Lanjutan Presus
Lanjutan Presus
0
tidak jelas
1
laporan keluarga, BTA(-)
2
kavitas (+)
3
BTA (+)
negatif
positif (10
mm
atau 5 mm
pada keadaan
imunosupresi)
Berat badan /
BB / TB < 90 % atau
keadaan gizi
BB/ U < 80 %
Demam tanpa
2 minggu
3 minggu
Pembesaran
kelenjar limfe
tidak nyeri
nodi, aksila,
inguinal
Parameter
Pembengkakan
ada pembengkakan
tulang/sendi
panggul, lutut,
falang
Foto rontgen
normal /
- infiltrat
toraks
tidak jelas
- pembesaran kelenjar
- konsolidasi segmental/
- kalsifikasi + infiltrat
- pembesaran
lobular
- atelektasis
kelenjar + infiltrat
Catatan :
Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter
Jika dijumpai skrofuloderma, langsung didiagnosis tuberkulosis
Berat badan dinilai saat datang (moment opname)
Demam dan batuk tidak ada respons terhadap terapi sesuai baku
Foto rontgen toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak
Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring TB
anak
Didiagnosis TB jika jumlah skor 6 (skor maksimal 14).
2.
Terdapat reaksi kemerahan lebih cepat (dalam 3-7 hari) setelah imunisasi BCG
3.
Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan
meskipun dengan penanganan gizi yang baik (failure to thrive)
4.
Sakit dan demam lama atau berulang , tanpa sebab yang jelas
5.
6.
7.
Skrofuloferma
8.
Konjungtivitis fliktenularis
9.
Bila 3 positif
Dianggap TB
Beri OAT
Observasi 2 bulan
Membaik
TB
Memburuk
Bukan TB
TB
Kebal
Obat
(MDR)
OAT diteruskan
Rujuk ke RS
PERHATIAN :
Pemeriksaan lanjutan di RS :
- gejala klinis
- kejang
- uji tuberkulin
- kesadaran menurun
- kaku kuduk
- benjolan di punggung
Segera rujuk ke RS
Berat badan menurun, batuk dan mengi yang tidak membaik dengan
pengobatan antibiotika untuk penyakit pernapasan
Pencegahan
1. BCG 4
Imunisasi BCG diberikan pada usia sebelum 2 bulan. Dosis untuk bayi sebesar
0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml, diberikan intrakutan di daerah insersi otot deltoid
kanan (penyuntikan lebih mudah dan lemak subkutis lebih tebal, ulkus tidak
mengganggu struktur otot, dan sebagai tanda baku). Bila BCG diberikan pada usia
lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin lebih dahulu.
BCG memberikan perlindungan terhadap milier TB, meningitis TB, TB tulang
dan sendi, dan kaitas sedikitnya 75 %. Rosenthal dkk. (1961) mengatakan bahwa
pemberian BCG dapat mengurangi morbiiditas sampai 74 %. BCG ulangan tidak
dianjurkan mengingat efektivitas perlindungannya hanya 40 %. BCG relatif aman,
jarang ada efek samping serius, yang sering ditemukan adalah ulserasi lokal dan
limfadenitis (adenitis supurativa) dengan insiden 0,1-1 %. Kontraindikasi pemberian
imunisasi BCG adalah defisiensi imun, infeksi berat, luka bakar.
2. Kemoprofilaksis 4, 5
- Kemoprofilaksis primer
Bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi TB pada anak. Kemoprofilaksis
primer ditujukan untuk anak yang kontak dengan TB menular, terutama dengan BTA
sputum positif, tetapi anak belum terinfeksi TB (uji tuberkulin negatif). Diberikan
INH dengan dosis 5-10 mg/kg BB/ hari, dosis tunggal, selama 1 tahun. Obat
dihentikan bila sumber kontak sudah tidak menular lagi, dan anak ternyata tetap tidak
terinfeksi (uji tuberkulin ulangan negatif).
- Kemoprofilaksis sekunder
Bertujuan untuk mencegah berkembangnya infeksi menjadi penyakit.
Diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi belum sakit, ditandai dengan uji
tuberkulin positif, tetapi klinis dan radiologis normal. Anak yang mendapat
kemoprofilaksis sekunder adalah usia balita, menderita morbili, varisela dan pertusis,
mendapat obat imunosupresif yang lama (sitostatik dan kortikosteroid), usia remaja,
dan infeksi TB baru, dan pada konversi uji tuberkulin dari negatif menjadi positif
dalam 12 bulan terakhir tanpa kelainan klinis dan radiologis.
Tabel 3. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang Biasa Dipakai dan Dosisnya 1, 4
Nama Obat
Dosis Harian
Dosis Maksimal
(mg/kg BB/hari)
(mg / hari)
Isoniazid
5-15 *
300
Efek Samping
Rifampisin
10-20
600
Gastrointestinal (mual,
muntah), reaksi kulit,
hepatitis, trombositopenia, peningkatan enzim
hati, cairan tubuh berwarna
oranye kemerahan
Pirazinamid
15-30
2000
Etambutol
15-20
1250
Streptomisin
15-40
1000
* Bila INH dikombinasi dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10 mg/kg
BB/hari
** Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain, karena dapat
mengganggu bioavailabilitas rifampisin
1. Isoniazid
INH (Isonikotinik hidrazil) bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap
kuman dalam keadaan metabolik aktif (kuman yang sedang berkembang), dan bersifat
bakteriostatik terhadap kuman yang diam. Obat ini efektif pada intrasel dan ekstrasel
kuman, dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan cairan tubuh, termasuk cairan
serebrospinal, cairan pleura. INH diberikan secara per oral. 4
2. Rifampisin
Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki
semua jaringan, dapat membunuh kuman semi dorman yang tidak dapat dibunuh oleh
INH. Rifampisin didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh, termasuk
cairan serebrospinal. Rifampisin diberikan dalam bentuk oral. 4
3. Pirazinamid
Pirazinamid berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan tubuh, termasuk SSP,
cairan serebrospinal. Pirazinamid bersifat bakterisid hanya pada intrasel pada suasana
asam. Pirazinamid diberikan pada fase intensif, karena saaat itu timbul suasana asam
akibat jumlah kuman yang masih sangat banyak. Pirazinamid diberikan dalam bentuk
oral. 4
4. Etambutol
Etambutol memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi juga dapat bersifat baktersid
apabila diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. Etambutoltidak
berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga pada keaddan meningitis. Etambutol
sangat jarang diberikan pada anak, karena potensi toksisitasnya pada mata.. Etambutol
sebaiknya tidak diberikan pada anak yang belum dapat dilakukan pemeriksaaan
penglihatan. Namun, etambutol dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan
kecurigaan TB resisten obat jika obat-obat lainnya tidak tersedia atau tidak dapat
digunakan. 4
5. Streptomisin
Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik kuman ekstraselular pada
keadaan basal atau netral, jadi tidak efektif membunuh kuman intraseluler. Saat ini,
streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan TB, tetapi penggunaannya penting
dalam pengobatan TB yang resisten obat. Streptomisisn sangat baik melewati selaput
otak yang meradang, tetapi tidak dapat melewati selaput otak yang tidak meradang.
Penggunaan utamanya saat ini adalah jika terdapat kecurigaan resistensi awal
terhadap INH atau jika anak menderita TB berat. Streptomisin diberikan secara
intramuskular. 4
2 Bulan
4 Bulan
(kg)
RH (75/50 mg)
5-9
1 tablet
1 tablet
10-19
2 tablet
2 tablet
20-32
4 tablet
4 tablet
Catatan :
dan tidak jarang terjadi salah diagnosis. Evaluasi pengobatan dilakukan setelah 2
bulan. 4, 6
-
Apabila respon pengobatan baik, yaitu gejala klinisnya hilang dan terjadi
penambahan berat badan, maka pengobatan dilanjutkan.
Apabila respon setelah 2 bulan kurang, yaitu gejala masih ada, tidak terjadi
penambahan berat badan, maka obat anti tuberkulosis tetap diberikan dengan
tambahan merujuk ke sarana yang lebih tinggi atau konsultan paru anak.
Bagi yang tidak teratur minum obat (tidak minum obat setelah minum obat
teratur selama 2 bulan) diberikan tambahan etambutol selama 2 bulan.
Apabila setelah pengobatan 6-12 bulan terdapat perbaikan klinis, seperti berat
badan meningkat, nafsu makan membaik, dan gejala-gejala lainnya
menghilang, maka pengobatan dapat dihentikan.
