BAB I
PENDAHULUAN
Epilepsi merupakan salah satu masalah kesehatan yang menonjol di
masyarakat, karena permasalahan tidak hanya dari segi medik tetapi juga sosial dan
ekonomi yang menimpa penderita maupun keluarganya. Dalam kehidupan seharihari, epilepsi merupakan stigma bagi masyarakat. Mereka cenderung untuk menjauhi
penderita epilepsi. Bagi orang awam, epilepsi dianggap sebagai penyakit menular
( melalui buih yang keluar dari mulut ), penyakit keturunan, menakutkan dan
memalukan (Budiarto, 2007).
Epilepsi dapat terjadi pada laki-laki maupun wanita, tanpa memandang umur
dan ras. Jumlah penderita epilepsi meliputi 1 - 2 % populasi, secara umum diperoleh
gambaran bahwa insidens epilepsi menunjukkan pola bimodal, puncak insiden
terdapat pada golongan anak dan lanjut usia (Harsono, 2006).
Penelitian insidensi dan prevalensi telah dilaporkan oleh berbagai negara,
tetapi di Indonesia belum diketahui secara pasti. Para peneliti umumnya mendapatkan
insidens 20 - 70 per 100.000 per tahun dan prevalensi sekitar 0,5 - 2 per 100.000 pada
populasi umum. Sedangkan pada populasi anak diperkirakan 0,3 - 0,4 % di antaranya
menderita epilepsi. Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak dibandingkan
dengan perempuan. Epilepsi merupakan masalah pediatrik yang besar dan lebih
sering terjadi pada usia dini dibandingkan usia selanjutnya (WHO, 2001).
Pada epilepsi tidak ada penyebab tunggal. Banyak faktor yang dapat
mencederai sel-sel, saraf otak atau lintasan komunikasi antar sel otak. Lebih kurang
65% dari seluruh kasus epilepsi tidak diketahui faktor penyebabnya. Beberapa faktor
risiko yang sudah diketahui antara lain: trauma kepala, demam
tinggi, stroke,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Epilepsi didefinisikan sebagai gangguan kronis yang ditandai adanya
bangkitan epileptik berulang akibat gangguan fungsi otak secara intermiten
yang terjadi oleh karena lepas muatan listrik abnormal neuron-neuron secara
paroksismal akibat berbagai etiologi.
Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa
(stereotipik) yang berlebihan dan abnormal, berlangsung secara mendadak dan
sementara, dengan atau tanpa perubahan kesadaran , disebabkan oleh
hiperaktifitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang bukan disebabkan oleh
suatu penyakit otak akut (unprovoked).
Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinis epilepsi
yang terjadi bersama-sama meliputi berbagai etiologi, umur, onset, jenis
serangan, faktor pencetus, kronisitas. Pelepasan aktifitas listrik abnormal dari
sel-selneuron diotak terjadi karena fungsi sel neuron terganggu. Gangguan
fungsi ini dapat berupa gangguan fisiologik, biokimia, anatomi dengan
manifestasi baik lokal maupun general. Gangguan tidak terbatas aktifitas
motor yang terlihat oleh mata, tetapi juga oleh aktifitas lain misalnya emosi,
pikiran dan persepsi (Oktaviana, 2008).
B. ETIOLOGI
1. Idiopatik
2. Faktor herediter, ada beberapa penyakit herediter yang disertai bangkitan
kejang,
seperti
sklerosis
tuberose,
neurofibromatosis,
angiomatosis
E. DIAGNOSIS
1. Anamnesa
A. Epilepsi umum :
- Major : grand mal (meliputi 75% kasus) meliputi tipe primer dan sekunder.
Epilepsi grand mal ditandai dengan hilang kesadaran dan bangkitan tonikklonik.
Manifestasi klinik : kedua golongan epilepsi grand mal tersebut sama,
perbedaan terletak pada ada tidaknya aura, yaitu gejala pendahulu atau
preiktal sebelum serangan kejang. Pada epilepsi grand mal simptomatik
selalu didahului aura yang memberi manifestasi sesuai letak fokus
epileptogen pada permukaan otak. Aura dapat berupa perasaan tidak enak,
melihat sesuatu, mencium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh,
mengecap sesuatu, sakit kepala, dan sebagainya. Bangkitan dimulai dengan
hilang kesadaran sehingga aktivitas pasien terhenti. Kemudian pasien
mengalami kejang tonik. Otot berkontraksi sangat hebat, pasien jatuh,
lengan fleksi dan tungkai ekstensi. Udara paru-paru terdorong keluar
dengan deras sehingga terdengar jeritan yang disebut jeritan epilepsi.
Kejang
tonik
disusul
dengan
kejang
klonik
yang
seolah-olah
Minor :
Epilepsi petit mal : yang sering disebut pykno epilepsi ialah epilepsi umum
yang idiopatik, meliputi kira-kira 3-4% kasus. Umumnya timbul pada anak
sebelum pubertas (4-5 tahun).
10
Spasme infantil (sindroma West) : timbul pada bayi 3-6 bulan dan lebih
sering pada anak laki-laki. Penyebab yang pasti belum diketahui, tapi
selalu dihubungkan dengan kerusakan otak yang luas seperti degeneratif,
gangguan akibat trauma, infeksi, dan gangguan pertumbuhan. Bangkitan
berupa gerakan kepala ke depan atau ke atas, lengan ekstensi, tungkai
tertarik ke atas, kadang disertai teriakan atau tangisan, miosis atau
midriasis pupil, sianosis dan berkeringat.
11
12
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pada bayi
Pada pemeriksaan diselidiki apakah ada kelainan bawaan, asimetri
pada badan, ekstremitas, dicacat ukuran dan bentuk kepala dan keadaan
fontanel. Auskultasi dan transluminasi kepala. Kelainan yang mungkin
ditemukan : makrosefali, mikrosefali, hidrosefalus. Fontael akan menonjol
bila tekanan dalam rongga kepala meningkat. Pada pemeriksaan neurologis
harus diperiksa refleks moro, hisap, pegang, dan tonik leher.
b. Pada anak dan dewasa
Pemeriksaan umum dan neurologis dilakukan seperti biasa; mencari
kelainan bawaan, asimetri kepala, muka, tubuh, ekstremitas. Pada kulit
dicari adanya tanda neurofibromatosis berupa bercak coklat, putih, dan
adenoma sebaseum pada muka pada sklerosi tuberose. Hemangioma pada
muka dapat menjadi tanda penyakit Sturge-Weber. Pada toksoplasmosis,
fundus okuli mungkin menunjukkan tanda-tanda korio renitis.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Perlu diperiksa kadar glukosa, K, Ca, Mg, Na, bilirubin, ureum dalam
darah. Yang memudahkan timbul kejang adalah keadaan hipoglikemia,
hipokalemia, hipomagnesemia, hipo/hipernatremia, hiperbilirubinemia, uremia.
Penting pula diperiksa pH darah karena alkalosis mungkin pula disertai kejang.
Pemeriksaan
LCS
dapat
mengungkapkan
adanya
radang
otak
atau
diagnosis
epilepsi.
Adanya
kelainan
fokal
pada
EEG
13
14
b. Golongan barbiturat
Fenobarbital merupakan golongan barbiturat yang long acting. Merupakan
agonis reseptor GABA, sehingga meningkatkan transmisi inhibitori dengan
mengaktifkan kerja reseptor GABA.
Indikasi : epilepsi umum khusus epilepsi grand mal tipe sadar, epilepsi
fokal.
Dosis :
c. Golongan benzodiazepin
Diazepam dikenal sebagai obat penenang, tetapi merupakan obat pilihan
utama status epileptik. Memiliki cara kerja yang sama dengan golongan
barbiturate.
Dosis :
15
d. Golongan suksinimid
Etosuksimid
Indikasi : epilepsi petit mal murni
Dosis : 20-30 mg/kgBB/hari
e. Golongan lain
Sodium valproat
Indikasi : epilepsi petit mal murni, dapat pula untuk epilepsi pada lobus
temporalis yang refrakter, sebagai kombinasi dengan obat lain.
Dosis :
Farmakokinetik :
a. Kecepatan absorbsi berbeda-beda antar pasien, tetapi umumnya dapat
terabsorbsi secara sempurna. Obat lambat diabsorpsi jika diberikan
setelah makan.
b. Kadar puncak tercapai setelah 6-8 jam.
c. Waktu paruh 36 jam untuk pasien dosis tunggal pertama, kemudian
turun 20 jam untuk yang mendapatkan terapi berlanjut.
