Anda di halaman 1dari 18

PENDAHULUAN

Susunan saraf pusat dan selaput pembungkusnya yang terlindungi dengan


baik oleh tulang tengkorak dan tulang belakang oleh sebab tertentu dapat
mengalami inflamasi sehingga menyebabkan berbagai macam manifestasi klinis.
Inflamasi yang terjadi pada selaput otak dan sumsung tulang belakang atau
meninges disebut meningitis. Pada umumnya meningitis disebabkan oleh infeksi
kuman patogen yang menginvasi meninges melalui pembuluh darah dibagian lain
dari tubuh, seperti virus, bakteri, spiroketa, fungus, protozoa dan metazoa.
Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri(1)
Meningitis menyebabkan berbagai macam gejala klinis dari ringan sampai
berat seperti demam, mual-muntah, nafsu makan menurun, sakit kepala,
kejang, penurunan kesadaran, dan defisit neurologis lain yang dapat
berlangsung lama atau menetap dan bahkan dapat menyebabkan kematian.(2)
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2009, angka
kematian akibat meningitis dan ensefalitis mencapai 0,8% dari seluruh
kematian yang terjadi pada semua golongan umur. Pada penelitian tersebut
didapatkan meningitis dan ensefalitis menempati peringkat ke-7 atau 3,2% dari
seluruh kematian akibat penyakit menular.(3)
Masih banyaknya kematian yang disebabkan oleh meningitis harus menjadi
perhatian bagi pihak pemerintah maupun kalangan medis, oleh karena itu
pemahaman yang baik tentang etiologi dan patofisiologi meningitis merupakan
bagian kunci untuk membantu dokter dan tenaga medis lainnya dalam membuat
diagnosis dini dan penatalaksanaan yang sesuai.

Anatomi dan Fisiologi Meningen


Meningen adalah selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang

belakang, melindungi struktur halus yang membawa pembuluh darah dan cairan
sekresi (cairan serebrospinal), dan memperkecil benturan atau getaran. Meningen
terdiri dari 3 lapisan, yaitu durameter, arakhnoid, dan piameter. (4)

Gambar 2.1. Anatomi Meningen

1. Durameter
Lapisan paling luar, menutup otak dan medula spinalis. Sifat dari
durameter yaitu tebal, tidak elastis, berupa serabut, dan berwarna abu-abu. Bagian
pemisah dura : falx serebri yang memisahkan kedua hemisfer dibagian
longitudinal dan tentorium yang merupakan lipatan dari dura yang membentuk
jaring- jaring membran yang kuat. Jaring ini mendukung hemisfer dan
memisahkan hemisfer dengan bagian bawah otak (fossa posterior). (4)
2. Arakhnoid
Merupakan membran bagian tengah, yaitu membran yang bersifat tipis dan
lembut yang menyerupai sarang laba-laba, oleh karena itu disebut arakhnoid.
Membran ini berwarna putih karena tidak dialiri darah. Pada dinding arakhnoid
terdapat

flexus

khoroid

yang

bertanggung

jawab

memproduksi

cairan

serebrospinal (CSS). Membran ini mempunyai bentuk seperti jari tangan yang
disebut arakhnoid vili, yang mengabsorbsi CSS. Pada usia dewasa normal CSS
diproduksi 500 cc dan diabsorbsi oleh vili 150 cc. (4)
3. Piameter
Merupakan membran yang paling dalam, berupa dinding yang tipis, transparan,
yang menutupi otak dan meluas ke setiap lapisan daerah otak. Piameter
berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur jaringan ikat yang disebut
trabekel. Piameter merupakn selaput tipis yang melekat pada permukaan otak
yang mengikuti setiap lekukan-lekukan pada sulkus-sulkus dan fisura- fisura, juga

melekat pada permukaan batang otak dan medula spinalis, terus ke kaudal sampai
ke ujung medula spinalis setinggi korpus vertebra. (4)
A. Definisi Meningitis
Meningitis adalah inflamasi pada meninges yang melapisi otak dan medula spinalis.
Hal ini paling sering disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, atau jamur) tetapi dapat juga
terjadi karena iritasi kimia, perdarahan subarachnoid, kanker atau kondisi lainnya. 5
Definisi lain menyebutkan meningitis adalah sindrom klinis yang ditandai dengan
peradangan pada meninges, yaitu lapisan membran yang melapisi otak dan sumsum
tulang belakang.

