Anda di halaman 1dari 18

TUGAS BESAR I

TERMODINAMIKA I
BAGIAN 2 (HALAMAN 15-30)

DISUSUN OLEH:
Verdy Putra/ 2013620013/ E
Ridwan Wijaya/ 2013620074/ E
Michael Alan SW/ 2013620084/ E
Vincentius Okta C/ 2013620086/ E
Henry Richky K/ 2013620118/ E

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
BANDUNG
15

2015
1.3.2. Hubungan P-V-T. Besaran Kritis.
Isoterm gas nyata berbeda daripada isotherm gas ideal, terutama pada temperatur rendah,
seperti terlihat pada gmb(1-5) untuk gas karbondioksida. Pada temperatur dan tekanan
rendah, misalnya pada A, karbondioksida
berada sebagai gas. Bila tekanan dinaikkan,
pada temperatur tetap, maka volum akan
berkurang sesuai dengan kurva AB. Pada B gas
mulai mencair dan selama pencairan ini tekanan
gas (sama dengan tekanan uap CO cair pada
temperatur yang bersangkutan) tidak akan
berubah. Pada C semua gas telah mencair;
kenaikkan tekanan yang sangat besar sesudah
titik ini (kurva CD) disebabkan karena fluida
sulit dimampatkan. Perubahan pada temperatur
yang lebih tinggi, misalnya pada 21,5C,
memperlihatkan pola perubahan yang sama
kecuali bahwa titik-titik B dan C lebih
berdekatan kedudukkannya. Pada 31,1C kedua
titik ini berimpit, sedangkan di atas temperatur
ini tidak lagi terdapat bagian yang datar pada
isotherm. Hal ini berarti bahwa di atas
temperatur 31,1C karbon dioksida tidak dapat dicairkan, sekalipun pada tekanan yang tinggi.
Temperatur ini disebut temperatur kritis (Tc) dan titik K adalah titik kritis. Tekanan dan
volum pada titik kritis adalah masing-masing tekanan kritis (Pc) dan volum kritis (Vc).
Makin tinggi temperatur berada di atas temperatur kritis makin mirip isotherm dengan
isoterm gas ideal (misalnya pada 48,1C). Gas dan cairan hanya dapat ditemukan bersamasama pada daerah di bawah kurva CKB. Diagram, seperti pada gambar (1-5), penting sekali
dalam proses pencairan gas.
1.3.3. PersamaanKeadaan van der Waals.
Oleh karena persamaan keadaan gas ideal tidak berlaku untuk gas nyata, kecuali pada tekanan
yang cukup rendah, telah diadakan berbagai usaha untuk menemukan persamaan lain yang
lebih sesuai.
Van der Waals (1873) bertitik tolak dari persamaan gas ideal ,

PV =nRT , dan dengan cara

mengadakan koreksi terhadap tekanan P dan volum V dalam persamaan ini, berhasil
menurunkan suatu persamaan yang lebih memuaskan. Koreksi terhadap tekanan didasarkan
atas pertimbangan bahwa antara molekul-molekul gas terdapat gaya tarik-menarik. Pada
sebuah molekul di bagian dalam wadah gaya-gaya tarikmenarik yang dialami molekul ini
oleh molekul-molekul di sekitarnya saling meniadakan, akan tetapi pada molekul di dekat
dinding wadah ada gaya sisa yang terarah ke dalam. Karena tekanan gas disebabkan oleh
tabrakan molekul-molekul pada dinding, maka dengan adanya gaya sisa itu tekanan gas akan
menjadi lebih kecil.

16

Menurut van der Waals, jika P ialah tekanan gas yang diamati dan

Pid

ialah tekanan gas

dalam keadaan ideal, maka


P=Pid p '
Dengan p ialah besarnya pengurangan tekanan yang disebaban karena gaya tarikmenarik
antar-molekul. Besarnya p ditentukan oleh besarnya gaya tarikmenarik antar molekulmolekul yang bertabrakan dengan dinding wadah dan molekul-molekul lainnya. Gaya tarik
menarik yang dialami oleh sebuah molekul sesaat sebelum bertabrakan dengan dinding
wadah sebanding dengan kosentrasi molekul-molekul gas. Pada setiap saat jumlah molekul
yang bertabrakan dengan dinding juga sebanding dengan konsentrasi gas, sehingga jika C
menyatakan konsentrasi gas, dalam Mol liter-1, p akan berbanding lurus dengan C. Karena
n
C=
v , dengan n dan V masing-masing ialah jumlah Mol gas dan volum wadah, maka

