa lanjut usia kepada masalah depresi.
Depresi merupakan gangguan psikologis yang paling umum terjadi pada tahuntahun terakhir kehidupan individu. Depresi pada lanjut usia ini muncul dalam bentuk
keluhan fisik seperti ; insomnia, kehilangan nafsu makan, masalah pencernaan, dan
sakit kepala. Depresi merupakan kondisi yang mudah membuat lanjut usia putus asa,
kenyataan yang menyedihkan karena kehidupan kelihatan suram dan diliputi banyak
tantangan. Lansia dengan depresi biasanya lebih menunjukkan keluhan fisik daripada
keluhan emosi. Keluhan fisik sebagai akibat depresi kurang mudah untuk dikenali,
yang sering menyebabkan keterlambatan dalam penanganannya. Keluhan fisik yang
muncul sulit dibedakan apakah disebabkan faktor fisik atau psikis, sehingga depresi
sering terlambat untuk dideteksi
Etiologi
Penyebab pasti dari depresi geriatri belum jelas, beberapa kemungkinan karena
kemunduran fungsi dan struktur otak pada geriatri yang menyebabkan gangguan pada
neuorotransmitter dan neuoroindokrin.
Pemeriksaan CT Scan didapatkan pembesaran pada ventrikel otak lateral, yang
gambaran nyatanya pada onset lambat depresi, arti biologis pembesaran ventrikel
tidak jelas tapi menjadi terlihat bila dihubungkan dengan lemahnya respon terhadap
pengobatan antidepresan, sama halnya dengan abnormalitas fungsi depresi termasuk
hiperkortisolemi, hipotiroidisme, penurunan dopamine beta hedrosilase, peningkatan
konsentrasi 5 HIAA pada cairan serebrospinal (Kaplan & Sadock, 2000).
Diagnosis
Menurut kriteria baku yang dikeluarkan oleh DSM-III R Yang dikeluarkan oleh
Asosiasi Psikiater Amerika,diagnosis depresi harus memenuhi kriteria dibawah ini
(Van der Cammen,1991)
.Kriteria DSM-III R*(1987) untuk diagnosis depresi1.
1. Perasaan tertekan hampir sepanjang hari
2. Secara
nyata
berkurang
perhatian
atau
keinginan
untuk
berbagi
geriatri
sering
berlanjut
kronis
dan
kambuh-kambuhan,
ini
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terdiri atas penatalaksanaan psikologik,penatalaksanaan dan
pencegahan sosial dan penatalaksanaan farmakologik.Rujukan ke psikiater dianjurkan
apabila penderita menunjukan gejala (Van der Cammen,1991).
-
gejala yang diderita.Untuk penderita yang secara fisik aktif,sebaiknya tidak diberikan
obat yang memberikan efek sedatif,sebaliknya penderita yang agiant golongan obat
tersebut mungkin diperlukan
Berbagai pilihan obat antidepresanAntidepresan trisiklik
Yang bersifat sedatif
: Amitriptilin, Dotipin
: Trasodon, Mianserin
Kurang sedatif
Gangguan tidur pada lansia adalah sebuah hal yang sering di alami oleh
kelompok usia lanjut (lansia) ini. Gangguan tidur pada lansia ini di sebabkan oleh
banyak faktor penyebab, baik itu faktor fisik, psikologis maupun mental. Ganggun
tidur pada lansia bisa berupa gangguan kesulitan tidur ataupun gangguan
mempertahankan waktu tidur nyenyak.
Klasifikasi Umum Gangguan Tidur
Gangguan Tidur Primer
Gangguan tidur primer adalah gangguan tidur yang bukan disebabkan oleh
gangguan mental lain, kondisi medik umum, atau zat. Gangguan tidur ini dibagi
duayaitu disomnia dan parasomnia. Disomnia ditandai dengan gangguan pada jumlah,
kualitas, dan waktu tidur. Parasomnia dikaitkan dengan perilaku tidur atau peristiwa
fisiologis yang dikaitkan dengan tidur, stadium tidur tertentu atau perpindahan tidur
bangun. Disomnia terdiri dari insomnia primer, hipersomnia primer, narkolepsi,
gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan, gangguan ritmik sirkadian
tidur, dan disomnia yang tidak dapat diklasifikasikan. Parasomnia terdiri dari
gangguan mimpi buruk, gangguan teror tidur, berjalan saat tidur, dan parasomnia
yang tidak dapat diklasifikasikan.