Strategi DOTS 1, 4
DOTS (Directly Obseerved Treatment Shortcourse) adalah strategi yang telah
direkomendasi oleh WHO dalam penanggulangan tuberculosis. Strategi ini telah
dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1995. Berdasar strategi DOTS, setiap penderita
baru yang ditemukan harus selalu didampingi oleh seseorang yang telah dilatih
singkat tentang cara pengawasan langsung menelan obat jangka pendek setiap hari
(Pengawas Minum Obat = PMO, termasuk petugas kesehatan, kader, keluarga
penderita, penderita yang sudah sembuh, tokoh masyarakat), dengan tujuan untuk
menjamin pengobatan lengkap dan mencegah resistensi. Strategi DOTS dipandang
cukup efektif, namun sampai saat ini secara resmi DOTS hanya dilaksanakan di
Puskesmas.
Aspek Sosial Ekonomi
Pengobatan TB tidak terlepas dari masalah sosio-ekonomik, karena
pengobatan TB memerlukan kesinambungan pengobatan dalam jangka waktu yang
lama cukup lama, sehingga memerlukan biaya yang besar. Selain itu juga diperlukan
penanganan gizi yang baik. Edukasi yang ditujukan kepada pasien dan keluarganya
agar mengetahui tentang tuberkulosis juga penting dilakukan. 4
K. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada penderitaTB stadium lanjut : 1
Penyebaran infeksi ke organ lain, seperti otak, tulang , persendian, ginjal, dan
sebagainya
L. PROGNOSIS
Dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti umur anak, berapa lama telah
terinfeksi, luasnya lesi, keadaan gizi, keadaan sosial ekonomi keluarga, diagnosis dini,
pengobatan adekuat, dan adanya infeksi lain seperti morbili, pertusis, diare yang
berulang dan lain-lain. 5
Prognosis TB bervariasi menurut manifestasi klinisnya. Prognosis yang buruk
terkait dengan TB diseminata, milier, dan meningitis TB. Prognosis meningitis TB
bervariasi menurut tahap penyakit saat pengobatan dimulai. Tahap 1 ( tidak ada
gangguan neurologis fokal atau umum) memiliki prognosis yang baik, sedangkan
pasien pada stadium 3 (terdapat defek neurologis mayor, seperti koma, kejang,
gerakan abnormal misal koreoatetosis, paresis, paralisis) biasanya terdapat gejala sisa
seperti tuli, buta, retardasi mental. Angka mortalitas meningkat pada anak-anak usia
kurang dari 5 tahun (20 %) dan pada penderita TB lama, yaitu lebih dari 2 tahun (80
%). 2
Menurut WHO (1996), tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % dari
penderita TB akan meninggal, 25 % akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh
tinggi, dan 25 % sebagai kasus kronik yang tetap menular. 1
BAB III
KESIMPULAN
Tuberkulosis
merupakan
penyakit
infeksi
yang
disebabkan
oleh
penularan juga dapat per oral dan melalui kontak langsung misalnya melalui
luka atau lecet di kulit. Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. 4,
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun timbulnya
penyakit TB pada anak dibagi menjadi faktor risiko infeksi dan faktor risiko
basil
orang dewasa, yaitu masalah diagnosis dan terapi, akibatnya dapat terjadi
lingkungan sekitarnya. 4, 6
Evaluasi pengobatan penting dilakukan, karena diagnosis TB pada anak sulit
dan tidak jarang terjadi salah diagnosis. 4, 6
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, 2003, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Cetakan
ke-8, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
2. Batra, Vananda, MD, 2006,. Tuberculosis.
http://www.emedicine.com/ped/topic2321.htm
3. Catanzano, Tara, MD, 2005. Lung, Primary Tuberculosis.
http://www.emedicine.com/radio/topic411.htm
4. Rahajoe, N.N., Basir, D., Makmuri, Kartasasmita, C.B., 2005, Pedoman
Nasional Tuberkulosis Anak, Unit Koordinasi Pulmonologi Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta.
5. Widodo, Eddy, 2003. Tuberkulosis pada Anak : Diagnosis dan Tata Laksana.
Pediatrics Update, Jakarta. 67-76.