Anda di halaman 1dari 4

MEMAKAI JILBAB DI DALAM DAN DI LUAR RUMAH

Sudah Benarkah Pakai Jilbab di Luar Rumah, Lepas Jilbab di Dalam Rumah?
Manusia itu terlahir sebagai makhluk yang tidak tahu apa-apa. Tapi Allah memberinya akal
sebagai modal untuk mempelajari ilmu. Ilmu menjadi bekal untuk beramal.
Dengan mengetahui bumbu dapur dan teknik mengolah makanan, seseorang insya Allahakan
lihai dalam memasak.
Dengan kemampuan membaca, seorang anak insya Allah bisa memperluas cakrawala lewat
berbagai buku.
Dengan mengetahui ilmu medis, seorang dokter insya Allah akan mampu mengobati pasien.
Dengan ilmu teknik, seorang ilmuwan insya Allah bisa membangun jembatan yang kokoh.
Demikian pula dengan ilmu agama. Hari ini mungkin kita sudah mengetahui perkara A, maka
kita mengamalkannya. Kemudian esok, kita mengetahui perkara B, kemudian kita
mengamalkannya. Begitulah terus hingga kita wafat. Ilmu itu bermanfaat karena berbuah amal
salih. Apa gunanya ilmu kalau tidak diamalkan?
18 GOLONGAN ORANG
Jilbab adalah salah satu syariat Islam yang bermanfaat menjaga kehormatan wanita. Seluruh
aurat ditutup dari pandangan lelaki yang bukan mahram, di mana pun itu.
Oleh sebab itu,

Katakanlah kepada para wanita beriman, Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak
dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka. Dan
janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami
mereka, putra-putra mereka, putra-putra suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka,
putra-putra saudara lelaki mereka, putra-putra saudara perempuan mereka, wanita-wanita
Islam, budak-budak yang mereka miliki, pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai
keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan
janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman

supaya kamu beruntung. (QS. An-Nur: 31)


Ayat di atas merinci beberapa orang. Seorang wanita muslimah boleh melepas jilbab di hadapan
mereka. Mari kita runut kembali:
Suami.
Ayah.
Ayah suami (mertua).
Putra (anak lelaki kandung).
Putra suami (anak lelaki tiri).
Saudara laki-laki.
Putra saudara lelaki (keponakan lelaki dari saudara lelaki).
Putra saudara perempuan (keponakan lelaki dari saudara perempuan).
Wanita-wanita Islam.
Budak-budak.
Pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) *)
Anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudarasaudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara
ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anakanak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu,
saudara perempuan sepersusuan, ibu-ibu isterimu (mertua), anak-anak isterimu yang dalam
pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri. Tetapi jika kamu belum campur dengan
isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan) maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan
diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam
perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. An-Nisa: 23)
Adapun pada surat An-Nisa di atas, disebutkan wanita yang menjadi mahram bagi seorang
lelaki. Mari kita runut kembali.
Ibu.
Anak perempuan.
Saudara perempuan.
Saudara bapakmu yang perempuan (tante/bibi).
Saudara ibumu yang perempuan (tante/bibi).
Anak perempuan dari saudaramu yang laki-laki (keponakan perempuan).
Anak perempuan dari saudaramu yang perempuan (keponakan perempuan).
Ibu susuan.
Saudara perempuan sepersusuan.
Mertua perempuan (ibu mertua).

Anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri (anak tiri
yang ibunya telah dinikahi oleh sang lelaki dan telah dia setubuhi dalam ikatan nikah
tersebut).
Dari rincian dalam surat An-Nisa tersebut, bisa dipahami bahwa mahram bagi seorang wanita
adalah:
Anak lelaki kandung.
Ayah kandung.
Saudara lelaki kandung.
Keponakan lelaki.
Om/paman.
Anak susuan.
Saudara lelaki sepersusuan.
Menantu lelaki.
Ayah tiri (Ibu si anak perempuan telah menikah lalu berhubungan badan dengan suami
barunya tersebut. Dengan demikian, si ayah tiri telah menjadi mahram bagi si anak
perempuan. Namun, bila si ibu dan suami barunya [si ayah tiri] tersebut belum
berhubungan badan lalu akhirnya bercerai, maka si ayah tiri bukan mahram bagi si anak
perempuan).

