MUSCULAR DYSTROPHY
Oleh :
Dwi Rachmawati H
G99122037
Pembimbing :
Dr. dr. Hj. Noer Rachma, Sp.RM
STATUS PENDERITA
I. ANAMNESIS
A.
B.
Identitas Pasien
Nama
: An. A
Umur
: 12 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Siswa SD
Alamat
Tanggal Periksa
No RM
: 01231579
Keluhan Utama
Kelumpuhan kedua tangan dan kaki
C.
D.
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat mondok
: disangkal
E.
: disangkal
Riwayat DM
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat alergi
: disangkal
F.
Riwayat Gizi
Pasien mengaku makan teratur 3x/hari dengan nasi, sayur, lauk daging,
ikan, telur. Pasien jarang makan buah-buahan dan minum susu.
G.
C.
Tanda Vital
Tekanan darah
: 100/60 mmHg
Nadi
Respirasi
Suhu
Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venektasi (-),
spider naevi (-), striae (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).
3
D.
Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut hitam
beruban, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-).
E.
Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung
dan tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra
(-/-), sekret (-/-).
F.
Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
G.
Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).
H.
Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor
(-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi
(-).
I.
Leher
Simetris, trakea di tengah, step off (-), JVP tidak meningkat ,limfonodi
tidak membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (+).
J.
Thoraks
a.
Retraksi (-)
b.
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi :
K.
Trunk
Inspeksi
(-),
lordosis(-)
L.
Palpasi
Perkusi
Abdomen
Inspeksi
: tympani
Palpasi
: supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, nyeri tekan (-),
bruit (-) dan lien tidak teraba.
M.
Ekstremitas
Oedem
-
Akral dingin
-
N.
Status Neurologis
a.
b.
c.
d.
Kesadaran
Fungsi Luhur
Fungsi Vegetatif
Fungsi Sensorik
Rasa Eksteroseptik
: GCS E4 V5 M6
: Dalam Batas Normal
: DC, iv line
Lengan
Tungkai
Suhu
dbn
dbn
Nyeri
(n/n)
(n/n)
Rabaan
(n/n)
(n/n)
Rasa Propioseptik
Lengan
Tungkai
Rasa Getar
(sde)
(sde)
Rasa Posisi
(sde)
(sde)
(n/n)
(n/n)
(n/ n)
Rasa Kortikal
Stereognosis
Barognosis
sulit dievaluasi
Pengenalan 2 titik :
Tengah
Bawah
Ka/Ki
Ka/Ki
Ka/Ki
1. Lengan
Kekuatan
Tonus
Reflek Fisiologis
Reflek Biseps
Reflek Triseps
1/1
n/n
1/1
n/n
1/1
n/n
+1/+1
+1/+1
Reflek Patologis
Reflek Hoffman
Reflek Tromner
Atas
Tengah
Bawah
Ka/Ki
Ka/Ki
Ka/Ki
2. Tungkai
Kekuatan
Tonus
Klonus
Lutut
Kaki
Reflek Fisiologis
1/1
n/n
1/1
n/n
1/1
n/n
-/-
-/-/-
Reflek Patella
+1/+1
Reflek Achilles
Reflek Patologis
+1/+!
Reflek Babinsky
-/-
Reflek Chaddock
-/-
Reflek Oppenheim
-/-
Reflek Schaeffer
-/-
Reflek Rosolimo
-/-
f. Nervus Cranialis
N. III : pupil isokor diameter 3mm/3mm, reflek cahaya (+/+)
N. VII : dalam batas normal
N. XII : dalam batas normal
Range of Motion (ROM)
NECK
Flexi
Extensi
Lateral bend
Rotasi
EKSTREMITAS
SUPERIOR
Shoulder
Fleksi
Ekstensi
Abduksi
ROM
Aktif
0 700
0 400
0 600
0 900
ROM AKTIF
Dextra Sinistra
0
0
0
0
0
0
7
Pasif
0 700
0 400
0 600
0 900
ROM PASIF
Dextra
Sinistra
0-45
0-20
0-45
0-20
0-90
0-40
Adduksi
External Rotasi
Internal Rotasi
Fleksi
Ekstensi
Pronasi
Supinasi
Fleksi
Ekstensi
Ulnar deviasi
Radius deviasi
MCP I fleksi
MCP II-IV
fleksi
DIP II-V fleksi
PIP II-V fleksi
MCP I ekstensi
Elbow
Wrist
Finger
EKSTREMITAS
INFERIOR
Hip
Knee
Ankle
Fleksi
Ekstensi
Abduksi
Adduksi
Eksorotasi
Endorotasi
Fleksi
Ekstensi
Dorsofleksi