B. Definisi Meningitis Tuberkulosis


Berbagai penyakit dapat menyerang susunan saraf pusat. Salah satunya adalah
peradangan pada selaput otak, yang sering disebut meningitis. Meningitis
merupakan penyakit susunan saraf pusat yang dapat menyerang semua orang.
Bayi, anak-anak, dan dewasa muda merupakan golongan usia yang mempunyai
resiko tinggi untuk terkena meningitis. 3
Pengetahuan yang benar mengenai meningitis tuberkulosis dapat membantu
untuk mengurangi angka kematian penderita akibat meningitis, mengingat bahwa
insiden kematian akibat meningitis masih cukup tinggi. 4
Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak (meningen)
yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini
merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit
tuberkulosis paru. Infeksi primer muncul di paru-paru dan dapat menyebar secara
limfogen dan hematogen ke berbagai daerah tubuh di luar paru-paru, seperti
perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak. 3
C. Etiologi
Meningitis

dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada

cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa ditandai
dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih.
Penyebab yang paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis
purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan

eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus.
Meningitis Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi.

Kali ini akan dibahas tentang meningitis tuberkulosa. Mycobacterium


tuberkulosis merupakan bakteri berbentuk batang pleomorfik gram positif,
berukuran 0,4-3m mempunyai sifat tahan asam, dapat hidup selama bermingguminggu dalam keadaan kering, serta lambat bermultiplikasi (setiap 15 sampai 20
jam). Bakteri ini merupakan salah satu jenis bakteri yang bersifat intracellular
pathogen pada hewan dan manusia. Selain Mycobacterium tuberkulosis, spesies
lainnya yang juga dapat menimbulkan tuberkulosis adalah Mycobacterium bovis,
Mycobacterium africanum, Mycobacterium microti. 4

Gambar 2.2. Mycobacterium tuberculosis secara mikroskopis 4

D. Epidemiologi Meningitis Tuberkulosis


Tuberkulosis yang menyerang SSP (Sistem Saraf Pusat) ditemukan dalam tiga
bentuk, yakni meningitis, tuberkuloma, dan araknoiditis spinalis. Ketiganya sering
ditemukan di negara endemis TB, dengan kasus terbanyak berupa meningitis
tuberkulosis. Di Amerika Serikat yang bukan merupakan negara endemis
tuberkulosis, meningitis tuberkulosis meliputi 1% dari semua kasus tuberkulosis. 5
Di Indonesia, meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan karena
morbiditas tuberkulosis pada anak masih tinggi. Penyakit ini dapat saja
menyerang semua usia, termasuk bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah
yang masih rendah. Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak umur 6 bulan
sampai dengan 4 atau 6 tahun, jarang ditemukan pada umur dibawah 6 bulan,
4

