Naskah Publikasi Jurnal
Naskah Publikasi Jurnal
SEKTOR UMKM
The Analysis of Added Value and Efficiency in the Use of Production Factors on
Agroindustries of Gnetum Chips (Emping Melinjo) in Small Medium Enterprise
Sector
Irwan Zuhri Effendy1), Budi Setiawan2), Silvana Maulidah2)
1)
PENDAHULUAN
Di tengah persaingan global yang semakin ketat, menuntut setiap orang untuk
lebih kreatif dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Banyak usaha bisnis berbagai
jenis produk yang dijalankan oleh masyarakat baik dari sekala kecil hingga skala besar.
Munculnya keanekaragaman jenis produk yang diperjualbelikan tidak lepas dari
kreatifitas dan inovasi masyarakat. Indonesia merupakan negara yang memiliki
keanekaragaman sumber daya alam yang melimpah namun kenyataannya belum dapat
memanfaatkannya dengan maksimal. Dalam bidang pertanian sendiri, masih banyak
potensi pertanian yang belum digali lebih dalam. Dalam era industrialisasi seperti ini
menuntut Indonesia untuk lebih mengembangkan industrinya dengan memanfaatkan
segala sumber daya yang ada agar dapat selalu mengikuti persaingan industri.Sektor
pertanian memberikan kontribusi PDB dan menyediakan 50% lapangan pekerjaan bagi
masyarakat desa dan berperan sentral dalam penyediaan bahan pangan (Soekartawi,
1993). Dengan menggabungkan konsep pertanian yang dimiliki Indonesia maka tercipta
sebuah konsep agroindustri yang diharapkan akan memberikan dampak yang baik bagi
kesejahteraan masyarakat. Agroindustri pertanian memberikan alternatif produk yang
tahan lama dan memiliki nilai tambah dari produk pertanian (Antarno, 1991). Wujud
keterkaitan antara sektor pertanian dan industri hulu yang memasok bahan baku dan
sektor industri pertanian sebaagai industry yang meningkatkan nilai tambah pada hasil
pertanian untuk menjadi produk yang kompetitif.
Kekayaan sumberdaya pertanian yang melimpah di Indonesia merupakan modal
yang sangat berharga dalam pengembangan agroindustri. Bukan pada industri besar
namun saat ini banyak UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) yang justru menjadi
sektor usaha yang berperan dalam pengembangan agroindustri. Banyak UMKM yang ada
saat ini mengadopsi konsep agroindustri dalam perjalanan usahanya. Salah satu agenda
pembangunan Indonesia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat adalah melalui
pemberdayaan usaha mikro kecil menengah (UMKM). Pengembangan UMKM
diharapkan dapat menyerap kesempatan kerja sekaligus meningkatkan pendapatan
pelakunya. Banyak produk kreatif yang dihasilkan oleh sektor UMKM yang mempunyai
nilai tambah dan tentunya mempunyai nilai jual yang tinggi. Sektor UMKM yang ada
saat ini banyak yang bergerak dalam bidang makanan dan kerajinan dan tidak sedikit
yang mulai bergerak dalam bidang obat-obatan dan kesehatan.
Faktor utama mengapa sektor agroindustri mempunyai prospek yang bagus dalam
pengembangannya di skala industri UMKM adalah mengingat kiprah UMKM di masa
krisis moneter di masa Orde Baru. Sebelum terjadi krisis di era Orde Baru ekonomi di
Indonesia dikuasai oleh 0,1 % perusahaan besar yang hanya menyerap 2% dari angkatan
kerja. Sedangkan UMKM yang mampu menampung 95% angkatan kerja yakni tak
kurang 110 juta orang, ternyata hanya menguasai sedikit sumber daya. Pengaruh krisis
ekonomi yang dirasakan di berbagai negara tidak akan berdampak bagi sektor UMKM
seperti yang terjadi pada krisis moneter yang terjadi di tahun 1997. Krisis ekonomi yang
berdampak besar bagi kelangsungan kehidupan perekonomian negara dimana
perusahaan-perusahaan besar multinasional mengalami kemunduran. Hal ini sangat
mengkawatirkan karena akan menghancurkan perekonomian bangsa. Namun dalam kurun
waktu itu justru kontribusi dari Small Medium Enterpries (yang disebut UMKM) yang
mampu menyelamatkan perekonomian nasional. UMKM terbukti kebal terhadap krisis
ekonomi dan menjadi katup pengaman bagi dampak krisis, seperti pengangguran dan
pemutusan hubungan kerja (Sumodiningrat, 2003). Penyerapan tenaga kerja menjadi
salah satu acuan dalam pengembangan suatu usaha. Oleh sebab itu dirasa sangat tepat
memberdayakan UMKM untuk lebih menguatkan sektor agroindustri yang sangat
potensial di Indonesia.