Farmakodinamik :
Pada membran permeabilitas menunjukkan bahwa CBZ menutup
saluran Na pada konsentrasi terapi dan dapat menstabilkan membran
16
Efek samping
Efek sedasi, sakit kepala, pusing, mual, muntah dan ataksia, yang
bersifat sementara. Efek samping lainnya seperti anoreksia, demam,
dermatitis (perubahan pigmentasi kulit, eritema multiformis, SJS, TEN,
reaksi fotosensitivitas, urtikaria) dan gangguan psikis. Selain itu, obat ini
juga dapat mempengaruhi kardiovaskular, GIT, hepar, neuromuskular,
tulang, mata, dan telinga, menyebabkan gangguan darah seperti anemia
aplastik dan agranulositosis, hepatitis, dan SLE. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pemeriksaan darah setiap minggu atau per bulan.
Dosis :
Awal
anak
: 15-25 mg/kgBB/hari
Dewasa : 1000-2000mg/hari
Maintenance anak 6-12 tahun
Dewasa
: 400-800 mg/hari
: 800-1000 mg/hari
17
Pilihan Pertama
Pilihan Kedua
Parsial
Fenitoin
Klobazam,Gabapentin,
Sederhana
Karbamazepin
Lamotrigin,Primidon,
Kompleks
Fenobarbital
Tiagabin,Topiramat,
Umum Sekunder
Vigabatrin,Valproat
Serangan Umum
Fenitoin
Vigabatrin,Klobazam,
Tonik-klonik
Fenobarbital
Gabapentin,Lamotrigin,
Valproat
Primidon,Tiagabin,
Karbamazepin
Topiramat
Valproat
Asetazolamid,
Etosuksimid
Klobazam,Felbamat,
Absans/Lena
Lamotrigin,Topiramat
Tonik,
Valproat
atonik,klonik
Mioklonik
Klobazam,Felbamat,
Lamotrigin,Topiramat.
Valproat
Asetazolamid,
klobazam,klonazepam,
felbamat,lamotrigin,
topiramat.
Juvenile
Valproat
Topiramat,lamotrigin
Sindrom
Topiramat
Valproat,fenobarbital,
Lennox-Gestaut
Felbamat
BZDs,ZNS
Myoclonic
Lamotrigin
Sindrom West
Hormonal
Topiramat,lamotrigin,
Valproat
ZNS,BZDs,piridoksin
Vigabatrin
(Ropper, 2005
18
BAB III
STATUS PASIEN
SIMULASI KASUS
A IDENTITAS
19
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Pekerjaan
Alamat
Tanggal pemeriksaan
: Nn.F
: 22 tahun
: Perempuan
: Islam
: Mahasiswi
: Solo
: 20 Oktober 2014
B ANAMNESIS
1 Keluhan utama
:
Kejang
2 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSDM Solo bersama ayahnya dengan keluhan
kejang berulang. Pasien telah mendapat serangan kejang untuk yang kedua
kalinya. Kejang terjadi saat pasien sedang bermain game di komputer. Pasien
mengaku tidak merasakan gejala apapun sebelum kejang. Kedua serangan
kejang tersebut diikuti dengan tidak sadar selama kira-kira 3 menit. Kemudian
pasien sadar kembali dan dapat beraktivitas seperti biasanya. Pasien tidak
menderita demam sebelumnya. Pasien belum pernah memeriksakan diri ke
dokter ataupun minum obat setelah serangan kejang yang pertama.
Sebelum berumur satu tahun, pasien sering mengalami kejang pada
saat badannya panas. Pada saat SD pasien sering pingsan saat mengikuti
upacara atau olah raga.
3 Riwayat Penyakit Dahulu
Saat berusia kurang dari 1 tahun, pasien sering mengalami kejang jika
badannya panas.
4 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita gejala serupa
C PEMERIKSAAN FISIK
1
Keadaan Umum :
Keadaan umum
: baik
Derajat kesadaran : compos mentis
2
Tanda vital
Nadi
: 80x/menit, reguler, kuat, isi dan tegangan cukup
Respirasi
: 18x/menit, reguler, tipe thorakoabdominal
Suhu
: 36 C (afebris)
20
Tensi
3
: 120/80 mmHg
Leher : limfonodi
4
5
meningkat.
Thoraks
: retraksi (-), pelebaran sela iga (-)
Cor
: Bunyi jantung I II intensitas normal, reguler,
tidak
membesar,
JVP
tidak
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
8 Ekstremitas :
Akral dingin - edema
- Status Neurologis
Kesadaran : GCS E4V5M6
N
N
Fx luhur
Fx vegetatif
Fx sensorik
N
N
sianosis
A.
