Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan di Indonesia adalah pembangunan upaya
kesehatan untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi penduduk, dalam
mewujudkan kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahahteraan
umum dari tujuan nasional. Dalam sistem kesehatan nasional di sebutkan bahwa
tiap warga negara berhak memperoleh derajat kesehatan yang optimal, agar dapat
bekerja serta hidup layaknya sesuai dengan martabat manusia tidak terkecuali
warga negara yang telah usia lanjut, keberhasilan pembangunan nasional di
berbagai segi kehidupan antara lain: perbaikan gizi masyarakat, kemajuan di
bidang kesehatan, keberhasilan lingkungan dan penurunan mortalitas berdampak
positif terhadap pertumbuhan usia lanjut yang sangat pesat (Depkes, 2002).
Sectio caesarea berarti bahwa bayi dikeluarkan dari uterus yang utuh
melalui operasi abdomen. Di negara-negara maju, angka sectio caesarea
meningkat dari 5 % pada 25 tahun yang lalu menjadi 15 %. Peningkatan ini
sebagian disebabkan oleh Mode, sebagian karena ketakutan timbul perkara jika
tidak dilahirkan bayi yang sempurna, sebagian lagi karena pola kehamilan,
wanita menunda kehamilan anak pertama dan membatasi jumlah anak (Jones,
2003).
Menurut statistik tentang 3.509 kasus sectio caesarea yang disusun oleh
Peel dan Chamberlain, indikasi untuk sectio caesaria adalah disproporsi janin
panggul 21%, gawat janin 14%, plasenta previa 11% pernah sectio caesaria 11%,
kelainan letak janin 10%, pre eklamsi dan hipertensi 7% dengan angka kematian
ibu sebelum dikoreksi 17% dan sesudah dikoreksi 0,5% sedangkan kematian
janin 14,5% (Winkjosastro, 2005). Menurut Andon dari beberapa penelitian
terlihat bahwa sebenarnya angka kesakitan dan kematian ibu pada tindakan

operasi sectio caesarea lebih tinggi dibandingkan dengan persalinan pervaginam.


Angka kematian langsung pada operasi sesar adalah 5,8 per 100.000 kelahiran
hidup. Sedangkan angka kesakitan sekitar 27,3 persen dibandingkan dengan
persalinan normal hanya sekitar 9 per 1000 kejadian. WHO (World Health
Organization) menganjurkan operasi sesar hanya sekitar 10-15 % dari jumlah
total kelahiran.
Anjuran WHO tersebut tentunya didasarkan pada analisis risiko-risiko yang
muncul akibat sesar. Baik risiko bagi ibu maupun bayi. (Nakita, 2008). Pada
tahun 2007-2008 jumlah persalinan dengan tindakan section caesarea di Rumah
Sakit Umum Meuraxa Banda Aceh berjumlah 145 kasus dari 745 persalinan
keseluruhannya atau 19,46 %. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa angka
tersebut sudah melebihi batas yang ditetapkan oleh WHO yaitu 10-15 % (Iqbal,
2002).
Post partum dengan sectio caesaria dapat menyebabkan perubahan atau
adaptasi fisiologis yang terdiri dari perubahan involusio, lochea, bentuk tubuh,
perubahan pada periode post partum terdiri dari immiediate post partum, early
post partum, dan late post partum, proses menjadi orang tua dan adaptasi
psikologis yang meliputi fase taking in, taking hold dan letting go.
Selain itu juga terdapat luka post op sectio caesarea yang menimbulkan
gangguan ketidaknyamanan : nyeri dan resiko infeksi yang dikarenakan
terputusnya

jaringan

yang

mengakibatkan

jaringan

terbuka

sehingga

memudahkan kuman untuk masuk yang berakibat menjadi infeksi. Dengan


demikian klien dan keluarga dapat menerima info untuk menghadapi masalah
yang ada, perawat juga diharapkan dapat menjelaskan prosedur sebelum operasi
sectio caesarea dilakukan dan perlu di informasikan pada ibu yang akan
dirasakan selanjutnya setelah operasi sectio caesarea. Selain itu perawat
diharapkan untuk dapat mengatasi masalah keperawatan yang timbul agar tidak
timbul infeksi silang.

Plasenta merupakan organ yang sangat aktif dan memiliki mekanisme


khusus untuk menunjang pertumbuhan dan ketahanan hidup janin. Hal ini
termasuk pertukaran gas yang efisien, transport aktif zat-zat energi, toleransi
imunologis terhadap imunitas ibu pada alograft dan akuisisi janin. Melihat
pentingnya peranan dari plasenta maka bila terjadi kelainan pada plasenta akan
menyebabkan kelainan pada janin ataupun mengganggu proses persalinan. Salah
satu kelainan pada plasenta adalah kelainan implantasi atau disebut dengan
plasenta previa (Manuaba, 2005).
MOW (Medis Operatif Wanita) / Tubektomi atau juga dapat disebut dengan
sterilisasi. MOW merupakan tindakan penutupan terhadap kedua saluran telur
kanan dan kiri yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati saluran telur,
dengan demikian sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma laki laki sehingga
tidak terjadi kehamilan, oleh karena itu gairah seks wania tidak akan turun
(BKKBN, 2006)
B. TUJUAN
1.

Tujuan Umum
Tujuan umum dari pelaksanaan kegiatan keperawatan maternitas ini adalah
mahasiswa mampu menerapkan Asuhan Keperawatan Post Caesarea Hari
Pertama dengan Indikasi Plasenta Letak Rendah (PLR) dan MOW (Medis
Operatif Wanita) dengan pendekatan proses asuhan keperawatan dari tahap
pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

2.

Tujuan Khusus
1) Menggambarkan hasil pengkajian pada klien Post SC hari pertama dengan
indikasi Plasenta Letak Rendah (PLR) dan MOW.
2) Menggambarkan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien Post SC
hari pertama dengan indikasi Plasenta Letak Rendah (PLR) dan MOW.