Untuk mengetahui di hadapan siapa saja seorang wanita muslimah boleh melepas jilbabnya,
surat An-Nur: 31 dan surat An-Nisa: 23 saling melengkapi satu sama lain. Oleh sebab itu, bila kita
gabungkan keduanya, maka bisa kita ketahui bahwa seorang wanita muslimah boleh melepas
jilbabnya di hadapan:
1. Suami.
2. Ayah kandung.
3. Ayah suami (mertua).
4. Putra-putra (anak lelaki).
5. Putra-putra suami (anak tiri).
6. Saudara lelaki kandung.
7. Putra-putra saudara lelaki (keponakan lelaki).
8. Putra-putra saudara perempuan (keponakan lelaki).
9. Anak lelaki kandung.
10. Om/paman.
11. Anak susuan.
12. Saudara lelaki sepersusuan.
13. Menantu lelaki.
14. Ayah tiri (Ibu si anak perempuan telah menikah lalu berhubungan badan dengan suami
barunya tersebut. Dengan demikian, si ayah tiri telah menjadi mahram bagi si anak
perempuan. Namun, bila si ibu dan suami barunya [si ayah tiri] tersebut belum
berhubungan badan lalu akhirnya bercerai, maka si ayah tiri bukan mahram bagi si anak
perempuan).
Selain 14 orang mahram tersebut, ada lagi beberapa orang yang di hadapannya seorang wanita
muslimah boleh membuka jilbab, yaitu:
1. Wanita-wanita Islam.
2. Budak-budak.
3. Pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita).

4. Anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.


Dengan demikian, totalnya menjadi 18 golongan orang.

Berjilbab Tanpa Mengenal Tempat


Hanya di hadapan 18 golongan di atas saja seorang wanita muslimah boleh membuka jilbabnya.
Adapun di hadapan selainnya, maka aurat wajib ditutup. Itu berlaku di mana pun, tanpa
mengenal tempat; di dalam maupun di luar rumah.
Jika ada lelaki non mahram di dalam rumah, sang muslimah wajib menutup auratnya agar tak
terlihat oleh si lelaki. Namun jika si lelaki sudah pergi, dia boleh kembali melepaskan jilbabnya.
Contohnya dalam keseharian:
Hindun dan suaminya kedatangan tamu, sepasang suami-istri. Hindun mesti berjilbab
dan menutup auratnya ketika berada di hadapan tamunya itu.
Zainab, ayah, dan ibunya berkunjung ke rumah kakak perempuan Zainab yang telah
menikah. Selama beberapa jam mereka berada di sana. Abang ipar Zainab bukanlah
mahram bagi Zainab, sehingga Zainab tetap wajib menutup aurat ketika di hadapan
abang iparnya, meskipun itu di dalam rumah kakaknya sendiri.
Sarah sedang berada di kamar ketika adik lelakinya datang bersama teman lelakinya.
Mereka berdua kemudian masuk rumah dan duduk mengobrol di ruang tamu. Kamar
Sarah berada di samping ruang tamu, sehingga pintu kamarnya terhubung dengan ruang
tamu. Karenanya, bila Sarah ingin keluar kamar saat itu, dia wajib berjilbab dan menutup
aurat karena teman adiknya sedang berada di ruang tamu.
Maryam selalu menyapu pekarangan rumahnya setiap pagi. Pekarangan rumah itu tepat
berada di tepi jalan; kendaraan lalu-lalang di sana. Dengan demikian, Maryam wajib
berjilbab dan menutup aurat ketika menyapu pekarangan rumahnya.
Jadi, seorang muslimah wajib mengenakan jilbab dan menutup auratnya bila ada lelaki yang
bukan mahramnya atau orang yang tidak tergolong dalam 18 golongan yang telah kita sebutkan
di atas. Itu wajib dilakukan di dalam rumah maupun di luar rumah.
Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai