Oleh
ANSHORI
NIM: 02.3.00.1.05.01.0021
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2006 M/1427 H
DISERTASI
ANSHORI
NIM: 02.3.00.1.05.01.0021
PROMOTOR
PROF.Dr.H.Nasaruddin Umar,MA
PROF.Dr.H.Ahmad Thib Raya,MA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2006 M/1427 H
ii
iii
PERSETUJUAN I
Disertasi dengan judul Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir AlMishbah yang ditulis oleh Drs. H.Anshori, M.A., Nim: 02.3.00.1. 0501.0021,
disetujui untuk dibawa ke sidang ujian disertasi tertutup.
Pembimbing I
iv
PERSETUJUAN I
Disertasi dengan judul Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir AlMishbah yang ditulis oleh Drs. H. Anshori, M.A., Nim: 02.3.00.1. 0501.0021,
disetujui untuk dibawa ke sidang ujian disertasi tertutup.
Pembimbing II
PERSETUJUAN II
Disertasi dengan judul Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir AlMishbah atas nama Drs.H. Anshori, MA., Nim: 02.3.00.1. 05.01.0021, peserta
Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Tafsir
Hadis, telah diperbaiki dan disetujui untuk dibawa pada ujian promosi
(terbuka).
Pembimbing I
vi
PERSETUJUAN II
Disertasi dengan judul Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir AlMishbah atas nama Drs.H.Anshori, MA., Nim: 02.3.00.1. 05.01.0021, peserta
Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Tafsir
Hadis, telah diperbaiki dan disetujui untuk dibawa pada ujian promosi
(terbuka).
Pembimbing II
vii
KETERANGAN
Disertasi dengan judul Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir AlMishbah atas nama Drs. Anshori, M.A., Nim: 02.3.00.1. 05.01.0021, peserta
Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Tafsir
Hadis, telah diperbaiki sesuai dengan permintaan Tim Penguji Disertasi pada
tanggal 13 Nopember 2006. Demikian untuk dimaklumi
viii
KETERANGAN
Disertasi dengan judul Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir AlMishbah atas nama Drs. Anshori, M.A., Nim: 02.3.00.1. 05.01.0021, peserta
Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Tafsir
Hadis, telah diperbaiki sesuai dengan permintaan Tim Penguji Disertasi pada
tanggal 13 Nopember 2006. Demikian untuk dimaklumi
ix
KETERANGAN
Disertasi dengan judul Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir AlMishbah atas nama Drs. Anshori, M.A., Nim: 02.3.00.1. 05.01.0021, peserta
Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Tafsir
Hadis, telah diperbaiki sesuai dengan permintaan Tim Penguji Disertasi pada
tanggal 13 Nopember 2006 Demikian untuk dimaklumi
KETERANGAN
Disertasi dengan judul Penafsiran Ayat-Ayat Jender Dalam Tafsir AlMishbah atas nama Drs. Anshori, M.A., Nim: 02.3.00.1. 05.01.0021, peserta
Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Tafsir
Hadis, telah diperbaiki sesuai dengan permintaan Tim Penguji Disertasi pada
tanggal 13 Nopember 2006. Demikian untuk dimaklumi
xi
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama
: Anshori
NIM
: 02.3.00.1. 0501.0021
Anshori
xii
ABSTRAKSI
Penelitian ini berjudul Penafsiran Ayat-Ayat Jender dalam Tafsir AlMishbah. Penafsiran ayat-ayat al-Quran yang bernuansa jender sering terdengar
sumbang dan penuh kontroversi diantara para mufassir, baik klasik maupun
kontemporer. Perbedaan pandangan tersebut, diakibatkan adanya perbedaan
instrumen di antara para mufassir. Sebagian mufassir menafsirkan ayat-ayat alQuran berangkat dari teks ayat al-Quran kemudian mencari pembenaran ayat
tersebut dengan menggunakan hadis dan ilmu-ilmu yang lain. Instrumen ini oleh para
mufassir kontemporer disebut tekstual (sesuai dengan makna teks ayat) atau yang
oleh para mufassir klasik disebut dengan al-ibrah bi umm al-lafzhi l bi khushsh
al-sabab. Sedangkan sebahagian mufassir lain menafsirkan ayat-ayat al-Quran
berangkat dari realitas sosial masyarakat. Teks ayat hanya merupakan pendukung.
Bila teks ayat bertentangan dengan realitas sosial masyarakat, maka teks ayat
dianggap tidak relevan. Instrumen ini oleh para mufassir kontemporer disebut dengan
kontekstual (sesuai dengan situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian) atau
yang oleh para mufassir klasik disebut dengan al-ibrah bi khushsh al-sabab la bi
umm al-lafdzi. Penelitian ini bertujuan untuk menyingkap pandangan Muhammad
Quraish Shihab tentang ayat-ayat yang bernuansa jender dan instrumen yang
digunakannya dalam menafsirkan ayat-ayat yang bernuansa jender dalam Tafsir alMishbah. Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah
mengidentifikasi dan mengklasifikasi ayat-ayat jender dalam al-Quran, lalu dibatasi
pada ayat-ayat yang berkaitan dengan penciptaan manusia, kewarisan, persaksian,
kepemimpinan, dan poligami. Kemudian dilakukan analisis terhadap Tafsir alMishbah yang berkaitan dengan ayat-ayat yang bernuansa jender tersebut. Dari hasil
penelitian ditemukan bahwa pandangan Muhammad Quraish Shihab tentang jender
adalah jenis kelamin. Dengan demikian, bias jender berarti penyimpangan yang
dilakukan oleh setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan, muslim atau nonmuslim, dan ulama atau non ulama, dari masa lalu hingga masa sekarang. Misalnya,
seseorang yang memberikan hak-hak orang lain melebihi dari kodratnya, atau
seseorang tidak memberikan hak-hak orang lain sesuai dengan kodratnya disebut bias
jender. Pandangan Muhamad Quraish Shihab mengenai hak-hak perempuan dalam
tafsirnya sama dengan para mufassir klasik, yaitu kembali kepada teks. Namun
demikian, dia juga memperhatikan konteks sekarang. Itulah sebabnya dia terlihat
skripturalis moderat karena sangat menekankan usaha untuk mengembalikan
masalah-masalah yang dihadapi masyarakat muslim kepada kitab suci al-Quran
dengan memperhatikan konteksnya. Jadi instrumen yang digunakan Muhammad
Quraish Shihab sama dengan para mufassir klasik yaitu sesuai dengan makna teks
ayat, atau al-ibrah bi umm al-lafzhi la bi khushsh al-sabab. Pada prinsipnya bagi
Muhamad Quraish Shihab secara kemanusiaan laki-laki dan perempuan tidak ada
perbedaan. Namun Muhamad Quraish Shihab tidak setuju laki-laki dan perempuan
disamakan secara mutlak, karena dengan menyamakan kedua jenis kelamin yang
xiii
berbeda, akan melahirkan makhluk ketiga, yang bukan laki-laki dan juga bukan
perempuan. Artinya perempuan ditempatkan sesuai dengan kodrat kewanitaannya,
karena dengan memberikan hak wanita melebihi kodratnya atau tidak memberikan
haknya sesuai kodratnya dianggap bias jender. Kemudian perbedaan antara
Muhammad Quraish Shihab dengan sebahagian mufassir klasik yaitu Muhammad
Quraish Shihab menafsirkan ayat al-Quran tidak parsial, sedangkan sebahagian
mufassir klasik mereka menafsirkan ayat al-Quran secara parsial. Sedangkan
perbedaan dengan sebahagian mufassir kontemporer yaitu disamping perbedaan
instrumen juga mereka sebahagian mufassir kontemporer menafsirkan ayat secara
parsial.
xiv
" "
.
"
.
"
.
""
,
.
, ,
.
""
skripturalis moderat
.
.
xv
ABSTRACT
This research paper is called The Interpretation of Gender in al-Misbah
Interpretation. The Al-Quran interpretation of gender verses often inaccurate and
bias among the mufassirs, whether they are classic or contemporary. The differences
of their views are caused by variance instruments among the mufassirs. Most of them
justify the Al-Quran interpretation based on the verses text of Al-Quran and search
for the truthful meaning by using hadists or scientific knowledge. This instrument, by
contemporary mufassirs is called textual (accurate with the meaning of verses text) or
by classic mufassirs is called al-ibrah bi umm al-lafzhi la bi khushsh al-sabab. For
the meantime, other mufassirs interpret the Al-Quran verses originated from real life
context. Verses text serve as sustainable supporting media, meanwhile verses text
which opposite with real life context is considered irrelevant. This instrument, by
contemporary mufassir is called contextual al-ibrah bi khushsh al-sabab l bi
umm al-lafzhi. The purpose of this research is to reveal the views of Muhammad
Quraish Shihab about gender verses and tools that he used in defining gender verses
in al- Mishbah interpretation. The steps taken in this research are: First, to identify
and clarify gender verses in Al-Quran. Second, restrict those verses which relate to
human re-creation, heritage, witness, leadership, and polygamy.Finally, carry out a
deeply analysis to al-Mishbah interpretation which relates to those gender verses.
This research discovered that the view of Muhammad Quraish Shihab about gender is
sexes. Therefore, gender bias is a deviation that carried out by everyone, man or
woman, Moslem or non Moslem, and Ulama or non Ulama, which has been
happening from the ancient times until today; for example: someone who gives the
right to other people more than his destiny, or someone who does not give other
peoples right as his destiny is called gender bias. Muhammad Quraish Shihab has the
same point of view with classic Mufassir about womans rights in his interpretation,
which is return to the text, he also pay attention to present context. That is why he
looks as if he is a moderate scriptural since he put a lot of effort to return to the
problems which is faced by Moslem people to the holly Al-Quran by carefully
examines the context. The media used by Muhammad Quraish Shihab is the same
with the classic mufassirs that is accurate with the meaning of verses text or al-ibrah
bi umm al-lafzhi la bi khushs al-sabab. According to Muhammad Quraish Shihab
beliefs, as a human being, there are no different between man and woman, because
making a comparison between two different sexes will create the third creature,
neither a man nor a woman. A woman should be positioned according to her fate,
because by giving womans more of her civil rights other than her destiny or not
giving her the rights as her destiny is considered gender bias. The outcome of this
research demonstrates that Muhammad Quraish Shihab interpret Al-Quran verses
entirely, meanwhile, the contemporary Mufassirs have been interpreting verses only
partially.
xvi
KATA PENGANTAR
,
.
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. karena
atas rahmat, taufik , dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan
Disertasi dengan judul Penafsiran Ayat-Ayat Jender dalam Tafsir AlMishbah. Disertasi ini ditulis dalam rangka menyelesaikan studi jenjang S3
Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selanjutnya salawat dan salam semoga selalu dilimpahkan Allah
kepada Nabi dan Rasul-Nya Muhammad saw. beserta sahabat dan keluarganya.
Keberhasilan penulisan Disertasi ini tidak terlepas dari jasa, bantuan,
dan dorongan semua pihak, antara lain para dosen Pascasarjana UIN Jakarta,
khususnya dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk
membantu dan mengarahkan penulis terhadap semua masalah yang ada dalam
proses penulisan Disertasi ini.
Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang secara
langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam penyelesaian tugas
yang mulia ini, yaitu:
xvii
xviii
Agustus 2006
Syaban 1427
Penulis
xix
PEDOMAN TRANSLITERASI
Latin
a/
b
t
ts
j
h
kh
d
dz
r
z
s
sy
sh
B. Vokal Pendek
a Contoh ditulis qaraa
Arab
Latin
dh
th
zh
g
f
q
k
l
m
n
w
h
y
C. Vokal Panjang
Contoh ditulis qm
Contoh ditulis rahm
Contoh ditulis ulm
xx
xxi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..
PROMOTOR .
ii
iii
PERSETUJUAN I .. .. ..
iv
KETERANGAN PENGUJI
vi
PERSETUJUAN II .
ix
xi
ABSTRAKSI .....
xii
KATA PENGANTAR..
xvi
PEDOMAN TRANSLITERASI
xix
xx
DAFTAR ISI.
xxi
BAB I.
PENDAHULUAN ....
20
1. Identifikasi Masalah ..
20
20
21
29
30
xxii
BAB II.
F. Metodologi Penelitian .
44
49
50
A. Tafsir Al-Mishbah
50
50
51
52
53
54
6. Sistematika Penulisannya
54
55
55
56
62
4. Karya Intelektual
65
84
A. Pengertian Jender
84
85
87
104
xxiii
BAB V.
109
109
135
161
D. Ayat-Ayat Persaksian .
175
E. Ayat-Ayat Kepemimpinan .
197
F. Ayat-Ayat Poligami
251
PENUTUP
289
A. Kesimpulan
289
B. Saran ..
299
xxiv
BAB I
PENDAHULUAN
: :
:
:
" :
Musa Bin Harun menceritakan kepada saya, dia berkata, Amr Bin
Hamad memberitakan kepada kami, dia berkata, 'Asbath dari al-Saddi
telah berkata, 'Adam bertempat tinggal di surga, lalu dia berjalan di
dalam surga dalam kondisi kesepian yang tidak punya istri yang dia
cenderung padanya, lalu dia tidur nyenyak, lalu bangun, tiba tiba di
atas kepala dia ada seorang perempuan yang sedang duduk yang
diciptakan Allah dari tulang rusuknya, lalu dia bertanya, 'Ada apa
engkau?' Dia menjawab, 'saya seorang perempuan. Adam bertanya,
Nasaruddin Umar, Bias Jender Dalam Penafsiran al-Qur'an, (selanjutnya tertulis Bias
Jender) (Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Tafsir pada Fak.Ushuluddin IAIN Syahid
Jakarta, 2002), h.1
2
Abu Jafar Muhammad Ibnu Jarir al-Thabari, Tafsir al-Thabari/Jami al-Bayn f Ta wl alQur an,(selanjutnya tertulis Tafsir al-Thabari) (Bairut: Dr al-Kutub al-Ilmiyah, 1999), Cet. III, Jilid
III, h. 566
: :
:
antara sesama laki-laki satu dengan yang lain ada perbedaan, bahkan amal
yang dikerjakan oleh seorang yang sama dengan waktu yang berbeda ada
perbedaan sesuai dengan kualitas dan keikhlasan mengerjakan amal tersebut
(Q.S. al-Nis/4: 32 dan Q.S. al-Nis/4: 34).
Contoh kongkrit dapat kita lihat adanya dua orang saudara kembar.
Secara fisik mungkin kelihatannya sama padahal bila diteliti secara cermat
suara dan sidik jari keduanya pasti berbeda.
Islam selalu menghargai sifat seorang perempuan dan menganggapnya
memainkan peran yang menyatu dengan peran laki-laki. Islam juga
menganggap laki-laki memainkan peran yang menyatu dengan peran
perempuan. Keduanya bukanlah musuh, lawan, atau saingan satu sama lain.
Justru keduanya saling menolong dalam mencapai kesempurnaannya masingmasing sebagai laki-laki dan perempuan maupun sebagai manusia secara
keseluruhan.7
Lelaki dan perempuan memiliki kekurangan yang tidak dapat ditutup
kecuali oleh lawan jenisnya. (Q.S.al-Taubah/9:71) dan (Q.S.al-Baqarah/2:187).
