Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTORFAKTOR PRODUKSI PADA AGROINDUSTRI EMPING MELINJO DI

SEKTOR UMKM
The Analysis of Added Value and Efficiency in the Use of Production Factors on
Agroindustries of Gnetum Chips (Emping Melinjo) in Small Medium Enterprise
Sector
Irwan Zuhri Effendy1), Budi Setiawan2), Silvana Maulidah2)
1)

Mahasiswa Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas


Brawijaya Malang
2)
Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya
Malang
ABSTRACT
The development of agro-industry emping melinjo in Small Medium Enterprise
sector in the Kediri district is still not maximum. The production of emping melinjo only
famous in the village of mejono, whereas all the sub-districts in the county of Kediri have
the potential fruit melinjo so as to give the existence of a large addition to business
prospects. The purpose of this research that is: ( 1 ) analyze the amount of the added
value of the production of emping melinjo ( 2 ) analyze advantage of production emping
melinjo ( 3 ) analyze of factors influencing the production of emping melinjo ( 4 ) analyze
efficiency allocative the use of production factors emping melinjo. The determination of a
sample of using methods census by the number of respondents as many as 19 a
manufacturer. The results of an analysis of added value produce the value of rp 6.124,69
(41,62 %) and a profit of Rp 550.215,73 to R/C ratio of 1,26. A factor of production that
affect the emping melinjo production is raw material. To make optimal use of raw
materials, the use of raw material could be increased from 177,52 kg to be 286,54 kg.
Keywords: Agroindustries of Gnetum Chips, Small Medium Enterpise (SME), Added
Value, Allocative efficiency
ABSTRAK
Pengembangan agroindustri emping melinjo pada Sektor UMKM di Kabupaten
Kediri masih belum maksimal. Produksi emping melinjo hanya terkenal di Desa Mejono,
padahal seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Kediri mempunyai potensi buah
melinjo yang besar sehingga memberikan adanya sebuah prospek usaha. Tujuan
penelitian ini yaitu (1) menganalisis besaran nilai tambah produksi emping melinjo (2)
menganalisis keuntungan dari produksi emping melinjo (3) menganalisis faktor yang
berpengaruh terhadap produksi emping melinjo (4) menganalisis efisiensi alokatif
penggunaan faktor produksi emping melinjo. Penentuan sampel menggunakan metode
sensus dengan jumlah responden sebanyak 19 produsen. Hasil analisis nilai tambah
menghasilkan nilai sebesar Rp 6.124,69 (41,62%) dan keuntungan sebesar Rp 550.215,73
dengan R/C Ratio sebesar 1,26. Faktor produksi yang berpengaruh terhadap jumlah
produksi emping melinjo adalah bahan baku. Agar produksi optimal maka penggunaan
bahan baku dapat ditingkatkan penggunaannya dari 177,52 Kg menjadi 286,54 Kg.
Kata kunci: Agroindustri Emping Melinjo, UMKM, Nilai tambah, Efisiensi Alokatif

PENDAHULUAN
Di tengah persaingan global yang semakin ketat, menuntut setiap orang untuk
lebih kreatif dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Banyak usaha bisnis berbagai
jenis produk yang dijalankan oleh masyarakat baik dari sekala kecil hingga skala besar.
Munculnya keanekaragaman jenis produk yang diperjualbelikan tidak lepas dari
kreatifitas dan inovasi masyarakat. Indonesia merupakan negara yang memiliki
keanekaragaman sumber daya alam yang melimpah namun kenyataannya belum dapat
memanfaatkannya dengan maksimal. Dalam bidang pertanian sendiri, masih banyak
potensi pertanian yang belum digali lebih dalam. Dalam era industrialisasi seperti ini
menuntut Indonesia untuk lebih mengembangkan industrinya dengan memanfaatkan
segala sumber daya yang ada agar dapat selalu mengikuti persaingan industri.Sektor
pertanian memberikan kontribusi PDB dan menyediakan 50% lapangan pekerjaan bagi
masyarakat desa dan berperan sentral dalam penyediaan bahan pangan (Soekartawi,
1993). Dengan menggabungkan konsep pertanian yang dimiliki Indonesia maka tercipta
sebuah konsep agroindustri yang diharapkan akan memberikan dampak yang baik bagi
kesejahteraan masyarakat. Agroindustri pertanian memberikan alternatif produk yang
tahan lama dan memiliki nilai tambah dari produk pertanian (Antarno, 1991). Wujud
keterkaitan antara sektor pertanian dan industri hulu yang memasok bahan baku dan
sektor industri pertanian sebaagai industry yang meningkatkan nilai tambah pada hasil
pertanian untuk menjadi produk yang kompetitif.
Kekayaan sumberdaya pertanian yang melimpah di Indonesia merupakan modal
yang sangat berharga dalam pengembangan agroindustri. Bukan pada industri besar
namun saat ini banyak UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) yang justru menjadi
sektor usaha yang berperan dalam pengembangan agroindustri. Banyak UMKM yang ada
saat ini mengadopsi konsep agroindustri dalam perjalanan usahanya. Salah satu agenda
pembangunan Indonesia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat adalah melalui
pemberdayaan usaha mikro kecil menengah (UMKM). Pengembangan UMKM
diharapkan dapat menyerap kesempatan kerja sekaligus meningkatkan pendapatan
pelakunya. Banyak produk kreatif yang dihasilkan oleh sektor UMKM yang mempunyai
nilai tambah dan tentunya mempunyai nilai jual yang tinggi. Sektor UMKM yang ada
saat ini banyak yang bergerak dalam bidang makanan dan kerajinan dan tidak sedikit
yang mulai bergerak dalam bidang obat-obatan dan kesehatan.
Faktor utama mengapa sektor agroindustri mempunyai prospek yang bagus dalam
pengembangannya di skala industri UMKM adalah mengingat kiprah UMKM di masa
krisis moneter di masa Orde Baru. Sebelum terjadi krisis di era Orde Baru ekonomi di
Indonesia dikuasai oleh 0,1 % perusahaan besar yang hanya menyerap 2% dari angkatan
kerja. Sedangkan UMKM yang mampu menampung 95% angkatan kerja yakni tak
kurang 110 juta orang, ternyata hanya menguasai sedikit sumber daya. Pengaruh krisis
ekonomi yang dirasakan di berbagai negara tidak akan berdampak bagi sektor UMKM
seperti yang terjadi pada krisis moneter yang terjadi di tahun 1997. Krisis ekonomi yang
berdampak besar bagi kelangsungan kehidupan perekonomian negara dimana
perusahaan-perusahaan besar multinasional mengalami kemunduran. Hal ini sangat
mengkawatirkan karena akan menghancurkan perekonomian bangsa. Namun dalam kurun
waktu itu justru kontribusi dari Small Medium Enterpries (yang disebut UMKM) yang
mampu menyelamatkan perekonomian nasional. UMKM terbukti kebal terhadap krisis
ekonomi dan menjadi katup pengaman bagi dampak krisis, seperti pengangguran dan
pemutusan hubungan kerja (Sumodiningrat, 2003). Penyerapan tenaga kerja menjadi
salah satu acuan dalam pengembangan suatu usaha. Oleh sebab itu dirasa sangat tepat
memberdayakan UMKM untuk lebih menguatkan sektor agroindustri yang sangat
potensial di Indonesia.
Saat ini telah banyak UMKM yang menerapkan berbagai macam perlakuan
dalam meningkatkan nilai tambah. Menurut Soeharjo (1991) bahwa dalam perjalanannya
dari produsen ke konsumen produk-produk pertanian dan produk-produk olahannya

