Anda di halaman 1dari 54

REFERAT

NEUROGERIATRI

Oleh :
Rahmadian Fathir Asyaf, S.ked
04114705016
Pembimbing:
dr. H. Zahirwan, Sp.S

DEPARTEMEN/ BAGIAN NEUROLOGI RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN /


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2013

HALAMAN PENGESAHAN
Referat
NEUROGERIATRI
Oleh:
Rahmadian Fathir Arsyaf, S.Ked (04114705016)

Telah diterima sebagai salah satu syarat kepaniteraan klinik senior periode 25
Februari 1 April 2013 di Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya / RSMH Palembang.

Palembang, 04 April 2013


Pembimbing

dr. H. Zahirwan, Sp.S

BAB I
PENDAHULUAN
Dengan meningkatnya kemajuan dan kemampuan teknologi di berbagai
bidang terutama di bidang ekonomi, harapan hidup manusia meningkat pula. Keadaan
ini berakibat pada perubahan pola penyakit yang kita jumpai dalam masyarakat.
Penyakit atau kelainan yang berkaitan dengan usia seperti demensia, stroke, tremor,
penyakit parkinson menjadi lebih sering dihadapi oleh tenaga medis.
Bagi seorang yang lanjut usia, diharapkan agar ia tetap sehat mental dan
mampu mempertahankan harga diri serta mengalami hambatan fisik yang minimal
dan mampu mengatasinya. Untuk mencapai harapan ini, yaitu berumur panjang tanpa
cacat atau cacat yang minimal, perlu dicegah timbulnya penyakit sejak dini. Apabila
dikemudian hari timbul penyakit serta kecacatan, hal ini harus dihadapi dengan
tindakan yang didasari oleh bukti yang memadai atau berdasarkan Evidence Based
Medicine.
Pendekatan dalam evaluasi medis bagi pasien berusia lanjut berbeda dengan
pasien dewasa muda. Pasien geriatri memiliki karakteristik multipatologi, daya
cadang faal yang rendah, gejala dan tanda klinis yang menyimpang, menurunnya
status fungsional, dan gangguan nutrisi. Status fungsional adalah kemampuan
seseorang untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari hari. Status fungsional
menggambarkan kemampuan umum seseorang dalam memerankan fungsinya sebagai
manusia yang mandiri, sekaligus menggambarkan kondisi kesehatan secara
umum.Selain itu, perbaikan kondisi medis juga lebih lambat timbulnya.
Pasien geriatri juga seringkali muncul dengan gangguan fungsi kognitif,
depresi, instabilitas, imobilisasi,dan inkontinesia (sindrom geriatri). Kondisi tersebut
akan semakin kompleks jika secara psikososial terdapat hendaya seperti pengabaian
(neglected) atau kemiskinan (masalah finansial).

Berdasarkan uraian di atas tidak dapat disangkal bahwa pendekatan dalam


evaluasi medis bagi pasien geriatri mutlak harus bersifat holostik atau paripurna yang
tidak semata mata dari sisi bio-psoko-sosial saja, namun juga harus senantiasa
memperlihatkan aspek kuratif, rehabilitatif, promotif, dan preventif. Komponen dari
pengkajian paripurna pasien geriatri meliputi status fungsional, status kognitif, status
emosional, dan status nutrisi. Selain itu, anamnesis yang dilakukan adalah anamnesis
sistem organ yang secara aktif ditanyakan oleh dokter (mengingat seringkali pasien
geriatri memiliki hambatan dalam menyampaikan keluhahan atau tidak mengangap
hal tersebut sebagai suatu keluhan) dan pemeriksaan fisik lengkap yang mencangkup
pula pemeriksaan neurologis dan muskuloskeletal.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
NEUROGERIATRI
Pada seorang lansia akan mengalami perubahan pada anatomis tubuhnya
yakni terutama pada organ yang berkaitan dengan sistem neurologi, yaitu :
1. Otak
Berat otak 350 gram pada saat kelahiran, kemudian meningkat menjadi
1.375 gram pada usia 20 tahun,berat otak mulai menurun pada usia 45-50 tahun
penurunan ini kurang lebih 11% dari berat maksimal. Berat dan volume otak
berkurang rata-rata 5-10% selama umur 20-90 tahun. Otak mengandung 100 million
sel termasuk diantaranya sel neuron yang berfungsi menyalurkan impuls listrik dari
susunan saraf pusat.
Pada penuaan otak kehilangan 100.000 neuron / tahun. Neuron dapat
mengirimkan signal kepada beribu-ribu sel lain dengan kecepatan 200 mil/jam.
Terjadi penebalan atropi cerebral (berat otak menurun 10%) antar usia 30-70 tahun.
Berbagai perubahan degenerative ini meningkat pada individu lebih dari 60 tahun dan
menyebabkan gangguan persepsi, analisis dan integrita, input sensorik menurun
menyebabkan gangguan kesadaran sensorik (nyeri sentuh, panas, dingin, posisi
sendi). Tampilan sensori motorik untuk menghasilkan ketepatan melambat. Daya
pemikiran abstrak menghilang, memori jangka pendek dan kemampuan belajar
menurun, lebih kaku dalam memandang persoalan, lebih egois, dan introvert.
Pusat pengendalian saraf otonom adalah hipotalamus. Beberapa hal yang
dikatakan sebagai penyebab terjadinya gangguan otonom pada usia lanjut adalah
penurunan asetolikolin, atekolamin, dopamine, noradrenalin. Perubahan pada
neurotransmisi pada ganglion otonom yangberupa penurunan pembentukan asetilkolin yang disebabkan terutama oleh penurunan enzim utama kolin-asetilase.
Terdapat perubahan morfologis yang mengakibatkan pengurangan jumlah reseptor

kolin. Hal ini menyebabkan predisposisi terjadinya hipotensi postural, regulasi suhu
sebagai tanggapan atas panas atau dingin terganggu, otoregulasi disirkulasi serebral
rusak sehingga mudah terjatuh.
Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensorik dan respon
motorik pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor proprioseptif.
2. Penuaan Sistem Neurologis
Perubahan dalam sistem neurologis dapat termasuk kehilangan dan
penyusutan neuron, dengan potensial 10% kehilangan yang diketahui pada usia 80
tahun. Distribusi neuron kolinergik, norepinefrin, dan dopamin yang tidak seimbang,
dikompensasi oleh hilangnya sel-sel, menghasilkan sedikit penurunan intelektual.
Peningkatan serotonin dan penurunan kadar norepinefrin dapat dihubungkan dengan
depresi pada lansia. Kehilangan jumlah dopamin mengakibatkan terjadinya kekakuan
dan parkinson.
3. Manifestasi Defisit Neurologis
Manifestasi klinis yang berhubungan dengan defisit neurologis pada lansia
dipandang dari berbagai perspektif, yaitu :
a. Perubahan fisik
Dampak dari perubahan SSP sukar untuk ditentukan karena hubungan fungsi
ini berkaitan dengan sistem tubuh yang lain seperti : gangguan perfusi,
terganggunya aliran darah serebral, penurunan kecepatan konduksi saraf, reflek
yang melambat, dan perubahan pada pol tidur lansia.
b. Perubahan fungsi
Defisit fungsional pada gangguan neurologis berhubungan dengan penurunan
mobilitas pada lansia yang disebabkan oleh penurunan kekuatan, rentang gerak,

dan kelenturan. Penurunan pergerakan merupakan akibat dari kifosis,


pembesaran sendi, kekejangan, dan penurunan tonus otot.
c. Perubahan kognisi-komunikasi
Perubahan kognisi dan komunikasi dan bervariasi dan berat. Memori mungkin
berubah dalam proses penuaan. Pada umumnya, memori untuk kejadian masa
lalu lebih banyak diretensi dan lebih banyak diingat daripada informasi yang
masih baru.
4. Perubahan psikososial
Defisit neurologis yang menyebabkan penarikan diri, isolasi, dan rasa asing
dapat menyebabkan lansia lebih bingung dan mengalami disorientasi. Hilangnya
fungsi tubuh dan gangguan gambaran diri mungkin turut berperan terhadap hilangnya
harga diri klien. Perubahan fisik dan sosial yang terjadi bersamaan tidak dapat
dipisahkan dari perubahan psikologis selama proses penuaan.
2.1. SINDROM PARKINSON
Parkinson adalah gangguan gerakan dengan penyebab yang tidak diketahui
yang menyerang neuron-neuron berpigmen yang mengandung dopamine di
substansia nigra. Parkinson atau lebih tepat bila disebut sebagai sindrom Parkinson
mencakup berbagai kondisi dengan beragam etiologi dengan gejala klinis yang
hamper serupa. Gejala ini dapat dijumpai pada banyak penyakit neurologis kronis dan
dapat pula dicetuskan oleh obat tertentu atau toksin tertentu.
Penyakit Parkinson merupakan suatu kelainan degeneratif sistem saraf pusat
yang sering merusak motor penderita itu keterampilan, ucapan, dan fungsi lainnya.
Penyakit Parkinson mempengaruhi gerakan (gejala motorik). Gejala lainnya termasuk
gangguan suasana hati, perilaku, berpikir, dan sensasi (nonmotor gejala). Gejalagejala penyakit Parkinson hasil dari aktivitas sangat berkurang dari neuron
dopaminergik, yang terutama di daerah pars compacta dari nigra substantia. Ulasan

depresi estimasi kejadian di mana saja dari 20-80% dari kasus. PD tidak dianggap
sebagai penyakit yang fatal dengan sendirinya, namun berkembang dengan waktu
Johnson dkk mengemukakan bahwa penegakan diagnosis klinis penyakit
Parkinson dapat ditegakkan bila di jumpai sekurang-kurangnya ada 2 dari 4 gejala,
yaitu tremor, rigiditas, bradikinesia dan instabilitas postural.
Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurologis yang mengenai sekitar
1% dari kelompok usia di atas 50 tahun dan sekitar 2% dari mereka yang berusia
lebih dari 70 tahun. Mulanya penyakit ini lebih sering pada usia di antara 50 59
tahun, dan jarang bermula sebelum usia 30 tahun.
Epidemiologi
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan
wanita seimbang. 5 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala awalnya
muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun.
Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia
dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 64 tahun sampai 3,5 % pada
usia 85 89 tahun.
Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia
sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000400.000 penderita. Rata-rata usia penderita di atas 50 tahun dengan rentang usiasesuai dengan penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Sumatera dan
Jawa- 18 hingga 85 tahun. Statistik menunjukkan, baik di luar negeri maupun di
dalam negeri, lelaki lebih banyak terkena dibanding perempuan (3:2) dengan alasan
yang belum diketahui
Klasifikasi Parkinson
Umumnya diagnosis sindrom Parkinson mudah ditegakkan, namun harus
diusahakan menentukan jenisnya agar didapat gambaran mengenai etiologi, prognosis
serta penatalaksanaannya. Parkinson dapat dibagi atas 3 bagian besar, yaitu :

1. Primer atau Idiopatik, disebut juga sebagai paralisis agitans. Kira-kira 7


dari 8 kasus Parkinson termasuk jenis ini.
2. Sekunder atai Simptomatik. Penyebabnya diketahui. Beragam kelainan
atau penyakit dapat menyebabkan sindrom Parkinson, diantaranya yaitu
arteriosklerosis, anoksia atau iskemia otak, obat-obatan, zat toksik,
penyakit infeksi di otak dll.
3. Parkinson plus, disebut juga paraparkinson. Gejala Parkinson hanya
merupakan sebagian dari gambaran penyakit keseluruhan. Dari segi
terapi dan prognosis perlu dideteksi jenis ini, yang misalnya didapat pada
penyakit Wilson, Huntington, hidrosefalus normotensif
Gejala pada parkinson termasuk gangguan suasana hati, perilaku, berpikir,
dan sensasi (non-motor gejala). gejala individu Pasien 'mungkin sangat berbeda dan
perkembangan penyakit ini juga jelas individu.
Manifestasi Klinis Parkinson
Rigiditas ( kekakuan )
Rigiditas selalu ada pada pasien Parkinson yaitu dengan meningkatnya tonus otot,
baik otot fleksor maupun ekstensor berkontraksi dengan kuat yang menunujukan
gangguan kelompok kelompok otot inhibitor yang bersesuaian. Regiditas nampak
pada wajah sehingga wajah seperti topeng karena terbatasnya mimik, kedip mata
menjadi jarang, sikap tubuh menjadi agak membungkuk, lengan dan tungkai berada
pada keadaan fleksi ringan, jalan dengan langkah kecil kecil.
Tremor ( tremor terutama pada saat beristirahat )
Tremor disebabkan karena kontraksi yang berganti ganti secara teratur (empat sampai
enam siklus perdetik) dari otot otot antagonis. Tremor makin bertambah jika pasien
lelah dan mengalami ketegangan emosi. Tremor terjadi pada jejari tangan, sendi sendi
metakarpo-falangisi, kepala mengangguk-angguk atau menggeleng-geleng.

