Anda di halaman 1dari 15

SMF/Laboratorium Ilmu Kulit dan Kelamin

Refleksi Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

HERPES ZOSTER

Oleh :
Rizal Lutfi Auliya A.
Bobby Chandra Kusuma
Dwi Akbarina Yahya
Indah Ria Rezeki

Pembimbing :
dr. M. Darwis Toena, Sp. KK, FINSDV, FAADV

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


SMF/Laboratorium Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
RSUD. Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda
2015

HERPES ZOSTER

ABSTRAK
Abstrak Latar belakang. Herpes zoster merupakan penyakit kulit yang bercirikan
timbulnya ruam kulit dengan distribusi dermatomal dan disertai rasa nyeri yang
hebat. Insiden herpes zoster meningkat seiring bertambahnya usia, di mana lebih
dari 2/3 kasus terjadi pada usia lebih dari 50 tahun dan kurang dari 10% di bawah
20 tahun. Kasus. Pasien Tn. X berumur 45 tahun dengan muncul bintil di sisi kiri
wajah dan lehernya sejak 4 hari sebelum datang ke rumah sakit. Pertama kali
bintil muncul di daerah pipi kiri kemudian menyebar ke telinga, leher sebelah kiri,
lalu bahu kiri. Bintil dirasakan pasien sangat nyeri dan panas. Bintil berisi cairan
yang jernih. Sebelumnya pasien mengeluhkan adanya demam dan menggigil 2
minggu yang lalu disertai nyeri kepala hebat pada sisi kir Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan darah 160/90 mmHg. Status lokalis pada regio colli sinistra
dekstra, regio aurikula sinistra, regio maksilaris sinistra, , dan regio klavikula
sinistra tampak makula dengan dasar kulit yang eritem ukuran lentikuler, tampak
papul multipel ukuran milier, tampak daerah erosi akibat vesikel yang sudah
pecah. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosa dengan
penyakit herpes zoster. terapi asiklovir 6 x 800 mg selama 7 hari, asam mefenamat
3x500 mg sebagai antinyeri, sefadroksil 3x500 mg untuk antibiotiknya,
metilprednisolon 1x16 mg, alprazolam 1x1 mg, pregabalin 2x150 mg, dan
gentamisin salep 2x1. Faktor usia dan penyakit sistemik merupakan faktor risiko
terjadinya herpes zoster
Kata kunci :
Asiklovir, herpes zoster, usia lanjut
ABSTRACT
Background. Shingles is a skin disease that is characterized by the onset of
skin rash with dermatomal distribution and accompanied by great pain. Herpes
zoster incidence increases with age, in which more than two thirds of cases occur
in persons older than 50 years and less than 10% under 20 years old. Case. Mr. X .

45-year-old patient appearing nodule in the left side of the face and neck since 4
days before coming to the hospital. First nodules appear in the left cheek and then
spread to the ear, left neck and left shoulder. Nodule felt by the patient is very
painful and hot. Nodule contains clear fluid. Previous patient complained of fever
and chills 2 weeks ago accompanied by severe headache on the left side On
physical examination found blood pressure 160/90 mmHg. Localist status in the
region of the left colli , region of the left auricle, the left maxillary region, and the
region of the left clavicle looks macula with erythematous skin with lentikuler
size, appear multiple sizes miliary papules, vesicles visible area due to erosion
that has been broken. From the results of the history and physical examination of
patients diagnosed with herpes zoster. acyclovir therapy 6 x 800 mg for 7 days,
mefenamic acid 3x500 mg as antinyeri, cefadroxil 3x500 mg of the antibiotic,
1x16 mg methylprednisolone, alprazolam 1x1 mg, 2x150 mg pregabalin, and
gentamicin ointment 2x1. Age and systemic disease is a risk factor for the
occurrence of herpes zoster
Keywords :
Acyclovir, herpes zoster, elderly

PENDAHULUAN
Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster
disebabkan oleh virus yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela zoster. 1,2
Herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya lesi
vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal
maupun

ganglion

serabut

saraf

sensorik

dan

nervus

kranialis.3,4

Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan
angka kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan
peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per 1000 orang per tahun.
Lebih dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia
di bawah 20 tahun. Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama
terjadi varisela, virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan
permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara
sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion
terjadi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi,
tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius. Herpes
zoster pada umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam varisela
yang terpadat. Aktivasi virus varisela zoster laten diduga karena keadaan tertentu
yang berhubungan dengan imunosupresi, dan imunitas selular merupakan faktor
penting untuk pertahanan pejamu terhadap infeksi endogen 4.
Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi yang
terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang persisten
setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun,
tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penyebaran dari
ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran darah sehingga terjadi

herpes zoster generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena defek imunologi
karena keganasan atau pengobatan imunosupresi 3.
Secara umum pengobatan herpes zoster mempunyai 3 tujuan utama yaitu:
mengatasi infeksi virus akut, mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus
herpes zoster dan mencegah timbulnya neuralgia paska herpetik4.
Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan
vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya) 4. Herpes zoster
adalah sutau infeksi yang dialami oleh seseorang yang tidak mempunyai
kekebalan terhadap varisella (misalnya seseorang yang sebelumnya tidak
terinfeksi oleh varisella dalam bentuk cacar air)3.
Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi:
1. Herpes zoster oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster
yang mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari
cabang oftalmikus saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik
unilateral pada kulit. Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi
kepala dan wajah disertai gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan.
Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit
timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar
dibuka 2.

Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra.


2. Herpes zoster fasialis
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis
(N.VII), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit 2.

Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra.


3. Herpes zoster brakialis
Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit 2.

Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra.


4. Herpes zoster torakalis
Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit2.

Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra.


5. Herpes zoster lumbalis
Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit2.
6. Herpes zoster sakralis
Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit2.

Gambar 5. Herpes zoster sakralis dekstra.

Secara umum, seluruh jenis penyakit herpes dapat menular melalui kontak
langsung. Namun pada herpes zoster, seperti yang terjadi pada penyakit cacar,

proses penularan bisa melalui bersin, batuk, pakaian yang tercemar dan sentuhan
keatas gelembung/lepuh yang pecah. Seseorang yang telah mengalami cacar air
kemudian sembuh, sebenarnya virus tidak 100% hilang dari dalam tubuhnya,
melainkan bersembunyi didalam sel ganglion dorsalis sistem saraf sensoris
penderita. Ketika daya tahan tubuh melemah, virus akan kembali menyerang
dalam bentuk herpes zoster dimana gejala yang ditimbulkan sama dengan
penyakit cacar air3. Bagi seseorang yang belum pernah mengalami cacar air,
apabila terserang virus varicella zoster maka tidak langsung mengalami penyakit
herpes akan tetapi mengalami cacar air telebih dahulu1.
Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa
neuralgia beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya kelainan
kulit. Adakalanya sebelum timbul kelainan kulit didahului gejala prodromal
seperti demam, pusing dan malaise. Kelainan kulit tersebut mula-mula berupa
eritema kemudian berkembang menjadi papula dan vesikula yang dengan cepat
membesar dan menyatu sehingga terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih,
setelah beberapa hari menjadi keruh dan dapat pula bercampur darah. Jika
absorbsi terjadi, vesikel dan bula dapat menjadi krusta3.
Dalam stadium pra erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan
penyebab rasa nyeri lainnya, misalnya pleuritis, infark miokard, kolesistitis,
apendisitis, kolik renal, dan sebagainya4. Namun bila erupsi sudah terlihat,
diagnosis mudah ditegakkan. Karakteristik dari erupsi kulit pada herpes zoster
terdiri atas vesikel-vesikel berkelompok, dengan dasar eritematosa, unilateral, dan
mengenai satu dermatom1.
Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apusan tes Tzanck membantu
menegakkan diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak. Demikian
pula pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsi dengan mikroskop elektron,
serta tes serologik4. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan sebukan sel
limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan serabut saraf, proliferasi endotel
pembuluh darah kecil, hemoragi fokal dan inflamasi selaput ganglion. Partikel
virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen virus herpes zoster
dapat dilihat secara imunofluoresensi. Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah

sulit untuk menegakkan diagnosis2.


Diagnosis banding herpes zoster adalah herpes simpleks. Pada nyeri yang
merupakan gejala prodromal lokal sering salah diagnosis dengan angina pektoris
bila terdapat di daerah setinggi jantung3.
Pengobatan Umum
Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah karena dapat
menularkan kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang
dengan defisiensi imun. Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan
digaruk dan memakai baju yang longgar. Untuk mencegah infeksi sekunder jaga
kebersihan badan2.
Pengobatan Khusus
Sistemik
1. Obat Antivirus
Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya
valasiklovir dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA
polimerase pada virus. Asiklovir dapat diberikan peroral ataupun
intravena. Asiklovir sebaiknya diberikan pada 3 hari pertama sejak lesi
muncul. Dosis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah 5800 mg/hari
selama 7 hari, sedangkan melalui intravena biasanya hanya digunakan
pada pasien yang imunokompromais atau penderita yang tidak bisa minum
obat. Obat lain yang dapat digunakan sebagai terapi herpes zoster adalah
valasiklovir. Valasiklovir diberikan 31000 mg/hari selama 7 hari, karena
konsentrasi dalam plasma tinggi. Selain itu famsiklovir juga dapat dipakai.
Famsiklovir juga bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir
diberikan 3200 mg/hari selama 7 hari 3.
2. Analgetik
Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan oleh
virus herpes zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam mefenamat.
Dosis asam mefenamat adalah 1500 mg/hari diberikan sebanyak 3 kali,
atau dapat juga dipakai seperlunya ketika nyeri muncul2.