3) Mengggambarkan respon klien Post SC hari pertama dengan indikasi


Plasenta Letak Rendah (PLR) dan MOW.
4) Menggambarkan tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah
diagnosa keperawatan klien Post SC hari pertama dengan indikasi Plasenta
Letak Rendah (PLR) dan MOW.
5) Menggambarkan hasil evaluasi.
6) Menggambarkan faktor pendukung dan penghambat dalam pengelolaan
klien Post SC hari pertama dengan indikasi Plasenta Letak Rendah (PLR)
dan MOW.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. SECTIO CAESAREA
1. Pengertian
Yusmiati (2007) menyatakan bedah sesar adalah sebuah bentuk
melahirkan anak dengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang
menembus abdomen seorang ibu dan uterus untuk mengeluarkan satu bayi
atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika kelahiran melalui vagina
akan mengarah pada komplikasi-komplikasi, kendati cara ini semakin
umum sebagai pengganti kelahiran normal.
Sectio caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi
dengan berat di atas 500 gr, melalui sayatan pada dinding uterus yang
masih utuh (intact) (Syaifuddin, 2006).
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin
dengan membuka perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu
histerektomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim. Jenis-jenis operasi
sectio caesarea, terdiri atas :
a) Abdomen (Sectio Caesarea Abdominalis)
a.

SC klasik atau corporal, dilakukan dengan membuat sayatan


memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm. Kelebihannya antara
lain : mengeluarkan janin dengan cepat, tidak mengakibatkan
komplikasi kandung kemih tertarik, dan sayatan bisa diperpanjang
proksimal dan distal. Sedangkan kekurangannya adalah infeksi
mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada
peritonealis yang baik, untuk persalinan yang berikutnya lebih
sering terjadi ruptur uteri spontan.

b.

SC ismika atau profundal, dilakukan dengan melakukan sayatan


melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servikal
transversal) kira-kira 10 cm. Kelebihan dari sectio caesarea ismika,
antara lain : penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan
reperitonealisasi yang baik, tumpang tindih dari peritoneal flop baik
untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum, dan
kemungkinan ruptur uteri spontan berkurang atau lebih kecil.
Sedangkan

kekurangannya

adalah

luka

melebar

sehingga

menyebabkan uteri pecah dan menyebabkan perdarahan banyak,


keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi.
c.

SC ekstra peritonealis, yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis


dan tidak membuka cavum abdominal.

b) Vagina (Sectio Caesarea Vaginalis)


Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan dengan
sayatan memanjang (longitudinal), sayatan melintang (transversal), atau
sayatan huruf T (T Insision) (Rachman, M, 2000; Winkjosastro, Hanifa,
2007).
2. Keutungan Sectio Caesarea
Operasi caesar lebih aman dipilih dalam menjalani proses
persalinan karena telah banyak menyelamatkan jiwa ibu yang mengalami
kesulitan melahirkan. Jalan lahir tidak teruji dengan dilakukannya sectio
caesarea, yaitu bila mana di diagnosa panggul sempit atau fetal distress
didukung data pelvimetri. Bagi ibu yang paranoid terhadap rasa sakit, maka
sectio caesarea adalah pilihan yang tepat dalam menjalani proses
persalinan, karena diberi anastesi atau penghilang rasa sakit (Fauzi, 2007).

3. Kerugian Sectio Caesarea


Operasi sectio caesarea merupakan prosedur medis yang mahal.
Prosedur anastesi pada operasi bias membuat anak ikut terbius, sehingga
anak tidak spontan menangis, keterlambatan menangis ini mengakibatkan
kelainan hemodinamika dan mengurangi apgar score. Ibu akan mendapat
luka baru di perut dan kemungkinan timbulnya infeksi bila luka operasi
tidak dirawat dengan baik. Gerak tubuh ibu menjadi sangat terbatas
sehingga proses penyembuhan luka akan semakin lama. Tindakan Seksio
Caesar biasanya dianggap sebagai suatu penyiksaan bagi yang tidak
memiliki kebiasaan beristirahat lama di rumah sakit setelah melahirkan
(Fauzi, 2007).
4. Indikasi-Indikasi Sectio Caesarea
1) Indikasi Ibu
Dalam proses persalinan terdapat tiga faktor penentu yaitu power
(tenaga mengejan dan kontraksi dinding otot perut dan dinding rahim),
passageway (keadaan jalan lahir), passanger (janin yang dilahirkan) dan
psikis ibu.
Mula-mula indikasi sectio caesarea hanya karena ada kelainan
passageaway, misalnya sempitnya panggul, dugaan akan terjadinya
trauma persalinan pada jalan lahir atau pada anak, sehingga
kelahirannya tidak bisa melalui jalan vagina. Namun, akhirnya
merambat ke faktor power dan pasanger. Kelainan power yang
memungkinkan dilakukannya sectio caesarea, misalnya mengejan
lemah, ibu sakit jantung atau penyakit menahun lainnya mempengaruhi
tenaga. Sedangkan kelainan passenger diantaranya makrosemia, anak
kelainan letak jantung, primigravida >35 tahun dengan janin letak
sungsang, persalinan tak maju, dan anak menderita fetal distress
syndrome (denyut jantung janin melemah).