Bradikinesia dan Akinesia


Bradikinesia di tandai dengan kelambatan yang abnormal pada gerakan-gerakan yang
di sengaja, sedangkan akinesia di tandai berkurangnya gerakan spontan.
Kerusakan postural, sikap tubuh, gangguan gaya berjalan
Kerusakan otonom seperti adanya inkontinensi aurine, konstipasi, hipotensi
orthostatic, berkeringat, kulit berminyak.
Gangguan penglihatan, penglihatan pasien menjadi kabur karena tidak mampu
mempertahankan kontraksi otot-otot mata.
Rasa lelah berlebihan dan otot terasa nyeri karena regiditas.
Gangguan fungsi pernapasan seperti hipoventilasi dan berkurangnya pungsi
pembersihan saluran napas
Perubahan perilaku dan mental, kemungkinan terjadinya demensia dan kerusakan
memori, depresi, menarik diri

Gejala non motorik


a. Disfungsi otonom
Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama
inkontinensia dan hipotensi ortostatik.
Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic
Pengeluaran urin yang banyak
Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya
hasrat seksual, perilaku, orgasme.
b. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi
c. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat
d. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)
e. Gangguan sensasi,
- kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna,
- penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension
orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan penyesuaian
tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan
- berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau ( microsmia atau anosmia),
Patofisiologi Parkinson
Penyakit parkinson adalah gangguan otak progresif yang ditandai dengan
kehilangan neuron di area otak tengah yang dikenal sebagai subtansia nigra. Neuron
ini menggunakan dopamin sebagai neurontransmitter dan menonjolkan aksonnya ke
talamus dan area kaudatus dan putamen ganglia basalis. Penyakit parkinson terjadi
ketika sekitar 80 % sel yang membentuk subtansia nigra hilang, ada juga penurunan
reseptor dopamin di ganglia basalis. Awitan penyakit biasanya terjadi pada dekade
keenam atau ketujuh kehidupan. Penyakit ini adalah penyakit neurodegeneratif yang
paling sering kedua pada individu dewasa. Walaupun ada sedikit pengaruh genetik

pada perkembangan penyakit parkinson, tampak sangat terbatas pada penyakit awitan
dini.
Penyakit parkinson terutama mengenai neuron dopaminergik yang berproyeksi dari
subtansia nigra otak tengah sampai pada striatum ganglia basalis (nukleus kaudatus
dan putamen). Secara makroskopis, didapatkan atrofi subtansia nigra pada penyakit
parkinson tahap lanjut yang dikenali dari hilangnya pigmetnasi melanin pada regio ini
. Secara mikroskopis, didapatkan kerusakan berat neuron pada subtansia nigra dan
neuron yang tersisa seringkali mengandung badan inklusi intrasel, yaitu badan Lewy
(eosinofil yang terkurung). Pada beberapa neuron yang tersisa ditemukan badan lewy,
yaitu inklusi dalam sitoplasma yang berbentuk bulat sampai memanjang, bersifat
osmofilik dengan porosnya yang padat dikelilingi oleh lingkaran yang lebih jernih
Gejala penyakit parkinson telihat jika keruskan neuron dopaminergik nigrostriatum
telah mencapai 60-80 %.

Penurunan dopamin dalam korpus striatum mengacaukan keseimbangan


antara dopamin (penghambat) dan asetilkolin (perangsang). Inilah yang menjadi dasar
dari kebanyakan gejala penyakit Parkinson. Suatu teori mengemukakan bahwa
munculnya tremor diduga oleh karena dopamin yang disekresikan dalam nukleus

kaudatus dan putamen berfungsi sebagai penghambat yang merusak neuron


dopamingik di substansia nigra sehingga menyebabkan kaudatus dan putamen
menjadi sangat aktif dan kemungkinan menghasilkan signal perangsang secara terus
menerus ke sistem pengaturan motorik kortikospinal. Signal ini diduga merangsang
otot bahkan seluruh otot sehingga menimbulkan kekakuan dan melalui mekanisme
umpan balik mengakibatkan efek inhibisi penghambat dopamin akan hilang sehingga
menimbulkan tremor. Akinesia didiga disebabkan oleh karena adanya penurunan
dopamin di sistim limbic terutama nucleus accumbens, yang diikuti oleh menurunnya
sekresi dopamin di ganglia basalis. Keadaan ini menyebabkan menurunnya dorongan
fisik untuk aktivasi motorik begitu besar sehingga timbul akinesia.
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan sejumlah kriteria :12
1. Kriteria Klinis :
Ada 2 dari 3 gejala utama ( kardinal ) : tremor , rigiditas , bradikinesia.
Ada 3 dari 4 gejala motorik : tremor , rigiditas ,akinesia , instabilitas postural
2. Kriteria Koller :
Ada 2 dari 3 gejala utama motorik
Respon positif terhadap levodopa
3. Kriteria Hughes :
Possible : ada 1 dari gejala utama
Probable : ada 2 dari 4 gejala motorik
Definite : ada 3 gejala utama
4. Kriteria Gelb dkk :
Ada 3 macam diagnosis seperti kriteria Hughes
Definite ada tanda kriteria diagnosis possible dan konfirmasi histopatologi
Dari keempat kriteria diagnosis diatas Kriteria Hughes yang dipakai oleh Kelompok
Studi Gangguan Gerak PERDOSSI dalam menyusun Konsensus Tatalaksana Penyakit
Parkinson

Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium hanya bersifat dukungan pada hasil klinis,karena
tidak memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi untuk penyakit Parkinson.
Pengukuran kadar NT dopamine atau metabolitnya dalam air kencing , darah maupun
cairan otak akan menurun pada penyakit Parkinson dibandingkan kontrol. Lebih
lanjut, dalam keadaan tidak ada penanda biologis yang spesifik penyakit, maka
diagnosis definitive terhadap penyakit Parkinson hanya ditegakkan dengan otopsi .
Dua penelitian patologis terpisah berkesimpulan bahwa hanya 76% dari penderita
memenuhi kriteria patologis aktual, sedangkan yang 24% mempunyai penyebab lain
untuk parkinsonisme tersebut.
Neuroimaging :
Magnetik Resonance Imaging ( MRI )
Baru baru ini dalam sebuah artikel tentang MRI , didapati bahwa hanya
pasien yang dianggap mempunyai atropi multi sistem memperlihatkan signal di
striatum.
Positron Emission Tomography ( PET )
Ini merupakan teknik imaging yang masih relatif baru dan telah memberi
kontribusi yang signifikan untuk melihat kedalam sistem dopamine nigrostriatal dan
peranannya dalam patofisiologi penyakit Parkinson. Penurunan karakteristik pada
pengambilan fluorodopa , khususnya di putamen , dapat diperlihatkan hampir pada
semua penderita penyakit Parkinson, bahkan pada tahap dini.Pada saat awitan gejala ,
penderita penyakit Parkinson telah memperlihatkan penurunan 30% pada
pengambilan fluorodopa putamen. Tetapi sayangnya PET tidak dapat membedakan
antara penyakit Parkinson dengan parkinsonisme atipikal. PET juga merupakan suatu

alat untuk secara obyektif memonitor progresi penyakit maupun secara obyektif
memperlihatkan fungsi implantasi jaringan mesensefalon fetus
Single Photon Emission Computed Tomography ( SPECT )
Sekarang telah tersedia ligand untuk imaging sistem pre dan post sinapsis oleh
SPECT , suatu kontribusi berharga untuk diagnosis antara sindroma Parkinson plus
dan penyakit Parkinson, yang merupakan penyakit presinapsis murni. Penempelan ke
striatum oleh derivat kokain [123]beta-CIT, yang juga dikenal sebagai RTI-55,
berkurang secara signifikan disebelah kontralateral sisi yang secara klinis terkena
maupun tidak terkena pada penderita hemiparkinson. Penempelan juga berkurang
secara signifikan dibandingkan dengan nilai yang diharapkan sesuai umur yang
berkisar antara 36% pada tahap I Hoehn dan Yahr sampai 71% pada tahap V. Marek
dan yang lainnya telah melaporkan rata-rata penurunan tahunan sebesar 11% pada
pengambilan beta-CIT striatum pada 34 penderita penyakit Parkinson dini yang
dipantau selama 2 tahun. Sekarang telah memungkinkan untuk memvisualisasi dan
menghitung degenerasi sel saraf nigrostriatal pada penyakit Parkinson.
Dengan

demikian,

imaging

transporter

dopamin

pre-sinapsis

yang

menggunakan ligand ini atau ligand baru lainnya mungkin terbukti berguna dalam
mendeteksi orang yang beresiko secara dini. Sebenarnya, potensi SPECT sebagai
suatu metoda skrining untuk penyakit Parkinson dini atau bahkan presimptomatik
tampaknya telah menjadi kenyataan dalam praktek. Potensi teknik tersebut sebagai
metoda yang obyektif untuk memonitor efikasi terapi farmakologis baru, sekarang
sedang diselidiki.
Terapi Parkinson
Farmakologik
1. Bekerja pada sistem dopaminergik
a. L-dopa

Penemuan terapi l-dopa pada tahun 1960 merupakan terobosan baru


pengetahuan tentang penyakit degenerasi .Meskipun sampai sekarang l-dopa
masih merupakan obat paling menjanjikan respon terbaik untuk penyakit
parkinson ,namun masa kerjanya yang singkat , respon yang fluktuatif dan
efek oxidative stress dan metabolitnya menyebabkan para peneliti mencari
bahan alternatif .
Cara kerja obat kelompok ini dapat dijelaskan lewat alur metabolisme
dari dopamin sebagai berikut. Tyrosin yang berasal dari makanan akan diubah
secara beruntun menjadi l-dopa dan dopamin oleh enzimya masing-masing .
Kedua jenis enzim ini terdapat diberbagai jaringan tubuh , disamping
dijaringan saraf . Dopamin yang terbentuk di luar jaringan saraf otak , tidak
dapat melewati sawar darah otak . Untuk mencegah jangan sampai dopamin
tersintesa diluar otak maka l-dopa diberikan bersama dopa-decarboxylase
inhibitor dalam bentuk carbidopa dengan perbandingan carbidopa : l-dopa = 1
: 10 ( Sinemet ) atau benzerazide : l- dopa = 1 : 4 ( Madopar).
Efek terapi preparat l-dopa baru muncul sesudah 2 minggu pengobatan
oleh karena itu perubahan dosis seyogyanya setelah 2 minggu . Mulailah dosis
rendah dan secara berangsur ditingkatkan . Drug holiday sebaliknya jangan
lebih lama dari 2 minggu , karena gejala akan muncul lagi sesudah 2 minggu
obat dihentikan.
b. MAO dan COMT Inhibitor
Pada umumnya penyakit parkinson memberi respon yang cepat dan
bagus dengan l-dopa dibandingkan dengan yang lain ,namun ada laporan
bahwa l-dopa dan dopamin menghasilkan metabolit yang mengganggu atau
menekan proses pembentukan energi dari mitokondria dengan akibat
terjadinya oxidative stress yang menuntun timbulnya degenerasi sel neuron.
Preparat penghambat enzim MAO ( monoamine oxydase ) dan COMT
( Catechol-O-methyl transferase ) ditambahkan bersama preparat l-dopa untuk

melindungi dopamin terhadap degradasi oleh enzim tersebut sehingga


metabolit berkurang ( pembentukan radikal bebas dari dopamin berkurang )
sehingga