p'

n
v

()

atau,
p' =a

n
v

()

sehingga
P=Pid a

n
v

()

atau
n2 a
Pid =P+ 2 (1.20)
V
Koreksi terhadap volum dalam persamaan gas ideal diperlukan, karena molekul gas
mempunyai volum sendiri. Pada gas ideal molekul gas dianggap tidak mempunyai ukuran
sehingga dapat bergerak di seluruh ruangan wadah. Karena molekul mempunyai volum
sendiri, ada sebagian dari ruangan wadah yang tidak dapat lagi dipergunakan untuk gerakan
molekul, dengan kata lain ada sebagian dari ruangan yang tersisihkan untuk gerakan molekul.
Jika volum yang tersisihkan dinyatakan dengan V dan volum yang diamati ialah V, maka
volum ideal diberikan oleh :
V id =V V '

17

Besarnya volum tersisihkan bergantung pada jumlah dan ukuran molekul. Dengan
menganggap molekul sebagai bola kaku, volum tersisihkan dapat ditentukan sebagai berikut.
Pada gmb(1-6) tertera dua buah molekul, masing-masing dengan jari-jari r, yang saling
bersentuhan. Jika melalui molekul yang kiri digambarkan sebuah bola dengan jari-jari 2r,
maka dapat dilihat bahwa titik tengah dari molekul yang satu lagi tidak dapat menembus bola
ini. Volum dari bola ini, yang
merupakan volum tersisihkan tiap
pasangan
molekul,
ialah
4
4
( 2 r )3=8 ( r 3 ) ,
sehingga
3
3
volum tersisihkan tiap molekul menjadi
4
4 ( r 3 ) . Karena volum molekul
3
ialah

4
3

r3 ) maka volum

tersisihkan tiap molekul sama dengan empat kali volum molekul.


Dalam satu mol gas volum terisisihkan menjadi empat kali volum dari N 0 molekul (N0 =
bilangan avogadro). Jika volum tersisihkan ini dinyatakan b, maka :
V =n b
sehingga
V id =V n b(1.21)
Hasil kali tekanan ideal dan volum ideal dari n mol gas sama dengan n RT,
Pid . V id =n RT
dan substitusi dari pers (1.20) dan (1.21) ke dalam persamaan ini memberikan ,
(P+

n2 a
)(V nb)=n RT
2
V

(1.22)

Persamaan ini terkenal sebagai persamaan keadaan Van der Waals. Tetapan-tetapan a dan b
dapat ditentukan dari data P.V.T. atau dari tetapan-tetapan kritis (lihat fatsal berikutnya).
Persamaan Van der Waals merupakan suatu perbaikan yang nyata terhadap persamaan gas
ideal, seperti dapat dinilai dari tabel 1.3. Pada tekanan tinggi persamaan Van der Waals tidak
memuaskan ; hal ini disebabkan karena ternyata tetapan-tetapan a dan b merupakan fungsi
dari tekanan dan temperatur.
Tabel 1.3
18

Perbandingan antara persamaan ideal dan persamaan


Van der Waals pada 100oC ( P dalam atm)

Hidrogen
P eksp

Pid

Karbon dioksida
Pv .d .w

Pid

Pv .d .w

50

48,7

50,2

57

49,5

75

72,3

75,7

92,3

73,3

100

95

100,8

133,5

95,8

19

1.3.4 Beberapa Implikasi dari Persamaan Van der Waals


1. Interpretasi kurva Z-P
Dengan menggunakan persamaan Van der Waals dapat diterangkan kurva faktor daya
mampat (lihat gmb 1.3), sebagai berikut :
Untuk satu mol gas
( P+

a
)(V b)=RT
2
V

PV =RT +b P

a ab
+
V V2

sehingga,
Z=

PV
a
ab
=1+b P
+ 2
RT
VRT v RT

Untuk dapat menyatakan Z sebagai fungsi dari P dan T maka sebagai pendekatan
V =RT /P disubstitusikan ke dalam persamaan di atas :
Z =1+

1
a
ab
2
(b
) P+
P
RT
RT
( RT ) 3

(1.23)

Arah lereng dari kurva Z = f(P), pada T tetap, diberikan oleh :

( ZP ) = RT1 (b RTa )+ ( 2RTab) P


3

(1.24)

Pada P = 0,

( ZP ) = RT1 (b RTa )
T

(1.25)

Menurut pers (1.25):


(a) bila

a
RT

, maka

( ZP ) >0
T

pada P = 0, dan kurva Z-P akan letak di atas garis

Z=1. Keadaan ini misalnya diperlihatkan oleh hydrogen pada 0oC.