Plantarfleks
i
0
0
0
0
0
0
0
10
10
10
10
0-45
0-45
0
0
0
0
0
0
0
10
10
10
10
0-45
0-45
0-30
0-30
0-45
0-135
135-180
0-90
0-90
0-90
0-70
0-30
0-30
0-90
0-90
0-30
0-30
0-45
0-135
135-180
0-90
0-90
0-90
0-70
0-30
0-30
0-90
0-90
0-45
0-45
0-10
0-45
0-45
0-10
0-90
0-100
0-30
0-90
0-100
0-30
ROM AKTIF
Dextra Sinistra
0-60
0-60
0-30
0-30
0-45
0-45
0-30
0-30
0-30
0-30
0-30
0-30
0-100
0-120
0
0
0-20
0-20
0-30
0-30
ROM PASIF
Dextra
Sinistra
0-60
0-60
0-30
0-30
0-45
0-45
0-30
0-30
0-30
0-30
0-30
0-30
0-100
0-120
0
0
0-30
0-30
0-30
0-30
Ekstensor
Ekstremitas Superior
Dextra
Sinistra
Shoulder
Fleksor
Ekstensor
Abduktor
Adduktor
Elbow
Internal
Rotasi
Eksternal
Rotasi
Fleksor
Wrist
Ekstensor
Supinator
Pronator
Fleksor
Ekstensor
Abduktor
Adduktor
Finger
Hip
Knee
Ankl
e
Fleksor
Ekstensor
M Deltoideus
anterior
M Biseps
M Deltoideus
anterior
M Teres mayor
M Deltoideus
M Biceps
M Lattissimus dorsi
M Pectoralis mayor
M Lattissimus dorsi
M Pectoralis mayor
M Teres mayor
M Infra supinatus
M Biceps
M Brachialis
M Triceps
M Supinator
M Pronator teres
M Fleksor carpi
radialis
M Ekstensor
digitorum
M Ekstensor carpi
radialis
M ekstensor carpi
ulnaris
M Fleksor digitorum
M Ekstensor
digitorum
Ekstremitas inferior
Fleksor
M Psoas mayor
Ekstensor
M Gluteus maksimus
Abduktor
M Gluteus medius
Adduktor
M Adduktor longus
Fleksor
Harmstring muscle
Ekstensor
Quadriceps femoris
Fleksor
M Tibialis
Ekstensor
M Soleus
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
Dextra
5
5
5
5
4
4
5
Sinistra
5
5
5
5
5
5
5
Activity
Score
Feeding
0 = unable
5 = butuh bantuan memotong, mengoleskan mentega, dll, atau
membutuhkan modifikasi diet
10 = independen
Bathing
0 = dependen
5 = independen (atau menggunakan shower)
Grooming
0 = membutuhkan bantuan untuk perawatan diri
5 = independen dalam perawatan muka, rambut, gigi, dan
bercukur
Dressing
0 = dependen
5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan sebagian
pekerjaan sendiri
10 = independen (termasuk mengancingkan resleting,
menalikan pita, dll.
Bowel
0 = inkontinensia (atau membutuhkan enema)
5 = occasional accident
10 = kontinensia
Bladder
0 = inkontinensia atau memakai kateter dan tidak mampu
menangani sendiri
5 = occasional accident
10 = kontinensia
Toilet use
0 = dependen
5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan beberapa hal
sendiri
10 = independen (on and off, dressing)
Transfer
0 = unable, tidak ada keseimbangan duduk
5 = butuh bantuan besar (satu atau dua orang, fisik), dapat
duduk
10 = bantuan kecil (verbal atau fisik)
15 = independen
Mobility
0 = immobile atau < 50 yard
5 = wheelchair independen, > 50 yard
10 = berjalan dengan bantuan satu orang (verbal atau fisik) >
50 yard
15 = independen (tapi dapat menggunakan alat bantu apapun,
tongkat) > 50 yard
Stairs
0 = unable
5 = membutuhkan bantuan (verbal, fisik, alat bantu)
10 = independen
Total (0-100)/ ambulasi
10
10
10
0
20
Hasil
13.7
43
8.7
221
4.88
Satuan
g/dl
%
Ribu/ul
Ribul/ul
Juta/ul
Rujukan
14.0-17.5
33-45
4.5/14.5
150-450
3.8-5.8
87.5
28.0
32.0
13.6
2.7
7.3
57
/um
Pg
g/dl
%
g/dl
Fl
%
80.0-96.0
28.0-33.0
33.0-36.0
11.6-14.6
2.2-3.2
7.2-11.1
25-65
1.00
0.20
58.50
31.40
5.10
3.70
%
%
%
%
%
%
0.00-4.00
0.00-1.00
29.00-72.00
33.00-48.00
0.00-6.00
-
0.2
39
Mg/dl
mg/dl
0.3-0.7
<48
140
Mg/dl
132-145
Hasil
1291
Satuan
u/l
Rujukan
<247
Keterangan
Laki-laki usia 7-12
tahun
MRI
EEG EMG
ASSESMENT
11
Tidak ada
2. Terapi wicara
: Tidak ada
3. Okupasi Terapi
Gangguan
dalam
Memerlukan
bantuan
untuk
Keterbatasan
mobilisasi
6. Psikologi
III.