Saat ini telah banyak UMKM yang menerapkan berbagai macam perlakuan
dalam meningkatkan nilai tambah. Menurut Soeharjo (1991) bahwa dalam perjalanannya
dari produsen ke konsumen produk-produk pertanian dan produk-produk olahannya
Tabel 2. Lanjutan
Variabel
II. Penerimaan dan Keuntungan
8. Harga Bahan Baku (Rp/Kg)
9. Sumbangan Input Lain (Rp/Kg)
10. Nilai Output (Rp/Kg)
11. a. Nilai Tambah (Rp/Kg)
b. Presentase Nilai Tambah (%)
12. a. Upah Tenaga Kerja Langsung (Rp/Kg)
b. Pangsa Tenaga Kerja (%)
13. a. Keuntungan (Rp/Kg)
b. Tingkat Keuntungan (%)
III. Balas
Jasa
Pemilik
Faktor-faktor
Produksi
14. Marjin (Rp/Kg)
a. Upah Tenaga Kerja Langsung (%)
b. Sumbangan Input lain (%)
c. Keuntungan Pemilik Perusahaan (%)
Rumus
(8)
(9)
(10) = (4) x (6)
(11a) = (10)-(9)-(8)
(11b) =(11a)/(10)x100%
(12a) =(5)x(7)
(12b)=(12a)/(11a)x100%
(13a)=(11a)-(12a)
(13b)=(13a)/(11a)x100%
(14) = (10)-(8)
(14a)
=(12a)/(14a)x100%
(14b) =(9)/(14)x100%
(14c) =(13a)/(14)x100%
X1
= Jumlah seluruh bahan baku buah melinjo yang digunakan dalam satu kali
produksi (Kg)
X2
= Jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam satu kali produksi (hari orang
kerja/hok)
a,b
= Besaran yang akan diduga
4. Analisis Efisiensi Alokatif Penggunaan Faktor-faktor Produksi
/ =
Terdapat 3 kondisi untuk menjelaskan efisiensi dari suatu produksi yaitu:
a. Jika NPMx/Px = 1, maka penggunaan faktor sudah efisien
b. Jika NPMx/Px > 1, maka penggunaan faktor produksi belum pada tingkat optimal
dan perlu ditingkatkan lagi agar produksi optimal
c. Jika NPMx/Px < 1, maka penggunaan faktor produksi tidak efisien maka penggunaan
faktor produksi perlu dikurangi
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Nilai Tambah Agroindustri Emping Melinjo
Tabel 4. Analisis Nilai Tambah Metode Hayami
Variabel
I. Output, Input dan Harga
1. Output (Kg)
2. Input (Kg)
3. Tenaga Kerja (HOK)
4. Faktor Konversi
5. Koefisien Tenaga Kerja (HOK)
6. Harga Output (Rp/Kg)
7. Upah Tenaga Kerja Langsung (Rp/HOK)
II. Penerimaan dan Keuntungan
8. Harga Bahan Baku (Rp/Kg)
9. Sumbangan Input Lain (Rp/Kg)
10. Nilai Output (Rp/Kg)
11a. Nilai Tambah (Rp/Kg)
b. Presentase Nilai Tambah (%)
12 a. Upah Tenaga Kerja Langsung (Rp/Kg)
b. Pangsa Tenaga Kerja (%)
13 a. Keuntungan (Rp/Kg)
b. Tingkat Keuntungan (%)
III. Balas Jasa Pemilik Faktor-faktor Produksi
14 Marjin (Rp/Kg)
a. Upah Tenaga Kerja Langsung (%)
b. Sumbangan Input lain (%)
c. Keuntungan Pemilik Perusahaan (%)
Nilai
88,16
177,52
22.58
0,50
0,13
29.894,74
23.735.42
8.526,32
11,22
14.662,22
6.124,69
41,62
2.942,71
48,50
3.181,97
51,50
6.135.91
48.40
0,19
51.41
pangsa tenaga kerjanya adalah sebesar 48,50 % dari nilai tambahnya Analisis lebih lanjut
dari nilai tambah ini adalah dapat diketahui tingkat keuntungan dari mengolah satu satuan
input menjadi satu satuan output. Besaran rata-rata nilai keuntungan dari agroindustri ini
adalah sebesar Rp 3.181,97 atau sebesar 51,50% dari nilai tambahnya.