memperoleh perlakuan-perlakuan sehingga menimbulkan nilai tambah, saat ini banyak


UMKM yang menerapkan teknologi dalam kegiatan usahanya untuk meningkatkan nilai
tambah. Nilai tambah merupakan imbalan bagi tenaga kerja dan keuntungan bagi
pengolah. Mengetahui nilai tambah akan memberikan informasi bagi produsen tentang
seberapa besar keuntungan yang diperoleh dan seberapa besar imbal jasa yang diberikan
kepada karyawan. Selain itu dengan melihat pada pertambahan nilai yang dihasilkan oleh
suatu produk, maka akan dapat dilihat apakah produk ini memberikan keuntungan
sehingga layak untuk dikembangkan. Adanya nilai tambah yang besar juga dapat
dijadikan indikator dalam perkembangan agroindustri.
Dalam mengembangkan agroindustri, selain dari perlakuan menambah nilai
produk, UMKM sebagai produsen dapat meningkatkan penghasilannya bila dirasa proses
produksi yang dijalankan belum mencapai tingkat efisien. Menurut Soekartawi (2000)
optimalisasi dalam penggunaan faktor produksi pada prinsipnya adalah bagaimana
menggunakan faktor produksi tersebut seefisien mungkin. Sementara dikatakan efisien
secara alokatif bila nilai dari produk marginal sama dengan harga faktor produksi yang
bersangkutan. Jadi pengetahuan tentang efisiensi dapat membantu produsen dalam
kaitannya mengetahui apakah faktor produksi yang selama ini digunakan dalam proses
produksi telah dapat digunakan dengan seoptimal mungkin atau belum. Apabila belum
mencapai optimal maka dapat ditingkatkan lagi penggunaanya, dan sebaliknya bila
penggunaanya tidak efisien maka perlu dikurangi. Semua hal ini berfungsi untuk
menekan pengeluaran dan meningkatkan penghasilan.Kaitan antara efisiensi dengan
pengembangan usaha disampaikan oleh Boediono (1991) bahwa pencapaian efisiensi
dalam suatu usaha agroindustri berperan penting dalam meningkatkan penerimaan
perusahaan. Bila mencapai tingkat efisiensi maka perusahaan dapat melakukan
penghematan dan penurunan biaya. Selain itu dengan memperbesar skala usaha akan bisa
menghemat biaya-biaya tertentu atau meningkatkan efisiensi dari suatu proses misal
biaya pemasaran dan pembelian input.
Salah satu komoditas pertanian yang banyak dijadikan sebagai usaha rakyat
adalah buah melinjo. Buah melinjo ini banyak dimanfaatkan bijinya untuk digunakan
sebagai bahan dasar dalam pembuatan makanan emping melinjo.Seperti yang banyak
diusahakan oleh masyarakat Desa Mejono Kecamatan Plemahan Kabupaten Kediri. Desa
Mejono disebut sebagai sentra dari pembuatan emping mlinjo di Kabupaten Kediri,
sebagian besar masyarakatnya mengusahakan pembuatan emping melinjo dalam skala
rumah tangga atau skala mikro-kecil hingga menengah. Potensi buah melinjo yang besar
di Desa Mejono menjadikannya sebagai sentra pembuatan emping melinjo. Menurut data
BPS (2013) di Kabupaten Kediri sendiri mempunyai produktivitas buah melinjo sebagai
berikut:
Tabel 1. Jumlah Produktivitas Buah Melinjo di Kabupaten Kediri
No
Tahun
Kuantitas (Kw)
1
2007
59.588
2
2008
38.053
3
2009
69.726
4
2010
73.553
5
2011
87.460
Sumber: BPS, 2013
Jumlah produktivitas buah melinjo yang besar di Kabupaten Kediri seperti tabel di atas
mendasari kegiatan agroindustri emping melinjo di Desa Mejono. Pada tahun 2011 saja
produksi buah melinjo di Kabupaten Kediri mencapai 87.460 Kw. Dengan jumlah yang
besar ini tidak menutup kemungkinan pasokan bahan baku diperoleh dari daerah lain.
Dengan adanya hal ini akan memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat tidak hanya
produsen emping melinjonya saja namun bagi produsen buah melinjonya itu sendiri. Hal
ini merupakan sebuah prospek yang bagus untuk mengembangkan agroindutri emping

melinjo. Kegiatan agroindustri semacam ini dapat meningkatkan kegiatan perekonomian