hampir tidak pernah ditemukan pada umur dibawah 3 bulan. Meningitis


tuberkulosis menyerang 0,3% anak yang menderita tuberkulosis yang tidak
diobati. Angka kematian pada meningitis tuberkulosis berkisar antara 10-20%.
Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18% pasien yang akan kembali
normal secara neurologis dan intelektual. (7)
E. Patofisiologi Meningitis Tuberkulosis
Meningitis tuberkulosis pada umumnya muncul sebagai penyebaran
tuberkulosis primer. Biasanya fokus infeksi primer ada di paru-paru, namun dapat
juga ditemukan di abdomen (22,8%), kelenjar limfe leher (2,1%) dan tidak
ditemukan adanya fokus primer (1,2%). Dari fokus primer, kuman masuk ke
sirkulasi darah melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional, dan dapat
menimbulkan infeksi berat berupa tuberkulosis milier atau hanya menimbulkan
beberapa fokus metastase yang biasanya tenang. (8)
Pendapat yang sekarang dapat diterima dikemukakan oleh Rich tahun 1951.
Terjadinya meningitis tuberkulosis diawali olen pembentukan tuberkel di otak,
selaput otak atau medula spinalis, akibat penyebaran kuman secara hematogen
selama masa inkubasi infeksi primer atau selama perjalanan tuberkulosis kronik
walaupun jarang. 6 Bila penyebaran hematogen terjadi dalam jumlah besar, maka
akan langsung menyebabkan penyakit tuberkulosis primer seperti TB milier dan
meningitis tuberkulosis. Meningitis tuberkulosis juga dapat merupakan reaktivasi
dari fokus tuberkulosis (TB pasca primer). Salah satu pencetus proses reaktivasi
tersebut adalah trauma kepala. (7)
Kuman kemudian langsung masuk ke ruang subarachnoid atau ventrikel.
Tumpahan protein kuman tuberkulosis ke ruang subarakhnoid akan merangsang
reaksi hipersensitivitas yang hebat dan selanjutnya akan menyebabkan reaksi
radang yang paling banyak terjadi di basal otak. Selanjutnya meningitis yang
menyeluruh akan berkembang.
Patogenesis terjadinya meningitis tuberkulosis secara skematis, dapat diamati
sebagai berikut:(8)
BTA masuk tubuh

Tersering melalui inhalasi


Jarang pada kulit, saluran cerna

Multiplikasi

Infeksi paru / fokus infeksi lain

Penyebaran hematogen

Meningens

Membentuk tuberkel

BTA tidak aktif / dormain

Bila daya tahan tubuh menurun

Rupture tuberkel meningen

Pelepasan BTA ke ruang subarachnoid

MENINGITIS TUBERKULOSA

F. Manifestasi Klinis
Gejala klasik berupa trias meningitis mengenai kurang lebih 44% penderita
meningitis bakteri dewasa. Trias meningitis tersebut sebagai berikut: (2)
1. Demam
2. Nyeri kepala
3. Kaku kuduk.
Selain itu meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak,
letargi, mual muntah, penurunan nafsu makan, nyeri otot, fotofobia, mudah mengantuk,
bingung, gelisah, parese nervus kranialis dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan
pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal.(2)

Menurut Lincoln, manifestasi klinis dari meningitis tuberkulosis dapat


dikelompokkan dalam tiga stadium, yaitu:
1. Stadium I (stadium inisial / stadium non spesifik / fase prodromal)
Prodromal berlangsung 1 - 3 minggu.
Biasanya gejalanya tidak khas.
Timbul perlahan-lahan.
Tanpa kelainan neurologis.
Gejala yang biasa muncul:

o Demam (tidak terlalu tinggi).


o Rasa lemah.
o Nafsu makan menurun (anorexia).
o Nyeri perut.
o Sakit kepala.
o Tidur terganggu.
o Mual.
o Muntah.
o Konstipasi.
o Apatis.
o Irritable.
Pada bayi, irritable dan ubun-ubun menonjol merupakan manifestasi yang
sering ditemukan, sedangkan pada anak yang lebih tua memperlihatkan perubahan
suasana hati yang mendadak, prestasi sekolah menurun, letargi, apatis, mungkin
saja tanpa disertai demam dan timbul kejang intermiten. Kejang bersifat umum
dan didapatkan sekitar 10-15%.
Jika sebuah tuberkel pecah ke dalam ruang sub arachnoid maka stadium I
akan berlangsung singkat sehingga sering terabaikan dan akan langsung masuk ke
stadium III.
2. Stadium II (stadium transisional / fase meningitik)
Pada fase ini terjadi rangsangan pada selaput otak / meningen. Ditandai
oleh adanya kelainan neurologik, akibat eksudat yang terbentuk diatas lengkung
serebri. Pemeriksaan kaku kuduk (+), refleks Kernig dan Brudzinski (+) kecuali
pada bayi.

