Anda di halaman 1dari 259

EFEKTIVITAS MODEL PEMBIAYAAN

SYARIAH DALAM MENGEMBANGKAN


SEKTOR PERTANIAN

Editor :
Mahmud Thoha dan Yeni Saptia

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


DAN
LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
2009

FINAL BUKU - KATAPENGANTAR - MAHMUD THOHA.indd 1

6/22/2010 6:18:24 PM

2009 Indonesian Institute of Sciences (LIPI)


Pusat Penelitian Ekonomi (LIPI)
KATALOG DALAM TERBITAN
PUSAT DOKUMENTASI DAN INFORMASI ILMIAH LIPI
Efektivitas Model Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan Sektor
Pertanian/editor Mahmud Thoha. - [Jakarta] : Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, 2009.
i-viii + 274 hlm: 15 cm x 21 cm
338
ISBN : 978-602-8659-19-2

Penerbit:

LIPI Press, anggota Ikapi


Pusat Penelitian Ekonomi (LIPI)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Widya Graha Lt. 4 - 5
Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 10, Jakarta 12710
Telp: 021-5207120
Fax: 021-5262139

FINAL BUKU - KATAPENGANTAR - MAHMUD THOHA.indd 2

6/22/2010 6:18:28 PM

KATA PENGANTAR
Pembiayaan syariah dalam mengembangkan sektor
pertanian merupakan salah satu kegiatan dan atau penelitian
yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Ekonomi-Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia yang tergabung dalam Sinergi
penelitian Bidang Iptek Dikti-LIPI Tahun Anggaran 2009.
Penyusunan laporan penelitian Dikti ini dapat berjalan
dengan baik berkat dukungan dari berbagai pihak, baik
instansi pemerintah, lembaga keuangan bank/non bank dan
masyarakat petani di dua daerah penelitian yaitu Kabupaten
Sukabumi, Propinsi Jawa Barat serta Kabupaten Sleman dan
sekitarnya, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berkenaan
dengan itu kami mengucapkan terima kasih atas segala
bantuan yang diberikan berupa data dan informasi yang
berkaitan dengan pembiayaan syariah di sektor pertanian di
dua daerah penelitian tersebut.
Laporan penelitian Dikti ini telah diuji berbagai tahapan
proses penelitian yang panjang mulai dari pembuatan riset
disain sampai menjadi laporan akhir yang telah didiskusikan
dan diseminarkan oleh tim peneliti P2E-LIPI. Dengan
demikian laporan hasil penelitian ini secara akademik dapat
dipertanggungjawabkan dan diharapkan dapat dijadikan
sebagai referensi dalam mengembangkan kebijakan
pembiayaan syariah dalam sektor pertanian.

FINAL BUKU - KATAPENGANTAR - MAHMUD THOHA.indd Sec1:i

6/22/2010 6:18:28 PM

Harapan kami semoga laporan penelitian ini mampu


memberikan sumbangsih perkembangan ilmu pengetahuan
dan dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk pengambilan
keputusan atau kepentingan praktis lainnya.

Jakarta, Februari 2010


Kepala Pusat Penelitian Ekonomi-LIPI

Drs. Darwin, M.Sc


NIP. 19551121198303 1 003

ii

FINAL BUKU - KATAPENGANTAR - MAHMUD THOHA.indd Sec1:ii

6/22/2010 6:18:28 PM

ABSTRAK
Saat ini alokasi kredit pada sektor pertanian masih minim
karena masih terdapat anggapan bahwa usaha pertanian
beresiko tinggi. Padahal, secara empirik sektor pertanian adalah
sektor yang mampu mencapai tingkat pertumbuhan yang positif
di saat kondisi krisis ekonomi melanda perekonomian nasional
beberapa tahun lalu. Agar masalah minimnya pembiayaan
di sektor pertanian dapat dipecahkan, maka diperlukan
adanya alternatif pembiayaan di sektor pertanian dengan
mengembangkan pola pembiayaan syariah dengan prinsip
bagi hasil.
Penelitian ini bertujuan untuk (1)mengkaji proses
penyaluran pembiayaan terhadap sektor pertanian dengan
menggunakan skim syariah; (2) menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi proses penyaluran pembiayaan syariah
pada sektor pertanian, (3) menganalisis efektivitas pembiayaan
syariah dalam meningkatkan usaha/pendapatan petani; (4)
mengkaji bagaimana prospek pembiayaan syariah dalam
mengembangkan sektor pertanian; (5) menganalisis kebijakan
pemerintah dalam mengembangkan pembiayaan syariah pada
sektor pertanian.
Untuk memperoleh pemahaman yang baik tentang isu-isu
tersebut, maka penelitian ini dilakukan pada kelima sub-sektor
pertanian yaitu : subsektor tanaman pangan, hortikultura,

iii

FINAL BUKU - KATAPENGANTAR - MAHMUD THOHA.indd Sec1:iii

6/22/2010 6:18:28 PM

perikanan, peternakan dan perkebunan di daerah penelitian


Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat dan Kabupaten
Sleman serta Kabupaten Kulomprogo Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Pembiayaan syariah cukup efektif dalam
meningkatkan produktivitas sektor pertanian, meskipun masih
dijumpai beberapa kendala yang dihadapi terutama jumlah
pembiayaan masih sangat terbatas dan beberapa kendala
operasional lainnya.
Kata Kunci : Pertanian, Pembiayaan, Skim Syariah, Bagi Hasil

iv

FINAL BUKU - KATAPENGANTAR - MAHMUD THOHA.indd Sec1:iv

6/22/2010 6:18:28 PM

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................... i
ABSTRAK ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................... v
DAFTAR TABEL .......................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................... x
BAB 1

PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK PENGEMBANGAN


SEKTOR PERTANIAN: PENDEKATAN STUDI ............. 1
Oleh : Tim Peneliti
1.1 Pendahuluan ............................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian...................................................... 5
1.4 Hasil yang Diharapkan ............................................. 6
1.5 Aspek Strategis ........................................................ 7
1.6 Ruang Lingkup Kegiatan .......................................... 7
1.7 Metodologi Penelitian ............................................... 8

BAB 2

SKIM KREDIT/PEMBIAYAAN DI SEKTOR


PERTANIAN .................................................................23
Oleh : Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri,
M.Thoha
2.1 Pendahuluan ..........................................................23
2.2 Program Kredit Hortikultura Mandiri .......................25
2.3 Konsep Pengembangan Usaha Agribisnis
Perdesaan (PUAP) ................................................37

FINAL BUKU - KATAPENGANTAR - MAHMUD THOHA.indd Sec1:v

6/22/2010 6:18:28 PM

2.4
2.5
2.6
2.7

Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) ......47


Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP-3) .....51
Kredit Usaha Rakyat (KUR) ...................................54
Kesimpulan ............................................................63
Daftar Pustaka .......................................................65

BAB 3 EFEKTIVITAS MODEL KREDIT DAN SKIM


PEMBIAYAAN SYARIAH DALAM MENGEMBANGKAN
SUB-SEKTOR TANAMAN PANGAN ............................67
Oleh : Yeni Saptia
3.1 Pendahuluan ..........................................................67
3.2 Gambaran Umum Pertanian Tanaman Pangan
di Daerah Penelitian ...............................................71
3.3 Pelaksanaan Kredit Program Pemerintah
di Daerah Penelitian ...............................................75
3.4 Pola Pembiayaan Syariah pada Sub-sektor
Tanaman Pangan ...................................................86
3.5 Prospek Pembiayaan Syariah pada Sub-sektor
Tanaman Pangan ...................................................94
3.6 Kesimpulan ..........................................................100
Daftar Pustaka .....................................................102
BAB 4 EFEKTIVITAS POLA PEMBIAYAAN SYARIAH DALAM
PENGEMBANGAN SUB-SEKTOR HORTIKULTURA 105
Oleh : Firmansyah
4.1 Pendahuluan ........................................................105
4.2 Potensi Tanaman Hortikultura di Daerah
Penelitian .............................................................109
4.3 Pembiayaan Sub-sektor Hortikultura.................... 119

vi

FINAL BUKU - KATAPENGANTAR - MAHMUD THOHA.indd Sec1:vi

6/22/2010 6:18:29 PM

4.4 Pembiayaan Hortikultura dengan Pola Syariah ...125


4.5 Efektivitas Model Pembiayaan Syariah Pada
Sub-sektor Hortikultura ........................................137
4.6 Kesimpulan dan Rekomendasi.............................139
Daftar Pustaka .....................................................141
BAB 5 PEMBIAYAAN SYARIAH DAN PENGEMBANGAN
SUB-SUB-SEKTOR PERIKANAN..............................143
Oleh : Masyhuri
5.1 Pendahuluan ........................................................143
5.2 Investasi dan Dualisme Ekonomi Perikanan .......145
5.3 Berbagai Faktor Empiris Dari Usaha Perikanan ...152
5.4 Inti - Plasma: Prototype Pembiayaan Syariah
Usaha Perikanan? ................................................163
5.5 Kesimpulan ..........................................................170
Daftar Pustaka .....................................................173
BAB 6

EFEKTIVITAS POLA PEMBIAYAAN SYARIAH


DALAM PENGEMBANGAN SUB-SEKTOR
PETERNAKAN ...........................................................175
Oleh : Mochammad Nadjib
6.1 Pendahuluan ........................................................175
6.2 Gambaran Sub-sektor Peternakan di Daerah
Penelitian .............................................................177
6.3 Tradisi Pembiayaan di Sub-sektor Peternakan ...180
6.4 Model Pembiayaan di Sub-sektor Peternakan
yang Diterapkan Pemerintah ................................184
6.5 Kendala dan Prospek Model Pembiayaan
Sub-sektor Peternakan ........................................194

vii

FINAL BUKU - KATAPENGANTAR - MAHMUD THOHA.indd Sec1:vii

6/22/2010 6:18:29 PM

6.6. Gaduhan: Embrio Model Pembiayaan Syariah


pada Sub-sektor Peternakan................................202
6.7 Kesimpulan ..........................................................208
Daftar Pustaka ............................................................. 211
BAB 7

EFEKTIVITAS MODEL KREDIT PROGRAM DAN


SKIM PEMBIAYAAN SYARIAH DALAM
PENGEMBANGAN SUB-SEKTOR PERKEBUNAN ..213
Oleh : Mahmud Thoha
7.1 Pendahuluan ........................................................213
7.2 Gambaran Umum Sub-Sektor Perkebunan
di Daerah Penelitian .............................................215
7.3 Model Pembiayaan di Sub-Sektor Perkebunan
yang Diterapkan Pemerintah ................................221
7.4 Proses Penyaluran Pembiayaan Sub-sektor
Perkebunan ..........................................................225
7.5 Pembiayaan Syariah untuk Sub-sektor
Perkebunan ..........................................................230
7.6 Kendala dalam Penyaluran Pembiayaan .............232
7.7 Peran Pemerintah, Bank Syariah dan BMT
dalam Pengembangan Pembiayaan Syariah .......234
7.8 Efektivitas Pembiayaan Syariah dalam
Pengembangan Sub-Sektor Perkebunan.............241
7.9 Prospek Pembiayaan Syariah ..............................243
7.10 Kesimpulan ..........................................................244
Daftar Pustaka .............................................................248

viii

FINAL BUKU - KATAPENGANTAR - MAHMUD THOHA.indd Sec1:viii

6/22/2010 6:18:29 PM

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Penyaluran Kredit Perbankan Nasional pada


Beberapa Sektor (%) .............................................

Tabel 2.1 Perkembangan KUR sampai dengan


Desember 2008 .....................................................

58

Tabel 2.2 Posisi KUR Menurut Sektor Ekonomi


Desember 2008 .....................................................

59

Tabel 3.1 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas


Tanaman Pangan Kab Sukabumi dan
Kab. Sleman Tahun 2007 .......................................

73

Tabel 3.2 Realisasi Penguatan Modal pada Sektor


Pertanian................................................................

76

Tabel 3.3 Klasifikasi Plafon Pembiayaan bagi Petani


atau Kelompok Tani................................................

88

Tabel 4.1 Produksi lima Komoditas Sayur-sayuran


Utama Kabupaten Sukabumi Tahun 2007.............. 109
Tabel 4.2 Produksi lima Komoditas Buah-buahan
Utama Kabupaten Sukabumi Tahun 2008.............. 111
Tabel 4.3 Produksi lima Jenis Tanaman Hias Utama
Kabupaten Sukabumi Tahun 2006 ......................... 113
Tabel 4.4 Produksi lima Jenis Tanaman Obat-obatan Utama
Kabupaten Sukabumi Tahun 2006 ......................... 114
Tabel 4.5 Produksi lima Komoditas Sayur-sayuran Utama
Kabupaten Sleman Tahun 2008 ............................. 115

ix

FINAL BUKU - KATAPENGANTAR - MAHMUD THOHA.indd Sec1:ix

6/22/2010 6:18:29 PM

Tabel 4.6 Produksi lima Komoditas Buah-buahan Utama


Kabupaten Sleman Tahun 2008 ............................. 117
Tabel 4.7 Produksi lima Komoditas Tanaman Hias Utama
Kabupaten Sleman Tahun 2008 ............................. 118
Tabel 4.8 Produksi lima Komoditas Tanaman Obat-obatan
Utama Kabupaten Sleman Tahun 2008 ................. 119
Tabel 6.1 Perkembangan Ternak di Sukabumi dan Kulon
Progo Tahun 2005-2007......................................... 178
Tabel 7.1 Perkembangan Luas Tanaman Perkebunan di
Kabupaten Sleman Tahun 2005 2008
(dalam hektar) ........................................................ 217
Tabel 7.2 Jumlah Produksi Tanaman Perkebunan di
Kabupaten Sleman 2005 2008 (dalam ton) ......... 218
Tabel 7.3 Perkembangan Produktivitas Tanaman
Perkebunan di Kabupaten Sleman 2005 2008
(dalam ton/hektar) .................................................. 219
Tabel 7.4 Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan
Menurut Jenis Komoditi dan Status Perusahaan
di Kabupaten Sukabumi Tahun 2008 ....................... 219
Tabel 7.5 Produktivitas Tanaman Teh dan Karet di
Kabupaten Sukabumi Tahun 2008 (dalam ton/ha) . 220
Tabel 7.6 Rasio Kesehatan BMT Agawe Makmur Kabupaten
Sleman Tahun 2008 ............................................... 242
Tabel 7.7 Kolektibilitas BMT Agawe Makmur Kabupaten
Sleman Tahun 2008 ............................................... 243

FINAL BUKU - KATAPENGANTAR - MAHMUD THOHA.indd Sec1:x

6/22/2010 6:18:29 PM

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Alur Pikir Penelitian .............................................

18

Gambar 2.1 Diagram Pembinaan dan Pengendalian PUAP ...

45

Gambar 2.2 Prosedur Penyaluran KKP-E ...............................

50

Gambar 2.3 Pola KUR secara Langsung (Direct)...................

56

Gambar 2.4 Pola KUR secara Linkage Program...................

57

Gambar 3.1 Skema Alur Kredit Program Pemerintah Pusat ...

77

Gambar 3.2 Skema Alur Kredit Program Pemerintah Daerah .

79

Gambar 3.3 Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP3) ...

87

xi

FINAL BUKU - KATAPENGANTAR - MAHMUD THOHA.indd Sec1:xi

6/22/2010 6:18:29 PM

xii

FINAL BUKU - KATAPENGANTAR - MAHMUD THOHA.indd Sec1:xii

6/22/2010 6:18:29 PM

Pembiayaan Syariah Untuk Pengembangan Sektor Pertanian: Pendekatan Studi

BAB 1
PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK
PENGEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN:
PENDEKATAN STUDI
Tim Peneliti
1.1

Pendahuluan

Sektor pertanian memiliki peran yang cukup besar dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut dicirikan oleh berbagai hal.
Pertama, sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja paling
banyak. Berdasarkan data Badan Pusat Statitik (2006) terdapat
kurang lebih 41,8 juta dari total penduduk bekerja di sektor pertanian
dalam arti luas (pertanian, kehutanan, perikanan dan peternakan).
Kedua, besarnya luas lahan yang digunakan. Data BPS (2006)
menunjukkan bahwa 71,33% dari seluruh lahan yang ada di
Indonesia digunakan untuk usaha pertanian. Besarnya penyerapan
tenaga kerja dan luasnya lahan yang digunakan untuk usaha
pertanian, merupakan dua faktor penting yang mengindikasikan
bahwa sektor pertanian merupakan sektor strategis dan harus
mendapat prioritas pertama dalam pembangunan nasional.
Disamping itu, sektor pertanian juga mempunyai efek pengganda
ke depan dan ke belakang yang besar, melalui keterkaitan inputoutput-outcome antar industri, konsumsi dan investasi. Hal ini
terjadi secara nasional maupun regional karena keunggulan
komparatif sebagian besar wilayah Indonesia adalah di sektor
pertanian.1
Meskipun sektor pertanian menyerap jumlah tenaga kerja
paling banyak dan menggunakan sebagian besar lahan yang ada,
namun sumbangan sektor ini terhadap Produk Domestik Bruto
1

www.deptan.go.id/pembiayaan/direktorat_pembiayaan.htm
(Renstra) Pusat Pembiayaan Pertanian Tahun 2005-2009

tentang

Rencana

Startegis

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 1

6/22/2010 6:19:06 PM

Tim Peneliti

(PDB) Indonesia tidak sebesar kontribusinya dalam penyerapan


tenaga kerja dan penggunaan lahan. Pada tahun 2005, jumlah PDB
Indonesia atas dasar harga konstan tahun 2000 adalah sebesar
Rp.1749,5 Trilyun (BPS,2006). Sektor pertanian, peternakan,
kehutanan dan perikanan memberikan kontribusi sebesar
Rp.254,9 Trilyun (13,4% dari total PDB). Sedangkan sektor yang
paling besar kontribusinya terhadap PDB pada tahun 2005 adalah
sektor industri non-migas, yaitu sebesar 23%. Besarnya peran
sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja mengimplikasikan
bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam
perekonomian di Indonesia. Namun besarnya jumlah tenaga kerja
di sektor pertanian yang tidak didukung oleh besarnya sumbangan
sektor pertanian terhadap PDB, mengindikasikan adanya masalah
dan kendala di sektor pertanian. Masalah dan kendala yang
paling banyak dihadapi oleh pertanian rakyat dalam skala usaha
yang kecil adalah pembiayaan dan akses pasar atau pemasaran.
Padahal pembiayaan pertanian sangat dibutuhkan para pelaku
usaha sebagai sumber modal kerja dan investasi.
Dalam sejarah pembangunan pertanian di Indonesia,
kredit merupakan salah satu sumber pembiayaan pertanian yang
disediakan oleh pemerintah dan lembaga keuangan sebagai bagian
dari paket pembangunan pertanian. Kredit memberikan manfaat
kepada pelaku usaha pertanian berskala kecil karena kredit
merupakan modal kerja bagi pelaku usaha pertanian yang memiliki
keterbatasan modal sendiri. Disamping itu, kredit dapat menjadi
pendorong bagi pelaku usaha pertanian dan dapat melepaskan
belenggu para tengkulak yang merugikan pelaku usaha pertanian.
Namun demikian, ketersediaan untuk pembiayaan pertanian masih
sangat minim dan terbatas. Hal ini dapat dilihat pada Tabel.1.1,
bahwa jumlah alokasi pembiayaan kredit pertanian selama kurun
waktu 2001 sampai awal 2007 dari pihak perbankan nasional

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 2

6/22/2010 6:19:11 PM

Pembiayaan Syariah Untuk Pengembangan Sektor Pertanian: Pendekatan Studi

dirasa masih sangat minim jika dilihat dari penyaluran kredit pada
sektor lain.
Salah satu faktor masih minimnya alokasi kredit (pembiayaan) pada sektor pertanian disebabkan oleh masih terdapatnya anggapan sebagian besar bankir yang melihat bahwa usaha
di sektor pertanian merupakan usaha yang beresiko tinggi.
Padahal, secara empirik sektor pertanian adalah sektor yang
mempu mencapai tingkat pertumbuhan yang positif di saat kondisi
krisis ekonomi melanda perekonomian nasional beberapa tahun
lalu. Pada tahun saat krisis, pertumbuhan ekonomi mengalami
penurunan dari 4,7% pada tahun 1997 menjadi -12% pada tahun
1998/1999. Akan tetapi, pada saat itu sektor pertanian tetap
memiliki pertumbuhan yang positif, yaitu 0,38% (BPS,1999).
Tabel 1.1 Penyaluran Kredit Perbankan Nasional pada Beberapa Sektor (%)
Penyaluran Kredit
Sektor
2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007**

Pertanian

7.92

6.11

5.55

5.85

5.32

5.72

5.40

Pertambangan

2.82

1.67

1.16

1.040

1.14

1.77

1.94

Perindustrian

44.23

33.12

28.11

25.94

25.60

23.18

22.93

Perdagangan

18.39

18.06

19.24

20.06

19.45

20.63

20.93

Jasa-jasa

1.86

16.69

20.35

19.48

19.57

20.03

11.56

24.77

24.35

25.59

27.27

29.93

28.68

37.21

100

100

100

100

100

100

100

Lain-lain
TOTAL*

236.434 365.410 427.942 553.549 689.670 787.136 800.373

*dalam milyar rupiah


**Per maret 2007
Sumber: Laporan Tahunan Bank Indonesia 2001-2007

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 3

6/22/2010 6:19:11 PM

Tim Peneliti

Agar masalah minimnya pembiayaan di sektor pertanian


dapat dipecahkan, maka diperlukan adanya alternatif kebijakan
pembiayaan. Salah satu alternatif pembiayaan di sektor pertanian
yang dapat dikembangkan adalah pola pembiayaan dengan sistem
syariah. Pembiayaan dengan pola syariah sebenarnya tidak terlalu
asing bagi masyarakat terutama di pedesaan, karena sudah
terbiasa dengan sistem bagi hasil. Sistem bagi hasil adalah suatu
kerja sama antara dua pihak dalam menjalankan usaha. Pihak
pertama yaitu pemodal (shahibul maal) yang memiliki andil dalam
mendanai usaha. Sedangkan pihak kedua yaitu pelaku usaha
(mudharib) yang memberikan andil dalam keahlian, sarana dan
waktu untuk mengelola usaha tersebut. Aktivitas bagi hasil di sektor
pertanian secara tradisional sudah berlangsung turun-temurun,
misalnya sistem maro (1/2), mertelu (1/3) dalam tanaman pangan,
sistem gaduh atau babon dalam peternakan, dan sistem bagi hasil
dalam perikanan tangkap.2 Pola pembiyaan dengan prinsip syariah
mulai berkembang sejak berdirinya Bank Muamalat tahun 1992,
dan kemudian diterbitkannya Undang-undang No.10 tahun 1998
tentang perubahan UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan yang
memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi keberadaan
sistem perbankan syariah di Indonesia.
1.2

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas dapat ditinjau bahwa pada


kenyataannya saat ini alokasi kredit pada sektor pertanian masih
minim karena masih terdapat anggapan bahwa usaha pertanian
2

Toha, Mahmud. 2005. Aktivitas Berbasis Bagi Hasil: Dalam Sektor Primer. P2E-LIPI

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 4

6/22/2010 6:19:11 PM

Pembiayaan Syariah Untuk Pengembangan Sektor Pertanian: Pendekatan Studi

beresiko tinggi. Padahal, secara empirik sektor pertanian adalah


sektor yang mampu mencapai tingkat pertumbuhan yang positif
di saat kondisi krisis ekonomi melanda perekonomian nasional
beberapa tahun lalu. Agar masalah minimnya pembiayaan di
sektor pertanian dapat dipecahkan, maka diperlukan adanya
alternatif pembiayaan di sektor pertanian dengan mengembangkan
pola pembiayaan dengan sistem syariah dengan prinsip bagi
hasil karena pada dasarnya prinsip bagi hasil di sektor pertanian
secara tradisional sudah berlangsung secara turun-temurun. Oleh
karena itu, penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis tentang
efektivitas pembiayaan syariah yang diimplementasikan pada
sektor pertanian. Secara khusus pertanyaan yang menjadi titik
tolak dalam penelitian ini antara lain :
1.
Bagaimana proses penyaluran pembiayaan terhadap sektor
pertanian dengan menggunakan skim syariah?
2.

Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi proses


penyaluran pembiayaan syariah pada sektor pertanian?

3.

Sejauhmana efektivitas pembiayaan


meningkatan usaha/pendapatan petani?

4.

Bagaimana
prospek
pembiayaan
mengembangkan sektor pertanian?

5.

Bagaimana peran pemerintah dalam mengembangkan


pembiayaan syariah pada sektor pertanian?

syariah
syariah

dalam
dalam

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 5

6/22/2010 6:19:11 PM

Tim Peneliti

1.3

Tujuan Penelitian

Dari permasalahan yang telah dikemukakan dapat dikemukakan beberapa tujuan penelitian ini, yaitu:
1.
Mengkaji proses penyaluran pembiayaan syariah terhadap
sektor pertanian dengan menggunakan skim syariah.
2.

Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi proses


penyaluran pembiayaan syariah pada sektor pertanian.

3.

Menganalisis efektivitas pembiayaan


meningkatkan usaha/pendapatan petani.

4.

Mengkaji bagaimana prospek pembiayaan syariah dalam


mengembangkan sektor pertanian.

5.

Menganalisis kebijakan pemerintah dalam mengembangkan


pembiayaan syariah pada sektor pertanian.

1.4

Hasil yang Diharapkan

syariah

dalam

Hasil yang diharapkan dari peneilitian ini adalah menganalisis


kristis sejauhmana efektivitas pembiayaan syariah pada sektor
pertanian, sehingga hasil penelitian yang berupa evaluasi
pembiayaan syariah pada sektor pertanian tersebut akan dapat
memberikan masukan (dalam bentuk policy paper) kepada para
stakeholders, seperti petani, masyarakat, lembaga keuangan
syariah yang memiliki fungsi intermediasi dalam menyalurkan
dananya kepada masyarakat, dan pemerintah selaku pembuat
kebijakan. Dengan demikian, hasil penelitian ini diharapkan dapat
mengevaluasi efektivitas pembiayaan syariah pada sektor pertanian

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 6

6/22/2010 6:19:11 PM

Pembiayaan Syariah Untuk Pengembangan Sektor Pertanian: Pendekatan Studi

oleh lembaga keuangan syariah yang disesuaikan dengan kriteria


nasabah sehingga dapat memberikan manfaat di kedua belah
pihak.
1.5

Aspek Strategis

Penelitian ini diharapkan memiliki aspek strategis bagi


pengambil keputusan, seperti:
1.

Bagi petani sebagai pelaku usaha di sektor pertanian, dapat


mengakses modal dengan mudah, cepat melalui pembiayaan
yang sesuai dengan syariah. Adanya kemudahan akses
permodalan tersebut akan dapat mendorong tingkat
produktivitas petani dalam mengembangkan usahanya.

2.

Bagi masyarakat, pembiayaan syariah dapat dijadikan


alternatif pembiayaan yang bebas riba/bunga.

3.

Bagi pemerintah, pengembangan pembiayaan syariah pada


sektor pertanian dapat dijadikan kebijakan alternatif untuk
mengembangkan sektor pertanian agar tidak terbentur pada
masalah terbatasnya akses permodalan.

1.6

Ruang Lingkup Kegiatan

Mengingat banyaknya jenis skim produk pembiayaan syariah


yang ditawarkan lembaga keuangan syariah, maka penelitian ini
hanya membatasi pada produk pembiayaan pada sektor pertanian

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 7

6/22/2010 6:19:11 PM

Tim Peneliti

dengan prinsip bagi hasil seperti mudharabah, musyarakah,


murabahah dan salam. Sedangkan lembaga keuangan syariah
dibatasi pada lembaga keuangan mikro syariah seperti Bank
Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), Baitul Mal Wattamwil (BMT),
dan Koperasi Syariah. Kemudian untuk sektor pertanian, penelitian
ini akan dibatasi pada lima (5) sub-sektor antara lain tanaman
pangan,hortikultura, perikanan, peternakan dan perkebunan.
Penelitian ini akan dilakukan selama satu tahun (2009).
Pada penelitian ini akan memfokuskan pada analisis efektivitas
pembiayaan syariah di Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang
rencananya dilakukan studi lapangan di daerah penelitian yang
sentra produksi pertanian tanaman pangan yaitu Propinsi Jawa
Barat, dan Daerah Istimewa Yogyakart.
1.7

Metodologi Penelitian

1.7.1 Kerangka Konseptual


A.

Pengertian Efektivitas

Menurut Richard M Steers (1985), efektivitas biasa dilakukan


untuk mengukur sejauhmana kelompok atau organisasi efektif
mencapai tujuan. Selanjutnya, Katzell (1975) mengatakan bahwa
efektivitas selalu diukur berdasarkan prestasi, produktivitas,
laba dan seterusnya. Sedangkan Campbell (1973), David (1968)
mendefinisikan efektivitas organisasi maupun kelompok adalah
sesuatu kehidupan organisasi atau kelompok untuk melakukan
tugas-tugas, didalam terdapat usaha untuk mencapai tujuan

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 8

6/22/2010 6:19:12 PM

Pembiayaan Syariah Untuk Pengembangan Sektor Pertanian: Pendekatan Studi

dengan kepuasan dan persahabatan antara individu di dalam


kelompok atau organisasi. Lebih lanjut, Margono Slamet (1978)
mengatakan bahwa efektivitas kelompok adalah produktivitas,
moral dan kepuasan anggota. Produktivitas adalah keberhasilan
mencapai tujuan kelompok. Moral adalah semangat dan sikap para
anggotanya. Kepuasan adalah kesenangan produktivitas adalah
kuantitas atau volume produk atau jasa pokok yang dihasilkan oleh
organisasi. Kepuasan diukur dengan tingkat kesenangan seseorang
atas peran atau pekerjaannya dalam organisasi. Tingkat rasa puas
individu adalah bahwa mereka mendapat imbalan yang setimpal
dari bermacam-macam aspek situasi pekerjaan dan organisasi
tempat mereka bekerja.
B.

Pembiayaan Syariah

Bantuan permodalan berupa pembiayaan pada dasarnya


harus merupakan daya rangsang bagi kedua belah pihak, yaitu
pihak yang mendapatkan pembiayaan harus dapat menunjukkan
prestasi yang lebih tinggi demi kemajuan usahanya dan bagi pihak
yang memberikan pembiayaan secara material mendapatkan
rentabilitas berdasarkan keuntungan perhitungan yang wajar dan
secara spiritual harus merasa bangga dapat membantu suatu
perusahaan untuk mencapai kemajuan ekonomis demi kepentingan
negara dan rakyat. Suatu pembiayaan dapat dikatakan berhasil
apabila secara sosial ekonomi membawa pengaruh terhadap
keadaan penerima, pemberi, negara dan rakyat (Tjiptoadinugroho,
1994).

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 9

6/22/2010 6:19:12 PM

Tim Peneliti

Shiddiqi (1984) menyebutkan bahwa pembiayaan mempunyai


tujuan untuk keadilan, pemerataan, persamaan dan kemajuan
yang hendak digapai. Oleh karenanya dengan pembiayaan tercipta
daya beli oleh masyarakat sehingga roda perekonomian berputar.
Lebih lanjut, menurut Muslehuddin (1990) bahwa karena susunan
ekonomi dalam masyarakat sudah berdasarkan pinjaman maka
tanpa pinjaman mustahil kemajuan dapat tercapai. Pinjaman
adalah nyawa untuk menghidupi dunia perdagangan dan industri,
karenanya pembiayaan dapat dikatakan sebagai penggerak
roda perekonomian. Terdapat lima C prinsip dalam perkreditan
konvensional yaitu : (Dahlan Siamat, 1999).
a.

Character: Penilaian karakter nasabah perlu dilakukan untuk


mengetahui sejauh mana iktikad baik dan kejujuran calon
debitu dalam membayar kredit yang telah diterima. Penilaian
ini meliputi aspek moral, sifat-sifat, kehidupan pribadi,
perilaku, serta tanggung jawab.

b.

Capacity: Penilaian kapasitas calon debitur dilakukan guna


mengetahui kemampuan debitur dalam mengembalikan
pokok pinjaman beserta bunganya. Penilaian ini berkaitan
dengan kegiatan usaha dan kemampuan pengelolaan atas
usaha yang dibiayai oleh kredit.

c.

Capital: Dalam melakukan penilaian atas jumlah modal


yang dimiliki debitur perlu dilihat pakah debitur memiliki
modal sendiri yang memadai dalam menjalankan usahanya.
Semakin besar modal sendiri dalam usaha yang dibiayai
semakin menunjukkan keseriusan debitur dalam menjalankan

10

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 10

6/22/2010 6:19:12 PM

Pembiayaan Syariah Untuk Pengembangan Sektor Pertanian: Pendekatan Studi

usahanya. Idealnya jumlah kredit yang diberikan tidak lebih


besar daripada modal sendiri seorang debitur.
d.

Collateral
(Jaminan):
Penilaian
terhadap
jaminan
digunakan untuk mengetahui sejauhmana resiko kegagalan
pengembalian kewajiban-kewajiban debitur. Jaminan dapat
berupa Letter of Guarantee, jaminan probadi, rekomendasi,
avalist letter of comfort.

e.

Condition: Peniaian terhadap kondisi ekonomi seperti politik,


sosial ekonomi pada saat dan dalam kurun waktu pemberian
kredit yang dimungkinkan dapat mempengaruhi usaha
debitur. Termasuk pola kebijakan pemerintah.

Dalam menyalurkan pembiayaan, lembaga keuangan syariah


harus memperhatikan faktor-faktor penilaian kredit/pembiayaan
menyangkut kagiatan calon mudharib sebagai upaya untuk
melaksanakan prinsip kehati-hatian yaitu : (Dahlan, Siamat, 1999)
1.

Aspek Pemasaran: Penilaian ini menyangkut kemampuan


daya beli maysrakat (purchasing power), kompetisi, pangsa
pasar, kualitas produksi dan sebagainya. Analisis pemasaran
ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana prospek usaha
di masa yang akan datang.

2.

Aspek Teknis. Penilaian ini meliputi aspek kelancaran


produksi, kapasitas produksi, mesin-mesin dan peralatan,
ketersediaan bahan baku dan kaulitas tenaga kerja.

3.

Aspek Manajemen: Dalam penilaian aspek manajemen, halhal yang perlu diperhatikan adalah struktur organisasi dan
kemampuan anggota yang terlibat dalam manajemen.
11

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 11

6/22/2010 6:19:12 PM

Tim Peneliti

4.

Aspek Yuridis: Penilaian aspek yuridis meliputi status hukum


badan usaha, legalitas usaha, legalitas barang jaminan.

5.

Aspek sosial ekonomi: Penilaian pada aspek ini pada


dasarnya untuk mengetahui apakah usaha yang dibiayai oleh
bank tersebut mempunyai dampak yang positif dan diterima
oleh lingkungan masyarakat.

6.

Aspek Finansial: Penilaian aspek keuangan meliputi keadaan


keuangan perusahaan yang akan dibiayai. Hal-hal yang
diperlukan guna melakukan penilaian keuangan adalah
laporan keuangan, arus dana, produksi, realisasi produksi,
pembelian dan penjualan.

Adapun resiko yang harus dipertimbangkan dalam setiap


pembiayaan adalah:
1.

resiko dari sifat usaha

2.

resiko geografis

3.

resiko politik

4.

resiko inflasi

5.

resiko persaingan

Dalam penyaluran pembiayaan bank syariah dipengaruhi


oleh kondisi dan kemampuan bank secara internal baik yang
bersifat finansial maupun non finansial yakni kebutuhan terhadap
asset dan asset lainnya, Rasio Kecukupan Modal, Komposisi
maturitas, biaya dan jumlah sumber dana, Kompetensi pejabat
dibidang pembiayaan.

12

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 12

6/22/2010 6:19:12 PM

Pembiayaan Syariah Untuk Pengembangan Sektor Pertanian: Pendekatan Studi

Kebijakan pembiayaan disusun dengan memperhatikan


beberapa hal sebagai berikut: pertama, menentukan market area,
yakni menentukan tempat beserta pangsa pasar yang dibidik untuk
penyaluran pembiayaan. Kedua, menentukan jenis pembiayaan
yang akan disalurkan berdasarkan data dari market dan pangsa
pasar, ketiga melakukan langkah sosialisasi kepada seluruh unit
kerja yang terkait dan melakukan langkah-langkah penyesuaian
bila terdapat perubahan-perubahan yang terjadi.
Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis
besar produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam empat kategori
yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaanya, yaitu: (Karim,
Adiwarman, 2004)
1.
Pembiayaan dengan prinsip jual-beli
2.
Pembiayaan dengan prinsip sewa
3.
Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
4.
Pembiayaan dengan akad pelengkap
a.

Prinsip Jual Beli

Prinsip jual-beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya


perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property).
Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian
harga atas barang yang dijual. Transaksi jual-beli dapat dibedakan
berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan
barangnya, yakni sebagai berikut:
1.

Pembiayaan Murabahah
Murabahah adalah transaksi jual-beli dimana bank menyebut

13

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 13

6/22/2010 6:19:12 PM

Tim Peneliti

jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual,


sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah
harga beli bank dari penasok ditambah keuntungan (margin).
Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka
waktu pembayaran. Harga dicantumkan dalam akad jualbeli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama
berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah selalu
dilakukan dengan cara pembayaran cicilan. Dalam transaksi
ini barang diserahkan segera setelah akad, sementara
pembayaran dilakukan secara tangguh/cicilan.
2.

Pembiayaan Salam
Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang
diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu, barang
diserahkan secra tangguh sementara pembayaran dilakukan
tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah
sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon,
namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga dan
waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
Dalam praktik perbankan, ketika barang telah diserahkan
kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan
nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau
cicilan. Harga jual yang telah ditetapkan oleh bank adalah
harga beli bank dari nasabah ditambah keuntungan. Dalam
hal bank menjualnya secara tunai biasa disebut pembiayaan
talangan (bridging financing). Sedangkan dalam hal bank
menjualnya secara cicilan, kedua pihak harus menyepakati

14

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 14

6/22/2010 6:19:12 PM

Pembiayaan Syariah Untuk Pengembangan Sektor Pertanian: Pendekatan Studi

harga jual dan jangka waktu pembayaran.


Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah
disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad.
Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang
yang belum ada seperti pembelian komoditi pertanian oleh
bank untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau secara
cicilan.
3.

Pembiayaan Istishna
Produk istishna menyerupai produk salam, tapi dalam istishna
pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa
kali (termin) pembayaran. Skim istishna dalam bank syariah
umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan
konstruksi.
Ketentuan umum pembiayaan istishna adalah spesifikasi
barang pesanan harus jelas seperti jenis, macam ukuran,
mutu dan jumlahnya. Harga jual yang telah disepakati
dicantumkan dalam akad istishna dan tidak boleh berubah
selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan dari
criteria pesana dan terjadi perubahan harga setelah akade
ditandatangani, seluruh biaya tambahan tetap ditanggung
nasabah.

b.

Prinsip Sewa (ijarah)


Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi
pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual
beli, tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila
pada jual beli objek transaksinya adalah barang, pada ijarah
15

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 15

6/22/2010 6:19:12 PM

Tim Peneliti

objek transaksinya adalah jasa.


Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang
disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan
syariah dikenal ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang
diikuti dengan berpindahnya kepemilikikan).harga sewa dan
harga jual disepakatai pada awal perjanjian.
c.

Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)


Produk pembayaran syariah yang didasarkan atas prinsip
bagi hasil adalah sebagai berikut.

1.

Pembiayaan Musyarakah
Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah musyarakah
(syirkah atau syarikah). Transaksi musyarakah dilandasi
adanya keinginan para pihak yang bekerjasama untuk
meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersamasama. Semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau
lebih dimana mereka secara bersama-sama memadukan
seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun
tidak berwujud.
Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja
sama dapat berupa dana, barang perdagangan (trading
asset), kewiraswastaan (entrepreneur ship), kepandaian
(skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment)
atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill),
kepercayaan/reputasi (credit-worthiness) dan barang-barang
lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkum

16

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 16

6/22/2010 6:19:12 PM

Pembiayaan Syariah Untuk Pengembangan Sektor Pertanian: Pendekatan Studi

seluruh kombinasi dari bentuk kontribusi masing-masing


pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produk
ini sangat fleksibel.
2.

Pembiayaan Mudharabah
Secara spesifik terdapat bentuk musyarakah yang popular
dalam produk perbankan syariah yaitu mudharabah.
Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih
pihak dimana pemilik modal kepada pengelola (mudharib)
dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk
ini menegaskan kerja sama dalam paduan kontribusi 100%
modal kas dari shahib al maal dan keahlian dari mudharib.
Transakasi jenis ini tidak mensyaratkan adanya wakil
shahib al-maal dalam manajemen proyek. Sebagai orang
kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan
bertanggung jawab untuk setiap kerugian yang terjadi akibat
kelalaian. Sedangkan sebagai wakil shahib al-maal dia
diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu
untuk menciptakan laba optimal.
Perbedaan antara musyarakah dan mudharabah terletak
pada besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan
atau salah satu diantaranya. Dalam mudharabah, modal
hanya berasal dari satu pihak, sedangkan dalam musyarakah
modal berasal dari dua pihak atau lebih.

17

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 17

6/22/2010 6:19:12 PM

Tim Peneliti

d.

Akad Pelengkap
Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya
diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak
ditujukan untuk mencari keuntungan, tapi ditujukan untuk
mempErmudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak
ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap
ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya
pengganti biaya ini sekedar untuk menutupi biaya yang
benar-benar timbul.

1.7.2 Kerangka Pemikiran

Gambar. 1.1 Alur Pikir Penelitian

18

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 18

6/22/2010 6:19:12 PM

Pembiayaan Syariah Untuk Pengembangan Sektor Pertanian: Pendekatan Studi

Berdasarkan Gambar.1.1, maka alur pikir penelitian dapat


dijelaskan dengan beberapa tahapan sebagai berikut:
Tahap 1 : Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi petani, serta
mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
petani dalam mengajukan pembiayaan syariah
Tahap 2 : Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi Lembaga
Keuangan Mikro Syariah, serta mengidentifikasi faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi Lembaga Keuangan Mikro
Syariah dalam menawarkan produk pembiayaan syariah
kepada petani.
Tahap 3 : Karena dijumpai kesenjangan (gap) antara kemampuan
(ability to pay) dan kesediaan (willingness to pay) dalam
pengembalian pembiayaan oleh petani terhadap lembaga
keuangan mikro syariah, maka pada tahap ini akan
menganalisis bagaimana efektivitas pembiayaan syariah
dalam meningkatkan produktivitas usaha petani.
Tahap 4 : Model pembiayaan alternatif dengan sistem syariah
agar tercipta kemudahan aksesibilitas pembiayaan bagi
para petani, sehingga diharapkan produktivitas usaha tani
mengalami peningkatan.
1.7.3 Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan ekonomi dari sisi permintaan dan penawaran produk
secara kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan ekonomi secara
kuantitatif bertujuan untuk menganalisis model pembiayaan syariah
yang ditawarkan lembaga keuangan mikro. Dengan demikian,
19

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 19

6/22/2010 6:19:13 PM

Tim Peneliti

melalui pendekatan ini diharapkan menghasilkan informasi


mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi lembaga
keuangan mikro dalam menawarkan produk pembiayaannya.
Selanjutnya, untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi
petani dan lembaga keuangan mikro maka digunakan pendekatan
kualitatif. Instrumen yang digunakan dalam pendekatan ini dapat
melalui wawancara yang mendalam dengan narasumber. Penelitian
ini merupakan penelitian evaluatif, yang menilai dan menganalisis
efektivitas pembiayaan pertanian di subsektor tanaman pangan
dengan skim syariah.
1.7.4 Unit Analisis
Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
lembaga keuangan mikro dengan sistem syariah, dan petani.
Variabel yang akan dianalisis dari lembaga keuangan mikro
adalah faktor-faktor yang mempengaruhi lembaga keuangan mikro
syariah dalam menawarkan produk pembiayaan baik dari internal
maupun eksternal. Sementara variabel yang akan dikaji dari petani
adalah pemahaman dan kesesuaian petani dalam memperoleh
pembiayaan dari lembaga keuangan mikro. Untuk memperoleh
informasi yang berkaitan dengan tujuan penelitian tersebut maka
perlu dilakukan wawancara mendalam dan pembagian kuesioner.
1.7.5 Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, jenis data yang akan digunakan adalah
data primer dan data sekunder. Data primer akan dikumpulkan
melalui wawancara mendalam (indepth interview). Wawancara
mendalam akan dilakukan dengan beberapa nara sumber di tingkat
20

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 20

6/22/2010 6:19:13 PM

Pembiayaan Syariah Untuk Pengembangan Sektor Pertanian: Pendekatan Studi

manajerial lembaga keuangan mikro syariah, kantor dinas terkait di


daerah penelitian dan para petani.
Disamping data primer, penelitian ini juga menggunakan
data sekunder yang dapat diperoleh dari hasil publikasi, baik dari
masing-masing lembaga keuangan mikro syariah, BPS, Bank
Indonesia, buku, jurnal, situs internet dinas-dinas terkait di daerah
penelitian. Jenis data sekunder yang dibutuhkan adalah data jumlah
pembiayaan, jumlah petani nasabah pembiayaan, luas lahan yang
digarap.

21

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 21

6/22/2010 6:19:13 PM

Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian

BAB 2
SKIM KREDIT/PEMBIAYAAN DI SEKTOR
PERTANIAN
Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha

2.1

Pendahuluan

Salah satu ciri pertanian rakyat di Indonesia adalah manajemen dan permodalan yang terbatas. Keterbatasan permodalan
yang dialami petani akan mempengaruhi ruang gerak aktifitas
produksi usahatani dari petani. Salah satu usaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada umumnya dan pertanian
pada khususnya adalah melalui kredit atau pembiayaan. Kredit
atau pembiayaan bertujuan sebagai salah satu syarat pelancar
dalam pembangunan pertanian berfungsi untuk mempercepat laju
pertumbuhan ekonomi dalam pembangunan pertanian, karena
tanpa adanya kredit, pertumbuhan ekonomi dalam bidang pertanian
akan berjalan lambat. Untuk produksi yang lebih baik, petani harus
lebih banyak mengeluarkan uang sarana produksi. Petani dengan
uang banyak akan mampu untuk membeli sarana produksi yang
produktif sehingga akan menghasilkan produksi yang lebih tinggi
(Mosher, 1985).
Ciri khas kehidupan petani adalah perbedaan pola penerimaan pendapatan dan pengeluarannya. Pendapatan petani hanya
diterima setiap musim panen, sedangkan pengeluaran harus
23

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 23

6/22/2010 6:19:13 PM

Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha

diadakan setiap hari, setiap minggu atau kadang-kadang dalam


waktu yang sangat mendesak sebelum panen tiba (Mubyarto,
1989). Penciptaan modal untuk petani dapat dilakukan dengan
menyisihkan kekayaan (menabung), akan tetapi pada umumnya
petani jarang memiliki kapital tinggi. Hal ini mengakibatkan
investasi untuk usahatani selanjutnya sangatlah kecil karena
akumulasi modal sangatlah sulit untuk dilakukan. Atas dasar inilah,
pemerintah meluncurkan berbagai macam kebijakan perkreditan
untuk membantu petani kecil mendapatkan modal sekaligus untuk
mengembangkan usahanya. Kebijakan pemerintah mengenai
program kredit usahatani, khususnya usahatani padi dan palawija,
telah mengalami berbagai perubahan dalam pelaksanaannya.
Sejarah kredit pertanian diawali dengan adanya kredit
program untuk Padi Sentra pada tahun 1963 dan dilanjutkan
dengan Program Bimbingan Massal (Bimas) pada tahun 1966 dan
1969 menjadi Bimas Gotong Royong. Pada tahun 1970 Bimas
Gotong Royong diubah menjadi Bimas yang Disempurnakan
sampai dengan tahun 1985. Pada tahun 1985 kredit Bimas diganti
dengan Kredit Usaha Tani (KUT), kredit program sektor pertanian
tersebut digulirkan dengan tujuan untuk menunjang pelaksanaan
program intensifikasi pertanian. Sejak dikeluarkannya UU No
23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia tidak
lagi mengeluarkan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) untuk
pendanaan kredit program (termasuk KUT), sehingga semua kredit
program yang bersumber dari KLBI dihapuskan mulai tahun 2000.
Sebagai pengganti skim pembiayaan pertanian maka diluncurkan

24

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 24

6/22/2010 6:19:13 PM

Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian

berbagai macam skim kredit antara lain: Kredit Ketahanan Pangan


(KKP) yang menjadi Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E),
Kredit Hortikultura Mandiri (KHM), Pengembangan Usaha Agribisnis
Perdesaan (PUAP), Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP-3)
dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) di sektor pertanian.
2.2

Program Kredit Hortikultura Mandiri

Usaha agribisnis hortikultura adalah usaha sektor pertanian


yang difokuskan pada komoditas sayuran, buah-buahan, tanaman
hias dan obat-obatan, baik yang berjangka pendek maupun tahunan. Khusus untuk KHM difokuskan kepada tanaman hortikultura
semusim. Dalam melaksanakan usaha hortikultura dilaksanakan
secara terintegrasi dalam suatu sistem agribisnis mulai dari aspek
pra produksi, produksi, penanganan pengolahan pasca panen
(processing) dan pemasaran hasil.
A.

Tujuan KHM

1.

Mendorong tumbuhnya portfolio kredit untuk mendukung


program pembangunan sentra agribisnis komoditas hortikultura sesuai dengan agro ekosistem wilayah.

2.

Memberikan fasilitas kredit modal kerja dan kredit investasi


bagi para pelaku agribisnis hortikultura secara terintegrasi
antara petani produsen dan perusahaan inti.

3.

Memberikan fasilitas kredit bagi pelaku agribisnis hortikultura


yang melaksanakan upaya/proses nilai tambah, maupun
fasilitas kredit untuk ekspansi pasar dan membangun pola
keterjaminan pasar produk hortikultura.

25

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 25

6/22/2010 6:19:13 PM

Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha

4.

Meningkatkan kemampuan akses petani kepada sumber


pembiayaan dan pemanfaatan kredit yang bertanggung
jawab.

B.

Target dan Sasaran KHM

Untuk mendorong pengembangan usaha agribisnis hortikultura


nasional yang menjadi program utama dari Pemerintah Indonesia
c/q Departemen Pertanian serta menciptakan pertumbuhan debitur
dari Bank Mandiri maka target dan sasaran yang hendak dicapai
dengan adanya fasilitasi pelayanan pembiayaan (kredit) KHM ini
adalah
1

KHM diprioritaskan bagi pengembangan komoditas hortikultura dengan maksimum waktu berproduksi 1 (satu) tahun
dan mempunyai pangsa pasar yang jelas dan cenderung ke
arah captive market

KHM diberikan kepada petani melalui kelompok tani hortikultura dalam kerangka fasilitas Kredit Modal Kerja.

KHM untuk Perusahaan Inti Hortikultura merupakan fasilitas


pembiayaan dalam kerangka Kredit Investasi dan Modal
Kerja.

KHM untuk pedagang pengumpul (Koperasi) komoditas


hortikultura dalam kerangka Kredit Modal Kerja pedagang
pengumpul untuk pemasaran produksi hortikultura

C.

Ruang Lingkup Fasilitasi KHM

Dalam upaya mendorong pengembangan agribisnis


hortikultura melalui optimalisasi fungsifungsi antara lain: sumber

26

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 26

6/22/2010 6:19:13 PM

Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian

daya alam (komoditas yang diproduksi sesuai agroklimat), potensi


pasar dalam dan luar negeri, kelembagaan petani dalam berproduksi
serta keberadaan pengusaha hortikultura maka Departemen
Pertanian bersama Bank Mandiri menyediakan dukungan fasilitas
pembiayaan dengan pola LINKAGES sehingga diharapkan dapat
memadukan fungsi-fungsi tersebut diatas. Target dan ruang lingkup
fasilitasi pembiayaan KHM adalah sebagai berikut :
1.

Petani dan Kelompok Tani Hortikultura.

Fasilitasi pembiayaan bagi petani dan kelompok tani akan


diberikan oleh Bank Mandiri dalam kerangka Kredit Modal Kerja
apabila memenuhi persyaratan antara lain : petani melakukan
kegiatan usaha taninya secara berkelompok dan melakukan
pemasaran hasil/penjualan hasil melalui perusahaan inti yang
melakukan pengolahan hasil, kelompok tani menjual hasil melalui
pedagang pengumpul dengan perjanjian yang terjadwal dan atau
petani menjual melalui koperasi hortikultura yang dibentuk oleh
gabungan kelompok-kelompok tani.
2.

Perusahaan Inti Hortikultura.

Fasilitasi pembiayaan bagi perusahaan hortikultura akan


diberikan oleh Bank Mandiri dalam kerangka Kredit Investasi dan
Kredit Modal Kerja kepada perusahaan hortikultura yang sudah
melakukan usaha pengolahan (processing) komoditas hortikultura
sampai pada pemasaran hasil baik untuk target pasar dalam
negeri maupun luar negeri. Perusahaan hortikultura tersebut sudah
menjalin ketergantungan pasokan dari kelompok tani di sekitar
lokasi perusahaan atau di luar lokasi melalui kerjasama yang
saling menguntungkan.

27

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 27

6/22/2010 6:19:13 PM

Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha

3.

Pedagang Pengumpul Hortikultura.