secara merata dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pengembangan produksi emping melinjo dalam agroindustri berbasis UMKM
diharapkan dapat memberikan keuntungan finansial yang besar bagi pelaku produksi
maupun bagi produsen buah melinjo itu sendiri. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian yang lain adalah pada tujuan akhir dimana penelitian ini mempunyai tujuan
untuk membuka persepsi akan pengembangan agroindustri secara luas di satu kawasan
berdasarkan percontohan agroindustri yang telah ada. Berdasarkan uraian di atas,
petingnya dilakukan penelitian ini adalah untuk melihat seberapa besar prospek
pengembangan agroindsutri emping melinjo sehingga dapat memberikan masukan dalam
upaya peningkatan pendapatan baik produsen, petani melinjo serta kesempatan
memperluas penyerapan tenaga kerja. Dari uraian diatas maka rumusan masalah dari
penelitian ini dapat dirumuskan menjadi Seberapa besar prospek pengembangan
agroindustri emping melinjo secara luas sehingga memberikan peningkatan pendapatan
bagi produsen dan petani buah melinjo serta meningkatkan penyerapan tenaga kerja.
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. menganalisis besaran nilai tambah produksi emping melinjo
2. menganalisis keuntungan dari produksi emping melinjo
3. menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap produksi emping melinjo
4. menganalisis efisiensi alokatif penggunaan faktor produksi emping melinjo.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Desa Mejono, Kecamatan Plemahan, Kabupaten
Kediri. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara purposive dengan pertimbangan
bahwa lokasi penelitian merupakan sentra produksi emping melinjo yang ada di
Kabupaten Kediri sehingga dapat dijadikan sebagai percontohan bagi daerah lain yang
mempunyai potensi produk serupa. Di desa Mejono terdapat 19 produsen emping melinjo
yang terbagi dalam dua dusun yaitu dusun Sumbermulyo dan dusun Mejono. Di dusun
Sumbermulyo sendiri terdapat 12 produsen sedangkan di dusun Mejono terdapat 7
produsen. Maka penentuan responden dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan
metode sensus. Menurut Wirartha (2006) penentuan responden dengan metode sensus
dilakukan dengan pengambilan responden dari keseluruhan populasi yang ada. Dalam hal
ini populasi produsen emping melinjo mencapai 19 orang, oleh sebab itu dengan metode
sensus maka 19 produsen tersebut dijadikan sebagai keseluruhan responden yang akan
diteliti. Pengumpulan data dalam penelitian ini melalui wawancara langsung dan
penggalian data pendukung dari kantor desa, BPS dan instansi terkait. Metode analisis
data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Analisis Nilai tambah dengan Metode Nilai Tambah Hayami
Analisis ini digunakan untuk menghitung nilai tambah pengolahan emping
melinjo. Tabel metode akan disajikan dalam Tabel 2 di bawah ini:
Tabel 2. Analisis Nilai Tambah Metode Hayami
Variabel
Rumus
I. Output, Input dan Harga
1. Output (Kg)
(1)
2. Input (Kg)
(2)
3. Tenaga Kerja (HOK)
(3)
4. Faktor Konversi
(4) = (1)/(2)
5. Koefisien Tenaga Kerja (HOK)
(5) = (3)/(2)
6. Harga Output (Rp/Kg)
(6)
7. Upah Tenaga Kerja Langsung (Rp/HOK)
(7)

Tabel 2. Lanjutan
Variabel
II. Penerimaan dan Keuntungan
8. Harga Bahan Baku (Rp/Kg)
9. Sumbangan Input Lain (Rp/Kg)
10. Nilai Output (Rp/Kg)
11. a. Nilai Tambah (Rp/Kg)
b. Presentase Nilai Tambah (%)
12. a. Upah Tenaga Kerja Langsung (Rp/Kg)
b. Pangsa Tenaga Kerja (%)
13. a. Keuntungan (Rp/Kg)
b. Tingkat Keuntungan (%)
III. Balas
Jasa
Pemilik
Faktor-faktor
Produksi
14. Marjin (Rp/Kg)
a. Upah Tenaga Kerja Langsung (%)
b. Sumbangan Input lain (%)
c. Keuntungan Pemilik Perusahaan (%)

Rumus
(8)
(9)
(10) = (4) x (6)
(11a) = (10)-(9)-(8)
(11b) =(11a)/(10)x100%
(12a) =(5)x(7)
(12b)=(12a)/(11a)x100%
(13a)=(11a)-(12a)
(13b)=(13a)/(11a)x100%

(14) = (10)-(8)
(14a)
=(12a)/(14a)x100%
(14b) =(9)/(14)x100%
(14c) =(13a)/(14)x100%

2. Analisis biaya dan keuntungan, R/C Ratio serta BEP


Analisis ini digunakan untuk mengetahui pendapatan usahatani petani sayuran
dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan
penggunaan pupuk kompos fermentasi. Analisis kuantitatif terdiri dari:
Tabel 3. Analisis Pendapatan, R/C Ratio dan Nilai BEP
No
Analisis
Persamaan
Keterangan
1.
TC (biaya total)
Biaya
TC = TVC + TFC TVC (total biaya variabel)
TFC (total biaya tetap)
2.
TR (total penerimaan)
Penerimaan
TR = P x Q
P (harga produk)
Q (jumlah produk)
3.
(keuntungan)
Keuntungan
= TR TC
TR (total penerimaa)
TC (total biaya)
4.
R/C Ratio
R/C = TR/TC
TR (total penerimaan)
TC (total biaya)
5.
BEPNP (BEP penjualan)
BEPPenjualan
BEPNP = TFC / (1- TFC (total biaya tetap)
TVC/TR)
TVC (total biaya variabel)
TFC (total biaya tetap)
BEPunit = BEPNP/P BEPNP (BEP penjualan)
6.
BEPUnit
P (harga produk)
7.
BEPHarga
BEPharga = BEPNP/Q BEPNP (BEP penjualan)
Q (jumlah produk)
3. Analisis Penggunaan Faktor-faktor ynag berpengaruh terhadap produksi (Fungsi
Produksi Cobb-Douglas)
LnY = ln a + b1 Ln X1 + b2 Ln X2
Dimana:
Y
= Jumlah produksi emping melinjo yang dihasilkan dalam satu kali produksi (Kg)