Perintah Allah kepada alam semesta menjadikan adanya pasangan
dalam segala hal di dalamnya. Prinsip ini terwujud dalam kehadiran laki-laki
dan perempuan dalam dunia kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan, dan
adanya positif dan negatif dalam dunia tak hidup dengan gejala magnet, listrik,
dan sebagainya. Bahkan dalam atom terdapat muatan positif dan negatif, yakni
proton dan elektron.8 Sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur'an
( : /)
.
()
( -: / )
Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di
sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia
menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang perempuan yang
sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata, "Apakah maksudmu
(dengan berbuat begitu)?" Kedua perempuan itu menjawab, "Kami
tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembalapengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah
orang tua yang telah lanjut umurnya". Maka Musa memberi minum
ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke
tempat yang teduh lalu berdoa, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku
sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan
kepadaku". Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari
kedua perempuan itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata,
"Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberi balasan
terhadap (kebaikan) mu memberi minum (ternak) kami". Maka tatkala
Musa mendatangi bapaknya (Syuaib) dan menceritakan kepadanya
9
Karya laki-laki dan perempuan di sisi Allah diberi penilaian dan balasan yang
sama dan sedikitpun tidak dibedakan. Bila melakukan kebaikan, akan
diberikan kebaikan dan jika melakukan keburukan akan dibalas dengan
keburukan. (Q. S. al-Zalzalah/99: 7-8). Siapa yang beramal saleh baik laki-laki
maupun perempuan akan mendapat surga tanpa dikurangi sedikitpun
pahalanya. (Q.S. al-Nis/4: 124). Begitu pula, baik laki-laki maupun
perempuan akan memperoleh kebaikan dan keburukan dari apa yang dilakukan
tanpa dizhalimi sedikitpun. (Q.S.al-Mu'min/40: 17). Begitu juga Nabi
Muhammad saw. Telah menetapkan prinsip persamaan antara laki-laki dan
perempuan dengan menegaskan :
10
Abu Dawud Sulaiman Bin al-Asyats al-Sijistani, Sunan Abu Dawud, (Bairut : Dr al-Fikr,
1994), Jilid I., h. 66
apakah dia harus mandi, Rasulullah menjawab dia harus mandi, bahwa
perempuan adalah saudara kandung laki-laki.
Namun pada ayat-ayat yang berkaitan dengan penciptaan manusia,
kewarisan, persaksian, kepemimpinan, dan poligami terkesan diskriminatif
terhadap kaum perempuan, dan ayat-ayat ini pula yang sering digunakan para
mufassir klasik untuk memojokkan perempuan.
Uraian ayat-ayat di atas seolah-olah ada perbedaan satu ayat dengan
ayat yang lainnya, padahal ayat-ayat al-Qur'an itu semuanya bersumber dari
Allah yang tidak mungkin akan saling bertentangan satu ayat dengan ayat yang
lain. Jika makna suatu ayat seolah-olah bertentangan, maka perlu merujuk pada
ayat lain, sehingga tidak terkesan antara ayat itu bertentangan. Sebagaimana
firman Allah:
( : / )
Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya
dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya(Q.S. Fthir/35: 8)
Dengan pernyataan ini seolah-olah Allah menyesatkan dan memberi
petunjuk kepada hamba-Nya secara acak tanpa sebab yang jelas. Akan tetapi
dugaan tersebut akan hilang jika membaca ayat lain yang berbunyi:
( :/ )
Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti
keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan dengan (kitab itu pula) Allah
mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang
terang benerang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan
yang lurus.(Q.S.al-Midah/5:16)
Begitu pula pada ayat-ayat yang bernuansa jender harus dipahami tidak
parsial, salah satu contoh dalam (Q.S.al-Nis/4: 11) menyatakan, bahwa
bagian waris seorang laki-laki sama dengan bagian dua orang perempuan. Ayat
ini nampaknya tidak adil, karena bagian anak perempuan berbeda dengan
bagian anak laki-laki, padahal keduanya sama-sama anak kandung. Namun bila
kita memperhatikan (Q.S.al-Nis/4:34) yang menyatakan bahwa kaum lakilaki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan disebabkan kaum lelaki
diberikan Allah sifat kepemimpinan dan diwajibkan memberi nafkah kepada
kaum perempuan, maka perempuan mendapat setengah dari laki-laki justru
sudah adil. Sebab laik-laki bila dia menikah, maka harta warisan yang
diperoleh dari orang tuanya akan dipergunakan untuk membayar mahar dan
nafkah istrinya bahkan bila punya anak untuk membiayai anak-anaknya,
sedangkan anak perempuan jika dia menikah, maka harta warisan yang
diperoleh dari orang tuanya tidak terpakai karena dia mendapat nafkah dari
suaminya, bahkan dia mendapat mahar dari suaminya.11
Artinya,
jika
ayat-ayat
al-Qur'an
dipahami
secara
seimbang,
proporsional, dan terintegrasi satu sama lain, maka semua ayat yang tercantum
dalam al-Qur'an tidak akan saling bertentangan. Begitu juga masalah ayat-ayat
yang bernuansa jender, harus dipahami secara utuh, tidak parsial.
Tapi lain halnya jika menafsirkan ayat berangkat dari konteks ayat
sebagaimana yang dikatakan oleh Husein Muhammad:
Saya kira soal warisan adalah berkaitan dengan realitas dari
struktur hubungan suami istri. Selama laki-laki masih diposisikan
sebagai penanggungjawab nafkah keluarga, membayar maskawin,
membiayai ongkos-ongkos yang lain terhadap pihak lain yang menjadi
tanggung jawabnya, mutah (pemberian) dan sebagainya, maka
pembagian 2:1 adalah adil. Kalau relasi tersebut telah berubah, maka
ketentuan warisanpun bisa berubah. Sebab ketentuan warisan
merupakan logika lurus dari relasi suami istri. Justru sangat tidak adil,
jika 2:1 dipertahankan, sementara relasi suami istri telah mengalami
11
Lihat Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Vol. 2, h.351, Lihat Tafsir Said
Hawa, al-Ass F al-Tafsr, Jilid II, h.1009, Lihat Ahmad Mushthafa al-Maraghi, Tafsir al-Marghi,
Jilid IV, h.196, Lihat Zamakhsyari, al-Kasysyf, Jilid I, h.469
10
Hisyam telah menceritakan kepada kami, Isa Bin Yunus telah
menceritakan kepada kami, Abdurrahman Bin Ziyd Bin Anum telah
menceritakan kepada kami dari Abdullah Bin Yazd, dari Abdullah Bin
Amr, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda:Bahwa dunia merupakan
perhiasan dan tidak ada sesuatu perhiasan di dunia yang lebih baik
daripada perempuan yang salehah. (H.R.Ibnu Majah).
Berbicara tentang perempuan memang indah, kendati nasib perempuan
dalam perjalanan sejarah tidak seindah dirinya, bahkan sering tidak menarik.
Perjalanan perempuan yang dikenal lembut, halus, dan luwes timbul tenggelam
antara harapan dan kenyataan. Perempuan sewaktu-waktu berada dalam posisi
di atas, namun sering pula tersungkur pada posisi di bawah tanpa ada yang
menaruh belas kasihan.
Kaum perempuan pada masa jahiliyah bagaikan barang atau harta yang
bisa diwarisi oleh keluarga yang ditinggalkan. Hal ini diungkapkan oleh Husen
Muhammad Yusuf dalam bukunya yang berjudul Ahdf al-Usrah F al-Islm.
Bahwa seorang perempuan pada masa jahiliyah dapat diwariskan
seperti harta warisan. Apabila suami sang istri meninggal dunia, maka
anak yang bukan dari istri yang ditinggalkan (anak tiri) dapat mewarisi
ibu tiri menjadi istrinya, bahkan boleh juga keluarga dekatnya yang
mewarisi ibu tersebut sebagai istrinya tanpa mahar (maskawin) atau
menikahkannya dengan orang lain, tapi maharnya diambil oleh keluarga
13
al-Hfizh Abu Abdullah Muhammad Bin Yasin al-Quzweni, Sunan Ibnu Majah, (alQhirah, Dr al-Hads, 1998), Jilid II, h. 156
11
Husen Muhammad Yusuf, Ahdf al-Usrah f al-Islm, (selanjutnya tertulis Ahdf al-Usrah)
(Cairo: Dr al-I'tishm , 1977 ), h. 24
15
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, (selanjutnya tertulis Perempuan), Ciputat: Lentera
Hati, 2005), h. 102
12
17
13
Jadi bila kita melihat dari masa ke masa, perempuan tidak mendapat
perhatian yang serius. Namun
14
mereka, jika mereka tidak mengangkat senjata melawan kaum muslimin. (Q.S.
al-Mumtahanah/60: 8 ).22
Nasib perempuan baru terbela setelah al-Qur'an diturunkan. Al-Qur'an
memposisikan perempuan pada tempat yang terhormat, karena al-Qur'an tidak
menjadikan perempuan sebagai tirai pemisah dan tidak menjadikan rendah
derajat seseorang perempuan. Al-Qur'an melihat tinggi rendahnya seseorang
dari segi takwanya bukan dari segi jenis kelaminnya. (Q.S. al-Hujurt/49: 13).
Berkaitan dengan hal ini Syekh Mahmud Syaltut menegaskan:
"Perhatian ini menunjukkan atas kedudukan yang selayaknya
perempuan itu ditempatkan menurut pandangan Islam. Sungguh
kedudukan yang diberikan Islam kepada perempuan itu merupakan
kedudukan yang tidak pernah diperoleh pada syariat agama samawi
terdahulu dan tidak pula ditemukan dalam masyarakat manusia
manapun."
Islam datang untuk melepaskan perempuan dari belenggu-belenggu
kenistaan dan perbudakan terhadap sesama manusia. Islam memandang
perempuan sebagai makhluk yang mulia dan terhormat. Makhluk yang
memiliki beberapa hak yang telah disyariatkan oleh Allah. Di dalam Islam,
haram hukumnya berbuat aniaya dan memperbudak perempuan. Allah
mengancam orang yang melakukan perbuatan itu dengan siksa yang sangat
pedih. Dari aspek kemanusiaan, laki-laki dan perempuan adalah sama-sama
manusia (Q.S. al-Hujurt/49:13). Dari aspek mengemban keimanan keduanya
sama (Q.S. al-Burj/85: 10). Dari aspek menerima balasan akhirat keduanya
22
23
h. 227
15
sama (Q.S. al-Nis/4: 124). Dari aspek tolong-menolong keduanya sama (Q.S.
al-Taubah/9: 71), dan masih banyak hak-hak yang lainnya.24
Mahdi Mahrizi mengatakan bahwa,
Islam membagi wilayah kehidupan menjadi dua bagian, manusia
dan jenis kelamin. Wilayah manusia tidak membeda-bedakan antara
laki-laki dan perempuan, karena wilayah ini tidak pernah mengenal
jenis kelamin, tidak memperhatikan feminim atau maskulin, karena
keduanyalaki-laki dan perempuansecara aktif
berusaha keras
mencari dan menuju kesempurnaan. Namun pada wilayah kedua,
perempuan mesti menjadi seorang perempuan, hanya melakukan
aktivitas-aktivitas keperempuanan dan mematuhi kebutuhan-kebutuhan
spesialnya, sebagaimana laki-laki dalam wilayah ini harus berperilaku
seperti seorang laki-laki, hanya melakukan aktivitas-aktivitas
kelelakiannya.25
Tak seorangpun dapat memungkiri bahwa perlu upaya keras untuk
mengenal dua makhluk Tuhan ini, laki-laki dan perempuan, sehingga mampu
mengkritisi berbagai budaya, aturan, etiket, formalitas, dan pandangan
tersebut. Dalam hal ini, kita harus benar-benar menggunakan teks-teks agama
yang qathi (pasti) dan mutawtir. Al-Quran dan as-Sunnah, disertai dengan
berbagai penyimpulan dan eksperimen intuitif serta pemikiran manusia.
Dengan kata lain, mencermati riset-riset berpengalaman dan mengenal
deduksi-deduksi pengetahuan yang tak terbantahkan, sangatlah berperan dalam
memahami teks- teks agama secara lebih baik.26
Mahdi Mahrizi menyatakan bahwa,
Perempuan adalah manusia yang memiliki semua bakat untuk
berkembang, tanpa memiliki cacat atau kesalahan apapun pada esensi
entitasnya. Dan kendati perempuan memiliki seluruh faktor
kesempurnaan dan kemajuan, sebagaimana lelaki, namun perempuan
24
Haya Binti Mubarak al-Barik, Ensiklopedi Wanita Muslimah, Terjemahan Amir Hamzah
Fachruddin, (Jakarta: Darul Falah, 1421 H), Cet. VII, h. 11
25
Mahdi Mahrizi, Wanita Ideal Menurut Islam, (selanjutnya tertulis Wanita Ideal) (Jakarta:
Madani Grafika, 2004), h. 10
26
Mahdi Mahrizi, Wanita Ideal, h. 11
16
29
Ayat-ayat yang bersifat muhkamt tidak berlaku bagi mujtahid untuk menafsirkan
sekehendak hatinya. Sesuai dengan kaidah ushul fikih
artinya
27
17
tidak ada lapangan ijtihad terhadap ayat-ayat yang berstatus qathiyu aldallah (ayat-ayat yang bersifat muhkamt).30
Namun penulis dalam hal ini tidak akan membahas masalah ayat-ayat
qath'iy atau zhanny secara mendetail karena penulis hanya memfokuskan pada
penafsiran ayat-ayat jender menurut Muhammad Quraish Shihab. Muhammad
Quraish Shihab sendiri cenderung untuk mengatakan bahwa, "Ayat al-Qur'an
baru disebut qath'iy bila didukung oleh ayat-ayat lain yang maksudnya sama
sehingga tidak bisa diartikan makna lain kecuali makna yang terkandung
dalam nashsh tersebut.31
Sedangkan ayat-ayat yang bersifat zhani al-dallah merupakan
lapangan para mujtahid untuk membahasnya. Seperti dalam al-Qur'an Surat alBaqarah/2 ayat 228. Para ulama tidak sepakat tentang makna qur dalam ayat
tersebut. Sebagian ulama menafsirkan suci, dan sebahagian yang lain
menafsirkan haid. Kedua pendapat tersebut sifatnya zhani, maka tidak boleh
saling menyalahkan. Sesuai dengan Qidah fiqhiyah yang dikutip oleh Ibrahim
Hosen
30
Ahmad Munif
Suratmaputra, Filsafat Hukum Islam Al-Ghazali, (Jakarta:Pustaka
Firdaus,2002), h. 177, Lihat juga Ali Ahmad al-Nadawi, al-Qawid al-Fiqhiyah, (Bairut:Dr alQalam, 1994), h.417
31
Muhammad Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an, (Bandung : Mizan, 1992), h. 140
32
Ibrahim Hosen, Fiqih Perbandingan, (Jakarta:Pustaka Firdaus, 2003), Jilid I,h.8 dan lihat
Muhammad Fauzi Faidhullah, al-Ijtihad Fi al-Syariah al-Islamiyah, (Kuwait: Maktabah Dr alTurts, 1984), h.100
18
negara, masa, dan lainnya. Begitu juga mengenai seorang mufasir tentu
mempunyai metode dan karakteristik tersendiri.
Indonesia memiliki banyak mubaligh, ulama, intelektual, dan birokrat.