Secara terperinci ada tujuh indikasi medis seorang ibu yang harus
menjalani sectio caesarea yaitu:
a) Jika panggual sempit, sehingga besar anak tidak proporsional
dengan indikasi panggul ibu (disporsi). Oleh karena itu, penting
untuk melakukan pengukuran panggul pada waktu pemeriksaan
kehamilan awal. Dengan tujuan memperkirakan apakah panggul ibu
masih dalam batas normal.
b) Pada kasus gawat janin akibat terinfeksi misalnya, kasus ketuban
pecah dini (KPD) sehingga bayi terendam cairan ketuban yang
busuk atau bayi ikut memikul demam tinggi. Pada kasus ibu
mengalami preeklamsia / eklamsia, sehingga janin terpengaruh
akibat komplikasi ibu.
c) Pada kasus plasenta terletak dibawah yang menutupi ostium uteri
internum (plasenta previa), biasanya plasenta melekat di bagian
tengah rahim. Akan tetapi pada kasus plasenta previa menutupi
ostium uteri internum.
d) Pada kasus kelainan letak. Jika posisi anak dalam kandungan
letaknya melintang dan terlambat diperiksa selama kehamilan belum
tua.
e) Jika terjadi kontraksi yang lemah dan tidak terkordinasi, hal ini
menyebabkan tidak ada lagi kekuatan untuk mendorong bayi keluar
dari rahim. (incordinate uterine-action).
f)

Jika ibu menderita preeklamsia, yaitu jika selama kehamilan


muncul gejala darah tinggi, ada protein dalam air seni, penglihatan
kabur dan juga melihat bayangan ganda. Pada eklamsia ada gejala
kejang-kejang sampai tidak sadarkan diri.

g) Jika ibu mempunyai riwayat persalinan sebelumnya adalah sectio


caesarea maka persalinan berikutnya umumnya harus sectio
caesarea karena takut terjadi robekan rahim. Namun sekarang,
8

teknik sectio caesarea dilakukan dengan sayatan dibagian bawah


rahim sehingga potongan pada otot rahim tidak membujur lagi.
Dengan demikian bahaya rahim robek akan lebih kecil dibandingkan
dengan teknik sectio dulu yang sayatan dibagian tengah rahim
dengan potongan yang bukan melintang (Cunningham, 2006).
2) Indikasi sosial
Selain indikasi medis terdapat indikasi non-medis untuk melakukan
sectio caesarea yang indikasi sosial. Persalinan sectio caesarea karena
indikasi sosial timbul karena adanya permintaan pasien walaupun tidak
ada masalah atau kesulitan untuk melakukan persalinan normal. Indikasi
sosial biasanya sudah direncanakan terlebih dahulu untuk dilakukan
tindakan sectio caesarea (Cunningham, 2006).
5. Kontara indikasi sectio caesarea
Kontra indikasi sectio caesarea dilakukan baik untuk kepentingan ibu
maupun untuk kepentingan anak, oleh sebab itu, sectio caesarea tidak
dilakukan kecuali tidak dalam keadaan terpaksa. sectio caesarea tidak
boleh dilakukan pada kasus-kasus seperti ini:
1) Janin sudah mati dalam kandungan. Dalam hal ini dokter memastikan
denyut jantung janin tidak ada lagi, tidak ada lagi gerakan janin anak
dan dari pemeriksaan USG untuk memastikan keadaan janin
2) Janin terlalu kecil untuk mampu hidup diluar kandungan
3) Terjadi infeksi dalam kehamilan
4) Anak dalam keadaan cacat seperti Hidrocefalus dan Anecepalus
(Cunningham, 2006).
6. Anestesi
Ada beberapa anestesi atau penghilang rasa sakit yang bisa dipilih untuk
operasi caesarea, baik spinal maupun general. Pada anestesi spinal atau

epidural yang lebih umum digunakan, sang ibu tetap sadar kala operasi
berlangsung. Anestesi general bekerja secara jauh lebih cepat, dan mungkin
diberikan jika diperlukan proses persalinan yang cepat (Gallagther, 2004).
1) Anestesi general
Anestesi general biasanya diberikan jika anestesi spinal atau epidural
tidak mungkin diberikan, baik karena alasan teksis maupun karena
dianggap tidak aman. Pada prosedur pemberian anestesi ini akan
menghirup oksigen melalui masker wajah selama tiga sampai empat
menit sebelum obat diberikan melalui penetesan intra vena. Dalam
waktu 20 sampai 30 detik, maka pasien akan terlelap. Saat pasien tidak
sadar, akan disisipkan sebuah selang ke dalam tenggorakan pasien untuk
membantu pasien bernafas dan mencegah muntah. Pasien yang
menggunakan anestesi general harus dimonitor secara konstan oleh
seseorang ahli anestesi.
2) Anestesi spinal
Dalam operasi caesarea, pasien diberi penawaran untuk menggunakan
anestesi spinal atau epidural. Pilihan ini membuat pertengahan ke
bawah tubuh pasien mati rasa, tetapi pasien akan tetap terjaga dan
menyadari apa yang sedang terjadi. Hal ini berarti pasien bisa
merasakan kelahiran bayi tanpa merasakan sakit, dan pasangan juga bisa
mendampingi untuk memberikan dorongan dan semangat.
7. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Post Sectio Caesarea.
Proses keperawatan adalah metode sistematis dimana secara langsung
perawat bersama klien secara bersama menentukan perawatan sehingga
membutuhkan asuhan keperawatan.
1) Pengkajian
a.

Pengumpulan Data

10

Pengumpulan data dilakukan sejak klien masuk rumah sakit.


Selama klien dirawat secara terus-menerus serta pengkajian dapat
dilakukan ulang untuk menambah dan melengkapi data yang telah
ada. Pengumpulan data meliputi :
b. Identitas
Identitas klien yang perlu dikaji adalah identitas klien yang meliputi
nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan terakhir, pekerjaan,
status perkawinan, golongan darah, alamat, diagnosa medis, tanggal
masuk rumah sakit, tinggal pengkajian dan nomor medik. Selain itu
perlu juga dikaji identitas penanggung jawab yang meliputi nama,
umur, agama, pendidikan terakhir, pekerjaan, agama, hubungan
dengan klien dan alamat.
c.

Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan merupakan sumber data subjektif tentang status
kesehatan pasien yang memberikan gambaran tentang masalah
kesehatan aktual maupun potensial dan merupakan penentuan
pengkajian fisik yang berkaitan dengan imformasi tentang keadaan
fisiologis, psikologis, budaya dan psikososial. Ini juga berkaitan
dengan status kesehatan pasien dan faktor-faktor seperti gaya hidup
hubungan pola dalam keluarga dan pengaruh budaya.

d. Keluhan Utama
Umumnya beberapa hari periode post partum pervagina ibu
merasakan nyeri setelah melahirkan, nyeri episiotomi atau laserasi
dan pembengkakan payudara
e.

Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan menjabarkan keluhan utama dengan pendekatan
P,Q,R,S,T Paliatif yaitu faktor yang memperberat dan memperingan
masalah, Quality yaitu kualitas nyeri, Regional yaitu daerah yang

11

dirasakan, Scale yaitu skala nyeri, dan Time yaitu waktu yang
dirasakan.
f.

Riwayat Kesehatan Dahulu


Fokus pengkajian kesehatan dahulu. Klien adalah lentang faktor
predisposisi ada atau tidaknya masalah kesehatan yang pernah
dialami misalnya demam riwayat alergi seperti obat dan makanan,
serta ada tidaknya penyakit menular pada klien.

g.

Riwayat Kesehatan Keluarga


Hal yang perlu dikaji tentang kesehatan keluarga mengenal ada
tidaknya riwayat kelahiran, riwayat alergi, dan penyakit keturunan
seperti diabetes mellitus dan hipertensi.

h. Riwayat Genekologi dan Obstetri


a)

Riwayat Ginekologi
i. Riwayat menstruasi
Meliputi menarce, lama haid, siklus haid, sifat darah,
adatidaknya dismenarche, HpHt dan taksiran partus.
ii.Riwayat Perkawinan
Meliputi usia klien dan suami saat menikah, perkawinan
keberapa bagi klien dengan suami serta lamanya perkawinan.
iii.Riwayat keluarga berencana
Meliputi jenis alat kontrasepsi yang pernah digunakan, lama
penggunaan, keluhan selama penggunaan, rencana mempunyai
anak dan jenis kontrasepsi yang akan digunakan setelah
bersalin.

b) Riwayat Obstetri
i. Riwayat kehamilan sekarang
Meliputi keluhan selama hamil, gerakan anak pertama kali
dirasakan, imunisasi yang diperoleh, penambahan berat badan

12

selama hamil, pemeriksaan yang dilakukan teratur atau tidak


serta tempat pemeriksaan dan hasil pemeriksaan.
ii. Riwayat Persalinan
Meliputi partus keberapa, tanggal partus, jam partus, jenis
persalinan, lama persalinan, jumlah pendarahan selama
kehamilan, jenis kelamin bayi, berat badan bayi, panjang badan
bayi, dan apgar skor, menit pertama dan 5 menit pertama.
Normalnya apgar score 7-10
i.

Pemeriksaan Fisik Pada Ibu


Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada ibu post partum yaitu
pemeriksaan fisik persistem.
a)

Penampilan Umum
Meliputi status kesadaran, keadaan fisik klien.

b) Pemeriksaan fisik persistem terdiri dari :


1) Sistem Pernapasan
Hal yang perlu dikaji pada sistem pernapsan adalah: bentuk
hidung simetris atau tidak, terdapat pernapasan cuping
hidung, riwayat alergi, sekret, bentuk ada, ada tidaknya
sekret, jenis pernapasan.
2) Sistem Cardiovaskuler
Yang harus dikaji pada sistem kardiovaskuler adalah:
tekanan darah, nadi konjungtiva, JVP, Capilary Reffil time,
bunyi jantung, irama jantung.
3) Sistem Gastrointestinal
Penurunan tonus otot perut dan mortilitas usus, nafsu
makan meningkat, ibu merasa cepat lapar, biasanya
didapatkan hemoroid pada usus, bising usus normal 812x /menit.

13

4) Sistem Perkemihan
Uretra dan ureatus urinarius oedema
5) Sistem Neurologis
Sakit kepala pada ibu post partum, mungkin disebabkan
oleh perubahan kondisi akibat hipetensi atau stress.
6) Sistem Endokrin
Adanya rangsangan hisap bayi, fundus akan mengeras jika
dilakukan massase ringan, hal ini berkaitan dengan
pengeluaran oksitosin pembengkakan payudara.
7) Sistem Reproduksi
Mencakup bentuk payudara, pembengkakan payudara,
pigmentasi aerola mammae, terjadi pengeluaran kolostrum
saat dipalpasi, tinggi fundus uteri, kontraksi uterus, jenis
lokhea pada hari 1-2, lokhea lubra berwarna merah,
keadaan vagina dan vulva.
8) Sistem Muskuloskeletal
Tonus otot perut menurun, dinding abdomen lunak dan
kendur.
9) Sistem Integumen
Hiperpigmentasi aerola mammae, linea nigra, kulit lembab.
j.

Data Biologis
Mencakup masalah kesehatan dan keperawatan yang lalu, masalah
kesehatan yang dialami dan masalah pola kebiasaan sehari-hari dan
masalah yang beresiko untuk klien.
a)

Pola Nutrisi
Mencakup kebiasaan makan, frekuensi, jumlah dan jenis
makanan yang disukai, pantangan, porsi makan, kebiasaan
umum, frekuensi, jumlah, jenis.

b) Pola Eliminasi
14

Mencakup kebiasaan BAB, frekuensi, warna, konsistensi,


keluhan, kebiasan BAK, frekuensi, jumlah warna, konsistensi,
keluhan.
c)

Pola Istirahat dan Tidur


Mencakup tidur malam, waktu dan lama, tidur siang, waktu dan
lama.

d) Pola Aktivitas dan latihan


Mencakup kegiatan yang dilakukan dirumah, dan saat dikaji,
olahraga, aktivitas rekreasi, waktu luang.
e)

Pola Personal Hygiene


Mencakup frekuensi mandi, gosok gigi, dan mencuci rambut.

k. Data Psikososial
Mencakup Prilaku, pola emosi, konsep diri, gambaran diri, pola
pemecahan masalah, tingkat pengetahuan dan daya ingat, data sosial
yang meliputi : Status ekonomi, kegiatan rekreasi, bahasa, daya
komunikasi, pengaruh budaya, sumber daya masyarakat, faktor
resiko lingkungan, hubungan sosial, hubungan dengan keluarga dan
pekerjaan.
l.