Fasilitasi pembiayaan bagi pedagang pengumpul hortikultura


akan diberikan oleh Bank Mandiri dalam kerangka Kredit Modal
Kerja kepada pedagang pengumpul yang sudah berbadan hukum
dan secara teknis sudah terikat kerjasama dengan kelompok tani
atau koperasi hortikultura yang dibentuk oleh gabungan kelompokkelompok tani.
D.

Kelompok Komoditas Hortikultura KHM

Secara geografis Indonesia merupakan negara tropis sangat


luas yang memiliki agro-ekosistem yang memungkinkan untuk
mengembangkan beraneka ragam komoditas hortikultura. Kondisi
yang demikian telah memberikan nilai keunggulan komparatif
(comparative advantage) terhadap berbagai produk komoditas
yang tidak dimiliki oleh negara lainnya, terutama negara sub-tropis.
Untuk membangun keunggulan kompetitif (competitive advantage)
dari komoditas hortikultura maka fasilitas Kredit Hortikultura Mandiri
akan terfokus pada komoditas hortikultura yang mempunyai
karakteristik sudah menghasilkan dalam jangka waktu 1 (satu)
tahun, atau dengan kata lain jangka waktu maksimum pengunaan
kredit modal kerja 1 (satu) tahun.
Kelompok komoditas agribisnis hortikultura KHM antara lain
kelompok komoditas sayuran, buah-buahan berumur pendek, hias
dan obat-obatan, yang diusahakan secara terintegrasi sejalan
dengan target dan ruang lingkup pembiayaan KHM.

28

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 28

6/22/2010 6:19:13 PM

Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian

E.

Pola LINKAGES - KHM

Skim pembiayaan agribisnis Kredit Hortikultura Mandiri (KHM)


adalah merupakan skim pembiayaan yang dibangun bersama
sama antara Bank Mandiri dengan Departemen Pertanian dengan
menggunakan pola LINKAGES. Dalam pelaksanaan fasilitasi KHM
dilakukan melalui kerjasama berbagai pihak terkait (stakeholders)
antara lain dengan Departemen Pertanian melalui sinergi sumber
dana pembinaan yang terfokus pada area pengembangan KHM,
adanya perusahaan inti yang bekerjasama dengan kelompok tani,
terdapatnya Koperasi/Pedagang Pengumpul komoditas hortikultura
serta fasilitas sumber pembiayaan KHM dari Bank Mandiri Untuk
mendapatkan fasilitas KHM tersebut terdapat beberapa model
usaha agribisnis hortikultura yang dapat digunakan sebagai acuan
antara lain :
1.

Model Usaha Kemitraan Petani-Pengusaha

Model kemitraan industri pengolahan hasil, eksportir atau


pedagang hasil hortikultura yang melakukan kemitraan dengan
petani produsen dan membuat kesepakatan harga pembelian
produk hortikultura. Model kemitraan ini dapat menjamin pasar dan
kepastian harga produk yang dihasilkan petani.
2.

Koperasi Produksi Hortikultura

Koperasi Produk Hortikultura yang sudah dibentuk petani


dalam upaya meningkatkan efisiensi usaha dan pemasaran.
Koperasi mencari pasar atau membeli produk hortikultura bagi
petani anggotanya, dengan penawaran harga jual yang lebih
menguntungkan pihak petani.

29

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 29

6/22/2010 6:19:13 PM

Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha

3.

Kelompok Pemasaran Hortikultura Bersama (Whole Sale


Market)

Produk hortikultura yang dihasilkan petani dijual dalam jumlah


besar melalui penawaran bersama, atau melalui pasar lelang
(pembiayaan resi gudang), kekuatan daya tawar petani produsen
lebih tinggi.
F.

Persyaratan Dan Tata Cara Permohonan KHM

Sesuai dengan tujuan kredit KHM adalah untuk mendorong


pengembangan usaha agribisnis hortikultura nasional melalui
fasilitasi pembiayaan (kredit) agribisnis hortikultura Mandiri, maka
fasilitas pelayanan pembiayaan (kredit) KHM dengan persyaratan
dan pola penyaluran sebagai berikut :
a.

Persyaratan Kredit.

Penyaluran Kredit Hortikultura Mandiri (KHM) akan difasilitasi


dan dilaksanakan malalui cabang-cabang Bank Mandiri dengan
persyaratan sebagai berikut :
a.1. Kredit Petani dan Kelompok Tani.
Kredit Modal Kerja (KMK) diperuntukan bagi petani dan
kelompok tani agribisnis hortikultura anggota/kelompok binaan
yang terikat kerjasama produksi dengan perusahaan inti dengan
persyaratan sebagai berikut :
1.

Warga Negara Indonesia dan telah menjadi penduduk


setempat Warga dengan melampirkan KTP dan KK lokasi
setempat serta memiliki usaha agribisnis hortikultura baik
perorangan maupun milik keluarga.

30

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 30

6/22/2010 6:19:13 PM

Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian

2.

Usia antara 17-55 tahun dan atau sudah menikah.

3.

Penggunaan kredit adalah untuk modal kerja usaha produktif


sub-sektor hortikultura.

4.

Petani penggarap dan atau petani pemilik dengan luas


garapan maksimal 5 (lima) Ha. . Apabila petani menggarap
lahan orang lain maka diperlukan surat kuasa dari pemilik
lahan.

5.

Melengkapi dokumen kepemilikan atau perjanjian sewa lahan


budidaya.

6.

Bersedia mengikuti petunjuk/pembinaan dari Perusahaan Inti


dan Pembina serta mematuhi ketentuan-ketentuan sebagai
plasma.

7.

Belum pernah memperoleh fasilitas kredit atau pernah/tela


memperoleh fasilitas kredit dengan kriteria LANCAR atau
tidak dalam kondisi kredit bermasalah.

8.

Bagi Petani dan Kelompok Tani yang telah mendapat


persetujuan KHM diwajibkan membuka rekening tabungan
Bank Mandiri.

9.

Petani tergabung dalam Kelompok Tani (Paguyuban) yang


mempunyai pengurus aktif, minimal Ketua, Sekretaris dan
Bendahara

10.

Kelompok Tani memiliki jumlah anggota kelompok minimal 10


(sepuluh) orang dalam satu hamparan lokasi, dan memiliki
kapasitas melaksanakan budidaya hortikultura.

11.

Kelompok Tani memiliki aturan kelompok yang disepakati


oleh seluruh anggota.
31

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 31

6/22/2010 6:19:13 PM

Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha

a.2. Kredit Perusahaan Hortikultura


KHM Perusahaan Hortikultura berupa Kredit Investasi (KI)
dan Kredit Modal Kerja (KMK) yang disesuaikan dengan kebutuhan
calon debitur (perusahaan inti) yang berfungsi sebagai penghela
petani plasma. Penggunaan KI adalah untuk pengadaan dan
modernisasi alat dan mesin pertanian yang dapat memberikan nilai
tambah, sehingga komoditas hortikultura yang dihasilkan oleh petani
dapat memenuhi standar mutu (kualitas) yang dipersyaratkan dan
diminta oleh pasar. Sedangkan KMK digunakan untuk memperluas
usaha dengan persyaratan kredit sebagai berikut :
1.

Perusahaan sudah terdaftar, mempunyai NPWP dan ijin yang


berlaku.

2.

Bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan


yang dimiliki, dikuasai baik langsung maupun tidak langsung
dengan perusahaan induk yang mempunyai bisnis di luar sub
sektor hortikultura.

3.

Mempunyai rencana bisnis terkait dengan proyeksi dan


ekspansi pasar produk hortikultura.

4.

Penggunaan kredit adalah untuk Investasi dan Modal Kerja


usaha.

5.

Perusahaan hortikultra sudah dan sedang berjalan serta


memiliki prospek untuk dikembangkan.

6.

Pemilik dan atau pemimpin perusahaan memiliki integritas


yang baik.

7.

Membuat dan menyerahkan proposal pengajuan kredit yang


memuat antara lain :

32

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 32

6/22/2010 6:19:13 PM

Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian

Keterangan jenis usaha hortikultura yang akan dibiayai


Rencana kebutuhan pendanaan (investasi dan atau
modal kerja)
Proyeksi usaha dan keuangan
Rencana pembayaran/pengembalian kredit

8.

Mempunyai agunan untuk diserahkan kepada Bank Mandiri


sesuai dengan kondisi kredit KHM.

9.

Membayar biaya materai, administrasi


sesuai dengan ketentuan Bank Mandiri.

10.

Membuka rekening di cabang Bank Mandiri terdekat.

dan provisi kredit

a.3. Kredit Pedagang Pengumpul Hortikultura


KHM bagi Pedagang Pengumpul hortikultura adalah berupa
fasilitas Kredit Modal Kerja yang disesuaikan dengan kebutuhan
calon debitur yang berbadan hukum yang berfungsi membantu
pemasaran komoditas hortikultura yang dihasilkan oleh petani
sesuai dengan standar /mutu (kualitas) yang dipersyaratkan dan
diminta oleh pasar dengan persyaratan sebagai berikut :
1.

Pedagang pengumpul sudah terdaftar, mempunyai NPWP


dan ijin yang berlaku.

2.

Mempunyai rencana bisnis terkait dengan proyeksi dan


ekspansi pasar produk hortikultura.

3.

Penggunaan kredit adalah untuk Modal Kerja usaha.

4.

Usaha Pedagang pengumpul hortikultura sudah dan sedang


berjalan serta memiliki prospek untuk dikembangkan.

5.

Pedagang pengumpul memiliki integritas yang baik.

33

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 33

6/22/2010 6:19:13 PM

Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha

6.

Membuat dan menyerahkan proposal pengajuan kredit yang


memuat antara lain:

Keterangan jenis usaha hortikultura yang akan


dibiayai.

Rencana kebutuhan pendanaan (modal kerja).

Proyeksi usaha dan keuangan.

Rencana pembayaran/pengembalian kredit

7.

Mempunyai agunan untuk diserahkan kepada Bank Mandiri


sesuai dengan kondisi kredit KHM.

8.

Membayar biaya materai, administrasi dan provisi kredit


sesuai dengan ketentuan Bank Mandiri.

9.

Membuka rekening di cabang Bank Mandiri terdekat

b.

Tata Cara Permohonan KHM:

Kredit disalurkan langsung kepada calon debitur (Executing)


baik kredit modal kerja maupun kredit investasi dengan tata cara
permohonan sebagai berikut :
b.1. Kredit Petani dan Kelompok Tani.
1.

Petani melalui Kelompok tani mengajukan permohonan


kredit kepada Kantor Cabang Bank Mandiri setempat dengan
membawa proposal/RDKK yang sudah dikoordinasikan
dengan perusahaan inti.

2.

Mengisi Pengajuan Fasilitas KHM yang antara lain memuat


nama, alamat, No. telepon, komoditas yang diusahakan,
tujuan penggunaan kredit, jenis agunan dan jumlah kredit
yang diminta.

34

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 34

6/22/2010 6:19:14 PM

Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian

3.

Bila disetujui permohonan pinjamannya, dilanjutkan penandatanganan akad kredit antara petani dengan Bank Mandiri.

4.

Mengisi formulir surat perjanjian pengembalian pinjaman


KHM yang sudah dikoordinasikan dengan perusahaan inti.

5.

Setelah proses pembuatan Perjanjian Kredit (PK) selesai,


selanjutnya menuju proses pencairan kredit melalui rekening
tabungan Mandiri.

b.2. Kredit Perusahaan Hortikultura


1.

Perusahaan hortikultura mengajukan proposal permohonan


kredit kepada kantor cabang Bank Mandiri setempat dengan
melampirkan :

Rencana bisnis dan atau ekspansi bisnis

Cash flow dan laporan keuangan perusahaan.

Rencana kebutuhan pendanaan usaha

2.

Mengisi formulir permohonan kredit yang memuat nama,


alamat, nomor telepon, bidang usaha, tujuan penggunaan
kredit, jenis agunan, jumlah kredit yang diminta, serta jadwal
pengembalian.

3.

Wawancara teknis akan dilaksanakan di lapangan atau kantor


cabang Bank Mandiri sesuai dengan ketentuan Bank.

4.

Pembahasan besaran kredit KI sekaligus dengan KMK akan


dilakukan setelah kunjungan lapangan. Pada pembahasan
tersebut telah di indikasikan jenis agunan yang diusulkan
oleh perusahaan inti.

35

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 35

6/22/2010 6:19:14 PM

Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha

5.

Bila permohonan pinjamannya disetujui, dilanjutkan penandatanganan akad kredit antara Perusahaan Inti dengan Bank
Mandiri.

6.

Atas dasar persetujuan kredit, pinjaman tersebut diproses


untuk dibuatkan Perjanjian Kredit.

7.

Perusahaan inti diwajibkan membuat laporan perkembangan


usaha secara periodik.

b.3. Kredit Pedagang Pengumpul Hortikultura


1.

Pedagang pengumpul hortikultura mengajukan proposal


permohonan kredit kepada kantor cabang Bank Mandiri
setempat dengan melampirkan :

Rencana bisnis dan atau ekspansi bisnis

Cash flow dan laporan keuangan perusahaan.

Rencana kebutuhan pendanaan usaha

Kontrak pembelian.

2.

Mengisi formulir permohonan kredit yang memuat nama,


alamat, nomor telepon, bidang usaha, tujuan penggunaan
kredit, jenis agunan, jumlah kredit yang diminta, serta jadwal
pengembalian.

3.

Wawancara teknis akan dilaksanakan di lapangan atau kantor


cabang Bank Mandiri sesuai dengan ketentuan Bank.

4.

Pembahasan besaran kredit KMK akan dilakukan setelah


kunjungan lapangan. Pada pembahasan tersebut telah di
indikasikan jenis agunan yang diusulkan oleh pedagang
pengumpul hortikultura.

36

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 36

6/22/2010 6:19:14 PM

Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian

5.

Bila permohonan pinjamannya disetujui, dilanjutkan penandatanganan akad kredit antara Pedagang pengumpul hortikultura dengan Bank Mandiri.

6.

Atas dasar persetujuan kredit, pinjaman tersebut diproses


untukdibuatkan Perjanjian Kredit.

7.

Pedagang pengumpul hortikultura diwajibkan membuat laporan perkembangan usaha secara periodik.

2.3

Konsep Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan


(PUAP)

PUAP merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal usaha


yang diberikan pemerintah untuk petani anggota, baik petani
pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga
tani. Untuk menyalurkan bantuan modal usaha tersebut, dibentuk
kelembagaan tani pelaksana PUAP yang disebut dengan
Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Gapoktan PUAP ini
diharapkan akan dapat menjadi lembaga ekonomi yang dimiliki dan
dikelola oleh petani sendiri. Untuk mencapai hasil yang maksimal
dalam pelaksanaan PUAP, maka organisasi Gapoktan didampingi
oleh tenaga Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani yaitu
individu yang memiliki keahlian di bidang keuangan mikro yang
direkrut oleh Departemen Pertanian untuk melakukan supervisi
dan advokasi kepada Penyuluh dan Pengelola Gapoktan dalam
pengembangan PUAP.

37

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 37

6/22/2010 6:19:14 PM

Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha

Arah Program PUAP


Pembangunan sektor pertanian mempunyai hambatan
dan permasalahan yang cukup kompleks, diantaranya adalah
ketersediaan sumber pembiayaan yang murah dan mudah diakses
petani di pedesaan dengan tepat waktu.
Sebelum terjadinya krisis ekonomi, sumber pembiayaan yang
banyak mendukung sektor pertanian berasal dari kredit program
terutama dari Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). Sejak
adanya Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia
dan ditandatanganinya Letter of Intent (LoI) antara Pemerintah
Indonesia dan International Monetary Fund (IMF), kredit program
dengan dana murah sangat terbatas. Bahkan Kredit Likuiditas Bank
Indonesia (KLBI) sejak saat itu telah dihentikan. Semenjak semakin
kecilnya fasilitas pembiayaan yang berasal dari kredit program,
selanjutnya pembiayaan diarahkan pada sumber komersial yang
berasal dari perbankan dan non perbankan dengan pola executing,
dimana resiko sepenuhnya ditanggung oleh perbankan. Dengan
demikian peran pemerintah hanya berfungsi sebagai fasilitator,
regulator, motivator dan promotor, termasuk penyediaan insentif
dan subsidi. Dengan demikian perumusan kebijakan telah berubah
dari pola top-down policy dan sentralistik menjadi bottom-up
policy dan sifatnya desentralistik. Dalam kerangka permasalahan
mendasar yang dihadapi petani itulah selanjutnya Departemen
Pertanian pada tahun 2008 menginisiasikan Pengembangan Usaha
Agribisnis Perdesaan (PUAP). Secara konseptual arah program
PUAP bertujuan untuk:

38

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 38

6/22/2010 6:19:14 PM

Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian

a.

Mengembangkan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan


sesuai dengan potensi wilayah. Kegiatan ini dimaksudkan
untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran di
perdesaan.

b.

Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani;

c.

Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis.

d.

Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi


jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka mendapatkan akses ke permodalan.

Diharapkan dengan adanya konseptualisasi dari arah


program PUAP ini akan dapat dicapai suatu sasaran yang mampu
meningkatkan usaha agribisnis di perdesaan. Diantara sasaran
yang dicanangkan pemerintah melalui program PUAP ini adalah:
a.

Berkembangnya usaha agribisnis di 10.000 desa miskin dan


tertinggal sesuai dengan potensi pertanian desa;

b.

Berkembangnya 10.000 gapoktan/poktan yang dimiliki dan


dikelola oleh petani;

c.

Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga petani miskin,


petani-peternak, petani pemilik dan atau penggarap skala
kecil,serta buruh tani;

d.

Berkembangnya usaha pelaku agribisnis yang mempunyai


usaha harian, mingguan, maupun musiman

39

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 39

6/22/2010 6:19:14 PM

Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha

Sasaran tersebut dianggap berhasil jikalau telah dapat dicapai


pemenuhan indikator-indikator yang menunjukkan keberhasilan
program. Untuk itu Pemerintah menetapkan indikator keberhasilan
dari segi output dan outcome. Indikator keberhasilan yang dinilai
berdasarkan output dapat dicapai bilamana program PUAP tersebut
dapat memenuhi kriteria yang meliputi:
a.

Tersalurkannya Bantuan Langsung Masyarakat PUAP


kepada petani, buruh tani dan rumah tangga tani miskin
dalam melakukan usaha produktif pertanian;

b.

Terlaksananya fasilitasi penguatan kapasitas dan kemampuan


sumber daya manusia pengelola Gapoktan, Penyuluh
Pendamping dan Penyelia Mitra Tani.

Berdasarkan output yang dicapai dari program PUAP


tersebut, maka akan dapat dinilai suatu outcome dari kegiatan
tersebut. Indikator keberhasilan berdasarkan outcome kegiatan
dapat dinilai berhasil, bilamana kegiatan PUAP tersebut mampu
menghasilkan peningkatan-peningkatan dalam bidang:
a.

Meningkatnya kemampuan Gapoktan dalam memfasilitasi


dan mengelola bantuan modal usaha untuk petani angota
yang meliputi petani pemilik, petani penggarap, buruh tani
maupun rumah tangga tani;

b.

Meningkatnya jumlah petani, buruh tani dan rumah tangga


tani yang mendapatkan bantuan modal usaha;

c.

Meningkatnya aktivitas kegiatan agribisnis di perdesaan


dapat meningkatkan pendapatan petani (pemilik dan atau

40

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 40

6/22/2010 6:19:14 PM

Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian

penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani dalam


berusaha di sektor pertanian sesuai dengan potensi daerah;
Dari penetapan indikator output dan outcome tersebut
diharapkan dapat dicapai suatu benefit dari kegiatan tersebut.
Benefit tersebut sekaligus merupakan impact dari kegiatan
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang telah
dicanangkan Pemerintah. Dalam hal ini dapat disebut sebagai suatu
keuntungan (benefit) bilamana di lokasi program PUAP tersebut
telah dapat dikembangkan usaha agribisnis dan usaha ekonomi
rumah tangga tani. Usaha tersebut dapat berkembang dalam suatu
struktur kelembagaan pertanian lokal yang disebut dengan istilah
Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sebagai suatu lembaga
ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh petani setempat. Dengan
berkembang dan berputarnya sistem perekonomian perdesaan yang
berbasiskan pertanian maka semakin berkurang pula jumlah petani
miskin dan pengangguran yang ada di perdesaan. Berkurangnya
jumlah penduduk miskin di perdesaan, secara prinsip akan dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani pedesaan.
Strategi Pelaksanaan PUAP
Pola dasar Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan
(PUAP) dirancang untuk meningkatkan keberhasilan penyaluran
dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM-PUAP) kepada
Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dalam mengembangkan
usaha produktif petani skala kecil, buruh tani dan rumah tangga
tani miskin.

41

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 41

6/22/2010 6:19:14 PM

Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha

Ada 4 komponen utama dari pola dasar dalam pengembangan


kegiatan PUAP. Keempat kompoten tersebut adalah 1) keberadaan
Gapoktan; 2) keberadaan Penyuluh Pendamping dan Penyelia
Mitra Tani ; 3) Pelatihan bagi petani, pengurus Gapoktan, dan 4)
Penyaluran Bantuan Langsung Masyarakat kepada petani (pemilik
dan atau penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani.
Dalam menentukan konsep strategi pelaksanaan PUAP ini,
ditentukan strategi dasar dan strategi operasionalnya. Strategi
dasar merupakan komponen yang harus ada dalam melaksanakan
program PUAP. Sedangkan strategi operasional merupakan
komponen tindakan yang harus dijalankan dalam kerangka
keberhasilan program PUAP. Strategi dasar dalam Pengembangan
Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) adalah Pemberdayaan
masyarakat dalam pengelolaan PUAP; optimalisasi potensi
agribisnis di desa miskin dan desa tertinggal; akses terhadap
penguatan permodalan kepada petani kecil, buruh tani dan
rumah tangga tani miskin serta pelaksanaan pendampingan
bagi Gapoktan. Selanjutnya setelah penentuan strategi dasar,
maka dilaksanakan operasionalisasi kegiatan dalam kerangkan
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan. Strategi Operasional
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) meliputi:
1)

Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan PUAP yang


dilaksanakan melalui:
a)

pelatihan bagi petugas pembina dan pendamping


PUAP;

42

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 42

6/22/2010 6:19:14 PM

Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian

2)

3)

4)

b)

rekrutmen dan pelatihan bagi Penyelia Mitra Tani


(PMT);

c)

pelatihan bagi pengurus Gapoktan; dan

d)

pendampingan bagi petani oleh penyuluh pendamping.

Optimalisasi potensi agribisnis di desa miskin dan tertinggal


dilaksanakan melalui:
a)

identifikasi potensi desa;

b)

penentuan usaha agribisnis (budidaya dan sektor hilir)


yang menjadi unggulan;

c)

penyusunan dan pelaksanaan Rencana Usaha Bersama


(RUB) berdasarkan usaha agribisnis unggulan.

Penguatan modal bagi petani kecil, buruh tani dan rumah


tangga tani miskin kepada sumber permodalan yang
dilaksanakan melalui:
a)

penyaluran Bantuan Langsung Masyarakat (BLMPUAP) kepada pelaku agribisnis melalui Gapoktan;

b)

fasilitasi pengembangan kemitraan dengan sumber


permodalan lainnya.

Pandampingan Gapoktan dilaksanakan melalui:


a)

penempatan dan penugasan Penyuluh Pendamping di


setiap Gapoktan;

b)

penempatan dan penugasan Penyelia Mitra Tani (PMT)


di setiap kabupaten/kota.

43

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 43

6/22/2010 6:19:14 PM

Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha

Kelembagaan Pembinaan dan Pengendalian PUAP


Dalam rangka menjaga kesinambungan dan keberhasilan
pelaksanaan PUAP, Tim Pusat melakukan pembinaan terhadap
sumberdaya manusia di tingkat provinsi dan Kabupaten/Kota
dalam bentuk memberikan pelatihan. Disamping itu, Tim Pusat
berkoordinasi dengan Tim PNPM-Mandiri melakukan sosialisasi
program dan supervisi pelaksanaan PUAP di tingkat Provinsi dan
Kabupaten/Kota. Pembinaan pelaksanaan PUAP oleh Tim Pembina
Provinsi kepada Tim Teknis Kabupaten/Kota difokuskan kepada:
1)
Peningkatan kualitas SDM yang menangani BLM PUAP
ditingkat Kabupaten/Kota
2)

Koordinasi dan Pengendalian; dan

3)

Mengembangkan sistem pelaporan PUAP.

Pembinaan pelaksanaan PUAP oleh Tim Teknis Kabupaten/


Kota kepada Tim Teknis Kecamatan dilakukan dalam bentuk
pelatihan/apresiasi peningkatan pemahaman terhadap pelaksanaan
PUAP.
Untuk mengendalikan pelaksanaan PUAP, Departemen
Pertanian mengembangkan operation room sebagai Pusat
Pengendali PUAP berbasis elektronik yang dikelola oleh Pusat
Data dan Informasi Pertanian (Pusdatin). Pusdatin sebagai
pengelola operation room bertanggungjawab mengembangkan
dan mengelola data base PUAP yang mencakup data base
Gapoktan, Penyuluh Pendamping, Penyelia Mitra Tani (PMT) dan
usaha agribisnis Gapoktan. Disamping itu, Pusdatin bertugas pula
mempersiapkan bahan laporan perkembangan pelaksanaan PUAP.
44

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 44

6/22/2010 6:19:14 PM

Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian

Secara rinci alur pembinaan dan pengendalian PUAP dapat dilihat


pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.1 Diagram Pembinaan dan Pengendalian PUAP

Tim Pusat melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan


PUAP melalui pertemuan reguler dan kunjungan lapangan ke
provinsi dan kabupaten/kota untuk menjamin pelaksanaan PUAP
di daerah sesuai dengan kebijakan umum Menteri Pertanian,
disamping menyelesaikan permasalahan yang terjadi di lapangan.
Untuk mengendalikan pelaksanaan PUAP di tingkat provinsi,
Gubernur diharapkan dapat membentuk operation room yang
dikelola oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP).
BPTP sebagai sekretariat Tim Pembina PUAP Provinsi dapat
memanfaatkan data base PUAP yang dikembangkan Departemen
Pertanian sebagai bahan dalam penyusunan laporan Tim Pembina

45

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 45

6/22/2010 6:19:14 PM

Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha

Provinsi kepada Gubernur dan Menteri Pertanian. Tim Pembina


Provinsi melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan PUAP
melalui pertemuan reguler dan kunjungan lapangan ke kabupaten/
kota dan kecamatan untuk menjamin pelaksanaan PUAP sesuai dengan kebijakan teknis Gubernur serta menyelesaikan permasalahan yang terjadi di lapangan.
Tim Teknis Kabupaten/Kota melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan PUAP melalui pertemuan reguler dan
kunjungan lapangan ke kecamatan dan desa untuk menjamin pelaksanaan PUAP sesuai dengan kebijakan teknis Bupati/Walikota
serta menyelesaikan permasalahan yang terjadi di lapangan.
Untuk mengendalikan pelaksanaan PUAP di tingkat Kabupaten/
kota, Bupati/Walikota diharapkan dapat membentuk operation
room yang dikelola oleh Sekretariat PUAP Kabupaten/kota dengan
memanfaatkan perangkat keras dan lunak komputer yang disiapkan oleh Departemen Pertanian. Tim Teknis Kabupaten/Kota dapat
menugaskan Penyelia Mitra Tani (PMT) untuk menyiapkan bahan
laporan. Tim Teknis PUAP Kabupaten/Kota melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan PUAP melalui pertemuan reguler
dan kunjungan lapangan ke kecamatan dan desa untuk menjamin
pelaksanaan PUAP sesuai dengan kebijakan teknis Bupati/
Walikota.
Tim Teknis PUAP Kecamatan melakukan pengendalian
terhadap pelaksanaan PUAP melalui pertemuan reguler dan
kunjungan lapangan ke desa dan Gapoktan untuk menjamin
pelaksanaan PUAP sesuai dengan kebijakan teknis Bupati/
Walikota.

46

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 46

6/22/2010 6:19:14 PM

Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian

2.4

Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E)

Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP E) merupakan


salah satu model pembiayaan pertanian khusus untuk subsektor
tanaman pangan dan energi. KKPE adalah jenis kredit investasi
dan atau modal kerja yang diberikan oleh Bank Pelaksana
kepada petani/peternak melalui kelompok tani atau koperasi.
Pola penyaluran kredit yang digunakan KKP E adalah executing
dengan sumber pendanaan 100% berasal dari bank sehingga
resikonya ditanggung oleh perbankan.Adapun tujuan dan sasaran
KKP-E adalah sebagai berikut:
Tujuan:

Meningkatkan ketahanan pangan nasional

Membantu petani/peternak di bidang permodalan sehingga


produktivitas dan pendapatan petani menjadi lebih baik.

Sasaran :

Petani tanaman pangan : padi, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi


jalar, kacang tanah, dan sorgum

Petani hortikultura : bawang merah, cabai, kentang, jahe dan


pisang

Petani perkebunan : budidaya tebu

Peternak sapi potong, sapi perah, pembibitan sapi, ayam ras,


ayam buras, itik, dan burung puyuh

Koperasi pengadaan pangan gabah, jagung dan kedelai.

Pemerintah menetapkan skim Kredit Ketahanan Pangan dan


Energi (KKP-E) melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
79/PMK.05/2007 dalam rangka penyediaan, penyaluran, dan

47

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 47

6/22/2010 6:19:14 PM

Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha

pertanggungjawaban pendanaan upaya peningkatan ketahanan


pangan dan energi nasional. PMK yang berlaku mulai 17 Juli 2007
menyatakan bahwa KKP-E bertujuan untuk mendukung pendanaan
pelaksanaan Program Ketahanan Pangan, dan Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar Nabati.
Bentuk kgiatan usaha yang dapat didanai melalui KKP-E bisa
dilakukan secara mandiri atau bekerjasama dengan mitra usaha,
antara lain meliputi: i) Pengembangan padi, jagung, kedelai, ubi
jalar, tebu, ubi kayu, kacang tanah, dan sorgum; ii) Pengembangan
tanaman holtikultura antara lain berupa: cabe, bawang merah,
dan kentang; dan iii) Pengadaan pangan berupa: gabah, jagung,
dan kedelai. Selain itu, pendanaan KKP-E yang berasal dari
Bank Pelaksana dapat diberikan kepada Peserta KKP-E melalui
kelompok Tani dan/atau Koperasi. Tingkat bunga KKP-E ditetapkan
sebesar tingkat bunga pasar yang berlaku untuk kredit sejenis
dengan ketentuan, yaitu: i) untuk KKP-E pengembangan tebu
paling tinggi sebesar suku bunga penjaminan simpanan pada Bank
Umum yang ditetapkan oleh lembaga Penjamin simpanan ditambah
5 persen; dan ii) untuk KKP-E lainnya paling tingi sebesar suku
bunga penjamin simpanan pada Bank Umum yang ditetapkan oleh
Lembaga Penjamin Simpanan ditambah 6%. Tingkat bunga KKP-E
ditinjau dan ditetapkan kembali setiap 6 bulan pada tanggal 1 April
dan 1 Oktober berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah dan
Bank Pelaksana dengan mendengar pendapat Komite Kebijakan
atas hasil kajian Komite Teknis. Subsidi bunga KKP-E diberikan
Pemerintah setelah Bank Pelaksana mengajukan permintaan
kepada Menkeu u.p Dirjen Perbendaharaan dengan dilampiri: i)

48

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 48

6/22/2010 6:19:15 PM

Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian

rincian perhitungan tagihan Subsidi Bunga KKP-E; ii) rincian mutasi


rekening pinjaman masing-masing penerima KKP-E; dan iii) tanda
terima pembayaran Subsidi Bunga KKP-E yang ditandatangani
Direksi Bank Pelaksana atau pejabat yang dikuasakan.
Risiko KKP-E ditanggung oleh Bank Pelaksana, tetapi
sebagian risiko KKP-E tertentu yang ditetapkan Pemerintah dapat
dijaminkan oleh Bank Pelaksana dengan membayar premi kepada
lembaga penjamin yang didukung oleh Pemerintah. Bank Pelaksana
KKP-E meliputi 20 Bank yaitu 9 (sembilan) Bank Umum : Bank BRI,
Mandiri, BNI, Bukopin, Niaga, Agroniaga, BCA, BII dan Danamon
serta 11 (sebelas) Bank Pembangunan Daerah (BPD) yaitu : BPD
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Barat,
Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan,
Kalimantan Selatan dan Papua. Sementara untuk pengelolaan
KKP-E sub sektor hortikultura tidak termasuk Bank BCA dan Bank
Danamon
Jangka waktu KKP-E ditetapkan oleh Bank Pelaksana berdasarkan siklus tanam atau siklus usaha, paling lama lima tahun.
Bank Pelaksana KKP-E tidak mengenakan provisi kredit dan
biaya komitmen kepada Peserta KKP-E. Suku bunga sebesar
suku bunga komersial dikurangi subsidi yang dibayar pemerintah.
Besarnya suku bunga untuk petani tebu 8% per tahun dan petani
tanaman pangan, peternakan, hortikultura dan pengadaan pangan
7% per tahun. Besaran kredit merupakan plafond kredit maksimum
per debitur (petani/peternak) Rp.25 juta. Sementara persyaratan
dalam mengajukan kredit antara lain:
1.

Petani pemilik dat atau penggarap dengan luas garapan


maksimal 4 ha

2.

Usia minimal 21 tahun / sudah menikah

49

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 49

6/22/2010 6:19:15 PM

Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha

3.

Menjadi anggota kelompok tani

4.

Bersedia mengikuti petunjuk PPL/dinas terkait setempat.

Gambar.2.2 Prosedur Penyaluran KKP-E


Keterangan :
1.

Kel. Tani menyusun RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) dibantu PPL/dinas terkait

2.

RDKK disahkan oleh dinas teknis/PPL

3.

RDKK diajukan langsung kepada bank

4.

Bank meneliti dokumen RDKK dan bila layak akad kredit dengan kel. Tani

5.

Kel. Tani meneruskan KKP - E kepada petani

6.

Petani mengembalikan kredit kepada kel. Tani

7.

Kel. Tani mengembalikan KKP E langsung kepada bank sesuai jadwal

Peran Stakeholders:
1.

Melakukan upaya intermediasi akses permodalan kepada


bank

2.

Identifikasi petani yang layak dibiayai KKP E

3.

Membantu mencarikan penjamin pasar atau penjamin kredit


(avalis)

50

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 50

6/22/2010 6:19:15 PM

Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian

4.

Melakukan bimbingan dan pengawasan agar kredit dimanfaatkan secara optimal dan tepat sasaran

2.5

Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP-3)

Pembangunan ekonomi nasional berbasis pertanian dan


pedesaan secara langsung maupun tidak akan berdampak pada
pengurangan penduduk miskin. Pembangunan ekonomi seperti
ini penting mengingat persentasi penduduk miskin Indonesia
berjumlah cukup besar, yang menurut data BPS tahun 2007
mencapai 37, 2 % dari seluruh penduduk yang ada. Sekitar 63, 4 %
dari jumlah tersebut berada di pedesaan dengan pertanian sebagai
mata pencaharian utamanya. Sektor pertanian dengan demikian
menjadi aspek penting dalam usaha pengentasan kemiskinan.
Semakin maju ekonomi pertanian suatu masyarakat, semakin
meningkat kemampuannya dibidang ekonomi, dan yang lebih lanjut
semakin meningkat pula kesejahteraan mereka.
Salah satu masalah mendasar yang dihadapi pentani dewasa
ini adalah kurangnya akses kepada sumber permodalan. Untuk
mengatasi masalah tersebut, pemerintah melaksanakan berbagai
program pengembangan sektor pertanian, termasuk diantaranya
adalah program yang bertujuan untuk membuka atau menyediakan
akses bagi para petani kepada lembaga permodalan. Sehubungan
dengan ini, institusi perkreditan atau pembiayaan pertanian yang
sesuai perlu dibentuk, institusi perkreditan yang bersifat luwes, dan
mampu menjangkau dan melayani kelompok-kelompok tani yang
tidak mempunyai modal usaha yang cukup.

51

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 51

6/22/2010 6:19:15 PM

Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha

Dengan latar belakang kesadaran terhadap masih adanya


kelompok-kelompok petani yang kesulitan mendapatkan akses
kepada perbankan, maka Departemen Pertanian bersama dengan
beberapa bank komersial dan bank syariah kemudian dibentuk apa
yang kemudian disebut dengan SP-3 atau Pelayanan Pembiayaan
Pertanian. Diharapkan, SP-3 merupakan salah satu dari institusiinstitusi perkreditan usaha tani yang tepat yang dapat mempermudah
petani untuk memperoleh akses kepada bank. Singkatnya, skim
SP-3 merupakan institusi perkreditan yang berperan memberikan
dukungan pembiayaan atau kredit, dan mudah diakses oleh para
petani untuk pengembangan usaha pertanian mereka. Sasaran
skim SP-3 adalah peningkatan kinerja usaha pertanian skala mikro
dan kecil. Kredit Pelayanan Pembiayaan Pertanian diberikan tidak
saja kepada usaha-usaha skala mikro dan kecil sektor hulu, tetapi
juga diberikan kepada usaha budidaya, dan sektor hilir dari usaha
pertanian. SP-3 juga diberikan kepada usaha peternakan.
Dalam pekaksanaan pelayaan SP-3, bank pelaksana
bertindak sebagai executing bank, dalam pengertian bank akan
menyalurkan dananya sendiri yang berasal dari dana pihak ketiga
yang berhasil dikumpulkan. Secara prinsip, bank akan memberikan
kredit atau pembiayaan kepada petani yang menurut pihak
bank mempunyai usaha yang layak. Kredit atau modal diberikan
kepada petani atau peternah yang tidak memiliki agunan, tetapi
yang memiliki usaha yang layak, atas jasa jaminan Departemen
Pertanian atau premi dan bagi resiko. Dana atau kredit diberikan
kepada perorangan, kelompok, dan gabungan kelompok, khusus

52

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 52

6/22/2010 6:19:15 PM

Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian

untuk investasi (KI) dan kredit modal kerja (KMK), dengan besaran
sampai dengan Rp. 50 juta untuk usaha skala mikro, diatas Rp. 50
juta sampai dengan Rp. 250 juta untuk usaha kecil golongan I, dan
sampai sebesar Rp. 500 juta untuk usaha kecil golongan II.
Pinjaman atau kredit disalurkan berdasarkan sistem bungan.
Kerangka dasar yang digunakan cukup bersaing, yakni sebesar
2 % sampai 3 % dibawah suku bunga komersial yang berlaku di
bank pelaksana. Artinya, apabila bunga bank pelaksana mematok
bunga sebesar 4 % untuk kredit komersial yang dikucurkan, maka
bunga skim SP-3 lebih kecil sebesar 3 % dari besaran suku bunga
komersial. Bank-bank pelaksana skim SP-3 adalah Bank Mandiri,
Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin, dan Bank Pembangunan
Daerah.
SP-3 bukanlah satu-satunya skim pembiayaan yang
diluncurkan oleh pemerintah untuk usaha pertanian skala mikro,
kecil dan menengah. Berbeda dengan skim-skim yang lain, seperti
Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan atau disingkat dengan
PUAP misalnya, organisasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan
SP-3 tidak dibangun secara hirarkhis dari pusat sampai tingkat
daerah. Dalam pelaksanaan PUAP, pemerintah lebih banyak
terlibat secara langsung dibandingkan dengan keterlibatnya
dalam pelaksanaan skim SP-3. Flowchat mekanisme pelaksanaan
Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PUAP misalnya terbentang
dari pemerintahan pusat sampai tingkat masyarakat (Gapoktan),
yang meliputi antara lain tim pembinaan pusat, tim pembinaan
propinsi, tim teknis kabupaten/kota. Demikian keterlibatan langsung

53

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 53

6/22/2010 6:19:15 PM

Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha

tersebut tampak pula pada struktur Penyelia Mitra Tani ataupun


Penyuluh Pendamping. Semua ini merupakan kelengkapan
institusional yang menopang pelaksanaan skim PUAP.
Pelaksanaan SP-3 tidak serinci sebagaimana PUAP, sehingga
dengan demikian, realisasi skim SP-3 hampir-hampir sepenuhnya
tergantung pada bank pelaksana. Apabila bank pelaksana di suatu
daerah tertentu melihat sektor-sektor usaha yang ditentukan untuk
skim SP-3 yang ada di daerah operasionalnya cukup menjanjikan
dalam kalkulasi bisnis perbankan, kemungkinan besar skim SP-3
tersebut dapat berjalan dengan baik, dan demikian sebaliknya.
Akibatnya adalah pelaksanaan SP-3 dilaksanakan tidak secara
merata. Realitas empiris yang ada di dua daerah kasus penelitian
memperkuat argumentasi ini. Secara umum dapat dikatakan
bahwa pelaksanaan skim pembiayaan SP-3 masih cukup terbatas.
Secara sektoral, skim SP-3 belum dilaksanakan di sektor usaha
penangkapan ikan. Yang menarik dari pelaksanaan skim ini adalah
pelaksanaan SP-3 oleh bank syariah, yang melaksanakan SP-3
dengan sistem bunga atau sistem bagi hasil tergantung pada
keinginan atau permintaan masyarakat. Di Bantul misalnya, SP-3
untuk desa tertentu dilaksanakan dengan sistem syariah, di desadesa yang lain dalam kecamatan yang sama dilaksanakan dengan
sistem bunga.
2.6

Kredit Usaha Rakyat (KUR)

KUR adalah kredit modal kerja dan kredit investasi dengan


plafon kredit sampai dengan Rp 500 juta. Kredit ini diberikan

54

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 54

6/22/2010 6:19:15 PM

Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian

kepada usaha mikro, kecil dan koperasi (UMK dan K) yang memiliki
usaha produktif. Kredit ini juga akan mendapat penjaminan dari
Perusahaan Penjamin. Usaha Mikro, Kecil dan Koperasi yang
dapat dibiayai dengan KUR merupakan usaha produktif yang layak
(feasible), namun belum bankable, dengan agunanan pokok proyek
yang dibiayai. Selain itu UMK dan Koperasi tersebut harus layak
atau hasil usahanya mampu untuk membayar pokok pinjaman dan
bunga sampai lunas. UMK tersebut juga dicover dengan program
penjaminan dengan coverage penjaminan maksimal 70% dari
plafon kredit.
Suatu hal yang perlu diketahui adalah bahwa dana KUR 100%
bersumber dari dana komersial Bank, meskipun KUR merupakan
kredit program pemerintah. Jadi peran pemerintah dalam hal ini
adalah sebagai penjamin (melalui perusahaan penjamin) terhadap
70% dari plafond kredit yang akan dikucurkan oleh pihak perbankan
komersial.
Awal peluncuran Kredit bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah
dan Koperasi dengan Pola Penjaminan berupa Kredit Usaha
Rakyat dilakukan oleh Presiden RI pada tanggal 5 November 2007
di lantai 21 Gedung Kantor Pusat BRI.
Ada 2 pola penyaluran KUR kepada nasabah yaitu pola
langsung (direct) dan pola keterkaitan (linkage program). Pola KUR
direct adalah sebagai berikut:
Komite Kebijakan

- 100 % dana komersial bank

55

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 55

6/22/2010 6:19:15 PM

Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha

Departemen Teknis:
- Plafond kredit maksimal Rp
Pertanian Koperasi &
500 jt/debitur
UMKM, Kehutanan,
Perikanan dan
Kelautan, Perindustrian,
Perdagangan.
Usaha UMKK Produktif,
- Bunga kredit
feasible tapi belum
bankable.
Individu atau kelompok
> Rp 5 juta maksimal 16%
binaan Departemen Teknis efektif
atau perbankan
Debitur baru.
< Rp 5 juta, maksimal 1,125%
flate/bulan.
Jaminan adalah usaha
BRI, Mandiri, BNI, BTN
yang dibiayai, tidak wajib
Bukopin, BSM
jaminan tambahan

Gambar 2.3 Pola KUR secara Langsung (Direct)

56

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 56

6/22/2010 6:19:15 PM

Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian

Adapun pola KUR-Linkage Program adalah sebagai berikut:


Komite Kebijakan/Satuan
Bunga kredit:
- Efektif 14%
Pelaksanaan
- Dana Bank 100%
Pembinaan Usaha Mikro
- Maksimal kredit Rp. 500 Juta
- Usaha Simpan Pinjam
Penyertaan Modal kepada
Lembaga Penjamin

Subsidi Premi/Imbal Jasa


Penjamin (IJP)

Lembaga Penjamin:
- Jamkrindo & Askrindo
- 70% coverage penjaminan
- Otomatis cover bersyarat
- Usaha Simpan Pinjam
- Maksimal kredit Rp. 5 juta

Kebijakan
Monitoring & Evaluasi

Gambar 2.4 Pola KUR secara Linkage Program

57

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 57

6/22/2010 6:19:15 PM

Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha

Program-Program Percepatan Kredit Usaha Rakyat (KUR)


yang dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI)
Dalam upaya mempercepat penyaluran KUR kepada masyarakat khususnya dalam upaya untuk mengantisipasi imbas dari
krisis ekonomi, maka BRI telah melakukan pembukaan jaringan
kerja serta merencanakan pembukaan jaringan kerja lanjutan pada
tahun 2009 agar jangkauan pelayanan KUR kepada masyarakat
dapat dilakukan lebih luas lagi.
Adapun perkembangan KUR sampai dengan Desember 2008
dapat dijelaskan sebagai berikut:
Sampai dengan akhir Desember 2008 penyaluran KUR telah
mencapai Rp. 12,62 triliun atau 82,85% dari target yang dicanangkan
Pemerintah dengan rata-rata kredit per debitur sebesar Rp 7,55
juta. Jumlah debitur KUR mencapai 1.600.893 orang atau 80,04%
dari target tahun 2008 sebesar 2.000.000 orang.
Tabel 2.1
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Perkembangan KUR sampai dengan Desember 2008

Nama Bank
Total Kredit (Rp juta) Total Debitur
Bank KUR
2,908,283
25,934
Bank BRI KUR Mikro
6,293,674
1,590,039
Bank BNI
1,163,861
8,998
Bank Mandiri
1,142,681
37,010
Bank BTN
166,044
1,036
Bank Bukopin
623,205
2,944
Bank BSM
326,436
5,707
Total
12,624,185
1,671,668

Rata-Rata Kredit
112,14
3,96
129,35
30,87
160,27
211,69
57,20
7,55

Sumber: Kantor Menko Perekonomian, diolah.

58

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 58

6/22/2010 6:19:15 PM

Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian

Tabel 2.2

Posisi KUR Menurut Sektor Ekonomi Desember 2008


Total

No.

Sektor Ekonomi

Total Kredit
(Rp Juta)

Total
Debitur

2.769.301

247.417

21,94

1.

Pertanian

2.

Pertambangan

181.932

46.703

1,44

3.

Industri Pengolahan

247.032

1.787

1,96

4.

Listrik, Gas & Air

8.056

1.866

0,06

5.

Konstruksi

6.

Perdagangan, Restoran & Hotel

7.

Perumahan

0,00

8.

Pengangkutan, Pergudangan & Komunikasi

62.019

414

0,49

9.

Jasa-jasa dunia usaha

369.414

22.552

2,93

10. Jasa-jasa sosial/masyarakat

886.029

189.427

7,02

221.634

946

1,76

7.388.022

976.815

58,52

11. Lain-lain

490.746

3.741

3,89

Total

12.624.185

1.671.668

100,00

Sumber: Kantor Menko Perekonomian, diolah.

Sektor perdagangan merupakan sektor yang paling banyak


menyerap KUR, yaitu sekitar 58,52% dari total penyaluran KUR,
kemudian disusul sektor pertanian (21,94%) dari sektor jasa-jasa
sosial atau masyarakat (7,02%).
Ringkasan hasil riset tentang KUR: Dampak dan Potensi
Pertumbuhan di Masa Mendatang yang dilakukan oleh BRI dengan
UKM Center FE-UI adalah sebagai berikut:
Profil Nasabah Kredit Usaha Rakyat (KUR):

Berada pada rentang usia sangat produktif.

Kalangan suami, yang menandakan kegiatan usaha UMKM


lebih banyak dijadikan mata pencaharian utama keluarga.
59

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 59

6/22/2010 6:19:15 PM

Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha

Berpendidikan SLTP SMA.

Menggunakan rumah sebagai lokasi usaha.

Umumnya bergerak di sektor perdagangan, hotel dan


restoran.

Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) telah berhasil memperbaiki kinerja UMKM, yang terindikasi pada peningkatan omset
usaha, laba bersih dan peningkatan aset usaha. Secara keseluruhan, omset usaha, laba bersih dan aset usaha mengalami
peningkatan per bulan per debitur untuk ketiga aspek tersebut
masing-masing adalah sebesar Rp 3,2 juta, Rp 662 ribu dan Rp 1,2
juta.
Dampak Kredit Usaha Rakyat (KUR) Terhadap Tenaga
Kerja:

Sepanjang menerima KUR, UMKM mengalami peningkatan


rata-rata pengeluaran upah sebesar Rp 277 ribu per bulan;

Sepanjang menerima KUR, UMKM hanya mengalami


peningkatan rata-rata tenaga kerja yang sangat kecil,
yaitu sebesar 0,11 orang per UMKM, bahkan pada UMKM
penerima KUR Mikro hampir tidak terjadi peningkatan tenaga
kerja (0,05 orang);

Hal ini terjadi mengingat sebelum menerima KUR, UMKM ini


beroperasi pada level sub optimal, sehingga tenaga kerjanya
pun under-utilized. Ketika menerima KUR, UMKM beroperasi
pada level yang lebih tinggi, dan tenaga kerja keluarga
bekerja secara lebih full capacity. Oleh karenanya secara

60

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 60

6/22/2010 6:19:15 PM

Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian

kuantitatif tidak terjadi penambahan tenaga kerja, akan tetapi


secara intensitas terjadi peningkatan utilisasi tenaga kerja.
Dampak Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap Kesejahteraan
Keluarga:

Aset rumah tangga penerima KUR secara rata-rata meningkat


selama waktu pelaksanaan KUR yaitu sebesar Rp 12,8 juta.
Sedangkan pengeluaran rumah tangga total dan pengeluaran
rumah tangga untuk bahan makanan oleh responden KUR
juga mengalami peningkatan, namun belum dapat diambil
indikasi bahwa peningkatan pengeluaran tersebut disebabkan
oleh pembiayaan KUR.

Terdapat manfaat KUR yang bersifat edukasi, yaitu


mendorong debitur agar lebih mampu mengakses ke
lembaga pembiayaan bank secara komersial yaitu dengan
penambahan jumlah debitur atas kepemilikan beberapa jenis
dokumen yang menjadi persyaratan pinjaman komersial
bank.
Persepsi Debitur terhadap Manfaat KUR:

Sebagian besar dari debitur KUR mengatakan bahwa KUR


bermanfaat (agak besar hingga sangat besar sekali) dalam
meningkatkan usaha, aset produktif, keuntungan usaha,
jangkauan pemasaran dan nilai tambah bisnis UMKM.

UMKM penerima KUR belum mengalami penambahan yang


signifikan dalam penyerapan tenaga kerja. Penyebabnya
diindikasikan sebagai berikut: (1) Usia skim KUR masih
pendek, (2) Alokasi kredit didominasi oleh modal kerja,

61

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 61

6/22/2010 6:19:16 PM

Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha

sehingga skala usaha UMKM belum berubah dan kebutuhan


tenaga kerja pun belum bertambah, (3) Tenaga kerja UMKM
umumnya diisi oleh tenaga kerja dalam keluarga, (4) Yang
terjadi bukan peningkatan jumlah karyawan melainkan
peningkatan utilisasi jam kerja.

Aksesibilitas UMKM Terhadap KUR. Disamping kemudahan


dalam memperoleh informasi tentang Program KUR, mayoritas debitur KUR menyatakan bahwa proses pengajuan
untuk mendapatkan KUR juga mudah.
Dampak KUR Terhadap Nilai Tambah Ekonomi:

Besaran kredit berpengaruh positif signifikan terhadap nilai


tambah ekonomi. Setiap juta rupiah besaran kredit secara
murni berkontribusi meningkatkan value added sebesar Rp
600 ribu per bulan.

Persentase penggunaan kredit untuk modal kerja berpengaruh


positif terhadap value added. Setiap persen peningkatan
penggunaan kredit untuk modal kerja, akan meningkatkan
value added sebesar Rp 430 ribu per bulan.

Tenaga kerja berpengaruh positif signifikan terhadap value


added. Setiap penambahan 1 orang pekerja pada UMKM
akan meningkatkan value added usaha Rp 1,58 juta per
bulan.

Faktor lama menerima kredit berpengaruh positif tidak


signifikan. Lama menerima kredit bertambah satu bulan akan
meningkatkan value added. Debitur KUR Ritel meraih value
added Rp 6,65 juta lebih tinggi dari pada KUR Mikro.

