Anda di halaman 1dari 22

SEORANG ANAK LAKI-LAKI USIA 12 TAHUN DENGAN DUCHENNE

MUSCULAR DYSTROPHY

Oleh :
Dwi Rachmawati H
G99122037

Pembimbing :
Dr. dr. Hj. Noer Rachma, Sp.RM

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2013

STATUS PENDERITA

I. ANAMNESIS
A.

B.

Identitas Pasien
Nama

: An. A

Umur

: 12 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Siswa SD

Alamat

: Tegalsari Boyolali Surakarta

Tanggal Periksa

:10 Desember 2013

No RM

: 01231579

Keluhan Utama
Kelumpuhan kedua tangan dan kaki

C.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan kelemahan keempat anggota
gerak yang dirasakan semakin memberat sejak 2 tahun terakhir. Awal
mula, pasien merasakan kram di kaki yang kemudian kedua kaki
dirasakan semakin lama semakin lemah dan sulit digerakkan sejak umur
2 tahun lebih. Sejak itu, jika pasien berusaha untuk berdiri harus dengan
usaha rembetan yang berlangsung selama tahun. Pada usia 7 tahun,
pasien mulai merasakan kedua tangan semakin lemah dan sulit
digerakkan. Hingga akhirnya, Pasien mengeluhkan kelemahan 4 anggota
gerak sulit untuk digerakkan. Sebelumnya, Pasien sudah memeriksakan
diri ke alternatif dan Bakesda namun tidak ada perbaikan. Tidak ada
riwayat kejang, muntah (-), gangguan pengelihatan (-), demam (-).

D.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Trauma

: disangkal

Riwayat penyakit jantung

: disangkal

Riwayat alergi obat/makanan

: disangkal

Riwayat sakit serupa

: disangkal

Riwayat penurunan kesadaran

: disangkal

Riwayat mondok

: disangkal

E.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat hipertensi

: disangkal

Riwayat DM

: disangkal

Riwayat penyakit jantung

: disangkal

Riwayat lumpuh/sakit serupa

: disangkal

Riwayat alergi

: disangkal

F.

Riwayat Gizi
Pasien mengaku makan teratur 3x/hari dengan nasi, sayur, lauk daging,
ikan, telur. Pasien jarang makan buah-buahan dan minum susu.

G.

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan anak pertama dan seorang mantan siswa
Sekolah dasar kelas VI. Berobat di RSDM dengan fasilitas umum. Kesan
sosial ekonomi pasien cukup.

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
Keadaan umum sakit sedang, Compos Mentis E4V5M6, gizi kesan
cukup.
B.

C.

Tanda Vital
Tekanan darah

: 100/60 mmHg

Nadi

: 112 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur

Respirasi

: 24 x/menit, irama teratur

Suhu

: 36,8 0C per aksiler

Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venektasi (-),
spider naevi (-), striae (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).
3

D.

Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut hitam
beruban, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-).

E.

Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung
dan tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra
(-/-), sekret (-/-).

F.

Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).

G.

Telinga
Deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-).

H.

Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),lidah simetris, lidah tremor
(-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi
(-).

I.

Leher
Simetris, trakea di tengah, step off (-), JVP tidak meningkat ,limfonodi
tidak membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-), kaku (+).

J.

Thoraks
a.

Retraksi (-)

b.

Jantung
Inspeksi

: Ictus Cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus Cordis tidak kuat angkat

Perkusi

: Konfigurasi jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,


bising (-).
c.

Paru

Inspeksi

: pengembangan dada kanan = kiri, gerakan


paradoksal (-)

Palpasi

: fremitus raba kanan = kiri

Perkusi

: sonor seluruh lapang paru

Auskultasi :

suara dasar ( vesikuler /vesikuler ), suara


tambahan (-/-).

K.

Trunk
Inspeksi

: deformitas (-), skoliosis (-), kifosis

(-),

lordosis(-)

L.

Palpasi

: massa (-), nyeri tekan (+), oedem (-)

Perkusi

: nyeri ketok kostovertebra (-).

Abdomen
Inspeksi

: dinding perut sejajar dinding dada

Auskultasi : peristaltik (+) normal


Perkusi

: tympani

Palpasi

: supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, nyeri tekan (-),
bruit (-) dan lien tidak teraba.

M.

Ekstremitas
Oedem
-

Akral dingin
-

N.

Status Neurologis
a.
b.
c.
d.