Akan tetapi, yang menyatukan profesi itu pada satu kepribadian jelas tidak
banyak. Diantara yang sedikit itu adalah Muhammad Quraish Shihab. Dia
disebut muballig karena siraman rohani yang disampaikannya melalui media
televisi menyejukkan hati umatnya. Ia disebut ulama karena merupakan ahli
tafsir lulusan Universitas al-Azhar. Ia disebut intelektual karena pandanganpandangannya selalu didasarkan pada penalaran rasional, dan ia disebut
birokrat dan diplomat karena pernah menjabat Menteri Agama disamping
Rektor IAIN dan duta besar RI di Mesir. Setelah selesai tugas sebagai Duta
Besar RI untuk Mesir, tokoh yang dikenal santun ini mengembangkan
Lembaga Studi al-Qur'an. Satu-satunya lembaga studi swasta di Indonesia
yang secara spesifik menekuni kajian al-Qur'an sebagai fokus utamanya. 33
Perlu dicatat bahwa Muhammad Quraish Shihab merupakan orang
pertama di Asia Tenggara yang meraih gelar doktor dalam ilmu-ilmu al-Qur'an
dari Universitas al-Azhar Cairo. Dalam Disertasinya Muhammad Quraish
Shihab memilih untuk membahas masalah korelasi antara ayat-ayat dan suratsurat al-Qur'an sebagai fokus penelitiannya. Sebagai kasus dia memilih kitab
Nazhm al-Durar f Tansub al-yt wa al-Suwar karangan seorang mufasir
kenamaan yang tergolong kontroversial, yaitu Ibrahim Ibnu Umar al-Biqa'i
(809 H/1406 M-885 H/1480 M). Muhammad Quraih Shihab mengatakan,
Saya tertarik dengan tokoh ini karena dia hampir terbunuh gara-gara kitab
tafsirnya. Al-Biq'i juga dinilai oleh banyak pakar sebagai ahli tafsir yang
33
Arief Subhan, Tafsir Yang Membmi, (selanjutnya tertulis Tafsir Yang Membumi) Majalah
Tsaqafah Vol. I.No.3, 2003 h. 81
19
berhasil menyusun suatu karya yang sempurna dalam masalah perurutan, atau
korelasi antara ayat-ayat dan surat-surat al-Qur'an. Ada juga yang menilai
bahwa kitab tafsirnya merupakan ensiklopedi dalam bidang keserasian ayatayat dan surat-surat al-qur'an.34
Muhammad Quraish Shihab menyatakan:Mayoritas Ulama masa lalu
melupakan segi rahasia urutan lafazh, ayat-ayat dan surat-surat al-Quran.
Sekalipun ada seperti al-Imam Fahrurrazi, dia hanya lebih dominan
perhatiannya pada segi ilmiyah yang bersifat filosofis, sehingga belum
mencapai apa yang diharapkan.35
Muhammad Quraish Shihab menambahkan:Kemudian datang al-Imam
Abu Jafar Bin al-Zabir dan al-Imam al-Suyuthi, namun keduanya terbatas
pada penjelasan munasabah surat-surat al-Quran, tanpa menyingkap rahasia
yang ada pada urutan ayat-ayat dan hubungannya antara lafazh-lafazh yang ada
pada surat satu dengan yang lainnya.36
Kemudian datang Burhanuddin Abu al-Hasan Ibrahim Ibnu Umar alBiqai (809 H/1406 M-885 H/1480 M) memiliki perhatian khusus dalam
masalah korelasi antara ayat-ayat al-Quran, dia mengungkapkan kedetailan
rahasia urutan ayat dan lafazh al-Quran, hingga mencapai kesempurnaan dan
bahkan merupakan ensiklopedi yang dikhususkan dalam masalah korelasi
antara ayat-ayat al-Quran yang diberi judul Nazhm al-Durar F Tansub al-
yt Wa al-Suwar.37
34
36
37
20
Muhammad Quraish Shihab berpendapat, masalah korelasi antara ayatayat al-Qur'an ini layak mendapat perhatian khusus. Hal itu setidaknya
dilatarbelakangi oleh dua hal. Pertama, salah satu isu tentang al-Qur'an yang
sering terdengar sumbang. Kedua, terjadinya penafsiran al-Qur'an yang bersifat
parsial. Implikasi dari model penafsiran seperti ini, seperti terlihat dalam
sejarah Islam, telah melahirkan konflik, khususnya dalam bidang teologi yang
cenderung tidak berkesudahan. Seperti golongan Sunni dan Mu'tazilah. Kedua
golongan itu seperti diketahui mempunyai kesimpulan yang bertentangan
secara diametral padahal mereka sama-sama mendasarkan diri pada al-Qur'an
bahkan pada ayat yang sama. Jadi melalui pembahasan tentang korelasi ayatayat ini akan didapatkan suatu pemahaman terhadap al-Qur'an sebagai
keutuhan yang saling terkait.38
Dalam pandangan Muhammad Quraish Shihab, masalah metodologi
penafsiran al-Qur'an merupakan lapangan yang paling mendesak untuk
diadakan semacam pembaharuan, sebab sejauh ini para ulama masih
bertengkar dalam soal ini. Menurutnya para pembaharu membawa pemahaman
baru, tetapi kebanyakan tanpa dibarengi oleh metodologi yang jelas, bahkan
terkesan dalam memahami al-Qur'an masih parsial atau tidak utuh. Guna
mendapatkan pemahaman yang lengkap, menurut Muhammad Quraish Shihab,
paling tidak dibutuhkan metode maudhi (tematik) dalam menafsirkan alQur'an. Meskipun cukup fanatik, metode ini tetap tidak bisa berdiri sendiri.
Karena sebelum diterapkan, ia membutuhkan masukan dari metode-metode
lain, seperti metode tahlli atau tajzi untuk mengetahui makna, pesan-pesan
dan asbb al-nuzl (sebab-sebab turun ayat) masing- masing. Namun demikian
38
21
Muhammad Quraish Shihab juga mengakui bahwa metode ini bukan yang
terbaik. Akhirnya memang tergantung kebutuhan. Kalau ingin menuntaskan
topik, maka jawabannya adalah metode maudhi tapi jika ingin menerangkan
kandungan suatu ayat, maka jawabannya adalah metode tahlli. 39
Gagasan dan pandangan Muhammad Quraish Shihab tentang agama,
tampaknya boleh dikatakan tergolong skripturalisme moderat. Karena dia
menafsirkan ayat al-Quran berangkat dari teks ayat, namun dia juga selalu
memperhatikan konteks masyarakat yang ada sekarang.
Skripturalisme yang dikembangkan oleh Muhammad Quraish Shihab
jauh berbeda dengan skripturalisme yang dikembangkan oleh kalangan muslim
fundamentalis. Karena mereka hanya berpegang pada teks ayat tanpa
memperhatikan konteksnya
Skripturalisme Muhammad Quraish Shihab mengandung arti usaha
untuk mengembalikan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat Muslim
kepada kitab suci al-Qur'an. Muhammad Quraish Shihab sendiri menilai bahwa
pada masa modern sekarang ini antara kehidupan masyarakat Muslim dengan
al-Qur'an, sebagai petunjuk dalam menjalani kehidupan, terbentang jarak yang
jauh. Oleh karena itu, menurutnya umat Islam tidak hanya perlu didekatkan
kembali dengan kitab sucinya, lebih dari itu juga perlu diusahakan suatu
penafsiran al-Qur'an dengan memperhatikan konteksnya. Jadi, tepatlah kiranya
menempatkan Muhammad Quraish Shihab sebagai seorang skripturalis
moderat.40
Salah satu obsesi Muhammad Quraish Shihab adalah melakukan
penafsiran al-Qur'an dengan menggunakan pendekatan multidisiplin. Karena
39
22
41
23
Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran dalam Tafsir alMishbah khususnya ayat-ayat jender.
2. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Ayat-ayat jender yang dimaksud dalam Disertasi ini adalah ayat-ayat
tentang perempuan yang ditafsirkan oleh sebahagian ulama tafsir tidak setara
dengan laki-laki. Melihat luasnya pembahasan ayat-ayat jender, maka penulis
membatasi pada ayat-ayat yang berkaitan dengan penciptaan manusia,
kewarisan, persaksian, kepemimpinan, dan poligami, karena masalah ini yang
sering disoroti oleh para pakar jender.
Dari pembatasan tersebut, maka masalah pokok dalam disertasi
ini
24
C. Tinjauan Kepustakaan
Sepanjang penelitian penulis, sudah banyak orang yang menulis tentang
penafsiran ayat-ayat jender, namun penulis berbeda dengan para penulis
terdahulu. Beberapa contoh tulisan ilmiah dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Karya Nasaruddin Umar.Hasil penelitiannya terhadap sejumlah ayat jender
mengesankan bahwa al-Quran cenderung mempersilahkan kepada
kecerdasan-kecerdasan manusia di dalam menata pembagian peran antara
laki-laki dan perempuan. Dengan menyadari bahwa persoalan ini cukup
penting tetapi tidak dirinci di dalam al-Quran, maka itu menjadi isyarat
adanya kewenangan manusia untuk menggunakan hak-hak kebebasannya
dalam memilih pola pembagian peran laki-laki dan perempuan yang saling
menguntungkan.42
Prinsip-prinsip kesetaraan jender dalam al-Quran antara lain
mempersamakan kedudukan laki-laki dan perempuan sebagai hamba
(bid) Tuhan dan sebagai wakil Tuhan di bumi (khalfah Allah f al-ardh),
laki-laki dan perempuan diciptakan dari unsur yang sama, lalu keduanya
terlibat dalam drama kosmis, ketika Adam dan Hawa sama-sama bersalah
yang menyebabkannya jatuh ke bumi. Keduanya sama-sama berpotensi
meraih prestasi di bumi, dan sama-sama berpotensi untuk mencapai ridha
Tuhan di dunia dan akherat.43
Meskipun ditemukan sejumlah ayat yang kelihatannya lebih
memihak kepada laki-laki, seperti dalam soal kewarisan, persaksian,
poligami, dan hak-haknya sebagai suami atau sebagai ayah, ayat-ayat yang
42
25
al-Quran.
Termasuk
dalam
hal
terjadinya
maskulinisasi
epistemologis.45
Karya ini membahas kesetaraan jender dengan menggunakan
metode historical analysis (analisis sejarah), metode hermeneutical method
dan metode maudhi yang dipadukan dengan content analysis, disamping
metode induktif dan deduktif.46
44
26
perempuan
dilarang
bersolek
secara
berlebihan
dengan
bersama
laki-laki,
membangun,
mengubah
dan
47
Ahmad Junaidi Ath-Thayyibi, Tata Kehidupan Wanita dalam Syari'at Islam, (Jakarta:
Wahyu Press, 2003), Cet. I, h. 129
48
Muhammad Anas Qasim Ja'far, Mengembalikan Hak Hak Politik Perempuan sebuah
Perspektif Islam, (Jakarta: Daar al-Nahdhah al-Arabiyah, 2002), Cet. I, h. 154
27
4. Karya Faisar Ananda Arfa. Dalam kesimpulannya ada tiga yaitu pertama,
perempuan dalam pemikiran Islam modern digambarkan sebagai makhluk
yang sama kedudukannya dengan kaum laki-laki secara teologis di
hadapan Allah dan secara sosial dalam interaksi sesama manusia. Agenda
utama yang dikembangkan oleh para pemikir Islam modern tersebut adalah
memberikan hak dan kesempatan yang sama bagi perempuan dalam segala
bidang aspek kehidupan termasuk hak berpolitik, hak memilih dan dipilih
sebagai pemimpin. Dalam masalah fiqih terutama warisan dan kesaksian
peremppuan dihargai sama dengan laki-laki, kedua, para pakar modernis
menawarkan penafsiran baru dan segar terhadap ayat-ayat al-Quran yang
selama ini secara tradisional dipergunakan untuk mendiskriminasikan
kaum perempuan. Prinsip-prinsip yang dikembangkan, bahwa pintu ijtihad
terbuka lebar, ketiga, metode yang diterapkan adalah mereduksi kekuatan
qathi. Artinya bila dalam pemahaman Islam tradisional ayat-ayat tersebut
bersifat muthlak dan wajib diamalkan tanpa interpretasi, maka dalam
pemikiran
Islam
modern,
ayat-ayat
tersebut
ditinjau
dengan
Faisar Ananda Arfa, Wanita dalam konsep Islam Modernis, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
2004), Cet. I, h. 179
28
dengan masa turunnya dan itu hanya dibutuhkan dalam upaya mengetahui
perkembangan petunjuk al-Quran menyangkut persoalan yang dibahas.
Bagi mereka yang bermaksud menguraikan satu kisah, atau kejadian, maka
runtutan yang dibutuhkan adalah runtutan kronologis pristiwa. Ketiga,
kesempurnaannya dapat dicapai apabila mufassir berusaha memahami arti
kosa kata dengan merujuk kepada penggunaan al-Quran. Kempat, tidak
mengabaikan asbb al-nuzl ayat, karena asbb nuzl ayat mempunyai
peranan yang sangat besar, yaitu sangat membantu dalam memahami suatu
ayat. Sedangkan dalam Tafsir al-Mishbah Quraish menggunakan metode
tahll (runtutan ayat).50
Walaupun kedua karyanya termasuk kategori tafsir bi al-rayi, namun
ia tidak lepas menggunakan riwayat sebagai sumber utamanya, kalau tidak
dijumpai riwayat ia baru menggunakan nalarnya. Dalam kedua karyanya
tersebut, Quraish juga tidak lepas dari metode interteks. Yaitu selalu
mengutip pendapat dari pendahulunya seperti;Ibrahim Ibnu Umar alBiqai, Muhammad Thanthawi, Mutawalli al-Syarawi, Sayyid Quthub,
Muhammad Thahir Ibnu Asyur, Muhammad Husain Thabathabai, alZamakhsyari dan beberapa pakar tafsir yang lain. Proses interteks ini
fungsinya
diposisikan
sebagai
penguat
dan
melegimitasi
dari
penafsirannya.51
6. Karya Istibsyarah. Dalam kesimpulannya, bahwa al-Syarawi lebih
moderat dalam beberapa hal, misalnya kebolehan perempuan bekerja di
luar rumah, sepanjang pekerjaan itu tidak menimbulkan fitnah, dapat
50
29
Istibsyaroh, Hak Hak Perempuan Dalam Relasi Jender Pada Tafsir al-Sya'rawi,
(selanjutnya tertulis Hak-Hak Perempuan) sebuah Disertasi Program Pascasarjana UIN Jakarta, 2004,
h.286.
53
Istibsyaroh, Hak Hak Perempuan, h.287
30
prinsip
Islam, karena
Islam
mengajarkan
keadilan
dan
Quraish
54
Shihab tidak
Zaitunah Subhan, Kemitrasejajaran Pria dan Wanita dalam Perspektif Islam, (selanjutnya
tertulis Kemitrasejajaran Pria dan Wanita) sebuah Disertasi Program Pascasarjana UIN Jakarta, 1998.
h. 239
55
31
menyetujui adanya dikotomi ini. Kedua, nsikh manskh, bila ada ayat
yang bertentangan maka salah satu ayat yang bertentangan tersebut sudah
dinyatakan tidak berlaku. Quraish dalam menyelesaikan masalah ini secara
berbeda. Dia tidak melihat bahwa satu ayat telah dinyatakan tidak berlaku
dan digantikan oleh ayat lainnya. Bagi dia yang terjadi adalah pemindahan
obyek hukum dari satu kondisi ke kondisi lain atau dengan kata penundaan
sementara berlakunya ayat tersebut. Jika kondisi yang mirip dengan
kondisi dimana ayat tersebut diturunkan kembali, ayat al-Quran yang
sudah diganti itu kembali berlaku. Ketiga, fungsi hadis terhadap al-Quran.