Data Spiritual
Mencakup nilai-nilai dan norma, kegiatan keagamaan, dan moral.

m. Pemeriksaan Penunjang
Meliputi pemeriksaan laboratorium seperti hemoglobin, golongan
darah, leukosit, hematokrit, dan trombosit.
n. Pengobatan
Pengobatan yang diberikan pada klien post ektrasi forsep adalah
obat analgetik dan antibiotik.
o.

Pemeriksaan Fisik Pada Bayi


Menggunakan pendekatan head to toe
a)

Penampilan Umum
15

Meliputi pergerakan, berat badan normalnya 2500 4000 gram,


panjang badan normalnya 44 55 cm, tanda-tanda vital, suhu
normal 36 37,5 C, respirasi normal 40 60 x / menit, heat
rate 110 160 x/ menit.
b) Kepala
Meliputi bentuk kesimetrisan ukuran lingkar kepala normalnya
23 37 cm, penyebaran rambut merata atau tidak, fontanel
anterior dan posterior yang normalnya teraba hangat.
c)

Wajah
Meliputi kesimetrisan, sekitar alis dan dahi terdapat rambut
halus, adanya tanda kemerahan di pipi.

d) Mata
Meliputi kesimetrisan pergerakan bola mata, konjungtiva dan
seklera, kaji reflek mata misalnya reflek mengedip dapat timbul
dari beberapa rangsangan seperti cahaya yang terang, sentuhan
nyeri, dan usapan alis, reflek pupil timbul sebagai akibat respon
terhadap cahaya.
e)

Hidung
Meliputi bentuk, kesimetrisan, adanya tidaknya secret

f)

Telinga
Meliputi kesimetrisan, kebersihan, kesejajaran puncak telinga,
ada tidaknya lubang telinga, ada tidaknya cairan yang keluar,
ada reflek terkejut reflek ini timbul dengan suara keras secara
mendadak atau dengan menepuk sternum.

g) Mulut
Adanya

reflek oral atau reflek menyelidiki (mencari)

mermupakan respon terhadap rabaan feri oral, jika pipi bayi


kontak dengan mammae ibu atau bagian lain maka bayi akan
mencari puting susu hal ini memungkinkan bayi menemukan
16

pappila mammae tanpa dibimbing ke tujuannya, jika mulut bayi


disentuh dengan ringan bibir bawah menurun pada sisi yang
sama dan lidah bergerak ke depan ke arah titik rangsangan,
reflek rooting, bayi memutar kearah pipi yang digores, reflek
menghisap, bayi menghisap dengan kuat dalam berespon
terhadap stimulasi, reflek ini menetap selama masa bayi dan
mungkin terjadi selama tidur.
h) Leher
Mengkaji kesimetrisan, kaji reflek tonik neck, bayi melakukan
perubahan posisi kepala diputar ke satu sisi, lengan dan
tungkai, ekstensi ke arah sisi putaran kepala dan fleksi pada sisi
yang berlawanan apakah ada kelenjar getah bening atau tidak.
i)

Abdomen
Meliputi bentuk keadaan kulit, keadaan tali pusat.

j)

Genetalia
Pada laki-laki normalnya testis turun dan pada perempuan
biasanya

labia

mayora

dan

minora

serta

clitorisnya

membengkak, kaji apakah pengeluaran lendir atau tidak.


k) Ekstremitas
Pada ekstremitas kaji jumlah jari lengkap atau tidak, kaji reflek
moro reflek ini terdiri dari abduksi dan ekstensi lengan, tangan
membuka jari seringkali melengkung reflek ini ditemukan pada
bayi prematur, kaji reflek menggenggam telapak tangan
dirangsang jari-jari akan fleksi dan menggenggam benda,
ekstremitas bawah, kaji kesimetrisan jari lengkap atau tidak,
reflek jari kaki mengembang dan ibu jari dorsoflexi.

2) Analisa Data
17

Analisa data merupakan kesimpulan data yang terkumpul, analisa data


meliputi pengelompokkan data, penyebab, dan dampak serta masalah
yang terjadi.
3) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu,
keluarga, atau komunitas terhadap masalah-masalah kesehatan/proses
kehidupan

yang

aktual

dan

potensial.

Diagnosa

keperawatan

memberikan dasar terhadap pemilihan intervensi keperawatan untuk


mencapai hasil dimana perawat dapat bertanggung gugat. (Dongoes,
2001).
Adapun beberapa diagnosa yang muncul pada klien post partum dengan
Sectio Casarea antara lain:
a.

Perubahan proses keluarga berhubungan dengan


perkembangan transisi/ peningkatan anggota keluarga, krisis situasi.

b.

Ketidaknyamanan: Nyeri berhubungan dengan


trauma pembedahan, efek-efek anestesia, efek-efek hormonal,
distensi kandung kemih/abdomen.

c.

Ansietas berhubungan dengan krisis situasi,


ancaman

pada

konsep

diri,

transmisi/kontak

interpersonal,

kebutuhan tidak terpenuhi.


d.

Harga diri rndah berhubungan dengan merasa


gagal dalam peristiwa kehidupan.

e.

Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan


dengan fungsi biokimia atau regulasi, efek-efek anestesia,
tromboemboli, profil darah abnormal, trauma jaringan

4) Perencanaan Keperawatan
Perencanaan meliputi pengembngan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang di identifikasi pada

18

diagnosa keperawatan. Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosa


keperawatan dan menyimpulkan rencna dokumentasi.
5) Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencna tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Tahap pelaksaan dimulai setelah rencana tindakan disusun
dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai
tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik
dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan klien.
6) Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menadakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui
evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor kealpaan yang
terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan, dan pelaksanaan
tindakan.
B. PLASENTA PREVIA (PLASENTA LETAK RENDAH)
1. Pengertian
Plasenta merupakan bagian dari kehamilan yang penting,
mempunyai bentuk bundar dengan ukuran 15 x 20 cm dengan tebal 2,5
sampai 3 cm dan beratnya 500 gram. Plasenta merupakan organ yang
sangat aktif dan memiliki mekanisme khusus untuk menunjang
pertumbuhan dan ketahanan hidup janin. Hal ini termasuk pertukaran gas
yang efisien, transport aktif zat-zat energi, toleransi imunologis terhadap
imunitas ibu pada alograft dan akuisisi janin. Melihat pentingnya peranan
dari plasenta maka bila terjadi kelainan pada plasenta akan menyebabkan
kelainan pada janin ataupun mengganggu proses persalinan. Salah satu

19

kelainan pada plasenta adalah kelainan implantasi atau disebut dengan


plasenta previa (Manuaba, 2005).
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi
pada tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi
sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal) dan
oleh karenanya bagian terendah sering kali terkendala memasuki Pintu Atas
Panggul (PAP) atau menimbulkan kelainan janin dalam rahim. Pada
keadaan normal plasenta umumnya terletak di korpus uteri bagian depan
atau belakang agak ke arah fundus uteri (Prawirohardjo, 2008).
2. Klasifikasi Plasenta Previa
Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan
plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu, karena
klasifikasi tidak didasarkan pada keadaan anatomi melainkan pada keadaan
fisiologis yang dapat berubah-ubah, maka klasifikasi ini dapat berubah
setiap waktu misalnya pada pembukaan yang masih kecil, seluruh
pembukaan yang lebih besar, keadaan ini akan menjadi plasenta previa
lateralis. Ada juga penulis yang menganjurkan bahwa menegakkan
diagnosa sewaktu moment opname yaitu saat penderita diperiksa
(Mochtar, 2002).
Klasifikasi plasenta previa menurut De Snoo dalam Mochtar
(2002), berdasarkan pembukaan 4-5 cm dibagi menjadi dua, yaitu :
a.

Plasenta previa sentralis


(totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta menutupi
seluruh ostium.

b.

Plasenta previa lateralis,


bila pada pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan ditutupi oleh
plasenta, dapat dibagi menjadi:

20

1) Plasenta previa lateralis posterior, bila sebagian menutupi ostium


bagian belakang.
2) Plasenta previa lateralis anterior, bila sebagian menutupi ostium
bagian depan.
3) Plasenta previa lateralis marginalis, bila sebagian kecil atau hanya
pinggir ostium yang ditutupi plasenta.
Klasifikasi plasenta previa menurut Browne dalam Mochtar
(2002) yaitu :
a.

Tingkat 1 = Lateral plasenta previa


Pinggir bawah plasenta berinsersi sampai ke segmen bawah rahim,
namun tidak sampai ke pinggir pembukaan.

b.

Tingkat 2 = Marginal plasenta previa.


Plasenta mencapai pinggir pembukaan

c.

Tingkat 3 = Complete plasenta previa


Plasenta menutupi ostium waktu tertutup, dan tidak menutupi bila
pembukaan hampir lengkap.

d.

Tingkat 4 = Central plasenta previa


Plasenta menutupi seluruhnya pada pembukaan hampir lengkap.

Secara umum plasenta previa dapat dibagi menjadi empat, yaitu :


a.

Plasenta Previa Totalis


Apabila jaringan plasenta menutupi seluruh ostium uteri internum.

b.

Plasenta Previa Parsialis


Yaitu apabila jaringan plasenta menutupi sebagian ostium uteri
internum.

c.

Plasenta Previa Marginalis


Yaitu plasenta yang tepinya terletak pada pinggir ostium uteri
internum.

d.

Plasenta Previa Letak Rendah

21

Apabila jaringan plasenta berada kira-kira 3-4 cm di atas ostium uteri


internum, pada pemeriksaan dalam tidak teraba (Prawirohardjo, 2008).
3. Faktor-faktor Risiko Terjadinya Plasenta Previa
Penyebab plasenta previa belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya plasenta
previa, antara lain :
a.

Umur

b.

Banyaknya jumlah kehamilan dan persalinan (paritas)

c.

Hipoplasia endometrium

d.

Korpus luteum bereaksi lambat

e.

Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium

f.

Endometrium cacat, seksio cesarea, kuretase, dan manual plasenta

g.

Kehamilan kembar

h.

Riwayat plasenta previa sebelumnya (Mochtar, 2002).

4. Komplikasi Plasenta Previa


Ada beberapa komplikasi yang bisa terjadi pada ibu hamil yang
menderita plasenta previa, yaitu :
a.

Komplikasi pada ibu


1) Dapat terjadi anemia bahkan syok
2) Dapat terjadi robekan pada serviks dan segmen bawah rahim yang
rapuh
3) Infeksi karena perdarahan yang banyak (Manuaba, 2008).

b.

Komplikasi pada janin


1) Kelainan letak janin.
2) Prematuritas dengan morbiditas dan mortalitas tinggi
3) Asfiksia intra uterin sampai dengan kematian (Manuaba, 2008).