Setelah dikonversi menjadi data input harian, kemudian kembali di rata-rata
sehingga diketahui input dari keseluruhan agroindustri emping melinjo yaitu sebesar
177,52 Kg. Begitu juga dengan output yang dihasilkan, dari hasil wawancara dengan
responden diperoleh gambaran tentang konversi buah melinjo menjadi emping melinjo
yaitu rata-rata 1 Kg emping melinjo dihasilkan dari 2 Kg buah melinjo. Dengan kata lain
bahwa nilai konversi buah melinjo menjadi emping melinjo adalah sebesar 0,5. Jadi ratarata output yang dihasilkan oleh agroindustri ini mencapai 88,16 Kg. Harga rata-rata
untuk input dan output berturut-turut adalah sebesar Rp 8.526,32 dan Rp 29.894,74.
Penggunaan tenaga kerja rata-rata dalam agroindustri ini adalah sebesar 22.58
HOK dengan upah rata-rata/HOK adalah sebesar Rp 23.735.42. Sedangkan nilai koefisien
tenaga kerja diperoleh angka sebesar 0,13. Hal ini berarti bahwa untuk mengolah 1 Kg
input dibutuhkan 0,13 tenaga kerja. Dalam perhitungan nilai output emping melinjo
diperoleh dari perkalian faktor konversi dengan harga rata-rata output. Besaran nilai
output adalah sebesar Rp 14.662,22. Sedangkan sumbangan penggunaan input lain adalah
sebesar Rp 11,22/Kg.
Besaran marjin yang diperoleh adalah sebesar Rp 6.135.91. Jumlah ini kemudian
didistribusikan sesuai Tabel 18. Sesuai tabel di atas distribusi pendapatan tenaga kerja
langsung yaitu sebesar 48,40% (Rp 2.696,78), kemudian untuk sumbangan input lain
sebesar 0,19 % (Rp 11,66) dan terakhir untuk keuntungan dari produsen yaitu sebesar
51.41 % (Rp 3.154,47) .
Dalam besaran distribusi komponen marjin nilai tambah baik untuk upah tenaga
kerja langsung dan keuntungan produsen, mempunyai nilai yang relatif besar. Untuk sisi
upah tenaga kerja sendiri menandakan bahwa semakin besar nilai presentase
menununjukan tingkat upah yang tinggi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
tenaga kerja. Sedangkan keuntungan bagi produsen menandakan bahwa kegiatan
pengolahan emping melinjo ini mempunyai nilai keuntungan untuk diusahakan. Dari
besaran niai tambah dapat diketahui bahwa bahwa pengolahan buah melinjo menjadi
emping melinjo mempunyai nilai keuntungan tersendiri serta memberikan kontribusi
yang cukup besar bagi upah tenaga kerja. Adanya keuntungan dan upah tenaga kerja ini
menjadi indikator dalam pengembangan lebih lanjut agroindustri semacam ini, baik di
Desa Mejono ataupun di daerah lainnya.