62

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 62

6/22/2010 6:19:16 PM

Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian

2.7

Kesimpulan

Pemerintah telah meluncurkan berbagai macam skim kredit


atau pembiayaan untuk pengembangan sektor pertanian sejak
orde baru. Skim kredit pertanian tersebut mengalami perubahan
dan penyempurnaan. Selama periode 1970-1985 kredit pertanian
tersebut terkenal dengan nama Bimas atau Bimbingan Massal,
tapi sejak 1985 kredit Bimas diganti menjadi Kredit Usaha Tani
atau KUT dengan tujuan untuk menunjang pelaksanaan program
intensifikasi pertanian. Sejak tahun 2000, KUT yang merupakan
Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) tersebut dihapuskan
dan diganti serta disempurnakan menjadi: Kredit Ketahanan
Pangan dan Energi (KKP-E), Kredit Hortikultura Mandiri (KHM),
Pengembangan Agribisnis Perdesaan (PUAP), Skim Pelayanan
Pembiayaan Pertanian (SP-3), dan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Seluruh skim kredit tersebut dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai subsektor pertanian dan kesejahteraan petani. KHM
difokuskan pada usaha agribisnis hortikultura semusim seperti
komoditi sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan obat-obatan.
PUAP difokuskan pada pengembangan kegiatan usaha agribisnis
di perdesaan dalam bentuk fasilitas bantuan modal usaha yang
diberikan pemerintah untuk petani pemilik, petani penggarap, buruh
tani maupun rumah tangga tani. Sementara itu KKP-E merupakan
jenis kredit investasi dan atau modal kerja yang diberikan oleh bank
pelaksana kepada petani/peternak melalui kelompok tani atau
koperasi. Sasaran program ini adalah petani tanaman pangan,
petani hortikultura, petani perkebunan dan peternak sapi, ayam
dan burung puyuh. Sedangkan sasaran SP-3 adalah peningkatan
63

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 63

6/22/2010 6:19:16 PM

Firmansyah, M.Nadjib, Yeni Saptia, Masyhuri, M.Thoha

kinerja usaha pertanian skala mikro dan kecil baik hulu, usaha
budidaya maupun sektor hilir dari usaha pertanian, termasuk juga
sektor peternakan. Sementara itu KUR adalah kredit modal kerja
dan kredit investasi yang diberikan kepada usaha mikro, kecil dan
koperasi (UMKK) yang memiliki usaha produktif dengan plafon
kredit sampai dengan Rp.500 juta. Kredit ini mendapat penjaminan
dari perusahaan penjamin. UMKK yang dapat dibiayai dengan KUR
merupakan usaha produktif yang layak (feasible), namun belum
bankable, dengan agunan proyek yang dibiayai. Selain itu UMKK
tersebut hasil usahanya harus mampu untuk membayar pokok
pinjaman dan bunga sampai lunas.
Kelima jenis skim kredit untuk sektor pertanian tersebut pada
dasarnya tidak dirancang dengan pola syariah. Namun demikian
bila bank pelaksananya adalah bank syariah maka skim kredit
tersebut dapat disesuaikan atau dirubah menjadi pembiayaan
syariah seperti PUAP, SP-3 dan KUR.

64

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 64

6/22/2010 6:19:16 PM

Skim Kredit/Pembiayaan di Sektor Pertanian

DAFTAR PUSTAKA

Mosher.A.T. 1985. Menggerakkan dan Membangun Pertanian.


Jakarta: CV. Yasaguna
Mubyarto.1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta : Lembaga
Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial.
Mubyarto.1979. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES
Sukartawi.1987. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian:Teori dan
Aplikasi. Jakarta: Rajawali
Pers.

65

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 65

6/22/2010 6:19:16 PM

Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan


Sub-Sektor Tanaman Pangan

BAB 3
EFEKTIVITAS MODEL KREDIT DAN
SKIM PEMBIAYAAN SYARIAH DALAM
MENGEMBANGKAN SUB-SEKTOR TANAMAN
PANGAN
Yeni Saptia
3.1

Pendahuluan

Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki


peranan penting dalam perekonomian nasional. Pertama, pertanian
Indonesia memiliki keunggulan komparatif terutama dalam hal
sumber daya alamnya yang potensial dan berlimpah. Kedua, sektor
pertanian merupakan tumpuan hidup yang hasilnya merupakan
kebutuhan pokok rakyat, khususnya pertanian pada subsektor
tanaman pangan. Subsektor tanaman pangan merupakan salah
satu subsektor pada sektor pertanian yang mencakup tanaman
padi, jagung, kedelai dan umbi-umbian yang berperan besar dalam
rangka penyediaan pangan nasional untuk mendukung ketahanan
pangan nasional.
Meskipun memiliki peranan penting bagi kelangsungan hidup
masyarakat, subsektor tanaman pangan seringkali dihadapkan
pada banyak permasalahan, terutama dalam hal keterbatasan
modal. Padahal modal merupakan salah satu faktor yang penting
dalam meningkatkan produksi dan taraf hidup masyarakat petani
tanaman pangan. Petani Tanaman Pangan rata-rata adalah petani
67

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 67

6/22/2010 6:19:16 PM

Yeni Saptia

gurem dengan tingkat kesejahteraan yang masih rendah. Hal ini


disebabkan adanya perbedaan pola penerimaan, pendapatan
dan pengeluaran dalam kehidupan petani. Pendapatan dari hasil
produksi hanya diterima petani setiap musim panen sementara
pengeluaran yang harus diadakan setiap hari, bahkan terkadang
dalam waktu yang sangat mendesak misalnya untuk kebutuhan
pendidikan dan kesehatan anak-anaknya. Disamping itu, penguasaan lahan yang tergolong sempit, upah yang mahal dan kesempatan kerja terbatas di luar musim tanam, sebagian besar
petani tidak dapat memenuhi biaya hidupnya dari satu musim ke
musim lainnya.
Dalam upaya mengatasi keterbatasan modal untuk meningkatkan hasil produksi, keberadaan kredit atau pembiayaan sangat
dibutuhkan oleh petani. Kredit sudah menjadi bagian hidup dan
ekonomi usahatani karena apabila kredit tidak tersedia maka tingkat
produksi dan pendapatan usahatani akan menurun. Hal ini sesuai
dengan pendapat Mears, L.A. (1961) bahwa kredit benar-benar
dibutuhkan oleh petani padi Indonesia untuk beberapa tujuan,
yaitu biaya hidup sehari-hari sebelum hasil panen terjual dan untuk
pertemuan-pertemuan sosial yang sudah menjadi kebiasaan.
Mengingat peran kredit sangat penting dalam pembangunan
pertanian, maka pemerintah menjadikan kredit sebagai salah satu
instrumen kebijakan. Pemerintah telah memberikan bantuan modal
dalam bentuk Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) atau dana
bergulir, maupun berupa subsidi bunga. Disamping itu, pemerintah
juga telah meluncurkan berbagai kebijakan kredit program seperti

68

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 68

6/22/2010 6:19:16 PM

Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan


Sub-Sektor Tanaman Pangan

Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE), Kredit Usaha Tani


(KUT) dan sebagainya, sebagai upaya membantu petani gurem
dalam meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman pangan.
Meskipun pemerintah telah mengimplementasikan berbagai
macam kredit program untuk subsektor tanaman pangan, namun
dampaknya dalam mendorong penguatan modal petani masih
belum optimal. Hal ini disebabkan adanya gap antara penyaluran
dengan penerimaan kredit. Di satu sisi, petani gurem sangat
membutuhkan kredit program yang disalurkan melalui beberapa
lembaga keuangan yang ditunjuk oleh pemerintah. Sementara di
sisi lain, banyak lembaga keuangan yang menawarkan berbagai
skim kreditnya ke petani, justru hanya dapat diakses oleh kelompok
masyarakat tertentu. Karakteristik usaha pertanian subsektor
tanaman pangan yang mengandung banyak resiko menyebabkan
minat lembaga keuangan untuk mendanai usaha sektor ini relatif
rendah. Untuk meminimalkan resiko, lembaga keuangan yang
bersedia mengucurkan kredit di subsektor tanaman pangan
biasanya telah mengantisipasi dengan menetapkan suku bunga
yang cukup tinggi. Padahal pertanian pada subsektor tanaman
pangan memiliki resiko kegagalan yang tinggi baik dalam produksi
maupun fluktuasi harga. Hal ini menimbulkan adanya ketidakadilan
bagi para petani tanaman pangan. Mengapa demikian? sebab
apabila petani mengalami kegagalan dalam usahataninya, baik
karena gagal panen maupun rendahnya harga pasar, petani tidak
akan mampu membayar pinjaman sehingga dapat terjerat hutang
yang semakin besar karena adanya prinsip bunga berbunga.

69

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 69

6/22/2010 6:19:16 PM

Yeni Saptia

Untuk lebih menjamin rasa keadilan bagi para petani, maka


diperlukan adanya model pembiayaan alternatif yang sesuai
dengan karakteristik usaha di sektor pertanian, yaitu model dengan
skim syariah yang tidak berbasis suku bunga melainkan dengan
sistem bagi hasil. Sebagaimana diketahui bahwa prinsip bagi hasil
sebenarnya sudah berlaku secara turun-temurun di masyarakat
pedesaan dalam melakukan berbagai aktivitas kehidupan di
sektor pertanian, misalnya sistem maro, mertelu, dan sebagainya
(Laporan P2E-LIPI, 2005). Sistem bagi hasil pada dasarnya adalah
pola kerjasama antara pemilik modal dengan pelaku usaha,
dimana keuntungan (profit sharing) dibagi sesuai dengan proporsi
dan kerugian (risk sharing) ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.
Saat ini pemerintah telah memberikan tanggapan yang
positif mengenai pembiayaan syariah di sektor pertanian,
salah satunya dengan membentuk bidang pembiayaan syariah
pada Departemen Pertanian. Bidang Pembiayaan Syariah ini
mempunyai tugas melaksanakan kelembagaan kelompok usaha
petani dan mendorong pembiayaan perbankan syariah kepada
sektor pertanian. Salah satu program pembiayaan syariah pada
sektor pertanian adalah program fasilitasi Skim Pelayanan
Pembiayaan Pertanian (SP3). SP3 merupakan skim program untuk
meningkatkan akses petani pada fasilitas pembiayaan dari bank
pelaksana melalui mekanisme bagi resiko (risk sharing) antara
bank pelaksana dengan pemerintah. SP3 ini bertujuan membantu
kemudahan akses petani pada layanan perbankan melalui jasa

70

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 70

6/22/2010 6:19:16 PM

Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan


Sub-Sektor Tanaman Pangan

penjaminan bagi petani/kelompok tani skala usaha mikro, kecil dan


menengah yang tidak mempunyai agunan yang cukup. Pada SP3
ini terdapat lima bank pelaksana yang ikut berpartisipasi antara lain
Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin, Bank Jatim
dan Bank NTB. Namun dengan adanya program penjaminan kredit
pemerintah dalam bentuk Kredit Usaha Rakyat (KUR), maka pada
akhir tahun 2008, SP3 diintegrasikan dan dileburkan ke dalam
KUR.
Dengan demikian, tulisan ini bertujuan melakukan tinjauan
kembali pelaksanaan kredit program dan skim pembiayaan syariah
pada subsektor tanaman pangan. Secara lebih rinci, tulisan ini akan
memaparkan beberapa hal diantaranya (a) gambaran umum kondisi
pertanian tanaman pangan di daerah penelitian, (b) identifikasi
sumber kredit program yang diakses oleh petani pada subsektor
tanaman pangan di daerah penelitian serta permasalahan yang
dihadapi, (c) identifikasi skim pembiyaan syariah yang diakses
petani di daerah penelitian, serta kendala dan prospek skim
pembiayaan syariah sebagai alternatif pembiayaan pada subsektor
tanaman pangan.
3.2

Gambaran Umum Pertanian Tanaman Pangan di Daerah


Penelitian

Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa


subsektor tanaman pangan memiliki peranan yang strategis dalam
hal penyediaan pangan nasional terutama pada komoditas padi,
karena komoditas tersebut merupakan salah satu bahan makanan

71

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 71

6/22/2010 6:19:16 PM

Yeni Saptia

pokok bagi masyarakat Indonesia. Pada Tabel.1 dapat dilihat


bahwa produksi padi di tingkat nasional pada tahun 2007 sebesar
57.157.435 atau 61% dari total produksi tanaman pangan. Selain
padi, komoditas ubi kayu juga memiliki tingkat produksi yang cukup
besar dibandingkan dengan komoditas jagung, yaitu sebesar
19.988.058 Kwintal atau 21% dari total produksi tanaman pangan.
Sedangkan komoditas jagung hanya mampu memproduksi sebesar
13.287.527 Kwintal atau sekitar 14% dari total tanaman pangan.
Tingginya jumlah produk dan produktivitas ubi kayu dikarenakan ubi
kayu mempunyai peluang untuk dijadikan sumber energi elternatif
yaitu bioetanol. Ubi kayu potensial dikembangkan sebagai bakan
baku bioetanol karena dapat diproduksi dalam jumlah yang besar
pada berbagai agroekosistem. Komoditas unggulan tanaman
pangan di tingkat nasional yang terdiri dari padi, jagung dan ubi
kayu juga merupakan komoditas unggulan di tingkat propinsi Jawa
Barat dan Propinsi DIY. Kecenderungan ini dapat ditinjau dari
tingkat produksi ketiga komoditas tanaman pangan ini memiliki
proporsi nilai paling banyak di kedua propinsi tersebut.
Menurut data BPS, Kabupaten Sukabumi memiliki lahan
seluas 420.000 hektar yang didominasi areal pegunungan dan
dataran tinggi yang subur, sehingga tidak mengherankan jika
Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu kabupaten yang
banyak menghasilkan komoditas pertanian tanaman pangan. Pada
tahun 2007 saja, Kabupaten Sukabumi telah mampu memproduksi
padi dengan jumlah 736.941 Kwintal. Selain sebagai sentra
produksi padi, kabupaten sukabumi juga banyak memproduksi ubi

72

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 72

6/22/2010 6:19:16 PM

Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan


Sub-Sektor Tanaman Pangan

kayu. . Menurut keterangan narasumber, komoditas ubi kayu sudah


mulai dikembangkan di Kabupaten Sukabumi oleh para petani yang
tergabung dalam kelompok tani. Komoditas tersebut merupakan
salah satu komoditas unggulan selain padi, jagung dan kedelai.
Komoditas ubi kayu yang dikembangkan tersebut berjenis varietas
yang bernama Daarul Hidayah. Daarul Hidayah merupakan salah
satu pondok pesantren di Lampung yang berhasil menemukan
jenis varietas ubi kayu unggulan. Dengan 60 kg ubi kayu dapat
menghasilkan 1 liter bioetanol dengan kadar alkohol 60%.3
Tabel 3.1

Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Pangan Kab


Sukabumi dan Kab. Sleman Tahun 2007
Keterangan
Luas Panen (Ha)

Padi

Produktivitas (Kw/Ha)
Produksi (Kw)
Luas Panen (Ha)

Jagung Produktivitas (Kw/Ha)


Produksi (Kw)
Luas Panen (Ha)
Kedelai Produktivitas (Kw/Ha)
Produksi (Kw)
Luas Panen (Ha)
Kacang
Produktivitas (Kw/Ha)
Tanah
Produksi (Kw)

Nasional

Propinsi
Kab.
Propinsi
Kab.
Jawa Barat Sukabumi
DIY
Sleman

12.147.637

1.829.085

132.415

133.369

43.857

47,05

54,20

55,65

53,18

85,44

57.157.435

9.914.019

736.941

3.630.324

13.373

7.508

70.216

4.727

36,60

50,94

54,74

36,77

43,60

13.287.527

577.513

41.099

258.187

20.610

459.116

12.429

1.041

27.628

568

12,91

14,03

14,18

10,75

13,96

592.534

17.438

1.476

29.692

793

660.480

63.922

8.384

66.527

5.100

11,95

14,30

14,88

8,52

10,86

189.089

91.439

12.475

56.667

5.536

709.294 244.791

Hasil Wawancara dengan Staf Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten
Sukabumi

73

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 73

6/22/2010 6:19:16 PM

Yeni Saptia

Luas Panen (Ha)


Kacang
Produktivitas (Kw/Ha)
Hijau
Produksi (Kw)
Luas Panen (Ha)
Ubi
Kayu

Produktivitas (Kw/Ha)
Produksi (Kw)
Luas Panen (Ha)

Ubi
Jalar

Produktivitas (Kw/Ha)
Produksi (Kw)

306.207

11.094

290

874

17

10,53

10,87

11,23

6,53

5,90

322.487

12.061

326

571

10

1.201.481

105.508

7.532

61.237

1.144

166,36

182,25

193,66

159,48

178,25

19.988.058

1.922.840

145.865

976.610

20.385

176.932

28.096

1.486

515

377

106,64

133,73

153,71

106,72

146,32

1.886.852

375.714

22.841

5.496

5.515

Sumber: BPS, 2007

Sementara itu, Kabupaten Sleman memiliki lahan seluas


57.482 Hektar atau sekitar Luas Wilayah Kabupaten Sleman adalah
57.482 Ha atau 574,82 Km2 atau sekitar 14% dari luas Kabupaten
Sukabumi. Namun demikian, hampir setengah dari luas wilayah di
kabupaten tersebut merupakan tanah pertanian yang subur serta
didukung irigasi teknis peninggalan kolonial Belanda. Berdasarkan
table. diatas, dapat dilihat berdasarkan tingkat produksinya,
komoditas tanaman pangan unggulan di Kabupaten Seman adalah
padi, jagung dan ubi kayu. Jika dibandingkan dengan Kabupaten
Sukabumi ketiga komoditas unggulan tersebut nilai produksinya
lebih kecil. Disamping karena luas wilayah di kabupaten Sleman
yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan luas daerah Kabupaten
Sukabumi, juga disebabkan adanya permasalahan-permasalahan
yang dihadapi petani di Kabupaten Sleman. Permasalahanpermasalahan tersebut antara lain;

74

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 74

6/22/2010 6:19:16 PM

Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan


Sub-Sektor Tanaman Pangan

1.

Penanganan pasca panen belum memadai padahal produk


tanaman pangan pada umumnya bersifat mudah rusak.

2.

Meskipun sudah ditumbuhkan asosiasi-asosiasi petani untuk


komoditas tertentu, namun kinerjanya masih belum seperti
yang diharapkan dalam membantu memasarkan produk
pertanian yang dihasilkan petani.

3.

Luas penguasaan/penggarapan lahan oleh petani masih


relatif sempit/kecil, kurang memenuhi kelayakan skala
ekonomi sebagai akibat sistem warisan.

4.

Belum seluruh petani tergabung dalam kelompok tani


sehingga pembinaan petani belum efektif.

5.

Pola tanam di sentra produksi padi belum optimal sehingga


sering muncul gangguan OPT, dan penanganan OPT belum
terpadu sehingga hasilnyapun kurang memuaskan

6.

Penggunaan pupuk kurang berimbang dan kurangnya


kandungan bahan organik tanah menyebabkan produktifitas
di beberapa kecamatan mengalami penurunan.

7.

Petani yang belum masuk anggota kelompok tani sulit


mendapatkan pupuk karena sistem distribusi pupuk yang
diharuskan melalui RDKK (Rencana Divinitif Kebutuhan
Kelompok) sehingga alokasi pupuk tidak mencukupi.

3.3

Pelaksanaan Kredit Program Pemerintah di Daerah


Penelitian

Secara umum, program bantuan modal untuk subsektor


tanaman pangan di daerah penelitian berasal dari dua sumber,

75

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 75

6/22/2010 6:19:17 PM

Yeni Saptia

yaitu: (1) Dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara seperti Kredit


Ketahanan Pangan (KKP), Bantuan Langsung Masyarakat (BLM),
dan lain-lain; (2) Dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah baik
di tingkat Propinsi maupun tingkat Kabupaten/Kota. Kaitannya
dengan program bantuan modal yang berasal dari dana APBD,
masing-masing daerah penelitian memiliki program khusus salah
satu contoh di daerah Sukabumi terdapat Program Pendanaan
Kompetisi Indeks Pembangunan Manusia (PPK-IPM). Berdasarkan
Tabel.2 dapat dijelaskan bahwa realisasi penguatan modal untuk
sektor pertanian di Kabupaten Sukabumi nilainya lebih besar
dibandingkan di Kabupaten Sleman. Proporsi penguatan modal
dari dana APBN di Kabupaten Sukabumi lebih besar dibandingkan
proporsi dana dari APBD. Sebaliknya, proporsi penguatan modal
dari dana APBN di Kabupaten Sleman lebih kecil dibandingkan
dengan proporsi dana dari APBD.
Tabel 3.2

Realisasi Penguatan Modal pada Sektor Pertanian

Kabupaten Sukabumi
Kabupaten Sleman

Dana APBN
15.163.365.000
2.418.000.000

Dana APBD
11.896.442.976
5.810.500.000

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Sleman, 2007

Untuk kredit program yang berasal dari dana APBN


disalurkan ke petani melalui bank pelaksana yang telah ditunjuk
oleh pemerintah pusat. Kemudian dari bank pelaksana, kredit
tersebut ada yang langsung disalurkan ke kelompok petani dan
ada pula yang disalurkan secara tidak langsung melalui lembaga
keuangan mikro sperti Koperasi atau Bank Perkreditan Rakyat.
Hal ini dilakukan dengan alasan pertimbangan jarak tempuh yang

76

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 76

6/22/2010 6:19:17 PM

Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan


Sub-Sektor Tanaman Pangan

jauh antara bank pelaksana dengan para petani yang berada di


pelosok desa, sehingga bank pelaksana sulit menjangkau para
petani yang berada di pedesaan. Disamping itu, keberadaan unit
bank pelaksana hanya ada di tingkat Kabupaten/Kota, sementara
di tingkat kecamatan maupun desa tidak ada unit bank pelaksana.
Selanjutnya, lembaga keuangan mikro yang ditunjuk bank
pelaksana dapat menyalurkan kredit program kepada kelompok
tani maupun petani perorangan (Lihat Gambar 3.1).
Dana Program
Pemerintah Pusat
(APBN)

(1)
(2a)

Perbankan
(Bank Pelaksana)

Gabungan Kelompok Tani


(3a)
(Gapoktan)bergulir

(2b)
Lembaga Keuangan
Mikro (BPR/Koperasi)

(3b)

Petani Individu (perorangan)

Gambar 3.1 Skema Alur Kredit Program Pemerintah Pusat


Keterangan:
(1)

Pemerintah
pelaksana.

Pusat

menyalurkan

kredit

program

melalui

bank

(2a) Bank Pelaksana menyalurkan kreditnya secara langsung kepada


kelompok petani dengan jaminan/agunan seperti sertifikat tanah/
BPKB
(2b) Bank Pelaksana menyalurkan kreditnya secara tidak langsung kepada
petani dengan melalui lembaga keuangan mikro

77

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 77

6/22/2010 6:19:17 PM

Yeni Saptia

(3)

Lembaga Keuangan Mikro kemudian menyalurkan kredit program kepada


kelompok tani maupun petani perorangan.

Salah satu contoh kredit program untuk tanaman pangan


yang berhasil dijumpai di daerah penelitian adalah Kredit Ketahanan
Pangan dan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Program KKP
dibiayai oleh pemerintah untuk mendorong program intensifikasi
tanaman padi. Skim kredit tersebut menggunakan tingkat suku
bunga yang rendah serta prosedur yang mudah dengan agunan
sertifikat tanah yang cukup berasal dari pengurus kelompok tani.
Di kabupaten sukabumi sudah ada bantuan permodalan untuk
petani berupa BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) dengan melalui
sistem Gapoktan. BLM tersebut digunakan untuk penyediaan saprodi,
pembelian gabah serta untuk membantu permodalan keuangan
mikro dan peralatan kantor. Dana untuk bantuan permodalan dan
peralatan kantor sistem pengembaliannya tidak dipertanggungjawabkan karena dana tersebut sifatnya hibah. Sementara bantuan
dana yang digunakan untuk penyediaan saprodi dan pembelian
gabah ada pertanggungjawabannya, karena diberikan dalam satu
kelompok yang besar dan itu ada pengelolanya. Jadi pada saat
musim panen, gabah petani dalam kelompok tersebut dibeli oleh dinas
karena di dinas pertanian setempat telah memiliki investasi dalam hal
kesediaan lahan pertanian, gudang yang kesemuanya dikelola oleh
UPTD, dimana UPTD juga bekerjasama dengan para kelompok tani.
Kemudian gabah tersebut diolah menjadi beras yang kemudian beras
tersebut di jual, lalu hasil penjualannya dikembalikan lagi ke kelompok
tersebut. Timbulnya sistem tersebut karena ada masalah dimana saat

78

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 78

6/22/2010 6:19:17 PM

Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan


Sub-Sektor Tanaman Pangan

panen raya petani menjual gabahnya dengan harga yang sangat


murah atau dibawah harga dasar gabah, sementara harga jual gabah
di pasar cukup tinggi.
Sementara untuk kredit program yang berasal dari dana APBD
disalurkan ke petani melalui bank pelaksana yang telah ditunjuk
oleh pemerintah daerah maupun ke dinas pertanian setempat.
Kemudian dari bank pelaksana, kredit tersebut ada yang langsung
disalurkan ke kelompok petani dan ada pula yang disalurkan
secara tidak langsung melalui lembaga keuangan mikro seperti
Koperasi atau Bank Perkreditan Rakyat. Selanjutnya, lembaga
keuangan mikro yang ditunjuk bank pelaksana dapat menyalurkan
kredit program kepada kelompok tani maupun petani perorangan.
Disamping itu, dana kredit program yang berasal dari APBD juga
ada yang disalurkan melalui dinas pertanian setempat. Kemudian
dinas pertanian setempat menyalurkan dana tersebut dengan cara
digulirkan dimasing-masing kelompok tani (Lihat Gambar.3.2)
Dana Program Pemerintah Daerah (APBD)

(1a)

Perbankan

(2a)

Lembaga
Keuangan

(3a)
(3b)

Mikro

(2b)

Inti (Pengusaha)

Kelompok Tani
Petani
(perorangan)
(4)
Plasma
(Kelompok

(1b)

Dinas
Pertanian

(5)

Kelompok
Tani bergulir

Tani)

Gambar 3.2 Skema Alur Kredit Program Pemerintah Daerah

79

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 79

6/22/2010 6:19:17 PM

Yeni Saptia

Keterangan:
(1a)

Pemerintah daerah menyalurkan dana program untuk peningkatan


sektor pertanian melalui bank pelaksana yang ditunjuk oleh Pemda
setempat

(1b)

Pertanian daerah menyalurkan dana program untuk peningkatan


sektor pertanian melalui dinas pertanian

(2a/2b)

Perbankan menyalurkannya kembali ke masyarakat petani melalui


Lembaga keuangan mikro maupun inti (pengusaha)

(3a/3b/4/5) Dana dari Lembaga Keuangan Mikro maupaun Dinas Pertanian


langsung ke kelompok tani atau Plasma maupun ke petani individu

Pola penyaluran kredit program di tingkat pemerintah daerah


ini juga memberikan kewenangan perbankan untuk memberikan
kredit/pembiayaan dengan model inti plasma. Pola ini bertujuan
agar inti (pengusaha) dapat berfungsi sebagai avalis atau penjamin
bagi para petani yang tidak bisa tertib dalam membayar angsuran
tiap bulannya ke bank. Disamping itu, pemberdayaan usaha
kecil pertanian melalui kemitraan inti plasmaini bertujuan untuk
menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha tani kecil
menjadi usaha tangguh dan mandiri serta dapat berkembang
menjadi usaha menengah.
Selama ini kendala yang dihadapi usaha petani kecil adalah
aspek dana, manajemen, alih teknologi, sumber daya manusia
dan pemasaran hasil produksi. Dengan menggunakan perjanjian kemitraan inti plasma, pengusaha besar berperan sebagai penyedia, penjamin modal, transfer teknologi, dan desain
pasar menampung distribusi, serta memasarkan atau membentuk pasar, atau juga sebagai pihak inti plus dengan kesediaan
untuk mengikatkan diri dengan pihak plasma (usaha kecil) dalam
membesarkan usah akecil.

80

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 80

6/22/2010 6:19:17 PM

Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan


Sub-Sektor Tanaman Pangan

Sebagai inti, perusahaan besar memerankan diri sebagai perusahaan yang berkewajiban dalam memberikan totalitas keterlibatan
untuk memberdayakan usaha tani kecil. Pemberdayaan tersebut
dapat berupa kewajiban pihak inti untuk melakukan penyediaan dan
penyiapan lahan serta sarana produksi antara lain bibit, bimbingan
teknis manajemen usaha dan produksi, maupun pembiayaan dan
bantuan lain yang dibutuhkan untuk peningkatan efisiensi dan
produktivitas usaha.
Perjanjian kemitraan inti-plasma memiliki beberapa keunggulan. Pertama, pengusaha besar telah membagi peluang bisnis
dengan para petani kecil. Kedua, sebagai upaya pemberdayaan
petani kecil di bidang teknologi, modal, kelembagaan sehingga dapat
lebih terjamin dalam jumlah kualitas dan standar yang diperlukan.
Ketiga, dapat mengembangkan komoditas yang mempunyai
keunggulan dan mampu bersaing di pasar nasional, regional,
maupun internasional. Pola semacam ini telah dipraktekkan antara
perusahaan pakan ternak Charon Pokphan dengan para petani
jagung di wilayah Sukabumi.
Namun demikian, seperti halnya perjanjian kemitraan pada
umumnya kerja sama antara petani dengan pengusaha tersebut
menghadapi masalah. Masalah yang dihadapi dalam praktek bisnis
ini antara lain, selain pihak plasma (petani) belum memahami hak
dan kewajibannya dengan baik, sebaliknya pihak inti juga belum
sepenuhnya memberikan perhatian dan kewajibannya seperti yang
diharapkan. Hal tersebut dapat menimbulkan ketidakadilan bagi
petani plasma.

81

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 81

6/22/2010 6:19:17 PM

Yeni Saptia

Salah satu contoh dana program pemerintah daerah yang


ditemui di daerah penelitian Sukabumi adalah Program Pendanaan
Kompetisi Indeks Pembangunan Manusia (PPK-IPM). Menurut
narasumber, pada tahun 2008 dana PPK-IPM disalurkan ke
kelompok petani melalui bank pelaksana dimana 1 kelompok diberi
dana sebesar 40 juta. Pola penyaluran dana PPK-IPM sebenarnya
mirip dengan pola Cash Collateral Finance (CCF) yaitu jaminan
yang diberikan pemerintah secara tunai atas pembiayaan yang
diberikan oleh bank. Misalnya, jaminan pemerintah 3 Milyar, maka
bank juga akan menyalurkannya sebesar 3 Milyar. Berdasarkan
aturannya yang tercantum di dalam MOU PPK-IPM, pemerintah
daerah mengharapkan margin dibatasi hanya 6% per tahun atau
0,5% per bulan.4
Disamping itu, dijumpai pula dana program pemerintah daerah
Kabupaten Sukabumi yang disalurkan melalui dinas pertanian
setempat kepada para kelompok tani yang tergabung dalam
PESAT (Pelayanan Sarana Agribisnis Terpadu). PESAT merupakan
salah satu program dinas pertanian Kabupaten Sukabumi dalam
memberdayakan masyarakat petani mulai dari penyediaan
saprodi, benih, dan sebagainya. PESAT terdiri dari 3 komoditas
yaitu PESAT padi, PESAT Ubi kayu, dan PESAT Hortikultura
yang nantinya diharapkan menjadi cikal bakal terbentuknya
lembaga keuangan mikro. Pada tahun 2008, PESAT membawahi
Gapoktan yang berjumlah 12 kelompok tani atau kurang lebih
230 petani yang tersebar di 6 kecamatan untuk menggarap lahan
4

Hasil wawancara dengan Kepala Cabang Bank Syariah Mandiri Sukabumi, 2009

82

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 82

6/22/2010 6:19:17 PM

Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan


Sub-Sektor Tanaman Pangan

dinas seluas 120 hektar. Sampai dengan bulan Juni 2009, dana
APBD telah disalurkan melalui PESAT sudah mencapai 450 juta.
Dana APBD tersebut bersifat hibah, sehingga tidak ada kewajiban
pengembalian keuangan ke Pemerintah Daerah. Namun dalam
pengelolaannya di kelompok tani, dana tersebut tidak bersifat hibah
melainkan bersifat pinjaman bergulir (Revolving Loan). Bergulir
mengandung makna dana tersebut harus selalu berputar (tidak
berhenti) dalam aktivitas kelompok yang memanfaatkan melalui
kegiatan yang bersifat produktif. Alasannya, bantuan dana tersebut
diharapkan dapat memotivasi para petani untuk meningkatkan
produktivitasnya. Apabila tidak demikian, dikhawatirkan dana
tersebut akan habis begitu saja di kelompok, tanpa ada peningkatan
usaha.5 Namun kenyataan di lapangan dana tersebut tidak dapat
bergulir sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan masyarakat
beranggapan bahwa dana yang berasal dari pemerintah tersebut
sifatnya subsidi atau hibah jadi tidak perlu dikembalikan lagi.
Apabila masyarakat mengetahui dana tersebut berasal dari nonpemerintah kemungkinan masyarakat akan mengelolanya dengan
baik. Faktor lain adalah birokrasi pemerintahan yang masih rumit
dan kaku. Misalnya pembagian benih yang seharusnya bulan Juni
sudah dibagikan ke kelompok untuk ditanam pada waktu musim
hujan, tapi kenyataannya baru dibagikan pada bulan Desember
karena proposalnya belum ditandatangani.6
Menurut Tampubolon (2002), kredit dianggap mampu memutuskan lingkaran setan kemiskinan di sektor pertanian Dengan
5 Hasil wawancara dengan Staff Dinas Pertanian Kabupaten Sukabumi, 2009
6 Hasil wawancara dengan staff koperasi MAJ

83

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 83

6/22/2010 6:19:17 PM

Yeni Saptia

pasokan kredit diharapkan dapat meningkatkan kemampuan petani


dalam membeli sarana produksi (saprodi) sehingga diharapkan
produktivitas panen meningkat. Namun kenyataannya di kabupaten
sukabumi, pelaksanaan kredit belum dapat memutuskan lingkaran
setan. Hal ini disebabkan beberapa faktor kendala yang dijumpai
baik dari pihak lembaga keuangan maupun pihak petani. Dari
pihak lembaga keuangan, permasalahannya adalah pihak bank
menginginkan petani setor per bulan padahal petani hanya mampu
setor pada musim panen. Besarnya resiko komoditas tanaman
pangan (misalnya gagal panen, hama, resiko fluktuasi kebijakan
harga) juga menjadi salah satu faktor penyebab enggannya
pihak perbankan untuk memberikan kredit/pembiayaan di sektor
pertanian. Sementara, dari sisi petani dihadapkan kendala dengan
tidak adanya akte kepemilikan lahan, dan petani kesulitan dalam
melegalisasi kepemilikan lahannya. Kemudian rata-rata petani
di kabupaten Sukabumi hanya sebagai petani penggarap lahan
yang dimiliki oleh lahan dinas atau para pengusaha yang memiliki
lahan sawah. Komoditas tanaman pangan merupakan komoditas
massal untuk ketahanan pangan dimana harus ada keterlibatan
dari pemerintah dengan adanya program-program subsidi di sektor
tanaman pangan.7
Berdasarkan sifatnya, kredit program pertanian sangat
tergantung kepada kebijakan pemerintah baik pusat maupun
daerah, terutama dalam pengalokasian dana pembangunan APBN
atau APBD di sektor pertanian. Menurut Hermanto (1992), dalam
7

Hasil Wawancara Staff Koperasi MAJ (Masyarakat Agribisnis Jagung)

84

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 84

6/22/2010 6:19:17 PM

Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan


Sub-Sektor Tanaman Pangan

pelaksanaan kebijakan kredit program sebenarnya pemerintah


telah memberikan subsidi pada beberapa hal, diantaranya (1)
subsidi terhadap tingkat suku bunga, (2) subsidi terhadap biaya
resiko kegagalan kredit, (3) subsidi kepada biaya administrasi
dalam penyaluran, pelayanan dan penarikan kredit. Disamping itu,
jika ditelaah secra lebih dalam kredit yang umumnya diwujudkan
dalam bentuk saprodi, impor pupuk, benih, dan obat-obatan
merupakan subsidi secara tidak langsung begi kredit program.
Secara umum, kredit untuk sektor pertanian (terutama
kredit program) menetapkan tingkat suku bunga lebih rendah
dibandingkan sektor nonpertanian. Hal ini dimaksudkan untuk
memacu pertumbuhan sektor pertanian, sekaligus mendorong
pertumbuhan ekonomi pedesaan. Namun fakta menunjukkan
serapan kredit untuk pertanian relatif lambat dibandingkan serapan
sektor non pertanian. Menurut Saleh et al (1989) salah satu
penyebabnya adalah rendahnya rentabilitas penanaman modal di
sektor pertanian.
Meskipun pemerintah telah melaksanakan berbagai macam
kredit program untuk sektor pertanian, namun dampaknya dalam
mendorong penguatan modal petani di daerah penelitian belum
sepenuhnya sesuai dengan harapan. Pada kenyataannya,
kemampuan sebagian besar petani dalam permodalan masih
relatif rendah. Namun disisi lain, seiring dengan beban anggaran
pembangunan yang makin berat memyebabkan makin terbatasnya
kemampuan finansial pemerintah dalam mendanai kredit pertanian.
Dengan keterbatasan anggaran pemerintah tersebut diperlukan

85

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 85

6/22/2010 6:19:17 PM

Yeni Saptia

upaya agar anggaran yang dialokasikan untuk bantuan modal/


kredit program dapat memberikan manfaat yang lebih besar
bagi pembangunan pertanian. Oleh karena itu, perlu dirumuskan
kembali alternatif kebijakan permodalan bagi sektor pertanian
sehingga dapat diperoleh manfaat yang optimal.
3.4

Pola Pembiayaan Syariah pada Sub-sektor Tanaman


Pangan

Salah satu contoh pola pembiayaan pertanian yang


dijumpai di daerah penelitian adalah Skim Pelayanan Pembiayaan
Pertanian (SP3) dan PUAP. SP3 merupakan skim program untuk
meningkatkan akses petani pada fasilitas pembiayaan dari bank
pelaksana melalui mekanisme bagi resiko (risk sharing) antara
bank pelaksana dengan pemerintah. SP3 ini bertujuan membantu
kemudahan akses petani pada layanan perbankan melalui jasa
penjaminan bagi petani/kelompok tani skala usaha mikro, kecil
dan menengah yang tidak mempunyai agunan yang cukup. SP3
diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber pendanaan bagi
lembaga keuangan mikro agribisnis yang berasal dari kelembagaan
tani yang sudah ada.
Pada SP3 ini terdapat lima bank pelaksana yang ikut
berpartisipasi antara lain Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri,
Bank Bukopin, Bank Jatim dan Bank NTB. Namun dengan adanya
program penjaminan kredit pemerintah dalam bentuk Kredit Usaha
Rakyat, maka pada akhir tahun 2008, SP3 diintegrasikan dan
dileburkan ke dalam KUR tersebut. Dalam pelaksanaannya, bank
pelaksana berkoordinasi dengan tim teknis di tingkat pusat maupun
kabupaten/kota (Lihat Gambar.3.3)

86

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 86

6/22/2010 6:19:18 PM

Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan


Sub-Sektor Tanaman Pangan

PETANI

(1)

TimTeknis Kab/Kota

Analisa Tim Teknis &


Pendampingan Program

(1)

Bank Pelaksana

(2)

Tim Teknis Pusat

(3)

Analisa Pembiayaan
(4)

Gambar 3.3 Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP3)


Sumber : Deptan, 2006
Ket:
(1)
(2)
(3)
(4)

: Koordinasi
: Alur Permodalan
Pengajuan Pembiayaan
Usulan Penjaminan
SK Penetapan Calon Terjamin
Pembiayaan

Pada Tabel.3.3 dapat ditinjau bahwa petani yang diusulkan


menerima penjaminan diklasifikasi menjadi dua kelompok. Kelompok
A adalah petani/Kelompok Tani dengan plafon pembiayaan s/d Rp.
5 juta. Kelompok B adalah petani/Kelompok Tani dengan plafon
pembiayaan Rp. 100 juta s/d Rp. 500 juta.Dalam program SP3 ini
sebagian agunan di jamin pemerintah atau sebagai risk sharing,
jaminan kredit sebagai agunan pemerintah sebesar 10% untuk
pinjaman hingga Rp. 50 juta, 30% untuk pinjaman sebesar Rp 100
juta hingga Rp. 250 juta sedangkan untuk pinjaman Rp. 250 juta
hingga Rp. 500 juta sebesar 40%. Misalnya apabila ada petani
pinjam sampai Rp. 500 juta pemerintah menjamin 40% sebagai risk
sharing. Sisanya petani harus menyiapkan 60% dari agunan yang
harus dipenuhi sebagai syarat untuk pinjaman ke bank tersebut.

87

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 87

6/22/2010 6:19:18 PM

Yeni Saptia

Tabel 3.3
Klasifikasi
A

Klasifikasi Plafon Pembiayaan bagi Petani atau Kelompok Tani


Peruntukkan

Plfon Pembiayaan

Petani/Kel tani
s/d 5 juta
dengan pengajuan s/d
Rp. 100 juta
>5 juta s/d 100 juta

Agunan

Alokasi

0%-10%

40%

> 10%

20%

Petani/kel tani dengan > 100 juta s/d 250 juta >30 %
pengajuan >100 juta
s/d 500 juta
>250 juta s/d 500juta >40%

20%

20%

Sumber :Deptan, 2006

Dalam prakteknya di Propinsi DIY, dana SP3 disalurkan melalui


Bank Syariah Mandiri (BSM) Kantor Cabang Propinsi DIY. Bank
Syariah Mandiri Pusat telah menentukan bahwa Sektor Pertanian
dalam arti luas merupakan salah satu sektor yang memiliki kategori
Sangat Menarik. Dana SP3 ini oleh BSM kemudian disalurkan ke
para petani atau kelompok tani melalui Baitul Mal Wattamwil (BMT).
Beberapa contoh BMT di Propinsi DIY yang bermitra dengan Bank
Syariah Mandiri antara lain BMT Bina Ummah dan BMT Agawe
Makmur. Dana program SP3 yang disalurkan BSM sebesar 350
juta untuk digulirkan kepada petani dan kelompok tani.dimulai sejak
tahun 2007 sampai dengan sekarang.
BMT Bani Ummah berdiri sejak tahun 1995 dengan jumlah
staff atau pegawai sebanyak 35 orang. Pada awalnya BMT Bina
Ummah dengan BSM sepakat bahwa dalam menyalurkan dana
SP3 diperuntukkan bagi sektor pertanian di bagian hulu (on farm)
dan hilir (off farm). Oleh karena itu dana program SP3 oleh BMT

88

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 88

6/22/2010 6:19:18 PM

Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan


Sub-Sektor Tanaman Pangan

Bina Ummah dibagi menjadi dua macam yaitu: (1) Dana pertanian
bagian hulu (onfarm) dengan proporsi pembiayaan sebesar 25%; (2)
Dana pertanian bagian hilir (off farm) dengan proporsi pembiayaan
sebesar 75%. Kecilnya proporsi pembiayaan pada nasabah petani
tanaman pangan onfarm adalah karena dijumpainya kendala baik
dari pihak petani maupun dari pihak lembaga keuangan mikro.
Adapun kendala yang dihadapi petani tanaman pangan antara
lain: (1) produk pertanian tanaman pangan tergantung dengan
musim; (2) rata-rata produk pertanian dihasilkan di pedesaan
(sehingga harus tersedia infarstruktur yang memadai), (3) produksi
pertanian tanaman pangan biasanya dalam jumlah besar dan
mudah busuk, (4) rata-rata petani tanaman pangan hanya sebagai
petani penggarap lahan yang dimiliki oleh lahan dinas atau para
pengusaha yang memiliki lahan sawah, (5) rata-rata para petani
tidak memiliki sertifikat tanah sebagai jaminan dalam mengajukan
pembiayaan ke lembaga perbankan, (6) pola pikir petani yang
menganggap bahwa program pembiayaan pertanian sifatnya
subsidi dan hibah, sehingga mereka belum memiliki rasa tanggung
jawab untuk mengembalikan dana pinjaman tesebut.
Sementara kendala yang dihadapi pihak lembaga keuangan
mikro adalah akses kelembagaan keuangan mikro sektor
pertanian di tingkat pedesaan juga masih jarang ditemukan
sehingga akses petani ke kelembagaan keuangan tersebut
sangat terbatas. Disamping itu, terkait dengan aturan perbankan,
dimana BMT harus mengembalikan dana pokok pinjaman ke
BSM tiap bulannya, sehingga angsuran petani tidak dapat

89

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 89

6/22/2010 6:19:18 PM

Yeni Saptia

dilakukan pada setiap masa panen. Sedangkan petani tanaman


pangan onfarm dalam pengembalian pokok pinjaman ke BMT
tidak bisa tiap bulannya karena petani on farm tidak tiap bulan
panen, melainkan kemampuan pengembaliannya secara periodik
beberapa bulan sekali tergantung masa panen. Oleh sebab itu,
untuk mengantisipasi terjadinya kemacetan dalam pembayaran
pengembalian pinjaman oleh petani onfarm dan agar kondisi cash
flow keuangan tetap berjalan dengan baik, maka BMT memberikan
jumlah proporsi pembiayaan bagi petani off farm lebih besar sekitar
75% dibandingkan petani on farm yang hanya sebesar 25% Sebab
selama ini proses pengembalian pinjaman oleh petani off farm tidak
menjadi masalah, dimana petani off farm mampu mengembalikan
pinjaman pokoknya secara tertib setiap bulannya.
Besarnya jumlah proporsi pembiayaan petani off farm sebesar
75% dibandingkan petani on farm yang hanya sebesar 25% sebagai
langkah BMT Bani Ummah agar kondisi cash flow keuangan tetap
berjalan sehingga pembayaran pengembalian dana pinjaman ke
BSM tidak mengalami kemacetan. Sebab proses pengembalian
pinjaman oleh petani off farm tidak menjadi masalah, dimana petani
off farm mampu mengembalikan pinajaman pokoknya secara tertib
setiap bulannya. Untuk menghindari terjadinya kredit macet pihak
BMT mengantisipasinya dengan meminta jaminan berupa sertifikat
kepada petani atau kelompok tani. Tujuannya untuk memotivasi
petani agar membayar kewajibannya dengan tertib dan lancar.
Apabila tidak ada jaminan dikhwatirkan petani tidak membayar
angsurannya dengan baik karena petani menganggap dana

90

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 90

6/22/2010 6:19:18 PM

Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan


Sub-Sektor Tanaman Pangan

tersebut sifatnya hibah sehingga tidak perlu dikembalikan. Oleh


sebab itu BMT Bani Ummah juga memberikan persyaratan kepada
para petani on farm yang mengajukan pembiayaannya dengan
status lahan milik sendiri atau lahan sewa.
Terkait dengan peraturan dari BSM, petani on farm
mengajukan pembiayaan murabaha kepada BMT sebesar 1- 3,5
juta untuk pembelian bibit/pupuk (saprodi) dengan margin 2 % per
bulan, dengan ketentuan lahan milik sendiri. Sementara bagi hasil
BMT dengan BSM sebesar: 0,9-1% per bulan. Alasan mengapa
petani on farm cenderung mengajukan pembiayaan murabaha
dibanding mudharaba maupun musyarakah karena nasabah
petani inginnya lebih praktis dan cepat. Kalau pada pembiayaan
mudharabah atau musyarakah yang sistemnya bagi hasil petani
diwajibkan harus membuat laporan keuangan hasil usaha taninya
yang menurut mereka hal itu cukup merepotkan.
Untuk mengakomodir masalah yang dihadapi petani on farm
dalam hal kemampuan pengembaliannya secara periodik, alangkah
baiknya apabila pemerintah atau lembaga-lembaga tertentu
yang focus pada pembangunan pertanian dalam menyalurkan
pembiayaan pertanian tidak dengan melalui lembaga keuangan
perbankan. Sebab lembaga keuangan perbankan yang profit
oriented tersebut menuntut pola pengembalian pinjaman setiap
bulannya agar cash flow nya tetap berputar. Tentu saja pola ini tidak
sesuai dengan petani yang kemampuan pengembaliannya tidak
per bulan melainkan beberapa bulan tergantung masa panennya.
Apabila dana tersebut disalurkan melalui lembaga keuangan mikro/

91

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 91

6/22/2010 6:19:18 PM

Yeni Saptia

BMT pola pengembaliannya harus menyesuaikan dengan pola


usaha petani.
Selain BMT Bani Ummah, BMT lainnya yang berhasil dijumpai
di daerah penelitian Yogyakarta terkait dengan penyaluran dana
SP3 adalah BMT Agawe Makmur. BMT ini berdiri sejak tahun 1995
dari Yayasan Dompet Dhuafa dengan jumlah staff atau pegawai
sebanyak 12 orang. Modal akhir yang dimiliki oleh BMT ini sebesar
151 juta dengan jumlah asset terakhir sebanyak 8 Milyar. Dana
program SP3 yang disalurkan oleh BSM melalui BMT ini sebesar
248 juta. Dengan persentase pembiayaan paling banyak untuk
murabaha. Hal ini disebabkan adanya kendala kesulitaan dalam
administrasi keuangan serta memprediksi keuangan yang harus
detail pada pembiayaan selain murabaha. Adapun margin bagi hasil
antara petani dengan BMT sebesar 12% per tahun. Sementara
bagi hasil antara BMT dengan BSM sebesar 10% per tahun. Jadi
total margin yang diperoleh BMT tersebut sebesar 2% per tahun.
Mekanisme penyaluran dana tersebut berupa Siklus Double
Chenneling dimana pola tersebut mereplikasi pola Grameen Bank
Tanggung Renteng, dimana adanya ikatan antar anggota dalam
suatu kelompok tersebut.
Disamping dana program SP3, pola pembiayaan syariah
untuk tanaman pangan juga diterapkan di wilayah Kabupaten
Sukabumi melalui mekanisme skim PUAP pada akhir 2008, yang
pelaksanaannya secara efektif mulai bulan Januari 2009. Proses
pemberian pembiayaan petani melalui PUAP pertama kali dengan
cara melakukan identifikasi terlebih dahulu desa mana yang

92

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 92

6/22/2010 6:19:18 PM

Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan


Sub-Sektor Tanaman Pangan

termasuk kategori miskin. Setelah itu melalui SK Bupati, desa yang


memiliki kategori miskin tersebut diidentifikasi potensi-potensi
desa yang ada yang kemudian dibuat gabungan kelompok tani
(Gapoktan). Pertama kali ditentukan 34 desa, kemudian setelah
ada revisi anggaran ditambah 14 desa sehingga menjadi 48 desa.
Berdasarkan identifikasi potensi desa, proporsi pemberian dana
PUAP paling bnayak di sub sektor tanaman pangan sebesar 70%,
sementara sisanya 30% diperuntukkan bagi pertanian off farm
dan peternakan. Setiap desa diberi dana PUAP sebesar 100 juta
dengan sistem bagi hasil sesuai berdasarkan kesepakatan 70:30
atau 80:20 antara petani dengan gapoktan.
Adanya linkages program dalam penyaluran dana SP3
oleh BMT, cukup memberikan manfaat bagi para petani baik dari
pertanian hulu (on farm) maupun pertanian hilir (off farm). Dalam
pelaksanaannya, petani peminjam rata-rata mampu mengembalikan
pinjamannya, meskipun pernah mengalami penunggakan dalam
membayar angsuran pinjaman. Namun, penunggakan tersebut
tidak sampai menimbulkan pembiayaan macet pada BMT,
karena dari pihak BMT tersebut telah memiliki strategi untuk
mengantisipasinya. Untuk menghindari terjadinya pembiayaan
macet pihak BMT mengantisipasinya dengan meminta jaminan
berupa sertifikat kepada petani atau kelompok tani. Tujuannya
untuk memotivasi petani agar membayar kewajibannya dengan
tertib dan lancar. Apabila tidak ada jaminan dikhwatirkan petani tidak
membayar angsurannya dengan baik karena petani menganggap
dana tersebut sifatnya hibah sehingga tidak perlu dikembalikan.

93

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 93

6/22/2010 6:19:18 PM

Yeni Saptia

3.5

Prospek Pembiayaan Syariah pada Sub-sektor Tanaman


Pangan

Syukur, dkk. (1990) menerangkan bahwa dalam menyusun


skim kredit untuk petani kecil, lembaga pembuat kebijakan harus
mempertimbangkan karakteristik petani kecil sebagai pengguna
seperti masih rendahnya dalam dukungan asset, produktivitas,
keterampilan fisik, pendapatan, pendidikan dan luas penguasaan
lahan. Karena keterbatasan tersebut, karakteristik skim kredit
yang ditawarkan harus berada dalam batas-batas kemampuannya
seperti penetapan jenis agunan, bentuk kredit, periode kredit, cara
pengembalian dan tingkat suku bunga kredit.
Selama ini petani kecil lebih banyak akses ke lembaga
informal yang menyediakan suku bunga tinggi. Sebaliknya petani
kaya dan para pelaku usaha besar lain seperti penggilingan padi,
pedagang saprotan dan pedagang hasil tani justru dapat mengakses
ke lembaga kredit formal yang menetapkan suku bungan rendah.
Padahal apabila skim kredit pertanian berbasis pada tingkat
suku bunga yang harus dikembalikan pada jatuh tempo, akan
menjadi tidak efektif. Masalahnya petani memiliki resiko kegagalan
yang tinggi baik dalam produksi maupun fluktuasi harga sehingga
mereka tidak akan mampu membayar pinjaman sehingga dapat
terjerat hutang yang semakin bertambah banyak. Ini menunjukkan
adanya kesenjangan dalam ruang usaha antara peminjam dalam
hal ini petani dengan pemberi pinjaman yaitu lembaga keuangan.