neuron

terlindung

dari

proses

oxidative

stress

Fahn

menggambarkan efek kontradiksi dari preparat l-dopa dengan skema sebagai


berikut :
c. Agonis Dopamin
Preparat lain yang juga dapat menghemat pemakaian l-dopa adalah
golongan dopamin agonis . Golongan ini bekerja langsung pada reseptor
dopamin, jadi mengambil alih tugas dopamin dan memiliki durasi kerja lebih
lama dibandingkan dopamin. Sampai saat ini ada 2 kelompok dopamin
agonis, yaitu derivat ergot dan non ergot.
Keuntungan terapi dengan agonis dopamin dibandingkan l-dopa antara
lain :
1. Durasi kerja obat lebih lama
2. Respon fluktuatif dan diskinesia lebih kecil
3. Dapat dipilih agonis dopamin yang lebih specifik terhadap reseptor
dopamin tertentu disesuaikan kondisi penderita penyakit parkinson.
Kerugian terapi agonis dopamin adalah onset terapeutiknya rata rata
lebih lama dibandingkan DA ergik.
2 Bekerja pada sistem kolinergik
Obat golongan antikolinergik memberi manfaat untuk penyakit
parkinson , oleh karena dapat mengoreksi kegiatan berlebihan dari sistem
kolinergik terhadap sistem dopaminergik yang mendasari penyakit parkinson .
Ada dua preparat antikolinergik yang banyak digunakan untuk penyakit
parkinson , yaitu thrihexyphenidyl ( artane ) dan benztropin ( congentin ).
Preparat lainnya yang juga termasuk golongan ini adalah biperidon
(akineton) , orphenadrine ( disipal ) dan procyclidine ( kamadrin ). Golongan

anti kolinergik terutama untuk menghilangkan gejala tremor dan efek samping
yang paling ditakuti adalah kemunduran memori.
3 Bekerja pada sistem Glutamatergik
Diantara obat obat glutamatergik yang bermanfaat untuk penyakit
parkinson adalah dari golongan antagonisnya , yaitu amantadine , memantine,
remacemide dan L 235959. Antagonis glutamatergik diduga menekan
kegiatan berlebihan jalur dari inti subtalamikus sampai globus palidus internus
sehingga jalur indirek seimbang kegiatannya dengan jalur direk , dengan
demikian out put ganglia basalis ke arah talamus dan korteks normal kembali .
Disamping itu, diduga antagonis glutamatergik dapat meningkatkan pelepasan
dopamin, menghambat reuptake dan menstimulasi reseptor dopamin. Obat ini
lebih efektif untuk akinesia dan rigiditas daripada antikolinergik.
4 Bekerja sebagai pelindung neuron
Berbagai macam obat dapat melindungi neuron terhadap ancaman
degenerasi akibat nekrosis atau apoptosis. Termasuk dalam kelompok ini
adalah :
a. Neurotropik faktor , yaitu dapat bertindak sebagai pelindung neuron
terhadap kerusakan dan meningkatkan pertumbuhan dan fungsi neuron .
Termasuk dalam kelompok ini adalah BDNF ( brain derived neurotrophic
factor ) , NT 4/5 ( Neurotrophin 4/5 ) , GDNT ( glia cell line-derived
neurotrophic factorm artemin ) , dan sebagainya . Semua belum dipasarkan.
b. Anti-exitoxin , yang melindungi neuron dari kerusakan akibat paparan
bahan neurotoksis ( MPTP , Glutamate ) . Termasuk disini antagonis reseptor
NMDA , MK 801 , CPP , remacemide dan obat antikonvulsan riluzole.

c. Anti oksidan , yang melindungi neuron terhadap proses oxidative stress


akibat serangan radikal bebas. Deprenyl ( selegiline ) , 7-nitroindazole ,
nitroarginine methyl-ester , methylthiocitrulline , 101033E dan
104067F , termasuk didalamnya . Bahan ini bekerja menghambat kerja enzim
yang memproduksi radikal bebas.Dalam penelitian ditunjukkan vitamin E
( -tocopherol ) tidak menunjukkan efek anti oksidan.
d. Bioenergetic suplements , yang bekerja memperbaiki proses metabolisme
energi di mitokondria . Coenzym Q10 ( Co Q10 ) , nikotinamide termasuk
dalam golongan ini dan menunjukkan efektifitasnya sebagai neuroprotektant
pada hewan model dari penyakit parkinson.
e. Immunosuppressant , yang menghambat respon imun sehingga salah satu
jalur menuju oxidative stress dihilangkan . Termasuk dalam golongan ini
adalah immunophillins , CsA ( cyclosporine A ) dan FK 506 ( tacrolimu) .
Akan tetapi berbagai penelitian masih menunjukkan kesimpulan yang
kontroversial.15
Non Farmakologik
Penanganan penyakit parkinson yang tidak kalah pentingnya ini sering
terlupakan mungkin dianggap terlalu sederhana atau terlalu canggih.
1. Perawatan Penyakit Parkinson
Sebagai salah satu penyakit parkinson kronis yang diderita oleh manula , maka
perawatan tidak bisa hanya diserahkan kepada profesi paramedis , melainkan kepada
semua orang yang ada di sekitarnya.
a. Pendidikan
Dalam arti memberi penjelasan kepada penderita , keluarga dan care giver
tentang penyakit yang diderita.Hendaknya keterangan diberikan secara rinci

namun supportif dalam arti tidak makin membuat penderita cemas atau takut.
Ditimbulkan simpati dan empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan
fisik dan psikik mereka menjadi maksimal.
b. Rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderita
dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi
masalah-masalah sebagai berikut :
Abnormalitas gerakan
Kecenderungan postur tubuh yang salah
Gejala otonom
Gangguan perawatan diri ( Activity of Daily Living ADL )
Perubahan psikologik
Untuk mencapai tujuan tersebut diatas dapat dilakukan tindakan sebagai
berikut :
1. Terapi fisik : ROM ( range of motion )
Peregangan
Koreksi postur tubuh
Latihan koordinasi
Latihan jalan ( gait training )
Latihan buli-buli dan rectum
Latihan kebugaran kardiopulmonar
Edukasi dan program latihan di rumah
2. Terapi okupasi
Memberikan program yang ditujukan terutama dalam hal pelaksanaan
aktivitas kehidupan sehari-hari .

3. Terapi wicara
Membantu penderita Parkinson dengan memberikan program latihan
pernapasan diafragma , evaluasi menelan, latihan disartria , latihan bernapas
dalam sebelum bicara. Latihan ini dapat membantu memperbaiki volume
berbicara , irama dan artikulasi.
4. Psikoterapi
Membuat program dengan melakukan intervensi psikoterapi setelah
melakukan asesmen mengenai fungsi kognitif , kepribadian , status mental
,keluarga dan perilaku.
5. Terapi sosial medik
Berperan dalam melakukan asesmen dampak psikososial lingkungan dan
finansial , untuk maksud tersebut perlu dilakukan kunjungan rumah/
lingkungan tempat bekerja.
6. Orthotik Prosthetik
Dapat membantu penderita Parkinson yang mengalami ketidakstabilan
postural , dengan membuatkan alat Bantu jalan seperti tongkat atau walker.
c. Diet
Pada penderita parkinson ini sebenarnya tidaklah diperlukan suatu diet yang
khusus , akan tetapi diet penderita ini yang diberikan dengan tujuan agar tidak
terjadi kekurangan gizi , penurunan berat badan , dan pengurangan jumlah
massa otot , serta tidak terjadinya konstipasi . Penderita dianjurkan untuk
memakan makanan yang berimbang antara komposisi serat dan air untuk
mencegah terjadinya konstipasi , serta cukup kalsium untuk mempertahankan
struktur tulang agar tetap baik . Apabila didapatkan penurunan motilitas usus

dapat dipertimbangkan pemberian laksan setiap beberapa hari sekali . Hindari


makanan yang mengandung alkohol atau berkalori tinggi.
2. Pembedahan :
Tindakan pembedahan untuk penyakit parkinson dilakukan bila penderita tidak lagi
memberikan respon terhadap pengobatan / intractable , yaitu masih adanya gejala dua
dari gejala utama penyakit parkinson ( tremor , rigiditas , bradi/akinesia, gait/postural
instability ) , Fluktuasi motorik , fenomena on-off , diskinesia karena obat, juga
memberi respons baik terhadap pembedahan.
Ada 2 jenis pembedahan yang bisa dilakukan :
a. Pallidotomi , yang hasilnya cukup baik untuk menekan gejala :
- Akinesia / bradi kinesia
- Gangguan jalan / postural
- Gangguan bicara
b. Thalamotomi , yang efektif untuk gejala :
- Tremor
- Rigiditas
- Diskinesia karena obat.
3. Stimulasi otak dalam
Mekanisme yang mendasari efektifitas stimulasi otak dalam untuk penyakit parkinson
ini sampai sekarang belum jelas , namun perbaikan gejala penyakit parkinson bisa
mencapai 80% . Frekwensi rangsangan yang diberikan pada umumnya lebih besar
dari 130 Hz dengan lebar pulsa antara 60 90 s . Stimulasi ini dengan alat
stimulator yang ditanam di inti GPi dan STN.
4. Transplantasi
Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982 oleh
Lindvall dan kawannya , menggunakan jaringan medula adrenalis yang menghasilkan

dopamin. Jaringan transplan ( graft ) lain yang pernah digunakan antara lain dari
jaringan embrio ventral mesensefalon yang menggunakan jaringan premordial steam
atau progenitor cells , non neural cells ( biasanya fibroblast atau astrosytes ) , testisderived sertoli cells dan carotid body epithelial glomus cells. Untuk mencegah reaksi
penolakan jaringan diberikan obat immunosupressant cyclosporin A yang
menghambat proliferasi T cells sehingga masa idup graft jadi lebih panjang.14
Transplantasi yang berhasil baik dapat mengurangi gejala penyakit parkinson selama
4 tahun kemudian efeknya menurun 4 6 tahun sesudah transplantasi. Sampai saat ini
, diseluruh dunia ada 300 penderita penyakit parkinson memperoleh pengobatan
transplantasi dari jaringan embrio ventral mesensefalon.
Prognosis
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson,
sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali
terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya. Tanpa
perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total disabilitas,
sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat menyebabkan
kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda.
Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan
lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang
dapat sangat parah.
Parkinson sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal, tetapi
berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien Parkinson
pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita Parkinson. Pada
tahap akhir, Parkinson dapat menyebabkan komplikasi seperti tersedak, pneumoni,
dan memburuk yang dapat menyebabkan kematian. Progresifitas gejala pada
Parkinson dapat berlangsung 20 tahun atau lebih. Namun demikian pada beberapa
orang dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang tepat untuk memprediksikan lamanya

penyakit ini pada masing-masing individu. Dengan treatment yang tepat, kebanyakn
pasien Parkinson dapat hidup produktif beberapa tahun setelah diagnosis.
2.2. TREMOR
Tremor ialah serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan getaran
yang timbul karena berkontraksinya otot-otot yang berlawanan secara bergantian. Ia
dapat melibatkan satu atau lebih bagian tubuh. Jenis tremor yang perlu kita kenal
ialah tremor normal atau tremor fisiologis, tremor halus (tremor toksik) dan tremor
kasar.
Tremor fisiologis didapatkan bila anggota gerak ditempatkan pada posisi
yang sulit, atau bila kita melakukan gerakan volunteer dengan sangat lambat. Tremor
yang terlihat pada orang yang sedang marah atau ketakutan merupakan aksentuasi
dari tremor fisiologis ini.
Tremor halus dianggap juga sebagai tremor toksik. Contoh yang khas ialah
tremor yang dijumpai pada hipertiroid. Tremor ini terutama terjadi pada jari dan
tangan. Kadang-kadang tremor ini sangat halus dan sukar dilihat. Untuk
memperjelasnya, kita tempatkan kertas di atas jari-jari dan tampaklah kertas tersebut
bergetar walaupun tremor belum jelas terlihat. Tremor toksik ini didapatkan pula pada
keracunan nikotin, kafein, obat-obatan seperti adrenalin, efedrin atau barbiturate.
Tremor kasar salah satu contohnya ialah tremor yang didapatkan pada
penyakit Parkinson. Ini merupakan tremor yang lambat, kasar dan majemuk. Pada
penyakit Parkinson gerakan jari-jari mirip gerakan menghitung duit atau membuat
pil. Contoh lainnya ialah tremor intensi. Tremor intensi merupakan tremor yang
timbul waktu melakukan gerakan volunter dan menjadi lebih nyata ketika gerakan
hamper mencapai tujuannya. Tremor ini merupakan tremor kasar dan dapat dijumpai
pada gangguan serebelum. Pada tes tunjuk hidung pada pasien dengan gangguan di
serebelum, tremor menjadi lebih nyata pada saat telunjuk hamper mencapai hidung.
Klasifikasi cara lain, yang sering digunakan di klinik ialah yang mengacu
kepada keadaan yang dapat menimbulkan atau mengaksentuasi dan memperkuat

tremor tersebut, misalnya tremor istirahat (resting tremor) yang timbul bila bagian
tubuh tersebut di topang atau disangga dan tidak ada aktivitas otot volunteer
(istirahat).
Tremor postural adalah tremor yang timbul bila bagian tubuh tersebut
ditempatkan melawan gaya berat, misalnya pasien disuruh merentangkan lengan
tangannya serta memekarkan jari-jarinya. Sedangkan tremor kinetic atau tremor aksi
yaitu tremor yang timbul waktu bergerak seperti waktu minum dari mangkok