Fx motorik
Kekuatan
5 5
5 5
Tonus
- - -
Ref. Fisiologis
Ref. Patologis
21
Nervus Cranialis
N. II
: dbn
: (-)
: dismetria (-), disdiadokokinesia (-)
D PEMERIKSAAN PENUNJANG
Elektroensefalografi (EEG)
Didapatkan hasil : latar belakang berupa irama alfa 10-11 spd, amplitudo sedang,
bereaksi dengan buka dan tutup mata. Tampak seringkali muncul kompleks paku
ombak 3 spd amplitudo tinggi bilateral sinkron terutama terlihat di daerah frontal
kanan depan (Fp2-F4) dan didahului di kanan depan. Tampak pula gelombang
tajam diikuti gelombang lambat delta-teta 3-4 spd, amplitudo tinggi di daerah
frontal kanan depan 9Fp2-f4).
Kesan : EEG abnormal berupa aktivitas epileptiform bilateral sinkron dengan
fokus di frontal kanan depan
E DIAGNOSIS
Epilepsi
F PLANNING
Cek darah rutin, gula darah, kolestrol, ureum, kreatinin, elektrolit
CT scan kepala
G PENATALAKSANAAN
Terapi
Phenytoin
100 mg
3x1 kapsul
H TUJUAN TERAPI
22
RESEP
R/ Phenytoin Na cap mg 100 No. XXI
3 dd cap I
Pro : Nn. F (22 tahun)
PROGNOSIS
Ad vitam
Ad sanam
Ad fungsionam
: dubia ad bonam
: dubia ad malam
: dubia ad bonam
23
BAB IV
PEMBAHASAN OBAT
Obat pilihan utama terdiri dari fenobarbital atau fenitoin. Dua-duanya baik
sekali dan murah harganya. Fenitoin mempunyai sifat-sifat yang unggul, yaitu tidak
membuat orang mengantuk, tidak akan menimbulkan manifestasi overdose yang fatal
dan bila dihentikan tidak akan membangkitkan status epileptikus.
Bila serangan grand mal masih belum dapat diberantas dengan obat-obat
tersebut di atas baik secara kombinasi maupun obat tunggal, dapat digunakan
primidone (Sidharta, 2009). Primidone efektif untuk semua bangkitan kecuali
bangkitan lena. Efeknya baik untuk bangkitan tonik klonik yang telah refrakter
terhadap terapi yang lazim, dan lebih efektif lagi dalam kombinasi dengan fenitoin
(Utama dan Gan, 2007). Dosis untuk anak dibawah umur 6 tahun ialah 10-25
mg/kgBB/hari. Sedangkan orang dewasa 300-600 mg/hari. Dosis permulaan harus
rendah misalnya 100-150 mg/hari. Efek samping primidone dapat berupa ngantuk,
vertigo, ataksia, dermatitis, dan anemia (Sidharta, 2009).
Di bawah ini merupakan penjelasan lebih lanjut mengenai fenobarbital dan
fenitoin:
1. Fenobarbital
Fenobarbital sebagai antiepilepsi bekerja dengan membatasi penjalaran
aktivitas dan bangkitan dan menaikkan ambang rangsang. Fenobarbital
merupakan obat antikonvulsi pilihan karena cukup efektif dan murah. Dosis
efektifnya relatif rendah. Efek samping yang terjadi adalah efek sedatif.
Fenobarbital merupakan obat pilihan utama untuk terapi kejang dan kejang
demam pada anak. Dosis anak ialah 100-300 mg/hari sedangkan dewasa dua
kali 120-250 mg/hari. (Utama dan Gan, 2007).
24
2. Fenitoin
Obat yang dipilih sebagai antiepilepsi pada kasus diatas adalah fenitoin.
Fenitoin merupakan golongan hidantoin yang merupakan obat utama untuk
hampir semua jenis epilepsi, kecuali bangkitan lena. Fenitoin diindikasikan
terutama untuk bangkitan tonik klonik dan bangkitan parsial.
Farmakodinamik
Sifat antikonvulsi fenitoin didasarkan pada penghambatan penjalaran
rangsang dari fokus ke bagian lain di otak. Fenitoin juga mempengaruhi
perpindahan ion melintasi membran sel, dalam hal ini, khususnya
menggiatkan pompa Na+, K+, Ca2+ neuron dan mengubah neurotransmitor
NEPI, asetilkolin, dan GABA.