2. Analisis Biaya dan Pendapatan, R/C Ratio serta Nilai BEP Agroindustri Emping
Melinjo
Pada agorindustri emping melinjo ini, seperti yang dijelaskan sebelumnya,
dikatakan bahwa kegiatan produksi dilakukan di rumah masing-masing tenaga kerja.
Setiap produsen menyediakan peralatan guna menjalankan proses produksi, akan tetapi
tidak semuanya peralatan ataupun perlengkapan produsen menyediakan. Seperti sutil dan
pasir untuk menyangrai biji melinjo. Selain itu tidak semua produsen menyediakan
kompor serta penggorengan. Hanya sebagian yang menyediakan untuk kegiatan produksi.
Bagi yang tidak menyediakan beranggapan bahwa dua peralatan ini merupakan peralatan
pokok yang dimiliki oleh sebuag rumah tangga terlepas anggota rumah tangga ini
menjadi tenaga kerja pengolah emping melinjo atau bukan. Untuk lebih lengkapnya,
berikut adalah rincian dari penggunaan biaya, pendapatan,R/C Ratio dan nilai BEP dari
pengolahan emping melinjo ini:
Tabel 5. Rata-rata Penggunaan Biaya, Penerimaan, Pendapatan dan R/C Ratio serta Nilai
BEP Per Proses Produksi
No
Komponen
Rincian
Harga
Jumlah
Jumlah (Rp)
Satuan
Satuan
(Rp)
1. Penerimaan
29.894,74
88,16 Kg 2.635.457,06
2. Biaya Tetap
B. Tenaga Kerja
6.000,00
88,16 Kg
528.947,37
B. Penyusutan
a. Pencetak
166.315,79 23,42 Unit
1.070,13
emping
b. Penjemur
55.895,74 234,2 Unit
7.192,93
c. Wajan
16.052,63 12,79 Unit
112,80
d. Kompor
21.050,63
3,40 Unit
39,57
537.362,80
Total (Rp)
3. Biaya
Tidak B. Bahan baku
8.526,31 177,52 Kg 1.513.581,32
Tetap
B. Kardus
6.289,47
2,25 Unit
14.186,78
B. Bahan bakar
5.000,00 4,00 Liter
20.000,00
1.547.776,10
Total (Rp)
4. Biaya Total
2.085.138,90
5. Keuntungan
550.318,20
6. R/C Ratio
1,26
Perhitungan Nilai BEP
7. BEPPenjualan
Rp 1.310.640,98
9. BEPharga
Rp 14.866,62
8. BEPunit
43,85 Kg
Sumber: Data Hasil Penelitian, 2013 (Diolah)
Rata-rata produsen memberikan dua set peralatan pencetak emping melinjo
dengan rata-rata harga per set antara Rp 80.000,00-Rp 85.000,00. Dengan penggunaan
setiap hari maka biaya penyusutan per hari adalah sebesar Rp 1.070,13. Peralatan
berikutnya adalah penjemur emping melinjo.setelah dicetak emping melinjo yang masih
basah perlu dikeringkan agar dapat disimpan dalam waktu yang lama. Alat penjemur
yang dimiliki bervariasi umumnya terbuat dari kawat dengan rata-rata harga 1 buah
penjemur adalah pada kisaran Rp 8.000,00-Rp 10.000,00. Satu rumah tangga produksi
rata-rata mempunyai 10 buah penjemur. Biaya penyusutan untuk penjemur sendiri adalah
sebesar Rp 7.192,93. Untuk kompor dan wajan rata-rata produsen yang menyediakan dua
alat ini memberikan masing-masing satu buah kepada setiap rumah tangga produksi.