Tremor Essensial
Tremor essensial mempunyai beberapa sinonim, yaitu tremor essensial
benigna, tremor senilis dan tremor familial. Tremor essensial menyerupai tremor
fisiologis yang lebih kuat, yang timbul pada gerakan dan berkurang bila istirahat.
Tremor essensial merupakan kombinasi tremor postural dan tremor aksi. Tremor ini
diangap benigna karena biasanya tidak disertai oleh gangguan neurologis lainnya.
Tremor essensial sering disalah-diagnosis sebagai penyakit parkinson. Bila
kita hati-hati menganalisis penampakan klinisnya, hal ini tidak akan terjadi. Pada
tremor essensial, tremor timbul bila ekstremitas direntangkan atau digerakkan, dan
bukan waktu sedang istirahat. Frekuensi tremor lebih besar (6-11Hz).
Tidak ditemukan rigiditas, gangguan berjalan atau mikrografi. Namun ada
juga pasien yang menderitakedua jenis tremor tersebut yaitu essensial dan parkinson.
Tremor essensial paling sering melibatkan ekstremitas atas. Namun kepala dan suara
kadang-kadang terlibat, dan jarang-jarang badan, ekstremitas bawah, lidah dan dagu
juga dapat terlibat. Biasanya progresif secara lambat. Sekitar 50% dari pasien
mempunyai anggota keluarga yang juga menyandangnya dan pola penurunannya
tampak dominan dengan penetrans yang berkurang
Etiologi

Mekanisme yang mendasari tremor essensial belum diketahui. Mungkin


didapatkan ketidakseimbangan antara zat-zat neurotransmiter di ganglia basalis,
sistem noradrenergik terutama reseptor beta-1, mungkin hiperaktif. Tidak ditemukan
perubahan patologis yang khas.
Terapi
Pemberian Propanolol dengan dosis 10 - 40 mg sebanyak 3 kali sehari sangat
dianjurkan. Pada mereka yang tidak dapat mentolerir propanolol, misalnya penderita
asma, metoprolol dapat dicobakan dengan dosis 25 mg tiap hari samapi didapatkan
efek optimal atau sampai dosis maksimum 50 mg 3 kali sehari tercapai.
Efek samping yang dapat terjadi pada pemberian propanolol berupa kelelahan,
impotensi, insomnia, konstipasi dan depresi tidak jarang dijumpai. Alkohol dapat
mengurangi tremor essensial selama 2-4 jam da efek terapinya telah mulai dalam
waktu 10 menit. Klonidin juga efektif pada tremor essensial dengan dosis 0,1 mg
0,9 mg sehari. L-dopa dan obat dopamin mimetik lainnya tidak berkhasiat pada
tremor essensial.
2.3. PERUBAHAN SISTEM SARAF PADA USIA LANJUT
A. Sistem Saraf Manusia
Sistem

saraf bersama dengan sistem endokrin mengurus sebagian besar

pengaturan sitem tubuh. Pada umumnya sistem saraf mengatur aktivitas tubuh yang
cepat misalnya kontraksi otot, perubahan viseral yang berlangsung dengan cepat dan
bahkan juga kecepatan sekresi beberapa kelenjar endokrin.
Sistem saraf pusat terdiri atas lebih dari 100 juta neuron. Sinyal yang datang
masuk melalui sinap pada dendrit-dendrit neuron atau badan sel; untuk berbagai jenis
neuron mungkin hanya terdapat beberapa ratus atau sampai 200.000 sambungan
inaptik dari serabut yang masuk. Sinyal yang keluar berjalan melalui jalur akson
tunggal meninggalkan neuron, tetapi akson ini memiliki banyak cabang yang berbeda
ke bagian-bagian lain sistem saraf atau bagian tubuh bagian perifer.

B. Reseptor-reseptor Sensorik
Sebagian besar aktivitas sistem saraf diawali oleh pengalaman-pengalaman
sensorik yang berasal dari reseptor sensorik yaitu reseptor visual, reseptor auditorik,
reseptor taktil dipermukaan tubuh, atau macam-macam reseptor lainnya. Pengalaman
sensorik dapat menimbulkan reaksi segera, atau ingatan ini dapat disimpan dalam
otak untuk beberapa menit bahkan sampai beberapa tahun dan selanjutnya dapat
membantu menentukan reaksi tubuh di masa datang. Informasi akan masuk ke dalam
sistem saraf pusat melalui saraf-saraf perifer dan dihantarkan ke berbagai area
sensorik.
1. Pembagian Motorik
Peran yang paling penting dari sistem saraf adalah mengatur berbagai
aktivitas tubuh, hal ini dapat dicapai melaui penangaturan kontraksi otot rangka
seluruh tubuh, kontraksi otot polos organ dalam, dan sekrsi kelenjar ksokrin dan
endokrin. Seluruh aktivitas ini disebut fungsi motorik sistem saraf, sedangkan
otot dan kelenjar disebut efektor karena otot dan kelenjar bkerja berdasarkan
perintah dari sinyal sarafnya.
2. Penyimpanan Informasi Memori
Sebagian kecil dari informasi sensorik yang penting dapat segera
menimbulkan impuls motorik, sebagian besar akan disimpan untuk masa datang
untuk mengatur aktivitas motorik dan untuk pengolahan berpikir. Sebagian besar
penyimpanan ini terjadi di kortek serebri, tetapi regio basal otak dan mungkin
juga medula spinalis dapat juga menyimpan sebagian kecil informasi.
Penyimpanan informasi ini merupakan suatu proses yang disebut sebagai
memori.
3. Macam-macam sinaps Kimia dan Listrik

Sinyal-sinyal saraf dijalarkan dari satu neuron ke nuron lainnya melalui batas
antar neuron yang disebut sinaps. Ada dua macam sinaps yaitu sinaps kimia dan
sinaps listrik. Pada sinaps kimia neuron pertama yang menyekresi bahan kimia
disebut neurotransmitter dan akan bekerja pada reseptor protein dalam membran
neuron berikutnya sehingga neuron tersebut akan terangsang, menghambatnya
atau mengubah sensitivitasnya dalam berbagai cara. Sampai saat ini ditemukan
lebih dari 40 substansi transmiter, beberapa diantaranya adalah asetilkolin,
norepinefrin, histamin, GABA, glisin, serotinin dan glutamat.
Sebaliknya sinaps listrik ditandai dengan adanya saluran langsung yang
menjalarkan aliran listrik dari sel ke sel lainnya. Kebanyakan saluran ini
merupakan struktur tubuler protein kecil yang disebut gap junction yang
memudahkan pergerakan ion-ion secara bebas ke bagian-bagian sel. Dalam
sistem saraf pusat hanya ditemukan sedikit, sedangkan pada otot viseral
merupakan sarana untuk menjalarkan potensial aksi pada serabut otot.
4. Sensasi Taktil Dan Suhu
Sensasi raba umunya disebabkan perangsangan reseptor taktil yang terdapat di
kulit dan dalam jaringan tepat di bawah kulit dan dalan jaringan tepat di bawah
kulit, sensasi getaran disebabkan oleh adanya perubahan pada jaringan yang
lebih dalam, sensasi getaran disebabkan oleh sinyal sensorik yang datang
berulang-ulang, tapi beberapa reseptor yang sama digunakan juga untuk rasa raba
dan tekan khususnya reseptor yang beradaptasi cepat.
Reseptor dingin dan reseptor panas terletak di bawah kulit pada titik-titik yang
berbeda dan terpisah-pisah dengan diameter perangsangan kira-kira 1 mm.
Gradasi termal dapat dibedakan oleh paling sedikit tiga macam reseptor sensorik:
reseptor dingin, hangat dan rasa nyeri. Reseptor rasa nyeri hanya dirangsang oleh
gradasi panas atau dingin yang ekstrem. Indera suhu berespon terhadap
perubahan suhu di samping dapat berespon terhadap tingkat temperatur yang
tetap.

5. Sensasi Somatik
Reseptor nyeri yang terdapat di kulit dan jaringan lain semuanya merupakan
ujung saraf bebas. Reseptor tersebar luas pada permukaan superfisial kulit dan
juga di jaringan dalam tertentu, misalnya periosteum, dinding arteri, permukaan
sendi, dan falks serta tentorium tempurung kepala. Sebagian besar jaringan
dalam lainnya tak begitu banyak dipersarafi oleh ujung saraf rasa nyeri, namun
setiap kerusakan jaringan yang luas dapat saja bergabung sehingga pada daerah
tersebut akan timbul tipe rasa nyeri pegal yang lambat dan kronik.
Rasa nyeri dapat dirasakan melalui berbagai macam rangsangan. Beberapa zat
kimia yang merangsang nyeri meliputi bradikinin, serotinin, histamin, ion
kalium, asam, asetilkolin dan enzim proteolitik, prostaglandin dan substansi P.
substansi kimia penting untuk perangsangan lambat, jenis rasa nyeri stelah cedera
jaringan.
C. Perubahan Sistem Saraf Pada Lansia
Perubahan dari sistem persarafan dapat ditipicu oleh gangguan dari stimulasi
dan inisiasi terhadap respon dan pertambahan usia. Pada lansia dapat diasumsikan
terjadi respon yang lambat yang dapat mengganggu performance dalam beraktivitas.
Kualitas performance pada lansia akan menurun disebabkan antara lain oleh motivasi,
kesehatan, dan pengaruh lingkungan.
Lansia mengalami kemunduran dalam kemampuan mempertahankan posisi mereka
dan menghindari kemungkinan jatuh. Kemampuan mempertahankan posisi
dipengaruhi oleh tiga fungsi yaitu:
1.

Keseimbangan (Balance)

2.

Postur tubuh

3.

Kemampuan berpindah

Gangguan

yang

sering muncul

pada

lansia

antara

lain

Dizzines,

lightheadedness dan vertigo.


1. Dizziness
Sistem saraf pusat mengintegrasi pesan sensorik dari berbagai reseptor untuk menjaga
keseimbangan dan pergerakan untuk berinteraksi dengan obyek dan lingkungan.
Orang yang tidak dapat menerima informasi

atau mengalami kegagalan

mengintegrasi informasi secara tepat dapat mengalami dizziness. Dizziness dapat


dikategorikan menjadi:
a. Perasaan berputar, biasanya disebut vertigo yaitu perasaan berputar. Biasanya
berhubungan dengan gangguan sistem vstibular, berlangsung spontan dapat disertai
dengan nausea dan muntah.
b. Impending faint, dizziness menimbulkan sensasi pandangan kabur yang biasanya
disebabkan kurangnya suplai darah atau nutrisi ke dalam otak, dapat juga timbul pada
lansia dengan postural hypotension, dapat disertai dengan dengingan di telinga,
gangguan pandangan dan diaporesis.
c. Disekuilibrium, kehilangan keseimbangan tanpa abnormal sensasi pada kepala.
Terjadi pada orang yang berjalan dan kehilangan keseimbangan saat mereka duduk,
biasanya karena gangguan kontrol sistem motorik.
d. Vague lightheadedness, biasanya karena memiliki gangguan sensori multipel
seperti neuropati periperal,katarak, spondilosis servikal, dapat juga memiliki
gangguan gangguan vestibular dan fungsi auditori.
2. Sinkop
Sinkop disebabkan karena gangguan pada baroreseptor pada leher atau perubahan
pada aliran darah arteri sistemik. Biasanya berhubungan dengan batuk, mikturisi atau
hipotensi postural.