Kesadaran
Fungsi Luhur
Fungsi Vegetatif
Fungsi Sensorik

Rasa Eksteroseptik

: GCS E4 V5 M6
: Dalam Batas Normal
: DC, iv line
Lengan

Tungkai

Suhu

dbn

dbn

Nyeri

(n/n)

(n/n)

Rabaan

(n/n)

(n/n)

Rasa Propioseptik

Lengan

Tungkai

Rasa Getar

(sde)

(sde)

Rasa Posisi

(sde)

(sde)

Rasa Nyeri Tekan

(n/n)

(n/n)

Rasa Nyeri Tusukan (n/ n)

(n/ n)

Rasa Kortikal
Stereognosis

dalam batas normal

Barognosis

sulit dievaluasi

Pengenalan 2 titik :

dalam batas normal

e. Fungsi Motorik dan Reflek :


Atas

Tengah

Bawah

Ka/Ki

Ka/Ki

Ka/Ki

1. Lengan
Kekuatan
Tonus
Reflek Fisiologis

Reflek Biseps
Reflek Triseps

1/1
n/n

1/1
n/n

1/1
n/n

+1/+1
+1/+1

Reflek Patologis

Reflek Hoffman
Reflek Tromner

Atas

Tengah

Bawah

Ka/Ki

Ka/Ki

Ka/Ki

2. Tungkai
Kekuatan
Tonus
Klonus
Lutut
Kaki
Reflek Fisiologis

1/1
n/n

1/1
n/n

1/1
n/n
-/-

-/-/-

Reflek Patella

+1/+1

Reflek Achilles
Reflek Patologis

+1/+!

Reflek Babinsky

-/-

Reflek Chaddock

-/-

Reflek Oppenheim

-/-

Reflek Schaeffer

-/-

Reflek Rosolimo

-/-

f. Nervus Cranialis
N. III : pupil isokor diameter 3mm/3mm, reflek cahaya (+/+)
N. VII : dalam batas normal
N. XII : dalam batas normal
Range of Motion (ROM)
NECK
Flexi
Extensi
Lateral bend
Rotasi
EKSTREMITAS
SUPERIOR
Shoulder

Fleksi
Ekstensi
Abduksi

ROM
Aktif
0 700
0 400
0 600
0 900
ROM AKTIF
Dextra Sinistra
0
0
0
0
0
0
7

Pasif
0 700
0 400
0 600
0 900
ROM PASIF
Dextra
Sinistra
0-45
0-20
0-45
0-20
0-90
0-40

Adduksi
External Rotasi
Internal Rotasi
Fleksi
Ekstensi
Pronasi
Supinasi
Fleksi
Ekstensi
Ulnar deviasi
Radius deviasi
MCP I fleksi
MCP II-IV
fleksi
DIP II-V fleksi
PIP II-V fleksi
MCP I ekstensi

Elbow

Wrist

Finger

EKSTREMITAS
INFERIOR
Hip

Knee
Ankle

Fleksi
Ekstensi
Abduksi
Adduksi
Eksorotasi
Endorotasi
Fleksi
Ekstensi
Dorsofleksi
Plantarfleks
i

0
0
0
0
0
0
0
10
10
10
10
0-45
0-45

0
0
0
0
0
0
0
10
10
10
10
0-45
0-45

0-30
0-30
0-45
0-135
135-180
0-90
0-90
0-90
0-70
0-30
0-30
0-90
0-90

0-30
0-30
0-45
0-135
135-180
0-90
0-90
0-90
0-70
0-30
0-30
0-90
0-90

0-45
0-45
0-10

0-45
0-45
0-10

0-90
0-100
0-30

0-90
0-100
0-30

ROM AKTIF
Dextra Sinistra
0-60
0-60
0-30
0-30
0-45
0-45
0-30
0-30
0-30
0-30
0-30
0-30
0-100
0-120
0
0
0-20
0-20
0-30
0-30

ROM PASIF
Dextra
Sinistra
0-60
0-60
0-30
0-30
0-45
0-45
0-30
0-30
0-30
0-30
0-30
0-30
0-100
0-120
0
0
0-30
0-30
0-30
0-30

Manual Muscle Testing (MMT)