15

(b) bila

a
RT

, maka

( ZP ) <0
T

pada P = 0, dan kurva factor daya mampat akan

mula-mula turun, seperti halnya pada N2 dan CH4 pada 0oC.


Z
a
(
) =0
b=
(c) bila
,
maka
pada P = 0. Hal ini berarti bahwa garis Z = 1
P T
RT
menyinggung kurva Z-P pada P = 0. Ini terjadi pada temperatur Boyle. Jadi pada
temperatur Boyle akan berlaku,
a
b=
RT B
sehingga,
T B=

a
Rb

(1.26)

Persamaan ini dapat digunakan untuk memperkirakan temperatur boyle dari tetapantetapan van der waals. Misalnya untuk gas metana, a=2,25 liter2atm.Mol-2 dan
b=0,0428 liter Mol-1, sehingga TB=2,25/(0,0821)(0,0428)=640K.
Dalam banyak hal hasil perhitungan dari pers(1.26) tidak sesuai dengan hasil
eksperimen. Misalnya untuk gas O2 temperatur Boyle yang ditentukan secara
eksperimen adalah 423K sedangkan persamaan di atas memberikan harga 521K.
Pertanyaan:
Nyatakan tekanan pada titik minimum kurva Z-P dalam tetapan-tetapan van der Waals.
2. Isoterm Persamaan van der Waals.
Persamaan van der Waals, untuk satu mol gas, dapat dinyatakan sebagai,
P=

RT
a
2
V b V

Dari harga-harga a dan b hubungan P-V dapat dihitung pada setiap temperatur. Hasil
perhitungan ini, untuk gas karbon dioksida,
tertera pada gmb (1-7). Pada umumnya
isoterm-isoterm ini mirip dengan yang
diperoleh secara eksperimen. Misalnya
isoterm pada 50oC serupa dengan isoterm
pada 48,1oC pada gmb(1-5). Akan tetapi di
bawah temperatur kritis, kurva yang
menunjukkan koeksistensi antara uap dan
cairan bukan merupakan garis lurus,
melainkan yang berbentuk S, misalnya pada
15oC. Bila gas pada temperatur ini
seharusnya mulai terjadi kondensasi pada
titik A. Pada kondisi tertentu kondensasi ini
dapat dihindarkan dan tekanan gas
melampaui tekanan kesetimbangan yang
16

sesuai dengan temperatur ini. Bagian kurva AA, yang menyatakan uap lewat jenuh
merupakan keadaan metastabil, dapat terealisasi dengan cara penurunan tekanan secara
perlahan-lahan. Bagian kurva A B C tidak dapat diwujudkan secara eksperimen.
Pertanyaan: Tunjukkan bahwa menurut persamaan van der Waals, pada temperatur di bawah
temperatur kritis, untuk setiap harga dari P ada tiga harga dari V.

3. Evaluasi Tetapan-tetapan van der waals.


Pada gmb (1-7) titik kritis K merupakan titik belok pada kurva P-V, oleh karena itu pada titik
ini berlaku,
2

P
P
( 2 ) =0
=0
dan V T
V T

( )

Persamaan van der Waals untuk satu Mol gas pada titik kritis dapat diberikan sebagai,
Pc =

RTc
a
2
Vcb V c

(1.27)

sehingga,
(

Pc
RTc
2a
) =
+ 3 =0
2
Vc Tc (Vcb) V c

(1.28)

dan
2 Pc
Vc2

(1.29)

Dari ketiga persamaan ini dapat diturunkan,


a=3Vc 2 Pc

(1.30)

1
b= Vc
3

R=

(1.31)

8 PcVc
3 Tc

(1.32)

17

Biasanya tetapan-tetapan van der walls dinyatakan sebagai fungsi dari Pc dan Tc saja, oleh
karena volum kritis, Vc, tidak mudah ditentukan dengan teliti. Eliminasi dari Vc pada pers
(1.30) dan pers (1.31) melalui pers (1.32) memberikan,
a=

27 R2 Tc 2
64 Pc

b=

(1.33)

RTc
8 Pc

(1.34)

Dari kedua persamaan terakhir ini dapat dievaluasi tetapan-tetapan a dan b dari besaranbesaran kritis Tc dan Pc.
Besaran-besaran kritis dapat pula dinyatakan sebagai fungsi dari a dan b melalui persamaan
(1.30), (1.31), dan (1.32). Hasilnya ialah:
Vc=3 b
a
27 b 2