Farmakokinetik
Pemberian secara per oral mengalami absorpsi secara lambat dan sesekali
tidak lengkap. Pemberian secara IM menyebabkan fenitoin mengendap
ditempat suntikan kira-kira 5 hari dan absorpsi berlangsung lambat. Fenitoin
terikat kuat pada jaringan saraf sehingga kerjanya bertahan lebih lama, tetapi
mula kerjanya lebih lambat dari pada fenobarbital. Metabolit fenitoin akan di
ekskresi melalui ginjal.
Interaksi obat
Interaksi fenitroin dengan fenobarbital atau karbamazepin akan menyebabkan
fenitoin
menurun
kadarnya
karena
fenobarbital
atau
karbamazepin
25
Dosis
Kadar plasma untuk terapi fenitoin terdapat antara 10-20g/ml. Ketika terapi
oral sudah dimulai, dosis dewasa biasanya 300 mg/hari tanpa memperlihatkan
berat badan. Jika kejang berlanjut, dosis yang lebih tinggi biasanya diperlukan
untuk mendapatkan kadar plasma dalam batas-batas terapi yang lebih tinggi.
(Utama dan Gan, 2007).
Sedangkan di bawah ini adalah alternatif obat yang digunakan untuk epilepsi
tonik klonik :
1. Karbamazepin
Karbamazepin efektif terhadap bangkitan parsial kompleks dan bangkitan
tonik klonik. Efek samping karbamazepin cukup sering terjadi. Efek samping
yang terjadi setelah pemberian obat jangka lama berupa pusing, vertigo,
ataksia, diplopia, dan penglihatan kabur. Frekuensi bangkitan dapat meningkat
akibat dosis berlebih.
Dosis anak di bawah 6 tahun 100 mg/hari, 6-12 tahun 2x 100 mg/hari,
dewasa: dosis awal 2x 200 mg sehari pertama, selanjutnya dosis ditinggkat
secara bertahap. Dosis pemeliharaan 800-1200 mg.hari. (Utama dan Gan,
2007).
2. Asam valproat
Asam valproat terutama untuk terapi epilepsi umum dan kurang efektif
terhdap epilepsi fokal. Efek antikonvulsi valproat didasarkan meningkatnya
kadar GABA di dalam otak. Valproat efektif terhadap epilepsi umum yakni
bangkitan lena yang disertai oleh bangkitan tonik klonik. Sedangkan terhadap
epilepsi fokal lain efektivitasnya kurang memuaskan. Terapi dimulai dengan
dosis awal 3x 200 mg/hari dengan dosis harian berkisar 0,8-1,4 g. Valproat
telah diakui efektivitasnya sebagai obat untuk bangkitan lena, tetapi bukan
merupakan obat terpilih karena efek toksiknya terhadap hati. (Utama dan Gan,
2007).
26
3. Diazepam
Diazepam digunakan untuk terapi konvulsi rekuren, misalnya status
epileptikus. Untuk mengatasi bangkitan status epileptikus pada orang dewasa
disuntikkan 0,2 mg/kgBB dengan kecepatan 5 mg/menit diazepam IV secara
lambat. Dosis ini dapat diulang seperlunya dengan tenggang waktu 15-20
menit sampai beberapa jam. Dosis maksimal 20-30 mg.
Efek samping berat dan berbahaya yang menyertai penggunakan diazepam IV
ialah obstruksi saluran napas oleh lidah akibat relaksasi otot. Disamping itu
dapat terjadi depresi napas sampai henti napas, hipotensi, henti jantung, dan
kantuk. (Utama dan Gan, 2007)
27
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
1 Epilepsi merupakan suatu manifestasi klinis akibat lepasnya muatan listrik
abnormal, berlebihan, dan sinkron dari SSP, terutama korteks serebri, yang
2
B. Saran
1. Melakukan pemeriksaan laboratorium darah dan CT scan kepala untuk
mengetahui penyebab kejang (menyingkirkan penyebab sekunder karena
penyakit lain, misalnya neoplasma, perdarahan intrakranial, metabolik)
2. Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai penyakit, terapi, dan prognosis
3. Edukasi untuk rutin kontrol dan minum obat secara teratur
4. Melakukan pemeriksaan laboratorium darah dan tes fungsi hepar karena efek
samping pengobatan dapat menyebabkan gangguan hepar dan kelainan darah
DAFTAR PUSTAKA
28