X1
= Jumlah seluruh bahan baku buah melinjo yang digunakan dalam satu kali
produksi (Kg)
X2
= Jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam satu kali produksi (hari orang
kerja/hok)
a,b
= Besaran yang akan diduga
4. Analisis Efisiensi Alokatif Penggunaan Faktor-faktor Produksi
/ =
Terdapat 3 kondisi untuk menjelaskan efisiensi dari suatu produksi yaitu:
a. Jika NPMx/Px = 1, maka penggunaan faktor sudah efisien
b. Jika NPMx/Px > 1, maka penggunaan faktor produksi belum pada tingkat optimal
dan perlu ditingkatkan lagi agar produksi optimal
c. Jika NPMx/Px < 1, maka penggunaan faktor produksi tidak efisien maka penggunaan
faktor produksi perlu dikurangi
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Nilai Tambah Agroindustri Emping Melinjo
Tabel 4. Analisis Nilai Tambah Metode Hayami
Variabel
I. Output, Input dan Harga
1. Output (Kg)
2. Input (Kg)
3. Tenaga Kerja (HOK)
4. Faktor Konversi
5. Koefisien Tenaga Kerja (HOK)
6. Harga Output (Rp/Kg)
7. Upah Tenaga Kerja Langsung (Rp/HOK)
II. Penerimaan dan Keuntungan
8. Harga Bahan Baku (Rp/Kg)
9. Sumbangan Input Lain (Rp/Kg)
10. Nilai Output (Rp/Kg)
11a. Nilai Tambah (Rp/Kg)
b. Presentase Nilai Tambah (%)
12 a. Upah Tenaga Kerja Langsung (Rp/Kg)
b. Pangsa Tenaga Kerja (%)
13 a. Keuntungan (Rp/Kg)
b. Tingkat Keuntungan (%)
III. Balas Jasa Pemilik Faktor-faktor Produksi
14 Marjin (Rp/Kg)
a. Upah Tenaga Kerja Langsung (%)
b. Sumbangan Input lain (%)
c. Keuntungan Pemilik Perusahaan (%)

Nilai
88,16
177,52
22.58
0,50
0,13
29.894,74
23.735.42
8.526,32
11,22
14.662,22
6.124,69
41,62
2.942,71
48,50
3.181,97
51,50
6.135.91
48.40
0,19
51.41

Sumber: Data Hasil Penelitian, 2013 (Diolah)


Besaran nilai tambah diperoleh dari hasil pengurangan nilai output dikurangi
sumbangan input lain dan harga input sehingga diperoleh nilai tambah sebesar Rp
6.124,69 atau secara presentase diperoleh angka sebesar 41,62%. Presentase sebesar ini
dapat digolongkan dalam kategori presentase nilai tambah tinggi karena besarnya lebih
dari 40%. Upah tenaga kerja langsung diketahui sebesar Rp 2.942,71 dan prsentase

pangsa tenaga kerjanya adalah sebesar 48,50 % dari nilai tambahnya Analisis lebih lanjut
dari nilai tambah ini adalah dapat diketahui tingkat keuntungan dari mengolah satu satuan
input menjadi satu satuan output. Besaran rata-rata nilai keuntungan dari agroindustri ini
adalah sebesar Rp 3.181,97 atau sebesar 51,50% dari nilai tambahnya.
Setelah dikonversi menjadi data input harian, kemudian kembali di rata-rata
sehingga diketahui input dari keseluruhan agroindustri emping melinjo yaitu sebesar
177,52 Kg. Begitu juga dengan output yang dihasilkan, dari hasil wawancara dengan
responden diperoleh gambaran tentang konversi buah melinjo menjadi emping melinjo
yaitu rata-rata 1 Kg emping melinjo dihasilkan dari 2 Kg buah melinjo. Dengan kata lain
bahwa nilai konversi buah melinjo menjadi emping melinjo adalah sebesar 0,5. Jadi ratarata output yang dihasilkan oleh agroindustri ini mencapai 88,16 Kg. Harga rata-rata
untuk input dan output berturut-turut adalah sebesar Rp 8.526,32 dan Rp 29.894,74.
Penggunaan tenaga kerja rata-rata dalam agroindustri ini adalah sebesar 22.58
HOK dengan upah rata-rata/HOK adalah sebesar Rp 23.735.42. Sedangkan nilai koefisien
tenaga kerja diperoleh angka sebesar 0,13. Hal ini berarti bahwa untuk mengolah 1 Kg
input dibutuhkan 0,13 tenaga kerja. Dalam perhitungan nilai output emping melinjo
diperoleh dari perkalian faktor konversi dengan harga rata-rata output. Besaran nilai
output adalah sebesar Rp 14.662,22. Sedangkan sumbangan penggunaan input lain adalah
sebesar Rp 11,22/Kg.
Besaran marjin yang diperoleh adalah sebesar Rp 6.135.91. Jumlah ini kemudian
didistribusikan sesuai Tabel 18. Sesuai tabel di atas distribusi pendapatan tenaga kerja
langsung yaitu sebesar 48,40% (Rp 2.696,78), kemudian untuk sumbangan input lain
sebesar 0,19 % (Rp 11,66) dan terakhir untuk keuntungan dari produsen yaitu sebesar
51.41 % (Rp 3.154,47) .
Dalam besaran distribusi komponen marjin nilai tambah baik untuk upah tenaga
kerja langsung dan keuntungan produsen, mempunyai nilai yang relatif besar. Untuk sisi
upah tenaga kerja sendiri menandakan bahwa semakin besar nilai presentase
menununjukan tingkat upah yang tinggi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
tenaga kerja. Sedangkan keuntungan bagi produsen menandakan bahwa kegiatan
pengolahan emping melinjo ini mempunyai nilai keuntungan untuk diusahakan. Dari
besaran niai tambah dapat diketahui bahwa bahwa pengolahan buah melinjo menjadi
emping melinjo mempunyai nilai keuntungan tersendiri serta memberikan kontribusi
yang cukup besar bagi upah tenaga kerja. Adanya keuntungan dan upah tenaga kerja ini
menjadi indikator dalam pengembangan lebih lanjut agroindustri semacam ini, baik di
Desa Mejono ataupun di daerah lainnya.
2. Analisis Biaya dan Pendapatan, R/C Ratio serta Nilai BEP Agroindustri Emping
Melinjo
Pada agorindustri emping melinjo ini, seperti yang dijelaskan sebelumnya,
dikatakan bahwa kegiatan produksi dilakukan di rumah masing-masing tenaga kerja.
Setiap produsen menyediakan peralatan guna menjalankan proses produksi, akan tetapi
tidak semuanya peralatan ataupun perlengkapan produsen menyediakan. Seperti sutil dan
pasir untuk menyangrai biji melinjo. Selain itu tidak semua produsen menyediakan
kompor serta penggorengan. Hanya sebagian yang menyediakan untuk kegiatan produksi.
Bagi yang tidak menyediakan beranggapan bahwa dua peralatan ini merupakan peralatan
pokok yang dimiliki oleh sebuag rumah tangga terlepas anggota rumah tangga ini
menjadi tenaga kerja pengolah emping melinjo atau bukan. Untuk lebih lengkapnya,
berikut adalah rincian dari penggunaan biaya, pendapatan,R/C Ratio dan nilai BEP dari
pengolahan emping melinjo ini:

Tabel 5. Rata-rata Penggunaan Biaya, Penerimaan, Pendapatan dan R/C Ratio serta Nilai
BEP Per Proses Produksi
No
Komponen
Rincian
Harga
Jumlah
Jumlah (Rp)
Satuan
Satuan
(Rp)
1. Penerimaan
29.894,74
88,16 Kg 2.635.457,06
2. Biaya Tetap
B. Tenaga Kerja
6.000,00
88,16 Kg
528.947,37
B. Penyusutan
a. Pencetak
166.315,79 23,42 Unit
1.070,13
emping
b. Penjemur
55.895,74 234,2 Unit
7.192,93
c. Wajan
16.052,63 12,79 Unit
112,80
d. Kompor
21.050,63
3,40 Unit
39,57
537.362,80
Total (Rp)
3. Biaya
Tidak B. Bahan baku
8.526,31 177,52 Kg 1.513.581,32
Tetap
B. Kardus
6.289,47
2,25 Unit
14.186,78
B. Bahan bakar
5.000,00 4,00 Liter
20.000,00
1.547.776,10
Total (Rp)
4. Biaya Total
2.085.138,90
5. Keuntungan
550.318,20
6. R/C Ratio
1,26
Perhitungan Nilai BEP
7. BEPPenjualan
Rp 1.310.640,98
9. BEPharga
Rp 14.866,62
8. BEPunit
43,85 Kg
Sumber: Data Hasil Penelitian, 2013 (Diolah)
Rata-rata produsen memberikan dua set peralatan pencetak emping melinjo
dengan rata-rata harga per set antara Rp 80.000,00-Rp 85.000,00. Dengan penggunaan
setiap hari maka biaya penyusutan per hari adalah sebesar Rp 1.070,13. Peralatan
berikutnya adalah penjemur emping melinjo.setelah dicetak emping melinjo yang masih
basah perlu dikeringkan agar dapat disimpan dalam waktu yang lama. Alat penjemur
yang dimiliki bervariasi umumnya terbuat dari kawat dengan rata-rata harga 1 buah
penjemur adalah pada kisaran Rp 8.000,00-Rp 10.000,00. Satu rumah tangga produksi
rata-rata mempunyai 10 buah penjemur. Biaya penyusutan untuk penjemur sendiri adalah
sebesar Rp 7.192,93. Untuk kompor dan wajan rata-rata produsen yang menyediakan dua
alat ini memberikan masing-masing satu buah kepada setiap rumah tangga produksi.
Namun tidak semua produsen menyediakan kompor dan wajan kepada setiap rumah
tangga produksi. Hanya beberapa yang menyediakannnya. Kompor hanya 2 produsen
yang menyediakan, sedangkan wajan disediakan oleh 9 produsen saja. Kompor yang
digunakan adalah kompor gas dengan rata-rata harga persatuannya adalah Rp 200.000,00
dan biaya penyusutannya adalah sebesar Rp. 187,97. Untuk wajan sendiri harga
persatuannya rata-rata berkisar antara Rp 30.000,00-Rp 35.000,00 dengan biaya
penyusutan sebesar Rp 74,82. Untuk tabung dan gas LPG sendiri produsen tidak
menyediakan, biaya pembelian gas LPG diserahkan kepada tenaga kerja. Sedangkan
untuk biaya tenaga kerja rata-ratanya adalah sebesar 528.947,37. Sehingga jumlah total
biaya tetap dari pengolahan emping melinjo ini adalah sebesar Rp 537.362,80.
Harga bahan baku buah melinjo sendiri rata-rata sebesar Rp 8.500,00/Kg dan
total rata-rata biaya bahan baku adalah sebesar Rp 1.513.581,32. Untuk kardus yang