Gangguan tidur terkait gangguan mental lain
Gangguan tidur terkait gangguan mental lain yaitu terdapatnya keluhan
gangguan tidur yang menonjol yang diakibatkan oleh gangguan mental lain (sering
karena gangguan mood) tetapi tidak memenuhi syarat untuk ditegakkan sebagai
gangguan tidur tersendiri. Ada dugaan bahwa mekanisme patofisiologik yang
mendasari gangguan mental juga mempengaruhi terjadinya gangguan tidur-bangun.
Gangguan tidur ini terdiri dari: Insomnia terkait aksis I atau II dan Hipersomnia
terkait aksis I atau II.
Gangguan tidur akibat kondisi medik umum
Gangguan akibat kondisi medik umum yaitu adanya keluhan gangguan tidur
yang menonjol yang diakibatkan oleh pengaruh fisiologik langsung kondisi medik
umum terhadap siklus tidur-bangun.
Gangguan tidur akibat zat
Yaitu adanya keluhan tidur yang menonjol akibat sedang menggunakan atau
menghentikan penggunaan zat (termasuk medikasi). Penilaian sistematik terhadap
seseorang yang mengalami keluhan tidur seperti evaluasi bentuk gangguan tidur yang
spesifik, gangguan mental saat ini, kondisi medik umum, dan zat atau medikasi yang
digunakan, perlu dilakukan.
Stadium Tidur Normal pada Orang Dewasa
Stadium 0
Stadium 0 adalah periode dalam keadaan masih bangun tetapi mata menutup.
Faseini ditandai dengan gelombang voltase rendah, cepat, 8-12 siklus per detik. Tonus
otot meningkat. Aktivitas alfa menurun dengan meningkatnya rasa kantuk. Pada fase
mengantuk terdapat gelombang alfa campuran.
Stadium 1
Stadium 1 disebut onset tidur. Tidur dimulai dengan stadium NREM. Stadium
1 NREM adalah perpindahan dari bangun ke tidur. Ia menduduki sekitar 5% dari total
waktu tidur. Pada fase ini terjadi penurunan aktivitas gelombang alfa (gelombang alfa
menurun kurang dari 50%), amplitudo rendah, sinyal campuran, predominan beta dan
teta, tegangan rendah, frekuensi 4-7 siklus per detik. Aktivitas bola mata melambat,
tonus otot menurun, berlangsung sekitar 3-5 menit. Pada stadium ini seseorang
mudah dibangunkan dan bila terbangun merasa seperti setengah tidur.
Stadium 2
Insomnia Primer
Ditandai dengan:
Keluhan sulit masuk tidur atau mempertahankan tidur atau tetap tidak segar meskipun
sudah tidur. Keadaan ini berlangsung paling sedikit satu bulan
Menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinik atau impairmentsosial,
okupasional, atau fungsi penting lainnya.-Gangguan tidur tidak terjadi secara
eksklusif selama ada gangguan mental lainnya.
Tidak disebabkan oleh pengaruh fisiologik langsung kondisi medik umum atau zat.
Insomnia kronik
Disebut juga insomnia psikofisiologik persisten. Insomnia ini dapatdisebabkan oleh
kecemasan; selain itu, dapat pula terjadi akibat kebiasaan atau pembelajaran atau
perilaku maladaptif di tempat tidur. Misalnya, pemecahan masalahserius di tempat
tidur, kekhawatiran, atau pikiran negatif terhadap tidur ( sudah berpikir tidak akan
bisa tidur). Adanya kecemasan yang berlebihan karena tidak bisatidur menyebabkan
seseorang berusaha keras untuk tidur tetapi ia semakin tidak bisa tidur.