Contoh analgesik yang sering digunakan adalah krim yang mengandung


senyawa kalamin, kapsaisin, dan xilokain. Antidepresan trisiklik dapat
aktif mengurangi sakit akibat neuralgia paskaherpetik karena menghambat
penyerapan kembali neurotransmiter serotonin dan norepinefrin. Contoh
antidepresan trisiklik yang digunakan untuk perawatan herpes zoster
adalah amitriptilin dan nortriptilin,. Untuk mengontrol sakit neuropatik,
digunakan antikonvulsan seperti fenitoin, karbamazepin, dan gabapentin3.
Menurut FDA, obat pertama yang dapat diterima untuk nyeri neuropatik
ialah pregabalin. Obat tersebut lebih baik daripada obat gaba karena efek
sampingnya lebih sedikit, lebih poten (2-4 kali), kerjanya lebih cepat,serta
pengaturan dosisnya lebih sederhana. Dosis awalnya 2x75 mg bisa
dinaikan menjadi 2x150 mg bila kurang. Maksimum 600 mg sehari3.
3.

Kortikosteroid
Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay
Hunt. Pemberian harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya
paralisis. Yang biasa diberikan ialah prednison dengan dosis 320 mg/hari,
setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis
prednison setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung
dengan obat antivirus4.

Pengobatan topikal
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium
vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel
agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Kalau
terjadi ulserasi dapat diberikan salep antibiotik4.
Komplikasi
1. Neuralgia paska herpetik
Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada
daerah bekas penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama
berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul
pada umur diatas 40 tahun, persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri

yang bervariasi. Semakin tua umur penderita maka semakin tinggi


persentasenya3.
2. Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa
komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi HIV,
keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering
manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik3.
3. Kelainan pada mata
Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa:
ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optik3.
4.

Sindrom Ramsay Hunt


Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus
fasialis dan otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka
(paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan,
tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan
pengecapan3.

5. Paralisis motorik
secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang
berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak
munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah,
diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya
akan sembuh spontan.

LAPORAN KASUS
Seorang pasien laki-laki berusia 45 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUD. A. Wahab Sjahranie Samarinda degan keluhan utama bintil-bintil
cair yang timbul di sisi kiri wajah dan lehernya.
Pasien mengeluhkan muncul bintil di sisi kiri wajah dan lehernya sejak 4
hari sebelum datang ke rumah sakit. Pertama kali bintil muncul di daerah pipi kiri

kemudian menyebar ke telinga, leher sebelah kiri, lalu bahu kiri. Bintil dirasakan
pasien sangat nyeri dan panas. Bintil berisi cairan yang jernih. Sebelumnya pasien
mengeluhkan adanya demam dan menggigil 2 minggu yang lalu disertai nyeri
kepala hebat pada sisi kiri.

Pasien mengaku sempat berobat karena nyeri

kepalanya di IGD RSUD A.W. Sjahranie namun pasie memilih pulang karena
keluhan berkurang. Pasien belum pernahmelakukan pengobatan ke Poli Kulit dan
Kelamin RSUD. A. Wahab Sjahranie. Adanya riwayat penyakit serupa
sebelumnya disangkal oleh pasien. Riwayat keluhan serupa pada keluarga dan
teman kantornya juga disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran komposmentis dan keadaan
umum sehat. Pemeriksaan tanda vital dan status generalis pasien dalam batas
normal.

Status

dermatologis

menunjukkan

efloresensi

berupa

vesikel

berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa dan edema di regio fasialis
sinistra, aurikula sinstra, dan kolli sinistra.

Foto Klinis Pasien


Pemeriksaan penunjang dengan tes Tzanck tidak dilakukan dikarenakan
ketidaktersediaan alat. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien
didiagnosis sebagai herpes zoster. Diagnosis banding pada pasien ini adalah
herpes simpleks.
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini berupa terapi asiklovir 6 x
800 mg selama 7 hari, asam mefenamat 3x500 mg sebagai antinyeri, sefadroksil
3x500 mg untuk antibiotiknya, metilprednisolon 1x16 mg, alprazolam 1x1 mg,
pregabalin 2x150 mg, dan gentamisin salep 2x1 untuk penggunaan luar.
Prognosis pada pasien ini secara vitam, sanasionam, dan kosmetikan adalah
bonam.
PEMBAHASAN

PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
1. Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis. Ilmu
Penyakit kulit dan Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press, 2001.
2. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Penyakit Virus.
Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ke-3. Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius. 2000,128-9.
3. DjuandaA,Djuanda S, Hamzah M.,Aisah S.,editor.2010. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin.Edisi Kedua. Jakarta : Fakultas Kedokteran Indonesia.
4. Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta:
Hipokrates, 2000; 92-4.

Anda mungkin juga menyukai