digunakan sendiri mempunyai kapasitas sebesar 30-40 Kg emping melinjo. Harga satu
buah kardus rata-rata sebesar Rp 6.500,00 dan total rata-rata biaya penggunaan kardus
sebesar Rp 14.186,78. Selain itu terdapat biaya bahan bakar sebesar Rp 20.000 untuk
kendaraan yang digunakan produsen untuk mengantar bahan baku atau hasil emping
melinjo dari rumah tenaga kerja. Sehingga besaran total biaya tidak tetap adalah sebesar
Rp 1.547.776,10.
Biaya tetap yang digunakan sebesar Rp 537.362,80 sedangkan biaya tidak tetap
sebesar Rp 1.547.776,10 sehingga untuk biaya total dalam satu kali proses produksi pada
agroindustri emping melinjo ini rata-rata menggunakan biaya sebesar Rp 2.085.138,90.
Dalam satu kali proses produksi rata-rata dihasilkan emping melinjo sebesar 88,16 Kg.
Sedangkan harga rata-rata untuk 1 Kg emping melinjo adalah sebesar Rp 29.894,74. Jadi
penerimaan keseluruhan yang diterima oleh produsen rata-rata sebesar Rp 2.635.457,06.
Penerimaan rata-rata yang diperoleh adalah sebesar Rp 2.635.457,06. Sedangkan biaya
total yang digunakan dalam satu proses produksi adalah sebesar Rp 2.085.138,90.
Sehingga keuntungan bersih yang diterima oleh produsen adalah sebesar Rp 550.318,20.
Hal ini sesuai dengan hipotesis kedua bahwa agroindustri empng melinjo di Desa Mejono
menguntungkan.
Sementara itu nilai R/C Ratio yang diperoleh adalah sebesar 1,26. Hal ini berarti
setiap penggunaan biaya sebesar Rp 1.000,00 maka akan menghasilkan penerimaan
sebesar Rp 1.260,00. Nilai R/C Ratio yang diperoleh lebih besar dari satu maka
agroindustri ini dapat dikatakan menguntungkan. Dari tabel di atas dapat dilihat nilai
BEPunit yaitu sebesar 43,84 Kg, hal ini berarti produsen emping melinjo telah mencapai
titik impas saat memproduksi emping melinjo sebanyak 43,84 Kg, dengan kata lain
produsen tidak mengalami kerugian maupun keuntungan. Sedangkan nilai BEP harga yang
diperoleh adalah sebesar Rp 14.866,62. Hal ini menandakan bahwa produsen tidak akan
mengalami kerugian maupun tidak memperoleh keuntungan saat produsen menjual
emping melinjo sebesar nilai BEPharga tersebut, yang artinya produsen mengalami titik
impas saat menjual produknya dengan harga Rp 14.866,62.
3. Analisis Penggunaan Faktor-faktor Produksi Agroindustri Emping Melinjo
Untuk mengetahui pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi adalah dengan
melakukan pengujian pada model dengan melakukan uji koefisien determinasi, uji F dan
uji t. Namun sebelumnya harus dilakukan uji asumsi klasik untuk mengetahui apakah
anatara variabel mempunyai hubungan. Pengujian fungsi produksi emping melinjo
menggunakan dua variabel yaitu variabel bahan baku dan tenaga kerja serta variabel
dependen jumlah produksi emping melinjo.
a. Uji Asumsi Klasik
1) Uji Normalitas
Uji Normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal
ataukah tidak. Untuk mengetahui data dalam penelitian ini terdistribusi normal atau tidak
dapat dilihat dalam gambar grafik Normal Plot di bawah ini. Dalam gambar grafik di
bawah diketahui sebaran data (titik) mendekati garis diagonal hal ini sesuai kriteria yang
harus dicapai untuk memenuhi asumsi uji normalitas bahwa data tersebut akan memenuhi
asumsi normalitas bila sebaran data (titik) mendekati sumbu diagonal sedangkan bila
menjauhi sumbu diagonal maka sebaran data tidak memenuhi kriteria asumsi uji
normalitas. Jadi data dalam penelitian ini telah memenuhi asumsi normalitas atau
terdistribusi normal.

Gambar 1. Grafik Normal Plot


2) Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas digunakan untuk mengetahui apakah terjadi hubungan antar
variabel independen dengan variable independen lainnya, dalam hal ini apakah terjadi
hubungan antara variabel bahan bakuyaitu buah melinjo dengan variabel tenaga kerja.
Dalam sebuah model regresi yang baik tidak seharusnya terjadi hubungan antara variabel
independen ini. Untuk mengetahui adakah gejala multikolonieritas antara variabel bahan
baku dengan tenaga kerja maka dapat dilihat nilai VIF (Variance Inflation Factor). Nilai
VIF diperoleh dari perhitungan menggunakan Program SPSS 16. Syarat untuk tidak
terjadi multikolonieritas adalah bila nilai VIF dari variabel bahan baku buah melinjo dan
tenaga kerja sebesar kurang dari 10. Hasil uji asumsi multikolonieritas akan disajikan
dalam Tabe 6 di bawah ini:
Tabel 6. Hasil Uji Asumsi Multikolonieritas
Variabel
Nilai VIF
Bahan Baku
4,764
Tenaga Kerja
4,764
Sumber: Data Hasil Penelitian, 2013 (Diolah)
Dalam tabel di atas diperoleh nilai VIF untuk variabel bahan baku dan tenaga
kerja sebesar 4,764. Nilai ini jauh di bawah 10, maka untuk kedua variabel ini tidak
terjadi pengaruh satu dengan yang lainnya, sehingga kedua variabel ini telah memenuhi
asumsi uji multikolonieritas.
3) Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas yaitu adanya ketidaksamaan varian dari
residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Untuk mengetahui terjadi
atautidaknya heteroskedastisitas dalam model regresi dapat dilihat dari sebaran titik yang
terdapat dalam grafik scatterplot di atas. Sedangkan dasar untuk memutuskan apakah
terjadi heteroskedastisitas maka dilakukan analisa sebagai berikut:
a) Bila sebaran titik dalam grafik membentuk pola tertentu yang teratur seperti pola
melingkar, pola bergelombang, dsb, maka menandakan terjadi heteroskedastisitas
dalam model
b) Sedangkan sebaran titik dalam grafik tidak membentuk pola tertentu yang teratur atau
pola yang terjadi tersebar secara merata dan tidak teratur maka dalam model tidak
terjadi heteroskedastisitas.