Apakah Nabi punya berwenang untuk menetapkan hukum baru yang tidak
ditetapkan al-Quran ? Dalam menjawab pertanyaan ini secara garis besar
masyarakat islam terbagi menjadi dua kelompok, kelompok pertama
berpendapat, Nabi boleh membuat hukum baru, kelompok kedua
menolaknya. Quraish lebih condong pada penjelasan tambahan. Sehingga
Quraish dalam masalah hukum tidak hitam putih, tapi dia berusaha
menghadirkan keragaman pendapat, baik dari masa klasik maupun modern
dan mendorong penanya untuk memilih sendiri. Dia tidak mendasarkan
pada satu madhhab tertentu. Dia sangat menggaris bawahi pentingnya
aspek maslahah dalam penentuan hukum.56
9. Hamdani Anwar. Dalam kesimpulannya hanya membahas yang berkaitan
dengan motivasi penulisan, sumber yang digunakan, metode yang dipilih,
corak yang menjadi kecenderungan dan sistimatika yang dianut dalam
penulisannya.57
56
57
32
10. Arief Subhan. Tulisan yang dia paparkan hanya berkisar Biografi Sosial
Intelektual Muhammad Quraish Shihab Dia memaparkan tentang
Muhammad Quraish Shihab mulai dari kelahiran, melanjutkan studi ke
Mesir, mengulas tentang tesis dan disertasi yang ditulisnya, dan
pandangan-pandangan serta gagasan-gagasan yang diinginkannya.58
11. Herman Heizer. Dia hanya menyampaikan tentang 2 latar belakang
terbitnya tafsir al-Mishbah, pertama, keprihatinan terhadap kenyataan
bahwa ummat Islam Indonesia mempunyai ketertarikan yang besar
terhadap al-Quran, tapi sebahagian hanya berhenti pada pesona bacaannya
ketika dilantunkan. Seakan-akan kitab suci ini hanya untuk dibaca. Padahal
menurut Quraish Shihab bacaan al-Quran hendaknya disertai dengan
kesadaran akan kegunaannya. Kedua, tidak sedikit ummat Islam yang
mempunyai ketertarikan luar biasa terhadap makna-makna al-Quran, tapi
menghadapi berbagai kendala, terutama waktu, ilmu-ilmu pendukung dan
kelangkaan buku rujukan yang memadai dari segi cakupan informasi, jelas
dan tidak bertele-tele.
Kajian dan bahasan buku-buku di atas sekalipun membahas jender tapi
tidak menyinggung pemikiran Muhammad Quraish Shihab, dengan pendekatan
yang berbeda-beda dan hasilnya memiliki kekhususan masing- masing. Ada
lima orang penulis kutip yang menyoroti Muhammad Quraish Shihab seperti
Istianah, Fathurrahman Djamil dan Hamdani Anwar, Arief Subhan dan
Herman Heizer, namun tidak menyoroti masalah jender. Sedangkan penulis
terfokus pada penafsiran ayat-ayat jender menurut Muhammad Quraish
58
33
Shihab. Dengan demikian, penelitian ini bukan pengulangan dari apa yang
telah ditulis oleh peneliti lain sebelumnya.
Karena itu, penelitian penulis ini diharapkan akan menghasilkan hal-hal
baru yang belum terungkap oleh peneliti lain tentang penafsiran ayat-ayat yang
bernuansa jender. Penelitian ini akan berupaya mengungkap penafsiran ayatayat yang bernuansa jender menurut Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir
al-Mishbah. Untuk menghasilkan kajian yang utuh, akan dipilih pendekatan
dan analisis tertentu yang akan dijelaskan pada bagian metodologi.
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapat jawaban yang jelas dan
mendalam terhadap 3 pokok masalah yang telah dikemukakan di atas. Jawaban
yang berhasil nanti, tentu akan menambah khazanah ilmu pengetahuan penulis
dalam masalah penafsiran ayat-ayat jender menurut Muhammad Quraish
Shihab dalam Tafsir al-Mishbah.
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bentuk, metode, corak, dan langkah-langkah yang
ditempuh Muhammad Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat-ayat jender
2. Ingin memberikan sumbangan kepada para pembaca, tentang pemahaman
yang disampaikan oleh Muhammad Quraish Shihab khususnya mengenai
ayat-ayat jender
3. Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan penafsiran ayat-ayat jender
antara Muhammad Quraish Shihab dengan ulama klasik dan ulama
kontemporer
34
( : / )
35
Kemudian al-Quran tersebut diturunkan sekaligus ke Sam u alDunya (langit dunia) dengan bahasa arab yang dapat dijangkau oleh panca
indra manusia. (Q.S.Yusuf/12: 2).61 Kemudian diturunkan secara berangsur
kepada Nabi Muhammad saw. melalui Malaikat Jibril, kemudian Nabi
langsung menyampaikannya kepada manusia.62
Jadi kalamullah yang tak terbatas sebelum diubah menjadi bahasa
arab, manusia tidak dapat memahaminya, kemudia setelah diubah menjadi
bahasa arab juga mengandung ayat-ayat muhkamt dan mutasybiht.
Kemudian manusia yang terbatas mencoba menggali maksud ayat-ayat alQuran tersebut dengan makna qarb (dekat/teks/dzahir) dan makna bad
(jauh/konteks/ abstrak).
Hal ini sesuai dengan Khalid Abdurahman al-Ak yang mengatakan:
Dalil yang dibentuk melalui tawil (penafsiran) ada yang mengutamakan
makna zhhir atau makna qarb dan ada yang mengutamakan makna tersirat
atau makna bad.63 Seperti kalimat
62
36
37
Jadi ukuran boleh menggunakan nalar akal terhadap penafsiran ayatayat al-Quran berbeda antara Munawir Sjadzali dan Muhammad Quraish
Shihab, karena Munawir Sjadzali melihat dari sisi materinya (akidah atau
muamalah), sedangkan Muhammad Quraish Shihab dari sisi argumentasinya
(qathi atau zhanninya).
Muahammad Quraish Shihab selanjutnya menyatakan,
Manusia diberi kebebasan oleh Allah untuk memilih dan
menetapkan ajaran hidupnya, serta agama yang dianutnya. Tetapi
kebebasan ini bukan berarti kebebasan memilih ajaran-ajaran agama
pilihnnya itu, mana yang dianut dan mana yang ditolak. Karena Tuhan
tidak menurunkan suatu agama untuk dibahas oleh manusia dalam
rangka memilih yang dianggap-nya sesuai dan menolak yang tidak
sesuai. Agama pilihan adalah satu paket, penolakan terhadap satu
bagian mengakibatkan penolakan terhadap keseluruhan paket tersebut.
(Q.S.al-Baqarah/2:85). Dalam hal ini, agama Islam tidak memberikan
kepada seorang muslim kebebasan memilih dari keragaman pendapat
yang berkembang dalam bidang ushl al-dn, karena masalahnya sudah
demikian jelas dan pasti. Kebebasan memilih hanya diberikan dalam
bidang fur karena argumentasinya bersifat zhanni. 68
Sedangkan Ibrahim Hosen menyatakan,
Mengenai al-quran yang dapat kita baca dan kita dengarkan itu
adalah kalm lafdhi yang menunjukkan kepada kalm nafsi. Atas dasar
ini maka hukum islam itu sangat luas sekali yang hanya diketahui
melalui dalil, baik dalil-dalil yang disepakati kehujjahannya maupun
dalil-dalil yang diper-selisihkan kehujjahannya. Atas dasar itu pula
dapat diketahui bahwa hukum itu bersifah qadm dan hanya Allahlah
yang berhak menetapkan hukum. Dengan demikian maka tergambarlah
bagi kita bahwa yang kita cari itu adalah hukum Allah. Jelas hal ini
sangat sulit, karena hukum Allah adalah khithb-Nya yang berupa
kalm nafsi yang tidak bersuara dan tidak berhuruf yang tidak dapat kita
cerna dan kita gambarkan, yang diluar jangkauan manusia. Untuk
mengetahui hal tersebut hendaklah kita mengetahui bahwa kalmullah
itu mempunyai dua indikasi. Pertama, indikasi lafdhi dan kedua,
indikasi ma nawi. Indikasi lafdhi yaitu al-Quran dan indikasi ma nawi
adalah hadis, ijma, qiyas dan dalil-dalil lain. Dari sini dapat diketahui
68
Muhammad Quraish Shihab, Mimbar Agama & Budaya, Vol.22, No.4, 2005, h. 357
38
bahwa yang berperan itu adalah dalil hukum. Tampa dalil kita tidak
dapat mengetahui hukum dan hukum tanpa dalil adalah tahakkum
(membuat-buat hukum). Perbuatan ini haram dan dosanya lebih besar
daripada syirik. Sebab syirik itu yang sesat hanyalah yang bersangkutan,
sedangkan tahakkum, disamping pelakunya juga akan menyesatkan
banyak manusia.69
Pendapat Ibrahim Hosen sama dengan Muhammad Quraish Shihab,
karena dia membagi hukum Islam kepada dua yaitu syarah/ushl yang biasa
disebut dengan hukum qathi atau dengan kata lain yaitu m ulima minaddin bi
al-dharurah dan hukum fiqh/fur yang biasa disebut hukum zhanni.
Apabila
kita
menemukan
ayat-ayat
al-quran
yang
konteks
, artinya penafsiran
ayat al-quran berdasarkan teks ayat, bukan dilihat dari latar belakang turun
ayat. 71
Dalam memahami kaidah diatas, yang perlu diingat ialah bahwa sebab
turunnya ayat pada hakikatnya hanyalah salah satu alat bantu berupa contoh
untuk menjelaskan makna redaksi-redaksi ayat al-quran, namun cakupannya
tidak terbatas pada ruang lingkup sebab turunnya suatu ayat.72
Bagaimana al-Quran bisa menjadi petunjuk segala zaman, bila
memahaminya hanya berlaku dalam satu kasus, tidak berlaku umum. Oleh
karena itu, menurut hemat penulis seorang mufassir yang akan menafsirkan al69
h. 27
72
39
Quran harus berpegang pada ayat-ayat al-Quran sebagai sumber utama untuk
mengkaji ajaran Islam dan hadis Nabi saw. Sebagai sumber kedua setelah alQuran, karena salah satu fungsi hadis adalah untuk menjelaskan maksud ayatayat al-Quran.
Namun ada pendapat ulama yang jumlahnya minoritas menyebutkan
artinya penafsiran ayat al-Quran berdasarkan latar
belakang turunnya ayat, bukan hanya dilihat dari teks ayat.73
Pendapat ini berbeda dengan pendapat jumhur (mayoritas) ulama di
atas. Pendapat ini menggunakan pendekatan maqsid al-syarah (tujuan dari
penerapan hukum islam) yang antara lain melihatnya dari segi mashlahah
mursalah. Oleh karena itu, apabila ada pertentangan antara nash dan nalar
akal, maka nash diabaikan dan diambil nalar akal. Dengan demikian asbb alnuzl merupakan patokan utama dari teori ini.
Hal ini dapat dilihat pada pendapat tim penulis Paramadina yang
menulis buku berjudul Fiqih Lintas Agama menggunakan pendekatan
maqshid al-syar'ah yang mengutip pendapat al-Syathibi.
Menurutnya dalam syariat terdapat beberapa varian yang mesti
dipahami secara utuh, antara lain hukum, tujuan umum, dalil, dan
ijtihad. Hal ini menunjukkan bahwa syariat tidak hanya hukum belaka,
karena ada varian lain yang sangat penting yaitu tujuan-tujuan utama
(maqshid al-syar'ah) dan inti dari maqshid al-syarah adalah
kemaslahatan, yang didefinisikan sebagai mengambil yang bermanfaat
dan menghindari yang rusak (jalb al-manfi wadar'u al-mafsid)
Selanjutnya dia menegaskan, bahwa agama tidak hanya memuat yang
menekankan aspek ritual dan peribadatan (al-taabbudi), tetapi juga
membawa misi kemaslahatan bagi manusia (al-mashlahah almmah).74
Muhammad Abdul Azhim al-Zarqni, Manhilu al-Irfn F Ulm al-Qur an, (Bairut
:Dr al-Kutub al-Ilmiyah, 2003), h. 75
74
Nurcholish Majid et. al., Fiqih Lintas Agama, (Jakarta: Paramadina, 2004), Cet.VI., h. 10.
73
40
41
76
42
F. Metodologi Penelitian
1. Sumber Penelitian
Masalah yang akan dibahas dalam disertasi ini adalah penafsiran ayatayat jender menurut Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah.
Untuk mendapatkan data dan fakta yang akurat dalam penelitian ini, penulis
menggunakan penelitian kepustakaan (library research).
Karena studi ini menyangkut Tafsir al-Mishbah secara langsung, maka
sumber data primernya
43
"Kedudukan Wanita Dalam Islam," karya Yusuf Qardhawi, "Taaddud alZaujt fi al-Islm," karya Abdullah Nashih Ulwan, "Gelombang Tantangan
Muslimah," karya Anwar Jundi, "Kiprah Muslimah dalam Keluarga Islam,"
karya Lembaga Daru al-Tauhid, "Islam Menggugat Poligami," karya Siti
Musdah Mulia, "Wanita dalam Al-Quran," karya Muhammad Mutawali
Syarawi, "Huqq al-Marah fi al-Mujtama al-Islmy," karya Jamaluddin
Muhammad Mahmud.
b. Karya-karya yang berupa Tesis dan Disertasi yang terkait antara lain seperti,
"Metodologi Muhammad Quraish Shihab dalam Menafsirkan Al-Qur'an,"
karya Istianah, "Hak-Hak Perempuan dalam Relasi Jender pada Tafsir AlSya'rawi," karya Istibsyarah, "Kemitrasejajaran Pria dan Wanita dalam
Perspektif Islam," karya Zaitunah Subhan.
c. Kitab kitab tafsir yang dianggap representatif yang terkait dengan masalah
antara lain :
1) Tafsir Jmi' al-Bayn fi Tafsr al-Qur'an, karya Muhammad Ibnu Jarir
Ibnu Yaziz Ibnu Katsir Ibnu Ghalib Al-Thabari (224 H/839 M-310
H/925 M.) Mazhab Syafii dan Tafsir al-Qur'an al-Azhim karya Ismail
Ibnu Katsir al-Quraisyi al-Dimasyqi (W. 774 H.) yang lebih dikenal
dengan Ibnu Katsir yang bermazhab Syafii. Kedua tafsir ini mewakili
tafsr bi al-ma'tsr.