94

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 94

6/22/2010 6:19:18 PM

Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan


Sub-Sektor Tanaman Pangan

Untuk mengatasi adanya kesenjangan (gap) tersebut,


perlu adanya model alternatif pembiayaan yang sesuai dengan
karakteristik usaha di sektor pertanian, salah satunya adalah model
pembiayaan pertanian dengan skim syariah. Skim pembiayaan
syariah pada sektor pertanian memiliki prospek yang cukup bagus.
Hal ini disebabkan karakteristik pembiayaan syariah sangat sesuai
dengan karakteristik usaha pertanian karena untung dan rugi akan
dibagi bersama-sama sesuai dengan kesepakatan. Maksudnya
petani dan pemilik modal akan bersama-sama bertanggung jawab
terhadap jalannya usaha. Ini yang membedakannya dengan kredit
konvensional, dimana petani yang justru bertanggung jawab penuh
dalam menanggung resiko usaha.
Selanjutnya usaha di sektor pertanian tanaman pangan
mencakup beberapa subsistem yang sangat luas, mulai dari
subsistem pengadaan saprodi, budidaya, panen, pasca panen,
pengolahan hingga pemasaran. Pada semua subsistem
ini memungkinkan untuk menggunakan skim pembiayaan
syariah. Selain itu, usaha di sektor pertanian tanaman pangan
merupakan bisnis riil. Hal ini sesuai dengan prinsip pembiayaan
syariah yang menitikberatkan pembiayaan pada sektor riil dan
melarang pembiayaan pada sektor yang spekulatif. Tiga penciri
dari pembiayaan berbasis syariah adalah: (1) bebas bunga; (2)
berprinsip bagi hasil dan resiko, dan (3) perhitungan bagi hasil
dilakukan setelah periode transaksi berakhir.
Namun untuk mendukung pembiayaan syariah di sektor
pertanian, diperlukan adanya keberpihakan dari pemerintah

95

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 95

6/22/2010 6:19:18 PM

Yeni Saptia

sebagai policy maker melalui peraturan atau fasilitasi informasi


tentang usaha pertanian yang prospektif dimitrakan dengan model
pembiayaan syariah. Keberpihakan lainnya dapat diwujudkan
dengan memberikan alokasi pembiayaan yang cukup besar untuk
sektor pertanian.
Pembiayaan dengan skim syariah memerlukan analisa
mendalam terhadap kebutuhan petani, keadaan dan prospek
usaha, serta yang utama adalah penerapan akad syariah yang
sesuai sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, baik petani maupun
pihak perbankan. Berjalannya pola pembiayaan syariah, secara
baik adalah modal utama berkembangnya usaha pertanian dan
sekaligus pihak perbankan syariah sehingga lembaga keuangan
syariah ini menjadi alternative utama pilihan petani.
Usaha subsektor tanaman pangan mencakup beberapa
subsistem yang sangat luas, mulai dari subsistem hulu sampai
hilir yaitu pengadaan saprodi, budidaya, panen, pasca panen,
pengolahan hingga pemasaran. Pada semua subsistem ini
memungkinkan untuk menggunakan skim pembiayaan syariah.
Pada subsistem hulu, petani tanaman pangan lebih banyak
membutuhkan kebutuhan saprodi, misalnya sewa lahan maupun
kebutuhan benih, pupuk dan obat hama tanaman. Petani tanaman
pangan yang pada umumnya tinggal di daerah pedesaan biasanya
memilih menyewa lahan untuk memperluas skala usahanya
karena rata-rata lahan sendiri yang dimiliki belum cukup luas
untuk mencapai hasil optimal. Sehingga salah satu alternatif yang

96

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 96

6/22/2010 6:19:18 PM

Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan


Sub-Sektor Tanaman Pangan

dijalankan adalah menyewa kepada petani lain yang memiliki lahan


yang lebih luas. Lembaga keuangan syariah dapat menjadi solusi
untuk membantu petani dengan menawarkan skim syariah Ijarah
(prinsip sewa). Ijarah didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan
barang/jasa dengan membayar imbalan tertentuDalam akad ijarah
tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak
guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa. Pemilik lahan
pertanian yang akan menyewa lahannya wajib memberitahukan
kondisi tanah sesungguhnya kepada pihak lembaga keuangan
dan selanjutnya pihak lembaga keuangan meneruskan informasi
kepada penyewa dan wajib mengelola tanah tersebut menurut
syarat-syarat akad atau kelaziman pengelolaan lahan selama masa
yang telah disepakati.
Sedangkan untuk penyediaan pupuk, benih dan obat-obatan
pertanian, Lembaga Keuangan Syariah dapat menggunakan
akad Murabaha. Karakteristik murabahah adalah si penjual harus
memberi tahu pembeli tentang harga barang dan mrenyatakan
jumlah keuntungan yang ditambah pada biaya tersebut. Demikian
pula untuk kasusu pembelian pupuk, biji maupun obat maka
dapat dilakukan pihak Lembaga Keuangan Syariah sebagai pihak
penjual dan para petanibertindak sebagai pembeli. Murabahah
dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam
murabahah berdasarkan pesanan, Lembaga Keuangan Syariah
melakukan pembelian barang setelah ada pesanan petani, dan
dapat bersifat mengikat atasu tidak mengikat petani untuk membeli
barang yang dipesannya (Lembaga Keuangan Syariah dapat

97

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 97

6/22/2010 6:19:18 PM

Yeni Saptia

meminta uang muka pembelian kepada petani). Untuk kasus-kasus


tertentu, Lembaga Keuangan Syariah dapat memberikan potongan
apabila petani: (a) Mempercepat pembayaran cicilan atau; (b)
Melunasi piutang murabahah sebelum jatuh tempo.
Pada proses hilir yang meliputi masa panen dan pasca
panen, aktivitas pemasaran hasil panen sangat memungkinkan
terjadi beberapa akad syariah antara lain; Murabaha dan
Pembiayaan Salam. Pada akad Murabaha, Lembaga Keuangan
Syariah menjual hasil pertanian tanaman pangan petani ke pihak
lain/nasabah dengan harga jual sebesar harga pokok ditambah
margin. Pembayaran dapat dilakukan secara angsuran maupun
tangguh waktu. Sementara pembiayaan Salam dapat dilakukan
ketika transaksi panen jagung oleh pihak Lembaga Keuangan
Syariah. Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang
diperjualbelikan belum ada oleh karena itu, barang diserahkan
secara tangguh sementara pembayaran dilakukan secara tunai.
Lembaga Keuangan Syariah bertindak sebagai pembeli hasil petani,
petani sebagai penjual. Dalam transaksi ini kuantitas, kualitas,
harga dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
Dalam praktek Lembaga Keuangan Syariah, ketika barang telah
diserahkan kepada Lembaga Keuangan Syariah, maka Lembaga
Keuangan Syariah akan menjualnya kepada rekanan nasabah
itu secara tunai atau secara angsuran/cicilan. Harga jual yang
ditetapkan oleh Lembaga Keuangan Syariah adalah harga beli
Lembaga Keuangan Syariah dari nasabah ditambah keuntungan.
Apabila Lembaga Keuangan Syariah menjualnya secara tunai

98

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 98

6/22/2010 6:19:19 PM

Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan


Sub-Sektor Tanaman Pangan

biasanya disebut pembiayaan talangan (bridging financing).


Sedangkan jika Lembaga Keuangan Syariah menjualnya secara
cicilan, kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan waktu
pembayaran.
Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah
disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Umumnya
transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada
seperti pembelian komoditi pertanian oleh Lembaga Keuangan
Syariah untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau angsuran.
Ketentuan umum pembayaan salam adalah sbagai berikut:
1)

Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya


secara jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan
jumlahnya. Misalnya jual beli 1 kg jagung dngan kualitas A
dengan harga Rp. 1000/kg, akan diserahkan pada panen tiap
bulan mendatang.

2)

Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai


dengan akad, maka nasabah (petani) harus bertanggung jawb
dengan cara menghembalikan dana yang telah diterimanya
atau mengganti barang yng sesuai dengan pesanan.

3)

Mengingat Lembaga Keuangan Syariah tidak menjadikan


barang yang dibeli atau dipesannya sebagai persediaan
(inventory), maka dimungkinkan bagi Lembaga Keuangan
Syariah untuk melakukan akad salam pada pihak ketiga
(pembeli kedua), seperti BULOG, pedagang pasar induk atau
rekanan.

99

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 99

6/22/2010 6:19:19 PM

Yeni Saptia

3.6

Kesimpulan

Berdasarkan hasil temuan di daerah penelitian, hingga kini


skim pembiayaan syariah disektor pertanian khususnya tanaman
pangan masih jarang ditemukan. Kalaupun ada pembiayaan
pertanian tanaman pangan yang sistemnya syariah hanya
terbatas pada risk sharing antara pemerintah dengan perbankan
yang diwujudkan dalam program SP3 dan PUAP. Mekanisme
program SP3 bank pelaksana yang ditunjuk oleh pemerintah untuk
menyalurkannya ke para petani bekerjasama dengan lembaga
keuangan mikro syariah yaitu BMT di daerah setempat yang
sistemnya menggunakan bagi hasil.
Bantuan permodalan bagi subsektor tanaman pangan
lebih banyak diwujudkan dalam kredit program pemerintah baik
pemerintah pusat maupun daerah yang bekerjasama dengan
bank pelaksana yang telah ditunjuk oleh pemerintah untuk
menyalurkannya kepada petani atau kelompok tani. Beberapa
contoh kredit program dari pemerintah pusat untuk pertanian
tanaman pangan adalah berupa Bantuan Langsung Masyarakat
(BLM). Sementara contoh kredit program dari pemerintah daerah
adalah program PPKIPM yang dilaksanakan di Kabupaten
Sukabumi. Namun berdasarkan pengamatan, kebijakan kredit
program pemerintah yang berhasil dijumpai di lapangan saat ini
masih menunjukkan banyak kelemahan sehingga kurang efektif.
Kelemahan ini meliputi hampir semua aspek baik mekanisme
penyaluran, penggunaan dan pengembalian.
Disamping itu, petani tanaman pangan juga dihadapkan pada
beberapa masalah, antara lain:

100

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 100

6/22/2010 6:19:19 PM

Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan


Sub-Sektor Tanaman Pangan

(1)

produk pertanian tanaman pangan tergantung dengan


musim;

(2)

rata-rata produk pertanian dihasilkan di pedesaan (sehingga


harus tersedia infrstruktur yang memadai),

(3)

produksi pertanian tanaman pangan biasanya dalam jumlah


besar dan mudah busuk,

(4)

rata-rata para petani tidak memiliki sertifikat tanah sebagai


jaminan dalam mengajukan pembiayaan ke lembaga
perbankan,

(5)

kelembagaan keuangan sektor pertanian di tingkat pedesaan


juga masih jarang ditemukan sehingga akses petani ke
kelembagaan keuangan sangat terbatas.

Perkembangan lembaga pembiayaan syariah yang cukup


pesat serta komitmen yang kuat untuk membiayai sektor riil
merupakan prospek yang bagus bagi pembangunan pertanian.
Peluang tersebut harus direspon dengan berbagai kebijakan
pemerintah yang kondusif sehingga terdapat sinergi antara
perkembangan sistem pembiayaan pertanian dengan usaha di
sektor pertanian.

101

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 101

6/22/2010 6:19:19 PM

Yeni Saptia

DAFTAR PUSTAKA

Hermanto. 1992. Keragaan Penyaluran Kredit Pertanian. Suatu


Analisis Data Makro.
Dalam Perkembangan Perkreditan di Indonesia. Andin H. Taryoto,
Abunawan M., Soentoro, dan Hermanto (eds.) Monograph
Series No.3 Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Mears, L.A. 1961. Rice Marketing in the Republic of Indonesia. The
Institute for
Economic and Social Research. Djakarta School of Economics,
University of
Indonesia. Special Edition for Bulog. P.T. Pembangunan, Djakarta.
477 pp.
Saleh, C, B. Winarso dan A. Iswariadi. 1989. Kelembagaan dan
Rekayasa Sosial
Ekonomi Pedesaan di Jawa dan Luar Jawa. Keragaan Kelembagaan
PElayanan
Kredit di Pedesaan. Pusat Penelitian Agro Ekonomi Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Syukur, M. 2005.Perspektif Pembiayaan Syariah untuk Sektor
Pertanian. Mimeo (Tidak dipublikasikan)
Tampubolon, S.M.H. 2002. Kredit untuk Petani. Hal 116-119. Dalam
Suara dari Bogor

102

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 102

6/22/2010 6:19:19 PM

Efektivitas Model Kredit dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan


Sub-Sektor Tanaman Pangan

Sistem dan Usaha Agribisnis: Kacamata sang Peikir. Harianto, R.


Pambudy, Tungkot S, dan Burhanudin (Eds). Pusat Studi
Pembangunan IPB dan USESE Foundation.
Thohari, Endang. 2006. Pembiayaan
Pengembangan Lembaga

Pertanian

melalui

Keuangan Mikro Agribisnis LKMA dalam Upaya Meningkatkan


Kesejahteraan
Petani. Pusat Pembiayaan Pertanian Departemen Pertanian.

103

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 103

6/22/2010 6:19:19 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura

BAB 4
EFEKTIVITAS POLA PEMBIAYAAN SYARIAH
DALAM PENGEMBANGAN SUB-SEKTOR
HORTIKULTURA
Firmansyah

4.1

Pendahuluan

Struktur perekonomian Indonesia telah mengalami


pergeseran yang sangat berarti semenjak berlangsungnya proses
industrialisasi yang begitu cepat selama 40 tahun terakhir. Hal ini
terlihat dari perubahan peranan sektor pertanian kepada sektor
industri di dalam Produk Domestik Bruto. Pada awal pembangunan,
sumbangan sektor pertanian mencapai 34 % dan sektor industri
hanya 12 %, tetapi pada tahun 2007 angka menunjukkan bahwa
pangsa setor pertanian menjadi 14 %, sedangkan peran sektor
industri telah mencapai 27 %.
Namun demikian, Indonesia sebagai negara agraris,
perekonomian akan tetap bertumpu pada sektor pertanian
mengingat 25 juta rumah tangga di Indonesia mendapatkan
sebagian pendapatan mereka dari bertani dan hampir 40 juta
tenaga kerja terserap disektor pertanian pada tahun 2006. Selain
itu berbagai kegiatan pembangunan yang berhubungan dengan
pertumbuhan, pemerataan, stabilisasi banyak diarahkan dan
dihubungkan dengan kegiatan pertanian. Dengan demikian, cukup

105

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 105

6/22/2010 6:19:19 PM

Firmansyah

masuk akal salah satu agenda pembangunan ekonomi dalam


Rencana Pembangunan Menengah Nasional (RPJMN) 20042009 adalah Revitalisasi Pertanian, yaitu suatu kesadaran untuk
menempatkan kembali arti penting pertanian secara proporsional
dan kontektual (Krisnamurti, 2006).
Salah satu prestasi Indonesia dalam pembangun sektor
pertanian yang telah mendapat pengakuan internasional adalah
terjadinya peningkatan produksi di sub-sektor tanaman pangan,
sehingga dicapainya swasembada beras pada tahun 1984. Dengan
peningkatan produksi tersebut telah mendorong pula peningkatan
daya beli masyarakat perdesaan terhadap produk industri dan
terjadinya efect multiflier pada berbagai sektor ekonomi yang
berdampak terhadap penciptakan lapangan kerja dan menurangi
kemiskinan dan penganguran.
Berbeda dengan sub-sektor tanaman pangan, sub-sektor
hortikultura8 baik dari segi penawaran (produksi) maupun dari segi
permintaan dapat dikatakan masih tertinggal dibanding dengan
komoditas tanaman pangan khususnya padi. Bahkan berbagai
produk hortikultura yang berasal dari impor terlihat membanjiri
pasar dalam negeri belakangan ini. Padahal sub-sektor ini
mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan dan
merupakan salah satu kegiatan ekonomi produktif yang dapat
diharapkan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru. Data
menunjukkan bahwa sekitar 6 juta rumah tangga pertanian di
8

Sub-sektor hortikultura meliputi tanaman suyur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias,dan


tanaman obat-obatan (biofarmaka).

106

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 106

6/22/2010 6:19:19 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura

Indonesia terlibat dalam usaha pertanian sub-sektor


(BPS, 2006).Sementara sumbangan sub-sektor
terhadap PDB Indonesia telah mencapai Rp.69 triliun
2006 dan nilai ekspornya mencapai U$ 425 juta pada
(www.hortikultura.deptan.go.id 11/13/2009).

hortikultura
hortikultura
pada tahun
tahun 2008

Diakui atau tidak diakui, selama ini berbagai pihak


tampaknya masih belum sepenuhnya menyadari akan pentingnya
pengembangan sub-sektor hortikultura. Hal ini disebabkan karena
sisi pandang terhadap komoditas hortikultura tidak dilihat dalam
posisi seimbang. Artinya, sub-sektor hortikultura hanya di pandang dari segi resikonya saja tanpa melihat dari prospek yang
sangat menjanjikan bila sektor tersebut dikembangkan secara
serius. Kenyataan menunjukkan bahwa Thailand dengan kondisi dan luas tanahnya dibandingkan dengan Indonesia yang tidak
lebih baik, telah mencapai kemajuan yang pesat dalam bidang
hortikultura karena pihak kerajaan Thailand secara langsung yang
menanganinya. Sehingga kita tidak asing lagi menyebut nama
komoditas hortikultura yang berasal dari Tailand seperti pepaya
bangkok, durian bangkok, jambu bangkok, jeruk bangkok dan lain
sebagainya.
Usaha pengambangan hortikultura memang tidak bisa
terhindar dari sejumlah faktor yang yang memang sulit dikendalikan seperti iklim dan bencana alam. Disisi lain, usaha ini juga
memerlukan lahan dan modal yang cukup besar bila dikembangkan dalam skala ekonomi, belum lagi harga pasar dari produk
yang berfluktuasi serta tidak tahan lama atau cepat rusak. Faktor

107

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 107

6/22/2010 6:19:19 PM

Firmansyah

resiko inilah yang sering membuat orang lebih memilih lapangan


usaha lain yang dianggap cepat mendatangkan hasil seperti usaha
perdagangan, meskipun kadang-kadang tanpa pertimbangan yang
matang.
Bila diperhatikan sisi lain dari usaha pengembangan
hortikultura secara jernih, maka kegiatan usaha ini memiliki prospek
yang tidak kalah dibandingkan dengan kegiatan usaha produktif
lainnya. Berbagai faktor yang menunjang adalah: sebagian besar
mengunakan komponen lokal seperti bibit, pupuk, tenaga kerja
dan peralatan pertaniannya serta teknologi yang cukup tersedia.
Dari segi hasil, usaha hortikultura merupakan salah satu sumber
devisa dan untuk memenuhi permintaan dalam negeri yang
semakin meningkat akibat kesadaran masyarakat dalam upaya
perbaikan gizi dan kesehatan. Pada sisi lain, Vernerj dan Coronel
(Haryadi, 1992) mengatakan bahwa kebiasaan dan pengetahuan
petani di Asia Tenggara (termasuk Indonesia) khususnya dalam
teknik budidaya buah-buahan sudah cukup luas. Namun petani
masih kurang bergairah untuk menanamnya karena kendala utama
adalah dari sisi pembiayaan dan lamanya tanaman baru berbuah.
Berdasarkan uraian di atas, tulisan dalam bab ini akan
membahas masalah hortikultura dari sisi pembiayaan secara umum
dan khususnya model pembiayaan syariah dengan menyajikan
kasus-kasus yang dijumpai di dua daerah penelitian yaitu Kabupaten
Sukabumi, Jawa Barat, dan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta. Kemudian akan dibahas pula tentang efektifitas model
pembiayaan syariah di sub-sektor hortikultura dan diakhiri dengan

108

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 108

6/22/2010 6:19:19 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura

kesimpulan dan saran. Sebelum pembahasan dilakukan terlebih


dahulu akan disajikan mengenai potensi hortikultura di kedua
daerah penelitian.
4.2

Potensi Tanaman Hortikultura di Daerah Penelitian

Kabupaten Sukabumi merupakan kabupaten terluas dari


semua kabupaten yang ada di Pulau Jawa dan Bali dengan luas
412.799 hektar. Kabupaten ini memiliki potensi yang cukup besar
dalam sub-sektor hortikultura, mengingat agroklimat daerah ini
cukup sesuai untuk tumbuhnya berbagai tanaman hortikultura, yaitu
tanaman sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan tanaman
biofarmaka (obat-obatan). Tanaman sayur dan buah di Kabupaten
Sukabumi terdiri dari tanaman semusim maupun tahunan ( Tabel
4.1 dan Tabel 4.2).
Tabel 4.1

Produksi lima Komoditas Sayur-sayuran Utama Kabupaten Sukabumi


Tahun 2007

No Jenis Sayur
1.
2.
3.
4.
5.

Cabe Besar
Cabe Rawit
Petsai/Sawi
Tomat
Kacang Pjg
Jumlah
6. Lainnya*
Total

LuasPanen Produksi Nilai Produksi


(Ha)
(Ton)
(Juta Rp.)
958
8.292
93.095
456
3.721
38.634
2.060
28.407
37.156
747
17.426
23.438
242
10.281
21.641
4.463
68.126
213.964
4.652
47.634
68.671
9.115
115.760
282.635.

(%)
32,9
13,7
13,2
8,3
7,6
75,7
24,3
100,0

Sumber : Dinas Pertanian dan Hortikultura Kabupaten Sukabumi 2007.


* : Jenis sayur lainya terdiri dari 20 jenis.

109

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 109

6/22/2010 6:19:19 PM

Firmansyah

Dari tabel 4.1 terlihat bahwa lima jenis produksi sayuran


utama di Kabupaten Sukabumi memberikan sumbangan sebesar
75,7 % dari total nilai produksi tahun 2007. Tanaman sayuran
tersebut merupakan tanaman tradisionil yang sudah biasa ditanam
oleh petani dengan berbagai resiko yang mereka hadapi, terutama
dalam fluktuasi harga. Sementara sumbangan dari 20 jenis sayuran
lainnya hanya memberikan andil sebesar 24,3 %.terhadap total
nilai produksi Namun tidak terlihat diantara jenis tanaman sayuran
lainnya yang merupakan sayuran non-tradisionil yang bernilai
tinggi (High Value Crop) seperti brokoli, selada, bayem jepang,
radishes dan berbagai sayaran premium lainnya. Hal ini merupakan
tantangan bagi petani untuk mengusahakan tanaman sayur mayur
yang bernilai ekonomi tinggi, mengingat pesatnya perkembangan
supermarket dan pusat-pusat perbelanjaan moderen sejak tahun
1990 yang menjual sayuran non-tradisional. Permintaan pasar
cukup besar karena produk jenis ini banyak diminati oleh kalangan
menengah-atas yang menyadari pentingnya gizi dan menemukan
cita rasa kosmopolitan, banyaknya restoran yang menyajikan menu
masakan spesial dari bahan sayuran tertentu dan permintaan dari
hotel-hotel berbintang.
Mengenai jenis buah-buahan yang menjadi unggulan
Kabupaten Sukabumi didoninasi oleh lima jenis komoditas utama
yang andilnya terhadap total nilai produksi buah pada tahun 2008
mencapai 95,7 % atau senilai Rp.492,9 miliar (Tabel 4.2).

110

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 110

6/22/2010 6:19:19 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura

Tabel 4.2

No
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Produksi lima Komoditas Buah-buahan Utama Kabupaten Sukabumi


Tahun 2008

Jenis
Buah
Pisang
Pepaya
Durian
Mangga
Rambutan
Jumlah
Lainnya*
Total

LuasPanen Produksi Nilai Produksi


(Phn/Rpn)
(Ton)
( Juta Rp.)
9.073.886 127.244
186.540
883.026 129.193
135.527
147.297
23.103
92.969
151.308
22.497
43.621
115.568
17.785
34.217
10.371.085 319.822
492.874
583.087
22.413
22.056
10.954.172 342.235
514.930

(%)
36,2
26,3
18,1
8,5
6,6
95,7
4,3
100,0

Sumber : Dinas Pertanian dan Hortikultura Kabupaten Sukabumi 2008


*: Jenis buah lainya terdiri dari 20 jenis.

Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa jenis buah yang paling


besar sumbangannya adalah pisang sebesar 36 % dan kemudian
pepaya diposisi kedua dengan andil 26 %. Namun produksi buahbuahan di daearah ini belum berasal dari usaha perkebunan buah
tetapi hampir seluruh produksi berasal dari tanaman pekarangan
penduduk.Sehingga tingkat produktivitas tanaman masih rendah
bila dibandingkan dengan produktivitas usaha perkebunan
buah dalam skala besar. Verheij dan Corronel (Haryadi, 1999)
mengungkapkan bahwa daya produksi untuk berbagai sitem
produksi dan kaitannya dengan sistem perbanyakan akan berbeda
seperti terlihat pada konsep Tree Husbandary berikut:
Pekarangan
1. Buah-buahan pada umumnya
2. Pepaya, Jeruk, Jambu Biji,
Rambutan
3. Nanas, Pisang

Kebun Buah

Perkebunan

3 10 ton/ha
>>>>>>>>>>
10 25 ton/ha
>>>>>>>>>>>
50 ton/ha
>>>>>>>>

111

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 111

6/22/2010 6:19:19 PM

Firmansyah

Dengan demikian, untuk meningkatkan produksi yang mampu


memenuhi permintaan konsumen yang semakin meningkat dengan
standar kualitas tinggi serta meningkatkan efisiensi usaha dalam
perbuahan ini, sudah selayak berbagai pihak terkait memberikan
perhatian yang serius agar terwujudnya buah-buahan tropis di
Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri
Berbicara mengenai tanaman hias, permintaan tanaman
hias di pasar dunia cenderung terus meningkat dari tahun ke
tahun demikian juga permintaan akan produk tanaman hias
tropis cenderung terus meningkat. Produsen tanaman hias tropis
jumlahnya masih relatif terbatas, dan Indonesia sebagai negara
tropis yang memiliki keungulan sumberdaya alam, cukup dipandang
mampu melakukan penetrasi pasar internasional tanaman tropis.
Produksi tanaman hias Indonesia tumbuh secara mengesankan dalam beberapa tahun terakhir dan telah memberikan
kontribusi pada PDB yang juga meningkat tiap tahun. Pada tahun
2000 kontribusi pada PDB mencapai Rp 2,8 triliun dan menjadi
Rp 7,7 triliun pada tahun 2008 dengan laju pertumbuhan sebesar
13,6% per tahun.Salah satu jenis tanaman hias yaitu Polyscias
fruticosa telah diekspor terutama ke Korea Selatan sejak tahun
1960an, namun jumlahnya masih terbatas.Mengingat hal itu,
Polyscias mulai dibudidayakan secara intensif dengan fasilitasi
Ditjen Hortikurtura dan Pemda Sukabumi seluas 45 hektar. Saat
ini di Sukabumi juga telah berkembang beberapa perusahaan
tanaman hias baik milik penduduk lokal maupun milik asing yang
bekerjasama dengan penduduk setempat. Sehingga ekspor ke
Korea Selatan cenderung meningkat, pada tahun 2004 hanya 10
container dan pada tahun 2008 telah mencapai 30 container dan

112

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 112

6/22/2010 6:19:19 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura

target ekspor pada tahun 2009 sebanyak 50 container. Demikian


juga dengan Leather leaf atau pakis telah diusahaakan oleh pihak
swata di Kabupaten Sukabumi seluas 10 hektar, pasar yang dituju
adalah Jepang dengan total permintaan untuk Indonesia sekitar 150
juta tangkai per tahun. (www.hortikultura.deptan.go.id 11/13/09).
Disamping tanaman hias di atas, terdapat pula 12 jenis
tanaman hias lainnya yang diusahakan penduduk di daerah
Sukabumi seperti tampak pada tabel 4.3.
Tabel 4.3

No
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Produksi lima Jenis Tanaman Hias Utama Kabupaten Sukabumi


Tahun 2006

Jenis
Tanaman
Dracena
Krisan
Gladiol
Anggrek
Gerbera
Jumlah
Lainnya*
Total

Luas Panen
(Ha)
1,8
14,0
3,7
0,3
1,2
22,6
5,4
28,0

Produksi
Nilai Pro
%
(Tangkai) (Rp.Juta)
279.870
891 29,3
1.493.100
360
11,8
181.400
182
6,0
27.050
118
3,9
77.250
77
2,6
2.171.070
1.628 53,6
189.836
1.410 46,6
2.360.906
3.038 100,0

Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi Dalam Angka 2008.


*: Tanaman hias lainnya terdiri dari 7 jenis.

Pada tabel 4.3 terlihat bahwa bunga dracena memberi sumbangan ter besar terhadap total nilai produksi tanaman hias di
Kabupaten Sukabumi (29,3 %) tahun 2006. Sedangkan sumbangan
terbesar kedua adalah dari bunga krisan (11,8 %) pada tahun
yang sama. Dengan semakin banyaknya para pencinta tanaman
hias maka pasar tanaman ini semakin marak, bahkan pada waktu
diadakannya pameran akan dijumpai harga dari tamanan hias

113

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 113

6/22/2010 6:19:20 PM

Firmansyah

yang memang dipelihara dengan baik bisa mencapai ratusan juta


rupiah.
Selanjutnya, tabel 4.4 menunjukkan bahwa total luas
panen tanaman obat-obatan di Sukabumi hanya mencapai 70
hektar pada tahun 2006 dengan total nilai produksi sebesar Rp
5,6 miliar. Sumbangannya terbesar terhadap nilai produksi
adalah dari tanaman kencur dengan nilai mencapai Rp.2,7 miliar
atau (48,4 %. Kemudian tanaman jahe dengan produksi 849 ton
mampu menghsilkan nilai produksi sebesar Rp1,1 miliar dengan
sumbangan sebesar 20 %. Tanaman obat-obatan telah lama
dikenal oleh penduduk sebagai tanaman yang berkhasiat untuk
kesehatan. Sekarang ini kebutuhan akan produksi semakin
meningkat karena perusahaan, terutama perusahaan jamu telah
mampu menghasilkan produk dari bahan tanaman tersebut yang
berkualitas tinggi dan produknya banyak dijual di pasar tradisional,
supermarket, dan bahkan dipasar ekspor.
Tabel. 4.4

No
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Produksi lima Jenis Tanaman Obat-obatan


Sukabumi Tahun 2006

Jenis
Tanaman
Kencur
Jahe
Kunyit
Kapulaga
Laos
Jumlah
Lainnya
Total

Luas Panen Produksi


(Ha)
(Ton)
32,6
1.429
14,1
849
12,3
648
2,2
99
4,0
177
65,4
3.250
4,9
184
70,3
3.434

Utama Kabupaten

Nilai Pro
%
(Rp.Juta)
2.712 48,4
1,122 20,0
774 13,8
526
9,4
189
3,4
5.323 95,0
278
5,0
5.601 100,0

Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi Dalam Angka 2008.


*: Tanaman obat-obatan lainnya terdiri dari 7 jenis.

114

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 114

6/22/2010 6:19:20 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura

Kabupaten Sleman merupakan kabupaten terkecil kedua


sesudah DKI Jakarta. Namun untuk tingkat propinsi Daerah Sleman
cocok untuk tanaman hortikultura sehingga Sleman dianggap
sebagai sentra hortikultura di DIY. Jenis suyuran yang paling
menonjol produksinya adalah cabe besar yang mencapai 48 % dari
total nilai produksi sayuran DIY dan kemudian disusul oleh cabe
rawit dengan andil mencapai 12 %. Yang cukup memiliki prospek
baik adalah tanaman jamur kerena dengan luas lahan hanya 4 ha
mampu menempati posisi ketiga terbesar sebagai penyumbang
nilai produksi sayuran daerah Sleman yaitu sebesar Rp 4 miliar (
Tabel 4.5).
Tabel 4.5
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Produksi lima Komoditas Sayur-sayuran Utama Kabupaten Sleman


Tahun 2008
Jenis
LuasPanen Produksi NilaiProduksi
Sayur
(Ha)
(Ton)
( Juta Rp.)
Cabe Besar
351
2.841
31.895
Cabe Rawit
211
817
8.479
Jamur
4
613
4.285
Petsai/Sawi
243
2.331
3.107
Bawang Daun
49
497
1.489
Jumlah
858
7.081
49.255
Lainnya*
1.017
9.912
17.036
Total
1.875
16.993
66.291

(%)
48,1
12,7
6,5
4,7
2,3
74,3
25,7
100,0

Sumber : Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Sleman 2008.


* : Jenis sayur lainya terdiri dari 20 jenis.

Selanjutnya, Yogyakarta tidak hanya terkenal sebagai kota


budaya tetapi juga terkenal dengan buahnya yaitu salak pondoh
sehingga buah ini juga merupakan icon daerah tersebut. Sentra
produksi salak di Yogyakarta adalah di Kabupaten Sleman tepatnya
di Kecamatan Turi. Hampir semua penduduk di daerah ini mimiliki
115

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 115

6/22/2010 6:19:20 PM

Firmansyah

kebun salak baik yang terdapat dipekarangan rumah maupun


khusus di perkebunan tersendiri dengan luas yan bervariasi.
Dari tabel 4.6 terlihat bahwa salak merupakan penyumbang
terbesar (51%) terhadap nilai produksi buah daerah Yoyakarta dan
daerah pemasarannya tidak hanya lokal tetapi sudah mencapai
propinsi lainnya di Indonesia. Bahkan, dua tahun belakangan ini
telah dilakukan registrasi kebun salak disentra-produksi salak
seperti Kabupaten Sleman, Magelang dan Banjarnegara karena
adanya permintaan salak untuk ekspor yang cukup tinggi. Untuk
memenuhi permintaan ekspor diperlukan sistem jaminan mutu dan
terjamiannya rantai pasokan Oleh sebab itu, program registrasi
kebun salak ini merupakan salah satu target dalam pengembangan
kawasan sentra salak percontohan nasional Distribusi pasokan
merupakan hal yang krusial dalam pengelolaan pasokan salak dari
kebun diregistrasi. Pihak eksportir sangat tertarik dengan salak yang
dihasilkan dari kebun-kebun yang diregistsrasi sehingga penataan
pasokannya diperlukan agar dapat dilakukan perencanaan produksi
dan distribusi yang tepat. untuk memenuhi kebutuhan ekspor.
Kebun-kebun salak di daerah lain seperti Kabupaten Magelang,
Kabupaten Banjarnegara yang baru diregistrasi berpotensi untuk
turut memenuhi kebutuhan ekspor yang hingga kini belum dapat
terpenuhi. (www.hortikultura.deptan.go.id 11/13/2009).

116

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 116

6/22/2010 6:19:20 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura

Tabel 4.6
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Produksi lima Komoditas Buah-buahan Utama Kabupaten Sleman


Tahun 2008

Jenis
Buah
Salak
Rambutan
Mangga
Pisang
Durian
Jumlah
Lainnya*
Total

LuasPanen Produksi NilaiProduksi


(Phn/Rpn)
(Ton)
( Juta Rp.)
4.616.543
58.177
135.540
208.873
20.706
39.840
185.273
13.788
26.736
213.061
12.264
17.984
50.512
3.707
14.895
5.274.262
108.642
234.995
355.211
25.497
29.860
5.629.473
134.139
264.855

(%)
51,2
15,0
10,1
6,8
5,6
88,7
11,3
100,0

Sumber : Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Sleman 2008.


* : Jenis buah lainya terdiri dari 20 jenis.

Di samping tanaman sayur dan buah, daerah Sleman


juga menghasilkan tamaman hias yang saat ini juga mengalami
kenaikan permintaan baik ditngkat lokal maupun untuk pasar
ekspor. Misalnya, bunga melati diekspor ke Malaysia, Singapura,
India dan Birma dalam bentuk rangkaian atau bunga tabur.Untuk
kebutuhan dalam negeri melati banyak digunakan oleh perusahan
teh sebagai bahan pewangi pada teh seperti pada teh botol yang
banyak dijumpai di pasar. Kerena tingginya permintaan terhadap
bunga melati ini maka banyak petani di daerah Sleman yang
beminat mengusahakannya untuk dijadikan sebagai sumber
tambahan penghasilan.Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura Kabupaten Sleman telah menerapkan Standard
Operasional Procedure (SOP) berbasis Good Agriculture P (GAP)
untuk memenuhi standar ISO 9000. Demikian juga dengan
tanaman hias anggrek cukup diminati oleh petani baik dalam skala
kecil maupun dalam skala sedang untuk memenuhi permintaan
ekspor. Tabel 4.7 menunjukkan bahwa jenis tanaman hias yang
paling besar sumbangannya terhadap total nilai produksi daerah
Sleman adalah melati (49%) dan anggrek (25%) diposisi ke dua.

117

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 117

6/22/2010 6:19:20 PM

Firmansyah

Tabel 4.7

No
1.
2.
3.
4.
5.

Produksi lima Komoditas Tanaman Hias Utama Kabupaten Sleman


Tahun 2008

Jenis Tanaman

Melati
Anggrek
Anthurium Bunga
Mawar
Gerbera(Hebras)
Jumlah
6. Lainnya*
Total

LuasPanen
(M2)
5.268
9.552
5.093
1.959
1.400
23.272
24.517
47.789

Produksi Nilai Produksi


(%)
(tangkai)
( Juta Rp.)
50.034(kg)
944 49,3
117.725
486 25,4
88.204
149
7,8
46.607
113
5,9
58.300
58
3,0
1.750 91,4
165
8,6
1.915 100,0

Sumber : Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Sleman 2008.


* : Jenis tanaman hias lainya terdiri dari 19 jenis .

Produksi tanaman obat-obatan biasanya digunakan untuk


campuran bumbu masakan. Namun dengan berkembangnya teknik
pengobatan yang mengunakan bahan tanaman atau yang dikenal
dengan teknik pengobatan herbal, maka banyak perusahaan telah
menghasil produk yang berbahan tanaman ini baik dalam bentuk
bubuk, capsul, maupun dalam bentuk cairan. Disamping itu, saat
ini, jenis tanaman obat-obatan ini juga banyak digunakan oleh
industri kosmetik Di Daerah Sleman produksi tanaman obat-obatan
yang paling menonjol adalah tanaman jahe (26%) dan kunyit (13%)
seperti tampak pada tabel 4.8.

118

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 118

6/22/2010 6:19:20 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura

Tabel 4.8

Produksi lima Komoditas Tanaman Obat-obatan Utama Kabupaten


Sleman Tahun 2008

No Jenis Tanaman LuasPanen Produksi Nilai Produksi (%)


(M2)
(Ton)
( Juta Rp.)
1. Jahe
13.076
73
97 26,9
2. Kunyit
10.337
40
48 13,3
3. Mengkudu
3.431
53
44 12,3
4. Kencur
4.845
18
34
9,5
5. Temulawak
9.118
24
31
8,6
Jumlah
40.807
208
254 70,6
6. Lainnya*
40.820
77
106 29,4
Total
81.627
285
360 100,0
Sumber : Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Sleman 2008.
* : Jenis tanaman obat lainya terdiri dari 10 jenis

4.3

Pembiayaan Sub-sektor Hortikultura

Pembangunan hortikultura pada berbagai sentra dan kawasan


telah difasilitasi pemerintah melalui berbagai program dan kegiatan
baik dengan dana dari pusat (APBN) maupun daerah (APBD), serta
dukungan dari masyarakat (petani dan swasta). Pembangunan
hortikultura bertujuan untuk mendorong berkembangnya agribisnis
hortikultura yang mampu menghasilkan produk hortikultura yang
berdayasaing, mampu menyerap tenaga kerja, peningkatan
pendapatan petani dan produsen, pengembangan ekonomi wilayah
serta mendukung pertumbuhan pendapatan nasional.
Salah satu persoalan yang mendasar yang dihadapi
dalam pengembangan sub-sektor hortikultura adalah kurangnya
akses petani kepada sumber permodalan. Untuk mengatasi dan
menyelesaikan permasalahan tersebut ada tiga pilar yang utama
yang harus bertanggungjawab yaitu, pemerintah, pihak perbankan,
dan masyarakat (dunia usaha) dengan pola kemitraan usaha
seperti PIR (perusahaan inti- plasma).

119

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 119

6/22/2010 6:19:20 PM

Firmansyah

4.3.1 Pemerintah
Darisisipemerintahpusat,berbagaiprogramtelahdilaksanakan
dengan angaran APBN: Pertama, program yang ditujukan untuk
bantuan modal usaha dalam rangka mengembangkan UMKM
termasuk UMKM di sub-sektor hortikultura. Program yang saat
ini sedang dilaksanakan yaitu Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang
dalam penylurannya bekerjasama dengan pihak perbankan.
Kedua, program pemerintah yang secara khusus ditujukan untuk
pengembangan agribisnis hortikultura yaitu Kredit Hortikultura
Mandiri (KHM) yang dilaksanakan oleh Departemen Pertanian dan
bekerjasama dengan Bank Mandiri. Ketiga, Program pembiayaan
melalui Sistem Pembiayaan Pertanian Perdesaan (SP3) yang
digagas oleh Departemen Pertanian yang penyalurannya melalui
salahsatu bank yaitu Bank Syariah Mandiri. Program ini dimulai
pada tahun 2007 dan telah berakhir saat ini. Keempat, program
bantuan yang langsung diarahkan untuk pengembangan agribisnis
( budidaya hortikultura) seperti program Pengembangan Usaha
Agribisnis Perdesaan (PUAP), yang dilaksanakan oleh Departemen
Pertanian pada tahun 2008. Pelaksanaan program ini dilakukan
secara terintegrasi dengan Kementerian/Lembaga lain dibawah
payung Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
(PNPM-M). Program ini merupakan bentuk fasilitasi bantuan
modal usaha bagi petani/peternak anggota, baik petani pemilik,
petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Sitem
penyaluran bantuan ini langsung kepada kelompok tani kemudian
disalurkan pada petani anggota tanpa melibatkan pihak perbankkan
bahkan dinas pertanian setempatpun hanya sebagai koordinasi.
120

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 120

6/22/2010 6:19:20 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura

Demikian juga halnya dengan pemerintah daerah, sesuai


dengan kewenangan yang dimilikinya seperti disebut dalam Undangundang Otonomi Daerah tentang tangung jawab pemerintah
dalam pengembangan sektor prtanian, maka pemerintah daerah
mengambil kebijakan dalam rangka membantu memperkuat modal
usaha di sub-sektor hortikultura melalui APBD Program ini dikenal
dengan nama program Penunjang Penguatan Modal Pertanian
dan Kehutanan (PPMPK). Bantuan modal ini langsung diserahkan
kepada kelompok tani yang sudah disyahkan oleh pejabat yang
berwenang. Disamping itu, Dinas Pertanian dalam hal ini Bidang
Hortikultura juga mendapat dana dalam rangka pelaksanaan
anggaran dekonsentrasi melalui Direktoral Jenderal Hortikultura.
Bantuan ini lebih diutamakan untuk membangun dan menyediakan
infrastruktur baik fisik maupun kelembagaan petani.
Dari gambaran di atas dapat dicatat bahwa pembiayaan
sub-sektor hortikultura melalui angaran pemerintah pusat maupun
daerah memiliki tiga karakteristik, yaitu: Pertama bantuan
pembiayaan hortikultura langsung diterima oleh kelompok tani
seperti program PUAP dan PPMPK dalam pengelolaannya
diserahkan pada kelompok tani .Dari program ini diharapkan akan
terjadi perguliran dana (revolving fun ) diantara anggota kelompok
tani. Pemerintah pusat dalam hal ini hanya bersifat monitoring dan
evaluasi program. Kedua, bantuan modal bagi usaha hortikultura
dari program pemerintah pusat dilaksanakan melalui kerjasama
pihak perbankan. Dalam hal ini bank bukan hanya berfungsi
sebagai intermediasi( Chanelling) tetapi sebagai pelaksana (
executing ) dan pemerintah menjamin keamanan dananya seperti
121

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 121

6/22/2010 6:19:20 PM

Firmansyah

pada program KUR9dan SP3. Segala persyaratan teknis perbankan


akan diberlakukan pada penerima kredit sebagaimana persyaratan
perkeriditan suatu perbankan. Usaha yang dibiayai akan ditentukan
oleh kelayakan usaha menurut penilaian bank. Ketiga, program
bantuan modal usaha tani yang berasal dari APBD juga langsung
diserahkan pada kelompok tani dan petani akan mengembalikan
pinjaman pada Badan Pengelolaan Kekayaan Daerah ( BPKD).
Ansuran pokok tidak dikembalikan sebagai penerimaan APBD
tetapi tetap berada pada badan pengelola atau BKPD, sedangkan
fee modal yang dibebankan pada peminjam akan dikembalikan
pada daerah sebagai penerimaan PAD ( pendapatan Asli Daerah)
sebesar 6 % per tahun.
4.3.2 Perbankan
Secara umum, pihak perbankan menempatkan sektor
pertanian (hortikultura) dalam katagori kurang menarik untuk
dibiayaai kecuali untuk pembiayaan perusahan hortikultura yang
berskala besar. Sementara usaha hortikulkura yang ada di Indonesia
termasuk di daerah penelitian hampir semuanya merupakan usaha
yang dilakukan oleh rumah tangga petani yang berskala mikrokecil dengan luas lahan kurang dari 0,5 hektar. Kurang menariknya
pembiayaan di sektor hortikultura ini oleh pihak perbankan karena
ada pandangan bahwa:
1.
Usaha Hortikultura tidak memiliki persyaratan yang
memadai.
9

Sebelum Program KUR, Departemen Pertanian telah melaksanakan Program SP3 tahun 2007
dengan salah satu bank pelaksananya adalah Bank Mandiri Syariah. Saat ini program tersebut
telah dihentikan dan digantikan oleh Program KUR.

122

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 122

6/22/2010 6:19:20 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura

2.
3.
4.

Petani tidak memiliki agunan yang mem.


Biaya transaksi yang mahal.
Lokasi usaha tidak berada dalam jangkauan kantor cabang.