Insomnia idiopatik
Insomnia idiopatik adalah insomnia yang sudah terjadi sejak kehidupan dini.Kadangkadang insomnia ini sudah terjadi sejak lahir dan dapat berlanjut selamahidup.
Penyebabnya tidak jelas, ada dugaan disebabkan oleh ketidakseimbanganneurokimia
otak di formasio retikularis batang otak atau disfungsi forebrain. Lansia yang tinggal
sendiri atau adanya rasa ketakutan yang dieksaserbasi pada malam haridapat
menyebabkan tidak bisa tidur. Insomnia kronik dapat menyebabkan penurunanmood
(risiko depresi dan anxietas), menurunkan motivasi, atensi, energi, dankonsentrasi,
serta menimbulkan rasa malas. Kualitas hidup berkurang danmenyebabkan lansia
tersebut lebih sering menggunakan fasilitas kesehatan. Seseorang dengan insomnia
primer sering mempunyai riwayat gangguan tidur sebelumnya. Sering penderita
insomnia mengobati sendiri dengan obat sedatif-hipnotik atau alkohol. Anksiolitik
sering digunakan untuk mengatasi ketegangan dan kecemasan.
- Gunakan tempat tidur hanya untuk tidur, jangan membaca, menonton televisi,
atau makan di tempat tidur.
- Jika tidak dapat tidur, bangun dan pindah ke ruangan lain. Bangun sampai
anda benar-benar mengantuk, kemudian baru kembali ke tempat tidur. Jika
tidur masih tidak biasa dilakukan dengan mudah, bangun lagi dari tempat
tidur. Tujuannya adalah menghubungkan antara tempat tidur dengan tidur
cepat. Ulangi langkah ini sesering yang diperlukan sepanjang malam.
- Siapkan alarm dan bangun di waktu yang sama setiap pagi tanpa
mempedulikan berapa banyak anda tidur di malam hari. Hal ini dapat
membantu tubuh menetapkan irama tidur bangun yang konstan.
-
Gangguan sistem saraf autonom dapat berdampak luas pada berbagai organ
atau proses metabolisme dan bersifat reversibel maupun progresif sehingga sering
mengganggu kualitas hidup usia lanjut (Shellil, 2004; Setiati, 2007a). Manifestasi
klinis gangguan sistem saraf autonom sangat bervariasi tergantung pada jumlah faktor
termasuk organ yang terlibat, keseimbangan normal persarafan simpatis-parasimpatis,
dan penyakit yang mendasari (Mathias, 2003). Suatu analisa epidemiologi global
menyebutkan bahwa gangguan sistem saraf merupakan penyebab penting kematian
(1:9) dan ketidakmampuan beraktifitas di seluruh dunia terutama di negara
berkembang (Bergen, 2002).
Gangguan autonom pada usia lanjut yang sering terjadi dan perlu mendapat
perhatian adalah hipotensi ortostatik, gangguan pengaturan suhu, kandung kemih dan
saluran cerna (Martono, 2009). Prevalensi hipotensi ortostatik pada usia lanjut relatif
tinggi berkisar 5-50% dan berhubungan dengan bertambahnya usia (Weiss, 2002;
Weiss, 2004; Braunwald, 2008). Caird dkk melaporkan kejadian hipotensi ortostatik
pada usia lanjut (> 65 tahun) yang tinggal di rumah dengan penurunan tekanan darah
sistolik 20 mmHg, 30 mmHg, 40 mmHg, berturut-turut sebesar 24 %, 9 %, dan 5%
(Victor, 2000).