(1.36)

8a
27 Rb

(1.37)

Pc=

Tc=

(1.35)

Pada tabel 1-4 tertera tetapan-tetapan kritis dan tetapan-tetapan van der Waals untuk sejumlah
gas. Tetapan van der Waals dihitung dari tetapan kritis melalui pers (1.33) dan pers (1.34)
Tabel 1.4
Tetapan kritis dan tetapan v.d. Waals
Gas

T (oK)

Pc (atm)

Vc (cc.mol-1)

a (L2 atm M-1)

b (cc.mol-1)

He

5,23

2,26

57,6

0,0341

23,6

H2

33,3

12,8

65,0

0,245

26,7

N2

126,1

33,5

90,0

1,39

39,4

CO

133,0

34,53

90,0

1,49

39,9

Ar

150,8

48,0

75,5

1,35

32,2

18

O2

154,4

49,7

74,4

1,36

31,8

C2H4

282,9

50,9

127,5

4,47

57,1

CO2

304,2

73,0

95,7

3,59

42,7

NH3

405,6

112,0

72,4

4,17

37,0

H2O

647,2

218,5

56,0

5,46

30,5

Hg

1823,0

200,0

45,0

8,09

17,0

1.3.5. Hukum Keadaan Sehubungan.


Apabila harga-harga a,b dan R pada pers (1.30), disubtitusikan ke dalam persamaan van der
Waals akan diperoleh,
P=

RT
a

V b V 2

atau
P
V
T
=Pr ; =Vr ; =Tr
Pc
Vc
Tc

Besaran-besaran

P V
T
; dan
Pc Vc
Tc

merupakan penentuan faktor tereduksi (Pr), volum

tereduksi (Vr) kondisi ini.


Dinyatakan dalam besaran-besaran tereduksi ini pers (1.38) berubah menjadi,
Pr=

8Tr
3

3 Vr1 Vr 2

(1.39)

Persamaan ini tidak lagi mengandung tetapan-tetapan yang bergantung pada jenis gas,
sehingga seharusnya berlaku untuk semua gas.
Pers (1.39) adalah suatu pernyataan materialistis dari hukum keadaan sehubungan, yang
menyatakan bahwa bila dua atau lebih zat-zat mempunyai tekanan tereduksi (Pr) dan
temperatur tereduks (Tr) yang sama maka volume tereduksinya (Vr) harus sama pula.
Ilustrasi dari hukum ini dapat dilihat pada tabel 1.5.
Hukum keadaan sehubungan tidak berlaku secara eksak dan hanya dapat digunakan sebagai
pendekatan.

19

Tabel 1.5.
Hukum keadaan sehubungan
Pr= 0,08846

Tr=0,73-0,74
Vr

Zat
cairan

uap

C6H6

0,4065

28,3

n-pentana

0,4061

28,4

n-oktana

0,4006

29,3

dietil-eter

0,4030

28,3

metil formiat

0,4001

29,3

CCl4

0,4078

27,5

SnCl4

0,4031

27,2

C6H5F

0,4078

28,4

Penggunaannya yang paling penting ialah dalam penentuan faktor daya mampat gas, yang
akan dibahas berikut ini. Dari data eksperimen ternyata bahwa, secara pendekatan, faktor
daya mampat Z merupakan fungsi universal dari Pr dan Tr.
Z =f ( Pr , Tr)
Berdasarkan fungsi ini dapat disusun suatu diagram umum dimana Z dialurkan terhadapt Pr
pada berbagai temperatur tereduksi (Tr). Diagram ini (lihat lampiran) sering digunakan untuk
menentukan faktor daya mampat Z dalam perhitungan volum, jumlah mol, tekanan atau
temperatur gas.
(a) Contoh Perhitungan Jumlah Mol
Suatu silinder dengan volume 10 liter dapat menampung gas hingga tekanan 133 atm
pada 40oC. Berapa banyak gas etilena (C2H4) dapat disimpan dengan aman dalam
silinder tersebut pada 40oC? (Tc=283oK ; Pc=50,9 atm)
Tr=

313
=1,10
283

15

Pr=

133
=2,62
50,9

Dari diagram Z=0,45


n=

( 133 )(10)
PV
=
=115,5 mol
RT ( 0,45 )( 0,0821 ) (313)
m=(115,5) (28,0) =3230 g C2H4