Pandangan ini mungkin dapat diterima mengingat usaha


perbankan, dalam operasi usahanya tetap berpegang pada
prinsip mencari keuntungan yang maksimal (profit motif). Usaha
hortikultura dianggap kurang memberikan keuntungan yang
maksimal bahkan dianggap memiliki resiko yang cukup tinggi,
sehingga pihak perbankan akan ektra hati-hati dalam menyalurkan
kredit pada usaha tersebut. Sebagai gambaran dapat dikemukakan
selama 7 tahun terakhir (2001-2007), alokasi kredit perbankan
nasional untuk setor pertanian ( termasuk hotikultura) pada tahun
2001 tidak mencapai 8 %, bahkan ada kecendrungan menurun
pada tahun 2007 hingga menjadi kurang dari 5,5 %.
Tidak berbeda halnya dengan perbankan secara umum
seperti yang dikemukakan di atas, institusi perbankan syariah
yang telah berkembang dengan pesat dan menunjukan kinerja
yang cukup baik dalam hal pembiayaan selama ini, namun dalam
pembiayaan pada sektor pertanian (hortikultura) masih kecil. Pada
tahun 2006 pembiayaan yang disalaurkan perbankan syariah
mencapai Rp 20,4 triliun, tetapi pembiayaan yang dialokasikan
untuk sektor pertanian hanya 3,43 % dan terjadi penurunan angka
menjadi 3,0 % per April 2007 ( Bank Indonesia, 2007).
Seyogianya pembiayaan sektor pertanian (hortikultura)
merupakan hal yang memberikan tantangan dan peluang yang

123

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 123

6/22/2010 6:19:20 PM

Firmansyah

menarik bagi perbankan syariah. Beberapa indikasi menunjukkan:


Pertama, permintaan terhadap produk tanaman hortikultura
baik untuk pasar lokal maupun pasar dunia terus meningkat
sedangkan produksi masih terbatas: Kedua, nilai produk tanaman hortikultura bernilai ekonomi tinggi sehingga Nilai Tukar
Petani (NTP) hortikultura saat ini adalah tertinggi diantara setor
pertanian umumnya; Ketiga, berbagai program telah dilakukan oleh
pemerintah dalam mengingkatkan produksi, kualitas, dan upaya
mengurangi resiko usaha dengan menerapkan Good Agriculture
Perfomance(GAP) dan menerapkan Standard Operasional
Prosedur (SOP) untuk memenuhi standar ISO 9000; Keempat,
telah adanya pengembangan kawasan komoditas hortikultura
secara terpadu. Disamping itu, pembiayaan syariah ini bukan
merupakan suatu yang asing lagi bagi masyarakat di Indonesia.
Masyarakat sudah terbiasa dengan sistem bagi hasil dalam usaha
pertanian seperti sistem maro dalam usaha tanaman pangan dan
hortikultura.
4.3.3 Pihak Dunia Usaha dan Masyarakat
Sumber pembiayaan laian dalam pngembangan pertanian
(hortikultura) adalah berasal dari pihak pelaku perusahan
hortikultura. Dalam hal ini para kelompok tani harus menciptakan
kemitraan usaha dengan perusahaan yang saling menguntungkan.
Hubungan antara kelompok tani dengan perusahan hortikultura
dapat dalam bentuk pola Inti-Plasma. Peran perusahan inti disini
tidak saja dalam bentuk pembinaan teknik produksi sesuai dengan
standar hasil yang diharapkan, tetapi juga dapat dalam bentuk

124

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 124

6/22/2010 6:19:20 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura

pembiayaan modal usaha dengan sistem syariah baik dalam


bentuk Murabaha, Mudarobah maupun dalam bentuk pembiayaan
syariah lainnya. Bila perusahaan inti tidak mampu secara langsung
memberikan modal pada petani, pihak perusahaan inti dapat
bertindak sebagai avalis (penjamin) bagi pihak perbankkan
syariah dalam memberikan pembiayaan pada petani binaan dari
perusahaan inti. Pola kemitraan seperti ini telah mulai dilaksanakan,
karena pihak perusahaan pertanian hortikultura mendapat kesulitan
dalam penyediaan lahan untuk kebun akibat kakunya pasar tanah
atau sulitnya pemindahan hak atas tanah di suatu masyarakat.
Sehingga perusahan inti dalam memenuhi permintaan konsumen
harus melakukan kerjasama kemitraan dengan petani yang memiliki
tanah dan hasilnya dijual pada perusahaan inti.
Saat ini juga berkembang di masyarakat pola pembiayaan
syariah (sistem bagi hasil) dalam pengembangan hortikultura yang
hanya didasarkan atas kepercayaan antara para pemilik modal
perorangan dengan kalangan sanri pondok pesantren. Dengan
demikian para santri dapat hidup lebih layak dari penghasilan
usaha hortikultura ini.
4.4

Pembiayaan Hortikultura dengan Pola Syariah

4.4.1 Kasus Sukabumi


Seperti yang telah dikemukan pada bagian awal bahwa Kabupaten Sukabumi merupakan daerah yang cocok untuk tanaman
hotikultura.Tetapi kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa
pihak perbankan syariah terutama Bank Syariah Mandiri memiliki

125

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 125

6/22/2010 6:19:20 PM

Firmansyah

pandangan bahwa usaha pertanian hortikultura yang ada di daerah


ini hanya berskala kecil, maka pembiayaan yang langsung pada
petani hortikultura secara perorangan hampir tidak pernah terjadi.
Disamping itu, masih jarang ditemui kelompok tani hortikultura
yang telah melakukan pola kemitraan usaha dengan perusahaan
hortikultura seperti Inti-Plasma. Sehingga perbankkan syariah di
daerah ini tidak memberikan prioritas. pembiayaan pada tanaman
hotikultura.
Namun, ada satu kasus yang akan dikemukakan disini
dimana pihak Bank Syariah Mandiri Sukabumi membiayai sebuah
perusahaan hortikultura yang memiliki skala cukup besar, yaitu CV.
Bung Indah yang bergerak di bidang tanaman hias dengan tujuan
produksi untuk ekspor ke Korea Selatan. Menurut pihak perbankan
bahwa usaha hortikultura dapat saja dibiayai dengan syarat
tertentu:
1.
Usaha yang dibiayai minimal telah beroperasi 2 tahun
2.
Usaha memiliki legalitas yang dapat dipertanggungjawabkan
3.
Pasokan sudah terjamin
4.
Pemasaran sudah stabil
Pada awalnya, informasi tentang usaha tanaman hias ini
(CV.Bunga Indah) diketahui oleh pihak perbankan melalui internet
yang menyatakan bahwa perusahan tersebut telah mendapat
award dari PT. Sampurna atas prestasi yang telah diraihnya
selama ini. Tertarik dengan informasi tersebut pihak Bank Syariah
Mandiri menawarkan jasa pembiayaan untuk mengembangankan

126

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 126

6/22/2010 6:19:20 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura

usaha lebih besar. Tawaran pihak perbankan sebenarnya sangat


diharapkan oleh perusahan mengingat permintaan konsumen luar
negeri semakin meningkat sementara produksi masih terbatas.
Pembiayaan yang ditawarkan adalah pembiayaan dari program
pemerintah melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Dalam
pelaksanaan KUR ini, jaminan yang diperlukan dari pihak nasabah
hanya 30 % sedangkan yang 70 % lagi dijamin pihak pemerintah
berupa pembayaran premi asuransinya, sehingga bank dalam
hal ini menggunakan dana pihak ketiga yang keamanan dananya
sudah dijamin oleh pemerintah.
Seperti persyaratan kredit yang dibutuhkan oleh sebuah
bank, CV. Bunga Indah menyerahkan jaminan yang bernilai
sebesar Rp.2 miliar.Sedangkan pembiayaan yang diperoleh terdiri
dari dua macam, yaitu Rp.500 juta digunakan oleh perusahaan inti
untuk tambahan modal kerja dan Rp.970 juta diberikan pada dua
kelompok tani binaan yang bejumlah 23 orang anggota dengan luas
lahan yang dilola 19 hektar. Pembiayaan digunakan untuk modal
kerja seperti pembelian sarana produksi dan biaya pengolahan
kebun. Jadi disini CV. Bunga Indah bertindak sebagai penjamin
(avalis) atas pembiayaan yang diberikan bank kepada petani
binaannya yang nantinya produksi kebun mereka akan dibeli oleh
perusahaan. Mengapa perusahaan besedia menjadi penjamin?
karena untuk mendapatkan pasokan tanaman hias yang terjamin
dalam rangka memenuhi permintaan luar negeri yang semakin
meningkat. Sebenarnya, saat ini, produksi perusahaan inti baru
mampu memenuhi 50 % dari permintaan konsumen dan sisanya
berasal dari produksi kebun petani yang ada di Sukabumi dan juga
127

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 127

6/22/2010 6:19:21 PM

Firmansyah

ada dari petani Lampung. Kendala yang dihadapi oleh perusahaan


bila hanya mengandalkan produksi dari petani yang bukan
binaannya, yaitu: Pertama, lokasi kebun yang terpencar-pencar;
Kedua, sistem budidaya tanaman mereka belum sepenuhnya
memenuhi standar yang diharapkan perusahaan. Ketiga, karena
pembiayaan usaha mereka berasal dari dana APBD maka hasil
produksi petani tersebut tidak harus dijual pada perusahaan.
Yang menarik dalam hal pembiayaan yang dilakukan bank
syariah ini adalah dalam sistem pengembalian pinjaman.Biasanya
sistem pembayaran ansuran cicilan pinjaman dari seorang
nasabah yaitu berupa pengembalian pokok pinjaman ditambah
bunga pada sitem perbankan konvensiaonal atau bagi hasil/margin
dalam perbankan syariah dan dibayar secara periodik/bulanan.
Tetapi dalam kenyataannya pihak perbankan syariah menerapkan
pembayaran ansuran secara periodik/bulanan hanya untuk
pembayaran bagi hasilnya saja. Sedangkan pembayaran pokok
pinjaman dapat dilakukan sekaligus setelah panen. Masa panen
dari tanaman hias ini memakan waktu cukup lama yaitu 1,5 tahun
sampai 2 tahun. Sistem pembiayaan syariah ini menerapkan sistem
bagi keuntungan berdasarkan analisa kelayakan yang dilakukan
pihak perbankan. Sayangnya berapa rasio bagi hasil yang disepakati tidak diperoleh keterangan. Hingga penelitian ini dilakukan
kegiatan usaha belum mencapai masa panen karena pembiayaan
baru dimulai pada tahun.
Kasus lain yang cukup mernarik dalam pola pembiayaan
syariah adalah, masyarakat pemilik modal perseorangan membiayai

128

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 128

6/22/2010 6:19:21 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura

usaha tanaman hortikultura yaitu buah melon. Usaha ini berawal


dari suatu pengamatan oleh seorang pengurus sebuah yayasan
pondok pesantren Salafiah terhadap para santri yang sering
berpuasa walaupun diluar hari puasa yang disunatkan.Ternyata
alasan melakukan puasa karena ketidakmampuan mereka secara
ekonomi dalam memenuhi kebutuhan biaya makan sehari-hari
seperti layaknya orang lain. Dari sini muncullah ide bagaimana
supaya para santri ini berdaya secara ekonomi. Upaya yang
ditempuh adalah menggalakkan tanaman melon yang produksinya
untuk ekspor.
Mula-mula penggagas mencari sebidang tanah untuk disewa
dan kemudian melatih beberapa orang santri senior melalui
suatu pusat pelatihan OISCA yang diselenggarakan oleh pemerintah Jepang yang telah lama berada didaerah tersebut. Santri
mengelola lahan seluas 1.000 m2 dan ternyata hasilnya cukup
menggembirakan karena para santri sangat ulet dan rajin bekerja
dan memiliki etos kerja yang tinggi. Hasil dari usaha tersebut dapat
dinikmati oleh parta santri yang pada gilirannya telah banyak
merubah status ekonomi mereka.
Dari keberhasilan tersebut telah mengundang beberapa
orang pemilik modal perseorangan yang ingin ikut dalam usaha
tersebut.. Mereka tidak hanya berasal dari penduduk setempat tetapi juga ada yang berasal dari Jakarta bahkan pemilik modal juga
ada yang non-muslim. Saat ini luas kebun yang dikelola sudah
mencapai 1,5 hektar sementara banyak peminat yang masih dalam
antrian. Hal ini disebabkan karena para santri yang senior terbatas

129

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 129

6/22/2010 6:19:21 PM

Firmansyah

jumlahnya. Paket yang ditawarkan untuk luas lahan 1.000 m2


sebesar Rp. 6,5 juta yang digunakan untuk sewa lahan dan biaya
produksi. Sistem bagi hasil (syariah) yang diterapkan adalah untuk
pelaksana/santri mendapat bagian sebesar 60 % dan pemilik modal
30 % serta untuk pesanteren 10 % dari keuntungan bersih.
Dilihat dari segi perhitungan usaha tani maka usaha ini
termasuk yang menguntungkan. Dengan pembiayaan sebesar Rp
6,5 juta mampu menghasilkan produksi senilai Rp. 12 juta dalam
jangka waktu panen selama 75 hari. Berarti keuntungan untuk
satu kali panen sebesar Rp.5,5juta. Dengan pola bagi hasil di atas
maka pihak santri akan mendapat hasil sebesar 60 % x Rp.5,5
juta= Rp.3,3 juta setiap panen, sedangkan untuk pemilik modal
mendapat hasil sebesar 30 % x Rp.5,5 juta =Rp.1,65 juta (75
hari) atau Rp.1,1 juta per bulan dan equivalen dengan 16,9 % dari
modal yang diinvestasikan per bulan. Bila dibandingkan dengan
pendapatan yang akan diperoleh seseorang dengan menyimpan
uangnya di bank yang saat ini tidak lebih dari 7,5 % per tahun
belum dipotong pajak 15 %, maka usaha hortikultura dengan pola
pembiayaan syariah model ini sangat menguntungkan bagi pemilik
modal perorangan.
Dengan dasar kepercayaan dan kerjasama saling menguntungkan dalam pembiayaan hortikultura semacam ini, hingga
saat ini belum ada keluhan yang berarti antra pemilik modal dengan
pelaksananya. Bahkan yang terjadi adalah terjalinnya hubungan
kekeluargaan yang mesra antara kedua pihak.Bagi pemilik modal
kegiatan ini tidak hanya untuk tujuan mencari untung tetapi

130

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 130

6/22/2010 6:19:21 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura

sekaligus dalam rangka menikmati wisata agro. Sementara para


santri yang keadaan ekonomi mereka sebelum melakukan usaha
ini sangat memprihatinkan, kini dapat hidup layak sebagaimana
mestinya dan bahkan telah mampu membantu orang tua mereka.
4.4.2 Kasus Kabupaten Sleman
Walaupun Daerah Kabupaten Sleman tidak begitu luas tenyata
produksi tanaman hortikultura cukup menggembirakan. Namun
pembiayaan usaha hortikultura dari pihak perbankan syariah yang
secara langsung kepada petani dengan menggunakan dana murni
pihak tetiga tidak ditemukan. Alasan yang dikemukakan oleh pihak
perbankan syariah: Pertama, bahwa kibijakan perbankkan dalam
pembiayaan tidak diarahkan pada sektor pertanian termasuk pada
sub-sektor hortikultura; Kedua, usaha sub-sektor hortikultura pada
umumnya berskala mikro dan lokasinya cukup jauh di perdesaan
serta terpencar-pencar sehingga akan memakan biaya yang
tinggi; Ketiga, tidak tersedianya sumberdaya manusia yang akan
melaksanakannya; Keempat, alasan yang sangat klasik adalah bila
ada sektor lain yang lebih menguntungkan untuk dibiayai mengapa
memilih sektor yang kurang menguntungkan.Oleh karena itu, sejak
tahun 2006 belum ada pembiayaan yang disalurkan pada sektor
pertanian (hortikultura).
Walaupun pihak bank syariah tidak menyalurkan pembiayaan
langsung pada sektor pertanian, tetapi dalam bentuk pembiayaan
secara tidak langsung masih ada., yaitu ikut andil dalam menyalurkan program pembiayaan pertanian pemerintah. Cara yang

131

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 131

6/22/2010 6:19:21 PM

Firmansyah

ditempuh adalah melalui Linkage Program antara bank syariah


dengan beberapa lembaga keuangan mikro syariah non-bank yaitu
Baitul Mal Wa Tamwil (BMT), yang tumbuh subur di Kabupaten
Sleman sejak beberapa tahun belakangan ini. Pihak BMT
bekerja sama dengan pihak Bank Syariah Mandiri dalam rangka
menyalurkan program pembiayaan SP3 ( Sistem Pembiayaan
Pertanian Pedesaan) dari Departemen Pertanian. Program ini tidak
semata-mata ditujukan untuk pembiayaan pertanian budidaya
tetapi mencakup pembiayaan dalam konsep agribisnis. Artinya
pembiayaan dapat dilakukan untuk kegiatan pertanian ditingkat
hulu, budidaya hingga sektor pertanian ditingkat hilir.Pelaksanakan
program ini dimulai pada tahun 2007, namun saat ini program
tersebut telah berakhir.
Kasus pertama tentang Lingkage Program yang akan diangkat disini adalah kerjasama antara Bank Syariah Mandiri
Yogyakarta dengan BMT Darul Ummah Desa Gobokan, Kabupaten
Sleman. Sebelum dilakukan kerjasama atau penandatangan MOU
antara kedua pihak, pihak BMT terlebih dahulu telah mengadakan
pendekatan pada Bank Syariah Mandiri. Atas kesepakatan lisan ini
pihak BMT mengajukan proposal dengan mencantumkan sektor
nomintif yang akan dibiayai. Setelah mendapat persetujuan dari
pihak perbankan maka diteruskan dengan penadatangan MOU.
Salah satu isi dari nota kesepakatan tersebut adalah bahwa lama
kontrak belaku selama 3 tahun dari tahun 2007 hinga 2010, dengan
ketentuan pengembalian ansuran (pokok pinjaman ditambah
margin) dibayar secara periodik atau bulanan.Menurut pandangan

132

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 132

6/22/2010 6:19:21 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura

BMT pembayaran cicilan yang dilakukan secara periodik dalam


pembiayaan pertanian budidaya akan cukup sulit karena usaha
tersebut baru menghasilkan setelah panen. Namun semua
ketentuan dalam soal pembayaran ansuran tersebut tetap diterima oleh pihak BMT. Pada tahun 2007 BMT mendapat kucuran
dana dari Bank Syariah Mandiri sebesar Rp 300 juta. Adapun
sektor yang dibiayai cukup bervariasi dan sebagian berasar adalah
di sektor off farm sedangkan pembiayaan di sektor on farm (
budidaya) termasuk sub-setor hortikultura hanya sekitar 30 % dari
total dana yang diperoleh dari program SP3. Rata-rata pembiayaan
yang diperoleh anggota BMT untuk sektor budidaya hortikultura
ini sekitar Rp. 3,5 juta, khususnya untuk usaha tanaman sayuran
semusin ( umur pendek sekitar 3 bulan).
Beberapa hal yang menarik dalam penyaluran pembiayaan
program SP3 yang dilakukan oleh BMT ini adalah:
Walaupun program pembiayaan SP3 ini merupakan pembiayaan yang dijamin pemerintah, namun pihak BMT tetap memintakan jaminan pada onggota BMT yang meminjam, baik berupa
sertifikat maupun berupa Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor
(BPKB). Jaminan tersebut merupakan jaminan dibawah tangan,
artinya, tidak melalui perjanjian didepan notaris.
Kesepakatan pembayaran ansuran dari peminjam kepada
BMT tetap dilakukan secara periodik/bulanan dengan membayar
pinjaman pokok ditambah margin, walaupun usaha yang dibiayai
tidak menghasilkan tiap bulan.Tetapi bila ternyata ada anggota

133

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 133

6/22/2010 6:19:21 PM

Firmansyah

peminjam pada bulan tertentu memang tidak memiliki uang tunai


untuk membayar ansuran, maka pihak BMT memberi toleransi
untuk melunasinya setelah panen.
Margin yang diambil dari pembiayaan ini sebesar 2 % per
bulan dan pihak Bank Syariah Mandiri mendapat 1 % perbulan.
Dari catatan di atas, pertanyaan yang timbul adalah:
Pertama, Mengapa BMT masih menerapkan adanya jaminan
atas pembiayaan program SP3 tersebut? Kedua, Mengapa BMT
tetap memberlakukan pembayan ansuran secara bulanan? Ketiga
Megapa BMT bersedia memberi toleransi dalam hal pembayaran
ansuran pada anggotanya yang menunggak hingga dibayar pada
waktu selesai panen?. Jawaban dari pertanyaan pertama adalah:
BMT tetap berpandangan bahwa dalam pembiayaan sektor
pertanian khususnya usaha budidaya hortikultura mengandung
resiko yang cukup tinggi. Sehingga untuk meninmalkan resiko
pihak BMT masih meminta jaminan pada peminjam walaupun dari
segi karakter anggota dinilai cukup baik karena telah lama dikenal
sebagai anggota BMT itu sendiri.Jawaban untuk pertanyaan kedua
adalah BMT berasumsi bahwa penghasilan peminjam tidak hanya
berasal dari hasil usaha yang akan dibiayai, tetapi sipeminjam mempunyai penghasilan lain yang dapat digunakan untuk pembayaran
ansuran bulanan sementara menunggu panen selesai. Jawaban
untuk pertanyaan ketiga adalah BMT masih mampu untuk menalangi
pembayaran yang tertunggak dari peminjam dengan subsidi silang
dari pendapatan usaha lain, sepanjang Cash Flow BMT tidak
terganggu.Hal ini masuk akal karena pembiayaan yang disalurkan

134

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 134

6/22/2010 6:19:21 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura

pada sektor pertanian (budidaya hortikultura) tersebut porsinya


sangat kecil dibandingkan dengan total seluruh pembiayaan BMT,
dperkirakan tidak mencapai 2 %. Dengan demikian kalaupun terjadi
penunggakan ansuran dari angggota yang meminjam untuk usaha
tersebut belum akan mengganggu Cash Flow BMT.
Mengenai kasus kedua adalah kerjasama Bank Syariah
Mandiri dengan pihak BMT Makmur. Dilihat dari pola kerjasama
yang dilakukan Bank Syariah Mandiri dengan BMT Makmur tidak
berbeda dengan pola kerjasama yang dikemukakan terdahulu.
BMT mendapat dana pembiayaan dari Bank Syriah Mandiri sebesar
Rp 248 juta pada tahun 2007. Penyaluran pembiayaan dari BMT
ini sebagian besar pada usaha perdagangan mengingat usaha ini
banyak terdapat di daerah operasi BMT. Sedangkan untuk usaha
tamanan hotikultura, pembiayaan diberikan pada petani salak
yang kebetulan lokasi BMT berada pada sentra perkebunan salak.
Pembiayaan digunakan untuk membeli sarana produksi dalam
rangka pengembangan luas area perkebunan. Sistem pembayaaran
ansuran juga berlaku secara periodik/bulan dan ternyata para petani
tidak mengalami kesulitan dalam pembayaran ansuran dengan pola
periodik tersebut. Hal ini disebabkan karena para petani bukanlah
petani pemula tetapi mereka adalah pemilik kebun salak yang setiap
saat dapat dipanen. Jadi dengan penghasilan kebun salak yang
telah ada itu mereka mampu membayar ansuran bulanannya.Dari
sisi jumlah pinjaman, ternyata petani salak mendapat pembiayaan
dalam jumlah agak lebih besar dibandingkan dengan petani sayur
pada kasus pertama, yaitu mencapai Rp 8 juta.

135

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 135

6/22/2010 6:19:21 PM

Firmansyah

Dari paparan kedua kasus di daerah Sleman di atas, para peminjam cukup merasakan manfaat dari program pembiayaan SP3
ini baik para pedagang maupun sebagian dari petani. Sayangnya
program ini tidak berlanjut dan digantikankan dengan program baru
yaitu Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang sifat pembiayaannya lebih
umum, namun dana yang akan diperoleh bisa dalam jumlah yang
lebih besar dibandingkan dengan program SP3 yang maximum
pembiayaan hanya Rp.10 juta. Sayangnya, hingga saat ini, belum
diperoleh informasi tentang kemungkinan KUR bisa dilakukan
semacam Linkage Program seperti pada penyaluran pembiayaan
program SP3.
Menurut pihak BMT, bila ada program pemerintah yang
ditujukan untuk pembiayaan setor pertanian selayaknya BMT
diberi peran dalam pelaksanaannya terutama untuk pembiayaan
pertanian skala kecil. Hal ini mengingat daya jangkau BMT cukup
efetif kepada petani karena keberadaannya ditengah masyarakat
petani perdesaan, sehingga biaya operasionalnya tidak terlalu tinggi
dibandingkan dengan pihak perbankan yang harus melaksanakan.
Hal yang penting adalah adanya jaminan dari pemerintah terhadap
keamanan dana yang akan disalurkan. Jadi segmen pasar dari
BMT ini masih cukup besar mengingat banyak petani gurem yang
tidak mungkin mendapat akses pembiayaan dari perbankkan
karena pihak perbankan lebih memberikan prioritas pembiayaan
pada usaha yang besifat korparasi. Dengan posisi dan peran BMT
seperti ini akan sangat membantu masyarakat dari cengkraman
rentenir yang selama ini dianggapnya sebagai dewa penolong.

136

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 136

6/22/2010 6:19:21 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura

4.5

Efektivitas Model Pembiayaan Syariah Pada Sub-sektor


Hortikultura

Seperti yang dikemukakan sebelumnya bahwa peran perbankan syariah dalam pembiayaan pertanian termasuk sub-sektor
hortikultura hanya akan efektif bila usaha yang akan dibiayai adalah
bersifat korporasi atau pertanian dengan pola kemitraan dengan
perusahaan pertanian. Berbagai kendala yang akan dihadapi
oleh pihak perbankan bila harus menyalurkan pembiayaan secara
langsung pada usaha pertanian hortikultura yang berskala mikro
atau guremantara lain: lokasi usaha berada jauh dari kator cabang,
yang pada umumnya berada dipusat kota atau kabupaten; tidak
tersedianya sumberdaya manusia yang khusus dapat melayani
sekian banyak nasabah petani; meningkatnya biaya operasional
sehingga kinerja perbankan akan menurun dari segi perolehan
keuntungan dan lain sebagainya. Oleh karena itu segmen
pembiayaan untuk asaha pertanian (hortikultura) yang umumnya bersekala kecil dan berada diperdesaan adalah lebih efektif
dilakukan oleh lembaga keuangan mikro syariah non-bank(BMT)
yang memang keberadaannya ditengah masyarakat petani itu
sendiri.Dalam hal penilaian karakter para peminjam, pihak BMT
tidak begitu mengalami kesulitan mengingat para peminjam tersebut
adalah anggota BMT yang telah lama dikenal oleh pengurusnya.
Sehingga persyaratan dalam bentuk jaminanpun tidak harus ada,
tetapi cukup dengan jaminan moral obligation saja.
Namun efektif tidaknya pola pembiayaan syariah dalam
sektor hortikultura ini juga tergantung pada beberapa hal berikut:

137

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 137

6/22/2010 6:19:21 PM

Firmansyah

Program pembiayaan pertanian (hortikultura) yang dikakukan


pemerintah selama ini dengan sistem subsidi bunga bahkan hibah
telah menciptakan karakter petani yang kurang baik. Artinya,
pembiayaan pertanian hotikultura terutama dalam penguatan modal
usaha tani dianggap tanggung jawab pemerintah sehingga petani
belum terbiasa dengan pembiayaan yang sifatnya komersial. Oleh
karena itu program pembiayaan yang dlaksanakan pemerintah
harus mengacu pada sitem komersial. Sebab pembiayaan syariah
juga menerapkan prinsip komersial yang berkeadilan.
Sejauhmana kemampuan Lembaga Keuangan Mikro
Syariah non-bank (BMT) meningkatkan keprofesionalannya
dalam melayani anggota dan melihat bahwa hotikultura itu adalah
penting dalam menunjang pembangunan ekonomi rakyat dengan
menerapkan prinsip pembiayaan, yaitu tepat waktu, tepat sasaran,
tepat kebutuhan.
Sejauhmana kebijakan dan regulasi pemerintah mampu
mendorong tumbuh suburnya lembaga pembiayaan syariah
khususnya dalam pengembangan sektor pertanian hortikultura.
Sejauhmana pengetahuan dan pemahaman petani tentang
pola pembiayaan pertanian hortikultura dengan model syariah.
Sejuahmana resiko usaha pertanian hortikultura mampu
diminimalisasi dengan penerapan GAP dan SOP, sehingga mampu
merubah paradigma bahwa pembiayaan hortikultura tidak beresiko
tinggi.
Sejauhmana hubungan kemitraan petani dan perusahaan
hortikultura bisa dikembang dengan pola syariah.

138

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 138

6/22/2010 6:19:21 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura

4.6

Kesimpulan dan Rekomendasi

Walaupun pola pembiayaan pertanian hotikultura model


syariah secara tradisional masih berlangsung dimasyarakat
hingga saat ini, namun secara kelembagaan masih berada
dalam tahap pembelajaran. Hal ini disebabkan karena institusi
pembiayaan syariah baru muncul beberapa tahun belakangan ini.
Sementara masyarakat petani selama ini telah di nina bobokkan
oleh kredit program pertanian yang kurang mendidik, misalnya,
kredit bersubsidi bunga atau pola hibah. Sehingga untuk merubah
kesadaran petani kepada pola pertanian syariah yang juga komersial
berjalan dengan lambat. Disamping itu paradigma pihak institusi
pembiayaan syariah terhadap pertanian masih belum bergeser
dari angggapan bahwa pertanian hortikultura mengandung resiko
tinggi.
Banyak hal yang masih perlu dibenahi agar pola pembiayaan
pertanian dengan model syariah dapat efektif dilaksanakan
dimasyarakat.Pertama, perlu peningkatan pemahaman petani
tentang pimbiayaan syariah. Kedua, perlu adanya lembaga
penghubung agar terciptanya pola kemitraan petani dengan
pungusaha hortikultura yang menerapkan pola syariah. Ketiga, Perlu
adanya regulasi yang mengatur bahwa segmen pasar lembaga
keuangan perbankan syariah hanya menangani pembiayaan
pertanian yang bersifat korporasi sementara untuk perbiayaan
pertanian mikro deserahkan pada lembaga keuangan mikro syariah
non-bank yang beroperasi ditengah masyarakat petani. Keempat,
perlu adanya pengembangan sistem jaringan perbankan syariah

139

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 139

6/22/2010 6:19:21 PM

Firmansyah

dengan LKMS non-bank dalam penyaluran pembiayaan program


pertanian dari pemerintah ( lingkage program). Kelima, kredit
program pertanian pemerintah harus diserahkan pada mekanisme
pasar dalam rangka menghadapi globalisasi pertanian sesuai
persetujuan WTO.

140

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 140

6/22/2010 6:19:22 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura

DAFTAR PUSTAKA

Bank Indonesia, Statitik Ekonomi Keuangan Indonesia, Vol: XI No.1


Januari 2009.
BPS, Kabupaten Sukabumi Dalam Angka 2008.
Dinas Pertanian dan Hortikultura Kabupaten Sukabumi 2008.
Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman 2008, Profil
Tanaman Pangan dan : Hortikultura Tahun 20007.
Firmansyah, 2002. Pengembangan Usaha Agribisnis Di Bidang
Tanaman Hotikultura, dalam Iklim dan Peluang Usaha
Agribisnis Di Indonesia (Firmansyah editor), Laporan
Penelitian P2E-LIPI.
-----------, 2008. Pemberdayaan UKM di Sektor Pertanian,
dalam Pengurangan Kemiskinan di Pedesaan Melalui
Pemberdayaan UKM di Sektor Pertanian ( Tjitroresmi editor),
Laporan Penelitian P2E-LIPI.
Harjadi, Setyati, Peranan Ilmu Hortikultura Bagi Pembangunan
Negara Dan
Budaya Bangsa, Orasi Ilmiah Guru Besar
Ilmu Hortikultura, IPB, Bogor 5 juli 1997.
Krinamurthi, B. 2006. Revitalisasi Pertanian : Sebuah Kosekkuensi
Sejarah dan Tuntutan Masa Depan, dalam Revitalisasi
Pertanian dan Dialog Peradaban, Kompas, Jakarta.

141

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 141

6/22/2010 6:19:22 PM

Firmansyah

Pemerintah Kabupaten Sleman 2008, Laporan Tahunan dan


Statistik Dinas Pertanian dan Kehutanan
Kabupaten
Sleman.
The World Bank 2006. Pemasokan Tanaman Bernilai Tinggi Di
Kabupaten Malang:
Kecendrungan dan Dampak Bagi Petani Kecil.
www.hortikultura.deptan.go.id 11/13/2009.

142

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 142

6/22/2010 6:19:22 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura

BAB 5
PEMBIAYAAN SYARIAH DAN PENGEMBANGAN
SUB-SUB-SEKTOR PERIKANAN
Masyhuri
5.1

Pendahuluan

Usaha perikanan, baik yang berupa perikanan tangkap


maupun budidaya merupakan salah satu dari sektor-sektor yang
menyerap banyak tenaga kerja. Jumlah penduduk yang bekerja
pada sektor ini dan usaha-usaha ikutannya, seperti industri rumah
tangga pengolahan hasil perikanan, tersebar tidak saja di daerahdaerah sepanjang pantai di Indonesia, tetapi juga di aliran-aliran
sungai maupun danau-danau di daerah-daerah pedalaman.
Bisa jadi, sub-sektor perikanan memang merupakan sektor
yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Pentingnya
sub-sektor tersebut tidak saja terlihat pada perannya sebagai sumber
protein penduduk Indonesia, atau sebagai sumber pendapatan
masyarakat (Furnivall, 19331936), tetapi juga sebagai salah satu
faktor penggerak perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Peran seperti ini sepenuhnya disadari oleh pemerintah Indonesia,
dan sangat beralasan mengingat kenyataan bahwa Indonesia
merupakan negara kepulauan yang memiliki pantai terpanjang di
dunia, dan dua pertiga dari sekitar 2 juta kilometer persegi wilayan
Indonesia berupa lautan.

143

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 143

6/22/2010 6:19:22 PM

Firmansyah

Di masa lampau, sub-sektor perikanan, khususnya perikanan


laut, pernah menjadi salah satu dari dua sektor primer terpenting
di luar sektor pertanian (Boomgaard, 1989). Hanya sayang, peran
seperti ini tidak dapat berlanjut sampai sekarang, akibat terjadinya
de-industrialisasi sub-sektor perikanan (Masyhuri, 1996). Usahausaha untuk mengembangkan sub-sektor perikanan tersebut terus
diusahakan, meskipun usaha-usaha tersebut belum berhasil secara
maksimal. Terlihat misalnya sejak reformasi bergulir, departemen
baru dibentuk, yang mempunyai fungsi khusus untuk menangani
masalah-masalah kelautan dan perikanan. Pemerintah dalam hal
ini berpendapat bahwa sub-sektor perikanan merupakan salah satu
sektor unggulan yang dapat berperan besar dalam pengembangan
perekonomian Indonesia di masa-masa mendatang.
Meskipun demikian, sub-sektor perikanan tampaknya
belum mendapat prioritas utama dalam proses pembangunan
yang terjadi. Ini terlihat misalya pada dana pembangunan yang
dialokasikan untuk sektor tersebut. Kucuran kredit perbankan pada
sektor ini demikian juga, kalau tidak boleh dikatakan tidak ada,
sangat terbatas jumlahnya. Bank-bank pada umumnya belum mau
atau kurang tertarik untuk menyalurkan kreditnya pada sub-sektor
perikanan, lebih-lebih kepada nelayan. Alasan utamanya adalah
tidak adanya jaminan keteraturan angsuran pengembalian kredit
yang disalurkannya. Sementara itu, lembaga keuangan khusus
untuk sub-sektor perikanan juga belum ada. Menurut data Bank
Indonesia, alokasi kredit nelayan tahun 2009 hanya sebesar Rp.
2,08 triliyun, atau 0,002 % dari total alokasi kredit usaha mikro kecil
dan menengah (Kompas, 1 Sept. 2009)
144

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 144

6/22/2010 6:19:22 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura

Pertanyaannya adalah apakah sub-sektor perikanan kurang


menguntungkan untuk lembaga-lembaga keuangan yang ada?
Kalau tidak, apakah sistem perbankan yang berkembang saat
ini tidak sesuai dengan usaha perikanan? Apakah ada faktorfaktor khusus tertentu yang menyebabkan usaha penangkapan
ikan rakyat kurang terjangkau oleh perbankan? Pertanyaan lebih
lanjut, apakah ada medel perkreditan lain yang sesuai dengan
karakteristik dari usaha perikanan? Berbagai pertanyaan tersebut
pada dasarnya mengerucut pada permasalahan pencarian model
pembiayaan yang tepat untuk usaha penangkapan ikan. Artikel ini
mencoba untuk mengungkap masalah tersebut berdasarkan studi
kasus daerah Yogyakarta dan Jawa Barat, dengan asumsi bahwa
pembiayaan syariah mungkin mampu menawarkan model yang
dimaksud.
5.2

Investasi dan Dualisme Ekonomi Perikanan

Sebenarnyalah, usaha-usaha yang dilakukan pemerintah


untuk mendorong perkembangan sub-sektor perikanan bisa
dikatakan dilakukan cukup intensif. Hanya saja persoalannya
barangkali, usaha tersebut belum atau kurang berhasil. Modernisasi
sub-sektor perikanan Indonesia misalnya telah dilaksanakan. Tidak
hanya dilakukan pada masa Indonesia merdeka, hal tersebut
juga telah dilakukan sejak masa penjajahan. Meskipun demikian,
sejauh ini sub-sektor perikanan Indonesia masih didominasi oleh
sektor tradisional. Ketika Belanda masih berkuasa di Indonesia,
setidak-tidaknya sejak awal abad ke-20, perhatian pemerintahan
dalam pembangunan sub-sektor perikanan menguat dibandingkan

145

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 145

6/22/2010 6:19:22 PM

Firmansyah

dengan hal tersebut pada masa-masa sebelumnya. Departemen


khusus untuk sektor ini dibentuk, dan sejak dasawarsa ke-2
abad ke-20, berbagai usaha dilakukannya untuk mendorong
perkembangan sub-sektor perikanan. Visschery Station dibentuk.
Berbagai penelitian dan uji coba penangkapan ikan dilakukan. Ini
bisa dikatakan sebagai tahap-tahap awal modernisasi sub-sektor
perikanan di Indonesia. Malahan di tahun 1930-an, teknologi
modern di lingkungan nelayan Indonesia telah dikenalkan dan
dikembangkan, khususnya dalam penggunaan mesin bermotor.
Sejumlah nelayan di Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Maluku mulai
menggunakan motor pendorong perahu sebagai ganti tenaga
manusia atau layar (Masyhuri, 1996).
Walaupun demikian, perkembangan penggunaan teknologi
maju disub-sektor perikanan tersebut sangat lambat, bahkan
sampai akhir kekuasaan pemerintah Kolonial Belanda masih
pada tahap-tahap awal. Karena itu, sampai tahun 1960-an, usaha
penangkapan ikan di Indonesia umumnya masih berskala kecil,
bercorak subsisten, dan sekitar 70% armada nelayan Indonesia
masih menggunakan perahu layar (Bailey, 1988).
Usaha yang sama dilakukan pula untuk usaha perikanan
tambak, khususnya di daerah-daerah yang secara tradisi telah
berkembang usaha budidaya ikan, seperti budidaya ikan bandeng.
Pantai utara Jawa bisa dikatakan sebagai pusat usaha budaya
ikan ini. Di daerah-daerah lainnya, budidaya ikan tambak kurang
berkembang, kecuali di pantai-pantai di daerah Sulawesi Selatan.
Seperti yang terjadi di pantai utara Jawa, usaha pertambakan di
daerah ini juga telah difasilitasi oleh pemeriantah kolonial dengan
berbagai bantuan, termasuk permodalannya. Pada masa itu, kredit
146

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 146

6/22/2010 6:19:22 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura

perikanan tambak diberikan melalui Volkscredietwezen kepada


organisasi-organisasi dikalangan nelayan, khususnya koperasikoperasi yang mengoperasikan pusat-pusat pelelangan ikan.
Organisasi-organisai ini bertanggung jawab terhadap penyaluran
kredit kepada anggota, dan juga bertanggung jawab terhadap
kelancaran pengembalian kredit yang diterimanya (Masyhuri,
1996). Akan tetapi, setelah berjalan beberapa tahun, skim kredit
ini kemudian dihentikan, dan tidak pernal lagi dilaksanakan
sampai Indonesia merdeka. Kurang jelas mengapa kredit tersebut
dihentikan. Karena itu, bisa dikatakan bahwa usaha budidaya ikan
tersebut seolah-olah mengalami stagnan sampai masa terjadinya
apa yang disebut dengan blue revolution, yakni modernisasi dibidang
budidaya ikan tambak yang dilaksanakan oleh pemerintahan Orde
Baru di tahun 1980-an (Hannig, 1988).
Dalam periode tahun 1960-an, sub-sektor perikanan di
Indonesia mulai menunjukkan perkembangannya, meskipun secara
perlahan-lahan, akibat pembangunan yang terus menerus yang
dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Antara tahun 1951 sampai
tahun 1967 misalnya, produksi ikan, jumlah perahu dan nelayan
meningkat cukup signifikan. Dalam kurun waktu 15 tahun tersebut,
produksi ikan Indonesia meningkat dari 324.000 ton menjadi
638.000 ton atau meningkat 4,3% per-tahun. Jumlah nelayan dan
perahu nelayan juga bertambah, yang masing-masing bertambah
dari 315.000 orang menjadi 836.000 orang (6,3% per-tahun),
dan dari 80.400 buah perahu menjadi 245.200 perahu (7,3% pertahun). Hanya saja kurang diketahui secara pasti jenis dan ukuran
perahu yang dominan dari keseluruhan perahu yang ada. Diduga,

147

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 147

6/22/2010 6:19:22 PM

Firmansyah

sebagian besar dari jumlah tersebut adalah perahu berukurang


kecil, kurang dari satu gross ton (Cominiti and Hardjolukito, 1973).
Jumlah konsumsi ikan perkapita penduduk Indonesia pun
mengalami peningkatan, yakni dari 8,4 kg per-tahun per-orang
pada awal tahun 1950-an menjadi 11,4 kg pada pertengahan
tahun 1960-an (Cominiti and Hardjolukito, 1973; Atmadja, 1993).
Peningkatan jumlah konsumsi ikan perkapita ini makin digalakkan
oleh pemerintah pada masa-masa belakangan ini. Meningkatnya
jumlah produksi ikan, jumlah perahu penangkap ikan dan sekali
gus jumlah nelayan berarti juga semakin meningkatnya eksploitasi
penangkapan ikan. Kerawanan bisa saja terjadi sebagai akibat
negatif dari eksploitasi yang tidak terkontrol. Sejauh tingkat
pemanfaatan sumberdaya perikanan masih berada di bawah
tingkat surplus produksi setiap tahunnya (Maximum Sustainable
Yield), maka meningkatnya eksploitasi sumber perikanan tidak
akan berakibat negatif terhadap stok ikan perairan Indonesia. Yang
demikian ini jelas diperlukan kebijakan yang tepat.
Berbeda dengan sektor tradisional, sektor modern dari
usaha perikanan mengalami perkembangan yang mencolok,
terutama sejak tahun 1980-an. Bidang budidaya ikan mengalami
lonjakan perkembangan dengan blue revolution nya sebagaimana
disebutkan di atas. Produksi usaha budidaya tambah meningkat
dengan tajamnya, terutama produksi udang. Pada masa ini, bibitbibit udang unggul dikenalkan secara luas.
Lonjakan perkembangan juga terjadi pada perikanan tangkap,
khusunya penangkapan ikan laut. Sebagaimana juga usaha

148

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 148

6/22/2010 6:19:22 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura

tradisional dibidang penangkapan ikan, pengembangan usaha


penangkapan ikan skala besar dengan teknologi modern dengan
giatnya digalakkan oleh pemerintah Indonesia. Perusahaanperusahaan penangkapan ikan, terutama yang bermitra dengan
perusahaan asing atau joint venture, semakin dipromosikan.
Investasi asing dan joint venture diberi kesempatan luas untuk
masuk di sub-sektor perikanan. Usaha-usaha ini membuahkan hasil.
Sampai tahun 1986, telah terdapat 51 perusahaan joint venture
penangkapan ikan yang aktif di Indonesia. Jumlah ini tampaknya
terus bertambah pada masa-masa sesudahnya. Perusahaanperusahaan tersebut beroperasi terutama di perairan ZEE di
perairan Laut Arafura, Samudra Pasifik, Samudra Indonesia, Laut
Cina Selatan, Laut Sulawesi dan Selat Malaka (Atmadja, 1993).
Kebijakan pengembangan usaha penangkapan ikan berskala
besar tersebut terus berlanjut, yang sampai tahun 1996, jumlah
kapal-kapal perusahaan penangkapan ikan yang beroperasi telah
mencapai 4.396 unit. Jumlah ini merupakan peningkatan sebesar
134 % bila dibandingkan dengan jumlah kapal yang ada pada tahun
1992, yang pada tahun ini jumlahnya baru 1.878 unit (Direktur
Jenderal Perikanan, 1997). Akibat kebijakan pembangunan subsektor perikanan yang menekankan pada peningkatan produksi
melalui pengembangan teknologi baru yang padat modal
dengan asistensi agen-agen pembangunan eksternal antara lain
adalah terbentuknya struktur industri sub-sektor perikanan yang
dualistik (Bailey, 1988:26). Sektor penangkapan ikan modern
dengan kemampuan eksploitasi yang besar terus mengalami
perkembangan, di lain pihak sektor penangkapan ikan tradisional

149

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 149

6/22/2010 6:19:22 PM

Firmansyah

yang serba terbatas kemampuan teknologinya mengalami


kemandekan. Perkembangan terjadi terutama pada sektor modern
dari usaha penangkapan ikan skala besar. Jurang antara sektor
tradisional dan sektor modern dari usaha ini menganga cukup
lebar.
Akibat dari adanya jurang pemisaha tersebut, sektor penangkapan ikan modern kurang mendorong terjadinya perkembangan
pada usaha perikanan tradisional. Perkembangan penangkapan
ikan skala besar sebagaimana dikemukakan diatas kurang atau tidak
banyak menyentuh perekonomian nelayan kecil pada umumnya.
Dengan kata lain, perkembangan sub-sektor perikanan modern
tersebut tidak banyak mendorong terajadinya perubahan pada
masyarakat nelayan tradisional Indonesia pada umumnya, baik
dari aspek teknologi ataupun aspek ekonomi. Problem kemiskinan
dikalangan mereka tetap merupakan masalah yang belum teratasi.
Mayoritas masyarakat nelayan Indonesia, sebagaimana diuraikan
di atas, umumnya masih dikelompokkan sebagai masyarakat
berekonomi lemah, dan usaha yang mereka kembangkan di subsektor perikanan masih berdaya saing rendah. Karenanya, hingga
tahun 2008, 90 % dari nelayan di Indonesia yang berjumlah 2, 78
juta orang dengan total armada sebanyak 590.380 unit merupakan
nelayan kecil dengan ukuran perahu dibawah 30 GT (Kompas, 1
Spt. 2009).
Keadaan seperti ini dapat menjadi lebih buruk apabila
dampak negatif dari globalisasi tidak teratasi dengan baik. Seperti
yang menjadi perdebatan umum, globalisasi dapat berakibat

150

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 150

6/22/2010 6:19:22 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Hortikultura

ganda, sebagai bencana atau berkah. Di satu sisi globalisasi dapat


membawa kebaikan ekonomi, terutama kepada negara yang efisien
dan cukup kompetitif dalam pasar internasional. Tetapi di sisi lain,
dengan dominasi fundamentalisme pasar (market fundamentalism)
globalisasi dapat sangat beresiko, yang berupa ketidakadilan
ekonomi, marginalisasi, dan eksploitasi sosial. Realitas yang ada
memang menunjukkan bahwa sebagian kecil negara di dunia
mengalami kemakmuran yang berlebih, sementara sejumlah besar
negara lainnya merupakan negara-negara yang miskin. Laporan
UNDP tahun 1999 misalnya menunjukkan bahwa lima negara
terkaya di dunia menikmati 82 % dari peningkatan ekspor dan
68 % dari arus modal global (Media Indonesia, 27 Januari 2003).
Ketimpangan seperti ini tampaknya belum banyak mengalami
perubahan sampai saat-saat sekarang ini. Dalam ketimpangan
seperti ini, negara-negara miskin akan lebih banyak merasakan
dampak negatif dari globalisasi dibandingkan dengan dampak
positifnya (Masyhuri, 2008).
Indonesia jelas termasuk kedalam kelompok yang demikian,
mengingat ketergantungan ekonomi Indonesia yang begitu
besar kepada negara asing. Dalam konteks seperti ini, jelas
kurang menguntungkan bagi usaha penangkapan ikan skala
kecil. Persaingan yang terjadi jelas tidak seimbang, dan sektor
penangkapan ikan modern akan menggulung sektor penangkapan
ikan tradisional. Struktur ekonomi yang dualistik disektor
penangkapan ikan jelas tidak menguntungkan nelayan kecil pada
umumnya. Apapun yang terjadi, mereka akan terpinggirkan dalam
persaingan yang ada. Terbatasnya teknologi yang dikuasainya,

151

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 151

6/22/2010 6:19:22 PM

Firmansyah

dan kurang efektifnya usaha yang mereka lakukan menyebabkan


lemahnya daya saing yang mereka miliki. Bila demikian, kebijakan
pemerintah yang mempromosikan pengembangan usaha perikanan
padat modal dan berskala besar jelas merupakan faktor penting
penyebab terjadinya marjinalisasi usaha tradisional penangkapan
ikan yang berskala kecil. Marjinalisasi sub-sektor perikanan
tradisional sebagaimana yang dimaksud sedikit banyak tercermin
pada sub-sektor perikanan di dua daerah kasus studi sebagaiman
uraian berikut.
5.3

Berbagai Faktor Empiris Dari Usaha Perikanan

5.3.1 Perikanan Subsisten.


Sesuatu yang perlu mendapat perhatian berkenaan dengan
sektor tradisional usaha prikanan di Sukabumi(Jawa Barat), di Kulon
Progo, dan di Bantul (Yogyakarta) adalah masalah keterbatasa
modal usaha. Sementara kemiskinan merupakan menomena yang
menonjol dari masyarakat nelayan di daerah-daerah ini. Gambaran
dari nelayan di ke dua daerah penelitian tersebut seolah-olah
membenarkan anggapan yang ada selama ini bahwa nelayan di
Indonesia itu miskin. Usaha perikanan yang cukup berkembang di
kabupaten Sukabumi adalah usaha perikanan tangkap di Pelabuhan
Ratu. Dilihat dari ukuran perahunya, sebagian besar adalah perahuperahu berukuran kecil, yang dioperasikan oleh 3 orang nelayan.
Sejumlah perahu yang berukuran cukup besar yang ada umumnya
perahu-perahu yang datang dari daerah lain, yang menjadikan

152

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 152

6/22/2010 6:19:22 PM

Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan

Pelabuhan Ratu sebagai homebased dalam aktivitas andun nya.10


Bahkan di Kulon Progo dan Bantul, seperti halnya penangkapan
ikan di Congot dan di Krokot, tidak diketemukan perahu nelayan
yang berukurang besar. Hampir semua perahu yang ada di ke
dua daerah tersebut berukuran kecil, yang dioperasikan oleh 2
orang nelayan. Sebenarnya, kabupaten Bantul mempunyai dua
perahu nelayan yang berukuran cukup besar, namun keduanya
ditempatkan di Kabupaten Gunung Kidul.
Ini berarti bahwa usaha penangkapan ikan yang ada di
Sukabumi dan Yogyakarta merupakan usaha penangkapan ikan
dekat pantai. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Kepala Dinas
Perikanan dan Peternakan Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Kulon
Progo, dan Kabupaten Bantul, usaha penangkapan ikan yang
ada di daerah mereka adalah usaha perikanan yang melakukan
penangkapan ikan di perairan jalur satu, yakni penangkapan ikan
di perairan sejauh sekitar 2-3 mil laut. Penangkapan ikan seperti
ini merupakan one day fishing, yang pendapatannya umumnya
hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari nelayan.
Pantai selatan Pulau Jawa adalah pantai laut dalam dari Samodra
Indonesia. Ombaknya cukup besar dan berbahaya. Usaha
penangkapan ikan di perairan seperti ini memerlukan perahu yang
cukup besar, terutama untuk penangkapan ikan lepas pantai.
Tanpa perahu nelayan yang berukuran memadai, penangkapan
10

Andun adalah tradisi pindah tempat dari tempat asal ke tempat lain untuk melakukan
penangkapan ikan. Apabila di daerah asalnya tidak memungkinkan melakukan penangkapan
ikan akibat cuaca yang buruk, sejumlah nelayan pindah ke tempat yang memungkinkan mereka
dapat melakukan penangkapan ikan. Mereka untuk sementara tinggal di tempat tersebut
sebagai nelayan andun sampai saatnya kembali ke daerah asal.

153

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 153

6/22/2010 6:19:22 PM

Masyhuri

ikan di perairan seperti ini hanya mungkin dilakukan di perairanperairan dekat pantai. Penangkapan ikan lepas pantai di Kabupaten
Cilacap (Jawa Tengah) sebagai perbandingan dilakukan dengan
menggunakan kapal longeline, dan di Perigi (Jawa Timur),
penangkapan ikan lepas pantai di lakukan dengan perahu slerek
atau purse seine.
Usaha penangkapan ikan di kabupaten Kulon Progo dan
Bantul bahkan lebih tertinggal dibandingkan dengan usaha
penangkapan ikan di kabupaten Sukabumi. Penangkapan ikan di
ke dua kabupaten ini tidak saja penangkapan ikan dengan sistem
one day fishing, dilakukan dengan perahu-perahu yang berukuran
kecil, tetapi juga dilakukan oleh nelayan sampingan. Artinya,
nelayan yang ada di ke dua daerah ini adalah nelayan yang mata
pencaharian utamanya bukan penangkapan ikan. Umumnya
mereka petani, dan usaha penangkapan ikan hanya dilakukan
pada saat-saat senggang tidak melakukan kegiatan usaha
pertanian. Karena itu, apa yang diperoleh dari usaha penangkapan
ikan biasanya cukup sekedar untuk memenuhi kebutuhan mereka
sehari-hari, baik dikonsumsi secara langsung ataupun dijual untuk
memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.
Tidak jauh berbeda dengan gambaran di atas adalah
budidaya perikanan yang ada. Usaha perikanan jenis ini dilakukan
di persawahan dalam skala kecil. Budidaya ikan dalam skala yang
lebih besar, seperti misalnya usaha tambak bandeng yang ada di
daerah-daerah pantai utara Jawa, tidak atau belum berkembang
di daerah-daerah ini. Problem utamanya adalah ketersediaan

154

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 154

6/22/2010 6:19:23 PM

Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan

lahan yang luas yang cukup memadai untuk budidaya ikan, dan
ketiadaan air secara mencukupi untuk mengembangkan budidaya
ikan. Daerah kabupaten Kulon Progo dan kabupaten Bantul
merupakan dua daerah yang terkenal sebagai daerah kurang air.
Sebagian besar tanah pertanian adalah pertanian tadah hujan.
Sementara irigasi yang tersedia terbatas untuk usaha pertanian.
Daerah kabupaten Sukabumi relatif memiliki pengairan yang lebih
baik dibandingkan dengan Kulon Progo dan Bantul. Namun karena
pemilikan lahan di Sukabumi rata-rata berukuran kecil, yang
menurut informasi dari dinas terkait setempat sekitar hektar,
pengembangan budidaya ikan dalam skala besar sulit diwujudkan.
Budidaya ikan di daerah ini umumnya dilakukan di persawahan
atau di empang-empang yang berukuran kecil. Sebagaimana
usaha perikanan tangkap yang ada, usaha budidaya ikan di daerahdaerah penelitian merupakan usaha budidaya ikan yang bersifat
subsisten. Singkat kata, sub-sektor perikanan di daerah-daerah
penelitian secara ekonomi kurang menjanjikan, dan karenanya bisa
dipahami apabila lembaga-lembaga keuangan yang ada, juga bankbank konvensional dan syariah, kurang tertarik untuk mengucurkan
kredit pada sub-sektor perikanan. Padahal, seperti yang telah kita
ketahui, usaha penangkapan ikan merupakan usaha padat modal.
Masalahnya, dari mana para nelayan mendapatkan modal?
Melihat tingkat pekonomiannya, usaha perikanan di
Yogyakarta dan di Sukabumi jelas bisa dikatakan sebagai
sektor tradisional dari usaha perikanan. Sektor modern dari
usaha tersebut sama sekali belum berkembang. Sementara

155

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 155

6/22/2010 6:19:23 PM

Masyhuri

perekonomian nelayan yang ada bisa jadi merupakan gambaran


dari perekonomian nelayan Indonesia pada umumnya, sebagai
kelompok masyarakat yang miskin, (Semedi, 2003; Butcher, 2004),
atau bahkan dianggap sebagai yang identik dengan kemiskinan
(Mubyarto, 1994: Sawit, 1988). Disamping kondisi lingkungan yang
kurang mendukung, struktur sosial-ekonomi dan kultur masyarakat
nelayan merupakan faktor-faktor penting pula dari keterbelakangan
masyarakat nelayan tersebut (Soemardjan, 1980; Soedjadmoko,
1980; Masyhuri, 1999).
Masalahnya, kalau mereka memang miskin adalah bagaimana
mungkin mereka dapat mengembangkan usaha mereka disubsektor perikanan yang padat modal? Padahal telah jelas bahwa
selain merupakan usaha padat modal, usaha perikanan juga
memerlukan SDM dan teknologi yang maju. Bagaimana mereka
mengatasi tantangan-tantangan seperti ini? Bagaimana nelayan
dapat mengatasi masalah ini? Teknologi perikanan, sebagaimana
teknologi pada umumnya mencakup empat komponen penting,
yakni technoware, humanware,
infoware, dan orgaware.
Technoware merupakan bagian dari fasilitas fisik, sarana dan
prasaranan penangkapan ikan, seperti mesin serta peralatan yang
dapat mempermudah para nelayan dalam berproduksi. Humanware
mencakup kemampuan manusia itu sendiri, misalnya keterampilan,
keahlian, kearifan lokal, dan kreativitas yang memperlihatkan nilai
dari sumberdaya manusia yang tersedia. Infoware merupakan
fakta dan informasi yang tercatat, semacam cetak biru yang
memungkinkan terpenuhinya kebutuhan informasi. Sedangkan
orgaware merupakan metode, jaringan kerja sama (networking)
156

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 156

6/22/2010 6:19:23 PM

Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan

serta berbagai praktek yang berfungsi untuk mengoordinasikan


kegiatan untuk mencapai hal yang diinginkan (Gumbira-Said,
2004). Ini semua jelas merupakan masalah-masalah yang tidak
dengan mudah dapat dipecahkan, dan juga memerlukan modal
yang tidak sedikit. Tanpa mengatasi dan pemecahan yang baik
terhadap masalah-masalah ini, keinginan untuk mengembangkan
sub-sektor perikanan di Indonesia tampaknya akan berhenti pada
keinginan dan angan-angan belaka.
5.3.2

Keterbatasan Modal Usaha

Sebagaimana diuraikan di atas, usaha perikanan merupakan


sektor usaha padat modal. Artinya, tanpa modal yang memadai, usaha ini sulit untuk berkembang. Sebuah perahu gardan
berukuran sekitar 15 GT untuk penangkapan ikan dasar (demersal)
misalnya yang dioperasikan oleh 12 nelayan di pantai utara Jawa
Tengan dan Jawa Timur mencapai sekitar 350 sampai 400 juta
rupiah.11 Sebuah perahu cantrang di pantai utara Jawa Barat
yang mempunyai ukuran kurang lebih sama untuk penangkapan
ikan permukaan (palagis) berharga sekitar 400 juta rupiah pula.
Kedua jenis perahu tersebut digunakan untuk penangkapan ikan
lepas pantai. Perahu-perahu nelayan yang berukurang lebih kecil
yang dioperasikan oleh 2 sampai 4 nelayan untuk penangkapan
ikan dekat pantai berharga sekitar 50 juta rupiah (Thoha, 2005).
Ini merupakan bebarapa contoh bahwa usaha penangkapan ikan
merupakan usaha yang padat modal. Sehingga karena itu, aspek
11

Sebuah perahu baru (gardan) untuk penangkapan ikan demersal yang ukurannya sekitar 12
GT di daerah Brondong dan Paciran, pantai utara Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, saat
ini berharga sekitar Rp 350 juta. Sementara harga perahu bekas dari jenis yang sama masih
mencapai Rp 200 juta.