2) Tafsir al-Kasysyf 'An Haqiq Gowmidh al-Tanzl Wa Uyn alAqwil fi Wujh al-Ta'wl, karya Mahmud Ibnu Umar al-Zamakhsyari
(467H/1075M.- 538H/1144M.) termasuk tafsir bi al-ra'yi yang bercorak
adabi, bermazhab Hanafi dan beraliran Mu'tazilah
3) Tafsir Nuzhum al-Durar fi Tansub al-yt wa al-Suwar karya Burhan
al-Din abu al-Hasan Ibrahim Ibnu Umar al-Biqa'I (809H/1406M
44
al-Margi
karya
Ahmad
Ibnu
Mushthafa
al-Margi
Jadi sumber yang digunakan dalam penulisan ini ada dua, yaitu sumber
primer dan sekunder. Sumber primer yaitu sumber yang ditulis langsung oleh
45
Muhammad Quraish Shihab sendiri seperti kitab Tafsir al-Mishbah dan karya
karya yang lainnya, sedangkan sumber sekunder yaitu sumber yang ditulis
oleh orang lain yang berkaitan dengan penulisan ini.
Dari hasil penelitian tersebut penulis menemukan 110 kata dalam 107 ayat,
terdiri dari kata sebanyak 25 ayat, dari kata / sebanyak 55 ayat
dan dari kata jamaknya sebanyak 27 ayat. Kemudian
diklasifikasikan sesuai dengan topik yang ada dalam penulisan ini.
b.
c.
81
46
pada Tafsir al-Mishbah dengan kitab-kitab tafsir lain dan buku-buku yang
menulis tentang ayat-ayat jender.
d.
e.
f.
g.
G. Sistematika Penelitian
Penulisan desertasi ini mengikuti pedoman penulisan ilmiah yang
dikeluarkan oleh IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sedangkan sistematikanya
adalah sebagai berikut:
Bab pendahuluan atau bab pertama, memuat pembahasan latar belakang
masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tinjauan
47
perilaku
48
BAB II
TELAAH TENTANG TAFSIR AL-MISHBAH
A. Tafsir Al-Mishbah
Diantara karya-karya Muhammad Quraish Shihab adalah Tafsir alMishbah yang dapat dikatakan sebagai karya monumental. Tafsir yang terdiri
dari 15 volume ini mulai ditulis pada tahun 2000 sampai 2004. Dengan
terbitnya tafsir ini, semakin mengukuhkan Muhammad Quraish Shihab sebagai
tokoh tafsir Indonesia, bahkan Asia Tenggara. Dalam tafsir tersebut penulis
ingin memaparkan beberapa hal antara lain :
1. Nama Yang Dipilih
Adapun penamaan tafsirnya dengan al-Mishbah, bila dilihat dari kata
pengantarnya ditemukan penjelasan yaitu al-Mishbah berarti lampu, pelita,
lentera atau benda lain yang berfungsi serupa, yang memberi penerangan bagi
mereka yang berada dalam kegelapan. Dengan memilih nama ini, dapat diduga
bahwa Muhammad Quraish Shihab dalam tafsirnya berharap dapat
memberikan penerangan dalam mencari petunjuk dan pedoman hidup terutama
bagi mereka yang mengalami kesulitan dalam memahami makna al-Quran
secara langsung karena kendala bahasa.
Hamdani Anwar menyatakan:
Bahwa ada dua hal yang dapat dikemukakan sebagai alasan dari
pemilihan nama tersebut. Pertama, dari segi fungsinya yaitu al-Mishbah
berarti lampu yang gunanya untuk menerangi kegelapan. Dengan
memilih nama ini, penulisnya berharap agar karyanya itu dapat
dijadikan sebagai penerang bagi mereka yang berada dalam suasana
kegelapan dalam mencari petunjuk yang dapat dijadikan pedoman
hidup. Kedua, didasarkan pada awal kegiatan Muhammad Quraish
Shihab dalam hal tulis menulis di Jakarta. Pada saat dia tinggal di Ujung
48
49
Pandang, dia sudah aktif menulis dan banyak karya yang dihasilkannya,
namun produktifitasnya sebagai penulis dapat dinilai mulai mendapat
momentumnya setelah ia bermukim di Jakarta. Pada tahun 1980-an ia
diminta untuk menjadi pengasuh dari rubrik Pelita Hati pada harian
Pelita pada tahun 1994 kumpulan dari tulisannya itu diterbitkan oleh
Mizan dengan judul Lentera Hati yang ternyata menjadi best seller
dan mengalami cetak ulang beberapa kali. Dari sinilah kata Hamdani
Anwar tampaknya pengambilan nama al-Mishbah itu berasal, bila
dilihat dari maknanya.1
2. Motivasi Yang Mendorong Penulisannya
Muhammad Quraish Shihab mengatakan:
Latar belakang terbitnya tafsir al-Mishbah ini adalah diawali oleh
penafsiran sebelumnya yang berjudul "Tafsir al-Qur'an al-Karim" pada
tahun 1997 yang dianggap kurang menarik minat orang banyak, bahkan
sebahagian mereka menilainya bertele-tele dalam menguraikan
pengertian kosa kata atau kaiadah-kaidah yang disajikan. Akhirnya
Muhammad Quraish Shihab tidak melanjutkan upaya itu. Disisi lain
banyak kaum muslimin yang membaca surah-surah tertentu dari alQur'an, seperti surah yasin, al-Waqi'ah, al-Rah'man dan lain lain
merujuk kepada hadis dhoif, misalnya bahwa membaca surat al-Waqi'ah
mengandung kehadiran rizki. Dalam Tafsir al-Mishbah selalu dijelaskan
tema pokok surah-surah al-Qur'an atau tujuan utama yang berkisar di
sekeliling ayat-ayat dari surah itu agar membantu meluruskan
kekeliruan serta menciptakan kesan yang benar. 2
Sedangkan menurut Herman Heizer yang dimuat pada Majalah Tsaqafah
menyebutkan:
Bahwa latar belakang penulisan Tafsir al-Mishbah paling sedikit
ada dua alasan utama. Pertama, keprihatinan terhadap kenyataan bahwa
ummat islam Indonesia mempunyai ketertarikan yang besar terhadap alQur'an, tapi sebahagian hanya berhenti pada pesona bacaannya ketika
dilantunkan, seakan akan kitab suci ini hanya untuk dibaca. Padahal
menurut Muhammad Quraish Shihab bacaan al-Qur'an hendaknya
disertai dengan kesadaran akan keagungan-Nya disamping pemahaman
dan penghayatan yang disertai dengan tadzakkur dan tadabbur. Kedua,
tidak sedikit ummat islam yang mempunyai ketertarikan luar biasa
1
Hamdani Anwar, Mimbar Agama & Budaya, (selanjutnya tertulis Mimbar Agama) Vol.XIX,
No.2 ,2002 , h. 176
2
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, (Ciputat : Lentera Hati, 2000), Vol.I, h. ix
50
dipergunakan pada tafsir al-Mishbah ada dua, pertama, bersumber dari ijtihad
penulisnya. Sedang yang kedua, adalah bahwa dalam rangka menguatkan
ijtihadnya, ia juga mempergunakan sumber-sumber rujukan yang berasal dari
pendapat dan fatwa para ulama, baik yang terdahulu maupun mereka yang
masih hidup dewasa ini.4
Selanjutnya Hamdani Anwar mengatakan:
Sementara itu, selain dari mengutip pendapat para ulama,
Muhammad Quraish Shihab juga mempergunakan ayat-ayat al-Quran
dan Hadis Nabi saw. sebagai bagian dari penjelasan dari tafsir yang
dilakukannya. Biasanya rujukan dari ayat al-Quran dan Hadis ditulis
dalam bentuk italic (miring), sebagai upaya untuk membedakannya dari
rujukan yang berasal dari pendapat ulama atau ijtihadnya sendiri.5
3
Herman Heizer, Tafsir al-Mishbah, lentera bagi ummat islam Indonesia, Majalah Tsaqafah
Jakarta, Vol. I. No. 3, 2003, h. 91
4
Hamdani Anwar, Mimbar Agama, Vol.XIX, No.2 ,2002 , h. 180
5
Hamdani Anwsar, Mimbar Agama, Vol.XIX, No.2 ,2002 , h. 181
51
52
tema pokok itu, maka secara umum kita dapat memperkenalkan pesan
utama setiap surah, dan dengan memperkenalkan ke 114 surah, kitab
suci ini akan dikenal lebih dekat dan mudah.7
5. Bentuk Dan Corak Tafsirnya
Bentuk Tafsir al-Mishbah termasuk tafsir bi al-ra yi karena di dalam
Tafsir al-Mishbah digunakan argumen akal disamping hadis-hadis Nabi.
Sedangkan
corak
(kecenderungan)
dalam
tafsirnya
adalah
sosial
7
8
53
Arief Subhan, Tafsir Yang Membumi, (selanjutnya tertulis Tafsir Yang Membumi) Majalah
Tsaqafah, Jakarta Vol. I. No.3, 2003, h. 82
54
10
11
55
56
57
18
58
penulis akan
22
59
60
25
61
26
62
63
30
64
Puasa
Bersama
Muhammad
Quraish
Shihab
(Jakarta:Republika, 1999)
b. Karya-karya beliau yang sekarang ada di tangan penulis adalah sebagai
berikut :
1). Mahkota
Tuntunan
Ilahi;
Tafsir
Surah
al-Fatihah
31
1996), h. 1
Muhammad Quraish Shihab, Hidangan Ilahi (ayat-ayat tahlil), (Jakarta : Lentera Hati,
65
32
66
33
67
kiranya hasil-hasil
yang
Muhammad
Quraish
Shihab
upayakan
untuk
diperkaya.34
Al-Manar adalah salah satu kitab tafsir yang berorientasi pada
sastra budaya dan kemasyarakatan; suatu corak penafsiran yang
menitikberatkan penjelasan ayat al-Quran pada segi-segi ketelitian
redaksionalnya, kemudian menyusun kandungan ayat-ayatnya dalam
suatu redaksi yang indah dengan penonjolan tujuan utama turunnya alQuran yakni membawa petunjuk dalam kehidupan kemudian
merangkaikan pengertian ayat tersebut dengan hukum-hukum alam yang
34
Muhammad Quraish Shihab, Studi Kritis Tafsir al-Mannr, (selanjutnya tertulis Tafsir alMannr) (Bandung : Pustaka Hidayah, 1994), h.10
68
Muhammad
pernikahannya.
Quraish
Anak
Shihab
putrinya
yang
akan
mengharapkan
melangsungkan
agar
ayahnya
35
69
37
70
71
h. 5
Muhammad Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur'an, (Bandung : Mizan, 1997), Cet. I., h. 7
Muhammad Quraish Shihab, Sahur Bersama M.Quraish Shihab, (Bandung : Mizan, 1997),
72
40
1998), h. 5
Muhammad Quraish Shihab, Haji Bersama Muhammad Quraish Shihab, (Bandung : Mizan,
73
41
42
h. 1-2
Muhammad Quraish Shihab, Menyingkap Tabir Ilahi (Jakarta : Lentera Hati, 1998), h.viii
Muhammad Quraish Shihab, Mahkota Tuntunan Ilahi, (Jakarta : Untagama, 1998), Cet.I,
74
43
ini
merupakan
rangkuman
dari
ceramah-ceramah
43
Muhammad Quraish Shihab, Fatwa Fatwa Seputar Ibadah Mahdah, (Bandung : Mizan,
1999),h.vii
44
Muhammad Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi :Hidup Bersama al-Qur'an, (Bandung :
Mizan, 1999), h.
45
Muhammad Quraish Shihab, Yang Tersembunyi: Jin, Iblis, Setan, dan Malaikat, (Jakarta :
Lentera Hati, 1999), Cet. I, h. vii
75
76
49
50
77
51
Muhammad Quraish Shihab, Mistik, Seks dan Ibadah, (Jakarta : Penerbit Republika, 2004),
h.vii
52
h.4
Muhammad Quraish Shihab, Jilbab Pakean Wanita Muslimah, (Jakarta : Lentera Hati, 2004),
78
53
54
Muhammad Quraish Shihab, Dia Dimana Mana, (Ciputat : Lentera Hati, 2004), Cet.I, h. ix
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, (Jakarta : Lentera Hati, 2005), h. xiii
79
sebahagian
temannya-
walau
telah
lama
tetapi
ia
Muhammad Quraish Shihab, Logika Agama, (selanjutnya tertulis Logika Agama) (Jakarta :
Lentera Hati, 2005), h. 11
80
56
BAB III
SEKILAS TENTANG TEORI JENDER
A. Pengertian Jender
Kata "jender" diambil dari bahasa Inggris yaitu gender yang berarti
jenis kelamin.1 Menurut Nasaruddin Umar arti ini kurang tepat, karena dengan
demikian gender disamakan pengertiannya dengan sex yang berarti jenis
kelamin. Persoalannya karena kata jender termasuk kosa kata baru sehingga
pengertiannya belum ditemukan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.2
Siti Musda Mulia menegaskan bahwa, "Jender adalah seperangkat sikap,
peran, tanggung jawab, fungsi, hak dan perilaku yang melekat pada diri lakilaki dan perempuan akibat bentukan budaya atau lingkungan masyarakat
tempat manusia itu tumbuh dan dibesarkan. 3
Kemudian Siti Musda Mulia menyimpulkan bahwa, "Jender adalah
suatu konsep yang mengacu pada peran-peran dan tanggung jawab laki-laki
dan perempuan sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat diubah sesuai
dengan perubahan zaman.4
Sedangkan Nasaruddin Umar menyimpulkan bahwa, "Jender adalah
suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan
perempuan dilihat dari segi sosial budaya."5
John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia,
1994), Cet. XIII, h. 265
2
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif al-Qur'an, (selanjutnya tertulis
Kesetaraan Jender) (Jakarta: Paramadina, 2001), Cet. II., h. 33
3
Siti Musdah Mulia at. al Keadilan Kesetaraan Gender Perspektif Islam, (selanjutnya
tertulis Keadilan Jender) (Jakarta: LKAJ, 2003), Cet. II, h. viii
4
Siti Musdah Mulia at. al Keadilan Jender, h. ix
5
Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender , h. 35
82
83
cengeng, rasional, dan selalu harus ada di depan, karena anak laki-laki kelak
akan menjadi seorang pemimpin.6
Begitu seorang anak dilahirkan, maka pada saat yang sama ia
memperoleh tugas dan beban jender (gender assignment) dari lingkungan
budaya masyarakatnya. Jadi beban jender seseorang tergantung dari nilai-nilai
budaya yang berkembang di dalam masyarakatnya. Dalam masyarakat
patrilineal dan androsentris, sejak awal beban jender seorang anak laki-laki
lebih dominan dibanding anak perempuan.7
Perbedaan jender telah melahirkan perbedaan peran sosial. Kadangkala
peran sosial tersebut dibakukan oleh masyarakat, sehingga tidak ada
kesempatan bagi perempuan atau laki-laki untuk berganti peranan.8
Dari sini kita dapat melihat tradisi orang arab Saudi Arabia yang
membatasi peran perempuan hanya di rumah, sehingga seluruh kehidupannya
habis untuk melayani suami dan anak-anaknya di rumah bahkan belanja ke
pasarpun dilakukan oleh kaum laki-laki atau suami.