Gangguan pengaturan suhu juga ditemukan sering terjadi dan secara
signifikan meningkatkan angka morbiditas serta mortalitas pada populasi usia lanjut
dibandingkan usia muda. Data insidensi maupun prevalensi hipotermia maupun
hipertermia yang pasti masih sangat terbatas. Berdasarkan data statistik di Canada,
didapatkan angka kematian akibat hipotermia, frostbite, dan trauma oleh suhu dingin
sebesar 411 selama periode tahun 1992-1996, sedangkan di Amerika Serikat > 700
kasus kematian per tahun selama periode tahun 1979-1995 dan setengahnya berumur
> 65 tahun (Biem, 2003). Hipertermia terbanyak menyerang usia lanjut dengan
penyakit kronis dengan angka kematian dapat mencapai 80% (Kane, 2009). Menurut
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 1.700 orang per tahun dilaporkan
meninggal di Amerika Serikat sebagai akibat heat stroke saat cuaca panas dan sekitar
80% terjadi pada usia > 50 tahun (Angelo, 2008). Impotensi dan inkontinensia
meningkat sejalan dengan peningkatan usia namun kedua keadaan tersebut dapat
disebabkan oleh sejumlah proses lainnya (Victor, 2000). Demikian juga, konstipasi
merupakan keluhan terbanyak dari saluran cerna pada usia lanjut, namun batasannya
tidak tegas dan memiliki patogenesis bervariasi, mencakup beberapa faktor yang
tumpang tindih (Kris Pranarka, 2009).
Mengingat tingginya resiko dan luasnya dampak yang ditimbulkan, maka
diperlukan pemahaman yang lebih mendalam mengenai gangguan sistem saraf
autonom pada usia lanjut sehingga dapat memberikan perbaikan kualitas hidup,
penurunan morbiditas dan mortalitas.
Hipotensi posisi tegak (hipotensi ortostatik atau postural) didefinisikan
sebagai penurunan tekanan darah sistolik atau diastolik sebanyak 20 mmHg pada saat
penderita berubah posisi dari posisi tidur ke posisi tegak. Pengarang lain
menambahkan: penurunan tekanan darah harus berlangsung setelah 1-2 menit
perubahan posisi ke posisi tegak. Disini timbul perasaan melayang, nggliyeng (light
headed), selama beberapa jam, tetap hipotensi, bahkan sering mengalami penurunan
kesadaran, baru membaik setelah posisi berbaring lagi. Pada orang muda, mekanisme
pengaturan pembuluh darah dengan segera mengadakan kompensasi. Hipotensi posisi
tegak ini merupakan salah satu penyebab terjadinya jatuh pada usia lanjut, yang
seringkali mendadak bangun dari tempat tidur di malam hari karena ingin buang air
ke kamar mandi. Gejala lain adalah keluar keringat dingin, perubahan besar pupil
mata, gangguan lambung-usus, beser atau sering kencing diwaktu malam.
Gangguan pengaturan suhu akibat kurang baiknya kerja suatu bagian di otak
besar (hipotalamus) sebagai pengatur suhu (termostat) untuk menetapkan ke suatu
suhu tertentu. Bila termostat menetapkan tinggi, pada suhu lebih rendah merangsang
tegaknya
rambut
kulit
(pilokontraksi),
penyempitan
pembuluh
darah
tepi
(vasokonstriksi perifer), menggigil dan perasaan dingin, lansia tersebut ingin berbaju
tebal untuk menyamai suhu yang ditetapkan oleh pengatur suhu tersebut. Sebaliknya
bila suhu ditetapkan rendah, maka terjadi mekanisme pelebaran (dilatasi) pembuluh
darah, berkeringat dan melepaskan baju untuk menyamakan suhu yang ditetapkan
oleh termostat tersebut.
Lansia dapat terkena:
a) Panas tinggi (Hipertermia), suhu tubuh menjadi > 40,60 C, bisa terjadi
gangguan fungsi/disfungsi susunan saraf hebat (psikosis/ngacau, delirium/kesadaran
menurun, koma/tidak sadar) dan gejala anhidrosis/kulit panas dan kering. Hipertermi
bisa terjadi karena beberapa hal: infeksi, dimulai dari gejala tidak spesifik seperti rasa
gemetar rasa lemah, rasa hangat/demam, anoreksia/tidak mau makan, nausea/mual,
muntah, nyeri kepala dan sesak nafas.
b) Hipotermia, apabila suhu inti tubuh: rektal/anus, esofageal/pangkal lidah,
atau telinga menjadi < 350 C, hal ini dapat dipicu dari paparan hawa dingin. Perlu
dipikirkan tempat yang sejuk, tidak langsung kena AC/air conditioned. Gejala awal
biasanya ringan dan tidak jelas (32-350 C) seperti rasa capai/fatigue, lemah, langkah
melambat, apatis, bicara pelo, konfusio/bingung, menggigil, kulit dingin, merasa
dingin. Dapat disebabkan oleh hipotiroidisme, terutama bila ditemukan bekas operasi
tiroid di lehernya. Pengobatan sementara diberikan selimut hangat, makanan dan
minuman hangat.