Sinkop karena batuk biasanya terjadi pada usia pertengahan

sampai usia lanjut, terutama pada perokok, empisema dan bronkhitis. Sinkop karena

mikturisi karena bendungan urine yang banyak. Sinkop karena hipotensi postural
terjadi bila tekanan darah turun sebesar 20 mmHg atau lebih yang terjadi pada saat
seseorang secara tiba-tiba bangkit dari posisi berbaring atau duduk. Pada lansia perlu
ditekankan untuk bangkit secara perlahan dari tpilet untuk mencegah terjadinya
sinkop mikturisi, dan bangkir secara perlahan dari tempat tidur atau kursi untuk
menghindari sinkop karena hipotensi postural.
3. Hipotermi dan Hipertermi
Lansia memiliki resiko besar untuk mengalami hipotermi atau hipertermi. Hipotermia
terjadi bila suhu tubuh mencapai 35oC atau kurang. Banyak penyebab dari hipotermi,
biasanya karena terpapar oleh lingkungan. Dapat juga disebabkan karena kurangnya
aktivitas fisik, isolasi sosial, usia karena berkurangnya lapisan lemak dan jaringan
subkutaneus, gangguan mekanisme termoregulasi, alkoholisme, diabetes, penyakit
kariovaskular dan serbrovaskular, dan infeksi. Pada lansia ditandai dengan suhu tubuh
turun, kulit dingin dan sianosis, suara serak, dan alur pikir yang lambat.
Heat stroke merupakan masalah serius yang sering terjadi pada lansia.
Penyebabnya

adalah

gangguan

fungsi

termoregulasi

yang

mengakibatkan

peningkatan suhu tubuh karena gangguan pada proses radiasi, konveksi dan
evaporasi. Gejala yang timbul biasanya sakit kepala, dizziness, kelemahan, nausea,
muntah dan elevasi suhu tubuh hingga 40oC atau lebih. Hipertermi pada lansia
biasanya diatasi dengan menggunakan air dingin dan mandi dengan melakukan
masase untuk mencegah vasokonstriksi periper.
4. Gangguan tidur
Pada umumnya lansia memerlukan waktu yang lama untuk tidur dan sering terbangun
pada malam hari. Biasanya disebabkan penurunan kemampuan utuk mencapai tidur
yang dalam yang berhubungan dengan beberapa faktor seperti nokturia, ansietas, dan
gangguan psikologis. Lansia biasanya mengalami light sleepers karena gangguan
pada saat transisi antara masa tidur dan masa wakefullness.

5. Delirium
Delirum merupakan gangguan fungsi intelektual karena kerusakan pada metabolisme
otak. Biasanya ditandai dengan menurunnya perhatian, disorganisasi dalam berpikir,
disorientasi, gangguan dalam mengingat, gangguan bicara,dan perubahan aktivitas
motorik. Keadaan ini dapat jatuh pada keadaan stupor atau koma, misinterpretasi,
ilusi atau halusinasi, ansietas, depresi, iritabel, marah apatis dan euporia. Etiologi dari
delirum

antara lain gangguan pemenuhan oksigen, substrat, kofaktor metabolik,

penyakit organ seperti otak, keracunan, gangguan keseimbangan cairan, ion, asm basa
pada sel saraf.
6. Demensia
Merupakan gangguan fungsi intelektual yaitu kehilangan memori dan perubahan
kepribadian. Penderita biasanya mengalami gangguan dalam interaksi sosial,
memecahkan masalah, mengingat, orientasi dan berperilaku. Karakteristik dari
demensia antara lain aphasia, agnosia dan perubahan kepribadian.
Salah satu bentuk dari demensia pada lansia yang sering terjadi adalah Azlheimers
disease.
Alzheimer Disease
Penyebab dari penyakit ini belum diketahui. Berbagai penyebab telah diduga,
termasuk akibat defek gen, infeksi, kesalahan tubuh dalam pembentukan, protein
(khususnya protein amiloid), dan terpapar racun atau factor-faktor di lingkungan yang
menyebabkan perubahan pada sel-sel saraf. Melalui penelitian bertahun-tahun, terjadi
berbagai perubahan pada penderita Alzheimer:
Perubahan di luar seperti sel saraf yang mati mempengaruhi otak menjadi mengecil ,
area otak yang sering dipengaruhi adalah area kontrol yang memiliki banyak fungsi
sel memori, berpikir logis dan kepribadian. Area lain di otak dapat juga terpengaruh

dan menunjukkan kerusakan. Area tersebut menjadi mengecil, ruang otak yang terisi
cairan (ventrikel) menjadi lebar
Perubahan mikroskopis
Struktur mikroskopis tertentu di sel saraf (disebut serabut neurofibril) yang ditulis
oleh psikiater Jerman Alois Alzheimer (1864-1915), yang pertama menggambarkan
gangguan ini, dan diberi nama seperti namanya. Perubahan mikroskopis lain juga
ditemukan pada otak penderita, tetapi pola ini menimbulkan gejala yang tidak
diketahui. Apapun penyebabnya, Alzheimer diakibatkan kegagalan penyebaran sel-sel
saraf.
Hubungan dengan pengantar kimia tertentu (substansi yang diperlukan

untuk

membantu perjalanan pesan melalui otak) akan tampak Sel saraf yang mati dan sering
mengandung pengantar kimia yang disebut asetilkolin
2.4. DEPRESI PADA LANSIA
Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia dikatakan
bahwa yang dimaksud dengan lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun
keatas. Di Indonesia jumlah penduduk lanjut usia terus menerus meningkat. Pada
tahun 1970 jumlah penduduk yang mencapai umur 60 tahun ke atas (lansia)
berjumlah sekitar 5,31 juta orang atau 4,48% dari total penduduk Indonesia. Pada
tahun 1990 jumlah tersebut meningkat hampir dua kali lipat yaitu menjadi 9,9 juta
jiwa. Pada tahun 2020 jumlah lansia diperkirakan meningkat sekitar tiga kali lipat
dari jumlah lansia pada tahun 1990.
Meningkatnya jumlah lansia tersebut perlu memperoleh perhatian yang serius
terutama untuk mengusahakan bagaimana agar lansia tetap mandiri dan berguna.
Sementara itu kondisi lanjut usia mengalami berbagai penurunan atau kemunduran
baik fungsi biologis maupun psikis. Penurunan fungsi biologis dan psikis ini
mempengaruhi mobilitas dan juga kontak sosial. Menurunnya kontak sosial ini sering
membawa lanjut usia kepada masalah depresi.

Depresi merupakan gangguan psikologis yang paling umum terjadi pada tahuntahun terakhir kehidupan individu. Depresi pada lanjut usia ini muncul dalam bentuk
keluhan fisik seperti ; insomnia, kehilangan nafsu makan, masalah pencernaan, dan
sakit kepala. Depresi merupakan kondisi yang mudah membuat lanjut usia putus asa,
kenyataan yang menyedihkan karena kehidupan kelihatan suram dan diliputi banyak
tantangan. Lansia dengan depresi biasanya lebih menunjukkan keluhan fisik daripada
keluhan emosi. Keluhan fisik sebagai akibat depresi kurang mudah untuk dikenali,
yang sering menyebabkan keterlambatan dalam penanganannya. Keluhan fisik yang
muncul sulit dibedakan apakah disebabkan faktor fisik atau psikis, sehingga depresi
sering terlambat untuk dideteksi
Etiologi
Penyebab pasti dari depresi geriatri belum jelas, beberapa kemungkinan karena
kemunduran fungsi dan struktur otak pada geriatri yang menyebabkan gangguan pada
neuorotransmitter dan neuoroindokrin.
Pemeriksaan CT Scan didapatkan pembesaran pada ventrikel otak lateral, yang
gambaran nyatanya pada onset lambat depresi, arti biologis pembesaran ventrikel
tidak jelas tapi menjadi terlihat bila dihubungkan dengan lemahnya respon terhadap
pengobatan antidepresan, sama halnya dengan abnormalitas fungsi depresi termasuk
hiperkortisolemi, hipotiroidisme, penurunan dopamine beta hedrosilase, peningkatan
konsentrasi 5 HIAA pada cairan serebrospinal (Kaplan & Sadock, 2000).
Diagnosis
Menurut kriteria baku yang dikeluarkan oleh DSM-III R Yang dikeluarkan oleh
Asosiasi Psikiater Amerika,diagnosis depresi harus memenuhi kriteria dibawah ini
(Van der Cammen,1991)
.Kriteria DSM-III R*(1987) untuk diagnosis depresi1.
1. Perasaan tertekan hampir sepanjang hari

2. Secara

nyata

berkurang

perhatian

atau

keinginan

untuk

berbagi

kesenangan,atau atas semua atau hampir semua aktivitas.


3. Berat badan turun atau naik secara nyata,atau turun atau naiknya selera makan
secara nyata
4. Isomnia atau justru hipersomnia
5. Agitasi atau retardasi psikomotorik.
6. Rasa capai/lemah atau hilangnya kekuatan.
7. Perasaan tidak berharga,rasa bersalah yang berlebihan atau tidak tepat (seiring
bersifat delusi)
8. Hilangnya kemampuan untuk berpikir,berkosentrasi atau membuat keputusan.
9. Pikiran berulang tentang kematian (bukan sekedar takut mati),pikiran
berulang untuk lakukan bunuh diri tanpa rencana yang jelas,atau upaya bunuh
diri atau rencana khusus untuk melakukan bunuh diri
Perjalanan dan Prognosis
Depresi

geriatri

sering

berlanjut

kronis

dan

kambuh-kambuhan,

ini

berhubungan dengan komorbiditas medis, kemunduran kognitif, dan faktor-faktor


psikososial (Reynold, et al, 2001). Kemungkinan relaps atau rekurens tinggi pada
pasien dengan riwayat episode berulang, onset saki lebih tua, riwayat distimia, sakit
medis yang sedang terjadi dan mungkin tingginya kehebatan dan kronisitas depresi
(Kaplan & Sadock, 2000).
Porgnosis Baik, jika:
-

Usia < 70 tahun

Riwayat keluarga adanya penderita depresi atau manik

Riwayat pernah depresi berat (sembuh sempurna) sebelum usia 5 tahun

Kepribadian ekstrovert dan tempramen yang datar (Tak berubah-ubah)

Prognosis Buruk, jika:


-

Usia>70 tahun dengan wajah tua

Terdapat penyakit fisik serius + disabilitas

Riwayat depresi terus menerus selama 2 tahun

Terbukti adanya kerusakan otak,misal gejala neurologik dadanya dementia

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terdiri atas penatalaksanaan psikologik,penatalaksanaan dan
pencegahan sosial dan penatalaksanaan farmakologik.Rujukan ke psikiater dianjurkan
apabila penderita menunjukan gejala (Van der Cammen,1991).
-

Masalah diagnostik yang serius

Risiko bunuh diri tinggi

Pengabaian diri (self neglect) yang serius

Agitasi,delusi atau halusinasi berat

Tak patuh terhadap pengobatan yang diberikan

Memerlukan tindakan/rawat inap di institusi atau pelayanan psikiatrik lain.