Beban kerja yang berat dan jam kerja yang banyak semakin dirasakan
oleh perempuan, jika suaminya gagal memperoleh pekerjaan tetap atau
diberhentikan dari pekerjaan tetapnya. Suami tidak dapat menjalankan
perannya sebagai pencari nafkah, padahal kelangsungan rumah tangga harus
tetap di jaga (dapur harus ngebul). Kondisi ini telah memaksa banyak
perempuan mengambil alih tugas sebagai pencari nafkah. Namun celakanya
alih tugas ini bukan berarti alih tanggung jawab tugas-tugas rumah tangga
6
7
8
84
(tidak mengerjakan urusan rumah tangga), karena tugas-tugas ini tetap menjadi
beban perempuan.9
Selanjutnya Siti Musda Mulia juga mengakui bahwa "Sumber-sumber
ketidakadilan terhadap perempuan dalam masyarakat Islam tidak berasal dari
ajaran dasar agama, tetapi lebih pada salah tafsir terhadap agama, seperti yang
diperlihatkan sebahagian besar ulama Islam selama berabad abad."10
Penulis sependapat bahwa bias jender itu bukan diakibatkan oleh teks
al-Qur'an, tapi akibat penafsiran seorang mufasir. Karena seorang mufasir akan
dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, budaya, sosial, politik, ekonomi
dan lingkungannya.
Namun demikian tidak semua mufasir klasik keliru menafsirkan ayatayat al-Qur'an, sekalipun menurut para mufasir kontemporer sebagian mufasir
klasik dianggap bias jender.
( : / )
85
( : / )
( : / )
Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan lakilaki dan perempuan. (Q.S. al-Najm/53: 45)
Berdasarkan ayat-ayat di atas Muhammad Quraish Shihab mengatakan
bahwa, Allah swt. menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan.
Keberpasangan mengandung persamaan sekaligus perbedaan. Persamaan dan
perbedaan itu harus diketahui agar manusia dapat bekerja sama menuju citacita kemanusiaan."11
Lelaki dan perempuan keduanya berkewajiban menciptakan situasi
harmonis dalam masyarakat. Tentu saja situasi ini harus sesuai dengan kodrat
dan kemampuan masing-masing. Ini berarti bahwa kita dituntut untuk
mengetahui keistimewaan dan kekurangan masing-masing, serta perbedaan
keduanya. Karena tanpa mengetahui hal-hal tersebut, maka orang bisa
mempersalahkan dan menzalimi banyak pihak. Dia bisa mempersalahkan
interpretasi agama dan menganiaya perempuan karena mengusulkan hal-hal
yang justru bertentangan dengan kodratnya.12
Dalam suasana maraknya tuntutan hak asasi manusia serta seruan
keadilan dan persamaan, sering kali tanpa disadari, hilang hak asasi dan sirna
keadilan lagi kabur makna persamaan yang dituntut itu.13
Muhammad Quraish Shihab mengutip pendapat Anis Manshur yang
menyatakan bahwa, Tidak ada satu masyarakat di seluruh persada dunia ini
11
86
yang mempersamakan lelaki dan perempuan dalam segala hal, tidak pada
masyarakat yang sangat maju, tidak juga pada masyarakat yang sangat
terbelakang. Memang, lelaki dan perempuan masing-masing mempunyai lima
indera, tetapi terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat jelas, dalam dan
tajam.14
Ada tidaknya pengaruh biologi terhadap perilaku manusia para pakar
berbeda pendapat, antara lain Nasaruddin Umar mengutip pendapat Unger
tentang perbedaan emosional dan intelektual antara laki-laki dan perempuan
sebagai berikut :
Laki-laki
Sangat agresif
Independen
Tidak emosional
Dapat menyembunyikan emosi
Lebih objektif
Tidak mudah terpengaruh
Tidak submisif
Sangat menyukai penget. eksakta
Tidak mudah goyah terhadap krisis
Lebih aktif
Lebih kompetitif
Lebih logis
Lebih mendunia
Lebih terampil berbisnis
Lebih berterus terang
Memahami perkembangan dunia
Berperasaan tak mudah tersinggung
Lebih suka berpetualang
Mudah menghadapi persoalan
Jarang menangis
Umumnya terampil memimpin
Penuh rasaperscaya diri
Lebih banyak mendukung sikap
14
Perempuan
87
Agresif
Lebih ambisi
Lebih mudah membedakan antara
rasa dan rasio
Lebih merdeka
Tidak canggung dalam penampilan
Pemikiran lebih unggul
Lebih bebas berbicara
agresif
Kurang ambisi
Sulit membedakan antara rasa dan
rasio
Kurang merdeka
Lebih canggung dalam penampilan
Pemikirang kurang unggul
Kurang bebas berbicara 15
88
89
90
91
27
92
laki-laki begitu mereka menikah. Perempuan tidak punya hak untuk bercerai,
sebab mereka adalah semata mata budak laki-laki manja.30
Berkaitan dengan hal ini, Nasaruddin Umar berpendapat:Bahwa,teori
ini berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas berbagai bagian
yang saling mempengaruhi. Teori ini mencari unsur-unsur mendasar yang
berpengaruh di dalam suatu masyarakat, mengidentifikasi fungsi setiap unsur,
dan menerangkan bagaimana fungsi unsur-unsur tersebut di dalam
masyarkat."31
Walaupun penulis kurang sependapat dengan teori ini untuk dijadikan
sebagai tolok ukur perbedaan dan persamaan laki-laki dan perempuan, namun
penulis setuju dari segi bahwa fungsi yang berbeda, tentu tugasnyapun
berbeda.
Hal ini sejalan dengan Muhammad Quraish Shihab yang mengatakan,
Sangat sulit untuk menyatakan bahwa perempuan sama dengan lakilaki, baik atas nama ilmu pengetahuan maupun agama. Adanya
perbedaan antara kedua jenis manusia itu harus diakui, suka atau tidak.
Mempersamakan hanya akan menciptakan jenis manusia baru, bukan
laki-laki dan bukan perempuan. Kaidah yang menyatakan
fungsi/peranan utama yang diharapkan menciptakan alat' masih tetap
relevan untuk dipertahankan. Tajamnya pisau dan halusnya bibir gelas,
karena fungsi dan peranan yang diharapkan darinya berbeda. Kalau
merujuk kepada teks keagamaan baik al-Qur'an maupun Sunnah
ditemukan tuntunan dan ketentuan hukum yang disesuaikan dengan
kodrat, fungsi dan tugas yang dibebankan kepada mereka.32
Pernyataan di atas sejalan dengan Q.S.Ali Imrn/3:36 :
( : / )
30
31
93
( : / )
2. Teori Konflik
Nasaruddin Umar menegaskan bahwa,
Dalam soal jender, teori konflik terkadang diidentikkan dengan
teori Marx karena begitu kuatnya pengaruh Karl Marx di dalamnya.
Teori ini berangkat dari asumsi bahwa dalam susunan di dalam suatu
masyarakat terdapat beberapa kelas yang saling memperebutkan
pengaruh dan kekuasaan. Siapa yang memiliki dan menguasai sumbersumber produksi dan distribusi merekalah yang memiliki peluang
untuk memainkan peran utama di dalamnya. 33
Lebih lanjut dijelaskan bahwa teori konflik ini menjadi anutan dari
feminisme radikal yang melihat tidak ada perbedaan antara tujuan personal dan
politik, unsur-unsur seksual atau biologis, sehingga dalam melaksanakan
33
94
34
35
36
95
( : /)
( : /)
Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan
kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan. (Q.S. al-Nahl/16: 44)
Selain merupakan penjelasan dari ayat-ayat al-Qur'an, hadis juga
memiliki posisi kedua setelah al-Qur'an. Sesuai dengan ayat al-Qur'an
( : /)
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul-(Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan
rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya. (Q.S. al-Nis/4: 59)
Kemudian ditegaskan pula pada ayat-ayat lain seperti surat al-Nis/4
ayat 69-80 dan Ali Imrn/3 ayat 32-132, dan masih banyak ayat yang lain yang
menjelaskan tentang posisi hadis sebagai posisi kedua setelah al-Qur'an.
96
1. Teori Psikoanalisa/Identifikasi
Menurut
Nasaruddin
Umar:Bahwa
teori
ini
pertama
kali
37
38
97
2. Teori-Teori Feminis
Nasaruddin Umar mengatakan bahwa:"Dalam dua dekade terakhir
kelompok feminis memunculkan beberapa teori yang secara khusus menyoroti
kedudukan perempuan dalam kehidupan masyarakat. Kelompok feminis
berupaya menggugat kemapanan patriarki dan berbagai bentuk stereotip jender
lainnya yang berkembang luas di dalam masyarakat.41
Adapun teori-teori yang lahir dari kelompok-kelompok feminis
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Feminisme Liberal
Dasar pemikiran kelompok ini adalah semua manusia, laki-laki dan
perempuan, diciptakan seimbang dan serasi dan mestinya tidak terjadi
penindasan antara satu dengan lainnya.42
Meskipun dikatakan feminisme liberal, kelompok ini tetap menolak
persamaan secara menyeluruh laki-laki dan perempuan. Dalam beberapa hal
terutama yang berhubungan dengan fungsi reproduksialiran ini masih tetap
memandang perlu adanya pembedaan (distinction) laki-laki dan perempuan.
39
40
41
42
98
43
44
45
99
sendiri. Laki-laki yang tanpa beban organ reproduksi secara umum akan sulit
diimbangi oleh perempuan.46
Mastuhu mengutip surat kabar Easter Mail yang terbit di Kopenhagen
Denmark, Mei 1975 yang memuat protes keras mahasiswi Universitas
Kopenhagen terhadap pernyataan pemerintah Denmark yang menghina dan
menjatuhkan derajat perempuan. Mereka (para mahasiswi) mengatakan, "Kami
tak mau dijadikan barang-barang. Kami ingin tetap berdiam di rumah.
Kembalikan sifat-sifat kewanitaan kami. Kami menolak hidup bebas tanpa
kendali."47
Mastuhu selanjutnya mengutip Abdurahman al-Baghdadi (1990)
menyatakan bahwa
Ana Rode seorang penulis perempuan Denmark berkomentar,
Masyarakat saat ini selalu menuntut mode dan hidup dengan mode
tersebut. Aku tak sudi menuntut mode, aku ingin menjadi perempuan,
bukan sebagai benda. Sesungguhnya, aktivitas-aktivitas yang
menjengkelkanku saat ini adalah apa yang menamakan diri sebagai
gerakan kebebasan perempuan. Padahal gerakan-gerakan semacam itu
tak akan berhasil mengubah suatu kenyataan. Laki-laki selamanya
tetap laki-laki dan perempuan selamanya tetap perempuan.48
Sedangkan konsep Islam tentu sangat berbeda dengan konsep-konsep
yang lainnya karena Islam menempatkan posisi perempuan pada tempat yang
terhormat, seperti aurat perempuan berbeda dengan laki-laki, sehingga
pakaiannyapun tentu harus berbeda. Namun dari segi lain banyak
kesamaannya, seperti melaksanakan shalat, puasa, zakat, menuntut ilmu,
berdakwah, berdagang, menjadi pejabat pemerintahan seperti menjadi hakim,
dan lainnya.
46
100
101
51
102
53
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1990) Cet. III, h. 113
54
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 31
55
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 32
56
Muhammad Quraish Shihab, Perempuan, h. 32
103
57
104
Menaati saran perempuan berahir dengan penyesalan. (HR.al-Ajluni)
Ilmu hilang di antara kedua paha perempuan. (HR. Al-Ajluni dan Ibnu
Thulun)
105
Islam serta sesuai dengan kodrat perempuan. Mereka itu terkesan berupaya
untuk mempersamakan perempuan dengan laki-laki secara mutlak, padahal
upaya mempersamakan kedua jenis kelamin yang berbeda itu, tidak akan
melahirkan apa-apa kecuali jenis makhluk ketiga, yang bukan laki-laki dan
bukan juga perempuan.62
Mereka menemukan sekian banyak riwayat yang sebenarnya sahih,
tetapi karena kandungan teksnya mereka rasakan tidak adil, atau karena
penafsirannya yang populer selama ini tidak menggambarkan persamaan
mutlak tersebut, maka teks itu mereka abaikan. Bahkan mereka menilai Islam
telah melecehkan perempuan melalui teks-teks tersebut. Persoalan-persoalan
yang mereka ketengahkan antara lain adalah:
1. Bagian anak lelaki dalam warisan dua kali bagian anak perempuan
2. Kesaksian perempuan setengah dari kesaksian lelaki
3. Keharusan adanya wali bagi perempuan dalam pernikahan
4. Kewajiban iddah bagi perempuan
5. Izin memukul istri
6. Hak perceraian berada di tangan suami
7. Kewajiban nafkah hanya atas suami.63
Jadi, jender menurut Muhammad Quraish Shihab adalah seks (jenis
kelamin) yang berpijak dari sifat kelelakian dan keperempuanan. Lalu dari
perbedaan sifat tersebut menimbulkan perbedaan peran dan status laki-laki dan
perempuan yang pada ahirnya terjadi perbedaan hak dan kewajiban keduanya
sesuai dengan kodrat masing-masing. Oleh karena itu wajar jika laki-laki
karena tanggungjawabnya lebih besar mendapat fasilitas yang lebih daripada
perempuan. Seperti bagian waris laki-laki dua kali bagian perempuan dalam
beberapa kondisi.
62
63
BAB IV
ANALISIS PENAFSIRAN AYAT-AYAT JENDER
DALAM TAFSIR AL-MISHBAH
A. Term-Term Jender dalam Al-Quan
Term menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya istilah.1 Jadi term
term jender dalam al-Qur'an artinya istilah-istilah yang berkaitan dengan jender
dalam al-Qur'an.
Istilah-istilah jender yang dimaksud dalam karya tulis ini, yaitu simbolsimbol kalimat dalam al-Qur'an yang dijadikan ukuran oleh para pakar jender.
Atau dengan kata lain membahas shigah mudzakar (kata untuk makna lakilaki) dan mu'annats (kata untuk makna perempuan) dalam al-Qur'an.
Adapun shigah-shigah mudzakar dan mu'annats yang biasa digunakan
oleh para pakar jender dalam al-Qur'an sangat banyak antara lain dapat
diidentifikasi sebagai berikut :
108
artinya rambutnya
Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau
berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah
(shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang
belum kamu ketahui. (Q.S. al-Baqarah/2: 239)
2
Ibrahim Anis at. al., al-Mu'jam al-Wasth, (selanjutnya tertulis al-Wasth) (Mesir: Majma
al-Lughah al-Arabiyah, 1980), Jilid I, h. 332
3
Abu Husen Ahmad Bin Faris Bin Zakaria, Mu'jam al-Maqyis f Lughah, (selanjutnya
tertulis al- Maqyis f Lughah) (Bairut: Dr al-Fikr, 1994), h. 444
4
Ibrahim Anis at, .al, al-Wasith , jilid I, h. 332
109
Kemudian kata
dan
sebagai kata jamak, kemudian
laki laki dalam pikirannya dan pengetahuannya. Hal ini sesuai dengan hadis
terdapat pada seorang laki-laki. 5 Jadi kata Rajul kesemuanya menunjukkan arti
kuat, perkasa dan memiliki ketangguhan.