Gambar 2.3. Kaku kuduk pada penderita meningitis

Dengan berjalannya waktu, terbentuk infiltrat (massa jelly berwarna abu)


di dasar otak menyebabkan gangguan otak / batang otak. Pada fase ini, eksudat
yang mengalami organisasi akan mengakibatkan kelumpuhan saraf kranial dan
hidrosefalus, gangguan kesadaran, papiledema ringan serta adanya tuberkel di
koroid. Vaskulitis menyebabkan gangguan fokal, saraf kranial dan kadang medulla
spinalis. Hemiparesis

yang

timbul

disebabkan

karena

infark/

iskemia,

quadriparesis dapat terjadi akibat infark bilateral atau edema otak yang berat.
Pada anak berusia di bawah 3 tahun, iritabel dan muntah adalah gejala
utamanya, sedangkan sakit kepala jarang dikeluhkan. Sedangkan pada anak yang
lebih besar, sakit kepala adalah keluhan utamanya, dan kesadarannya makin
menurun.
Gejala yang dapat muncul, yaitu antara lain:
Akibat rangsang meningen sakit kepala berat dan muntah (keluhan

utama).
Akibat peradangan / penyempitan arteri di otak, antara lain:
o disorientasi
o bingung
o kejang
o tremor
o hemibalismus / hemikorea
o hemiparesis / quadriparesis
o penurunan kesadaran
o Gangguan otak / batang otak / gangguan saraf kranial: saraf kranial

yang sering terkena adalah saraf otak III, IV, VI, dan VII
- strabismus
- diplopia
- ptosis
- reaksi pupil lambat
- gangguan penglihatan kabur
3. Stadium III (koma / fase paralitik)
Terjadi percepatan penyakit, berlangsung selama 2-3 minggu. Pada
stadium ini gangguan fungsi otak semakin tampak jelas. Hal ini terjadi akibat
infark batang otak akibat lesi pembuluh darah atau strangulasi oleh eksudat yang
mengalami organisasi. Gejala-gejala yang dapat timbul, antara lain:
pernapasan irregular
demam tinggi
edema papil
hiperglikemia
8

kesadaran makin menurun


irritable dan apatik
mengantuk
stupor
koma
otot ekstensor menjadi kaku dan spasme
opistotonus
pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali
nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur
hiperpireksia

Tiga stadium tersebut di atas biasanya tidak jelas batasnya antara satu dengan
yang lain, tetapi bila tidak diobati biasanya berlangsung 3 minggu sebelum pasien
meninggal. Dikatakan akut bila 3 stadium tersebut berlangsung selama 1 minggu.
G. Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis dapat diketahui dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesa
Pada anamnesa dapat diketahui adanya trias meningitis seperti demam, nyeri
kepala dan kaku kuduk. Gejala lain seperti mual muntah, penurunan nafsu
makan, mudah mengantuk, fotofobia, gelisah, kejang dan penurunan
kesadaran.(2), Anamnesa dapat dilakukan pada keluarga pasien yang dapat
dipercaya jika tidak memungkinkan untuk autoanamnesa.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat mendukung diagnosis meningitis biasanya
dilakukan pemeriksaan rangsang meningeal. Yaitu sebagai berikut : (10)
a. Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi
kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan
tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme
otot.
b. Pemeriksaan Kernig
Pasien berbaring terlentang, dilakukan fleksi pada sendi panggul
kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa
rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak
mencapai sudut 135 (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai
spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.
9

c. Pemeriksaan Brudzinski I (Brudzinski leher)


Pasien berbaring dalam sikap terlentang, tangan kanan ditempatkan
dibawah kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang
satu lagi ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya
badan kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh
dada. Brudzinski I positif (+) bila gerakan fleksi kepala disusul dengan
gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara
reflektorik.

d. Pemeriksaan Brudzinski II (Brudzinski Kontralateral tungkai)


Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada
sendi panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II
positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi
panggul dan lutut kontralateral.

e. Pemeriksaan Brudzinski III (Brudzinski Pipi)


Pasien tidur terlentang tekan pipi kiri kanan dengan kedua ibu
jari pemeriksa tepat di bawah os ozygomaticum.Tanda Brudzinski III
f.

positif (+) jika terdapat flexi involunter extremitas superior.