Namun tidak semua produsen menyediakan kompor dan wajan kepada setiap rumah
tangga produksi. Hanya beberapa yang menyediakannnya. Kompor hanya 2 produsen
yang menyediakan, sedangkan wajan disediakan oleh 9 produsen saja. Kompor yang
digunakan adalah kompor gas dengan rata-rata harga persatuannya adalah Rp 200.000,00
dan biaya penyusutannya adalah sebesar Rp. 187,97. Untuk wajan sendiri harga
persatuannya rata-rata berkisar antara Rp 30.000,00-Rp 35.000,00 dengan biaya
penyusutan sebesar Rp 74,82. Untuk tabung dan gas LPG sendiri produsen tidak
menyediakan, biaya pembelian gas LPG diserahkan kepada tenaga kerja. Sedangkan
untuk biaya tenaga kerja rata-ratanya adalah sebesar 528.947,37. Sehingga jumlah total
biaya tetap dari pengolahan emping melinjo ini adalah sebesar Rp 537.362,80.
Harga bahan baku buah melinjo sendiri rata-rata sebesar Rp 8.500,00/Kg dan
total rata-rata biaya bahan baku adalah sebesar Rp 1.513.581,32. Untuk kardus yang
digunakan sendiri mempunyai kapasitas sebesar 30-40 Kg emping melinjo. Harga satu
buah kardus rata-rata sebesar Rp 6.500,00 dan total rata-rata biaya penggunaan kardus
sebesar Rp 14.186,78. Selain itu terdapat biaya bahan bakar sebesar Rp 20.000 untuk
kendaraan yang digunakan produsen untuk mengantar bahan baku atau hasil emping
melinjo dari rumah tenaga kerja. Sehingga besaran total biaya tidak tetap adalah sebesar
Rp 1.547.776,10.
Biaya tetap yang digunakan sebesar Rp 537.362,80 sedangkan biaya tidak tetap
sebesar Rp 1.547.776,10 sehingga untuk biaya total dalam satu kali proses produksi pada
agroindustri emping melinjo ini rata-rata menggunakan biaya sebesar Rp 2.085.138,90.
Dalam satu kali proses produksi rata-rata dihasilkan emping melinjo sebesar 88,16 Kg.
Sedangkan harga rata-rata untuk 1 Kg emping melinjo adalah sebesar Rp 29.894,74. Jadi
penerimaan keseluruhan yang diterima oleh produsen rata-rata sebesar Rp 2.635.457,06.
Penerimaan rata-rata yang diperoleh adalah sebesar Rp 2.635.457,06. Sedangkan biaya
total yang digunakan dalam satu proses produksi adalah sebesar Rp 2.085.138,90.
Sehingga keuntungan bersih yang diterima oleh produsen adalah sebesar Rp 550.318,20.
Hal ini sesuai dengan hipotesis kedua bahwa agroindustri empng melinjo di Desa Mejono
menguntungkan.
Sementara itu nilai R/C Ratio yang diperoleh adalah sebesar 1,26. Hal ini berarti
setiap penggunaan biaya sebesar Rp 1.000,00 maka akan menghasilkan penerimaan
sebesar Rp 1.260,00. Nilai R/C Ratio yang diperoleh lebih besar dari satu maka
agroindustri ini dapat dikatakan menguntungkan. Dari tabel di atas dapat dilihat nilai
BEPunit yaitu sebesar 43,84 Kg, hal ini berarti produsen emping melinjo telah mencapai
titik impas saat memproduksi emping melinjo sebanyak 43,84 Kg, dengan kata lain
produsen tidak mengalami kerugian maupun keuntungan. Sedangkan nilai BEP harga yang
diperoleh adalah sebesar Rp 14.866,62. Hal ini menandakan bahwa produsen tidak akan
mengalami kerugian maupun tidak memperoleh keuntungan saat produsen menjual
emping melinjo sebesar nilai BEPharga tersebut, yang artinya produsen mengalami titik
impas saat menjual produknya dengan harga Rp 14.866,62.