Dari pengertian di atas, Nasaruddin Umar menjelaskan bahwa, "Semua
orang yang masuk dalam kategori al-rajul termasuk juga kategori al-dzakar
tetapi tidak semua al-dzakar masuk dalam kategori al-rajul. Kategori al-rajul
menuntut sejumlah kriteria tertentu yang bukan hanya mengacu kepada jenis
kelamin, tetapi juga kualifikasi budaya tertentu, terutama sifat-sifat kejantanan
(masculinity)."6
Akar kata
dalam al-Qur'an.7 Namun kata al-rajul jamaknya al-rijl yang artinya kaum
laki-laki terdapat 55 kali disebut dalam al-Qur'an, yaitu 24 kali dalam bentuk
mufrad (makna tunggal), 5 kali dalam bentuk mutsanna (makna dua) dan 26
kali dalam bentuk jamak (banyak).
Dari 55 kata tersebut Nasaruddin Umar membagi ke dalam 5
kecenderungan pengertian dan maksud sebagai berikut:
5
110
1) Al-Rajul dalam arti jender laki-laki seperti terdapat pada surat alBaqarah/2: 282, 228, surat al-Nis/4: 34, 32.
2) Al-Rajul dalam arti orang, baik laki-laki maupun perempuan seperti
terdapat pada surat al-A'rf/7: 46, al-Ahzb/33: 23.
3) Al-Rajul dalam arti nabi atau rasul seperti terdapat pada surat alAnbiy/21: 7, Saba/34: 7.
4) Al-Rajul dalam arti tokoh masyarakat antara lain terdapat pada surat
Ysn/36: 20, al-A'rf/7: 48, alQashash/28: 20, al-Mu'min/40: 28, AlA'rf/7: 48, 155, al-Kahfi/18: 32, 37, al-Qashash/28: 15, al-Jin/72: 6, dan
al-Ahzb/33: 40, 23, al-Nahl/16: 76
5) Al-Rajul dalam arti budak seperti terdapat pada surat al-Zumar/39: 29, alNis/4: 1, dan al-Naml/27: 55.8
Sedangkan kata al-nis menurut etimologi diambil dari kata nasia
( ) yang artinya ada dua yaitu melupakan sesuatu dan meninggalkan
sesuatu.9 Sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah :
( : / )...
( : / )
Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka
ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan
yang kuat. (Q.S. Taha/20: 115)
. :
111
( : /)
. : :
11
Ibnu Manzhr, Lisn al-Arab, (selanjutnya tertulis Lisn al-Arab) (Mesir: Daar al-Fikr,
t.t.) Jilid. VI, h. 4417
12
Al-Raghib al-Ashfihani, Mu'jam Mufradt al-Fdh al-Qur'an, (selanjutnya tertulis
Mufradt al-fdh al-Qur an) (Bairut: Daar al-Fikr, t.t.), h.513
112
(: /)
Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok
kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih
baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula kaum
perempuan (mengolok-olok) kaum perempuan lain (karena) boleh jadi
kaum perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan
(yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan
janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.
Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman
dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang
yang zalim. (Q.S. al-Hujurat/33: ayat 11).
Kata al-nis menurut Nasaruddin Umar berarti jender perempuan,
sepadan dengan kata al-rijl yang berarti jender laki-laki.13 Kata al-nis
dalam berbagai bentuknya terdapat dalam 55 ayat dan terulang sebanyak 59
kali dalam al-Qur'an. Dari 59 kata al-nis menurut
Nasaruddin Umar
( : /)
Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta
peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut
bagian yang telah ditetapkan. (Q.S. al-Nis/4: 7)
Begitu juga terdapat dalam ayat yang lain
13
113
: / )
(
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi orang
laki-laki ada bagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para
perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan
mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. al-Nis/4: 32)
Kata al-nis menurut Nasaruddin Umar menunjukkan jender
perempuan. Porsi pembagian hak dalam ayat ini tidak semata-mata
ditentukan oleh realitas biologis sebagai perempuan atau laki-laki,
melainkan berkaitan erat dengan realitas jender yang ditentukan oleh
faktor budaya yang bersangkutan. Ada atau tidaknya warisan ditentukan
oleh keberadaan seseorang. Begitu seseorang lahir dari pasangan muslim
yang sah, apapun jenis kelaminnya, dengan sendirinya langsung menjadi
ahli waris. Sementara itu besar kecilnya porsi pembagian peran ditentukan
oleh faktor eksternal, atau menurut istilah ayat ini ditentukan oleh usaha
yang bersangkutan.14
2) Al-nis dalam arti istri-istri, seperti terdapat dalam al-Qur'an
: / )
114
( : /)
Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka
datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu
kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan
bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan
menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.
(Q.S. al-Baqarah/2: 223 )
Kata al-nis dalam kedua contoh di atas diartikan dengan istri-istri,
sebagaimana halnya kata al-mar'ah sebagai bentuk mufrad dari kata alnis , hampir seluruhnya berarti istri. Misalnya imra'ah Lth (Q.S. alTahrm/66:10) imra'ah Fir'aun (Q.S. al-Tahrm/66: 11) dan imra'ah Nh
(Q.S. al-Tahrm/66: 10). Kata al-nis yang berarti istri-istri ditemukan
pada sejumlah ayat. (Q.S. al-Baqarah/2: 187, 223, 226, 231, dan 236;
Q.S. al-Nis/4: 15; dan 23, Q.S. al-Ahzb/33:30, 32, dan 52; Q.S. Ali
Imrn/3: 61; Q.S. al-Thalaq/65: 4; Q.S. al-Mujdilah/58: 2 dan 3).15
b. Al-Dzakar dan al-Untsa
Menurut kamus al-Maqyis f al-Lugah, bahwa kata dzakar berasal
dari akar kata
lupa seperti
15
16
115
( : /)
lunak dan halus. Sedangkan kata al-unts (perempuan) adalah lawan dari kata
al-dzakar (laki-laki) dari segala jenis (binatang, tumbuh-tumbuhan dan
manusia). Sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu Manzhur dalam kamus Lisn alArab :
. :
116
manusia) dan jama dari kata al-unts adalah ints. Dan unuts jamak
dari kata ints seperti kata humur jamanya himr, kata al-mar'ah
disebut unts karena lembut dan halusnya.
Sedangkan al-Raghib al-Ashfihani dalam kamusnya menyatakan
. :
Kata al-unts (perempuan) diambil dari kata unuts yang artinya lawan
dari laki-laki dan keduanya (kata al-dzakar dan al-unts) pada
mulanya digunakan untuk makna dua jenis kelamin.
Hal ini sesuai dengan firman Allah:
( : /)
Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki
maupun perempuan sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu
masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.
(Q.S. al-Nis/4: 124)
Kemudian dalam kamus Al-Maurid disebutkan:
20
117
dibentuk shgah mublagah yang artinya sangat baik atau sangat lezat
sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur'an
/)
( :
"Kata mar'un, mar'atun, imru'u, dan imra'atun diambil dari satu akar
kata yaitu ."
Kemudian kata al-mar'u dan imru'un berarti laki-laki atau seseorang
(laki-laki atau perempuan) sedangkan kata mar'ah dan imra'ah artinya
perempuan. Kata imra'ah dalam al-Qur'an terulang sebanyak 26 kali, 4 kali
diartikan seorang perempuan dan 22 kali diartikan istri.26
23
118
) :
Kata za wj yang terdiri dari huruf za, wawu, dan jim asalnya
menunjukkan kepada pendamping sesuatu terhadap sesuatu seperti,
suami pendamping istri, dan istri pendamping keluarganya.
Sesuai dengan ayat al-Qur'an
( :/)
Dan Kami berfirman, "Hai Adam diamilah oleh kamu dan istrimu
surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik
di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini,
yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zhalim. (Q.S. alBaqarah/2: 35)
Dan ayat yang lain
( : /)
(Dan Allah berfirman), "Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan
istrimu di surga serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana
saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon
ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang yang zhlim".
(Q.S.al-A'rf/7: 19)
Sedangkan al-Ragib al-Ashfihani dalam kamusnya menyatakan:
27
Abu Husen Ahmad Bin Faris Bin Zakaria, al-Maqyis f Lughah, h. 464
119
Kata zawj ada yang mengatakan artinya setiap patner/ pasangan lakilaki dan perempuan dalam jenis binatang yang berkawin adalah zawj
dan setiap pasangan dalam binatang dan selainnya disebut juga zawj
seperti sepasang sepatu, sepasang sandal, dan setiap pasangan satu
dengan yang lain baik sejenis atau lawannya juga disebut zawj."
Seperti dalam al-Qur'an
( : /)
Lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang: laki laki dan
perempuan. (Q.S. al-Qiymah/75: 39)
Sedangkan menurut Ibnu Manzhur dalam kamus Lisn al-Arab
dinyatakan
Kemudian dia menjelaskan, bahwa kata zawj bisa diartikan pasangan, baik dua
laki-laki, atau dua perempuan, kanan kiri, dua jenis yang berbeda seperti putih
hitam, manis masam, langit bumi, musim panas dan dingin, malam, dan
siang.30
Sedangkan kata zawjah dalam kamus Arab hanya digunakan untuk
makna perempuan, sebagaimana dinyatakan oleh Ibrahim Anis dalam kamus
al-Wasth
28
29
30
31
32
120
Seperti kalimat
.
"Kata diartikan ayah, dan semua orang yang menjadi sebab
terwujudnya sesuatu atau memperbaiki sesuatu, atau menampakkannya
disebut ayah. Untuk itu Nabi Muhammad saw. disebut ayah orangorang beriman."
Ada juga yang mengatakan:
...
Paman dan ayah, Ibu dan ayah, kake dan ayah disebut ( dua orang
tua) dan pendidik manusia disebut juga ayah manusia.
33
34
35
121
mengandung
Mengandung makna orang tua, kakek, atau paman terulang 64 kali yaitu
dalam al-Qur'an Surat al-Baqarah/2: 133, 170, 170, 200; al-Nis/4:11, 22;
al-Midah/5: 104, 104; al-An'm/6: 87, 91, 148; al-A'rf/7: 28, 70, 71, 95,
173; al-Taubah/9: 23, 24, Ynus/10: 78; Hd/11: 62, 87, 109; Ysuf/12:
38, 40; al-Ra'du/13: 23; Ibrahm/14: 10; al-Nahl/16: 35; al-Kahfi/18: 5; alAnbiy/21: 44, 53, 54; al-Mu'minn/23: 24, 68, 83; al-Nr/24: 31, 31, 61;
al-Furqn/25:18; al-Syu'ar/26: 26, 74, 76); al-Naml/27: 67, 68; alQashash/28: 36; Lukmn/31: 21; al-Ahzb/33: 5, 5, 55; Saba/34: 43;
Ysn/36: 6; al-Shaft/37: 17, 69, 126; Gfir/40: 8; al-Zukhruf/43: 22, 23,
24, 29; al-Dukhn/44: 8, 36; al-Jsyiah/45: 25; al-Najm/53: 23; alWqi'ah/56: 48; al-Mujdalah/58: 22. 38
36
122
4) Sebagai kunyah (panggilan) untuk Abdu al-Uzza paman Nabi yaitu Abu
Lahab yang tercantum dalam al-Qur'an Surat al-Lahab/111: 1
5) Diartikan kakek
Taubah/9: 114; Ysuf/12: 4, 8, 63; Maryam/19: 42; al-Anbiy/2: 52; alHaj/22: 78; al-Syuar/26: 70; al-Shaft/37: 85; al-Zukhruf/43: 26, alMumtahinah/60: 4; Abasa/80: 35.
6) Bila dijadikan mutsann (makna dua) diartikan ayah dan ibu, terulang 11
kali yaitu pada al-Qur'an Surat al-Nis/4:11; Ysuf/12: 6, 68, 94, 99, 100;
al-Kahfi/18: 80, 82; Maryam/19: 28; al-Qashash/28: 23).40
Dari klasifikasi makna di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
kata
berbentuk jamak diartikan orang tua, nenek moyang (kakek), atau paman.
Sedangkan bila bentuk mutsanna (makna dua) diartikan ayah dan ibu,
atau paman dan ayah atau ayah dan kakek. Kecuali dalam al-Qur'an Surat alA'rf/7 ayat 27 diartikan Adam dan Hawa, dan di dalam al-Qur'an Surat alLahab/111 ayat 1 diartikan kunyah (sebutan) untuk Abdu al-Uzza paman Nabi
dengan sebutan Ab Lahab.
Menurut Nasaruddin Umar, bahwa hampir semua kata
bentuk
jamak dari kata menunjuk kepada pengertian nenek moyang atau leluhur.
Kata
dalam arti nenek moyang atau leluhur tidak mesti harus mengambil
jalur laki laki, tetapi juga pada jalur perempuan. Sehingga istilah nenek
moyang
123
Sedangkan kata
( : /)
dan 11 kali berbentuk jamak.42 Dari 35 kata tersebut tidak selalu artinya Ibu,
tapi mempunyai makna yang berbeda antara lain:
1) Kata
terulang 3 kali (Q.S. Ali Imrn/3 : 7; Q.S. al-Ra'du/13 : 39; dan Q.S. alZukhruf/43: 4)
42
124
3) Kata
"ibu kehormatan umat Islam yang tidak dibenarkan untuk dikawini (Q.S. alAhzb/33: 6).45
Kata
sebagaimana yang lazim ditemukan dalam kitab fikih yang berarti bapak atau
ibu. Bapak dan ibu masing-masing mempunyai peran penting dalam
pembinaan anak. Urusan keamanan dan tanggung jawab sosial ekonomi lebih
banyak diperankan ayah () , seperti tercermin dalam kisan Nabi Yusuf
bersaudara dengan ayahnya (Ya'qub), Nabi Ismail dan Nabi Ishaq dengan
ayahnya, Ibrahim. Adapun ibu ( ) dalam arti ibu lebih banyak dihubungkan
dengan tanggung jawab reproduksi dan pembinaan internal rumah tangga
43
44
45
125
seperti mengandung bayi (Q.S. Luqmn/31: 14) dan menyusui bayi (Q.S. alQashash/28: 7).46
c. Anak Laki-Laki ( ) dan Anak Perempuan ()
Kata
...
Kata diambil dari kata lalu mereka mengatakan bahwa jama dari
kata adalah dan tashgirnya dinamakan demikian karena
anak itu dibentuk/ dididik oleh ayah, maka ayah yang mendidik
anaknnya dan Allah menjadikan ayah sebagai pendidik dalam
memperbaiki anak. Dan ada yang mengatakan, "Seluruh yang
dihasilkan dari pengarahan, pendidikan terhadap sesuatu, atau hasil
dari pencarian sesuatu, atau hasil dari banyak pelayanan terhadap
sesuatu, atau dari hasil melakukan urusan sesuatu disebut anaknya.
Seperti ( Fulan adalah seorang pemberani), ( seorang
yang melakukan perjalanan jauh), ( seorang pencuri),
(seorang pelajar)."