PENATALAKSANAAN
Terapi Medikamentosa :
Rehabilitasi Medik:
1.
Fisioterapi
2.
3.
Okupasi terapi
Sosiomedik :
a.
b.
5.
Ortesa-Protesa
6.
Psikologi
: tidak dilakukan
Impairment
Disability
Handicap
: keterbatasan
dalam
aktivitas
sehari-hari
karena
2.
Meminimalkan
impairment,
disability
dan
handicap
3.
4.
VI. PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad sanam
: dubia ad malam
Ad fungsionam
: dubia ad malam
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penyebab utama proses degeneratif pada DMD kebanyakan akibat delesi pada
segmen gen yang bertanggung jawab terhadap pembentukan protein distrofin pada
membrane sel otot, sehingga menyebabkan ketiadaan protein tersebut dalam
jaringan otot. pada tahun 1884 untuk pertama kali memakai istilah dystrophia
muscularis progressiva. Pada tahun 1855, Duchenne memberikan deskripsi lebih
lengkap
mengenai
atrofi
muskular
progresif
pada
anak-anak.Becker
DEFINISI
Muscular dystrophy (MD) adalah suatu kelompok yang terdiri lebih dari 30
penyakit genetik yang ditandai dengan kelemahan progresif dan degenerasi pada
otot rangka yang mengendalikan gerakan (Twee, 2009)
Beberapa bentuk dari MD muncul pada masa bayi atau anak-anak, beberapa
bentuk yang lain mungkin tidak akan timbul sampai usia pertengahan atau lebih.
Gangguan-gangguan ini berbeda-beda dalam nama dan distribusinya dan
perluasan kelemahan otonya (ada beberapa bentuk dari MD yang juga menyerang
otot jantung), onset usia, tingkat progresifitas, dan pola pewarisannya.
15
Pada kelainan ini terlihat pseudohipertropi pada betis dan pantat, dimana
penderitanya semua dari golongan umur kanak- kanak. Dalam 10- 12 tahun
penderita tidak dapat bergerak lagi dan hidupnya terpaksa di tempat tidur atau di
kursi roda. Pada tahap terminal ini seluruh otot skeletal sudah atrofik. ( Mardjono
Mahar, 2008)
Duchenne muscular distrofi (DMD) pertama kali dideskripsikan oleh ahli saraf
Perancis Guillaume Benjamin Amand Duchenne pada 1860-an distrofi otot
Becker. (BMD) dinamai setelah Petrus Jerman Emil dokter Becker, yang pertama
kali menggambarkan ini varian dari DMD pada 1950-an. Duchenne muscular
distrofi (DMD) adalah bentuk progresif cepat distrofi otot yang terjadi terutama
pada anak laki-laki.
Hal ini disebabkan oleh perubahan (mutasi) pada gen, yang disebut gen DMD
yang dapat diwariskan dalam keluarga dengan cara yang resesif X-linked. Dalam
DMD, anak-anak mulai menunjukkan tanda-tanda kelemahan otot sejak usia 3
tahun.