(b) Contoh Perhitungan Tekanan


Hitung tekanan dalam suatu silinder dengan volum 360 liter yang berisi 70kg gas
karbon dioksida pada temperatur 62oC? (Tc=304,2oK ; Pc=73,0 atm)
335,2
Tr=
=1,10
304,2

Z=

Pada 62oC,

PV
Pc V
=
Pr
nRT
nRT

( 73,0 ) ( 360 )
Pr
( 70000 /44 ) ( 0,0821 ) ( 335,2 )

=0,60 Pr
Garis Z = 0,60Pr ternyata memotong kurva Tr = 1,10 pada Pr = 1,10.
Jadi,
P=Pc Pr ( 73,0 ) ( 1,10 )=80,3 atm .
1.3.6. Beberapa Persamaan Keadaan Lain
Kegagalan persamaan van der Waals bila digunakan pada tekanan tinggi telah mendorong
para ahli untuk mencari persamaan-persamaan lain yang lebih memuaskan. Sejumlah besar
persamaan-persamaan telah dikemukakan, yang pada umumnya bersifat empirik dan yang
didasarkan atas kedua konsep van der Waals, yakni bahwa (a) molekul mempunyai ukuran
dan (b) adanya gayatarik-menarik antar-molekul. Persamaan-persamaan yang mutakhir
memperhitungkan pula pengaruh jarak antar molekul-molekul terhadap gaya tarik-menarik.
Pada tahun 1901 Kemerlingh Onnes mengemukakan persamaan keadaan virial, yang
menyatakan PV sebagai fungsi dari volum molar V.
2

PV = Av+ Bv

1
1
1
+ Cv
+ Dv
+ (1.40)
V
V
V

( ) ( )
16

( )

Av, Bv, dsb., adalah tetapan yang bergantung pada temperatur dan yang disebut koefisien
virial. Koefisien virial pertama, Av, adalah sama dengan RT, sedangkan koefisien virial
kedua, Bv, negatif pada temperatur rendah dan berubah ke arah harga-harga yang positif pada
temperatur tinggi. Pada temperatur Boyle, Bv = 0. Persamaan ini dapat menggambarkan
keadaan gas dengan teliti hingga tekanan yang cukup tinggi.
Pers (1.40) dapat pula dinyatakan sebagai,
PV = Ap+ Bp P+Cp P2 + Dp P 3+
Koefisien-koefisien virial dari persamaan ini, untuk gas nitrogen dan gas hydrogen, tertera
pada tabel 1.6. Makin tinggi tekanan, makin banyak koefisien yang diperlukan dalam
perhitungan.
Suatu persamaan semi empiris yang sangat teliti yang dikemukakan oleh Beattie dan
Bridgeman (1927) mengandung lima tetapan, disamping tetapan R.

17

Tabel 1.6.
KoefisienVirial
(P dalam atm, V dalam liter Mol-1)
T

Ap

Bp

Cp

Dp

Ep

x 102

x 105

x 108

X 1011

14,980

-14,470

4,657

Nitrogen
-50

18,312

-2,8790

22,414

-1,01512

8,626

-6,910

1,704

100

30,619

0,6662

4,411

-3,534

0,9687

200

38,824

1,4763

2,775

-2,379

0,7600

Hidrogen
-50

18,312

1,2027

1,164

-1,741

1,022

22,414

1,3638

0,7851

-1,206

0,7354

500

63,447

1,7974

0,1003

-0,1619

0,1050

Tabel 1.7.
Tetapan Beattie Bridgeman
(P dalam atm, V dalam liter Mol-1)
Gas

Ao

Bo

x 102

x 102

x 102

x 10-4

He

0,0216

5,984

1,400

0,004

H2

0,1975

-0,506

2,096

-4,359

0,050

N2

1,3445

2,617

5,046

-0,691

4,20

CO2

5,0065

7,132

10,476

7,235

66,00

CH4

2,2769

1,855

5,587

-1,587

12,83

15

NH3

2,3930

17,031

3,415

19,112

476,86

udara

1,3012

1,931

4,611

-1,101

4,34

P=

RT B

+ 2 + 3 + 4 ( 1.42)
V V V V

dengan
B=RTBo Ao

Rc
2
T

=RTBo b+ Ao a

Rc Bo
2
T

RBo bc
2
T

Sedangkan Ao, Bo, a, b dan c ialah tetapan. Tetapan-tetapan ini untuk beberapa jenis gas
tertera pada tabel 1.7.
Persamaan Berthelot,