157

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 157

6/22/2010 6:19:23 PM

Masyhuri

permodalan merupakan hal yang tidak bisa dihindari dalam usaha


mendorong perkembangan sub-sektor perikanan.
Anehnya, sekali lagi, lembaga keuangan yang ada tidak
tertarik atau tidak mau mengucurkan kredit, khususnya untuk
sektor tradisional usaha perikanan. Tidak saja terjadi pada
masa sekarang, tetapi hal tersebut sudah berlangsung sejak
zaman penjajahan Belanda. Alasan utamanya adalah anggapan
bahwa nelayan tidak akan dapat mengangsur hutangnya secara
teratur, akibat pendapatan mereka yang memang tidak teratur.
Penyaluran kredit untuk usaha perikanan juga beresiko tinggi.
Selain pendapatannya tidak teratur, perahu nelayan setiap saat
dapat tenggelam, hanyut dan hilang. Nelayan juga sulit dikontrol,
yang nakal dapat mendaratkan dan menjual hasil tangkapannya di
mana saja yang memungkinkan untuk itu, termasuk juga menjual
perahunya.
Pernah di awal tahun 1930-an, pemerintah Hindia Belanda
meluncurkan program kridit untuk pengembangan usaha perikanan
rakyat, tetapi hanya berlangsung dalam beberapa tahun. Sejak itu
tidak pernah ada kridit yang disalurkan kepada nelayan hingga
Bimas untuk nelayan dilaksanakan di tahun 1980. Pada waktu itu,
Pemerintah Orde Baru meluncurkan program Bimas untuk sektor
pertanian. Program Bimas ini mencakup skim pendanaan untuk
nelayan, yang kemudian dikenal sebagai Bimas nelayan. Namun,
seperti program perkreditan yang diluncurkan oleh pemerintah
kolonial sebelumnya, program perkreditan untuk nelayan ini
juga tidak dapat berlanjut, dianggap gagal total, dan tahun

158

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 158

6/22/2010 6:19:23 PM

Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan

berikutnya dihentikan sama sekali. Sejak itu, dan berlangsung


terus sampai saat ini, pemerintah dan bank masih belum tertarik
untuk mengucurkan kredit kepada para nelayan.12 Bisa dimengerti
apabila sebagian besar nelayan Indonesia berstatus sebagai buruh
nelayan (ABK).13
Karena itu, sampai saat ini belum ada sebuah institusi
permodalan yang menyalurkan kredit untuk usaha tradisional
penangkapan ikan. Para nelayan dari kelompok ini belum
terjangkau oleh sistem perbankan yang ada. Sebuah penelitian
yang dilakukan pada tahun 2005 oleh Pusat Penelitian EkonomiLIPI terhadap nelayan dipantai utara Jawa Barat membuktikan
bahwa masyarakat nelayan memang sulit memperoleh kredit dari
bank. Dari seluruh responden yang diteliti, 95,8 % mengembangkan
usaha penangkapan ikan dengan modal sendiri. Sisanya, sebedar
4,2 % menerima kredit dari bank (Thoha, 2005: 56-58). Nelayan
yang berhasil mendapatkan kredit dari bank adalah mereka yang
berstatus pula sebagai petani, dan mendapatkan kredit dari bank
dengan agunan lahan pertaniannya.
Berbeda dengan ini adalah usaha perikanan tambak.
Para nelayan budidaya ikan tambak dengan relatif lebih mudah
memperoleh kredit dari bank. Bank-bank mau menyalurkan kredit
12

13

Ada beberapa faktor kegagalan program Bimas nelayan tahun 1980. Diantaranya yang menonjol
adalah kesiapan organisasi pelaksana dari sistem perkreditan Bimas belum tertata secara
rapi. Sosialisasi belum dilakukan dengan baik, sehingga sebagian besar nelayan penerima
kridit beranggapan bahwa modal yang diterimanya merupakan bantuan dari pemerintah.
Sementara sebagian kecil nelayan yang ingin mengembalikannya tidak tahu harus kemana
angsuran tersebut dibayarkan. Menurut data yang dikemukakan oleh Departemen Kelautan
dan Perikanan dalam konsultasi di Bali baru-baru ini, kredit Bimas tahun 1980 yang berhasil
dikembalikan oleh nelayan mencapai sekitar 20 % dari total.
www.pikiran-rakyat.com dalam Mahmud Thoha, Nurlia Listiani, Yeni Septia, 2005: 55.

159

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 159

6/22/2010 6:19:23 PM

Masyhuri

usaha perikanan untuk nelayan tambak dengan agunan tanah


tambak yang dimiliki mereka. Selain itu, pendapatan nelayan
tambak relatif teratur. Kapan nelayan tambak akan panen ikan
dengan mudah dapat dipantau, sehingga bila perlu petugas
perbankan dapat mendatangi dan menarik kembali kredit yang
dikucurkan pada saat-saat penen ikan.
Lembaga-lembaga bank adalah perusahaan finansial
yang bergerak dibidang permodalah, yang jelas provid oriented,
demikian tegas direktur Bank Syariah Mandiri Yogyakarta. Sektorsektor usaha yang kurang menjanjikan sulit mendapat pembiayaan
dari pihak bank, lebih-lebih bila tanpa adanya agunan. Perahu
nelayan, meskipun mahal harganya, tidak bisa digunakan sebagai
agunan. Faktor utama dari hal ini, menurut Dinas Perikanan dan
Peternakan Kabupaten Sukabumi dan Kulon Progo, adalah tidak
adanya standarisasi harga dan ukuran dari perahu-perahu nelayan.
Juga, yang lebih penting dari itu adalah kepemilikan perahu setiap
saat dapat dialihkan kepada pihak lain dengan mudah. Surat BPKB
atau STNK, sebagaimana dalam kepemilikan kendaraan bermotor,
atau surat lain sejenis itu, belum ada untuk kepemilikan perahu.
Sementara surat-surat kepemilikan perahu yang ada sangat
terbatas waktu berlakunya, dan setiap saat dapat dialihkan atau
diganti dengan surat kepemilikan yang lain. Pihak bank karenanya
tidak mau menerima perahu sebagai agunan pinjaman.
Sebenarnyalah terdapat beberapa faktor mendasar yang
menyebabkan sulitnya bank-bank konvensional menyalurkan kredit
untuk sub-sektor perikanan rakyat. Pertama, kredit selalu berbasis
pada bungan tetap (fix interest). Apapun bentuknya skim kredit

160

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 160

6/22/2010 6:19:23 PM

Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan

yang diluncurkan, sistem bunga merupakan sistem yang diterapkan


untuk memperoleh keuntungan, tanpa memperhitungkan faktor
kegagalan usaha yang terjadi. Kedua, sebagai akibat lagis dari
penerapan sistem bunga tetap, terdapat kesenjangan dalam ruang
usaha antara peminjam dan pemberi pinjaman. Pihak peminjam
murni bergerak di sektor riil, sementara kreditor hanya bergerak
di sektor moneter. Konsekuensinya adalah resiko kegagalan
usaha hanya akan dibebankan kepada peminjam, sementara
pemberi pinjaman tetap mendapat keuntungan bunga yang telah
ditetapkan sebelumnya, meskipun terjadi kegagalan usaha. Ketiga,
pengembalian kredit dan bunga dilakukan secara berkala setiap
bulan. Faktor-faktor seperti inilah, sekali lagi, merupakan sebab
tidak atau kurang sesuainya pola kerja perkreditan konvensional
dengan karakteristik usaha tradisional penangkapan ikan.
Kredit perbankan memang disalurkan pula pada sektor
tradisional penangkapan ikan, khususnya kredit atau pembiayaan
syariah yang dananya bersumber dari dana program pembangunan
pemerintah, namun masih dalam jumlah yang sangat terbatas.
Sementara pembiayaan serupa dari dana non-program, yakni dana
dari bank sendiri, hampir-hampir tidak ada. Bank Syariah Mandiri
baik yang ada di Sukabumi maupun Yogyakarta misalnya mengaku
hanya menyalurkan kreditnya kepada usaha-usaha non-sub-sektor
perikanan, khususnya yang telah mapan, yakni mapan secara
kelembagaan, produknya, dan pasar produk yang dihasilkannya.
Seperti yang telah diuraikan di atas, program-program
pendanaan untuk pengembangan sub-sektor perikanan modern
berskala besar, baik dari pemerintah, dari bank, maupun modal

161

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 161

6/22/2010 6:19:23 PM

Masyhuri

kerja sama dengan pihak ketiga, meningkat dengan tajam.


Sehingga dalam waktu yang relatif singkat, perusahaan perikanan
dan jumlah kapal penangkap ikan meningkat dalam jumlah yang
signifikan. Sementara dipihak lain, UKM yang bergerak dibidang
penangkapan ikan hampir-hampir tidak memiliki kesempatan untuk
mendapatkan kredit dari lembaga perbankan. Ketiadaan institusai
permodalah yang jelas untuk usaha padat modal sebagaimana
usaha penangkapan ikan jelas merupakan faktor stagnan penting
usaha perikanan skala kecil.
Permodalan memang merupakan faktor penting dalam
usaha mengembangakan sektor penangkapan ikan. Pejabatpejabat teras dari Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten
Sukabumi, misalnya, menyadari sepenuhnya hal tersebut. Subsektor perikanan di daerah ini merupakan salah satu dari sektor
unggulan penting. Sebagaimana yang ditegaskan dalam Peraturan
Daerah Jabupaten Sukabumi No 1 tahun 2006 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sukabumi
tahun 2006 2010, bahwa Kabupaten Sukabumi memiliki potensi
sumber daya pesisir yang potensial dengan panjang pantai yang
mencapai sekitar 117 km. Potensi perikanan di perairan daerah ini
sebenarnya sangat menjanjikan, baik untuk perikanan dekat pantai
maupun lepas pantai. Namun demikain, persoalan permodalan
untuk pengembangannya bagi pemerintah daerah merupakan
persoalan yang tidak mudah diatasi. Sehingga karenanya sektor
yang memiliki prospek yang menjanjikan tersebut belum tergarap
dengan optimal.

162

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 162

6/22/2010 6:19:23 PM

Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan

5.4

Inti - Plasma: Prototype Pembiayaan Syariah Usaha


Perikanan?

Apabila bank-bank konvensional kurang menaruh minat


untuk menyalurkan kredit kepada sektor tradisional penangkapan
ikan, apakah perbankan syariah dapat mengisi kekosongan
tersebut? Apakah karakteristik dari usaha tradisional penangkapan
ikan merupakan lahan yang cocok untuk perbankan syariah?
Sebagai institusi keuangan yang lebih mengutamakan usahausaha di sektor riil, sistem perkreditan yang dikembangkan oleh
perbankan syariah tentunya akan mampu mengembangkan sistem
yang sesuai dengan usaha riil sektor penangkapan ikan.
Fenomena menarik dari perbankan syariah adalah kenyataan
bahwa perbankan syariah mengalami lonjakan pertumbuhan
yang cukup mencolok, meskipun masih rendah bila dibandingkan
dengan perbankan konvensional. Bank-bank syariah semakin
banyak diminati, terlihat terutama sejak terjadinya krisis. Ketika
bank-bank konvensional berjatuhan akibat krisis keuangan di
tahun 1997 misalnya, perbankan syariah tetap tegar, dan tegak
dengan kokohnya, hampir-hampir tidak terpengaruh oleh krisis
yang terjadi. Selain itu, kecenderungan tesebut terlihat juga pada
semakin banyaknya bank-bank dengan sistem syariah, juga
semakin banyaknya bank-bank konvensional yang membuka devisi
syariah. Sebagai contoh, tiga bank konvensional yang belakangan
ini membuka devisi syariah adalah bank BCA, bank Panin, dan
bank Victoria. (Republika, 22 Mei 2009: 20). Bahkan baru-baru ini
BRI memisahkan unit syariaahnya menjadi bank syariah umum
yang berdiri sendiri.

163

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 163

6/22/2010 6:19:23 PM

Masyhuri

Pada saat perekonomian melambat akibat imbas krisis


finansial global sebagai contoh yang lain, aset penbankan syariah
Indonesia justru mengalami pertumbuhan, meningkat dari Rp 49,5
triliun pada akhir Desember 2008, menjadi Rp 51,6 triliun pada
triwulan pertama tahun 2009. Pertumbuhan ini cukup memberi
harapan, meskipun sumbangan perbankan syariah pada total aset
perbankan nasional baru mencapai sekitar 2,2 persen (Republika,
22 Mei 2009: 20). Dengan dua kasus tersebut, kekebalan perbankan
syariah terhadap krisis ekonomi sudah cukup teruji. Faktor penting
dari kekebalan tersebut barangkali adalah perbankan syariah lebih
banyak bergerak disektor riil dibandingkan dengan sektor moneter,
sehingga tidak atau kurang tersentuh oleh pengaruh buruk dari
perilaku spekulasi yang terjadi disektor moneter.
Total pembiayaan perbankan syariah hingga triwulan 1
tahun 2009, menurut data bank Indonesia, sebanyak 70,9 persen
disalurkan pada usaha kecil dan menengah (Republika, 22 Mei
2009: 20). Data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
menunjukkan bahwa sampai bulan Mei yang lalu terdapat 5 bank
umum syariah, 27 unit usaha syariah, dan 131 unit pembiayaan
rakyat syariah. Sementara jaringan kontor bank syariah mencapai
953 kantor dan 1.470 layanan syariah (Republika, 22 Mei 2009:
20).
Bila demikian halnya, apakah perbankan syariah dapat
memperluas usahanya dengan melakukan ekspansi pembiayaan
syariah yang mereka kelola ke sub-sektor perikanan tradisional
yang selama ini hampir-hampir tidak terjangkau oleh sistem
perbankan konvensional? Dalam sejarah pembangunan di

164

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 164

6/22/2010 6:19:23 PM

Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan

Indonesia, kredit perbangkan merupakan sumber pembiayaan


utama untuk usaha-usaha skala kecil, baik kredit non-program
atau dari bank sendiri ataupun kredit yang dananya bersumber
dari program pembangunan pemerintah. Kredit untuk usaha mikro,
kecil, dan menengah memberikan manfaat kepada pelaku berskala
kecil sebagai modal kerja bagi pelaku usaha. Disamping itu, kredit
dapat menjadi pendorong bagi pelaku usaha dan dapat melepaskan
mereka dari belenggu para tengkulak dengan praktek-praktek yang
merugikan.
Dari hasil observasi lapangan di daerah Yogyakarta dan Jawa
Barat, kredit atau pembiayaan syariah untuk sektor tradisional dari
usaha perikanan ternyata belum banyak dilakukan, kecuali dalam
jumlah yang sangat terbatas untuk usaha budidaya rumput di
salah satu pantai di daerah Sukabumi. Pihak perbankan syariah
sendiri mengakui adanya kendala teknis dalam menyalurkan kredit
untuk usaha perikanan. Sebagaimana pengakuan direktur BPD
Syariah Yogyakarta dan direktur Bank Syariah Mandiri Sukabumi,
pelayanan perbankan terhadap sektor riil skala kecil khususnya
usaha perikanan rakyat memerlukan pengawasan yang lebih
ketat, dan tenaga kerja yang tidak sedikit. Selain memerlukan
dana yang cukup besar, hambatan seperti ini sampai saat ini masih
susah diatasi oleh bank-bank syariah, dan ini merupakan faktor
utama mengapa bank-bank syariah kurang menyalurkan kreditnya
kepada usaha-usaha sebagaimana tersebut. Pembiayaan syariah
yang ada, menurut mereka, disalurkan kepada pelaku usaha
melalui perantara lembaga atau institusi tertentu. Selain mudah
penanganan dan kontrolnya, pihak bank dapat menghemat biaya
operasionalnya.

165

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 165

6/22/2010 6:19:23 PM

Masyhuri

Maka yang diperlukan adalah sistem perkreditan yang


mampu memunculkan institusi-instusi penjamin. Bila demikian,
pembiayaan syariah dapat dujadikan pilihan pertama. Mengapa?
Secara teoretis, ada tiga hal yang menjadi ciri pembiayaan syariah,
yang memungkinkannya sebagai pilihan, yakni 1) bebas bunga
2) berprinsip bagi hasil dan bagi resiko, 3) perhitungan bagi hasil
dilakukan pada saat transaksi berakhir. Hal ini berarti pembagian
hasil dilakukan setelah ada keuntungan atau kerugian riil, bukan
berdasar patokan yang pasti bahwa keuntungan usaha yang akan
diperoleh akan lebih besar dari bunga kredit yang ditetapkan. Sistem
bagi hasil sebagai institusi pemerataan resiko telah mentradisi
dalam kehidupan masyarakat nelayan.
Selain itu, ada beberapa hal yang memungkin pembiayaan
syariah lebih cocok untuk sub-sektor perikanan. Pertama adalah
kararkeristik pembiayaan syariah sesuai dengan tradisi bagi hasil
pada usaha perikanan. Prinsip pembiayaan syariah antara lain
didasarkan atas prinsip syirkah (kemitraan usaha) atas dasar
profit and lost sharing. Sistem bagi hasil yang melembaga dalam
kehidupan masyarakat nelayan mirip denga prinsip syirkah
(kemitraan usaha) berdasarkan sistem profit and lost sharing ini.
Pada dasarnya, dalam sistem syirkah atau profit and lost sharing,
peminjam dan pemilik modal akan bersama-sama bertanggung
jawab atas jalannya usaha. Faktor pembinaan atau pendampingan
tercakup didalamnya, sehingga minimalisasi resiko dapat
dilakukan. Dengan praktek-praktek seperti ini, kemungkian makin
berkembangnya sektor riil menjadi semakin besar. Singkatnya,
skim pembiayaan syariah sudah dipraktekkan secara luas oleh

166

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 166

6/22/2010 6:19:23 PM

Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan

nelayan Indonesia. Sistem upah hampir-hampir tidak dikenal dalam


praktek usaha perikanan rakyat.
Seperti yang telah dikatakan di depan, sistem bagi hasil
telah mentradisi dalam kehidupan masyarakat nelayan. Sistem
ini terbentuk sebagai hasil dari proses adaptasi nelayan terhadap
usaha penangkapan ikan yang memberikan hasil yang tidak tetap.
Sub-sektor perikanan, khususnya penangkapan ikan laut, kadangkadang memberikan hasil melimpah, tetapi kadang-kadang dalam
waktu yang cukup lama tidak memberikan hasil apa-apa. Dengan
pola pendapatan seperti ini, sistem bagi hasil dianggap sebagai
sistem yang paling cocok. Selain dapat memeratakan resiko, para
pelaku usaha, apakah mereka pemilik perahu ataupun anak buah
perahu, merasa dipenuhi haknya secara adil. Bila hasil tangkapan
sedang baik (along), mereka akan mendapat bagian banyak,
dan demikian sebaliknya, mereka akan mendapat bagian sedikit
atau tidak sama sekali apabila gagal dalam penangkapan ikan.
Proporsi bagi hasil di kalangan nelayan cukup bervariasi, tidak saja
bervariasi karena perbedaan tradisi karena perbedaan daerah,
tetapi juga bervariasi karena perbedaan sarana penangkapan
ikan yang digunakan. Tampaknya, selama pola pendapatan usaha
perikanan tidak menentu, selama itu pula sistem bagi hasil akan
bertahan dan hidup terus secara berkelanjutan.
Dalam tataran praktis, pembiayaan syariah yang dilakukan
melalui chanelling, seperti dengan Baitul Mal Wat Tanwil (BMT),
dengan pengusaha eksportir-importir, atau dengan institusi lainnya,
cukup menonjol di daerah Yogyakarta dan daerah Sukabumi.

167

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 167

6/22/2010 6:19:23 PM

Masyhuri

Institusi-institusi seperti ini berperan sebagai institusi inti. BMT


memang merupakan institusi perkreditan mikro yang menerapkan
sistem keuangan syariah. Keterlibatan BMT sebagai chanelling
penyaluran pembiayaan syariah dengan Bank Syariah Mandiri dan
dengan BPD Syariah yang ada di kedua daerah tersebut terutama
dalam penyaluran dana dari program-program pembangunan
pemerintah. Selain sebagai lembaga chanelling pembiayaan
syariah, lembaga-lembaga ini juga berperan sebagai pendamping
dan pembinaan institusi penerima dana. Dengan pembinaan dan
pendampingan tersebut, perusahaan-perusahaan yang didanai
diharapkan akan dapat semakin berkembang.
Kasus sebuah perusahaan eksportir di Sukabumi yang
bergerak dibidang usaha tanaman hias dan BMT Amratani di
Yogyakarta merupakan kasus-kasus menarik dari lembaga
chanelling yang dimaksud. Perusahaan yang bergerak dibidang
ekspor tanaman hias yang dimaksud merupakan salah satu dari 4
perusahaan ekspor tanaman hias yang ada di Sukabumi. Dipimpin
oleh seorang bekas TKI yang pernah bekerja di Korea, perusahaan
ini mengekspor beberapa jenis tanaman hias tertentu produksi dari
para petani ke negara tersebut. Perusahaan dalam hal ini berperan
sebagai institusi inti, semementara para petani berperan sebagai
institusi plasma. Sebagai institusi inti perusahaan menangani
aspek penjualannya, sementara institusi plasma berperan sebagai
produser tanaman hias. Kredit untuk para petani tanaman hias
disalurkan melalui institusi inti, dan institusi ini kepada petani plasma,
dan sekaligus sebagai lembaga penjamin, yang bertanggung jawab
pengembalian kredit yang diterimanya.
168

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 168

6/22/2010 6:19:24 PM

Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan

BMT Amratani juga demikian. BMT ini merupakan koperasi


primer yang beranggotakan sebanyak 19 buah BMT sebagai
koperasi sekunder. Kredit untuk usaha mikro dan kecil disalurkan
melalui BMT Amratani sebagai institusi inti, yang kemudian
dinyalurkannya ke BMT anggota sebagai institusi plasmanya.
Melalui BMT Amratani inilah kredit sampai pada pengusaha mikro
dan kecil anggota salah satu dari BMT sekunder anggota BMT
Amratani. Sebagaimana perusahaan eksportir tanaman hias, BMT
Amratani berperan sebagai institusi penjamin dan bertanggung
jawab atas kelancaran pengembalian kredit yang dikucurkan oleh
pihak bank.
Berdasarkan hasil observasi lapangan, kredit yang disalurkan
dengan sistem syariah melalui perusahaan eksportir bunga
hias dan BMT Amratani berjalan dengan lancar. Tidak saja atas
pengakuan pihak-pihak pemilik atau pengurus institusi inti yang
bersangkutan, hal tersebut diakui pula oleh direktur Bank Syariah
Mandiri yang menyalurkan kredit, dan juga ditegaskan oleh pelaku
usaha mikro dan kecil penerima kredit. Masalahnya adalah apakah
pola inti-plasma ini merupakan prototype yang bisa diadopsi untuk
pembiayaan syariah sub-sektor perikanan? Medel kerjasa inti
plasma yang ternyata dapat berperan baik dalam penyaluran kredit
mikro untuk sektor-sektor yang beresiko tinggi baik yang ada di
Sukabumi maupu Yogyakarta mungkin merupakan prototype yang
bisa diadopsi dan dikembangkan lebih lanjut untuk sektor tradisional
penangkapan ikan. Wallahu alam.

169

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 169

6/22/2010 6:19:24 PM

Masyhuri

5.5

Kesimpulan

Sebuah kenyataan empiris yang menonjol adalah bahwa


kredit atau pembiayaan untuk sektor usaha tradisional penangkapan
ikan di Sukabumi dan di Yogyakarta belum banyak dilakukan, baik
oleh perbankan syariah perbankan konvensional. Banyak faktor
tentunya yang berperan sebagai sebabnya. Tetapi yang jelas,
usaha perikanan di kedua daerah tersebut kurang berkembang.
Hal ini sedikit banyak ikut menentukan prospektif atau tidaknya
sektor usaha tersebut bagi usaha perbankan.
Namun demikian, ada hal-hal yang lebih mendasar.
Sistem perbankan konvensional tampaknya kurang sesuai
dengan karakteristik usaha tradisional dari penangkapan ikan.
Ketidaksesuaian sistem tersebut antara lain adalah pertama kredit
perbenkan konvensional selalu berbasis pada bunga tetap (fix
interest). Apapun bentuknya skim kredit yang diluncurkan, sistem
bunga merupakan sistem yang diterapkan untuk memperoleh
keuntungan, tanpa memperhitungkan faktor kegagalan usaha
yang terjadi. Kedua, konsekuensi resiko kegagalan usaha, sebagai
akibat lagis dari penerapan sistem bunga tetap, hanya dibebankan
kepada peminjam, sementara pemberi pinjaman tetap mendapat
keuntungan bunga yang telah ditetapkan sebelumnya, meskipun
terjadi kegagalan usaha. Ketiga, pengembalian kredit dan bunga
dilakukan secara berkala setiap bulan. Sistem ini tampaknya
kurang sesuai dengan karakteristik usaha tradisional sektor
penangkapan ikan yang pola pendapatannya tidak teratur, serta

170

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 170

6/22/2010 6:19:24 PM

Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan

tradisi pemerataan resiko yang telah mentradisi dengan kuatnya


dalam kehidupan nelayan.
Sistem perbankan syariah secara konseptual lebih dekat
dengan karekter yang dimaksud, sehingga sistem pembiayaan
syariah menjadi sangat mungkin sebagai altrnatif pilihan. Ada tiga
hal yang menjadi ciri penting dari pembiayaan atau perbankan
syariah, yakni 1) bebas bunga 2) berprinsip bagi hasil dan bagi
resiko, 3) perhitungan bagi hasil dilakukan pada saat transaksi
berakhir. Atas dasar prinsip-prinsip ini, dikembankanlah antara
lain sistem syirkah (kemitraan usaha) sebagai produk jasa yang
dikembangkan oleh perbankan syariah.
Sistem syirkah ini dilaksanakan berdasarkan perhitungan
profit and lost sharing. Sistem bagi hasil yang melembaga dalam
kehidupan masyarakat nelayan jelas selaras dengan prinsip syirkah
dengan profit and lost sharing nya. Pada dasarnya, dalam sistem
syirkah atau profit and lost sharing, peminjam dan pemilik modal
akan bersama-sama bertanggung jawab atas jalannya usaha.
Faktor pembinaan atau pendampingan tercakup didalamnya,
sehingga minimalisasi resiko dapat dilakukan. Dengan praktekpraktek seperti ini, kemungkian makin berkembangnya sektor riil
yang dibiayai menjadi semakin besar. Singkatnya, semangat dari
pembiayaan syariah sudah dipraktekkan secara luas oleh nelayan
Indonesia.
Beberapa pembiayaan syariah yang diluncurkan di Sukabumi
dan Yogyakarta dilaksanakan melalui lembaga penjamin. Salah

171

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 171

6/22/2010 6:19:24 PM

Masyhuri

satu bentuk kerja yang diketemukan di kedua daerah tersebut,


kredit disalurkan masing-masing melalui perusahaan eksportir
bunga hias dan BMT Amratani. Perusahaan eksportir dan BMT
tersebut dalam hal in berperan sebagai institusi inti. Lembaga ini
bertanggung jawab atas penyaluran kredit kepada institusi plasma,
sekaligus pertangung jawab terhadap kelancaran angsuran dari
lembaga plasma anggotanya kepada pihak bank. Sistem pemberian
kredit seperti ini, sebagaimana pengakuan dari berbagai pihak,
dapat berjalan dengan baik, dan telah teruji efektivitasnya. Sejauh
realitas yang ada di daerah Sukabumi dan Yogyakarta, model
pembiayaan syariah inti plasma mungkin merupakan prototype
yang bisa diadopsi dan dikembangkan lebih lanjut untuk sektor
tradisional penangkapan ikan. Wallaahu alam.

172

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 172

6/22/2010 6:19:24 PM

Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan

DAFTAR PUSTAKA

Boomgaard, P, 1989, Children of the Colonial State; Population


Growth and Economic Development in Java, Amsterdam, Free
University Press.
Butcher, J. G, 2004, The Closing of the Frontier; A History of
the Marine Fisheries of Southeast Asia c. 1850 2000, Singapore,
Institute of Southesat Asia Studies.
Furnivall, J. S, 1933-1936, Studies in the Economic and
Social Development of the Netherlands Eest Indies; IVd: Fisheries
in Netherlands Indies, Rangoon, Burma Book Club.
Gumbira-Said,
E.
2004,
Paradikma
Peningkatan
Pemanfaatan Teknologi Menuju Pembangunan Pertanian Indonesia
yang Berkelanjutan, dalam Siswono Yudo Husodo, et.al, Pertanian
Madiri; Pandangan Strategis Para Pakar untuk Kemajuan Pertanian
Indonesia, Jakarta, Penebar.
Hannig, W, 1988, Towards a Blue Revolution: Socio-Economic
Aspect of Brackish Water Pond Cultivation in Java, Yogyakarta,
Gadjah Mada University Press.
Masyhuri, 1999, Ekonomi Nelayan dan Kemiskinan
Struktural, dalam Masyhuri (ed), Pemberdayaan Nelayan
Tertinggal Dalam Mengatasi Krisis Ekonomi; Telaahan Terhadap
Sebuah Pendekatan, Jakarta, PEP-LIPI.
-----------, 2008, Kemiskinan dan Pemiskinan Global: Tinjauan
Teoretis, dalam Sukarna Wiranta (ed), Kemiskinan dan Pemiskinan
global, Jakarta, Pusat Penelitian Ekonomi (P2E)-LIPI.

173

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 173

6/22/2010 6:19:24 PM

Masyhuri

Maturidi, Didin Hafidhuddin dan Mat Syukur, 2008,


Pembiayaan Syariah Dalam Pembangunan Pertanian, Jakarta,
Pusat Pembiayaan Pertanian, Sekretariat Jendral Departemen
Pertanian.
Nadjib, Mochammad, 2007, Pengembangan Potensi Ekonomi
Perikanan Tangkap, Jakarta, Pusat Penelitian Ekonomi-LIPI.
Pengaplingan Laut Perlukan?, Kompas 1 September 2009.
Sawit, Husain, M. 1988, Nelayan Tradisional Pantai Utara
Jawa : Dilema Milik Bersama, Masyarakat Indonesia, 15.
Semedi, Pujo, 2003, Close to the Stone, Far from the Throne;
The Story of a Javanese Fishing Community, 1820s 1990s,
Yogyakarta, Benang Merah.
Soedjatmoko,
1980,
Dimensi-Dimensi
Struktural
Kemiskinan, dalam Alfian (ed), Kemiskinan Struktural; Suatu
Bunga Rampai, Jakarta, YIIS.
Soemardjan, S, 1980, Kemiskinan Struktural dan
Pembangunan, dalam Alfian(ed), Kemiskinan Struktural: Suatu
Bungan Rampai, Jakarta, YIIS.
Thoha, Mahmud; Nurlia Listiani; Yeni Saptia, 2005, Aktivitgas
Ekonomi Berbasis Bagi-Hasil Dalam Sub Setor Perikanan, dalam
Mahmud Thoha (penyunting), Aktivitas Ekonomi Berbasis Bagi
Hasil: Dalam Sektor Primer (Buku 2), Jakarta, Pusat Penelitian
Ekonomi-LIPI.

174

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 174

6/22/2010 6:19:24 PM

Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan

BAB 6
EFEKTIVITAS POLA PEMBIAYAAN SYARIAH
DALAM PENGEMBANGAN SUB-SEKTOR
PETERNAKAN
Mochammad Nadjib
6.1

Pendahuluan

Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan nasional, karena sektor pertanian mampu menyerap
tenaga kerja paling banyak. Data Biro Pusat Statistik (2006)
menunjukkan bahwa kurang lebih 41,8 juta dari total penduduk
bekerja di sektor pertanian dan 71,33% dari seluruh lahan yang ada
di Indonesia digunakan untuk usaha pertanian. Namun demikian,
sumbangan sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB) Indonesia tidak sebesar kontribusinya dalam penyerapan
tenaga kerja dan penggunaan lahan. Hal ini disebabkan sektor
pertanian masih dihadapkan pada berbagai masalah dan kendala,
salah satunya adalah minimnya akses permodalan. Agar masalah
minimnya pembiayaan di sektor pertanian dapat dipecahkan, maka
diperlukan adanya alternatif kebijakan pembiayaan.
Pembiayaan dengan menggunakan sistem syariah kemungkinan dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pembiayaan
sektor pertanian. Hal ini dikarenakan tradisi sektor pertanian
umumnya pada masyarakat Indonesia, khususnya di pulau Jawa
telah mengenal model pembiayaan yang berdasarkan sistem bagi
175

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 175

6/22/2010 6:19:24 PM

Masyhuri

hasil antara pemilik modal dengan pekerja. Sebagaimana diketahui


bahwa pola pembiayaan syariah menetapkan skim bagi hasil
antara pemilik modal (shahibul maal) dengan pekerja (mudharib).
Hal yang sama terjadi pula pada sub sektor peternakan, utamanya
untuk ternak ruminansia (seperti domba, kambing, sapi, dan
kerbau), telah dikenal model pembiayaan yang berdasarkan sistem
bagi hasil atau umum menyebutnya dengan sistem gaduhan.
Secara tradisional sistem gaduhan menerapkan pola bagi hasil
antara pemilik modal dengan pekerja dimana dalam jangka waktu
tertentu penerima gaduhan ternak diwajibkan untuk membagi
ternak keturunannya sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang
berlaku. Adapun indukannya tetap menjadi pemilik modal (pemilik
ternak) yang menggaduhkan ternaknya kepada peternak. Pola
gaduhan ini telah biasa dilakukan dan menjadi tradisi bagi peternakpeternak di perdesaan seluruh pulau Jawa.
Tradisi pembiayaan sub sektor peternakan yang telah mengenal
pola bagi hasil tersebut, apakah dapat diimplementasikan di sektor
formal dengan mengacu pada skim-skim yang telah dikenal secara
tradisional? Tulisan ini berupaya mengungkap realita lapangan
terhadap pola-pola pembiayaan pada sub sektor peternakan, baik
yang secara tradisi telah dilakukan oleh masyarakat maupun secara
program dijalankan oleh pemerintah melalui Dinas Peternakan
setempat atau non program yang dilakukan oleh lembaga
perbankan, baik perbankan konvensional maupun syariah. Adapun
daerah yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah kabupaten
Sukabumi (Jawa Barat) dan Kabupaten Kulon Progo (Daerah

176

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 176

6/22/2010 6:19:24 PM

Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan

Istimewa Yogyakarta). Selain daripada itu untuk memperluas


dan mendalami kajian, tidak hanya kedua daerah tersebut yang
dikunjungi tetapi tim juga melakukan kunjungan lapangan ke
Kabupaten Bandung dan Kota Sukabumi (Jawa Barat) serta
Kabupaten Bantul dan Sleman (Daerah IstimewaYogyakarta).
6.2

Gambaran Sub-sektor Peternakan di Daerah Penelitian

Perkembangan sub sektor peternakan di suatu daerah


sangat ditentukan oleh potensinya atas keberadaan sumber pakan,
agroklimat yang mempengaruhi tumbuh kembangnya ternak
dan jarak wilayah tersebut dengan pasar. Perbedaan potensi ini
nampak sekali terlihat di daerah penelitian Sukabumi (Jawa Barat)
dan Kulon Progo (DIY).
Sukabumi yang secara keseluruhan memiliki iklim sejuk
dan intensitas curah hujan cukup tinggi disamping lokasinya
yang dekat dengan pasar, memungkinkan sub sektor peternakan
lebih berkembang dibandingkan dengan Kulon Progo. Curah
hujan yang cukup memungkinkan hijauan sebagai sumber utama
pakan ternak jenis ruminansia dapat tumbuh secara subur. Selain
daripada itu dekatnya jarak dengan pasar potensial utama yaitu
Jakarta yang mempunyai kemampuan menyerap banyak suplai
daging dan telur, memungkinkan jenis unggas banyak diternakkan
di Sukabumi. Membandingkan data perkembangan ternak di dua
daerah penelitian tersebut (Tabel 1), menunjukkan perkembangan
jumlah ternak yang ada di Sukabumi memiliki potensi yang lebih
baik dibandingkan Kulon Progo.

177

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 177

6/22/2010 6:19:24 PM

Masyhuri

Tabel 6.1.
No

Perkembangan Ternak di Sukabumi dan Kulon Progo Tahun 20052007


Jenis Ternak

Ternak Ruminansia
1 Domba

Kambing

Sapi Potong

4.

Sapi Perah

5.

Kerbau

Ternak Unggas
6. Ayam Kampung (Buras)

7.

Ayam Ras Petelur

8.

Ayam Ras Pedaging

9.

Itik

Tahun

Daerah Penelitian
Sukabumi
Kulon Progo

2005
2006
2007
2005
2006
2007
2005
2006
2007
2005
2006
2007
2005
2006
2007

354.119
391.561
450.297
56.364
55.045
63.299
13.444
14.001
14.900
3.796
4.198
4.547
12.443
11.829
12.099

23.389
23.698
23.619
73.580
74.612
74.954
44.478
45.318
46.544
27
24
16
437
408
244

2005
2006
2007
2005
2006
2007
2005
2006
2007
2005
2006
2007

1.659.843
1.599.241
1.631.222
1.872.946
1.706.864
1.741.000
5.875.644
5.572.466
5.683.849
98.842
97.386
99.336

931.270
813.765
670.788
344.150
405.825
441.760
786.300
961.600
1.229.037
87.550
98.445
98.916

Sumber: 1).Sukabumi dalam Angka 2008, BPS


2). Bidang Peternakan, Dinas Pertanian Prov. DIY, 2008.

178

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 178

6/22/2010 6:19:24 PM

Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan

Secara khusus, jenis unggas nampak lebih berkembang


di Sukabumi dibandingkan dengan Kulon Progo. Hanya itik
yang menunjukkan perkembangan relatif sama di kedua daerah
tersebut. Agroklimat Sukabumi yang relatif sejuk memungkinkan
ayam dapat diternakkan secara lebih baik dan relatif sehat,
disamping kedekatannya dengan Jakarta sebagai pasar potensial
utama. Faktor jarak yang dekat dengan pasar potensial, disamping
agroklimat yang cocok menjadikan pemodal banyak yang tertarik
untuk menanamkan modalnya di sub sektor peternakan ayam.
Untuk ternak jenis ruminansia, nampaknya potensi kedua
daerah ini saling melengkapi. Sebagaimana diketahui jenis ternak
ruminansia ini mempunyai beberapa keunggulan diantaranya
mudah menyesuaikan diri dengan berbagai macam kondisi
lingkungan yang ekstrim seperti suhu udara dan ketersediaan
pakan. Kulon Progo lebih unggul dengan sapi potong, sedangkan
Sukabumi lebih potensial dengan sapi perah. Hal ini dikarenakan
agroklimat ternak sapi perah, sangat membutuhkan suhu udara
yang sejuk sampai dingin untuk mendapatkan kuantitas susu
perah yang banyak. Di daerah dingin seekor sapi perah jenis
frisian holstein (FH) mampu menghasilkan susu antara 25-30 liter/
hari, tetapi di Cibinong Bogor untuk sapi dengan jenis dan kualitas
yang sama hanya mampu menghasilkan maksimal 15 liter/hari14.
Dengan demikian sangat logis bilamana jumlah sapi perah lebih
banyak diternakkan di Sukabumi yang memiliki udara lebih sejuk
daripada Kulon Progo. Untuk jenis ruminansia kecil, Sukabumi
14

Wawancara dengan pengelola sapi perah Program Iptekda-LIPI di Cibinong.

179

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 179

6/22/2010 6:19:24 PM

Masyhuri

lebih potensial terhadap ternak domba, akan tetapi kambing lebih


banyak dipelihara di Kulon Progo. Kebiasaan masyarakat akan pola
makan (food habits) nampaknya sangat mempengaruhi adanya
perbedaan terhadap jenis hewan yang diternakkan. Masyarakat
etnis Jawa menganggap daging kambing lebih enak dan tidak
berbau dibandingkan daging domba. Sebaliknya etnis Sunda
menganggap bahwa daging domba itu lebih enak dan tidak berbau
dibandingkan daging kambing. Perbedaan pola makan daging ini
sangat mempengaruhi jenis ternak yang dipelihara masyarakat.
6.3

Tradisi Pembiayaan di Sub-sektor Peternakan

Secara tradisi, kerjasama dalam pemeliharaan ternak sudah


sangat dikenal oleh masyarakat, baik di Jawa Barat maupun Daerah
Istimewa Yogyakarta. Yang paling umum dilakukan kerjasama
pemeliharaan adalah ternak jenis ruminansia, utamanya adalah
domba-kambing, sapi dan kerbau. Adapun untuk jenis ternak unggas
(seperti ayam dan itik), jarang yang melakukan kerjasama dalam
pemeliharaan. Ada kemungkinan jenis unggas yang dipelihara oleh
masyarakat masih dalam skala rumah tangga, utamanya adalah
jenis ayam buras dan itik yang tidak membutuhkan biaya besar,
selain jenis ini tidak memerlukan perlakuan khusus yang rumit.
Berbeda dengan jenis ayam ras petelur dan pedaging yang lebih
menguntungkan jikalau dipelihara dalam skala komersial, karena
jenis ini memerlukan perlakuan khusus dan lebih padat modal.
Pada jenis ternak ruminansia, di perdesaan sudah umum dilakukan pola pemeliharaan dengan sistem bagi hasil. Pemilik modal

180

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 180

6/22/2010 6:19:24 PM

Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan

biasanya menitipkan beberapa ekor domba/kambing baik betina


maupun jantan untuk dipelihara oleh petani peternak. Sebagian
peternak mengkandangkan domba-kambingnya, untuk itu pakan
disediakan oleh petani-peternak dengan mencarikan hijauan di
sekitar lahan-lahan pertanian dan tempat-tempat umum yang
ditumbuhi oleh rumput alam atau dedaunan yang menjadi pakan
ternak. Akan tetapi sebagian lainnya menggembalakan dombakambingnya pada tanah lapang yang ditumbuhi rumput, dan
menjaganya agar tidak masuk ke lahan pertanian karena dapat
merusak tanaman. Ternak hanya dikandangkan pada malam
hari. Hijauan sebagai pakan ternak relatif cukup tersedia di daerah
penelitian untuk memenuhi kebutuhan domba-kambing. Mudahnya
diperoleh hijauan sebagai pakan ternak, karena kemampuan ternak
kambing untuk memakan berbagai jenis hijauan termasuk rumput
kering, semak-semak atau tanaman perdu, dan daun-daun yang
berasal dari tanaman tahunan seperti daun nangka, lamtoro, turi
dan sebagainya.
Anakan yang dihasilkan dari hubungan kerjasama
pemeliharaan, akan dibagi dua antara pemodal yang menyediakan
ternak dengan petani peternak yang memelihara. Pembagian
biasanya dilakukan setelah 3 bulan sejak masa kelahiran, yaitu saat
anakan tersebut sudah lepas sapih. Karena sebelum lepas sapih
anakan masih tergantung pada susu indukannya, dan belum mampu
makan dari jenis pakan hijauan. Pembagian dilakukan dengan
membagi dua anakan (bila lahir kembar) atau dinilai dengan harga
jualnya (bila lahir tunggal). Apabila selama masa belum lepas sapih
(tiga bulan pertama) tersebut terjadi kematian pada anakan, maka

181

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 181

6/22/2010 6:19:25 PM

Masyhuri

tanggungjawab dipikul berdua antara pemilik dengan pekerja. Pola


semacam ini umum dan sudah memasyarakat baik di pedesaan
Sukabumi mapun pedesaan Kulon Progo, dengan sistem ini dapat
dilakukan kerjasama untuk mendapatkan tambahan populasi
domba-kambing yang dimiliki peternak.
Dalam perkembangannya, pemerintah Belanda menerapkan
sistem bagi hasil (gaduhan) dengan pola sumba kontrak. Sumba
kontrak awalnya adalah penempatan dan penyebaran sapi
bibit ongole di pulau Sumba yang dilaksanakan dalam bentuk
meminjamkan 12 induk dan satu pejantan ongole kepada seorang
peternak. Pengembalian pinjaman dilakukan dengan menyerahkan
ternak keturunan dalam jumlah, umur dan komposisi kelamin yang
sama dengan jumlah ternak yang dipinjam, ditambah dengan satu
ekor keturunan (jantan atau betina) untuk setiap tahun selama
peternak belum melunasi pinjamannya. Untuk akad pinjaman ini,
peternak menandatangani suatu kontrak dengan pemerintah,
yang kemudian dikenal dengan istilah sumba kontrak. Jumlah
ternak awal disebut koppel, sehingga kemudian hari muncul juga
istilah sapi koppel. Sistem sumba kontrak ini dikembangkan oleh
pemerintah Belanda pada tahun 1912 (Ditjen Peternakan, 2009).
Pola ini menuntut kewajiban bagi peternak dan pemilik modal
untuk membuat perjanjian (kontrak) di awal, mengenai jangka
waktu lamanya pemeliharaan dan jumlah pengembaliannya yang
sudah ditentukan. Dengan demikian setelah kewajiban penggaduh
dilunasi, maka seluruh ternak yang ada menjadi milik peternak
(Paturachman, 2001). Upaya penyebaran sapi ongole tersebut

182

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 182

6/22/2010 6:19:25 PM

Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan

dapat berhasil dengan baik dan pada akhirnya sistem sumba kotrak
lebih diminati oleh peternak daripada sistem bagi hasil. Demikian
pula sistem ini kemudian ditiru dan dikembangkan oleh pemerintah
Indonesia untuk mengembangkan berbagai jenis ternak ruminansia
lainnya seperti kerbau, domba-kambing dan juga babi dengan
jumlah ternak yang tidak sama untuk satu koppel.
Pola gaduhan yang mengadopsi sistem sumba kontrak
ini selanjutnya mengurangi minat pemilik modal dalam menginvestasikan dana atau ternaknya untuk digaduhkan kepada orang
lain. Karena keuntungan yang didapat pemilik modal menjadi tidak
menarik lagi. Meskipun demikian di daerah penelitian, pola bagi
hasil dengan sistem tradisional masih banyak ditemukan utamanya
untuk bagi hasil jenis ternak ruminansia kecil, yaitu dombakambing. Untuk pemeliharaan dengan sistem gaduhan pada ternak
ruminansia besar seperti sapi atau kerbau jarang masyarakat
umum yang melakukannya. Hal ini dikarenakan modal yang harus
dikeluarkan untuk melakukan model gaduhan (bagi hasil) pada
ternak ruminansia besar dibutuhkan biaya yang relatif banyak.
Masyarakat umumnya lebih menyukai memelihara sendiri ternak
sapi atau kerbau dengan mengupah tenaga kerja untuk perawatan
ternaknya. Meskipun demikian pola gaduhan pada ternak sapi
biasanya terjadi dalam jangka pendek yaitu menjelang Idul Adha.
Hal ini dikarenakan adanya banyak kebutuhan masyarakat yang
beragama Islam untuk melaksanakan ibadah menyembelih
hewan kurban (seperti sapi, kerbau atau domba-kambing) yang
menyebabkan harga jual ternak pada saat itu sangat tinggi dan relatif
menguntungkan. Seorang informan di Yogyakarta menjelaskan,

183

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 183

6/22/2010 6:19:25 PM

Masyhuri

bahwa untuk menarik pemodal guna menginvestasikan dananya


menjelang Idul Adha, dia sampai mengiklankan ke situs internet.
Salah satu situs internet yang berasal dari Yogyakarta telah
menawarkan kerjasama penggemukan sapi sebagai hewan kurban
yang akan dijual pada hari raya Idul Adha dengan sistem bagi
hasil dalam jangka pendek yaitu kisaran waktu kerjasama adalah
4 bulan. Dijelaskan dalam situs tersebut adanya kesepakatan
kerjasama yang relatif fleksibel antara peternak dengan pemodal.
Kesepakatan kerjasama yang dilakukan adalah :
1.

Pemodal memberikan uang seharga sapi yang akan


dipelihara.

2.

Peternak akan memelihara sapi tersebut untuk jangka waktu


sekitar 4 bulan.

3.

Semua biaya pemeliharaan ditanggung oleh peternak.

4.

Pembagian keuntungan dapat dinegosiasi, tetapi umumnya


ditawarkan sebagai bagian pemodal adalah sebesar 33%
dan peternak mendapatkan 67% dari keuntungan. Peternak
mendapat bagian lebih besar, karena harus menanggung
biaya pemeliharaan yang rata-rata besarnya adalah 34% dari
keuntungan.

6.4

Model Pembiayaan di Sub-sektor Peternakan yang


Diterapkan Pemerintah

Salah satu upaya untuk mempercepat proses pembangunan


pada sub sektor peternakan adalah melalui program penyebaran
dan pengembangan ternak kepada para peternak, dengan sistem
yang dianut masyarakat secara tradisi yaitu melalui pola gaduhan

184

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 184

6/22/2010 6:19:25 PM

Pembiayaan Syariah dan Pengembangan Sub-Sub-Sektor Perikanan

yang diarahkan kepada pemilikan ternak. Melalui kebijakan ini,


populasi dan produksi hasil ternak diharapkan dapat bertambah
dan akhirnya mampu meningkatkan pendapatan peternak dan
masyarakat perdesaan umumnya.
Sistem gaduhan yang dikembangkan pemerintah tidak
mengadopsi sistem gaduhan tradisional yang dianut kebanyakan
peternak, akan tetapi lebih memilih mengadopsi sistem sumba
kontrak. Hal ini dituangkan melalui Surat Keputusan Direktorat
Jenderal Peternakan No.50/HK.050/KPST/2/93 tahun 1993 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Penyebaran dan Pengembangan Ternak
Pemerintah. Pola ini menuntut kewajiban bagi peternak dan pemilik
modal untuk membuat perjanjian (kontrak) di awal, mengenai
jangka waktu lamanya pemeliharaan dan jumlah pengembaliannya
yang sudah ditentukan. Dengan demikian setelah kewajiban
penggaduh dilunasi, maka seluruh ternak yang ada menjadi milik
peternak (Paturachman, 2001).
Beberapa pengertian di dalam buku Petunjuk Pelaksanaan
Penyebaran dan Pengembangan Ternak Pemerintah (SK Direktorat Jenderal Peternakan No.50/HK.050/KPST/2/93 Tahun 1993),
yang dimaksud dengan sistem gaduhan adalah sistem penyebaran
ternak dari pemerintah kepada peternak, dalam kurun waktu
tertentu peternak harus mengembalikan ternak pengganti hasil
keturunan dari ternak yang pernah diberikan kepadanya dan tidak
dinilai dengan uang. Semi gaduhan adalah sistem penyebaran
ternak dari pemerintah kepada petani peternak, dimana ternak yang
digaduhkan pemerintah kepada petani peternak pengembaliannya

185

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 185

6/22/2010 6:19:25 PM

Masyhuri

berupa ternak yang dinilai dengan uang. Penggaduh adalah


peternak yang berdasarkan suatu perjanjian tertentu memelihara
ternak gaduhan. Ternak pokok adalah ternak bibit yang diserahkan
kepada penggaduh untuk dikembangbiakkan. Ternak setoran
adalah ternak keturunan hasil pengembangan ternak dari
pemerintah yang diserahkan oleh penggaduh sebagai kewajiban
pengembalian gaduhan sesuai dengan peraturan. Dalam pola
gaduhan ini petani peternak berkewajiban dalam jangka waktu
tertentu mengembalikan keturunannya sesuai dengan prosedur dan
ketentuan yang berlaku. Berdasarkan pengertian kredit menurut
FAO (1981), tujuan sistem gaduhan ternak pada dasarnya identik
dengan kredit produksi, keduanya dibangun atas kesepakatan
kedua belah fihak antara peminjam (penggaduh) dengan pemilik
modal. Penggaduh memperoleh kewenangan untuk menggunakan
aset pada saat sekarang dengan perjanjian kelak pada saat tertentu
akan dikembalikan. Perbedaannya terletak pada cara dan bentuk
pengembalian pinjaman. Pada sistem gaduhan setoran berbentuk
natura (ternak setoran), sedangkan dalam sistem kredit produksi
pengembalian berupa innatura atau kalaupun dibayar secara
natura, tetap didasarkan atas ukuran uang. Pola gaduhan yang
diberikan kepada petani peternak umumnya jenis ruminansia yaitu
dapat berupa sapi, kambing-domba dan kerbau.
Berbagai daerah juga memiliki program pembiayaan pada
sub sektor peternakan yang bersumber dari dana daerah setempat.
Diantara Pemerintah Daerah yang melakukannya, salah satunya
adalah Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan Surat Keputusan
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No339/KPTS/1993 tentang
Pedoman Pengelolaan Ternak Bantuan Pemerintah Daerah

186

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 186

6/22/2010 6:19:25 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan

yang bersumber dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja


Daerah (APBD) Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, maka
pengelolaannya harus didasarkan pada sistem gaduhan. Peternak
yang mendapatkan bantuan ternak dengan sistem gaduhan
memiliki kriteria yang telah ditentukan, diantaranya adalah petani
peternak kecil atau petani peternak miskin, memiliki semangat
untuk memelihara dan memiliki lahan untuk kandang. Adapun
paket gaduhan yang diberikan kepada petani peternak, dibagi
dalam dua paket, yaitu:
A.

Paket Ternak Betina yang Dikembangkan:

a.

Seekor sapi. Dalam jangka waktu 5 tahun penerima ternak


bantuan harus menyerahkan keturunannya sebanyak 2 ekor
dengan umur antara 1,5 tahun 2 tahun yaitu pada tahun ke
3 dan ke 4 atau ke 5

b.