NECK
Fleksor M. Strenocleidomastoideus

Ekstensor
Ekstremitas Superior

Dextra

Sinistra

Shoulder

Fleksor

Ekstensor

Abduktor
Adduktor

Elbow

Internal
Rotasi
Eksternal
Rotasi
Fleksor

Wrist

Ekstensor
Supinator
Pronator
Fleksor
Ekstensor
Abduktor
Adduktor

Finger

Hip

Knee
Ankl
e

Fleksor
Ekstensor

M Deltoideus
anterior
M Biseps
M Deltoideus
anterior
M Teres mayor
M Deltoideus
M Biceps
M Lattissimus dorsi
M Pectoralis mayor
M Lattissimus dorsi
M Pectoralis mayor
M Teres mayor
M Infra supinatus
M Biceps
M Brachialis
M Triceps
M Supinator
M Pronator teres
M Fleksor carpi
radialis
M Ekstensor
digitorum
M Ekstensor carpi
radialis
M ekstensor carpi
ulnaris
M Fleksor digitorum
M Ekstensor
digitorum

Ekstremitas inferior
Fleksor
M Psoas mayor
Ekstensor
M Gluteus maksimus
Abduktor
M Gluteus medius
Adduktor
M Adduktor longus
Fleksor
Harmstring muscle
Ekstensor
Quadriceps femoris
Fleksor
M Tibialis
Ekstensor

M Soleus

5
5

5
5

5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5

5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5

5
5

5
5

Dextra
5
5
5
5
4
4
5

Sinistra
5
5
5
5
5
5
5

Activity

Score

Feeding
0 = unable
5 = butuh bantuan memotong, mengoleskan mentega, dll, atau
membutuhkan modifikasi diet
10 = independen
Bathing
0 = dependen
5 = independen (atau menggunakan shower)
Grooming
0 = membutuhkan bantuan untuk perawatan diri
5 = independen dalam perawatan muka, rambut, gigi, dan
bercukur
Dressing
0 = dependen
5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan sebagian
pekerjaan sendiri
10 = independen (termasuk mengancingkan resleting,
menalikan pita, dll.
Bowel
0 = inkontinensia (atau membutuhkan enema)
5 = occasional accident
10 = kontinensia
Bladder
0 = inkontinensia atau memakai kateter dan tidak mampu
menangani sendiri
5 = occasional accident
10 = kontinensia
Toilet use
0 = dependen
5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan beberapa hal
sendiri
10 = independen (on and off, dressing)
Transfer
0 = unable, tidak ada keseimbangan duduk
5 = butuh bantuan besar (satu atau dua orang, fisik), dapat
duduk
10 = bantuan kecil (verbal atau fisik)
15 = independen
Mobility
0 = immobile atau < 50 yard
5 = wheelchair independen, > 50 yard
10 = berjalan dengan bantuan satu orang (verbal atau fisik) >
50 yard
15 = independen (tapi dapat menggunakan alat bantu apapun,
tongkat) > 50 yard
Stairs
0 = unable
5 = membutuhkan bantuan (verbal, fisik, alat bantu)
10 = independen
Total (0-100)/ ambulasi

10

10

10

0
20

III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Lab darah 4/12/2013
Hematologi
Hb
Hct
AL
AT
AE
Index Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
HDW
MPV
PDW
Hitung Jenis
Eosinofil
Basofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
LUC/AMC
Kimia Klinik
Cr
Ur
Elektrolit
Na
Nama Pemeriksaan
CK

Hasil
13.7
43
8.7
221
4.88

Satuan
g/dl
%
Ribu/ul
Ribul/ul
Juta/ul

Rujukan
14.0-17.5
33-45
4.5/14.5
150-450
3.8-5.8

87.5
28.0
32.0
13.6
2.7
7.3
57

/um
Pg
g/dl
%
g/dl
Fl
%

80.0-96.0
28.0-33.0
33.0-36.0
11.6-14.6
2.2-3.2
7.2-11.1
25-65

1.00
0.20
58.50
31.40
5.10
3.70

%
%
%
%
%
%

0.00-4.00
0.00-1.00
29.00-72.00
33.00-48.00
0.00-6.00
-

0.2
39

Mg/dl
mg/dl

0.3-0.7
<48

140

Mg/dl

132-145

Hasil
1291

Satuan
u/l

Rujukan
<247

Keterangan
Laki-laki usia 7-12
tahun

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1.
2.
I.