Diantara obat-obat depresi harus dipilih dan disesuaikan dengan keadaan dan

gejala yang diderita.Untuk penderita yang secara fisik aktif,sebaiknya tidak diberikan
obat yang memberikan efek sedatif,sebaliknya penderita yang agiant golongan obat
tersebut mungkin diperlukan
Berbagai pilihan obat antidepresanAntidepresan trisiklik
Yang bersifat sedatif

: Amitriptilin, Dotipin

Sedikit bersifat sedatif

: Imipramin, Nortriptilin, Protriptilin

Antidepresan yang lebih baru


Bersifat sedatif

: Trasodon, Mianserin

Kurang sedatif

: Maprotilin, Lofepramin, Flukfosamin

2.5. GANGGUAN TIDUR PADA LANSIA

Gangguan tidur pada lansia adalah sebuah hal yang sering di alami oleh
kelompok usia lanjut (lansia) ini. Gangguan tidur pada lansia ini di sebabkan oleh
banyak faktor penyebab, baik itu faktor fisik, psikologis maupun mental. Ganggun
tidur pada lansia bisa berupa gangguan kesulitan tidur ataupun gangguan
mempertahankan waktu tidur nyenyak.
Klasifikasi Umum Gangguan Tidur
Gangguan Tidur Primer
Gangguan tidur primer adalah gangguan tidur yang bukan disebabkan oleh
gangguan mental lain, kondisi medik umum, atau zat. Gangguan tidur ini dibagi
duayaitu disomnia dan parasomnia. Disomnia ditandai dengan gangguan pada jumlah,
kualitas, dan waktu tidur. Parasomnia dikaitkan dengan perilaku tidur atau peristiwa
fisiologis yang dikaitkan dengan tidur, stadium tidur tertentu atau perpindahan tidur
bangun. Disomnia terdiri dari insomnia primer, hipersomnia primer, narkolepsi,
gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan, gangguan ritmik sirkadian
tidur, dan disomnia yang tidak dapat diklasifikasikan. Parasomnia terdiri dari
gangguan mimpi buruk, gangguan teror tidur, berjalan saat tidur, dan parasomnia
yang tidak dapat diklasifikasikan.
Gangguan tidur terkait gangguan mental lain
Gangguan tidur terkait gangguan mental lain yaitu terdapatnya keluhan
gangguan tidur yang menonjol yang diakibatkan oleh gangguan mental lain (sering
karena gangguan mood) tetapi tidak memenuhi syarat untuk ditegakkan sebagai
gangguan tidur tersendiri. Ada dugaan bahwa mekanisme patofisiologik yang
mendasari gangguan mental juga mempengaruhi terjadinya gangguan tidur-bangun.
Gangguan tidur ini terdiri dari: Insomnia terkait aksis I atau II dan Hipersomnia
terkait aksis I atau II.
Gangguan tidur akibat kondisi medik umum

Gangguan akibat kondisi medik umum yaitu adanya keluhan gangguan tidur
yang menonjol yang diakibatkan oleh pengaruh fisiologik langsung kondisi medik
umum terhadap siklus tidur-bangun.
Gangguan tidur akibat zat
Yaitu adanya keluhan tidur yang menonjol akibat sedang menggunakan atau
menghentikan penggunaan zat (termasuk medikasi). Penilaian sistematik terhadap
seseorang yang mengalami keluhan tidur seperti evaluasi bentuk gangguan tidur yang
spesifik, gangguan mental saat ini, kondisi medik umum, dan zat atau medikasi yang
digunakan, perlu dilakukan.
Stadium Tidur Normal pada Orang Dewasa
Stadium 0
Stadium 0 adalah periode dalam keadaan masih bangun tetapi mata menutup.
Faseini ditandai dengan gelombang voltase rendah, cepat, 8-12 siklus per detik. Tonus
otot meningkat. Aktivitas alfa menurun dengan meningkatnya rasa kantuk. Pada fase
mengantuk terdapat gelombang alfa campuran.
Stadium 1
Stadium 1 disebut onset tidur. Tidur dimulai dengan stadium NREM. Stadium
1 NREM adalah perpindahan dari bangun ke tidur. Ia menduduki sekitar 5% dari total
waktu tidur. Pada fase ini terjadi penurunan aktivitas gelombang alfa (gelombang alfa
menurun kurang dari 50%), amplitudo rendah, sinyal campuran, predominan beta dan
teta, tegangan rendah, frekuensi 4-7 siklus per detik. Aktivitas bola mata melambat,
tonus otot menurun, berlangsung sekitar 3-5 menit. Pada stadium ini seseorang
mudah dibangunkan dan bila terbangun merasa seperti setengah tidur.

Stadium 2

Stadium 2 ditandai dengan gelombang EEG spesifik yaitu didominasi oleh


aktivitasteta, voltase rendah-sedang, kumparan tidur dan kompleks K. Kumparan
tidur adalahgelombang ritmik pendek dengan frekuensi 12-14 siklus per detik.
Kompleks K yaitugelombang tajam, negatif, voltase tinggi, diikuti oleh gelombang
lebih lambat,frekuensi 2-3 siklus per menit, aktivitas positif, dengan durasi 500
mdetik. Tonus ototrendah, nadi dan tekanan darah cenderung menurun. Stadium 1 dan
2 dikenal sebagaitidur dangkal. Stadium ini menduduki sekitar 50% total tidur.
Stadium 3
Stadium 3 ditandai dengan 20%-50% aktivitas delta, frekuensi 1-2 siklus per
detik, amplitudo tinggi, dan disebut juga tidur delta. Tonus otot meningkat tetapi tidak
ada gerakan bola mata.
Stadium 4
Stadium 4 terjadi jika gelombang delta lebih dari 50%. Stadium 3 dan 4 sulit
dibedakan. Stadium 4 lebih lambat dari stadium 3. Rekaman EEG berupa delta.
Stadium 3 dan 4 disebut juga tidur gelombang lambat atau tidur dalam. Stadium ini
menghabiskan sekitar 10%-20% waktu tidur total. Tidur ini terjadi antara sepertiga
awal malam dengan setengah malam. Durasi tidur ini meningkat bila seseorang
mengalami deprivasi tidur.
Gangguan Tidur pada Lansia
Gangguan tidur pada lansia dapat bersifat nonpatologik karena faktor usia dan
ada pula gangguan tidur spesifik yang sering ditemukan pada lansia. Ada beberapa
gangguan tidur yang sering ditemukan pada lansia.

Insomnia Primer

Ditandai dengan:
Keluhan sulit masuk tidur atau mempertahankan tidur atau tetap tidak segar meskipun
sudah tidur. Keadaan ini berlangsung paling sedikit satu bulan
Menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinik atau impairmentsosial,
okupasional, atau fungsi penting lainnya.-Gangguan tidur tidak terjadi secara
eksklusif selama ada gangguan mental lainnya.
Tidak disebabkan oleh pengaruh fisiologik langsung kondisi medik umum atau zat.
Insomnia kronik
Disebut juga insomnia psikofisiologik persisten. Insomnia ini dapatdisebabkan oleh
kecemasan; selain itu, dapat pula terjadi akibat kebiasaan atau pembelajaran atau
perilaku maladaptif di tempat tidur. Misalnya, pemecahan masalahserius di tempat
tidur, kekhawatiran, atau pikiran negatif terhadap tidur ( sudah berpikir tidak akan
bisa tidur). Adanya kecemasan yang berlebihan karena tidak bisatidur menyebabkan
seseorang berusaha keras untuk tidur tetapi ia semakin tidak bisa tidur.
Insomnia idiopatik
Insomnia idiopatik adalah insomnia yang sudah terjadi sejak kehidupan dini.Kadangkadang insomnia ini sudah terjadi sejak lahir dan dapat berlanjut selamahidup.
Penyebabnya tidak jelas, ada dugaan disebabkan oleh ketidakseimbanganneurokimia
otak di formasio retikularis batang otak atau disfungsi forebrain. Lansia yang tinggal
sendiri atau adanya rasa ketakutan yang dieksaserbasi pada malam haridapat
menyebabkan tidak bisa tidur. Insomnia kronik dapat menyebabkan penurunanmood
(risiko depresi dan anxietas), menurunkan motivasi, atensi, energi, dankonsentrasi,
serta menimbulkan rasa malas. Kualitas hidup berkurang danmenyebabkan lansia
tersebut lebih sering menggunakan fasilitas kesehatan. Seseorang dengan insomnia
primer sering mempunyai riwayat gangguan tidur sebelumnya. Sering penderita
insomnia mengobati sendiri dengan obat sedatif-hipnotik atau alkohol. Anksiolitik
sering digunakan untuk mengatasi ketegangan dan kecemasan.

Penanganan Gangguan Tidur Pada Lansia


Pencegahan Primer
Sebelas peraturan untuk mendapatkan higiene tidur yang baik telah berhasil
diidentifikasi untuk pencegahan primer gangguan tidur. Tidur seperlunya, tetapi tidak
berlebihan, agar merasa segar dan sehat di hari berikutnya. Pembatasan waktu tidur
dapat memperkuat tidur, berlebihnya waktu yang dihabiskan di tempat tidur
tampaknya berkaitan dengan tidur yang terputus-putus dan dangkal.
Waktu bangun yang teratur di pagi hari memperkuat siklus sirkadian dan
menyebabkan awitan tidur yang teratur. Jumlah latihan yang stabil setiap harinya
dapat memperdalam tidur, namun, latihan yang hanya dilakukan kadang-kadang tidak
dapat memperbaiki tidur pada malam berikutnya.
Bunyi bising yang bersifat kadang-kadang (mis, bunyi pesawat melintas) dapat
mengganggu tidur sekalipun orang tersebut tidak terbangun oleh bunyinya dan tidak
dapat mengingatnya di pagi hari. Kamar tidur kedap suara dapat membantu bagi
orang-orang yanh harus tidur di dekat kebisingan.
Meskipun ruangan yang terlalu hangat dapat mengganggu tidur, namun tida ada bukti
yang menunjukkn bahwa kamar yang terlalu dingin dapat membantu tidur. Rasa lapar
mengigau tidur, kudapan ringan dapat membantu tidur. Pil tidur yang hanya kadangkadang saja digunakan dapat bersifat menguntungkan, namun penggunaannya yang
kronis tidak efektif pada kebanyakan penderita insomnia. Kafein di malam hari dapat
menggu tidur, meskipun pada prang-orang yang tidak berfikir demikian.
Alkohol membantu orang-orang yang tegang untuk tertidur lebih mudah, tetapi tidur
tersebut kemudian akan terputus-putus. Orang-orang yang merasa marah dan frustasi
karena tidak dapat tidur tidak boleh berusaha terlalu keras untuk tertidur tetapi harus
menyalakan lampu dan melakukan hal lain yang berbeda. Penggunaan tembakau
secara kronis dapat mengganggu tidur.
Pencegahan sekunder

Seperti biasa, memvalidasi riwayat pengkajian dengan anggota keluarga atau


pemberian perawatan merupakan hal yang penting untuk memastikan ke akuratan dan
pengkajian jika pasien dianggap tidak kompeten untuk memberi laporan sendiri.
Catatan harian tentang tidur merupakan cara pengkajian yang sangat bagus bagi
lansia di rumahnya sendiri. Informasi ini memberikan catatan yang akurat tentang
masalah tidur. Untuk mendapatkan gambaran sejati tentang gangguan tidur yang
dialami lansia di rumah atau di fasilitas kesehatan, catatan harian tersebut harus
dibuat selama 3 sampai 4 minggu. Catatan tersebut harus mencakup faktor-faktor
berikut ini:
Seberapa sering bantuan diperlukan untuk memberikan obat nyeri, tidak dapat tidur,
atau menggunakan kamar mandi.
Kapan orang tersebut turun dari tempat tidur.
Berapa kali orang tersebut terbangun atau memberi perawatan.
Terjadinya konfusi atau disorientasi.
Penggunaan obat tidur.
Perkiraan orang tersebut bangun di pagi hari.
Pencegahan Tersier
Jika terdapat gangguan tidur seperti apnea tidur yang mengancam kehidupan, kondisi
pasien memerlukan rehabilitasi melalui tindakan-tindakan seperti pengangkatan
jaringan yang menyumbat di mulut dan memengaruhi jalan napas. Saat ini sudah
banyak pusat-pusat gangguan tidur yang tersedia di seluruh negara untuk membantu
mengevaluasi gangguan tidur.
Tempat-tempat tersebut, yang biasanya berkaitan dengan lembaga penelitian dan
kedokteran klinis atau universitas, dilengkapi dengan peralatan medis yang canggih
untuk mendeteksi rekaman listrik di otak dan obstruksi pernapasan. Data-data
tersebut membantu menentukan pengobatan yang terbaik untuk mengatasi kesulitan
dan merehabilitasi lansia sehingga ia dapat menikmati tidur yang berkualitas baik
sampai akhir hidupnya.