Pemeriksaan Brudzinski IV (Brudzinski Simfisis)
Pasien tidur terlentang tekan simpisis pubis dengan kedua ibu jari
tangan pemeriksaan. Pemeriksaan Budzinski IV positif (+) bila terjadi

flexi involunter extremitas inferior.


g. Pemeriksaan Lasegue
Pasien tidur terlentang, kemudian diextensikan kedua tungkainya. Salah
satu tungkai diangkat lurus. Tungkai satunya lagi dalam keadaan lurus.
Tanda lasegue positif (+) jika terdapat tahanan sebelum mencapai sudut
70 pada dewasa dan kurang dari 60 pada lansia.

10

Pada pemeriksaan cairan otak dan tulang belakang / liquor cerebrospinalis


(dengan cara pungsi lumbal) didapatkan:(11)
Warna: jernih (khas), bila dibiarkan mengendap akan membentuk batangbatang. Dapat juga berwarna xanhtochrom bila penyakitnya telah

berlangsung lama dan ada hambatan di medulla spinalis.


Jumlah sel: 100 500 sel / l. Mula-mula, sel polimorfonuklear dan
limfosit

sama

banyak

jumlahnya,

atau

kadang-kadang

sel

polimorfonuklear lebih banyak (pleositosis mononuklear). Kadang

kadang, jumlah sel pada fase akut dapat mencapai 1000 / mm3.
Kadar protein: meningkat (dapat lebih dari 200 mg / mm 3). Hal ini
menyebabkan liquor cerebrospinalis dapat berwarna xanthochrom dan
pada permukaan dapat tampak sarang laba-laba ataupun bekuan yang

menunjukkan tingginya kadar fibrinogen.


Kadar glukosa: biasanya menurun (liquor cerebrospinalis dikenal sebagai
hipoglikorazia. Adapun kadar glukosa normal pada liquor cerebrospinalis

adalah 60% dari kadar glukosa darah.


Kadar klorida normal pada stadium awal, kemudian menurun.
Pada pewarnaan Gram dan kultur liquor cerebrospinalis dapat ditemukan
kuman.
Untuk mendapatkan hasil positif, dianjurkan untuk melakukan pungsi
lumbal selama 3 hari berturut-turut. Terapi dapat langsung diberikan tanpa
menunggu hasil pemeriksaan pungsi lumbal kedua dan ketiga.

Dari Pemeriksaan Radiologis(4)


`Pemeriksaan radiologis meliputi pemeriksaan foto thorax, foto kepala, CT-Scan dan
MRI. Foto thorax untuk melihat adanya infeksi sebelumnya pada paru-paru misalnya
pada pneumonia dan tuberkulosis, foto kepala kemungkinan adanya penyakit pada
mastoid dan sinus paranasal. Pemeriksaan CT-Scan dan MRI tidak dapat dijadikan
pemeriksaan diagnosis pasti meningitis. Beberapa pasien dapat ditemukan adanya

11

enhancemen meningeal, namun jika tidak ditemukan bukan berarti meningitis dapat
disingkirkan.
Berdasarkan pedoman pada Infectious Diseases Sosiety of America (IDSA),
berikut ini adalah indikasi CT-Scan kepala sebelum dilakukan lumbal pungsi yaitu :
1) Dalam keadaan Immunocompromised
2) Riwayat penyakit pada sistem syaraf pusat (tumor, stroke, infeksi
3)
4)
5)
6)

fokal)
Terdapat kejang dalam satu minggu sebelumnya
Papiledema
Gangguan kesadaran
Defisit neurologis fokal

Temuan pada CT-Scan dan MRI dapat normal, penipisan sulcus, enhancement kontras
yang lebih konveks. Pada fase lanjut dapat pula ditemukan infark vena dan hidrosefalus
komunikans.

Gambar 7. CT-Scan pada Meningitis Bakteri. Didapatkan ependimal


enhancement dan ventrikulitis (diambil dari kepustakaan 4)

12

Gambar 8. MRI pada meningitis bakterial akut. Contrast-enhanced,


didapatkan leptomeningeal enhancement (diambil dari kepustakaan 2)

H. Pengobatan Meningitis Tuberkulosis


Pengobatan meningitis tuberkulosis harus tepat dan adekuat, termasuk
kemoterapi yang sesuai, koreksi gangguan cairan dan elektrolit, dan penurunan
tekanan intrakranial. Terapi harus segera diberikan tanpa ditunda bila ada
kecurigaan klinis ke arah meningitis tuberkulosis.