MRI
EEG EMG
ASSESMENT

Duchenne Muscular Dystrophy

11

II. DAFTAR MASALAH


Problem Medis

: DMD (Duchenne Muscular Dystrophy)

Problem Rehabilitasi Medik


1. Fisioterapi :

Tidak ada

2. Terapi wicara

: Tidak ada

3. Okupasi Terapi

Gangguan

dalam

melakukan aktivitas sehari-hari seperti berjalan,


makan, mandi, naik tangga, dst.
4. Sosiomedik :

Memerlukan

bantuan

untuk

melakukan aktivitas sehari-hari


5. Ortesa-protesa

Keterbatasan

mobilisasi
6. Psikologi
III.

Rasa tidak percaya diri

PENATALAKSANAAN
Terapi Medikamentosa :
Rehabilitasi Medik:
1.

Fisioterapi

2.

Terapi wicara: tidak dilakukan

3.

Okupasi terapi

Activity Daily Living (ADL) training


4.

Sosiomedik :
a.

Motivasi dan edukasi keluarga


tentang penyakit penderita

b.

Motivasi dan edukasi keluarga


untuk membantu dan merawat penderita di rumah dan
memberikan beberapa penyesuaian di rumah.

5.

Ortesa-Protesa

6.

Psikologi

: tidak dilakukan

: support mental penderita

IV. IMPAIRMENT, DISABILITY, DAN HANDICAP


12

Impairment

: keterbatasan dalam ruang lingkup gerak keempat


ekstremitas

Disability

: penurunan fungsi anggota gerak keempat ekstremitas

Handicap

: keterbatasan

dalam

aktivitas

sehari-hari

karena

kelumpuhan keempat ekstremitas


V. TUJUAN
1.

Mencegah terjadinya komplikasi yang dapat


memperburuk keadaan

2.

Meminimalkan

impairment,

disability

dan

handicap
3.

Membantu penderita sehingga lebih mandiri


dalam menjalankan aktivitas sehari-hari

4.

Edukasi perihal home exercise

VI. PROGNOSIS
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad sanam

: dubia ad malam

Ad fungsionam

: dubia ad malam

13

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Duchenne muscular dystrophy (DMD) merupakan penyakit distrofi muskular


progresif, bersifat herediter, dan mengenai anak laki-laki. Insidensi penyakit itu
relatif jarang, hanya sebesar satu dari 3500 kelahiran bayi laki-laki. Penyakit
tersebut diturunkan melalui X-linked resesif, dan hanya mengenai pria, sedangkan
perempuan hanya sebagai karier
Pada DMD terdapat kelainan genetik yang terletak pada kromosom X, lokus
Xp21.22-4 yang bertanggung jawab terhadap pembentukan protein distrofin.
Perubahan patologi pada otot yang mengalami distrofi terjadi secara primer dan
bukan disebabkan oleh penyakit sekunder akibat kelainan sistem saraf pusat atau
saraf perifer. Distrofin merupakan protein yang sangat panjang dengan berat
molekul 427 kD,dan terdiri dari 3685 asam amino.
14

Penyebab utama proses degeneratif pada DMD kebanyakan akibat delesi pada
segmen gen yang bertanggung jawab terhadap pembentukan protein distrofin pada
membrane sel otot, sehingga menyebabkan ketiadaan protein tersebut dalam
jaringan otot. pada tahun 1884 untuk pertama kali memakai istilah dystrophia
muscularis progressiva. Pada tahun 1855, Duchenne memberikan deskripsi lebih
lengkap

mengenai

atrofi

muskular

progresif

pada

anak-anak.Becker

mendeskripsikan penyakit muscular dystrophy yang dapat diturunkan secara


autosomal resesif, autosomal dominant atau X-linked resesif. Hoffman et al 2,5
menjelaskan bahwa kelainan protein distrofin merupakan penyebab utama DMD.
Biasanya anak- anak yang menderita distrophya jenis Duchene dibawa ke dokter
karena sering jatuh, dan kalau sudah jatuh tidak dapat berdiri dengan cepat.
Kelemahan otot- otot tungkai pada anak- anak tersebut tidak memungkinkan
mereka bangkit secara wajar. Dari sikap duduk di lantai dan kemudian berdiri
dilakukannya dengan cara yang khas, pertama mereka menempatkan lengan di
lantai sebagaimana anak hendak merangkak, kemudian tungkai diluruskan dan
tangan bergerak setapak demi setapak kea rah kaki, setelah kaki terpegang, kedua
tangan memanjat tungkai, demikianlah akhirnya tubuh dapat digerakkan.
( Marjono Mahar, 2008)