PV =n RT 1+

9 PTc
6T c
(1 2 )
128 Pc T
T

yang sangat teliti pada tekanan di sekitar 1 atm atau lebih rendah, sering digunakan untuk
memperkirakan volum dan untuk menghitung berat molekul.
1.4. TEORI KINETIK GAS
Pengamatan dari kelakuan gas pada berbagai kondisi yang dilakukan oleh Boyle, Charles,
Avogadro, dan lain-lain, menghasilkan data yang dapat disimpulkan menjadi perumusanperumusan umum atau hukum. Hukum-hukum ini tidak bergantung pada setiap teori tentang
hakekat gas.
Untuk dapat menerangkan kelakuan gas itu telah disusun suatu teori yang dikenal sebagai
Teori Kinetik Gas. Teori ini, yang untuk pertama kalinya dikemukakan oleh Bernouilli pada
tahun 1738, mempostulatkan suatu model di mana diandaikan bahwa molekul-molekul gas
berada dalam gerakan cepat kesegala arah dan bahwa tabrakannya dengan dinding
menimbulkan tekanan gas. Walaupun Bernouilli berhasil menurunkan hukum Boyle, namun
teorinya baru mendapat perhatian kurang lebih satu abad kemudian, antara lain dari Joule
(1848), Kronig (1856) dan Clausius (1857), yang mengembangkan teori tersebut lebih lanjut.

16

Kesimpulan:
1. Persamaan keadaan gas nyata bertitik tolak dari persamaan gas ideal van der Waals,
yaitu PV=nRT dengan mengadakan koreksi terhadap tekanan (P) dan volum (V).
2. Koreksi terhadap tekanan didasarkan atas pertimbangan bahwa antara molekulmolekul gas terdapat gaya tarik-menarik. Rumus koreksi terhadap tekanan (P) :
P=P IDP ' dengan

P' =a

n
v

()

3. Koreksi terhadap volum dibutuhkan karena gas tidak ideal memiliki volum sendiri,
sedangkan pada gas ideal volumnya tidak memiliki ukuran dan dapat bergerak di
seluruh ruangan wadah. Rumus koreksi terhadap volum :
V id =V V '

dengan V '=nb

4. Dengan mensubtitusikan kedua persamaan koreksi tersebut didapatkan persamaan van


der Waals untuk gas tidak ideal, yaitu
n2 a
P+ 2 (V nb)=n RT
V

17

Namun persamaan ini memiliki kekurangan, yaitu jika digunakan untuk tekanan
tinggi, hasilnya tidak lagi seakurat pada tekanan rendah.
5. Beberapa implikasi dari persamaan van der Waals, yaitu
a. Interpretasi kurva z-P
b. Isoterm persamaan van der Waals
c. Evaluasi tetapan-tetapan van der Waals
6. Pada Hukum Keadaan Sehubungan, apabila harga-harga tetapa (a, b dan R)
disubtitusikan ke dalam persamaan van der Waals
8Tr
3
Pr=
2
3 Vr1 Vr
P
V
T
=Pr ; =Vr ; =Tr
Pc
Vc
Tc

Besaran-besaran

P V
T
; dan
Pc Vc
Tc

merupakan penentuan faktor tereduksi (Pr),

volum tereduksi (Vr) kondisi ini. Persamaan dari hukum keadaan sehubungan ini
dapat berlaku untuk semua gas namun tidak secara eksak dan hanya digunakan
sebagai pendekatan.
7. Persamaan Virial lainnya dibuat untuk menggantikan persamaan Van Der Waals yang
tidak bisa digunakan pada tekanan tinggi.
8. Persamaan Kemerlingh Onnes:
2
3
1
1
1
PV = Av+ Bv
+ Cv
+ Dv
+
V
V
V

( ) ( )

( )

Penyederhanaan persamaan Kemerlingh Onnes:


2
3
PV = Ap+ Bp P+Cp P + Dp P +
9. Persamaan Beattie dan Bridgeman:
RT B

P=
+ 2+ 3 + 4
V V V V
B=RTBo Ao

Rc
2
T

=RTBo b+ Ao a
=

Rc Bo
2
T

RBo bc
T2

10. Persamaan Berthelot:


2
9 PTc
6T c
PV =n RT 1+
(1 2 )
128 Pc T
T

]
18

11. Teori Kinetik Gas, mengandaikan bahwa molekul-molekul gas berada dalam gerakan
cepat kesegala arah dan bahwa tabrakannya dengan dinding menimbulkan tekanan
gas.

19

Anda mungkin juga menyukai