3. Analisis Penggunaan Faktor-faktor Produksi Agroindustri Emping Melinjo
Untuk mengetahui pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi adalah dengan
melakukan pengujian pada model dengan melakukan uji koefisien determinasi, uji F dan
uji t. Namun sebelumnya harus dilakukan uji asumsi klasik untuk mengetahui apakah
anatara variabel mempunyai hubungan. Pengujian fungsi produksi emping melinjo
menggunakan dua variabel yaitu variabel bahan baku dan tenaga kerja serta variabel
dependen jumlah produksi emping melinjo.
a. Uji Asumsi Klasik
1) Uji Normalitas
Uji Normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal
ataukah tidak. Untuk mengetahui data dalam penelitian ini terdistribusi normal atau tidak
dapat dilihat dalam gambar grafik Normal Plot di bawah ini. Dalam gambar grafik di
bawah diketahui sebaran data (titik) mendekati garis diagonal hal ini sesuai kriteria yang
harus dicapai untuk memenuhi asumsi uji normalitas bahwa data tersebut akan memenuhi
asumsi normalitas bila sebaran data (titik) mendekati sumbu diagonal sedangkan bila
menjauhi sumbu diagonal maka sebaran data tidak memenuhi kriteria asumsi uji
normalitas. Jadi data dalam penelitian ini telah memenuhi asumsi normalitas atau
terdistribusi normal.
Dari hasil perhitungan dengan SPSS diperoleh data bahwa nilai F hitung sebesar
6,36 dengan nilai dF N1 = 2 dan dF N2 = 16 dengan tingkat kepercayaan 99 % (0,01).
Sedangkan dari Ftabel diperoleh angka sebesar 6,23. Dengan demikian diperoleh fakta
bahwa nilai Fhitung (6,36) > Ftabel (6,23). Oleh sebab itu maka dapat dipastikan bahwa
penggunaan secara bersama-sama variabel independen (bahan baku dan tenaga kerja)
mempunyai pengaruh terhadap variabel dependennya (jumlah produksi) sehingga model
ini dapat diterima dan layak untuk digunakan.
3) Analisis Uji Parsial ( t )
Secara parsial dalam penelitian ini juga dapat dilihat pengaruh penggunaan
variabel independen secara individual terhadap variabel dependennya dengan melakukan
uji t. Uji t dilakukan dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel. Bila nilai thitung > ttabel
maka variabel yang dimaksud mempunyai pengaruh nyata terhadap variabel
dependennya, namun sebaliknya bila thitung < ttabel maka variabel yang dimaksud tidak
mempunyai pengaruh nyata terhadap variabel dependennya. Uji t dilakukan dengan dF
N1 = 19 diberbagai tingkat kepercayaan. Dari Tabel 22 diperoleh t tabel sebesar 3,58 pada
tingkat kepercayaan 0,001 (99,99%). Sedangkan dari analisis tabel diperoleh persamaan
regresi sebagai berikut :
Ln Y= -0,521 + 0,927LnX1 + 0,060LnX2 + u
Dimana: X1 = Bahan baku
X2 = Tenaga kerja
a) Bahan Baku
Dari hasil perhitungan regresi diperoleh nilai koefisien bahan baku sebesar 0,927
bernilai positif dengan thitung sebesar 15,438. Sedangkan ttabel sebesar 3,58. Dengan
demikian thitung > ttabel, maka variabel bahan baku secara statistik mempunyai pengaruh
nyata terhadap produksi emping melinjo. Dimana dengan peningkatan penggunaan bahan
baku sebesar 1% maka akan diperoleh peningkatan produksi sebesar 0,927%.
Bahan baku merupakan faktor utama dalam sebuah kegiatan produksi
pengolahan. Di Desa Mejono rata-rata konversi bahan baku buah melinjo untuk menjadi
emping melinjo sebesar 0,5. Harga jual emping melinjo berkisar antara Rp 29.000,00-Rp
30.000,00/Kg. Bila produsen ingin meningkatkan keuntungan, maka produsen dapat
menaikan jumlah penggunaan bahan baku dengan menggunakan buah melinjo yang
mempunyai kualitas baik, agar besaran konversi bahan baku buah melinjo menjadi
emping melinjo dapat meningkat.