Seekor kambing. Dalam jangka waktu 5 tahun penerima


ternak bantuan harus menyerahkan keturunannya sebanyak
2 ekor dengan umur 8 bulan-12 bulan yaitu pada bulan ke 18
dan ke 24.

c.

Seekor domba. Dalam jangka waktu 5 tahun penerima


ternak bantuan harus menyerahkan keturunannya sebanyak
2 ekor dengan umur 8 bulan-12 bulan yaitu pada bulan ke 18
dan ke 24.

B.

Paket Ternak Pejantan

a.

Seekor sapi. Dalam jangka waktu 5 tahun penerima ternak


bantuan harus menyerahkan keturunannya sebanyak 1 ekor
umur antara 1,5 tahun 2 tahun yaitu pada tahun ke 5.

187

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 187

6/22/2010 6:19:25 PM

Mochammad Nadjib

b.

Seekor kambing. Dalam jangka waktu 5 tahun penerima


ternak bantuan harus menyerahkan keturunannya sebanyak
1 ekor dengan umur 8 bulan-12 bulan yaitu pada bulan ke 2.

c.

Seekor domba. Dalam jangka waktu 5 tahun penerima


ternak bantuan harus menyerahkan keturunannya sebanyak
1 ekor dengan umur 8 bulan-12 bulan yaitu pada bulan ke 2.

Ternak-ternak yang disetorkan dari hasil gaduhan tersebut


harus dikembangkan lagi kepada petani peternak yang lain
(revolving) untuk selanjutnya dipelihara dengan menggunakan
sistem gaduhan pula. Adapun ternak setoran dari petani peternak
penggaduh yang tidak layak dijadikan bibit, menurut SK Gubernur
Daerah Istimewa Yogyakarta No339/KPTS/1993, dapat dijual
dengan aturan:
a.

Sebanyak 75% hasilnya dapat dibelikan ternak lagi untuk


pengembangan ternak di DIY.

b.

Sebanyak 10% dapat digunakan untuk biaya pembinaan dan


operasional petugas di tingkat Provinsi DIY

c.

Sebanyak 15% dapat digunakan untuk biaya pembinaan dan


operasional petugas di tingkat kabupaten Daerah Tingkat II
yang bersangkutan.

Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi dan Kulon Progo


(DIY) menerapkan pula model gaduhan untuk sapi maupun
domba-kambing. Dalam pola gaduhan semacam ini pemerintah
daerah setempat membentuk kelompok peternak. Di Kabupaten
Kulon Progo DIY setiap kelompok berjumlah 20 orang dengan

188

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 188

6/22/2010 6:19:25 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan

persyaratan memiliki semangat beternak dan memiliki lahan untuk


kandang. Meskipun dibentuk kelompok, akan tetapi tanggungjawab
pemeliharaan dan pengembalian tetap ada pada masing-masing
peternak. Model yang diterapkan oleh Dinas Peternakan Sukabumi
dilakukan melalui pola kerjasama penggemukan (fattening) dan
pola anak beranak (breeding). Dalam contoh pola kerjasama
penggemukan, sapi pejantan yang dimiliki oleh Dinas Peternakan
setempat diserahkan kepada peternak untuk dipelihara dengan
perjanjian jangka waktu kapan akan dijual. Biasanya penjualan
dilakukan dalam menghadapi hari raya Idul Adha, dimana harga
ternak jantan akan mengalami puncak harga tertinggi kalau
dipasarkan. Sapi yang akan diserahkan pemeliharaannya kepada
peternak sebelumnya ditimbang terlebih dahulu bobotnya, berat
sapi di awal pemeliharaan itu sebagai patokan untuk menghitung
pertambahan bobot saat menjualnya nanti. Sapi tersebut
selanjutnya diserahkan kepada peternak untuk dipelihara dengan
menyerahkan sepenuhnya pemberian pakan kepada peternak.
Meskipun demikian Dinas Peternakan setempat tetap memonitor
dan memberikan saran bagaimana pola pemeliharaan ternak yang
dianggap baik, termasuk dalam pemberian pakan dan menjaga
kesehatannya. Oleh karena itu bagi hasil yang diterapkan adalah
70% untuk pemelihara dan 30% pemilik sapi (Dinas Peternakan).
Setelah sampai waktu penjualannya, sapi tersebut ditimbang ulang
dan yang dibagi adalah selisih antara bobot akhir dikurangi dengan
bobot saat pertama kali diserahkan kepada peternak. Selisih bobot
tersebut dikalikan dengan harga per kilogram sapi hidup. Hasilnya
dibagi sesuai dengan kesepakatan awal yaitu 70% kepada peternak

189

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 189

6/22/2010 6:19:25 PM

Mochammad Nadjib

dan 30% kepada pemilik. Adapun nilai bobot sebelum diserahkan


kepada peternak tetap menjadi hak pemilik. Pola bagi hasil ini
sebetulnya lebih mirip pola syariah, tetapi peternak tidak pernah
menyatakan pola bagi hasil tersebut sebagai pola syariah. Mereka
lebih mengenalnya sebagai pola gaduhan.
Hal yang relatif sama juga diterapkan oleh Pemerintah Daerah
Kulon Progo (DIY). Kebijakan Pemerintah Daerah setempat,
program pemeliharaan ternak kambing dan sapi dengan pola bagi
hasil melalui sistem gaduhan penggemukan mulai dilakukan pada
tahun 2005. Dalam sistem bagi hasil ini peternak mendapatkan
bagian sebesar 70% sedangkan Pemerintah Daerah 30%. Sistem
bagi hasil semacam ini dianggap memiliki kelemahan, disamping
kritik dari para pemilik modal yang secara tradisi telah menerapkan
bagi hasil gaduhan sebesar setengah-setengah. Pola bagi hasil
Pemerintah yang berbeda dengan tradisi masyarakat, menyebabkan
pemerintah dianggap sebagai pesaing masyarakat karena
menerapkan pola yang berbeda dengan tradisi, dan dianggap lebih
merugikan masyarakat pemilik modal. Selanjutnya melalui evaluasi
pemerintah daerah setempat disimpulkan, bahwa dengan pola bagi
hasil setengah-setengah tersebut menjadikan kelompok yang telah
dibentuk saat dimulainya program tidak mendapatkan manfaat dari
adanya sistem bagi hasil. Hal ini menyebabkan kelompok peternak
yang telah dibentuk tidak berfungsi sama sekali. Oleh karena adanya
kelemahan tersebut maka pada tahun 2006, pola bagi hasil diubah
menjadi sistem maro, yaitu bagi hasil setengah-setengah. Meskipun
demikian 50% yang menjadi hak pemerintah daerah dipotong

190

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 190

6/22/2010 6:19:25 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan

sebesar 10% untuk pemupukan modal kelompok dan 10% sebagai


biaya operasional kelompok peternak. Pola bagi hasil ini secara
riil telah mengurangi pendapatan peternak yang secara langsung
memelihara, untuk dialihkan kepada organisasi kelompok peternak
Meskipun demikian peternak penerima gaduhan tidak merasa
keberatan, karena tradisi yang berkembang di daerah disekitar
juga menerapkan bagi hasil setengah-setengah. Bahkan dengan
pola gaduhan yang diterapkan pemerintah tersebut, ada bagian
yang dialihkan untuk operasional dan pemupukan modal kelompok.
Dengan demikian kelompok peternak yang telah dibentuk menjadi
lebih berfungsi dan memiliki kegiatan untuk dapat meningkatkan
nilai tambah hasil ternak serta memperbesar operasional kelompok.
Adapun pemerintah daerah tetap mendapatkan 30% dari bagi hasil
yang selanjutnya disetor menjadi Pendapatan Asli Daerah melalui
Bank Pembangunan Daerah setempat. Dari tambahan pemupukan
modal untuk kelompok itulah, dapat dilakukan keberlanjutan
(sustainability) kegiatan, peningkatan kualitas beternak dan
berdampak pada akumulasi pertambahan jumlah ternak di daerah
Kulon Progo.
Berdasarkan informasi, hingga saat ini banyak usaha
peternakan di kedua daerah penelitian yang belum dilakukan secara
komersial, dan masih merupakan komponen dari sistem usaha tani.
Inilah yang menyebabkan lambannya pengembangan usaha ternak
di kedua daerah penelitian. Pengembangan usaha yang lambat,
dikarenakan saat ini usaha peternakan masih bersifat sebagai
usaha sampingan. Sebagian besar peternakan masih dikelola

191

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 191

6/22/2010 6:19:25 PM

Mochammad Nadjib

oleh petani peternak dengan jumlah kepemilikan ternak yang relatif


sedikit dan kurang efisien. Banyak hal yang mempengaruhi kondisi
demikian, antara lain: ketersediaan sumberdaya manusia, sumber
pakan, kemampuan finansial petani peternak yang masih rendah,
serta akses permodalan yang lemah. Secara konsepsional sistem
agribisnis peternakan dapat diartikan sebagai semua aktivitas,
mulai dari pengadaan atau penyaluran sarana produksi, budidaya
ternak, sampai kepada pengolahan hasil serta pemasaran produk
usaha ternak. Suatu sistem dapat berjalan dengan baik apabila
ada dukungan dari berbagai kelembagaan yang difungsikan
sesuai dengan peranannya. Dengan demikian, sistem agribisnis
peternakan merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai
sub sistem, yaitu sub sistem sarana produksi, produksi dan
budidaya, pengolahan dan pasca panen produk, pemasaran serta
kelembagaan pendukung (Karo-karo, 2004).
Untuk meningkatkan produktivitas peternakan saat ini
tidaklah mudah karena permasalahan yang ada di dalamnya
demikian kompleks. Salah satu kendala dalam pengembangan
peternakan ruminansia di Indonesia adalah kurangnya populasi
dan fluktuasi ketersediaan ternak disamping kualitas dan kuantitas
pakan yang masih rendah (Astuti, 2009). Kendala-kendala tersebut
menyebabkan sampai saat ini Indonesia masih belum dapat
mewujudkan swasembada daging, sehingga setiap tahun harus
mengimpor baik berupa daging beku maupun sapi bakalan. Sapi
potong merupakan penyumbang daging paling besar dibandingkan
hewan ternak lainnya yaitu sekitar 24% dari total konsumsi daging

192

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 192

6/22/2010 6:19:25 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan

nasional (Suhendar, 2007). Inilah yang menyebabkan program


swasembada daging yang dicanangkan Pemerintah Republik
Indonesia diundurkan dari swasembada tahun 2010 menjadi tahun
2014 (Sinar Harapan, 21 Agustus 2009). Data Direktorat Jenderal
Peternakan, Departemen Pertanian (Prima, 2008) menyebutkan
bahwa produksi daging sapi nasional pada tahun 2008 diperkirakan
hanya memenuhi 64,9% dari proyeksi konsumsi daging sepanjang
tahun. Indonesia masih kekurangan 135.110 ton (35,1%) dari total
kebutuhan daging. Jika dengan jumlah populasi sapi 11,26 juta ekor,
maka dapat diperkirakan produksi daging sapi nasional mencapai
249.925 ton, sedangkan kebutuhan konsumsi daging diperkirakan
sebanyak 385.035 ton.. Oleh karena itu progam pemerintah
cukup banyak dalam mengembangkan agribisnis peternakan
di wilayah perdesaan seperti membangun sentra produksi dan
berbagai jenis bantuan modal dan teknologi. Diharapkan adanya
program tersebut dapat mengarahkan usaha peternakan dari yang
bersifat tradisional menjadi industri. Bantuan pemerintah melalui
sistem gaduhan pada usaha peternakan cukup memberikan
peluang dalam pengembangan usaha peternakan lebih meluas
di masyarakat dan program ini dianggap lebih efektif. Untuk itu
kontrol dan manajemen pengelolaan perlu dilakukan dengan baik.
Evaluasi secara berkala sangat penting untuk mengetahui tingkat
pencapaian tujuan melalui pengukuran tingkat perkembangan
usaha. Karena seringkali program seperti ini mengalami kegagalan
dalam pencapaian tujuan.

193

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 193

6/22/2010 6:19:25 PM

Mochammad Nadjib

6.5

Kendala dan Prospek Model Pembiayaan Sub-sektor


Peternakan

6.5.1 Kendala Model Pembiayaan


Berbagai kendala banyak ditemukan dalam model
pembiayaan yang selama ini berkembang di masyarakat peternak,
baik yang dilakukan secara tradisional oleh masyarakat melalui
sistem bagi hasil maupun program yang dilakukan pemerintah
melalui sistem gaduhan. Meskipun demikian model semacam
ini tidak dapat dipungkiri juga telah memberi keuntungan bagi
masyarakat peternak. Adapun kendala dan kelemahan yang sering
terjadi dalam pola bagi hasil dan gaduhan, meliputi:
a.

Kendala Tradisi Bagi Hasil

Pola bagi hasil sebenarnya sudah lama berkembang dan


telah menjadi tradisi masyarakat yang sudah mengakar. Pola bagi
hasil merupakan suatu bentuk kerja sama antara pemilik modal atau
pemilik ternak dengan petani penggaduh. Biasanya pola bagi hasil
diperuntukkan bagi ternak ruminansia besar dan kecil yang meliputi
sapi perah, sapi potong, kerbau, domba dan kambing. Istilah maro
(Jawa Tengah-DIY) atau maparon (Jawa Barat) merupakan nama
lain dari bagi hasil yang dikenal masyarakat pedesaan di seluruh
daerah Jawa Barat maupun Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pola bagi hasil yang selama ini berkembang di kalangan
peternak, secara tradisi menerapkan skim pembagian 50% dari
hasil atau anak keturunannya menjadi bagian peternak dan 50%
sisanya menjadi bagian pemilik modal. Pola bagi hasil pada

194

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 194

6/22/2010 6:19:25 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan

penggemukan sapi potong agak sedikit berbeda yaitu antara 60%70% dari tambahan kenaikan berat badan untuk peternak dan
30%-40% untuk pemilik. Akhir-akhir ini pola semacam ini sudah
jarang yang berminat melakukannya, khususnya bagi peternak.
Ada anggapan dari fihak peternak bahwa pola bagi hasil hanya
akan menguntungkan pemilik ternak saja. Rendahnya respon
peternak terhadap pola bagi hasil ini, karena jika dibandingkan
dengan berbagai pola gaduhan yang lain, pembagian setengahsetengah yang mereka alami lebih merugikan. Ada keragu-raguan
di kalangan peternak mengenai pola bagi hasil ini, khususnya pada
sistem pemeliharaan pembibitan (breeding). Kewajiban peternak
kepada pemilik tidak terbatas, peternak diharuskan menyetorkan
separo dari hasil ternaknya/keturunannya selama ternak tersebut
dipelihara dan induknya masih menjadi milik pemodal.
Pada pola gaduhan dengan sistim sumba kontrak, kewajiban
peternak dalam hal lamanya dan jumlah pengembaliannya sudah
ditentukan di awal, sehingga setelah kewajiban penggaduh dilunasi,
maka seluruh ternak yang ada menjadi milik peternak. Sistem sumba
kontrak (Paturachman, 2001) telah dirintis dan dikembangkan oleh
pemerintah Belanda dalam upaya meningkatkan populasi ternak
sapi Ongole dan keturunannya di Pulau Sumba. Upaya tersebut
dapat berhasil dengan baik dan pada akhirnya sistem sumba
kotrak ini ditiru dan dikembangkan oleh pemerintah Indonesia
untuk berbagai jenis ternak ruminansia lainnya seperti kerbau dan
domba-kambing.

195

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 195

6/22/2010 6:19:26 PM

Mochammad Nadjib

b.

Kendala Sistem Gaduhan

Penyebaran ternak pemerintah kepada peternak melalui


pola gaduhan telah lama dilaksanakan di Jawa Barat dan DIY,
khususnya untuk ternak sapi potong, domba dan kambing. Dalam
pola gaduhan ini peternak penggaduh memperoleh ternak dari
pemerintah untuk selanjutnya ternak keturunannya disebarkan
kembali (revolving) ke peternak lain.
Pola pengembalian untuk satu ekor indukan domba kambing
betina, peternak penggaduh harus mengembalikan sebanyak dua
ekor ternak keturunannya dalam waktu dua tahun atau kalau ditulis
dalam sebuah rumus menjadi 1:2:2. Secara teoritis rumus tersebut
sangat mudah untuk difahami, akan tetapi dalam prakteknya
banyak hambatan yang dialami peternak, beberapa diantaranya
yaitu: kematian ternak pokok, realisasi pengembalian, intensitas
dan kualitas pembinaan serta monitoring dari pemerintah.
Permasalahan yang dihadapi petani peternak dalam kerjasama
pemeliharaaan dengan sistem gaduhan adalah:
1.

Kualitas Bibit

Prioritas utama perbaikan sistem gaduhan adalah perbaikan


kualitas ternak pokok (indukan) yang sesuai dengan standar bibit
yang layak. Disinyalir banyak peternak di daerah penelitian yang
mengeluh bahwa ternak yang mereka terima belum dewasa kelamin
sehingga perlu waktu yang lebih lama untuk beranak. Masalah lain
yang timbul adalah tingginya tingkat kematian ternak dan ternak
betina yang majir (tidak subur).

196

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 196

6/22/2010 6:19:26 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan

2.

Pengembalian Ternak

Pengembalian ternak domba sebanyak dua ekor dari


satu ekor bibit yang mereka terima dinilai terlalu berat. Peternak
menginginkan pengembalian itu hanya satu ekor untuk setiap
ekor bantuan ternak yang mereka terima. Penilaian ini muncul
karena adanya pembanding berupa bantuan ternak yang berasal
dari instansi lain seperti Dinas Sosial maupun program Corporate
Social Responsibility (CSR) suatu perusahaan yang bersifat hibah
atau dengan persyaratan yang lebih ringan.
3.

Penggantian Jenis Ternak Gaduhan

Peternak yang menerima ternak gaduhan sapi dan kerbau


menilai bahwa mereka tidak dapat merasakan keberhasilan
yang cepat seperti halnya peternak domba, karena kemampuan
reproduksi sapi dan kerbau lebih lambat. Ternak sapi dan kerbau
pertama kali beranak umur 2 tahun, sedangkan domba-kambing
umur 1,5 tahun. Meskipun demikian dilihat dari sisi pendapatan
secara lebih luas sebenarnya peternak sapi dan kerbau itu
memperoleh pendapatan sampingan yang tidak diterima peternak
domba, diantaranya adalah jika ia menyewakan sapi dan kerbaunya
untuk membajak sawah atau kegiatan komersial lainnya.
4.

Intensitas dan Kualitas Pembinaan

Peternak umumnya memerlukan pembinaan yang intensif,


sehingga jika ada permasalahan yang dihadapi dapat segera diatasi.
Selain itu, melalui pembinaan tersebut memberi kesan adanya
kesungguhan petugas untuk mengembangkan ternak pemerintah

197

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 197

6/22/2010 6:19:26 PM

Mochammad Nadjib

dan secara psikis memotivasi peternak untuk memelihara ternak


lebih baik. Sikap petugas dalam melaksanakan peraturan sistem
gaduhan menjadi salah satu kunci keberhasilan program bantuan
pemerintah.
5.

Jumlah Paket Gaduhan Ternak


Tujuan dari pengembangan peternakan adalah untuk
meningkatkan pendapatan peternak ke tingkat yang lebih baik.
Selama ini paket ternak gaduhan yang diberikan pemerintah
kepada peternak masih di bawah standar keekonomian.
Untuk mencapai standar keekonomian, seorang peternak
paling tidak harus memelihara sebanyak 15 ekor domba
kambing atau 7 ekor sapi atau kerbau. Untuk itu jumlah satuan
paket ternak gaduhan domba kambing atau sapi dan kerbau
diharapkan untuk diperbesar jumlahnya, karena pendapatan
yang diperoleh dari satu ekor induk sangat kecil, apalagi jika
bibitnya kurang baik. Untuk itu perlu dikaji lebih jauh, apakah
dengan memperbesar paket gaduhan kinerja peternak akan
menjadi lebih baik atau tidak. Selain daripada itu harus dilihat
pula carying capacity lahan yang dapat ditanami sebagai
sumber pakan dari ternak yang dipelihara. Menurut seorang
responden, rata-rata peternak di Sukabumi sulit mendapatkan
tambahan jumlah paket gaduhan ternak, karena tidak memiliki
lahan yang cukup untuk ditanami hijauan dan mereka masih
mengandalkan jenis rumput liar maupun hijauan lainnya yang
tidak dirancang sebagai pakan ternaknya. Oleh karena itu
idealnya jumlah paket pemberian bantuan ternak gaduhan

198

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 198

6/22/2010 6:19:26 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan

tidak harus sama untuk setiap peternak, tetapi harus dilihat


sesuai dengan kemampuan masing-masing peternak.
6.5.2 Prospek Model Pembiayaan
Model gaduhan yang diterapkan pemerintah dengan pola
sumba kontrak diharapkan akan menjadikan perkembangan
jumlah ternak dapat lebih cepat tersebar di kalangan peternak. Hal
ini dikarenakan pola sumba kontrak mewajibkan peternak yang
menerima bantuan ternak menyetorkan ternak hasil keturunannya
dalam kurun waktu, usia dan jumlah tertentu, sedangkan ternak
pokok tetap menjadi milik peternak. Dengan demikian ternak
hasil pengembalian yang telah diterima pemerintah diharapkan
dapat disebarkan kembali (redistribusi) kepada peternak lainnya
yang belum menerima bantuan. Jika dapat berjalan dengan
lancar, pola pengembangan ternak seperti ini sangat ideal, karena
merupakan proses penyebaran yang terus menerus atau bahkan
memungkinkan dapat kembali lagi kepada peternak yang pernah
menerima gaduhan sebelumnya (never ending process). Agar
dapat dicapai sistem pengguliran yang berlangsung secara terus
menerus guna mengembangkan jumlah ternak di suatu daerah,
maka diperlukan beberapa alternatif perbaikan sistem pengguliran
melalui prioritas perbaikan sebagai berikut:
a.

Adanya Kesepakatan Bersama

Seringkali antara peternak yang akan menerima gaduhan


dengan pemilik modal (pemerintah) yang menggaduhkan ternaknya
sulit tercapai kata sepakat terhadap ternak yang akan digaduhkan.

199

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 199

6/22/2010 6:19:26 PM

Mochammad Nadjib

Apa yang menurut pemodal baik, belum tentu baik menurut


peternak demikian pula sebaliknya. Untuk itu sebelum dicapai
kesepakatan dalam kerjasama pemeliharaan, sebaiknya dilakukan
pembicaraan terlebih dahulu untuk dicapai kata mufakat mengenai
segala sesuatunya yang memungkinkan terjadinya konflik di tengah
atau di akhir masa pemeliharaan, seperti jenis ternak yang akan
digaduhkan, kualitas ternak, proporsi bagi hasil dan sebagainya.
Tidak dianjurkan peternak menerima uang tunai untuk dibelikan
sendiri ternak pokok (koppel), karena ada kekhawatiran uang tidak
dibelikan ternak sesuai standar yang ditentukan bahkan dalam
beberapa kasus sebagian uang dibelikan barang lain yang bukan
menjadi pokok kerjasama. Hal yang terbaik adalah pemilihan
dan seleksi ternak pokok dilakukan secara bersama-sama antara
peternak dengan pemodal, sehingga masing-masing pihak dapat
mencapai kata sepakat tentang kualitas dan harga ternak yang akan
dipelihara. Untuk itu diperlukan keterbukaan dan kejujuran masingmasing pihak dalam kerjasama pemeliharaan, karena kejujuran
dan keterbukaan merupakan modal dasar dari aktivitas bisnis dan
menjadi patokan yang diharuskan dalam sistem ekonomi syariah.
b.

Pembinaan Sistem Gaduhan

Sangat ideal bilamana peternak terkonsentrasi dalam suatu


kawasan dan terhimpun dalam suatu kelompok dengan peternak
sejenis. Dengan demikian pemerintah dapat melakukan suatu
pembinaan lebih intensif dan mudah mengenai manajemen
pemeliharaan, perawatan dan pengobatan ternak yang baik.
Selain daripada itu juga dapat diintensifkan fungsi kelompok
peternak yang sama-sama menerima gaduhan, sehingga
memungkinkan organisasi kelompok dapat berjalan dengan baik.
200

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 200

6/22/2010 6:19:26 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan

Peran kelompok tidak hanya pasif dalam berhadapan dengan


instansi pemerintah yang mengelola gaduhan, akan tetapi dapat
berfungsi sebagai organisasi yang mandiri. Dengan demikian
peternak dapat menyusun aturan rumah tangganya sendiri yang
harus dipatuhi dengan segala sangsi dan resikonya oleh anggota.
Diharapkan dengan adanya organisasi kelompok peternak
yang mapan, maka akan dapat dicapai sikap solidaritas yang
tinggi diantara anggota kelompok dan mereka mempunyai rasa
memiliki dan dapat bertanggungjawab terhadap kelompoknya.
Model pengorganisasian semacam ini ditemukan di Melikan,
Bantul (DIY). Model yang berlaku di daerah itu adalah kerjasama
antara seseorang yang memiliki modal uang atau dalam bentuk
ternak kambing dengan penggaduh yang terdiri dari kelompok
peternak. Pada awalnya ternak kambing dibantu permodalannya
oleh LSM Forum Warga, dimana pemeliharaannya dilakukan oleh
kelompok secara bersama-sama. Dalam perkembangannya warga
menggaduhkan kambing milik pribadi untuk dikelola oleh kelompok.
Model semacam ini ternyata cukup efektif untuk membesarkan
aset kelompok, bahkan dapat mencegah terjadinya penyimpangan
dalam kerjasama pemeliharaan ternak.
Selama ini di Sukabumi dan Kulon Progo meskipun sudah
dibentuk kelompok, akan tetapi secara umum dalam masalah
beternak tanggungjawab ada pada masing-masing peternak
termasuk dalam pengembalian hasil. Idealnya kelompok peternak
juga memiliki peran dan tanggungjawab dalam pemeliharaan
ataupun dalam berhubungan dengan pemerintah. Sekiranya ada
satu orang peternak yang lalai tidak menepati kesepakatan dengan

201

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 201

6/22/2010 6:19:26 PM

Mochammad Nadjib

pemberi gaduhan, maka menjadi tanggungjawab kelompok untuk


menyelesaikannya. Dalam hal ini dapat dilakukan suatu bentuk
pertanggungjawaban secara tanggung renteng dari masing-masing
anggota terhadap masalah kelalaian seorang peternak anggota.
Dari sisi pemerintah sebagai pemberi gaduhan, maka dengan
adanya pengelompokan lokasi maupun organisasi yang baik dapat
ditingkatkan intensitas pembinaan serta efektivitas pengawasan.
6.6

Gaduhan: Embrio Model Pembiayaan Syariah pada Subsektor Peternakan

Gaduhan, adalah model pembiayaan untuk pemeliharaan


sub sektor peternakan yang menerapkan pola bagi hasil antara
peternak dengan pemberi modal. Sistem ini secara tradisi sudah
dilakukan sejak lama oleh para peternak di daerah penelitian,
dengan menerapkan pembagian sejumlah anakan yang dilahirkan
dari ternak peliharaan yang digaduhkan.
Sistem gaduhan tersebut pada prinsipnya merupakan kerjasama
usaha yang dibangun berdasarkan kesepakatan antara pemilik
modal dengan peternak sebagai mitra usahanya untuk saling
berbagi hasil dari suatu kegiatan peternakan. Kesepakatan bagi
hasil peternakan dilakukan baik saat mengalami keuntungan
maupun kerugian. Model bagi hasil secara gaduhan tersebut
bilamana dilakukan dengan menjunjung nilai kejujuran, keadilan
dan keterbukaan merupakan prinsip yang diterapkan dalam
ekonomi syariah. Ekonomi syariah yang menerapkan sistem
bagi hasil, secara prinsip menempatkan keadilan, kejujuran dan
keterbukaan di atas segalanya. Kesepakatan untuk melakukan
usaha bersama dalam sistem gaduhan tersebut dilakukan secara

202

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 202

6/22/2010 6:19:26 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan

adil dan transparan. Dalam hal ini disebut adil bilamana mitra usaha
mendapatkan pembagian hasil sesuai dengan kontribusi yang
diberikannya, baik yang berbentuk modal, keterampilan maupun
tenaga. Adapun transparan dapat diartikan bilamana pemilik
modal dengan mitra usaha saling mengetahui perkembangan dari
usaha yang dijalankannya serta seberapa besar bagi hasil yang
diperolehnya tersebut. Aktivitas bagi hasil ini sangat dianjurkan
dalam perekonomian yang Islami, karena kegiatan usaha ini tidak
dibiayai dari pinjaman yang mengandung bunga dan riba.
Disyariatkan dalam Islam bahwa pada awal perjanjian,
terlebih dahulu harus ditetapkan nisbah (rasio) bagi hasilnya.
Adapun nilai nominal dari bagi hasil baru dapat diketahui dari
besarnya keuntungan atas kegiatan usaha yang jumlahnya belum
diketahui pada saat perjanjian tersebut dibuat. Perhitungan jumlah
riil hasil yang dapat diperoleh masing-masing pihak hanya dapat
dilakukan setelah kegiatan usaha tersebut selesai atau setidaknya
berdasarkan periode waktu perhitungan. Bila penentuan untung
dilakukan di muka, maka kemungkinan besar salah satu pihak
akan mendapatkan kerugian. Sebaliknya Islam menghendaki
dilakukannya perhitungan bagi hasil secara adil yang melibatkan
penyedia dana maupun mitra usaha. Tentu saja nisbah bagi hasil
untuk sistem penggemukan (fattening) sangat berbeda dengan
sistem anak beranak (breeding). Untuk sistem penggemukan
biasanya ditentukan kurun waktu usahanya, setelah itu dihitung
selisih bobot sewaktu ternak itu akan dijual dikurangi dengan
bobot pertama kali digemukkan. Penentuan nisbah bagi hasilnya
disepakati di depan, biasanya bagian pemodal berkisar 30-40%
dan selebihnya sebagai bagian penggaduh.

203

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 203

6/22/2010 6:19:26 PM

Mochammad Nadjib

Kasus kerja sama pemeliharaan di masyarakat yang


didasarkan pada sistem syariah, dapat ditemukan di Melikan,
Bantul (DIY). Kalau secara umum model gaduhan dilakukan
antara pemilik modal dengan seorang peternak yang menjadi
penggaduh, tetapi model yang berlaku di daerah itu adalah antara
seseorang yang memiliki modal uang atau ternak kambing dengan
penggaduh yang terdiri dari kelompok peternak. Dalam dokumen
perjanjian gaduhan kambing yang ditanda tangani pada hari Sabtu,
29 September 2007 menunjukkan, bahwa akad perjanjian diawali
dengan kalimat Basmallah serta mengutip Q.S. Al-Maidah:1
yang berbunyi :Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akadakad perjanjian itu... dan Q.S. Asy-Syuaraa:181 yang berbunyi:
Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orangorang yang merugikan Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa
pihak pertama menyerahkan dua ekor kambing kepada pihak kedua
yang terdiri kelompok peternak dengan taksiran harga kambing
disepakati masing-masing seharga Rp 475.000,- dan Rp 650.000,-.
Pihak kedua berkewajiban memelihara kambing gaduhan dengan
penuh kasih sayang. Bila kurang baik cara memeliharanya, maka
pihak pertama berhak mengambil kembali kambing gaduhannya.
Adapun nisbah (rasio) bagi hasilnya adalah pihak kedua selaku
pemelihara berhak mendapatkan dua pertiga dari keuntungan.
Ditekankan pula dalam perjanjian tersebut, bahwa dasar perjanjian
ini dilakukan semata-mata untuk mendapatkan ridha Allah SWT,
sehingga jika terjadi permasalahan antara kedua belah pihak maka
penyelesaiannya dilakukan dengan cara musyawarah dan mufakat.
Model semacam ini ternyata mampu meningkatkan aset kelompok
dan menghindarkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan
dalam pemeliharaan ternak.

204

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 204

6/22/2010 6:19:26 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan

Adapun sistem breeding yang secara tradisi umum dilakukan


di Jawa Barat dan Yogyakarta adalah anakan dari setiap indukan
hasilnya dibagi dua. Dalam prakteknya kalau anaknya kembar,
maka antara pemodal dengan penggaduh masing-masing
mendapatkan seekor. Tetapi kalau anakannya hanya lahir satu
maka anak yang lahir pertama diberikan kepada penggaduh dan
kelahiran berikutnya anakannya baru diberikan kepada pemodal.
Sejak diperkenalkannya sistem sumba kontrak oleh pemerintah,
maka sistem ini dianggap lebih menguntungkan bagi peternak.
Ini dikarenakan penggaduh hanya berkewajiban mengembalikan
anakannya semata, sedangkan indukannya menjadi hak penggaduh
setelah kewajibannya dipenuhi. Dalam hal ini pola pengembalian
untuk satu ekor indukan domba kambing betina dalam sistem
sumba kontrak, maka peternak penggaduh harus mengembalikan
sebanyak dua ekor ternak keturunannya dalam waktu dua tahun
dan indukannya tetap menjadi hak penggaduh
Kerjasama ekonomi peternakan dengan sistem gaduhan,
dalam konteks syari lebih dapat dikategorikan sebagai bentuk
mudharabah. Pola mudharabah ini merupakan pola kerjasama
usaha dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan
modal dan bertindak sebagai mitra pasif sedangkan pihak lainnya
(mudharib) menyediakan keahlian dan manajemen untuk mengelola
usaha peternakan. Dalam hal ini mudharib diberi amanah untuk
menjalankan usaha peternakan, sehingga diperlukan sikap kehatihatian dan menjaga kepercayaan serta bertanggungjawab atas
amanah tersebut. Melalui pola kerjasama mudharabah kedua
belah pihak yang bermitra tidak akan mendapatkan bunga, akan
tetapi melakukan bagi hasil berdasarkan proporsi yang disepakati
(Choudhury, 1986; Mannan, 1997; Chapra, 2000). Akan tetapi

205

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 205

6/22/2010 6:19:26 PM

Mochammad Nadjib

bilamana masing-masing pihak memberi kontribusi dana dengan


proporsi perbandingan yang sama atau tidak sama serta bersepakat
atas rasio keuntungan maupun kerugian ditetapkan berdasarkan
proporsi penyertaan modal atau kesepakatan bersama, maka
kerjasama ekonomi peternakan tersebut dapat dikategorikan
sebagai bentuk musyarakah.
Secara umum disepakati bahwa perbedaan pokok antara
mudharabah dan musyarakah terletak pada apakah semua partner
dalam kemitraan itu memberi kontribusi kepada manajemen dan
keuangan atau hanya salah satunya saja. Dalam kerjasama
mudharabah maupun musyarakah, yang sangat dipentingkan
adalah kontrak kepercayaan (uqud al-amanah) yaitu kewajiban
absolut untuk bertindak adil dan kejujuran diantara mitra usaha.
Setiap upaya melakukan penipuan atau mendapatkan bagian yang
tidak adil dianggap sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap
ajaran Islam. Karena dalam ajaran Al Quran sangat menuntut
dipenuhinya persyaratan untuk bertindak dan berlaku jujur dalam
setiap kontrak, baik itu kontrak tertulis maupun secara lisan.
Model kerjasama pembiayaan dengan sistem mudharabah
dan musyarakah, merupakan skim pembiayaan untuk keseluruhan
proses produksi budidaya peternakan jenis ruminansia. Model
pembiayaan syariah juga dapat dilakukan secara parsial,
diantaranya dengan skim sewa (ijarah), jual beli (murabahah),
dan beli secara angsuran (ishtishna). Dalam panduan pembiayaan Syariah yang diterbitkan oleh Pusat Pembiayaan Pertanian
Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian (2006), prinsip ijarah
dapat diterapkan untuk menyewa tanah ataupun kandang dari
pemilik lain. Dalam akad ijarah ini tidak ada perubahan kepemilikan,

206

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 206

6/22/2010 6:19:26 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan

yang berganti adalah perpindahan hak guna pemanfaatan dari


yang menyewakan kepada penyewa. Prinsip murabahah dapat
diterapkan dalam hal penyediaan bibit atau bakalan ternak. Dalam
hal ini shohibul maal menyediakan bibit atau bakalan ternak untuk
dijual kepada peternak selaku mudharib dengan harga pokok
pembelian ditambah dengan margin keuntungan. Karakteristik
murabahah adalah pihak penjual harus memberitahukan kepada
pembeli berapa harga pembeliannya, selanjutnya menyatakan
jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.
Pembayaran dapat dilakukan secara tunai ataupun dengan
angsuran (murabahah muajjal) sesuai kesepakatan. Adapun
prinsip pembiayaan istishna merupakan transaksi jual beli secara
angsuran, dimana calon pembeli mengangsur terlebih dahulu
barang yang dibelinya sedangkan barangnya baru diserahkan
pada akhir periode pembiayaan. Perbedaan antara pembiayaan
ishtishna dengan murabahah muajjal adalah saat penyerahan
barang. Kalau sistem pembiayaan ishtishna barang diserahkan
pada akhir pembiayaan, karena biasanya barang yang dibelinya
belum dibuat pada saat transaksi sebaliknya murabahah muajjal
barangnya diserahkan di depan. Oleh karena itu sistem pembiayaan
istishna biasanya tidak pada komoditas ternak secara langsung,
akan tetapi pada komoditas yang mendukung pemeliharaan ternak
diantaranya adalah peralatan kandang seperti tempat pakan,
tempat minum, sekop, sabit dan keranjang rumput.
Dalam prakteknya pola pembiayaan dengan sistem syariah
ini mampu mengatasi keterbatasan pendanaan dari sejumlah
investor konvensional dan mengurangi keberpihakan kepada
pemodal, karena pola ini membuka peluang yang sama antara
pemodal dengan peternak yang merupakan mitra usahanya.

207

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 207

6/22/2010 6:19:26 PM

Mochammad Nadjib

Pola kerjasama semacam ini juga lebih meminimalkan resiko,


karena resiko yang ditanggung masing-masing pihak akan lebih
kecil dibandingkan dengan usaha yang tidak dilakukan dengan
bagi hasil. Modal yang diperlukan juga relatif lebih sedikit, karena
modal ditanggung bersama. Dimana tanggungan pemodal adalah
menyediakan sejumlah dana atau ternak yang sudah disepakati
sedangkan peternak menyediakan tenaga untuk merawat ternak
dan menyediakan pakannya. Oleh karena itu setiap transaksi yang
didasarkan pada pola bagi hasil disyaratkan harus transparan,
dilakukan dengan menjunjung norma-norma keadilan, kejujuran
dan menghindari unsur riba.
6.7

Kesimpulan

Secara tradisi kerjasama dalam pemeliharaan ternak sudah


sangat dikenal oleh masyarakat, baik di Jawa Barat maupun Daerah
Istimewa Yogyakarta. Yang paling umum dilakukan kerjasama
pemeliharaan adalah untuk ternak jenis ruminansia, utamanya
adalah domba-kambing, sapi dan kerbau.
Pada jenis ternak ruminansia, di perdesaan sudah umum
dilakukan pola pemeliharaan dengan sistem bagi hasil, atau dikenal
dengan istilah gaduhan. Pemilik modal biasanya menitipkan satu
atau beberapa ekor ternak untuk dipelihara oleh petani peternak.
Pakan disediakan oleh petani-peternak dengan mencarikan
hijauan di sekitar lahan-lahan pertanian dan tempat-tempat umum
yang ditumbuhi oleh rumput alam atau dedaunan untuk pakan
ternak. Adapun anakan yang dihasilkannya dibagi dua antara
pemodal yang menyediakan ternak dengan petani peternak yang
memelihara.

208

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 208

6/22/2010 6:19:27 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan

Di lain pihak kebijakan pemerintah dalam upaya untuk mempercepat proses pembangunan pada sub sektor peternakan,
melakukan program penyebaran dan pengembangan ternak dengan
mengadopsi sistem yang dianut masyarakat secara tradisional
melalui pola gaduhan yang diarahkan kepada pemilikan ternak.
Melalui kebijakan ini, populasi dan produksi hasil ternak diharapkan
dapat bertambah dan akhirnya dapat meningkatkan pendapatan
peternak dan masyarakat perdesaan umumnya. Hanya saja sistem
gaduhan yang dikembangkan pemerintah tidak mengadopsi sistem
gaduhan tradisional yang dianut kebanyakan peternak, akan tetapi
lebih memilih mengadopsi sistem sumba kontrak. Dalam sistem ini
telah dibicarakan di depan tentang kewajiban penggaduh dalam hal
jumlah ternak yang harus dikembalikan dan lamanya jangka waktu
pengembalian, sehingga setelah kewajiban penggaduh dilunasi,
maka seluruh ternak yang ada menjadi milik penggaduh.
Dalam konteks syariah, kerjasama ekonomi peternakan
dengan sistem gaduhan, merupakan embrio yang dapat diadopsi
sebagai pembiayaan syariah. Sistem gaduhan yang selama ini
diterapkan secara syari dapat dikategorikan sebagai bentuk
pembiayaan mudharabah. Pola mudharabah ini merupakan
pola kerjasama usaha dimana pihak pertama (shahibul maal)
menyediakan modal dan bertindak sebagai mitra pasif sedangkan
pihak lainnya (mudharib) menyediakan keahlian dan manajemen
untuk mengelola usaha peternakan. Melalui pola kerjasama
mudharabah kedua belah pihak yang bermitra tidak akan
mendapatkan bunga, akan tetapi melakukan bagi hasil berdasarkan
proporsi yang disepakati. Model bagi hasil secara gaduhan tersebut
bilamana dilakukan dengan menjunjung nilai kejujuran, keadilan

209

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 209

6/22/2010 6:19:27 PM

Mochammad Nadjib

dan keterbukaan merupakan prinsip yang diterapkan dalam


ekonomi syariah.

210

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 210

6/22/2010 6:19:27 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Retno. 2009. Performa Sapi Peranakan Ongole dengan


Pemberian Pakan Aditive Lerak (sapindus rarak De Candole)
pada Ransum berbasis Jerami Padi. Skripsi Sarjana. Bogor,
Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Chapra, Umer, 2000. Sistem Moneter Islam. Jakarta, Gema Insani.
Choudhury, Masudul Alam, 1986.
Contributions to Islamic
Economic Theory. A Study in Social Economics. New York,
St. Martins Press.
Departemen Pertanian, 2006. Pola Pembiayaan Syariah untuk
Komoditas Domba. Jakarta, Pusat Pembiayaan Pertanian
Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian.
_________, 2006.Pola Pembiayaan Syariah untuk komoditas
Unggas (Ayam Petelur). Jakarta, Pusat Pembiayaan
Pertanian Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian.
Ditjen Peternakan, 2009. Sekelumit Sejarah Usaha Peternakan di
Indonesia dalam http//www.ditjennak.go.id/publikasi/sejarah
usaha peternakan (31 Agustus 2009).
Karo-karo, S. 2004. Kontribusi Usaha Peternakan Kambing dalam
Pembangunan Pertanian.. Prosiding Lokakarya Nasional
Kambing Potong. Bogor, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan.
Mannan, M.Abdul, 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam.
Yogyakarta, PT. Dana Bhakti Prima Yasa.

211

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 211

6/22/2010 6:19:27 PM

Mochammad Nadjib

Paturachman, Maman. 2001. Studi Perbandingan Sistem Kredit


Ternak Domba dan Kerbau di Kabupaten Sumedang dan
Tasikmalaya. Bandung, Fakultas Peternakan Universitas
Padjadjaran.
Prima, Iwan Berry. 2008. Kebijakan Impor Daging Sapi dan
Ketahanan Pangan dalam http://www.detik.com (8 Mei
2008).
Sasongko WR dan Farida Sukmawati, 2007. Pola Gaduhan dalam
Mendukung Agribisnis Ternak Kambing di Lombok Timur.
Mataram, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB.
Suhendar, Y.2007. Harus Terus Impor Susu dan Daging? Agrina,
11 Desember 2007.

212

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 212

6/22/2010 6:19:27 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan

BAB 7
EFEKTIVITAS MODEL KREDIT PROGRAM
DAN SKIM PEMBIAYAAN SYARIAH DALAM
PENGEMBANGAN SUB-SEKTOR PERKEBUNAN
Mahmud Thoha

7.1

Pendahuluan

Setelah melalui proses pembiayaan sejak Indonesia


memperoleh kemerdekaan pada tahun 1945 hingga sekarang
sektor pertanian ternyata masih tetap mempunyai peran yang
sangat penting dalam perekonomian nasional baik dalam hal
kontribusinya terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto,
penyerapan tenaga kerja maupun sebagai pemasok berbagai jenis
kebutuhan pokok masyarakat. Salah satu sub-sektor yang cukup
penting dari sektor pertanian tersebut adalah subsektor perkebunan
yang menghasilkan berbagai jenis komoditi seperti tebu, teh, kopi,
kelapa sawit, kelapa, cengkeh, kakao, pala, panili, lada dan lainlain. Perkebunan di Indonesia pada umumnya dikelola melalui tiga
pola yaitu perkebunan besar swasta, perkebunan besar negara
dan perkebunan rakyat. Diantara ketiga pola perkebunan tersebut,
perkebunan swasta dan perkebunan negara diperkirakan relatif
tidak mengalami kesulitan yang berarti dalam hal aksesibilitas
terhadap kredit atau pembiayaan baik dari bank maupun lembaga
keuangan bukan bank. Salah satu alasan terpenting adalah
karena skala usaha perkebunan swasta maupun perkebunan

213

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 213

6/22/2010 6:19:27 PM

Mochammad Nadjib

negara relatif luas dan bersifat komersial. Tidak demikian halnya


dengan perkebunan rakyat yang pada umumnya berskala kecil
atau mikro dengan luas lahan yang relatif sempit pula. Sedemikian
sempitnya luas areal perkebunan yang dikelola secara individual
oleh para petani perkebunan rakyat seperti kemiri, panili, aren,
pinang dan lain-lain sehingga banyak komoditi yang diusahakan
tidak bankable. Ditambah lagi dengan tidak adanya sertifikat tanah,
aksesibilitas para petani perkebunan rakyat ini terhadap kredit atau
pembiayaan terhadap bank dan lembaga-lembaga keuangan formal
lainnya menjadi semakin terbatas. Kendala atau permasalahan
pembiayaan yang dihadapi oleh perkebunan rakyat adalah sepert
Usaha Mikro dan Kecil (UMK) lainnya, diantaranya adalah:

Rendahnya kredibilitas UMK dari sudut analisis perbankan;

Banyak UKM yang feasible tetapi tidak bankable;

Informasi yang kurang merata (asimetri) tentang layanan


perbankan dan lembaga keuangan yang dapat dimanfaatkan
oleh UMK, serta;

Keterbatasan jangkauan pelayanan dari lembaga keuangan,


khususnya perbankan.

Akses terhadap pembiayaan tersebut dapat diperluas bank


melalui kredit program yang berbagi bunga maupun pembiayaan
syariah yang berbasis bagi hasil. Atas dasar permasalahan tersebut pada bab ini akan disajikan hasil penelitian tentang efektivitas
model kredit program dan skim pembiayaan syariah dalam
pengembangan sub-sektor perkebunan di Kabupaten Sukabumi
Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Sleman Provinsi Daerah
214

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 214

6/22/2010 6:19:27 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan

Istimewa Yogyakarta, dengan beberapa aspek kajian sebagai


berikut:
1.

Gambaran Umum Sub-Sektor Perkebunan di Daerah


Penelitian

2.

Model Pembiayaan di
Diterapkan Pemerintah

3.

Proses Penyaluran Pembiayaan Perkebunan

4.

Pembiayaan Syariah Untuk Sektor Perkebunan

5.

Kendala Dalam Penyaluran Pembiayaan

6.

Peran Pemerintah, Bank Syariah


Pengembangan Pembiayaan Syariah

7.

Efektivitas Pembiayaan Syariah dalam Pengembangan SubSektor Perkebunan

8.

Prospek Pembiayaan Syariah

9.

Penutup.

7.2

Gambaran Umum Sub-Sektor Perkebunan di Daerah


Penelitian

Sub-Sektor

Perkebunan

dan

BMT

Yang

dalam

Jenis tanaman perkebunan di Kabupaten Sleman dapat


dikelompokkan kedalam dua jenis yakni tanaman tahunan dan
tanaman semusim. Beberapa tanaman tahunan yang utama di
daerah ini adalah kelapa, kopi, cengkeh, jambu mete, kakao,
kapuk randu dan lada. Sedangkan tanaman perkebunan semusim
adalah tembakau, tebu, mendong dan nilam. Dari segi luas areal
tanaman perkebunan, komoditi yang terpenting adalah kelapa,

215

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 215

6/22/2010 6:19:27 PM

Mochammad Nadjib

kopi, cengkeh, jambu mete, tembakau, tebu dan mendong. Hampir


seluruh komoditi perkebunan tersebut mengalami penurunan
luas panen dari tahun ke tahun (2005-2008) kecuali tebu. Hal itu
merupakan salah satu indikasi bahwa tebu adalah jenis tanaman
perkebunan yang relatif paling menguntungkan dibandingkan
dengan komoditi lainnya (lihat Tabel 7.1).
Baik produksi maupun produktivitas komoditi tanaman
perkebunan selama 4 tahun terakhir (2005-2008) pada umumnya
dapat dikatakan mengalami peningkatan terutama tebu, kopi kate,
tembakau virginia, mendong dan nilam. Beberapa komoditi yang
produktivitasnya relatif stagnan atau bahkan mengalami penurunan
diantaranya adalah jambu mete, cengkeh, lada, teh dan kapuk
randu (lihat Tabel 7.2 dan Tabel 7.3).
Mengenai jenis komoditi perkebunan yang banyak diusahakan
oleh para pelaku ekonomi di Kabupaten Sukabumi, jumlahnya lebih
banyak bila dibandingkan dengan Kabupaten Sleman. Salah satu
faktor penyebabnya adalah karena wilayah Kabupaten Sukabumi
jauh lebih luas bila dibandingkan dengan Kabupaten Sleman. Dari
25 jenis komoditi perkebunan di Kabupaten Sukabumi, sebagian
besar (18 jenis) merupakan perkebunan rakyat (PR). Sedangkan
yang diusahakan oleh Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan
Perkebunan Besar Negara (PBN) masing-masing ada 12 dan 7
jenis. Ada 2 jenis komoditi yang diusahakan baik oleh perkebunan
rakyat, perkebunan besar swasta maupun perkebunan besar
negara yaitu teh dan karet (lihat Tabel 7.4). Dari segi produktivitas
teh maupun karet, tampak bahwa PBN menempati urutan teratas,

216

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 216

6/22/2010 6:19:27 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan

bahkan produktivitasnya sekitar dua kali lipat dibandingkan dengan


PR dan PBS (lihat Tabel 7.5). Yang agak di luar perkiraan adalah
bahwa produktivitas teh maupun karet yang dikelola PBS adalah
relatif rendah atau kurang lebih sama dengan yang dikelola oleh
PR. Padahal secara teoritis produktivitas teh dan atau karet yang
dikelola oleh PBS diperkirakan mempunyai peringkat tertinggi
dibandingkan dengan PBN, apalagi dibandingkan dengan PR.
Hal ini membantah argumentasi umum bahwa perusahaan
yang dikelola oleh pihak swasta adalah selalu lebih profesional
dibandingkan dengan pihak pemerintah sehingga produktivitas dan
kinerja ekonomi dan finansial lainnya diharapkan mengikuti logika
itu. Bukti empirik dari perkebunan teh dan karet di Kabupaten
Sukabumi tidak mendukung logika tersebut. Jenis komoditi
perkebunan lainnya yang cukup penting ditinjau dari luas areal
adalah kelapa hibrida, cengkeh dan kakao. Kedua jenis komoditi
tersebut diusahakan oleh PR maupun PBS. Sedangkan komoditi
lainnya yang banyak diusahakan oleh PR adalah pala, panili, aren,
kemiri dan kopi serta kumis kucing (lihat Tabel 7.4).
Tabel 7.1

Perkembangan Luas Tanaman Perkebunan di Kabupaten Sleman


Tahun 2005 2008 (dalam hektar)

No.
Komoditi
A. Tahunan
1. Kelapa
2. Kopi Arabika
Kopi Robusta
Kopi Kate
3. Cengkeh
4. Jambu Mete
5. Kakao
6. Kenanga

2005

2006

2007

2008

5.059,50
134,00
182,60
0,00
116,70
57,00
11,75
0,50

5.007,00
134,00
137,60
3,00
48,10
44,50
10,50
0,50

4.944,43
102,00
135,55
3,00
48,20
46,50
13,50
0,50

4.977.61
102,00
125,45
3,00
47,70
48,50
13,45
0,50

217

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 217

6/22/2010 6:19:27 PM

Mochammad Nadjib

7.
8.
9.
10.
B.
1.

2.
3.
4.

Panili
Lada
Kapuk Randu
Teh
Semusim
Tembakau (R)
Tembakau Virginia
Tembakau Vrostenland
Tebu
Mendong
Nilam

0,00
6,95
14,00
1,00

2,10
6,95
14,00
1,00

3,50
6,25
14,00
1,00

3,50
6,70
16,00
1,00

2.032,50
220,59
28,66
1.164,25
158,50
2,50

1.270,80
113,00
10,00
1.295,35
150,00
6,00

1.001,00
103,70
10,00
1.314,93
150,00
2,15

1.064,50
100,00
5,00
1.352,54
150,00
2,45

Sumber: Kabupaten Sleman dalam Angka, Berbagai Tahun.