DEFINISI
Muscular dystrophy (MD) adalah suatu kelompok yang terdiri lebih dari 30
penyakit genetik yang ditandai dengan kelemahan progresif dan degenerasi pada
otot rangka yang mengendalikan gerakan (Twee, 2009)
Beberapa bentuk dari MD muncul pada masa bayi atau anak-anak, beberapa
bentuk yang lain mungkin tidak akan timbul sampai usia pertengahan atau lebih.
Gangguan-gangguan ini berbeda-beda dalam nama dan distribusinya dan
perluasan kelemahan otonya (ada beberapa bentuk dari MD yang juga menyerang
otot jantung), onset usia, tingkat progresifitas, dan pola pewarisannya.

15

Pada kelainan ini terlihat pseudohipertropi pada betis dan pantat, dimana
penderitanya semua dari golongan umur kanak- kanak. Dalam 10- 12 tahun
penderita tidak dapat bergerak lagi dan hidupnya terpaksa di tempat tidur atau di
kursi roda. Pada tahap terminal ini seluruh otot skeletal sudah atrofik. ( Mardjono
Mahar, 2008)
Duchenne muscular distrofi (DMD) pertama kali dideskripsikan oleh ahli saraf
Perancis Guillaume Benjamin Amand Duchenne pada 1860-an distrofi otot
Becker. (BMD) dinamai setelah Petrus Jerman Emil dokter Becker, yang pertama
kali menggambarkan ini varian dari DMD pada 1950-an. Duchenne muscular
distrofi (DMD) adalah bentuk progresif cepat distrofi otot yang terjadi terutama
pada anak laki-laki.
Hal ini disebabkan oleh perubahan (mutasi) pada gen, yang disebut gen DMD
yang dapat diwariskan dalam keluarga dengan cara yang resesif X-linked. Dalam
DMD, anak-anak mulai menunjukkan tanda-tanda kelemahan otot sejak usia 3
tahun.
Penyakit ini secara bertahap melemahkan kerangka otot, yang di lengan, kaki dan
punggung. Pada remaja awal atau bahkan lebih awal, otot jantung dan otot
pernafasan juga mungkin dapat terpengaruh , munculnya kelemahan berjalan pada
awal dekade kedua, dan biasanya akan meninggal pada usia 20 tahun. Diagnosis
pasti dari penyakit ini dapat dilakukan melalui pemeriksaan analisis DNA atau
pemeriksaan distrofin. Tindakan pembedahan dan rehabilitasi, dapat membantu
pasien untuk mampu lebih lama berjalan dan duduk (wedantho, 2007)
INSIDEN dan EPIDEMIOLOGI
DMD memiliki angka insidensi 1 : 3500 pada bayi laki- laki baru lahir dan belum
ada penelitian lebih lanjut mengenai epidemiologinya secara nyata. ( Wikipedia,
2010)
ETIOLOGI GENETIK
Kondisi ini diturunkan, dan masing-masing MD mengikuti pola pewarisan yang
berbeda. Tipe yang paling dikenal, Duchenne muscular dystrophy (DMD),

16

diwariskan dengan pola terkait X resesif, yang berarti bahwa gen yang bermutasi
yang menyebabkan penyakit ini terletak pada kromosom X, dan oleh karenanya
terkait seks. Pada pria satu salinan yang berubah dari gen ini pada masing-masing
sel sudah cukup untuk menyebbkan kelainan ini. Pada wanita mutasinya harus
terdapat pada kedua kopi dari gen untuk menyebabkan gangguan ini
(pengecualian yang jarang, pada kariier yang menunjukkan gejala, bisa terjadi
karena kompensasi dosis/inaktivasi X). Pada pria oleh karenanya terkena penyakit
terkait X resesif jauh lebih sering dibandingkan wanita(wedantho,2007)

Suatu ciri khas dari pewarisan terkait X adalah ayah tidak dapat mewariskan sifat
terkait X pada anak laki-laki meraka. Pada sekitar dua pertiga kasus DMD, pria
yang terkena penyakit mewarisi mutasinya dari ibu yang membawa satu salinan
gen DMD. Sepertiga yang lain mungkin diakibatkan karena mutasi baru pada gen
ini. Perempuan yang membara satu salinan dari satu mutasi DMD mungkin
memiliki tanda dan gejala terkait kondisi ini (seperti kelemahan otot dan kramp),
namun biasanya lebih ringan dari tanda dan gejala pada pria. Duchenne muscular
dystrophy dan Becker's muscular dystrophy disebabkan oleh mutasi pada gen
untuk protein dystrophin dan menyebabkan suatu kelebihan pada enzyme creatine
kinase.