22

5. Prognosis
Prognosis ibu pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika
dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini dikarenakan diagnosa yang lebih
dini, ketersediaan transfusi darah, dan infus cairan yang telah ada hampir
semua rumah sakit kabupaten.
Demikian juga dengan kesakitan dan kematian anak mengalami
penurunan, namun masih belum terlepas dari komplikasi kelahiran
prematur baik yang lahir spontan maupun karena intervensi seksio cesarea.
Karenanya kelahiran prematur belum sepenuhnya bisa dihindari sekalipun
tindakan konservatif diberlakukan (Prawirohardjo, 2008).
C. MOW (MEDIS OPERASI WANITA) / TUBEKTOMI
1. Pengertian
MOW (Medis Operatif Wanita) / Tubektomi atau juga dapat
disebut dengan sterilisasi. MOW merupakan tindakan penutupan terhadap
kedua saluran telur kanan dan kiri yang menyebabkan sel telur tidak dapat
melewati saluran telur, dengan demikian sel telur tidak dapat bertemu
dengan sperma laki laki sehingga tidak terjadi kehamilan, oleh karena itu
gairah seks wania tidak akan turun (BKKBN, 2006)
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan
fertilitas atau kesuburan perempuan dengan mengokulasi tuba fallopi
(mengikat dan memotong atau memasang cincin) sehingga sperma tidak
dapat bertemu dengan ovum (Noviawati dan Sujiayatini, 2009) jadi dasar
dari MOW ini adalah mengokulasi tubafallopi sehingga spermatozoa dan
ovum tidak dapat bertemu (Hanafi, 2004).
Program MOW sendiri dibagi menjadi 2 yaitu diantaranya:
a.

Program rumah sakit


a) Pelaksanaan MOW pasca operasi / pasca melahirkan

23

b) Mempunyai penyakiot ginekologi


b.

Reguler: MOW dapat dilakukan pada masa interval

2. Syarat melakukan MOW(Metode operasi Wanita)


Syarat dilakukan MOW Menurut Saiffudin (2002) yaitu sebagai berikut:
a.

Syarat Sukarela
Syarat sukarela meliputi antara lain pengetahuan pasangan tentang cara
cara kontrasepsi lain, resiko dan keuntungan kontrasepsi mantap serta
pengetahuan

tentang

sifat

permanen

pada

kontrasepsi

ini

(Wiknjosastro, 2005)
b.

Syarat Bahagia
Syarat bahagia dilihat dari ikatan perkawinan yang syah dan harmonis,
umur istri sekurang kurangnya 25 dengan sekurang kurangnya 2 orang
anak hidup dan anak terkecil lebih dari 2 tahun (Wiknjosastro, 2005)

c.

Syarat Medik
Setiap calon peserta kontrasepsi mantap wanita harus dapat memenuhi
syarat kesehatan, artinya tidak ditemukan hambatan atau kontra
indikasi untuk menjalani kontrasepsi mantap. Pemeriksaan seorang
dokter diperlukan untuk dapat memutuskan apakah seseorang dapat
menjalankan kontrasepsi mantap. Ibu yang tidak boleh menggunakan
metode kontrasepsi mantap antara lain ibu yang mengalami
peradangan dalam rongga panggul, obesitas berlebihan dan ibu yang
sedang hamil atau dicurigai sedang hamil (BKKBN, 2006)

3. Teknik melakukan MOW


a.

Tahap persiapan pelaksanaan


a) Informed consent
b) Riwayat medis/ kesehatan
c) Pemeriksaan laboratorium

24

d) Pengosongan kandung kencing, asepsis dan antisepsis daerah


abdomen
e) Anesteri
b.

Tindakan pembedahan (2009) teknik yang digunakan dalam pelayanan


tubektomi antara lain:
a) Minilaparotomi
Metode ini merupakan penyederhanaan laparotomi terdahulu,
hanya diperlukan sayatan kecil (sekitar 3 cm) baik pada daerah
perut bawah (supra pubik) maupun subumbilikal (pada lingkar
pusat bawah). Tindakan ini dapat dilakukan terhadap banyak klien,
relatif murah, dan dapat dilakukan oleh dokter yang mendapat
pelatihan khusus. Operasi ini juga lebih aman dan efektif
(Syaiffudin, 2006).
Baik untuk masa interval maupun pasca persalinan, pengambilan
tuba dilakukan melalui sayatan kecil. Setelah tuba didapat,
kemudian dikeluarkan, diikat dan dipotong sebagian.
Setelah itu, dinding perut ditutup kembali, luka sayatan ditutup
dengan kasa yang kering dan steril serta bila tidak ditemukan
komplikasi, klien dapat dipulangkan setelah 2 - 4 hari (Syaiffudin,
2006).
b) Laparoskopi
Prosedur ini memerlukan tenaga spesialis kebidanan dan
kandungan yang telah dilatih secara khusus agar pelaksanaannya
aman dan efektif. Teknik ini dapat dilakukan pada 6 8 minggu
pasca pesalinan atau setelah abortus (tanpa komplikasi).
Laparotomi sebaiknya dipergunakan pada jumlah klien yang
cukup

banyak

karena

peralatan

laparoskopi

dan

biaya

pemeliharaannya cukup mahal. Seperti halnya minilaparotomi,


laparaskopi

dapat

digunakan

dengan

anestesi

lokal

dan
25

diperlakukan sebagai klien rawat jalan setelah pelayanan.


(Syaiffudin, 2006).
4. Perawatan post operasi
a.

Istirahat 2-3 jam

b.

Pemberian analgetik dan antibiotik bila perlu

c.

Ambulasi dini

d.

Diet biasa

e.

Luka operasi jangan sampai basah, menghindari kerja berat selama 1


minggu, cari pertolongan medis bila demam (>38), rasa sakit pada
abdomen yang menetap, perdarahan luka insisi.

5. Waktu pelaksanaan MOW


Menurut Mochtar (1998) dalam Wiknjosastro (2005) pelaksanaan MOW
dapat dilakukan pada saat:
a.

Masa Interval (selama waktu selama siklus menstrusi)

b.

Pasca persalinan (post partum)


Tubektomi pasca persalinan sebaiknya dilakukan dalam 24 jam,atau
selambat lambatnya dalam 48 jam pasca persalinan. Tubektomi pasca
persalinan lewat dari 48 jam akan dipersulit oleh edema tuba dan
infeksi yang akan menyebabkan kegagalan sterilisasi. Edema tuba
akan berkurang setelah hari ke-7 sampai hari ke-10 pasca persalinan.
Pada hari tersebut uterus dan alat alat genetalia lainnya telah mengecil
dan menciut, maka operasi akan lebih sulit, mudah berdarah dan
infeksi.

c.