Penanganan Terapeutik Gangguan Tidur pada Lansia


Nicassio menganjurkan aturan-aturan berikut untuk mempertahankan kenormalan
pola tidur:
-

Pergi tidur hanya jika mengantuk.

- Gunakan tempat tidur hanya untuk tidur, jangan membaca, menonton televisi,
atau makan di tempat tidur.
- Jika tidak dapat tidur, bangun dan pindah ke ruangan lain. Bangun sampai
anda benar-benar mengantuk, kemudian baru kembali ke tempat tidur. Jika
tidur masih tidak biasa dilakukan dengan mudah, bangun lagi dari tempat
tidur. Tujuannya adalah menghubungkan antara tempat tidur dengan tidur
cepat. Ulangi langkah ini sesering yang diperlukan sepanjang malam.
- Siapkan alarm dan bangun di waktu yang sama setiap pagi tanpa
mempedulikan berapa banyak anda tidur di malam hari. Hal ini dapat
membantu tubuh menetapkan irama tidur bangun yang konstan.
-

Kurangi tidur di siang hari.

2.6. GANGGUAN SARAF AUTONOM PADA LANSIA


Sistem saraf autonom merupakan salah satu sistem dalam tubuh yang
berperan penting dalam mempertahankan kondisi lingkungan dalam tubuh yang
konstan (homeostasis) dengan pengaturan keseimbangan kerja dari komponen
utamanya, yaitu: sistem saraf simpatis dan parasimpatis (Kincaid, 2003). Sejalan
dengan proses menua terdapat kecenderungan penurunan kapasitas dan fungsi baik
pada tingkat seluler maupun organ. Hal tersebut menyebabkan populasi usia lanjut
sulit memelihara homeostasis tubuh sehingga lebih mudah mengalami disfungsi
berbagai sistem organ, termasuk gangguan sistem saraf autonom baik terkait dengan
penyakit maupun proses fisiologis (Setiati, 2007a).

Gangguan sistem saraf autonom dapat berdampak luas pada berbagai organ
atau proses metabolisme dan bersifat reversibel maupun progresif sehingga sering
mengganggu kualitas hidup usia lanjut (Shellil, 2004; Setiati, 2007a). Manifestasi
klinis gangguan sistem saraf autonom sangat bervariasi tergantung pada jumlah faktor
termasuk organ yang terlibat, keseimbangan normal persarafan simpatis-parasimpatis,
dan penyakit yang mendasari (Mathias, 2003). Suatu analisa epidemiologi global
menyebutkan bahwa gangguan sistem saraf merupakan penyebab penting kematian
(1:9) dan ketidakmampuan beraktifitas di seluruh dunia terutama di negara
berkembang (Bergen, 2002).
Gangguan autonom pada usia lanjut yang sering terjadi dan perlu mendapat
perhatian adalah hipotensi ortostatik, gangguan pengaturan suhu, kandung kemih dan
saluran cerna (Martono, 2009). Prevalensi hipotensi ortostatik pada usia lanjut relatif
tinggi berkisar 5-50% dan berhubungan dengan bertambahnya usia (Weiss, 2002;
Weiss, 2004; Braunwald, 2008). Caird dkk melaporkan kejadian hipotensi ortostatik
pada usia lanjut (> 65 tahun) yang tinggal di rumah dengan penurunan tekanan darah
sistolik 20 mmHg, 30 mmHg, 40 mmHg, berturut-turut sebesar 24 %, 9 %, dan 5%
(Victor, 2000).
Gangguan pengaturan suhu juga ditemukan sering terjadi dan secara
signifikan meningkatkan angka morbiditas serta mortalitas pada populasi usia lanjut
dibandingkan usia muda. Data insidensi maupun prevalensi hipotermia maupun
hipertermia yang pasti masih sangat terbatas. Berdasarkan data statistik di Canada,
didapatkan angka kematian akibat hipotermia, frostbite, dan trauma oleh suhu dingin
sebesar 411 selama periode tahun 1992-1996, sedangkan di Amerika Serikat > 700
kasus kematian per tahun selama periode tahun 1979-1995 dan setengahnya berumur
> 65 tahun (Biem, 2003). Hipertermia terbanyak menyerang usia lanjut dengan
penyakit kronis dengan angka kematian dapat mencapai 80% (Kane, 2009). Menurut
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 1.700 orang per tahun dilaporkan
meninggal di Amerika Serikat sebagai akibat heat stroke saat cuaca panas dan sekitar
80% terjadi pada usia > 50 tahun (Angelo, 2008). Impotensi dan inkontinensia

meningkat sejalan dengan peningkatan usia namun kedua keadaan tersebut dapat
disebabkan oleh sejumlah proses lainnya (Victor, 2000). Demikian juga, konstipasi
merupakan keluhan terbanyak dari saluran cerna pada usia lanjut, namun batasannya
tidak tegas dan memiliki patogenesis bervariasi, mencakup beberapa faktor yang
tumpang tindih (Kris Pranarka, 2009).
Mengingat tingginya resiko dan luasnya dampak yang ditimbulkan, maka
diperlukan pemahaman yang lebih mendalam mengenai gangguan sistem saraf
autonom pada usia lanjut sehingga dapat memberikan perbaikan kualitas hidup,
penurunan morbiditas dan mortalitas.
Hipotensi posisi tegak (hipotensi ortostatik atau postural) didefinisikan
sebagai penurunan tekanan darah sistolik atau diastolik sebanyak 20 mmHg pada saat
penderita berubah posisi dari posisi tidur ke posisi tegak. Pengarang lain
menambahkan: penurunan tekanan darah harus berlangsung setelah 1-2 menit
perubahan posisi ke posisi tegak. Disini timbul perasaan melayang, nggliyeng (light
headed), selama beberapa jam, tetap hipotensi, bahkan sering mengalami penurunan
kesadaran, baru membaik setelah posisi berbaring lagi. Pada orang muda, mekanisme
pengaturan pembuluh darah dengan segera mengadakan kompensasi. Hipotensi posisi
tegak ini merupakan salah satu penyebab terjadinya jatuh pada usia lanjut, yang
seringkali mendadak bangun dari tempat tidur di malam hari karena ingin buang air
ke kamar mandi. Gejala lain adalah keluar keringat dingin, perubahan besar pupil
mata, gangguan lambung-usus, beser atau sering kencing diwaktu malam.
Gangguan pengaturan suhu akibat kurang baiknya kerja suatu bagian di otak
besar (hipotalamus) sebagai pengatur suhu (termostat) untuk menetapkan ke suatu
suhu tertentu. Bila termostat menetapkan tinggi, pada suhu lebih rendah merangsang
tegaknya

rambut

kulit

(pilokontraksi),

penyempitan

pembuluh

darah

tepi

(vasokonstriksi perifer), menggigil dan perasaan dingin, lansia tersebut ingin berbaju
tebal untuk menyamai suhu yang ditetapkan oleh pengatur suhu tersebut. Sebaliknya
bila suhu ditetapkan rendah, maka terjadi mekanisme pelebaran (dilatasi) pembuluh

darah, berkeringat dan melepaskan baju untuk menyamakan suhu yang ditetapkan
oleh termostat tersebut.
Lansia dapat terkena:
a) Panas tinggi (Hipertermia), suhu tubuh menjadi > 40,60 C, bisa terjadi
gangguan fungsi/disfungsi susunan saraf hebat (psikosis/ngacau, delirium/kesadaran
menurun, koma/tidak sadar) dan gejala anhidrosis/kulit panas dan kering. Hipertermi
bisa terjadi karena beberapa hal: infeksi, dimulai dari gejala tidak spesifik seperti rasa
gemetar rasa lemah, rasa hangat/demam, anoreksia/tidak mau makan, nausea/mual,
muntah, nyeri kepala dan sesak nafas.
b) Hipotermia, apabila suhu inti tubuh: rektal/anus, esofageal/pangkal lidah,
atau telinga menjadi < 350 C, hal ini dapat dipicu dari paparan hawa dingin. Perlu
dipikirkan tempat yang sejuk, tidak langsung kena AC/air conditioned. Gejala awal
biasanya ringan dan tidak jelas (32-350 C) seperti rasa capai/fatigue, lemah, langkah
melambat, apatis, bicara pelo, konfusio/bingung, menggigil, kulit dingin, merasa
dingin. Dapat disebabkan oleh hipotiroidisme, terutama bila ditemukan bekas operasi
tiroid di lehernya. Pengobatan sementara diberikan selimut hangat, makanan dan
minuman hangat.
Inkontinensia urine, merupakan sering berkemih tanpa disadari oleh Lansia.
Inkontinentia akut antara lain disebabkan oleh DRIP (D: delirium, kesadaran kurang;
R: retriksi mobilitas, retensi; I: infeksi, inflamasi, impaksi feces; P: pharmasi (obatobatan), poliuri). Sering Lansia memiliki jadwal kencingnya sendiri. Ada baiknya
panitia mengingatkan ke toilet sebelum acara untuk Lansia dimulai, dan setiap jam
para pembicara untuk Lansia sebaiknya memberikan waktu kepada Lansia untuk ke
toilet. Apabila pertemuan umum, tempatkan Lansia di deretan pinggir jalan (aisle)
agar memudahkan bergerak. Secara umum, dengan bertambahnya usia, kapasitas
kandung kemih menurun. Sisa urin dalam kandung kemih, setiap selesai berkemih,
cenderung meningkat dan kontraksi otot-otot kandung kemih yang tidak teratur

makin sering terjadi. Kontraksi- kontraksi involunter/tak disadari ditemukan 40-75%


Lansia yang mengalami inkontinensia. Ada baiknya Lansia ini memakai pempers
depan.
Inkontinensia alvi, sering buang air besar/defekasi tanpa disadari. Peristiwa ini
tidak menyenangkan, tetapi tidak terelakkan. Diantara penderita inkontinensia urin,
35% menderita inkontinensia alvi, sehingga mekanismenya dianggap sama. Feses
bisa berupa cair, atau belum berbentuk sering bahkan selalu merembes. Keluarnya
feses yang sudah berbentuk, sekali atau dua kali per hari, dipakaian atau tempat tidur.
Hal ini dapat disebabkan hilangnya refleks anal/anus, disertai lemahnya otot-otot
seran lintang, yang melingkari anus. Sering ini merupakan gejala awal penyakit
saluran cerna bawah, sangat mungkin disembuhkan apabila diobati pada waktu dini.
Ada baiknya Lansia ini memakai pempers belakang.
Jatuh, merupakan salah satu masalah utama Lansia, yang disebabkan faktor
intrinsik: gangguan gaya berjalan, kelemahan otot-otot kaki, kekakuan sendi, sinkop/
hilang kesadaran sejenak dan dizzines/goyang, atau faktor ekstrinsik yang menjadi
penyebabnya: lantai yang licin dan tidak rata, tersandung benda-benda, cahaya
kurang terang sehingga terganggu penglihatannya, dan sebagainya.