Tabel 7.2

Jumlah Produksi Tanaman Perkebunan di Kabupaten Sleman 2005


2008 (dalam ton)

No.
Komoditas
A. Tahunan
1. Kelapa
2. Kopi Arabika
Kopi Robusta
Kopi Kate
3. Cengkeh
4. Jambu Mete
5. Kakao
6. Kenanga
7. Panili
8. Lada
9. Kapuk Randu
10. Teh
B. Semusim
1. Tembakau (R)
Tembakau Virginia
Tembakau Vrostenland
2. Tebu
3. Mendong
4. Nilam

2005

2006

2007

2008

84.578,31
351,00
550,80
0,00
265,00
234,40
254,55
18,80
0,00
21,15
22,85
9,00

84.766,65
370,65
462,20
6,50
94,19
120,35
265,65
18,35
2,15
18,95
19,45
8,75

83.427,20
351,25
525,70
6,50
94,79
55,00
300,15
18,85
14,60
15,75
18,60
8,75

83.648,05
377,45
468,15
15,70
93,29
58,50
305,50
18,85
13,15
19,65
25,85
8,75

12.349,40
4.083,74
766,50
45.258,94
30.236,00
24,00

7.732,40
2.054,22
237,85
49.203,36
28.622,00
53,35

6.255,45
1.997,00
235,65
54.224,69
28.476,00
32,05

6.830,30
2.253,55
122,30
53.907,54
30.325,00
60,20

Sumber: Kabupaten Sleman Dalam Angka, Berbagai Tahun.

218

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 218

6/22/2010 6:19:27 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan

Tabel 7.3

Perkembangan Produktivitas Tanaman Perkebunan di Kabupaten


Sleman 2005 2008 (dalam ton/hektar)

No.
Komoditas
A. Tahunan
1. Kelapa
2. Kopi Arabika
Kopi Robusta
Kopi Kate
3. Cengkeh
4. Jambu Mete
5. Kakao
6. Kenanga
7. Panili
8. Lada
9. Kapuk Randu
10. Teh
B. Semusim
1. Tembakau (R)
Tembakau Virginia
Tembakau Vrostenland
2. Tebu
3. Mendong
4. Nilam

2005

2006

2007

2008

16,72
2,62
3,02
0,00
2,27
4,11
21,67
37,60
0,00
3,04
1,63
9,00

16,93
2,77
3,36
2,17
1,96
2,70
25,30
36,70
1,02
2,73
1,39
8,75

16,87
3,44
3,88
2,17
1,97
1,18
22,23
37,70
4,17
5,25
1,33
8,75

16,81
3,70
3,73
5,23
1,96
1,21
22,71
37,70
3,76
2,93
1,62
8,75

6,08
18,51
26,74
38,87
190,76
9,60

6,08
18,18
23,79
37,98
190,81
8,89

6,25
19,26
23,79
41,24
189,84
14,91

6,42
22,54
24,46
51,8
202,17
24,57

Sumber: Kabupaten Sleman Dalam Angka, Berbagai Tahun.

Tabel 7.4

No.

1.
2.
3.

Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan Menurut Jenis Komoditi


dan Status Perusahaan di Kabupaten Sukabumi Tahun 2008

Jenis
Komoditi

(1)
Teh
Karet
Kelapa
Dalam

Perkebunan Rakyat Perkebunan Besar Perkebunan Besar


(PR)
Swasta (PBS)
Negara (PBN)
Luas
Produksi
Luas
Produksi
Luas
Produksi
Areal
(Ton)
Areal
(Ton)
Areal
(Ton)
(Ha)
(Ha)
(Ha)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
10.684,00 7.550,47 4.617,91 3.430,89 2.418,51 3.580,94
4.066,45 2.234,61 9.137,73 4.280,22 7.432,08 6.910,07
10.773,60 9.312,28
458,50
141,85
-

219

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 219

6/22/2010 6:19:27 PM

Mochammad Nadjib

4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.

Kelapa
Hibrida
Cengkeh
Kakao
Pala
Panili
Guttapercha
Kemiri
Kapuk
Pinang
Pandan
Aren
Jambu Mete
Lada
Kopi
Kumis
Kucing
Albasia
Sereh
Wangi
Nilam
Kina
Mindi
Murbai
Sawit

3.308,00

3.136,81 2.368,13

551,57

818,16

7.920,70
305,20
1.728,00
895,55
252,00
102,75
169,00
30,00
1.078,00
27,00
179,50
969,50
253,00

1.801,51
924,18
15,09 1.010,50
312,85
122,55
183,98
88,09
75,32
2,09
288,13
12,35
12,18
218,85
304,42
820,74
-

267,39
418,70
474,53
-

417,04
-

1,57
-

433,30
45,48

- 1.417,15
10,13
-

104,00
-

171,05
-

5,00
300,00
78,00

610,21
420,04
- 2.662,54

126,45
468,93

Sumber: Kabupaten Sukabumi Dalam Angka, Tahun 2008.

Tabel 7.5

Produktivitas Tanaman Teh dan Karet di Kabupaten Sukabumi Tahun


2008 (dalam ton/ha)
Pengelola

Produktivitas
Teh

Karet

1. Perkebunan Rakyat (PR)

70,67

54,95

2. Perkebunan Besar Swasta (PBR)

74,30

46,84

3. Perkebunan Besar Negara (PBN)

148,06

92,98

Sumber: Diolah dari Tabel 7.3 dan Tabel 7.4

220

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 220

6/22/2010 6:19:28 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan

7.3

Model Pembiayaan di Sub-Sektor Perkebunan yang


Diterapkan Pemerintah

Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa jenis tanaman


perkebunan di Kabupaten Sukabumi meliputi: karet, kakao, teh,
kelapa dan cengkeh, sedangkan kelapa sawit dalam bentuk potensi
saja. Meskipun demikian, pembiayaan syariah baik program
maupun non-program untuk perkebunan belum ada padahal
komoditi perkebunan tersebut cukup aman dan menguntungkan.
Inisiatif pembiayaan syariah mestinya berasal dari pihak perbankan.
Adapun program dari pemerintah pusat untuk perkebunan antara
lain: (1) Kredit Revitalisasi Perkebunan, (2) GEMAR atau Gerakan
Multi Argribisnis. Kredit Revitalisasi Perkebunan berupa kegiatan
perluasan tanaman karet berdasarkan SK. Direktorat Jenderal
Perkebunan Nomor: 135/Kpts/RC.110/10/2008, tanggal 14 Oktober
2008 adalah sebagai berikut:
Tahun ke
1 (P 0)

Jumlah Kredit
(Rp)
11.997.000

2 (P 1)

4.146.000

3 (P 2)

4.120.000

4 (P 3)

4.364.300

5 (P 4)

4.227.000

6 (P 5)

5.140.000

Peruntukan
HOK, bahan
dan alat,
sertifikat
HOK, bahan
dan alat
HOK, bahan
dan alat
HOK, bahan
dan alat
HOK, bahan
dan alat
HOK, bahan
dan alat

HOK = Hari, Orang, Kerja (Upah Kerja).

221

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 221

6/22/2010 6:19:28 PM

Mochammad Nadjib

Dengan demikian besarnya kredit revitalisasi tanaman karet


di Kabupaten Sukabumi adalah Rp 33.995.800,- per hektar, yang
dikucurkan selama 6 tahun dengan peruntukan HOK, bahan dan
alat serta sertifikasi lahan. Kredit Revitalisasi di daerah Kabupaten
Sukabumi diberi plafon 700 hektar pada tahun pertama dan 300
hektar pada tahun kedua. Adapun mekanisme pengalokasian kredit
revitalisasi tersebut adalah sebagai berikut:
1.

Dinas Perkebunan mendata para petani dan membantu


sertifikasi lahan.

2.

Dana dari BRI disetor ke para petani di bawah koordinasi


Kelompok Tani (Pok-Tan) sebesar Rp 33 Juta/hektar.

3.

Bunga plus pokok pinjaman dibayar setelah panen.

4.

Pemerintah memberikan subsidi bunga sebesar 5% pertahun


dari tahun 0 hingga tahun kelima (tahun pertama bunga 10%,
tahun kedua dan seterusnya berlaku suku bunga komersial).

Selain program revitalisasi, Departemen Pertanian juga


mempunyai program Gerakan Multi Agribisnis atau GEMAR.
Program ini dimaksudkan untuk membantu peningkatan
pendapatan petani tanaman pangan, perkebunan dan perikanan
dalam bentuk kredit untuk kegiatan usaha tambahan atau pelengkap
berupa ternak, budidaya jamur kayu, ikan, lebah madu dan lainlain. Paket program GEMAR ini diberikan kepada petani melalui
koordinasi dengan kelompok-kelompok tani yang sudah ada.
Program pemerintah lainnya adalah SP3 yaitu sistem pembiayaan
Pertanian Perdesaan (skala mikro dan kecil). Kredit ini diberikan
kepada petani dengan jaminan pemerintah. Selain itu pemerintah
222

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 222

6/22/2010 6:19:28 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan

juga memberikan subsidi bunga sebesar 3-5%. Karena nilai kredit


ini juga relatif kecil, pihak bank pelaksana juga tidak mudah untuk
menggulirkan kredit SP3 ini. Program ini juga terkendala bukti
pemilikan tanah sehingga tahun 2007 sampai tahun 2008 belum
juga terlaksana.
Ada beberapa masalah teknis dalam pengelolaan perkebunan, antara lain:
(a)

Kredit untuk perkebunan besar, tidak seluruhnya disalurkan


sesuai dengan akad kredit sehingga banyak perkebunan
yang rusak, kredit macet, banyak utang;

(b)

Perkebunan karet kalau disewakan berbahaya, bisa rusak


karena disadap setiap hari;

(c)

Untuk tanaman karet, pemasaran bersifat sangat terbuka


sehingga harus banyak pengawasan;

(d)

Tanaman cengkeh banyak yang di ijon atau diperdagangkan


sebelum panen.

Menurut pejabat Dinas Perkebunan dan Kehutanan,


pembiayaan syariah untuk sektor perkebunan di Kabupaten
Sukabumi belum ada padahal pembiayaan syariah sebenarnya
aman dan fleksibel, tapi inisiatif seharusnya datang dari pihak
perbankan sendiri. Beberapa komoditi perkebunan yang cukup
aman untuk dibiayai dengan pembiayaan syariah adalah karet
dan tembakau. Tetapi kelapa sawit, tebu, kelapa dan cengkeh juga
relatif aman.

223

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 223

6/22/2010 6:19:28 PM

Mochammad Nadjib

Sementara itu, jenis tanaman perkebunan yang banyak


diusahakan oleh para petani di Kabupaten Sleman antara lain:
tembakau, kopi, mendong, mete (jambu mede), lada dan panili.
Adapun program pemberdayaan petani dilakukan dengan cara
penguatan modal dengan sistem kepercayaan atau tanpa agunan.
Sumber dana dari APBD dengan nilai pinjaman sebesar Rp 10 juta,
Rp 20 juta dan Rp 30 juta per petani. Pinjaman diberikan kepada
petani yang telah memiliki kelompok tani yang telah dikukuhkan
yang terdiri dari 20 hingga 25 orang. Syaratnya mereka tidak punya
utang ke bank juga tidak punya utang ke Provinsi. Jasa pinjaman
sebesar 6% per tahun. Pengembalian pokok pinjaman plus jasa
disetor ke sub-sektor Perkebunan, kemudian dilanjutkan ke Dinas
dan selanjutnya ke Bank Pembangunan Daerah Kabupaten
Sleman.
Mekanisme pengajuan pinjaman dilakukan dengan cara:
Kelompok tani mengajukan proposal (kepada BPD/Dinas
Perkebunan). Bila layak maka pinjaman modal diberikan. Adapun
lamanya pinjaman tergantung pada jenis komoditi yang dibiayai.
Misalnya: kopi selama 1 tahun, mendong 6 bulan dan lain-lain
dengan tingkat kemacetan pinjaman sekitar 5%. Ada juga program
PMUK atau Penguatan Modal Usaha Kelompok yang dibiayai
dengan APBN. Disini tugas Dinas hanya membina KelompokKelompok Usaha Bersama (KUB) dari petani mendong, tembakau,
kopi dan lain-lain. KUB tersebut diharapkan nantinya menjadi
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang berbadan hukum.

224

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 224

6/22/2010 6:19:28 PM

Efektivitas Pola Pembiayaan Syariah Dalam Pengembangan Sub-Sektor Peternakan

Salah satu rahasia sukses program pemberdayaan petani


yang dibiayai dari dana APBD di Kabupaten Sleman adalah karena
adanya forum komunikasi kelompok yang dilakukan tiap 3 bulan.
Forum ini dibentuk supaya terjalin hubungan yang akrab dan saling
berbagi pengalaman antar individu dan kelompok sehingga terjadi
rasa sungkan bila kelompoknya kurang berhasil, apalagi kalau
sampai ada yang gagal mengembalikan pinjaman.
7.4

Proses Penyaluran Pembiayaan Sub-sektor Perkebunan

Dalam rangka pengembangan agribisnis pertanian khususnya pada sub-sektor perkebunan Kabupaten Sleman ditempuh
dengan berbagai upaya kegiatan antara lain peningkatan SDM,
pengembangan dan pertumbuhan kelembagaan kelompok, peningkatan sarana prasarana, penerapan teknologi tepat guna,
pengendalian penyakit dan penguatan modal perkebunan.
Salah satu permasalahan yang ikut berperan dalam menghambat laju pengembangan usaha perkebunan ditingkat petani
perkebunan adalah masalah keterbatasan permodalan, sehingga
simulasi dana pinjaman penguatan modal sangat dibutuhkan
untuk mempercepat pertumbuhan dan peningkatan perekonomian
masyarakat dengan basis usaha pertanian.
Program penguatan modal perkebunan ikut mendorong dan
memacu tumbuhnya semangat dan motivasi usaha perkebunan
secara terpadu baik dalam aspek ekonomi, sosial, kelembagaan
masyarakat, kesehatan lingkungan maupun aspek keamanan dan
ketertiban masyarakat.
225

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 225

6/22/2010 6:19:28 PM

Mochammad Nadjib

Alokasi penguatan modal perkebunan yang telah berjalan


belum dapat merata diseluruh kelompok atau anggota tani perkebunan yang ada di Kabupaten Sleman sehingga program
penguatan modal tersebut pada tahun 2007 ini terus dilaksanakan
dengan semakin disempurnakan sistem dan mekanisme pelaksanaannya agar lebih efektif dan efisien sesuai dengan tujuan dan
sasaran program penguatan modal.
7.4.1 Sasaran dan Tujuan Program
Sasaran program ini adalah kelompok tani perkebunan yang
aktif dinamis, tertib dan bertanggungjawab.
Tujuannya adalah:
1.

Membantu masyarakat pelaku perkebunan untuk meningkatkan usahanya;

2.

Pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan perekonomian masyarakat melalui kelembagaan masyarakat;

3.

Efisiensi pemanfaatan anggaran pembangunan pemerintah


dalam rangka pengembangan perekonomian masyarakat;

4.

Meningkatkan pendapatan petani perkebunan.

7.4.2 Manfaat Program


1.

Meningkatkan rasa tanggungjawab masyarakat dalam


mengelola dana pinjaman dengan baik;

2.

Tumbuhnya pemberdayaan perekonomian masyarakat.

226

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 226

6/22/2010 6:19:28 PM

Efektivitas Model Kredit Program dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam


Pengembangan Sub-Sektor Perkebunan

7.4.3 Mekanisme Program


1.

Prosedur pengajuan pinjaman direkomendasikan Petugas


Penyuluh Lapangan (PPL) , Petugas Teknis dan diketahui
oleh Kepala Desa dan Camat;

2.

Pelaku usaha mengajukan pinjaman sesuai dengan kegiatan


usahanya;

3.

Ada perbedaan dengan program dari lembaga keuangan,


karena kuncinya disini adalah tingkat komunikasi yang tinggi
dan pelayanan yang prima serta kontrol yang dilakukan
secara rutin;

4.

Tim Dinas Kabupaten melakukan penilaian/seleksi dengan


kriteria yang telah ditentukan;

5.

Penetapan kelompok tani perkebunan dan anggota penerima


pinjaman dana penguatan modal;

6.

Proses penyelesaian administrasi perjanjian dan administrasi


lainnya;

7.

Kelompok yang telah menyelesaikan administrasi segera


akan menerima penyerahan dana pinjaman secara utuh
melalui rekening masing-masing kelompok di BPC-DIY
Cabang Sleman atau unit terdekat;

8.

Pengembalian dana pinjaman harus dilakukan secara


tertib dan bertanggungjawab sesuai jadwal angsuran
pinjaman melalui Pembantu Bendahara Penerima di Bidang
Perkebunan, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten
Sleman atau melalui Rekening Dinas Pertanian dan

227

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 227

6/22/2010 6:19:28 PM

Mahmud Thoha

Kehutanan dan selanjutnya segera menyerahkan foto copy


slip setoran ke Pembantu Bendahara Penerima.
7.4.4 Syarat Calon Penerimaan Pinjaman Penguatan Modal
a.

b.

Syarat Umum

Kelompok sudah tumbuh dan berkembang secara


alami sesuai kebutuhan kelompok;

Kelompok tani perkebunan aktif dan dinamis ditandai


dengan adanya pertemuan kelompok secara rutin
setiap bulan/selapan;

Dinamika kelompok berjalan dengan baik ditandai


dengan komunikasi kelompok berjalan lancar, mengedepankan musyawarah untuk mufakat, terbuka, jujur,
disiplin/tertib dan bertanggungjawab;

Administrasi kelompok dilaksanakan dengan tertib dan


lengkap;

Mampu mengelola keuangan kelompok dengan tertib


dan tanggungjawab baik dana intern kelompok maupun
dari luar kelompok;

Memiliki pengalaman berkebun dan mempunyai kelayakan usaha sesuai kegiatannya.

Persyaratan teknis dan administrasi calon penerima pinjaman


dana penguatan modal.
Syarat teknis:

Untuk kegiatan perkebunan harus dikelola dalam kelompok;

228

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 228

6/22/2010 6:19:28 PM

Efektivitas Model Kredit Program dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam


Pengembangan Sub-Sektor Perkebunan

Memiliki perkebunan, dan tersedia perkebunan yang


cukup memadai;

Memanfaatkan dana pinjaman sesuai peruntukkannya.


Syarat administrasi:

Kelompok menyerahkan foto copy KTP ketua dan


anggota penerima;

Menyerahkan meterai Rp 6.000,-

Ketua kelompok dan anggota penerima menandatangani surat perjanjian yang telah disepakati dan
mengembalikan surat perjanjian sesuai waktu yang ditentukan;

Anggota calon penerima pinjaman harus mendapat


persetujuan dari pihak keluarga, istri/anak sebagai
ahli waris yang tertuang pada surat keterangan dalam
perjanjian;

Menyerahkan foto copy nomor rekening kelompok yang


dibuka di BPD-DIY Cabang Sleman atau unit terdekat.

7.4.5 Tahapan Pelaksanaan Kegiatan


1.

Sosialisasi program kepada petugas;

2.

Sosialisasi program kepada kelompok oleh petugas;

3.

Penerimaan permohonan pengajuan dari kelompok;

4.

Seleksi kelompok;

5.

Penetapan kelompok dan anggota calon penerima;

6.

Penyelesaian administrasi pinjaman penguatan modal;

229

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 229

6/22/2010 6:19:28 PM

Mahmud Thoha

7.

Transfer dana dikelompok sesuai alokasi dana yang telah


ditentukan melalui BPD Cabang Sleman atau unit terdekat;

8.

Monitoring, pemantauan dan evaluasi


pengadaan perkebunan dan pembinaan;

9.

Pengembalian dana pinjaman dan sebelumnya diberitahukan


untuk diingatkan tentang jatuh tempo angsuran.

7.5

Pembiayaan Syariah untuk Sub-sektor Perkebunan

pelaksanaan

Dari perspektif bisnis, sub-sektor perkebunan merupakan


salah satu sektor usaha yang menarik bagi pihak perbankan untuk
menyalurkan dananya. Hal ini berlaku untuk perbankan konvensional maupun perbankan syariah. Perkebunan tebu dan kelapa
sawit adalah beberapa contoh komoditi perkebunan yang cukup
menjanjikan keuntungan. Perbankan konvensional sudah lama
berkolaborasi dengan para petani tebu dengan skim konvensional
pula yakni melalui pinjaman berbasis bunga dengan agunan
sertifikat atau girik tanah serta penjaminan dari pemerintah.
Sedangkan perbankan syariah seperti Bank Syariah Mandiri telah
menyalurkan pembiayaan syariah kepada para petani kelapa sawit
di daerah Lampung dengan skim bagi hasil atau pola syariah.
Namun demikian secara keseluruhan sektor pertanian pada
umumnya kurang menarik bagi sektor perbankan dibandingkan
dengan sektor-sektor ekonomi lainnya seperti perdagangan dan
industri.
Dari sisi pemerintah, berbagai program untuk sektor
perkebunan khususnya dan sektor pertanian umumnya telah

230

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 230

6/22/2010 6:19:28 PM

Efektivitas Model Kredit Program dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam


Pengembangan Sub-Sektor Perkebunan

diluncurkan seperti KKPE, SP3 (Skim Pelayanan Pembiayaan


Pertanian); KUR (Kredit Usaha Rakyat) dan lain-lain. Diantara
skim-skim tersebut yang menggunakan pola syariah adalah PUAP
(Pembiayaan Usaha Agribisnis Pertanian). Sementara KUR tidak
dirancang khusus untuk pola syariah tetapi bila KUR ini bermitra
dengan bank syariah maka otomatis akan dirubah menjadi pola
syariah sebagaimana dilaksanakan oleh Bank Syariah Mandiri.
Dalam melaksanakan program PUAP, Departemen Pertanian
menggandeng BKPP (Badan Koordinasi Pembangunan Pertanian). PUAP ini baru diluncurkan tahun 2008 dan efektif dilaksanakan tahun 2009. Program pembiayaan syariah ini ditujukan
kepada seluruh sub-sektor pertanian seperti tanaman pangan,
perkebunan, hortikultura dan peternakan, tetapi tidak termasuk subsektor perikanan. Pelaksanaan program PUAP ini juga melibatkan
penyelia yang direkrut dari orang-orang yang telah berpengalaman
dalam pengelolaan usaha mikro seperti Baitul Mal wat Tamwil
(BMT). Mereka disewa oleh BKPP sebagai implementor program
PUAP berbasis syariah. Dalam hal ini penyelia ditugasi untuk
membentuk devisi unit usaha otonom atau Lembaga Keuangan
Mikro untuk petani. Lembaga ini nantinya diharapkan dapat dikelola
oleh masyarakat setempat. Untuk itu, penyelia merekrut beberapa
pemuda desa untuk mengelola lembaga keuangan mikro tersebut.
Mereka digaji dari perolehan bagi hasil dengan petani dengan
pola 70 untuk petani dan 30 untuk lembaga keuangan mikro.
Akad-akad syariah yang banyak digunakan adalah murabahah
dan mudharabah. Akad murabahah atau jual beli dengan margin

231

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 231

6/22/2010 6:19:28 PM

Mahmud Thoha

biasanya dipakai untuk pembelian bibit dan pupuk bagi para petani
yang punya lahan, sedangkan akad mudharabah biasanya dipakai
untuk modal usaha bagi petani yang tidak punya lahan, misalnya
untuk menggarap tanah orang lain. Modal pembiayaan dari
program PUAP tersebut dikembalikan kalau panen atau dibayar
setelah panen (yarnen) dengan pola 70 : 30 atau 80 : 20.
Pembiayaan melalui PUAP ini biasanya berjangka pendek.
Untuk sub-sektor kehutanan misalnya, pembiayaan bisa digunakan untuk pembibitan pohon jati (6 bulan). Sedangkan untuk
sub-sektor peternakan bisa digunakan untuk pembelian pakan
atau penggemukan sapi dan kambing serta peternakan kelinci.
Hal ini dimaksudkan agar dana PUAP bisa bergulir lebih cepat.
Selain untuk membiayai kegiatan yang bersifat on-farm seperti
hortikultura, PUAP juga membantu kegiatan petani non-budidaya
(off-farm) seperti usaha kerupuk udang, emping melinjo, pisang
goreng, bakul sayuran dan lain-lain.
7.6

Kendala dalam Penyaluran Pembiayaan

Meskipun pemerintah telah mencanangkan kredit program


tetapi ada beberapa kendala dalam proses penyalurannya
kepada petani perkebunan, misalnya kendala dalam revitalisasi
di Kabupaten Sukabumi terutama adalah sertifikasi lahan karena
kebanyakan petani tidak mempunyai riwayat tanah seperti
warisan, hibah, akte jual-beli dan lain-lain. Padahal itu merupakan persyaratan bagi Badan Pertanahan Nasional untuk terbitkan sertifikat tanah. Selain itu, bukti kepemilikkan lahan ini juga

232

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 232

6/22/2010 6:19:28 PM

Efektivitas Model Kredit Program dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam


Pengembangan Sub-Sektor Perkebunan

merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk mengajukan


kredit dari perbankan, Kendala lainnya adalah faktor modal untuk
keperluan pengaduan bibit karet unggul yang relatif mahal yakni
sekitar Rp 7.000,- hingga Rp 8.000,- per pohon atau sekitar Rp 4
juta per hektar. Ini belum termasuk kebutuhan untuk pemupukan,
tenaga kerja dan lain-lain.
Adapun beberapa kendala operasional di lapangan dalam
pelaksanaan program PUAP berbasis syariah di Kabupaten
Sukabumi diantaranya adalah sebagai berikut: Pertama, adalah
terlalu luasnya lingkup wilayah penyelia yakni 30 desa untuk
setiap penyelia, sehingga frekuensi tatap muka dengan kelompok
tani kurang intensif. Idealnya 1 penyelia untuk 10 desa. Kedua,
sumberdaya manusia dari desa setempat sebagai pengelola
lembaga keuangan mikro yang direkrut oleh penyelia biasanya
bukan yang terbaik, melainkan yang sisa-sisa saja karena yang
terbaik sudah bekerja di perkotaan.
Adapun kendala operasional pembiayaan syariah untuk subsektor perkebunan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada umumnya
dan di Kabupaten Sleman pada khususnya adalah sebagai berikut:
Pertama, sub-sektor perkebunan rakyat yang banyak diusahakan
oleh para petani kopi, tembakau, mendong, teh dan lain-lain kurang
menarik bagi bank-bank syariah di daerah itu seperti Bank Syariah
Mandiri (BSM), Bank Pembangunan Daerah unit usaha syariah
dan lain-lain. Bank-bank tersebut menganggap bahwa skala usaha
perkebunan rakyat terlalu kecil untuk dibiayai mengingat bahwa
target konsumen dari BSM adalah perusahaan menengah-besar

233

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 233

6/22/2010 6:19:28 PM

Mahmud Thoha

(corporate). Kedua, jumlah pegawai bank pada kantor cabang juga


tidak cukup banyak untuk bisa melayani nasabah yang kecil-kecil
pada sub-sektor perkebunan yang tersebar di seluruh pelosok
Kabupaten Sleman. Ketiga, bagi lembaga keuangan syariah seperti
Baitul Mal wat Tamwil (BMT) selaku ujung tombak pembiayaan
syariah pada sub-sektor perkebunan kendala yang dihadapi adalah
para tenaga lapangan harus tahu persis bagaimana pola bisnis
sub-sektor perkebunan baik berupa tanaman tahunan maupun
musiman. Apalagi jangka waktu musim tanam hingga musim
panen untuk sub-sektor perkebunan pada umumnya lebih panjang
bila dibandingkan dengan sub-sektor tanaman pangan. Pada sisi
yang lain sumber dana BMT pada umumnya berupa simpanan
jangka pendek. Belum lagi dengan kenyataan bahwa BMT selaku
lembaga pembiayaan modern juga mempunyai pola pengembalian
pembiayaan dari nasabah yang bersifat bulanan. Padahal pola
produksi tanaman perkebunan jelas tidak memungkinkan untuk
mengembalikan pembiayaan secara bulanan seperti pedagang
yang mempunyai cash-flow harian. Dengan demikian ada
kesenjangan dalam pola pengembalian pembiayaan dengan pola
produksi komoditi perkebunan.
7.7

Peran Pemerintah, Bank Syariah dan BMT dalam


Pengembangan Pembiayaan Syariah

7.7.1 Peran Pemerintah Pusat


Pemerintah Pusat berperan penting dalam pengembangan
sektor perkebunan terutama melalui kredit program seperti SP3,
KP3, PUAP dan KUR. Melalui PUAP, Departemen Pertanian
234

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 234

6/22/2010 6:19:29 PM

Efektivitas Model Kredit Program dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam


Pengembangan Sub-Sektor Perkebunan

berupaya memberdayakan petani, termasuk petani perkebunan


dengan skim syariah. Dalam pelaksanaannya di daerah, program ini
dilaksanakan oleh BKPP, sedangkan teknis operasionalnya BKPP
mengangkat para tenaga honorer yang direkrut dari orang-orang
yang sudah berpengalaman dalam pengelolaan usaha-usaha mikro
berbasis syariah. Oleh karena itu para tenaga lapangan tersebut
pada umumnya adalah orang-orang yang sudah berpengalaman
dalam mengelola Baitul Mal wat Tamwil (BMT). Ini terutama
terjadi di daerah Kabupaten Sukabumi. Meskipun pembiayaan
syariah melalui PUAP ini relatif belum banyak menyentuh subsektor perkebunan, namun demikian telah merambah pada subsektor pertanian lainnya seperti tanaman pangan, peternakan
dan holtikultura, serta aktivitas ekonomi off-farm. Sementara itu
program PUAP berbasis syariah ini tampaknya belum banyak
diimplementasikan di daerah penelitian Yogyakarta.
7.7.2 Peran Pemerintah Daerah
Peran Pemerintah Daerah dalam pembiayaan syariah
untuk sektor pertanian, khususnya sub-sektor perkebunan
dapat dikatakan sangat terbatas atau hampir belum ada. Namun
demikian perannya dalam pemberdayaan petani dengan skim berbasis bunga cukup menonjol terutama di Kabupaten Sleman. Sejak
2002 Pemda Kabupaten Sleman telah melakukan pemberdayaan
terhadap para petani dari seluruh sub-sektornya seperti tanaman
pangan, perkebunan, peternakan dan lain-lain melalui model
penguatan modal. Model Penguatan Modal ini dilakukan melalui
BKKD atau Badan Keuangan dan Kekayaan Daerah. Dalam hal ini

235

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 235

6/22/2010 6:19:29 PM

Mahmud Thoha

dana dari APBD disalurkan ke Dinas-Dinas baru ke kelompok tani.


Dalam model ini dipakai pendekatan kelompok untuk mengatasi
kesulitan agunan dan akses perbankan. Pengelolaan dibuat
sederhana, antara lain:
a)
Kelompok direkomendasikan oleh penyuluh. Dalam setiap
kecamatan ada satu penyuluh pertanian, dengan tugas
membina kelompok-kelompok tani;
b)

Tidak ada agunan, hanya kepercayaan;

c)

Pengembalian pinjaman selama 13 bulan, dibayar 2x


angsuran;

d)

Bunga 6 % per tahun.

Sebagai langkah awal pemberdayaan maka kelompok tani


harus exist dulu supaya dinamikanya terjaga. Pinjaman dilakukan secara selektif melalui kelompok. Penggunaan kelompok
tani ini dimaksudkan untuk memanfaatkan sikap hidup pakewuh
orang Jawa. Kalau ada anggota kelompok yang tidak membayar
pinjaman diharapkan orang tersebut akan merasa pakewuh
pada kelompoknya. Dengan demikian sanksi moral dan sosial
diharapkan berlaku. Dana pinjaman ini bisa bergulir tiga kali dalam
kelompok tetapi dana harus dikembalikan dulu. Besarnya plafon
kredit adalah 10 juta dan bersumber dari APBN, sedangkan 20 juta
lagi berasal dari APBD II sehingga total kredit/kelompok adalah 30
juta. Dana APBD II tersebut bebas digunakan untuk komoditi apa
saja termasuk komoditi perkebunan. Total dana guliran dari APBD
II untuk sektor perkebunan sejak 2002 hingga 2008 mencapai
hampir sebesar Rp 4 milyar dan sampai saat ini tunggakan kurang

236

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 236

6/22/2010 6:19:29 PM

Efektivitas Model Kredit Program dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam


Pengembangan Sub-Sektor Perkebunan

dari 5%. Pelajaran penting dari program pemberdayaan ini adalah


bahwa keterbatasan dana pada kelompok dapat dibantu diatasi
dengan membuka akses ke perbankan (dengan agunan) dengan
rekomendasi dari Dinas. Melalui model penguatan ini dana dari
Pemerintah Pusat bersifat hibah tetapi sampai ke daerah harus
dimasukkan atau disinkronisasikan dengan pola pemberdayaan
setempat dengan dikoordinasikan oleh bagian Perekonomian
Daerah dengan orientasi bisnis/pemberdayaan bukan bersifat
sosial, karena kalau bersifat sosial, itu tugas Dinas Sosial bukan
tugas Dinas-Dinas teknis lainnya.
7.7.3 Peran Bank Syariah
Peran Bank Syariah Mandiri (BSM) dalam pemberdayaan
petani adalah melakukan pembiayaan melalui sistem channelling
dana SP3 Departemen Pertanian. Dalam hal ini BSM merangkul
BMT sebagai mitra kerja dalam menyalurkan dana tersebut dengan
menyerahkan nama-nama petani yang memenuhi syarat. Besarnya
dana Rp 10 juta/petani dengan agunan minimal 10%. SP3 ini
sebenarnya dirancang untuk mengembangkan sektor pertanian
dari hulu ke hilir tetapi dalam prakteknya lebih banyak disalurkan
ke sektor agribisnis dan hanya sedikit sekali yang dipakai untuk
kegiatan budidaya tanaman. Sekarang ini BSM menyalurkan Kredit
Usaha Rakyat (KUR) sebagai pengganti SP3. Pembiayaan disalurkan kepada petani melalui BMT dan perusahaan (corporate) dengan
plafon maksimal Rp 500 juta. Bank Syariah Mandiri (BSM) terutama
menyalurkan pembiayaan ke Asosiasi dan Korporat selain ke BMT.
Program KUR ini dananya dari Bank tetapi 70% agunannya dijamin

237

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 237

6/22/2010 6:19:29 PM

Mahmud Thoha

oleh pemerintah melalui asuransi penjaminan dan 30% agunannya


dijamin oleh pihak bank. Dalam hal penyaluran (channelling)
pembiayaan Bank Syariah Mandiri kepada korporat digunakan skim
mudharabah wal muqayyadah. Sementara itu pembiayaan BMT
kepada petani dari BSM dalam rangka channelling program SP3
dan atau KUR menggunakan prinsip margin tetapi pembayaran
bagi hasil dengan BSM menggunakan skim mudharabah wal
muqayyadah. Mengenai margin BMT kepada petani yang relatif
tinggi adalah karena risiko pembiayaan terhadap sektor pertanian
relatif tinggi pula. Dengan demikian makin tinggi risiko atau
tantangan yang dihadapi oleh pemilik dana, maka semakin tinggi
pula margin yang ditetapkan. Meskipun sektor pertanian berisiko
tinggi tetapi sebenarnya tergantung pula pada jenis komoditinya.
Kelapa sawit misalnya adalah salah satu komoditi perkebunan yang
cukup menarik bagi BSM untuk dilakukan kerjasama pembiayaan
dengan pihak petani. Dalam hal penyaluran pembiayaan, BSM
cabang DIY harus berpedoman pada guideline dari BSM kantor
Pusat Jakarta tentang sektor atau komoditi apa saja yang
direkomendasikan untuk dibiayai dan atau dihindari. Sementara
itu dalam hal pengembangan sektor pertanian pada umumnya dan
sektor perkebunan pada khusunya BSM DIY berpendapat bahwa
sektor ini tidak bisa diserahkan begitu saja kepada mekanisme
pasar tetapi memerlukan dukungan pemerintah dan keberpihakan
secara nyata oleh stakeholder lainnya.
7.7.4 Peran Baitul Mal wat Tamwil (BMT)
Baitul Mal wat Tamwil (BMT) juga berperan penting dalam
pembiayaan syariah untuk sektor pertanian dengan proses sebagai
238

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 238

6/22/2010 6:19:29 PM

Efektivitas Model Kredit Program dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam


Pengembangan Sub-Sektor Perkebunan

berikut: Bank Syariah Mandiri (BSM) mengucurkan dana SP3/KP3


kepada BMT Bina Ummat Desa Sidoluhur, Kecamatan Godean
Sleman Barat. Selanjutnya BMT menyalurkan pembiayaan kepada
nasabah petani baik secara individual atau kelompok (asosiasi
petani). Skim pembiayaan praktis yang dipakai adalah mudharabah.
Dalam hal ini BMT membayar margin kepada BSM sebesar 0,9
hingga 1% per bulan, sedangkan BMT mengenakan margin
kepada petani sebesar 2% per bulan secara periodik. Pembayaran
secara periodik per bulan ini sudah merupakan aturan perbankan.
Padahal petani mempunyai pola produksi yang berbeda yakni 3
sampai dengan 4 bulan baru panen (untuk komoditi pangan seperti
padi), atau 1,5 bulan (untuk sayur-sayuran), atau 3 bulan (untuk
perikanan darat seperti lele) dan 1 tahun (untuk tanaman tebu).
Disinilah muncul mismatch antara keharusan mengembalikan dana
pembiayaan secara periodik setiap bulan dengan kenyataan bahwa
pola penerimaan hasil produksi pertanian memerlukan waktu yang
lebih lama. Untuk mengatasi masalah ini biasanya petani membayar
kewajibannya kepada pihak BMT atau perbankan secara periodik
dari sumber lain diluar bidang usaha yang dibiayai oleh pihak BMT
atau perbankan. Sementara itu pengembalian dana pinjaman
dari BMT kepada BSM secara periodik/bulanan dianggap tidak
bermasalah karena BMT mengambil dana dari sumber lain yang
diperoleh secara periodik pula. Besarnya dana untuk pembelian
bibit adalah sekitar Rp 3,5 juta per petani. Adapun skim yang sering
dipakai oleh BMT dalam menyalurkan pembiayaan kepada petani
adalah murabahah. Misalnya BMT memberikan pembiayaan
kepada petani untuk beli bibit, obat dan pupuk. Dalam hal ini pihak

239

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 239

6/22/2010 6:19:29 PM

Mahmud Thoha

BMT mengambil margin dari selisih harga beli dan jual dari bibit,
obat dan pupuk tersebut.
Mengenai jenis usaha yang dibiayai, secara teoritis pihak BSM
maupun BMT sebenarnya menyalurkan pembiayaan kepada sektor
pertanian dari hulu sampai hilir (on-farm dan off-farm) tetapi dalam
prakteknya lebih banyak yang disalurkan (75%) kepada off-farm
(pedagang alat-alat pertanian, obat-obatan pupuk), dibandingkan
dengan on-farm (pengolahan lahan). Alasannya adalah karena onfarm berisiko lebih tinggi (gagal panen, harga jatuh, pola panen
yang tidak sesuai dengan pola pengembalian dana pembiayaan
kepada pihak BMT/ perbankan).
Selain dana SP3 dari BSM, pihak BMT juga menyalurkan LAZBSM sebesar Rp 20 juta kepada petani secara produktif dan bergulir.
Besarnya dana SP3 dari BSM adalah Rp 350 juta yang disalurkan
sejak akhir 2007 selama 3 tahun. Mengenai jumlah anggota BMT
Bina Ummat saat ini sebanyak 10.000 orang penabung sedangkan
yang menjadi nasabah pengguna pembiayaan sekitar 40% hingga
50% dari jumlah penabung. Kendala yang dihadapi oleh BMT saat
ini adalah harus tahu persis pola bisnis pertanian. Pembiayaan
macet tidak ada tetapi pengembalian pinjaman memang ada yang
tersendat. Untuk mengatasi masalah ini biasanya diambil langkahlangkah rescheduling atau restrukturisasi.

240

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 240

6/22/2010 6:19:29 PM

Efektivitas Model Kredit Program dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam


Pengembangan Sub-Sektor Perkebunan

7.8

Efektivitas Pembiayaan Syariah dalam Pengembangan


Sub-Sektor Perkebunan

Pembiayaan syariah untuk sektor pertanian di Kabupaten


Sukabumi maupun Kabupaten Sleman sudah mulai terjamah baik
melalui program-program pemerintah, Bank-Bank Syariah maupun
Baitul Mal wat Tamwil (BMT), tetapi yang disalurkan kepada subsektor perkebunan masih sangat terbatas sehingga belum bisa
diketahui bagaimana efektivitasnya. Idealnya, untuk mengetahui
efektivitas pembiayaan syariah ini dilakukan dengan cara mengukur
kenaikan produksi, omset atau pendapatan petani perkebunan.
Karena hal ini belum dilakukan maka efektivitas tersebut
dapat diukur secara tidak langsung melalui tingkat kemacetan
pembiayaan syariah BMT Agawe Makmur Kabupaten Sleman yang
selain menyalurkan pembiayaan pada sektor perdagangan juga
pada sektor pertanian pada umumnya.
Data rasio kesehatan BMT Agawe Makmur Kabupaten
Sleman Tahun 2008 seperti terlihat pada Tabel 7.6 menunjukkan
bahwa tingkat kesehatannya berdasarkan indikator-indikator
struktur modal, aktiva produktif, likuiditas, efisiensi dan rentabilitas,
berada dalam kondisi cukup sehat dengan skore 3,04 dari skala 0
sampai 4. Dari indikator aktiva produktif, terlihat bahwa pembiayaan
bermasalah mencapai 7,2 persen atau 2,2 persen lebih tinggi dari
yang ditargetkan (<5%). Sedangkan dilihat dari kolektibilitas BMT
periode harian, mingguan, bulanan maupun jatuh tempo sebanyak
92,7 persen pembiayaan tergolong lancar, 2,9 persen kurang
lancar, dan 1,02 persen termasuk diragukan dan hanya 0,88 persen

241

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 241

6/22/2010 6:19:29 PM

Mahmud Thoha

yang tergolong macet (lihat Tabel 7.7). Hal ini merupakan indikasi
bahwa sebagian besar (99%) aktivitas bisnis yang mendapatkan
pembiayaan berbasis syariah dari BMT Agawe Makmur relatif
berjalan lancar. Dengan demikian pembiayaan syariah dapat
dikatakan cukup efektif dalam meningkatkan pendapatan para
mitra usahanya.
Tabel 7.6

Rasio Kesehatan BMT Agawe Makmur Kabupaten Sleman Tahun


2008

Indikator
Struktur Modal

Komponen
Total Modal
--------------------- 100 %
Simpanan Sukarela
Pemb. Bermasalah
Aktiva Produktif ------------------------ 100 %
Total Pembiayaan
Cad. Pengh. Pemb.
----------------------- 100 %
Pemb. Bermasalah
Likuiditas
Total Pembiayaan
---------------------- 100 %
Dana yang diterima
Biaya Opers.
--------------------- 100 %
Eksternal
Pendapatan Opers.
Inventaris
------------------- 100 %
Total Modal
Laba
----------------- 100 %
Rentabilitas
Total Harta
Laba
---------------- 100 %
Total Modal
JUMLAH

Target

Nilai

Bobot

Skore

14,4

> 25

20

0,6

7,2

<5

25

0,75

19,4

75 100

0,05

81,8 81 - 85

20

0,8

90,7

< 60

0,1

10,6

< 30

0,2

2,5

>5

13

0,26

25,7

> 25

0,28

100

3,04

Keterangan:
3,50 4,00 = Sehat

242

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 242

6/22/2010 6:19:29 PM

Efektivitas Model Kredit Program dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam


Pengembangan Sub-Sektor Perkebunan

2,50 3,48 = Cukup Sehat


1,50 = 2,40 = Kurang Sehat
< 1,50 = Tidak Sehat

Tabel 7.7
Periode

Kolektibilitas BMT Agawe Makmur Kabupaten Sleman Tahun 2008


Lancar

Kurang Lancar

Diragukan

Macet

Harian

1,850,000

539,000

Mingguan

8,714,000

Bulanan

1,964,574,224

99,589,922

42,150,192

36,269,269

Jatuh Tempo

1,845,102,400

20,000,000

JUMLAH

3,820,249,624

120,128,922

42,150,192

36,269,269

92,76

2,92

1,02

0,88

Catatan:
- Kurang Lancar = Terlambat 4 s.d 6 bulan
- Diragukan
= Terlambat 7 s.d 12 bulan
- Macet
= Terlambat di atas 13 bulan

7.9

Prospek Pembiayaan Syariah

Pembiayaan syariah melalui sistem chanelling seperti PUAP


dan KUR maupun pembiayaan syariah langsung melalui BMT untuk
sektor perkebunan pada dasarnya cukup baik karena beberapa
alasan. Pertama, budaya kegiatan ekonomi berbasis bagi hasil
sudah mengakar dalam masyarakat. Kedua, pola pembiayaan
syariah diharapkan lebih baik daripada pola konvensional karena
ada rasa takut pada Allah bila secara sengaja menyalahgunakan
dana pembiayaan yang diberikan. Ketiga, pembiayaan syariah yang
dilakukan melalui kelompok tani diharapkan dapat menanamkan
rasa malu kepada sesama anggota kelompok bila tidak memegang
amanah. Keempat, prospek pembiayaan akan lebih cerah lagi
kalau pola pengembalian pembiayaan dari nasabah disesuaikan
243

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 243

6/22/2010 6:19:29 PM

Mahmud Thoha

dengan pola produksi komoditi perkebunan yang dibiayai. Pola


inilah barangkali yang dapat dikatakan sebagai pola pembiayaan
syariah dalam arti yang sebenarnya, karena dengan demikian
pengembalian dana pembiayaan diperoleh dari kegiatan usaha
yang dibiayai, bukan dari sumber lain. Kelima, pengetahuan,
pemahaman dan kesadaran ummat Islam terhadap pembiayaan
syariah baik selaku pengelola lembaga keuangan maupun sebagai
mitra usaha diharapkan terus meningkat seiring dengan semakin
meningkatnya pemahaman dan kesadaran ummat Islam terhadap
ajaran agamanya. Hal ini pada gilirannya akan merupakan motor
penggerak yang sangat kuat untuk pengembangan pembiayaan
syariah pada umumnya dan untuk sub-sektor perkebunan pada
khususnya.
7.10 Kesimpulan
Ada beberapa kesimpulan penting dari penelitian ini.
Pertama, pembiayaan syariah untuk sub-sektor perkebunan masih
sangat terbatas. Kredit program yang diluncurkan oleh pemerintah seperti PUAP, SP3 dan KUR antara lain disalurkan melalui
bank-bank syariah seperti Bank Mandiri. Mengingat keterbatasan
sumberdaya manusia, bank syariah biasanya menyalurkan
pembiayaan tersebut kepada para petani perkebunan melalui
ujung tombak lembaga keuangan mikro syariah atau Baitul Mal
wat Tamwil (BMT). Oleh BMT penyaluran dana dari bank syariah
kepada mitra usaha petani perkebunan pada umumnya digunakan
skim pembiayaan murabahah (jual-beli), atau mudharobah
(bagi hasil), dan sangat sedikit sekali yang menggunakan skim
244

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 244

6/22/2010 6:19:29 PM

Efektivitas Model Kredit Program dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam


Pengembangan Sub-Sektor Perkebunan

musyarakah (berbagi risiko atau Profit and Lose Sharing), atau


skim pembiayaan syariah lainnya. Kedua, kendala utama yang
dihadapi oleh pihak perbankan syariah dalam pembiayaan usahausaha mikro di sub-sektor perkebunan pada umumnya terdiri dari:
a). Skala usaha terlalu kecil; b). Berisiko tinggi; c). Daya jangkauan
pelayanan perbankan syariah terhadap usaha-usaha skala kecil
relatif terbatas, karena sumberdaya manusia perbankan syariah
juga sangat terbatas jumlahnya. Selain itu cose business bank
syariah adalah mitra usaha skala perusahaan (corporate) bukan
skala mikro atau kecil; d). Ketiadaan agunan karena seringkali lahan
petani perkebunan rakyat tidak/belum bersertifikat. Sedangkan
kendala yang dihadapi oleh BMT dalam penyaluran pembiayaan
untuk petani perkebunan terutama adalah ketidaksinkronan antara
pola produksi komoditi perkebunan yang memakan waktu lebih
dari sebulan sedangkan angsuran pembiayaan kepada BMT
harus dilakukan secara periodik setiap bulan. Ditinjau dari aspek
ini skim pembiayaan syariah sebenarnya belum bisa dikatakan
sebagai syariah murni karena pengembalian dan pembiayaan
tidak bersumber dari hasil perolehan usaha perkebunan yang
dibiayainya. Ketiga, peran Pemerintah Pusat dalam pembiayaan
syariah untuk sub-sektor perkebunan pada umumnya memang
tidak dirancang khusus dalam bentuk kredit program dengan skim
syariah tetapi bila program pemerintah seperti {PUAP, SP3, KUR
dan lain-lain disalurkan melalui bank-bank syariah maka secara
otomatis akan menggunakan skim pembiayaan berbasis syariah.
Peran Pemerintah Daerah secara langsung dalam pembiayaan
syariah dapat dikatakan tidak atau belum ada. Peran cukup

245

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 245

6/22/2010 6:19:29 PM

Mahmud Thoha

menonjol dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman


melalui program penguatan modal sub-sektor perkebunan, yang
dilakukan secara bergulir melalui kelompok-kelompok tani . Tetapi
program ini berbasis bunga, bukan bagi hasil. Peran Bank Syariah
dalam pemberdayaan sub-sektor perkebunan rakyat masih sangat
terbatas, itupun dilakukan karena adanya program pemerintah.
Sedangkan peran BMT sebagai ujung tombak lembaga keuangan
mikro syariah juga masih sangat terbatas karena pembiayaannya
lebih banyak disalurkan pada sektor usaha perdagangan, ketimbang
sektor pertanian dengan sub-sub sektornya. Keempat, mengingat
terbatasnya pembiayaan syariah untuk perkebunan rakyat maka
belum bisa diketahui tentang efektivitas pembiayaannya. Namun
secara tidak langsung efektivitasnya dapat diukur dari persentase
besarnya pembiayaan macet dari BMT Agawe Makmur yang
menyalurkan sebagian pembiayaannya pada sektor pertanian
yang besarnya kurang dari satu persen. Dibandingkan dengan
program penguatan modal untuk perkebunan dari Pemda
Kabupaten Sleman dengan tingkat kemacetan sekitar 5 persen,
maka pembiayaan syariah dapat dikatakan lebih efektif. Kelima,
ada beberapa skim pembiayaan syariah yang bisa diterapkan
untuk pengembangan perkebunan rakyat (skala kecil) seperti
mudharabah, musyarakah, murabahah, ijarah, salam, istishna
dan Qordhul hasan. Apapun skim yang akan diterapkan, faktor
penting yang perlu dipertimbangkan oleh pihak lembaga keuangan
syariah adalah perlunya penyesuaian periode pengembalian dana
pembiayaan dengan pola produksi dari komoditi perkebunana yang
dibiayainya. Kenam, prospek pembiayaan cukup cerah karena

246

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 246

6/22/2010 6:19:29 PM

Efektivitas Model Kredit Program dan Skim Pembiayaan Syariah Dalam


Pengembangan Sub-Sektor Perkebunan

skim-skim yang ditawarkan sudah sering dipraktekkan dikalangan


petani meskipun tidak dengan sebutan terminologi syariah. Dengan
demikian pembiayaan syariah dapat mengisi kebutuhan dana
untuk modal kerja maupun modal investasi yang diperlukan untuk
pengembangan perkebunan rakyat, yang selama ini juga belum
sepenuhnya dapat dipenuhi oleh skim kredit konvensional.

247

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 247

6/22/2010 6:19:29 PM

Mahmud Thoha

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Suryana, Agus Pakpahan, Ahmad Djauhari. 1990.


Diversifikasi Pertanian: Dalam
Proses
Mempercepat
Laju Pembangunan Nasional. Jakarta: Sinar Harapan.
BMT Agawe Makmur.2008. Rapat Anggota Tahunan: Evaluasi
Perkembangan Usaha Yogyakarta
Bustanul Arifin. 2001. Spektrum Kebijakan Pertanian Indonesia:
Telaah Struktur, Kasus, dan Alternatif Strategi. Jakarta:
Erlangga
Didin Hafidhuddin Maturidi. 2007. Peran Pembiayaan Syariah
dalam Pembangunan Pertanian di Indonesia: Orasi Ilmiah
Guru Besar Ilmu Agama Islam Unit Pelaksana Mata Kuliah
Dasar Umum Institut Pertanian Bogor.
Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman. 2008.
Yogyakarta: Laporan Penguatan Modal Dana APBD Bulan
Nopember 2008
Kabupaten Sleman Dalam Angka, berbagai Tahun.
Kabupaten Sukabumi Dalam Angka,

berbagai Tahun.

Mahmud Thoha. 2005. Aktivitas Ekonomi Berbasis Bagi Hasil


Dalam Sub-Sektor Perikanan, Jakarta: P2E-LIPI.
2006. Pengaruh BMT terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat,
Prospek BMT Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah.
Jakarta: P2E-LIPI, Jakarta.

248

FINAL BUKU - EFEKTIVITAS SEKTOR PERTANIAN - MAHMUD THOHA.indd 248

6/22/2010 6:19:30 PM

Anda mungkin juga menyukai