(8)

Terapi diberikan sesuai

dengan konsep baku tuberkulosis yakni:


Fase intensif selama 2 bulan dengan 4 sampai 5 obat anti tuberkulosis,
yakni isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol. Terapi
dilanjutkan dengan 2 obat anti tuberkulosis, yakni isoniazid dan rifampisin hingga
12 bulan.
Terapi untuk meningitis terbagi menjadi terapi umum dan terapi khusus,
yaitu:
Terapi Umum
Istirahat mutlak, bila perlu diberikan perawatan intensif
Pemberian gizi tinggi kalori tinggi protein
Posisi penderita dijaga agar tidak terjadi dekubitus.
Keseimbangan cairan tubuh
Perawatan kandung kemih dan defekasi
Mengatasi gejala demam, kejang.

13

Terapi Khusus
a. Penatalaksanaan meningitis serosa meliputi:
Rejimen terapi : 2RHZE - 7RH
Untuk 2 bulan pertama.
INH
: 1 x 400 mg/hari, oral
Rifampisin
: 1 x 600 mg/hari, oral
Pirazinamid : 15-30 mg/kgBB/hari, oral
Etambutol
:15-20 mg/kgBB/hari, oral
Untuk 7-12 bulan selanjutnya.
INH
: 1 x 400 mg/hari, oral
Rifampisin
: 1 x 600 mg/hari, oral
Steroid, diberikan untuk :
Menghambat reaksi inflamasi
Mencegah komplikasi infeksi
Menurunkan edem cerebri
Mencegah perlengketan arachnoid dan otak
Mencegah arteritis/ infark otak
Indikasi :
Kesadaran menurun
Defisit neurologi fokal
Dosis : Dosis Dexametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4-5 mg
intravena selama 2-3 minggu, selanjutnya turunkan perlahan selama 1
bulan.
b. Penatalaksanaan meningitis Purulenta
Pemberian antibiotika harus cepat dan tepat sesuai dengan bakteri
penyebabnya dan dalam dosis yang cukup tinggi. Sambil menunggu hasil
biakan sebaiknya diberikan antibiotika dengan spektrum luas. Antibiotika
diberikan selama 10-14 hari atau sekurang-kurangnya 7 hari setelah bebas

demam.
Penisilin G dosis 1-2 juta unit setiap 2 jam untuk infeksi Pneumococcus,

Streptococcus, Meningiococcus.
Kloramphenicol dosis 4 x 1 g/hari atau ampisilin 4 x 3 g/hari untuk infeksi

Haemophilus.
Gentamisin untuk infeksi E.coli. Klebsiella, Proteus, dan kuman-kuman
gram negatif.

14

I. Diagnosis Banding
Meningitis dapat didiagnosis banding dengann penyakit dibawah ini :(2)
1. Abses serebral
2. Ensefalitis
3. Neoplasma serebral
4. Perdarahan Subarachnoid
J. Komplikasi Meningitis
Komplikasi meningitis pada onset akut dapat berupa perubahan status mental,
edema serebri dan peningkatan tekanan intrakranial, kejang, empiema atau efusi
subdural, parese nervus kranialis, hidrosefalus, defisit sensorineural, hemiparesis
atau quadriparesis, kebutaan. Pada onset lanjut dapat terjadi epilepsi, ataxia,
abnormalitas serebrovaskular, intelektual yang menurun dan lain sebagainya.
Komplikasi sistemik dari meningitis adalah syok septik, disseminated
intravascular coagulaton (DIC), gangguan fungsi hipotalamus atau disfungsi
endokrin, kolaps vasomotor dan bahkan dapat menyebabkan kematian. (12)
K. Prognosis
Prognosis meningitis tergantung kepada u

mur, mikroorganisme spesifik yang

menimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis meningitis


dan lama penyakit sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia neonatus, anak-anak dan
dewasa tua mempunyai prognosis yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkan cacat
berat dan kematian.
Pengobatan

(13)

antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas meningitis

purulenta, tetapi 50% dari penderita yang selamat akan mengalami sequelle (akibat sisa).
Lima puluh persen meningitis purulenta mengakibatkan kecacatan seperti ketulian,

15

keterlambatan berbicara dan gangguan perkembangan mental, dan 5 10% penderita


mengalami kematian.