Gen

dystrophin

adalah

gen

terbanyak

kedua

pada

mamalia(wedantho,2007).
DMD adalah bentuk tersering dari MD dan terutama menyerang anak laki-laki.
Dikarenakan karena kurangnya dystrophin, suatu protein yang mempertahankan
integritas otot. Onsetnya dimulai pada usia 3 dan 5 tahun dan kelainan ini
memburuk dengan cepat. Kebanyakan anak laki-laki yang terkena akan
kehilangan kmmampuan berjalan pada usia 12, dan selanjutnya memerlukan
bantuan respirator untuk bernafas. Anak perempuan pada keluarga memiliki
kemungkinan 50% mewarisi dan menurunkan gen yang rusak pada anak-anak
mereka.

17

Hal ini disebabkan oleh perubahan (mutasi) pada gen, yang disebut gen DMD
yang dapat diwariskan dalam keluarga dengan cara yang resesif X-linked. Dalam
DMD, anak-anak mulai menunjukkan tanda-tanda kelemahan otot sejak usia 3
tahun.
Penyakit ini secara bertahap melemahkan kerangka otot, yang di lengan, kaki dan
punggung. Pada remaja awal atau bahkan lebih awal, otot jantung dan otot
pernafasan juga mungkin dapat terpengaruh , munculnya kelemahan berjalan pada
awal dekade kedua, dan biasanya akan meninggal pada usia 20 tahun. Diagnosis
pasti dari penyakit ini dapat dilakukan melalui pemeriksaan analisis DNA atau
pemeriksaan distrofin. Tindakan pembedahan dan rehabilitasi, dapat membantu
pasien untuk mampu lebih lama berjalan dan duduk (wedantho, 2007)
INSIDEN dan EPIDEMIOLOGI
DMD memiliki angka insidensi 1 : 3500 pada bayi laki- laki baru lahir dan belum
ada penelitian lebih lanjut mengenai epidemiologinya secara nyata. ( Wikipedia,
2010)

GEJALA
DMD dapat menyerang semua orang dari segala usia. Meskipun beberapa jenis
pertama kali pada bayi atau anak-anak, yang lainnya mungki tidak akan muncul
sampai usia pertengahan.
Gejala yang paling tersering adalah kelemahan otot (sering jatuh, gangguan
berjalan, kelopak mata yang jartuh), kelainan rangka dan otot. Pemeriksaan
neurologis seringkali menemukan hilangnya jaringan otot (wasting), kontraktur
otot, pseudohypertrophy dan kelemahan. Beberapa jenis dari MD dapat timbul
dengan tambahan kelainan jantung, penurunan intelektual dan kemandulan. (twee,
2009 )
Berikut gejala-gejala yang dapat ditemukan :
o Kelemahan otot yang progresif bahkan dapat terjadi kehilangan masa otot

18

o Gangguan keseimbangan
Mudah merasa lelah
Kesulitan dalam aktifitas motorik

Peningkatan lumbal lordosis yang berakibat pada pemendekan otot

panggul
Sering jatuh
Kesulitan berjalan, cara berjalan yang aneh
Waddling Gait
Calf Pain

deformitas jaringan ikat otot


pseudohipertrophy ( mengalami pembesaran pada lidah dan betis), dimana terjadi
pengisisan oleh jar ikat dan jaringan lemak.
Mengalami kesulitan belajar

Jangkauan gerak terbatas


Kontraktur otot ( biasanya pada tendon Achilles dan kerusakan otot
hamstring) karena serat otot memendek dan mengalami fibrosis yang muncul

pada jaringan ikat.


Gangguan respiratori
Ptosis
Atrofi Gonad
Scoliosis
Beberapa jenis MD dapat menyerang jantung, menyebabkan cardiomyopathy
atau aritmia

DIAGNOSIS
Diagnosis dari MD didasarkan terutama pada hasil biopsi otot. Dalam beberapa
kasus, suatu tes darah DNA mungkin cukup membantu. Pemeriksaan lainnya yang
dapat membantu antara lain, peningkatan kadar CK serum dan pemeriksaan
electromyography, yang konsisten dengan keterlibatan miogenik.