Gambar 2. Grafik Scatterplot


Pola titik yang terbentuk dalam grafik di atas (gambar ) tidak teratur dan menyebar secara
acak (tidak terjadi hetersokedastisitas), maka model dalam penelitian ini memenuhi
asumsi uji heteroskedastisitas.
b. Uji Model Regresi
1) Analisis Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui apakah model yang
dirancang mampu menjelaskan kondisi yang sebenarnya. Dalam penelitian ini diperoleh
nilai R2 sebesar 92,60 (lihat Tabel 4). Angka ini menunjukan bahwa variabel-variabel
independen (bahan baku dan tenaga kerja) yang digunakan untuk menjelaskan variabel
dependen mampu dijelaskan sebesar 92,60 % dalam model ini. Sedangkan sisanya
sebesar 7,40 % dijelaskan oleh model lain. Berikut hasil analisis regresi terhadap model
yang sudah dibuat:
Tabel 7. Hasil Perhitungan Regresi
Variabel
Koefisien
T
Sign
Constan
-0,521
-3,112
,007
Buruh Baku
0,927
15,438
,000
Tenaga Kerja
0,060
1,005
,330
2
R = 92,60
F hitung = 6,36 F tabel = 3,65 (probabilitas 0,05) ; F tabel = 6,23 (probabilitas 0,01)
Probabilitas
t tabel
t hitung
0,50 (50%)
0,69
Bahan baku
t
= 15,438
0,20 (80%)
1,33
Sign = ,000*
0,10 (90%)
1,73
0,05 (95%)
2,09
0,02 (98%)
2,54
t
= 1,005
Sign = ,330
0,01 (99%)
2,86
0,001 (99,99%)
3,58
(*) Signifikan pada tingkat 0,001 (99,99%)
Sumber: Data Hasil Penelitian, 2013 (Diolah)
2) Analisis Keragaman (Uji F)
Uji F digunakan untuk melihat pengaruh penggunaan secara bersama variabel
bahan baku dan tenaga kerja terhadap variabel produksi emping melinjo. Jika nilai F hitung>
Ftabel maka variabel bahan baku dan tenaga kerja mempunyai pengaruh nyata terhadap
variabel jumlah produksi, namun jika Fhitung< Ftabel maka kedua variabel independen
tersebut tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel jumlah produksi.

Dari hasil perhitungan dengan SPSS diperoleh data bahwa nilai F hitung sebesar
6,36 dengan nilai dF N1 = 2 dan dF N2 = 16 dengan tingkat kepercayaan 99 % (0,01).
Sedangkan dari Ftabel diperoleh angka sebesar 6,23. Dengan demikian diperoleh fakta
bahwa nilai Fhitung (6,36) > Ftabel (6,23). Oleh sebab itu maka dapat dipastikan bahwa
penggunaan secara bersama-sama variabel independen (bahan baku dan tenaga kerja)
mempunyai pengaruh terhadap variabel dependennya (jumlah produksi) sehingga model
ini dapat diterima dan layak untuk digunakan.
3) Analisis Uji Parsial ( t )
Secara parsial dalam penelitian ini juga dapat dilihat pengaruh penggunaan
variabel independen secara individual terhadap variabel dependennya dengan melakukan
uji t. Uji t dilakukan dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel. Bila nilai thitung > ttabel
maka variabel yang dimaksud mempunyai pengaruh nyata terhadap variabel
dependennya, namun sebaliknya bila thitung < ttabel maka variabel yang dimaksud tidak
mempunyai pengaruh nyata terhadap variabel dependennya. Uji t dilakukan dengan dF
N1 = 19 diberbagai tingkat kepercayaan. Dari Tabel 22 diperoleh t tabel sebesar 3,58 pada
tingkat kepercayaan 0,001 (99,99%). Sedangkan dari analisis tabel diperoleh persamaan
regresi sebagai berikut :
Ln Y= -0,521 + 0,927LnX1 + 0,060LnX2 + u
Dimana: X1 = Bahan baku
X2 = Tenaga kerja
a) Bahan Baku
Dari hasil perhitungan regresi diperoleh nilai koefisien bahan baku sebesar 0,927
bernilai positif dengan thitung sebesar 15,438. Sedangkan ttabel sebesar 3,58. Dengan
demikian thitung > ttabel, maka variabel bahan baku secara statistik mempunyai pengaruh
nyata terhadap produksi emping melinjo. Dimana dengan peningkatan penggunaan bahan
baku sebesar 1% maka akan diperoleh peningkatan produksi sebesar 0,927%.
Bahan baku merupakan faktor utama dalam sebuah kegiatan produksi
pengolahan. Di Desa Mejono rata-rata konversi bahan baku buah melinjo untuk menjadi
emping melinjo sebesar 0,5. Harga jual emping melinjo berkisar antara Rp 29.000,00-Rp
30.000,00/Kg. Bila produsen ingin meningkatkan keuntungan, maka produsen dapat
menaikan jumlah penggunaan bahan baku dengan menggunakan buah melinjo yang
mempunyai kualitas baik, agar besaran konversi bahan baku buah melinjo menjadi
emping melinjo dapat meningkat.
b) Tenaga Kerja
Dari hasil perhitungan regresi diperoleh nilai koefisien tenaga kerja sebesar 0,060
bernilai positif dengan thitung sebesar 1,005. Sedangkan ttabel sebesar 3,58. Dengan
demikian thitung < ttabel, maka variabel tenaga kerja secara statistik tidak mempunyai
pengaruh nyata terhadap produksi emping melinjo. Tenaga kerja merupakan salah satu
faktor yang penting dalam suatu kegiatan pengolahan Namun seperti yang diketahui
dalam agroindustri emping melinjo di Desa Mejono, tenaga kerja yang dipekerjakan
dalam kegiatan produksi berasal dari rumah tangga serta kegiatan produksi dilakukan di
rumah setiap pekerja. Upah tenaga kerja bukan didasarkan atas jumlah tenaga kerja
namun jumlah ouput yang dihasilkan yaitu untuk 1 Kg emping melinjo produsen
memberi imbalan sebesar Rp 6.000,00. Atau dapat dikatakan bahwa sistem tenaga kerja
bukan menggunakan sistem tenaga kerja tetap namun menggunakan sistem borongan. Hal
ini berarti adanya penambahan tenaga kerja ataupun tidak, tidak akan berpengaruh
terhadap jumlah produksi emping melinjo.

4. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi Agroindustri Emping


Melinjo
Dari analisis faktor yang berpengaruh terhadap produksi emping melinjo
diketahui bahwa faktor produksi yang berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah
produksi adalah faktor produksi bahan baku. Berikut adalah perhitungan dari optimalisasi
penggunaan bahan baku:
Tabel 8. Analisis Efisiensi Alokatif Penggunaan Faktor Produksi Emping Melinjo
No
Uraian
Keterangan
Variabel Bahan Baku
1. Elastisitas Produk
bi
0,927
2. Rata-rata imput (Kg)
X
177,52
3. Rata-rata output (Kg)
Y
88,16
4. Produk Marginal (PMx)
bi.Y/X
0,46
5. Rata-rata harga input (Rp)
Px
8.526,32
6. Rata-rata harga otput (Rp)
Py
29.894,74
7. Nilai Produk Marginal (NPMx)
PMxi.Py
13.751,58
8. NPMx/Px
NPMxi/Px
1,61
9. X Optimal
bi.Y.Py/Px
286,54
Sumber: Data Hasil Penelitian, 2013 (Diolah)
1) Efisiensi Alokasi Penggunaan Bahan Baku
Dari hasil analisis efisiensi alokasi penggunaan bahan baku diperoleh nilai
NPMx/Px sebesar 1,61. Nilai ini lebih besar dari 1 oleh sebab itu penggunaan bahan baku
belum efisien sehingga perlu untuk ditingkatkan. Semula bahan baku yang digunakan
adalah sebesar 177,52 Kg, agar optimal penggunaan bahan baku dapat ditingkatkan
sampai 286,54 Kg. Optimalisasi penggunaan bahan baku dapat meningkatkan
pendapatan. Dengan faktor konversi bahan baku menjadi emping melinjo sebesar 0,5
maka output yang dihasilkan juga akan semakin besar, oleh sebab itu maka akan
memperbesar pendapatan produsen.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Mejono, Kecamatan
Plemahan, Kabupaten Kediri terhadap agroindustri emping melinjo, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Agroindustri emping melinjo mampu menghasilkan nilai tambah yang besar dengan
nilai tambah sebesar Rp 6.124,69 dan presentase nilai tambah 41,62% (kategori
presentase nilai tambah tinggi). Besaran nilai tambah yang tinggi ini merupakan
indikator bahwa pengolahan emping melinjo layak untuk dikembangkan
2. Agroindustri emping melinjo mampu menghasilkan keuntungan bagi pelaku
usahanya dengan nilai keuntungan sebesar Rp 550.215,73 dan tingkat R/C Ratio
sebesar 1,26 serta nilai BEPharga dan BEPunit berturut-turut sebesar Rp 14.869,67 dan
43,85 Kg. Kegiatan agroindustri ini dinilai menguntungkan dan mempunyai prospek
yang baik untuk dikembangkan
3. Faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi adalah bahan baku, sementara
tenaga kerja tidak mempunyai pengaruh terhadap produksi karena di tempat
penelitian sistem tenaga kerja memakai sistem tenaga kerja tidak tetap tetap atau
sistem tenaga kerja borongan
4. Penggunaan faktor produksi bahan baku belum mencapai tingkat efisiens karena
terkendala dalam pasokan bahan baku buah melinjo yang semakin sedikit sehingga
pemenuhan input bahan baku masih belum maksimal.

Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai
berikut:
1. Dengan adanya nilai tambah yang tinggi diharapkan pemerintah daerah mampu
mengembangkan agroindustri emping melinjo ini di seluruh daerah di Kabupaten
Kediri yang mempunyai potensi buah melinjo yang besar.
2. Untuk produsen di Desa Mejono, untuk sebaran tenaga kerja dapat diperluas lagi
tidak hanya di Kecamatan Plemahan, namun di kecamatan-kecamatan yang dekat
dengan Kecamatan Plemahan selain dapat meningkatkan skala usaha juga akan
memberikan manfaat dalam penyerapan tenaga kerja.
3. Peningkatan pendapatan oleh produsen dapat dilakukan dengan mengoptimalkan
produksi dengan menaikan penggunan bahan baku hingga 286,54 Kg
4. Hubungan antara peningkatan produksi, maka produksi bahan baku (buah melinjo)
juga harus ditingkatkan oleh petani emping melinjo sehingga dapat meningkatkan
pendapatannya.

DAFTAR PUSTAKA
Antarno. 1991. Profil Agroindustri Pedesaan Jawa Timur. FPUB. Malang.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kediri. 2013. Kediri Dalam Angka. Pemerintah
Kabupaten Kediri.
Boediono. 1991. Ekonomi Mikro. BPFE. Jogjakarta.
_________,. 1997. Pengantar Ilmu Ekonomi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
_________,. 2002. Bunga Rampai Ekonomi Mikro. UGM Press.Yogjakarta.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS Edisi Ke
Empat. Universitas Diponegoro. Semarang.
Haryanto. 1998. Membuat Emping Melinjo. Kanisius. Jogjakarta.
Lukmana, A. 1995.Penataan Industri Pedesaan dalam Rangka Menghadapi Era Pasca
GATT.Majalah pangan. 5 (20) : 15.
Nirwana. 2003. Pengantar Mikro Ekonomi. Bayumedia. Malang.
Soekartawi. 1991. Pokok-pokok Pikiran Pengembangan Industri Pertanian dan
Pedesaaan Jawa Timur dalam Pembangunan Jangka Panjang II. Makalah
Disampaikan pada Seminar Industri Pertanian dan Pedesaan Jawa dan
Pembangunan Jangka Panjang II .UB malang. 18 November 1991.
_________,. 1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi.Raja grafindo.
_________,. 2000. Pengantar Agroindustri. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sukirno, Sudono. 2002. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Rajawali Press. Jakarta.
Sumodiningrat. 2005. Tata Kelola Perusahaan. Usahawan. Jakarta.
Utomo, Yuni Prihadi. 2007. Eksplorasi Data dan Analisis Regresi dengan
SPSS.Muhammadiyah University Press. Surakarta.
Wirartha, I Made. 2006. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Andi Offset. Jogjakarta.

Anda mungkin juga menyukai