Penyakit ini secara bertahap melemahkan kerangka otot, yang di lengan, kaki dan
punggung. Pada remaja awal atau bahkan lebih awal, otot jantung dan otot
pernafasan juga mungkin dapat terpengaruh , munculnya kelemahan berjalan pada
awal dekade kedua, dan biasanya akan meninggal pada usia 20 tahun. Diagnosis
pasti dari penyakit ini dapat dilakukan melalui pemeriksaan analisis DNA atau
pemeriksaan distrofin. Tindakan pembedahan dan rehabilitasi, dapat membantu
pasien untuk mampu lebih lama berjalan dan duduk (wedantho, 2007)
INSIDEN dan EPIDEMIOLOGI
DMD memiliki angka insidensi 1 : 3500 pada bayi laki- laki baru lahir dan belum
ada penelitian lebih lanjut mengenai epidemiologinya secara nyata. ( Wikipedia,
2010)
ETIOLOGI GENETIK
Kondisi ini diturunkan, dan masing-masing MD mengikuti pola pewarisan yang
berbeda. Tipe yang paling dikenal, Duchenne muscular dystrophy (DMD),
16
diwariskan dengan pola terkait X resesif, yang berarti bahwa gen yang bermutasi
yang menyebabkan penyakit ini terletak pada kromosom X, dan oleh karenanya
terkait seks. Pada pria satu salinan yang berubah dari gen ini pada masing-masing
sel sudah cukup untuk menyebbkan kelainan ini. Pada wanita mutasinya harus
terdapat pada kedua kopi dari gen untuk menyebabkan gangguan ini
(pengecualian yang jarang, pada kariier yang menunjukkan gejala, bisa terjadi
karena kompensasi dosis/inaktivasi X). Pada pria oleh karenanya terkena penyakit
terkait X resesif jauh lebih sering dibandingkan wanita(wedantho,2007)
Suatu ciri khas dari pewarisan terkait X adalah ayah tidak dapat mewariskan sifat
terkait X pada anak laki-laki meraka. Pada sekitar dua pertiga kasus DMD, pria
yang terkena penyakit mewarisi mutasinya dari ibu yang membawa satu salinan
gen DMD. Sepertiga yang lain mungkin diakibatkan karena mutasi baru pada gen
ini. Perempuan yang membara satu salinan dari satu mutasi DMD mungkin
memiliki tanda dan gejala terkait kondisi ini (seperti kelemahan otot dan kramp),
namun biasanya lebih ringan dari tanda dan gejala pada pria. Duchenne muscular
dystrophy dan Becker's muscular dystrophy disebabkan oleh mutasi pada gen
untuk protein dystrophin dan menyebabkan suatu kelebihan pada enzyme creatine
kinase.
Gen
dystrophin
adalah
gen
terbanyak
kedua
pada
mamalia(wedantho,2007).
DMD adalah bentuk tersering dari MD dan terutama menyerang anak laki-laki.
Dikarenakan karena kurangnya dystrophin, suatu protein yang mempertahankan
integritas otot. Onsetnya dimulai pada usia 3 dan 5 tahun dan kelainan ini
memburuk dengan cepat. Kebanyakan anak laki-laki yang terkena akan
kehilangan kmmampuan berjalan pada usia 12, dan selanjutnya memerlukan
bantuan respirator untuk bernafas. Anak perempuan pada keluarga memiliki
kemungkinan 50% mewarisi dan menurunkan gen yang rusak pada anak-anak
mereka.
17
Hal ini disebabkan oleh perubahan (mutasi) pada gen, yang disebut gen DMD
yang dapat diwariskan dalam keluarga dengan cara yang resesif X-linked. Dalam
DMD, anak-anak mulai menunjukkan tanda-tanda kelemahan otot sejak usia 3
tahun.
Penyakit ini secara bertahap melemahkan kerangka otot, yang di lengan, kaki dan
punggung. Pada remaja awal atau bahkan lebih awal, otot jantung dan otot
pernafasan juga mungkin dapat terpengaruh , munculnya kelemahan berjalan pada
awal dekade kedua, dan biasanya akan meninggal pada usia 20 tahun. Diagnosis
pasti dari penyakit ini dapat dilakukan melalui pemeriksaan analisis DNA atau
pemeriksaan distrofin. Tindakan pembedahan dan rehabilitasi, dapat membantu
pasien untuk mampu lebih lama berjalan dan duduk (wedantho, 2007)
INSIDEN dan EPIDEMIOLOGI
DMD memiliki angka insidensi 1 : 3500 pada bayi laki- laki baru lahir dan belum
ada penelitian lebih lanjut mengenai epidemiologinya secara nyata. ( Wikipedia,
2010)
GEJALA
DMD dapat menyerang semua orang dari segala usia. Meskipun beberapa jenis
pertama kali pada bayi atau anak-anak, yang lainnya mungki tidak akan muncul
sampai usia pertengahan.