Pasca keguguran
Sesudah abortus dapat langsung dilakukan sterilisasi

d.

Waktu operasi membuka perut

26

Setiap operasi yang dilakukan dengan membuka dinding perut


hendaknya harus dipikirkan apakah wanita tersebut sudah mempunyai
indikasi untuk dilakukan sterilisasi. Hal ini harus diterangkan kepada
pasangan suami istri karena kesempatan ini dapat dipergunakan
sekaligus untuk melakukan kontrasepsi mantap.
Sedangkan menurut Noviawati (2009) waktu pelaksanaan MOW (Mantap
Operasi Wanita) dapat dilaukan pada:
a.

Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional


klien tersebut tidak hamil

b.

Hari ke-6 hingga hari ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi)

c.

Pasca persalinan
Minilaparotomi dapat dilakukan dalam waktu 2 hari atau setelah 6
minggu atau 12 minggu pasca persalinan setelah dinyatakan ibu dalam
keadaan tidak hamil.

d.

Pasca keguguran
Tubektomi dapat dilakukan dengan cara minilaparatomi atau
laparoskopi setelah triwulan pertama pasca keguguran dalam waktu 7
hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik. Sedangkanpada triwulan
kedua dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik,
tubektomi dapat dilakukan dengan cara minilaparotomi saja.

6. Indiksi MOW
Komperensi khusus perkumpulan untuk sterilisasi sukarela Indonesia tahun
1976 di Medan menganjurkan agar tubektomi dilakukan pada umur 25 40
tahun, dengan jumlah anak sebagai berikut: umur istri antara 25 30 tahun
dengan 3 anak atau lebih, umur istri antara 30 35 tahun dengan 2 anak
atau lebih, dan umur istri 35 40 tahun dengan satu anak atau lebih
sedangkan umur suami sekurang kurangnya berumur 30 tahun, kecuali

27

apabila jumlah anaknya telah melebihi jumlah yang diinginkan oleh


pasangan tersebut (Wiknjosastro, 2005)
Menurut Mochtar (1998) indikasi dilakukan MOW yaitu sebagai berikut:
a.

Indikasi medis umum


Adanya gangguan fisik atau psikis yang akan menjadi lebih berat bila
wanita ini hamil lagi.
a) Gangguan fisik
Gangguan fisik yang dialami seperti tuberculosis pulmonum,
penyakit jantung, dan sebagainya.
b) Gangguan psikis
Gangguan psikis yang dialami yaitu seperti skizofrenia (psikosis),
sering menderita psikosa nifas, dan lain lain.

b.

Indikasi medis obstetrik


Indikasi medik obstetrik yaitu toksemia gravidarum yang berulang,
seksio sesarea yang berulang, histerektomi obstetri, dan sebagainya.

c.

Indikasi medis ginekologik


Pada

waktu

melakukan

operasi

ginekologik

dapat

pula

dipertimbangkan untuk sekaligus melakukan sterilisasi.


d.

Indikasi sosial ekonomi


Indikasi sosial ekonomi adalah indikasi berdasarkan beban sosial
ekonomi yang sekarang ini terasa bertambah lama bertambah berat.
a) Mengikut rumus 120 yaitu perkalian jumlah anak hidup dan umur
ibu, kemudian dapat dilakukan sterilisasi atas persetujuan suami
istri, misalnya umur ibu 30 tahun dengan anak hidup 4, maka hasil
perkaliannya adalah 120.
b) Mengikuti rumus 100
i.

Umur ibu 25 tahun ke atas dengan anak hidup 4 orang

ii.

Umur ibu 30 tahun ke atas dengan anak hidup 3 orang

iii.

Umur ibu 35 tahun ke atas dengan anak hidup 2 orang


28

7. Kontra indikasi MOW


Menurut Mochtar (1989) kontraindikasi dalam melakukan MOW yaitu
dibagi menjadi 2 yang meliputi indikasi mutlak dan indikasi relative.
a. Kontra indikasi mutlak
a) Peradangan dalam rongga panggul
b) Peradangan liang senggama aku (vaginitis, servisitis akut)
c) Kavum dauglas tidak bebas,ada perlekatan
b. Kontraindikasi relative
a) Obesitas berlebihan
b) Bekas laparotomi
Sedangkan menurut Noviawati dan Sujiyati (2009) yang sebaiknya tidak
menjalani tubektomi yaitu:
a. Hamil sudah terdeteksi atau dicurigai
b. Pedarahan pervaginal yang belum jelas penyebabnya
c. Infeksi sistemik atau pelvik yang akut hingga masalah itu disembuhkan
atau dikontrol
d. Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas dimasa depan
e. Belum memberikan persetujuan tertulis.
8. Keuntungan MOW
Menurut BKKBN (2006) keuntungan dari kontrasepsi mantap ini antara
lain:
a. Perlindungan terhadap terjadinya kehamilan sangat tinggi
b. Tidak mengganggu kehidupan suami istri
c. Tidak mempengaruhi kehidupan suami istri
d. Tidak mempengaruhi ASI
e. Lebih aman (keluhan lebih sedikit), praktis (hanya memerlukan satu
kali tindakan), lebih efektif (tingkat kegagalan sangat kecil), lebih
ekonomis

29

9. Kerugian MOW
Kerugian dalam menggunakan kontrasepsi mantap (Noviawati dan
Sujiyati,2009,pp 163-164) yaitu antara lain:
a. Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini tidak
dapat dipulihkan kembali.
b. Klien dapat menyesal dikemudian hari
c. Resiko komplikasi kecil meningkat apabila digunakan anestesi umum
d. Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan
e. Dilakukan oleh dokter yang terlatih dibutuhkan dokter spesalis
ginekologi atau dokter spesalis bedah untuk proses laparoskopi
f. Tidak melindungi diri dari IMS.

30

Anda mungkin juga menyukai