b) Tenaga Kerja
Dari hasil perhitungan regresi diperoleh nilai koefisien tenaga kerja sebesar 0,060
bernilai positif dengan thitung sebesar 1,005. Sedangkan ttabel sebesar 3,58. Dengan
demikian thitung < ttabel, maka variabel tenaga kerja secara statistik tidak mempunyai
pengaruh nyata terhadap produksi emping melinjo. Tenaga kerja merupakan salah satu
faktor yang penting dalam suatu kegiatan pengolahan Namun seperti yang diketahui
dalam agroindustri emping melinjo di Desa Mejono, tenaga kerja yang dipekerjakan
dalam kegiatan produksi berasal dari rumah tangga serta kegiatan produksi dilakukan di
rumah setiap pekerja. Upah tenaga kerja bukan didasarkan atas jumlah tenaga kerja
namun jumlah ouput yang dihasilkan yaitu untuk 1 Kg emping melinjo produsen
memberi imbalan sebesar Rp 6.000,00. Atau dapat dikatakan bahwa sistem tenaga kerja
bukan menggunakan sistem tenaga kerja tetap namun menggunakan sistem borongan. Hal
ini berarti adanya penambahan tenaga kerja ataupun tidak, tidak akan berpengaruh
terhadap jumlah produksi emping melinjo.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai
berikut:
1. Dengan adanya nilai tambah yang tinggi diharapkan pemerintah daerah mampu
mengembangkan agroindustri emping melinjo ini di seluruh daerah di Kabupaten
Kediri yang mempunyai potensi buah melinjo yang besar.
2. Untuk produsen di Desa Mejono, untuk sebaran tenaga kerja dapat diperluas lagi
tidak hanya di Kecamatan Plemahan, namun di kecamatan-kecamatan yang dekat
dengan Kecamatan Plemahan selain dapat meningkatkan skala usaha juga akan
memberikan manfaat dalam penyerapan tenaga kerja.
3. Peningkatan pendapatan oleh produsen dapat dilakukan dengan mengoptimalkan
produksi dengan menaikan penggunan bahan baku hingga 286,54 Kg
4. Hubungan antara peningkatan produksi, maka produksi bahan baku (buah melinjo)
juga harus ditingkatkan oleh petani emping melinjo sehingga dapat meningkatkan
pendapatannya.
DAFTAR PUSTAKA
Antarno. 1991. Profil Agroindustri Pedesaan Jawa Timur. FPUB. Malang.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kediri. 2013. Kediri Dalam Angka. Pemerintah
Kabupaten Kediri.
Boediono. 1991. Ekonomi Mikro. BPFE. Jogjakarta.
_________,. 1997. Pengantar Ilmu Ekonomi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
_________,. 2002. Bunga Rampai Ekonomi Mikro. UGM Press.Yogjakarta.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS Edisi Ke
Empat. Universitas Diponegoro. Semarang.
Haryanto. 1998. Membuat Emping Melinjo. Kanisius. Jogjakarta.
Lukmana, A. 1995.Penataan Industri Pedesaan dalam Rangka Menghadapi Era Pasca
GATT.Majalah pangan. 5 (20) : 15.
Nirwana. 2003. Pengantar Mikro Ekonomi. Bayumedia. Malang.
Soekartawi. 1991. Pokok-pokok Pikiran Pengembangan Industri Pertanian dan
Pedesaaan Jawa Timur dalam Pembangunan Jangka Panjang II. Makalah
Disampaikan pada Seminar Industri Pertanian dan Pedesaan Jawa dan
Pembangunan Jangka Panjang II .UB malang. 18 November 1991.
_________,. 1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi.Raja grafindo.
_________,. 2000. Pengantar Agroindustri. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sukirno, Sudono. 2002. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Rajawali Press. Jakarta.
Sumodiningrat. 2005. Tata Kelola Perusahaan. Usahawan. Jakarta.
Utomo, Yuni Prihadi. 2007. Eksplorasi Data dan Analisis Regresi dengan
SPSS.Muhammadiyah University Press. Surakarta.
Wirartha, I Made. 2006. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Andi Offset. Jogjakarta.