2.7. JATUH PADA LANSIA


Jatuh adalah suatu kejadian yang di laporkan penderita atau saksi mata ,yang
melibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai /tempat yang lebih
rendah atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Reuben). Jatuh sering terjadi atau
dialami oleh usia lanjut .Banyak faktor berperan di

dalamnya ,kelemahan otot

ekstremitas bawah kekakuan sendi ,sinkope dan dizzines ,serta faktor ekstrinsik sertai
lantai yang licin dan tidak rata tersandung benda-benda ,pengelihatan kurang terang
dan sebagainya.
Jatuh dapat menjadi insiden yang mengakibatkan trauma serius, seperti
nyeri, kelumpuhan bahkan kematian. Hal ini menimbulkan rasa takut dan hilangnya

rasa percaya diri sehingga mereka membatasi aktivitasnya sehari-hari yang


menyebabkan menurunnya mutu kehidupan pada lansia yang mengalaminya dan juga
berpengaruh pada anggota keluarganya
Tidak mengejutkan bahwa jatuh merupakan kejadian yang mempercepat
patah tulang pada orang dengan kepadatan mineral tulang {Bone Mineral
Density(BMD)} rendah. Jatuh dapat dicegah sehingga akan mengurangi risiko patah
tulang. Jatuh adalah penyebab terbesar untuk patah tulang pinggul dan berkaitan
dengan meningkatnya risiko yang berarti terhadap berbagai patah tulang meliputi
punggung, pergelangan tangan, pinggul, lengan bagian atas.Jatuh dapat disebabkan
oleh banyak faktor, sehingga strategi pencegahan harus meliputi berbagai komponen
agar sukses.
Aktivitas fisik meliputi pola gerakan yang beragam seperti latihan kekuatan
atau kelas aerobik dapat meningkatkan massa tulang sehingga tulang lebih padat dan
dapat menurunkan risiko jatuh. Mengurangi Risiko JatuhBanyak hal yang dapat
dilakukan untuk mengurangi risiko jatuh dan meminimalisir dampak dari jatuh yang
terjadi. Pedoman yang dikeluarkan oleh American Geriatrics Society, British
Geriatrics Society, dan American Academy of Orthopedi Surgeons pada pencegahan
jatuh meliputi beberapa rekomendasi untuk orang tua (AGS et al.2001)
Faktor faktor lingkungan yang sering dihubungan dengan kecelakaan pada
lansia Faktor penyebab jatuh pada lansia dapat dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu:
a. Faktor Intrinsik
Faktor instrinsik dapat disebabkan oleh proses penuaan dan
berbagai penyakit sepertiStroke dan TIA yang mengakibatkan kelemahan
tubuh sesisi , Parkinson yang mengakibatkan kekakuan alat gerak, maupun
Depresi yang menyebabkan lansia tidak terlalu perhatian saat berjalan .
Gangguan penglihatan pun seperti misalnya katarak meningkatkan risiko
jatuh pada lansia. Gangguan sistem kardiovaskuler akan menyebabkan
syncope, syncope lah yang sering menyebabkan jatuh pada lansia.Jatuh
dapat juga disebabkan oleh dehidrasi. Dehidrasi bisa disebabkan oleh diare,

demam, asupan cairan yang kurang atau penggunaan diuretik yang


berlebihan.
b. Ekstrinsik
Alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua atau
tergeletak di bawah,tempat tidur tidak stabil atau kamar mandi yang rendah
dan tempat berpegangan yang tidak kuat atau tidak mudah dipegang, lantai
tidak datar, licin atau menurun, karpet yang tidak dilem dengan baik, keset
yang tebal/menekuk pinggirnya, dan benda-benda alas lantai yang licin atau
mudah tergeser,lantai licin atau basah, penerangan yang tidak baik (kurang
atau menyilaukan), alat bantu jalan yang tidak tepat ukuran, berat, maupun
cara penggunaannya.
Pencegahan
Pencegahan dilakukan berdasar atas faktor resiko apa yang dapat
menyebabkan jatuh seperti faktor neuromuskular, muskuloskeletal, penyakit yang
sedang diderita, pengobatan yang sedang dijalani, gangguan keseimbangan dan gaya
berjalan, gangguan visual, ataupun faktor lingkungan.dibawah ini akan di uraikan
beberapa metode pencegahan jatuh pada orang tua :
1. Latihan fisik
Latihan

fisik diharapkan

mengurangi

resiko jatuh dengan

meningkatkan kekuatan tungkai dan tangan, memperbaiki keseimbangan,


koordinasi, dan meningkatkan reaksi terhadap bahaya lingkungan, latihan
fisik juga bisa mengurangi kebutuhan obat-obatan sedatif. Latihan fisik yang
dianjurkan yang melatih kekuatan tungkai, tidak terlalu berat dan
semampunya, salah satunya adalah berjalan kaki.
2. Managemen obat-obatan
Gunakan dosis terkecil yang efektif dan spesifik di antara:
a. Perhatikan terhadap efek samping dan interaksi obat

b. Gunakan alat bantu berjalan jika memang di perlukan selama pengobatan


c. Kurangi pemberian obat-obatan yang sifatnya untuk waktu lama terutama
sedatif dan tranquilisers
d. Hindari pemberian obat multiple (lebih dari empat macam) kecuali atas
indikasi klinis kuat
e. Menghentikan obat yang tidak terlalu diperlukan
3. Modifikasi lingkungan
Atur suhu ruangan supaya tidak terlalu panas atau dingin untuk
menghindari pusing akibat suhu di antara:
a. Taruhlah barang-barang yang memang seringkali diperlukan berada dalam
jangkauan tanpa harus berjalan dulu
b. Gunakan karpet antislip di kamar mandi.
c. Perhatikan kualitas penerangan di rumah.
d. Jangan sampai ada kabel listrik pada lantai yang biasa untuk melintas.
e. Pasang pegangan tangan pada tangga, bila perlu pasang lampu tambahan
untuk daerah tangga.
f. Singkirkan barang-barang yang bisa membuat terpeleset dari jalan yang
biasa untuk melintas.
g. Gunakan lantai yang tidak licin.
h. Atur letak furnitur supaya jalan untuk melintas mudah dan menghindari
tersandung.
i. Pasang pegangan tangan ditempat yang di perlukan seperti misalnya di
kamar mandi.
4. memperbaiki kebiasaan pasien lansia misalnya :
a. Berdiri dari posisi duduk atau jangkok jangan terlalu cepat.
b. Jangan mengangkat barang yang berat sekaligus.
c. Mengambil barang dengan cara yang benar dari lantai.

d. Hindari olahraga berlebihan.


5. Alas kaki
Perhatikan pada saat orang tua memakai alas kaki:
a. Hindari sepatu berhak tinggi, pakai sepatu berhak lebar
b. Jangan berjalan hanya dengan kaus kaki karena sulit untuk menjaga
keseimbangan
c. Pakai sepatu yang antislip
6. Alat bantu jalan
Terapi untuk pasien dengan gangguan berjalan dan keseimbangan
difokuskan untuk mengatasi atau mengeliminasi penyebabnya atau faktor
yang mendasarinya.
a. Penggunaannya

alat bantu jalan memang membantu meingkatkan

keseimbangan, namun di sisi lain menyebabkan langkah yang terputus


dan kecenderungan tubuh untuk membungkuk, terlebih jika alat bantu
tidak menggunakan roda., karena itu penggunaan alat bantu ini haruslah
direkomendasikan secara individual.
b. Apabila pada lansia yang kasus gangguan berjalannya tidak dapat
ditangani dengan obat-obatan maupun pembedahan. Oleh karena itu,
penanganannya adalah dengan alat bantu jalan seperti cane (tongkat),
crutch (tongkat ketiak) dan walker. (Jika hanya 1 ekstremitas atas yang
digunakan, pasien dianjurkan pakai cane. Pemilihan cane type apa yang
digunakan, ditentukan oleh kebutuhan dan frekuensi menunjang berat
badan. Jika ke-2 ekstremitas atas diperlukan untuk mempertahankan
keseimbangan dan tidak perlu menunjang berat badan, alat yang paling
cocok adalah four-wheeled walker. Jika kedua ekstremitas atas diperlukan
untuk mempertahankan keseimbangan dan menunjang berat badan, maka

pemilihan alat ditentukan oleh frekuensi yang diperlukan dalam


menunjang berat badan.
7. Periksa fungsi penglihatan dan pendengaran.
8. Hip protektor : terbukti mengurangi resiko fraktur pelvis.
9. Memelihara kekuatan tulang
a. Suplemen nutrisi terutama kalsium dan vitamin D terbukti meningkatkan
densitas tulang dan mengurangi resiko fraktur akibat terjatuh pada orang
tua
b. Berhenti merokok
c. Hindari konsumsi alkohol
d. Latihan fisik
e. Anti-resorbsi seperti biophosphonates dan modulator reseptor estrogen
f. Suplementasi hormon estrogen / terapi hormon pengganti

2.8. PROGNOSIS
Kehamilan kedua dalam waktu 1 tahun dari kehamilan sebelumnya yang
mempunyai GDM memiliki tingkat kekambuhan tinggi. Wanita didiagnosa dengan
GDM memiliki peningkatan risiko terkena diabetes melitus di masa depan.
Wanita yang membutuhkan insulin pengobatan sewaktu kehamilan karena
didiagnosa dengan GDM mempunyai risiko tinggi untuk mendapat diabetes karena
telah mempunyai antibodi yang terkait dengan diabetes (seperti antibodi terhadap
dekarboksilase glutamat, islet sel antibodi dan / atau antigen insulinoma- 2),
berbanding wanita dengan dua kehamilan sebelumnya dan pada wanita yang gemuk.

BAB III
KESIMPULAN
Pada seorang lanjut usia akan mengalami perubahan pada anatomis tubuhnya
yakni terutama pada organ yang berkaitan dengan sistem neurologi. Penyakit pada
lansia merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat penyakit dan
proses menua, yaitu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri serta mempertahankan struktur
dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi)
dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Sebagai contohnya pasien geriatri
seringkali muncul penyakit dengan keluhan dengan gangguan fungsi kognitif,
depresi, instabilitas, imobilisasi, dan inkontinesia (sindrom geriatri).
Masalah atau penyakit yang sering terjadi dan dialami oleh lansia tersebut
perlu dikenal dan dimengerti oleh siapa saja termasuk tenaga medis dan pihak
keluarga yang banyak berhubungan dengan perawatan lansia agar dapat memberikan
perawatan untuk mencapai derajat kesehatan yang seoptimal mungkin. Dengan
memandang proses penuaan dari perspective yang luas dapat membimbing kearah
strategi yang lebih kreatif untuk melakukan intervensi terhadap lansia. Berbagai
upaya dapat dilakukan untuk mencegah, menunda, atau menemukan dan mengenali
secara dini berbagai penyakit atau gangguan kesehatan, serta mengatasi penyakitpenyakit yang muncul untuk mencegah komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.

Lumbantobing. Neurogeriatri. Jakarta:Balai penerbit FK UI. 2004.


Media Aesculapius. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2 edisi ketiga. Jakarta:FK
UI. 2002.
3. Sunaryati, Titiek. Penyakit Parkinson. Jurnal vol 1 no.2. Fakultas Kedokteran
Universitas
Wijaya
Kusuma.
FKUWKS
Surabaya.
Juli
2011
http://fk.uwks.ac.id/archieve/jurnal/vol1.no2.Juli2011/PENYAKITPARKINSON.
pdf
4.
Penyakit Parkinson, Gejala dan Pencegahannya. 13 November 2012.
http://penyakitparkinson.com/tag/penyakit-parkinson-pdf/
5. Ikawati, Zulies. Penyakit Parkinson. Lecture Notes. 1 Februari 2009. FK UGM:
Yogyakarta. http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/parkinsonsdisease.pdf
6. Penatalaksanaan
Penyakit
Parkinson.
12
Agustus
2010.
http://medicanie.blogspot.com/2010/08/penatalaksaan-parkinson.html
7. Kurniadi, Rizki. Perubahan Sistem Saraf Pada Usia lanjut. 2012
http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com/2012/03/perubahan-sistem-sarafpada-usia-lanjut.html
8. Maulana,
Razi.
Depresi
Pada
Lansia.
08
Maret
2011.
http://razimaulana.wordpress.com/2011/03/08/depresi-pada-lansia-2/
9. Gangguan
Pola
Tidur
Pada
Lansia.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24511/5/Chapter%20I.pdf
10. Setianto, Budhi. Pengetahuan Pelayanan Fisik Lanjut Usia. Edisi ke tiga 2004.
http://www.pjnhk.go.id/content/view/249/31/
13. Turana, Yuda. Menghindari Resiko Jatuh Pada Lansia. 13 Januari 2009.
http://www.medikaholistik.com/medika.html?
xmodule=document_detail&xid=205&ts=1364921530&qs=health

Anda mungkin juga menyukai