Inkontinensia urine, merupakan sering berkemih tanpa disadari oleh Lansia.
Inkontinentia akut antara lain disebabkan oleh DRIP (D: delirium, kesadaran kurang;
R: retriksi mobilitas, retensi; I: infeksi, inflamasi, impaksi feces; P: pharmasi (obatobatan), poliuri). Sering Lansia memiliki jadwal kencingnya sendiri. Ada baiknya
panitia mengingatkan ke toilet sebelum acara untuk Lansia dimulai, dan setiap jam
para pembicara untuk Lansia sebaiknya memberikan waktu kepada Lansia untuk ke
toilet. Apabila pertemuan umum, tempatkan Lansia di deretan pinggir jalan (aisle)
agar memudahkan bergerak. Secara umum, dengan bertambahnya usia, kapasitas
kandung kemih menurun. Sisa urin dalam kandung kemih, setiap selesai berkemih,
cenderung meningkat dan kontraksi otot-otot kandung kemih yang tidak teratur
ekstremitas bawah kekakuan sendi ,sinkope dan dizzines ,serta faktor ekstrinsik sertai
lantai yang licin dan tidak rata tersandung benda-benda ,pengelihatan kurang terang
dan sebagainya.
Jatuh dapat menjadi insiden yang mengakibatkan trauma serius, seperti
nyeri, kelumpuhan bahkan kematian. Hal ini menimbulkan rasa takut dan hilangnya
fisik diharapkan
mengurangi
2.8. PROGNOSIS
Kehamilan kedua dalam waktu 1 tahun dari kehamilan sebelumnya yang
mempunyai GDM memiliki tingkat kekambuhan tinggi. Wanita didiagnosa dengan
GDM memiliki peningkatan risiko terkena diabetes melitus di masa depan.
Wanita yang membutuhkan insulin pengobatan sewaktu kehamilan karena
didiagnosa dengan GDM mempunyai risiko tinggi untuk mendapat diabetes karena
telah mempunyai antibodi yang terkait dengan diabetes (seperti antibodi terhadap
dekarboksilase glutamat, islet sel antibodi dan / atau antigen insulinoma- 2),
berbanding wanita dengan dua kehamilan sebelumnya dan pada wanita yang gemuk.
BAB III
KESIMPULAN
Pada seorang lanjut usia akan mengalami perubahan pada anatomis tubuhnya
yakni terutama pada organ yang berkaitan dengan sistem neurologi. Penyakit pada
lansia merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat penyakit dan
proses menua, yaitu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri serta mempertahankan struktur
dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi)
dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Sebagai contohnya pasien geriatri
seringkali muncul penyakit dengan keluhan dengan gangguan fungsi kognitif,
depresi, instabilitas, imobilisasi, dan inkontinesia (sindrom geriatri).
Masalah atau penyakit yang sering terjadi dan dialami oleh lansia tersebut
perlu dikenal dan dimengerti oleh siapa saja termasuk tenaga medis dan pihak
keluarga yang banyak berhubungan dengan perawatan lansia agar dapat memberikan
perawatan untuk mencapai derajat kesehatan yang seoptimal mungkin. Dengan
memandang proses penuaan dari perspective yang luas dapat membimbing kearah
strategi yang lebih kreatif untuk melakukan intervensi terhadap lansia. Berbagai
upaya dapat dilakukan untuk mencegah, menunda, atau menemukan dan mengenali
secara dini berbagai penyakit atau gangguan kesehatan, serta mengatasi penyakitpenyakit yang muncul untuk mencegah komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.