Gejala yang paling tersering adalah kelemahan otot (sering jatuh, gangguan
berjalan, kelopak mata yang jartuh), kelainan rangka dan otot. Pemeriksaan
neurologis seringkali menemukan hilangnya jaringan otot (wasting), kontraktur
otot, pseudohypertrophy dan kelemahan. Beberapa jenis dari MD dapat timbul
dengan tambahan kelainan jantung, penurunan intelektual dan kemandulan. (twee,
2009 )
Berikut gejala-gejala yang dapat ditemukan :
o Kelemahan otot yang progresif bahkan dapat terjadi kehilangan masa otot
18
o Gangguan keseimbangan
Mudah merasa lelah
Kesulitan dalam aktifitas motorik
panggul
Sering jatuh
Kesulitan berjalan, cara berjalan yang aneh
Waddling Gait
Calf Pain
DIAGNOSIS
Diagnosis dari MD didasarkan terutama pada hasil biopsi otot. Dalam beberapa
kasus, suatu tes darah DNA mungkin cukup membantu. Pemeriksaan lainnya yang
dapat membantu antara lain, peningkatan kadar CK serum dan pemeriksaan
electromyography, yang konsisten dengan keterlibatan miogenik.
19
Pemeriksaan fisik dan anamnesa yang tepat akan membantu dalam menentukan
jenis dari MD. Kelompok otot tertentu berkaitan dengan jenis tertentu MD
(wedantho, 2007).
Seringkali, terdapat kehilangan jaringan otot, yang sulit untuk dilihat karena pada
beberapa jenis MD menyebabkan penumpukan jaringan lemak dan jaringan ikat
yang membuat otot tampak lebih besar. Ini disebut dengan pseudohipertrofi.
Tes yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis DMD adalah sebagai berikut :
Positif Gower Sign menunjukkan banyaknya kerusakan yang lebih pada otot-
tinggi.
EMG ( electromyography ) menunjukkan kelemahan yang disebabkan oleh
.
Biopsy otot ( imunohistokimia atau imunobloting ), atau bisa juga
pemeriksaan genetic dengan tes darah untuk mengkonfirmasi keberadaan
distropin
PENATALAKSANAAN
Tidak ada pengobatan spesifik yang diketahui untuk MD. inaktivitas (seperti tirah
baring atau bahkan duduk dalam jangka waktu lama) dapat memperberat penyakit.
Fisioterapi dan instrumentasi ortopedik (cth. Kursi roda) dapat membantu.
Pembedahan ortopedi korektif mungkin diperlukan untuk meningkatkan kualitas
hidup dalam beberapa kasus (wedantho,2007).
Terapi fisik lebih ditujukkan agar penderita dapat memaksimalkan potensi fisik,
yaitu :
Meminimalisir
perkembangan
kontraktur
dan
deformitas
dengan
diperlukan .
Mencegah dan meminimalisir komplikasi sekunder lain dari kecacatannya .
20
PROGNOSIS
Prognosis dari MD bervariasi tergantung dari jenis MD dan progresifitas
penyakitnya. Pada beberapa kasus dapat ringan dan memburuk sangat lambat,
edngan kehidupan normal, sedangkan pada kasus yang lain mungkin memiliki
pemburukan kelemahan otot yang bermakna, disabilitas fungsional dan
kehilangan kemampuan berjalan. Harapan hidup dapat tergantung pada derajat
pemburukan dan defisit pernapasan lanjut. Pada Duchenne MD, kematian
biuasanya terjadi pada usia belasan sampai awal 20an (wedantho,2007)
BAB III
KESIMPULAN
Duchenne muscular dystrophy merupakan penyakit kelainan distrofik yang
diwariskan secara X-linked dan hanya mengenai laki-laki, sementara perempuan
hanya sebagai pembawa sifat. Biasanya penderita meninggal dalam decade ke dua
akibat komplikasi infeksi paru atau payah jantung.
Secara klinis pasien DMD tidak mampu berjalan pada usia sekitar 10 tahun.
Tindakan pembedahan dan rehabilitasi, dapat membantu pasien untuk
memperlama fungsi ambulasi serta memberikan rasa nyaman.
Perlu pemberian informasi yang jelas dan konseling genetika mengenai perjalanan
penyakit terhadap pasien dan
keluarganya. Diagnosis DMD dapat ditegakkan dengan analisis DNA untuk
mendeteksi delesi gen yang bertanggung jawab terhadap penyandian protein
distrofin. Pemeriksaan immunohistokimia protein distrofin, juga dapat digunakan
untuk menegakkan diagnosis pasti. Penanganan pasien dengan DMD harus
dilakukan secara multidisiplin.
21
Daftar Pustaka
Mardjono. Mahar., Shidarta Priguna. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat,
Jakarta.
Twee Do, 2009, Muscular Dystrophy, www.e-medicine.com
Wedantho Sigit, 2007, Duchenne Muscular Dystrophy: Divisi Orthopaedi &
Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
22