19

Pemeriksaan fisik dan anamnesa yang tepat akan membantu dalam menentukan
jenis dari MD. Kelompok otot tertentu berkaitan dengan jenis tertentu MD
(wedantho, 2007).
Seringkali, terdapat kehilangan jaringan otot, yang sulit untuk dilihat karena pada
beberapa jenis MD menyebabkan penumpukan jaringan lemak dan jaringan ikat
yang membuat otot tampak lebih besar. Ini disebut dengan pseudohipertrofi.
Tes yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis DMD adalah sebagai berikut :

Positif Gower Sign menunjukkan banyaknya kerusakan yang lebih pada otot-

otot di ekstremitas bawah.


Creatin Kinase ( CPK MM ) , dimana kadar keratin kinase pada aliran darah

tinggi.
EMG ( electromyography ) menunjukkan kelemahan yang disebabkan oleh

kerusakan pada jaringan otot dibandingkan pada sel syarafnya.


Genetic Testing, dapat menampilkan bahwa kerusakan genetik pada gen Xp21

.
Biopsy otot ( imunohistokimia atau imunobloting ), atau bisa juga
pemeriksaan genetic dengan tes darah untuk mengkonfirmasi keberadaan
distropin

PENATALAKSANAAN
Tidak ada pengobatan spesifik yang diketahui untuk MD. inaktivitas (seperti tirah
baring atau bahkan duduk dalam jangka waktu lama) dapat memperberat penyakit.
Fisioterapi dan instrumentasi ortopedik (cth. Kursi roda) dapat membantu.
Pembedahan ortopedi korektif mungkin diperlukan untuk meningkatkan kualitas
hidup dalam beberapa kasus (wedantho,2007).
Terapi fisik lebih ditujukkan agar penderita dapat memaksimalkan potensi fisik,
yaitu :

Meminimalisir

perkembangan

kontraktur

dan

deformitas

dengan

mengembangkan program stretching (peregangan) dan latihan yang

diperlukan .
Mencegah dan meminimalisir komplikasi sekunder lain dari kecacatannya .

20

Memonitor fungsi pernafasan dengan menyarankan teknik yang dapat

membantu untuk latihan pernafasan dan metode pembersihan saluran nafas .


Penjadwalan mulai dari seminggu sampai satu bulan untuk terapi pijat untuk
mengurangi nyeri yang timbul.

PROGNOSIS
Prognosis dari MD bervariasi tergantung dari jenis MD dan progresifitas
penyakitnya. Pada beberapa kasus dapat ringan dan memburuk sangat lambat,
edngan kehidupan normal, sedangkan pada kasus yang lain mungkin memiliki
pemburukan kelemahan otot yang bermakna, disabilitas fungsional dan
kehilangan kemampuan berjalan. Harapan hidup dapat tergantung pada derajat
pemburukan dan defisit pernapasan lanjut. Pada Duchenne MD, kematian
biuasanya terjadi pada usia belasan sampai awal 20an (wedantho,2007)
BAB III
KESIMPULAN
Duchenne muscular dystrophy merupakan penyakit kelainan distrofik yang
diwariskan secara X-linked dan hanya mengenai laki-laki, sementara perempuan
hanya sebagai pembawa sifat. Biasanya penderita meninggal dalam decade ke dua
akibat komplikasi infeksi paru atau payah jantung.
Secara klinis pasien DMD tidak mampu berjalan pada usia sekitar 10 tahun.
Tindakan pembedahan dan rehabilitasi, dapat membantu pasien untuk
memperlama fungsi ambulasi serta memberikan rasa nyaman.
Perlu pemberian informasi yang jelas dan konseling genetika mengenai perjalanan
penyakit terhadap pasien dan
keluarganya. Diagnosis DMD dapat ditegakkan dengan analisis DNA untuk
mendeteksi delesi gen yang bertanggung jawab terhadap penyandian protein
distrofin. Pemeriksaan immunohistokimia protein distrofin, juga dapat digunakan
untuk menegakkan diagnosis pasti. Penanganan pasien dengan DMD harus
dilakukan secara multidisiplin.

21

Daftar Pustaka
Mardjono. Mahar., Shidarta Priguna. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat,
Jakarta.
Twee Do, 2009, Muscular Dystrophy, www.e-medicine.com
Wedantho Sigit, 2007, Duchenne Muscular Dystrophy: Divisi Orthopaedi &
Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

22

Anda mungkin juga menyukai