(13)

Pada meningitis Tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada umumnya tinggi.
Prognosa jelek pada bayi dan orang tua. Angka kematian meningitis TBC dipengaruhi
oleh umur dan pada stadium berapa penderita mencari pengobatan. Penderita dapat
(14)

meninggal dalam waktu 6-8 minggu.


Penderita

meningitis karena virus biasanya menunjukkan gejala klinis yang lebih

ringan,penurunan kesadaran jarang ditemukan. Meningitis viral memiliki prognosis yang


jauh lebih baik. Sebagian penderita sembuh dalam 1 2 minggu dan dengan pengobatan
yang tepat penyembuhan total bisa terjadi.

(12)

L. Pencegahan Meningitis
1. Pencegahan Primer
Tujuan pe
ncegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko
meningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan
(13)

melaksanakan pola hidup sehat.


Pencegahan
dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis
pada bayi agar dapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat
diberikan seperti Haemophilus influenzae type b (Hib), Pneumococcal
conjugate vaccine (PCV7), Pneumococcal polysaccaharide vaccine (PPV),
Meningococcal

conjugate

vaccine (MCV4), dan MMR (Measles dan

Rubella).(15) Imunisasi Hib Conjugate vaccine (Hb- OC atau PRP-OMP)


dimulai sejak usia 2 bulan dan dapat digunakan bersamaan dengan jadwal
imunisasi lain seperti DPT, Polio dan MMR.

(10)

Vaksinasi Hib dapat

melindungi bayi dari kemungkinan terkena meningitis Hib hingga 97%.


Pemberian imunisasi vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh WHO,
pada bayi 2-6 bulan sebanyak 3 dosis dengan interval satu bulan, bayi 712 bulan di berikan

2 dosis dengan interval waktu satu bulan, anak 1-5

tahun cukup diberikan satu dosis. Jenis imunisasi ini tidak dianjurkan

16

diberikan pada bayi di bawah 2 bulan karena dinilai belum dapat membentuk
(16)

antibodi.
Meningitis

Meningococcus

dapat

dicegah

dengan

pemberian

kemoprofilaksis (antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup


11

serumah dengan penderita. Vaksin yang dianjurkan adalah jenis vaksin


(15)

tetravalen A, C, W135 dan Y.


Meningitis
TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh
dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG.
Hunian sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over crowded
2

(luas lantai > 4,5 m /orang), ventilasi 10 20% dari luas lantai dan
(17)

pencahayaan yang cukup.


Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak langsung
dengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan
perumahan dan di lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal.
Meningitis juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene
seperti mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah dari toilet.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan
sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat
masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat
menghentikan perjalanan penyakit. Pencegahan sekunder dapat dilakukan
dengan diagnosis dini dan pengobatan segera. Deteksi dini juga dapat
ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan serta keluarga untuk
(17)

mengenali gejala awal meningitis.


Dalam mendiagnosa
penyakit dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik,
pemeriksaan cairan otak, pemeriksaan laboratorium yang meliputi test darah
dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru .

(18)

Selain itu juga dapat dilakukan

surveilans ketat terhadap anggota keluarga penderita, rumah penitipan


anak dan kontak dekat lainnya untuk menemukan penderita secara dini.
(14)

3. Pencegahan Tertier.
Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan
lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada

17

tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan


kecacatan akibat meningitis, dan membantu penderita untuk melakukan
penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang tidak diobati lagi, dan
mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak
panjang

misalnya

tuli

atau

ketidakmampuan

neurologis

jangka
(18)

untuk belajar.

Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan mengurangi


cacat.

(11)

18

Anda mungkin juga menyukai