Sedangkan menurut kamus Al-Wasth, kata
tapi orang arab menjadikan kata
46
47
48
126
sesuatu. Seperti
digunakan untuk
dua kelompok bintang yang satu kecil dan yang satunya besar,
digunakan untuk tempat persembunyian pengembala, dan digunakan
dijadikan makna
perempuan menjadi atau dan jamaknya menjadi .51 Dari pengertian
Al-Ragib al-Ashfihani menyebutkan, bahwa kata
atau anak cucu tanpa dibedakan jenis kelamin, laki-laki atau perempuan.52
Sebagaimana terdapat dalam al-Qur'an
(: / )
Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan
kepadamu pakaian untuk menutupi `auratmu dan pakaian indah untuk
perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian
itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudahmudahan mereka selalu ingat. (Q.S. al-A'rf/7: 6)
49
50
51
52
127
( : / )
Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang
mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka itulah yang
memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah
mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang
tinggi (dalam surga). (Q.S.Saba/34: 37)
Berbeda dengan bentuk jamak kata
menunjuk kepada anak-anak perempuan. Seperti terdapat dalam al-Qur'an alNis/4 ayat 23 dan Surat al-Ahzb/33 ayat 59.54
Kata ganti adalah isim (kata) yang mabni (tidak berubah) yang
menunjukkan pada orang pertama, kedua atau ketiga.
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kata ganti dalam bahasa
Arab sama halnya dengan bahasa Indonesia, ada tiga macam.
a. Kata ganti untuk orang pertama
53
128
( saya)
( : / )
2) Kata ganti untuk orang pertama lebih dari satu dengan menggunakan
(kami) dapat digunakan untuk laki-laki dan perempuan. Sebagaimana
ditegaskan dalam firman Allah di dalam al-Qur'an
( : / )
Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya daripada
Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah. (Q.S. alBaqarah/2:138).
b. Kata ganti untuk orang kedua
Kata ganti untuk orang kedua ada 5 yaitu:
1) Kata ganti orang kedua tunggal untuk laki-laki menggunakan kata
( : /)
129
Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, "Hai Isa putera Maryam, adakah
kamu mengatakan kepada manusia, 'Jadikanlah aku dan ibuku dua orang
tuhan selain Allah?' Isa menjawab, "Maha Suci Engkau, tidaklah patut
bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku
pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya.
Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui
apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha
Mengetahui perkara yang gaib-gaib."
2) Kata ganti orang kedua tunggal untuk perempuan menggunakan kata
dengan mengkasrahkan huruf ta (kamu seorang perempuan) atau
menggunakan kata yang dibaca kasrah. Seperti firman Allah dalam alQur'an yang berbunyi:
( : /)
Mereka menjawab, "Kita adalah orang-orang yang memiliki kekuatan
dan (juga) memiliki keberanian yang sangat (dalam peperangan), dan
keputusan berada di tanganmu, maka pertimbangkanlah apa yang akan
kamu perintahkan". (Q.S. al-Namal/27: 33)
3) Kata ganti orang kedua untuk dua orang laki-laki atau dua orang
perempuan menggunakan kata (( )kamu dua orang laki-laki atau
dua perempuan) seperti dalam al-Qur'an yang berbunyi:
( : /)
( : /)
130
Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampur adukkan yang haq dengan
yang bathil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu
mengetahui?
5) Kata ganti orang kedua lebih dari dua orang untu perempuan digunakan
kata
( - : / )
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari
kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. Dan
ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan
hikmah (sunnah Nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut
lagi Maha Mengetahui. (Q.S. al-Ahzb/33: 33 -34)
c. Kata ganti orang ketiga
Kata ganti orang ketiga ada 5 macam yaitu :
1) Kata ganti orang ketiga tunggal untuk laki laki, digunakan kata atau
huruf ha (dia laki laki) seperti firman Allah di dalam al-Qur'an yang
berbunyi:
( : /)
131
( : /)
Kata ganti orang ketiga untuk dua orang baik laki-laki maupun
perempuan digunakan kata yang sama yaitu
( : /)
( : /)
Kata ganti orang ketiga lebih dari 2 orang untuk perempuan digunakan
kata
132
( : / )
Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai
wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka
karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu
berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji
yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila
kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin
kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya
kebaikan yang banyak. (Q.S. al-Nis/4: 19)
Sekalipun penjelasan mengenai dhamr sudah dipaparkan di atas,
namun demikian perlu memperhatikan catatan mengenai masalah dhamr
(kata ganti) baik munfashil (terpisah), muttashil (bersambung), maupun
mustatirah (tersembunyi), karena menurut kaidah bahasa Arab bahwa bila
terkumpul mudzakar dan muannats maka cukup digunakan dengan dhamr
mudzakar dan tidak sebaliknya.
Nasaruddin Umar mengutip pendapat ulama dari golongan Mu'tazilah:
:
"Jawabnya, 'Sesungguhnya yang dimaksud masalah tersebut ialah jika
yang dikehendaki seseorang adalah penyebutan perempuan dan laki-laki
di dalam satu lafazh, maka harus menggunakan lafazh mudzakar,
bukannya lafazh muannats. Dan tidak berarti bahwa zhhr lafazh itu
menunjukkan muannats.'"56
B. Ayat-Ayat Penciptaan Manusia
56
133
Sampai saat ini ada sebagian orang yang mempercayai teori evolusi
Darwin yang menyebutkan bahwa manusia itu berasal dari kera. Padahal teori
ini bertentangan dengan firman Allah
( : / )
Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka
sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan
sebagian berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian (yang lain)
berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendakiNya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (Q.S. alNur/24: 45)
Dari ayat ini jelaslah bahwa Allah sudah membedakan antara satu
makhluk dengan makhluk lainnya, khususnya manusia dengan kera. Keduanya
tentu berbeda karena manusia berjalan dengan kedua kakinya, sedangkan kera
berjalan dengan empat kakinya.
Begitu juga bertentangan dengan firman Allah
:/)
134
( : /)
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah
menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah
menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang
biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah
kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (Q.S. alNis/4: 1)
Muhammad Quraish Shihab menjelaskan bahwa surat al-Nis
mengajak agar senantiasa menjalin hubungan kasih sayang antara seluruh
manusia. Karena itu ayat ini walau turun di Madinah yang biasanya panggilan
ditujukan kepada orang beriman, (
kesatuan, ayat ini mengajak semua manusia yang beriman dan yang tidak
beriman. (Lebih lanjut lihat Tafsir al-Mishbah, Vol.2, h.313.58
57
135
Muhammad
Quraish
Shihab
menjelaskan
bahwa
secara harfiyah bermakna pasangannya, adalah istri Adam a.s. Yang populer
bernama Hawa. Agaknya karena ayat itu menyatakan bahwa pasangan itu
diciptakan dari
terdahulu memahami bahwa istri Adam a.s. diciptakan dari Adam sendiri.
Pandangan ini kemudian melahirkan pandangan negatif terhadap perempuan
dengan menyatakan bahwa perempuan adalah bagian dari lelaki. 60
Banyak penafsir menyatakan bahwa pasangan Adam itu diciptakan
dari tulang rusuk Adam sebelah kiri yang bengkok, kemudian Muhammad
Quraish Shihab mengutip pendapat Qurthubi dalam tafsirnya. Oleh karena itu
59
60
136
perempuan bersifat
CD Program Hadits Mausuah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tisah Versi, 2.00 Kitab
al-Bukhari, Nomor. 3084
137
sama dengan Adam. Ayat tersebut sedikitpun tidak mendukung paham yang
beranggapan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam. Memang
tidak ada petunjuk dari al-Quran yang mengarah ke sana, atau bahkan
mengarah kepada penciptaan pasangan Adam dari unsur yang lain."63
Muhammad Quraish Shihab juga mengutip pendapat Sayyid
Muhammad Rasyid Ridho, bahwa hal tersebut timbul dari apa yang termaktub
dalam Perjanjian Lama (Kejadian II:21-22) yang menyatakan, Bahwa ketika
Adam tidur lelap, maka diambil oleh Allah sebilah tulang rusuknya, lalu
ditutupkannya pada tempat itu dengan daging. Maka dari tulang yang telah
dikeluarkan dari Adam itu, dibuat Tuhan seorang perempuan. Rasyid Ridha
menjelaskan, Seandainya tidak tercantum kisah kejadian Adam dan Hawa
dalam Perjanjian Lama seperti redaksi di atas, niscaya pendapat yang
menyatakan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam tidak pernah
akan terlintas dalam benak seorang muslim.64
Muhammad Quraish Shihab mengatakan
Perlu dicatat sekali lagi bahwa pasangan Adam itu diciptakan dari
tulang rusuk Adam, maka itu bukan berarti bahwa kedudukan kaum
perempuan selain Hawa demikian juga, atau lebih rendah dibanding
dengan lelaki. Ini karena semua laki-laki dan perempuan anak cucu Adam
yang lahir dari gabungan antara laki-laki dan perempuan. Sebagaimana
bunyi surah al-Hujurt di atas, dan sebagaimana penegasan-Nya,
Sebagian kamu dari sebagian yang lain (Q.S.Ali Imrn/3: 195). Lelaki
lahir dari pasangan laki-laki dan perempuan, begitu juga perempuan.
62
138
Karena itu, tidak ada perbedaan dari segi kemanusiaan antara keduanya,
kekuatan lelaki dibutuhkan oleh perempuan dan kelemahlembutan
perempuan didambakan oleh laki-laki. Jarum harus lebih kuat dari kain,
dan kain harus lebih lembut dari jarum. Kalau tidak, jarum tidak akan
berfungsi, dan kain pun tidak akan terjahit. Dengan berpasangan, akan
tercipta pakaian yang indah, serasi dan nyaman.65
Muhammad
Quraish
Shihab
dalam
bukunya
yang
berjudul
dari
istri hendaknya menyatu sehingga menjadi diri yang satu, yakni menyatu
dalam perasaan dan pikirannya, dalam cita dan harapannya, dalam gerak dan
langkahnya, bahkan dalam menarik dan menghembuskan nafasnya. Itu
sebabnya perkawinan dinamai
65
139
dinamai
140
Lembaga Al-Kitab Indonesia Jakarta, Al-Kitab (Perjanjian Lama), (Jakarta: Lembaga alKitab Indonesia, 1997), Cet. Ke-155, h. 2
141
: :
:
:
" :
Musa Bin Harun menceritakan kepada saya, dia berkata, Amr Bin
Hamad memberitakan kepada kami, dia berkata, 'Asbath dari alSaddi telah berkata, 'Adam bertempat tinggal di surga, lalu dia
berjalan di dalam surga dalam kondisi kesepian yang tidak punya istri
yang dia cenderung padanya, lalu dia tidur nyenyak, lalu bangun, tiba
tiba di atas kepala dia ada seorang perempuan yang sedang duduk
yang diciptakan Allah dari tulang rusuknya, lalu dia bertanya, 'Ada
apa engkau?' Dia menjawab, 'saya seorang perempuan. Adam
bertanya, 'Untuk apa kamu diciptakan?', Dia menjawab, 'Agar kamu
cenderung kepadanya ".
: :
:
142
73
143
"Abu Kuraib dan Musa Ibnu Hizam menceritakan kepada kami,
keduanya berkata, "Husain Ibnu Ali menceritakan kepada kami dari
Zaidah, dari Maisarah al-Asyjai, dari Abi Hazim, dari Abi Hurairah
r.a. Berkata, 'Rasulullah saw. telah bersabda, 'Berwasiatlah kepada
para perempuan. Sesungguhnya perempuan itu diciptakan dari tulang
rusuk yang bengkok, dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah
tulang rusuk yang ada paling atas, jika kamu ingin meluruskannya,
maka kamu akan mematahkannya, dan jika kamu biarkan, maka tulang
rusuk itu tetap bengkok, maka berwasiatlah kepada para perempuan."
(H.R. Bukhari)
CD Program Hadits Mausuah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tisah Versi, 2.00 Kitab
al-Bukhari, Nomor. 3084
75
CD Program Hadits Mausuah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tisah Versi, 2.00 Kitab
Muslim, Nomor. 2670
144
Artinya: Abdu al-Malik Ibnu Abdi al-Rahman al-Dimari
menceritakan kepada kami, Sufyan memebritahukan kepada kami dari
Abi al-Zinad, dari al-Araj dari Abi Hurairah, bahwa Nabi saw. telah
bersabda, Bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk yang
bengkok yang tidak dapat diluruskan sesuai dengan bentuknya, jika
kamu berusaha meluruskannya, maka kamu akan mematahkannya, dan
jika kamu biarkannya, maka kamu akan menikmatinya dalam kondisi
bengkok." (H.R.Ahmad)
76
CD Program Hadits Mausuah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tisah Versi, 2.00 Kitab
Musnad Ahmad Bin Hanbal , Nomor. 10044
77
CD Program Hadits Mausuah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tisah Versi, 2.00 Kitab
al-Drimi, Nomor. 2124
145
( )
Abdul Aziz bin Abdullah menceritakan kepada kami, dia
berkata:Malik menceritakan kepada saya dari Abi al-Zinad dari alAraj dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah saw telah bersabda,
Perempuan itu bagaikan tulang rusuk yang bengkok, jika kamu
luruskan tulang rusuk itu, maka kamu akan mematahkannya, dan jika
kamu meminta untuk menikmatinya, maka kamu akan menikmatinya
perempuan itu dalam kondisi bengkok." (H.R.al-Bukhari)
( )
CD Program Hadits Mausuah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tisah Versi, 2.00 Kitab
al-Bukhari , Nomor. 4786
79
CD Program Hadits Mausuah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tisah Versi, 2.00 Kitab
Shaheh Muslim, Nomor. 2669
146
( )
Abdullah Bin Abi Ziyad telah menceritakan kepada kami, Yaqub
Bin Ibrahim Bin Saad telah menceritakan kepada kami, anak
saudaraku Ibnu Syihab menceritakan kepada kami dari pamannya, dari
Said Bin al-Musayyab dari Abi Hurairah telah berkata, Rasulullah
saw. telah bersabda, Bahwa perempuan bagaikan tulang rusuk yang
bengkok, jika kamu meluruskannya, maka kamu akan
mematahkannya, jika kamu biarkannya, kamu akan menikmatinya
dalam kondisi bengkok. Dia mengatakan pada suatu bab dari Abi Dar,
Samrah, dan Aisyah. Abu Isa mengatakan, 'Hadis Abu Hurairah ini
termasuk hadis hasan shohih garib dari segi ini, dan sanadnya jayyid.'"
(H.R.al-Turmudzi)
( )
CD Program Hadits Mausuah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tisah Versi, 2.00 Kitab
Sunan al-Turmudzi , Nomor. 1109
81
CD Program Hadits Mausuah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tisah Versi, 2.00 Kitab
Musnad Ahmad Bin Hanbal , Nomor. 9159
147
( )
Khalid Bin Makhlad telah menceritakan kepada kami, Malik telah
menceritakan kepada kami dari Abi al-Jinad, dari al-Araj dari Abi
Hurairah telah berkata, Rosulullah saw. telah bersabda, Bahwa
perempuan itu bagaikan tulang rusuk, jika kamu meluruskannya, maka
kamu akan mematahkannya, dan jika kamu meminta untuk
menikmatinya, maka kamu akan menikmatinya dalam kondisi
bengkok.'" (H.R. Darimi).
Kelima hadis di atas semuanya hadis sahih, karena para perawinya
cukup berkualitas dan tidak ada yang jarh (cacat), kemudian sanadnya
bersambung sampai Rasulullah, karena tidak ada yang putus.
Kelima hadis tersebut tidak menyebutkan, bahwa perempuan (Hawa)
diciptakan dari tulang rusuk Adam, tapi hanya menyebutkan, bahwa
perempuan bagaikan tulang rusuk. Artinya bahwa perempuan itu memiliki
sifat-sifat yang ada pada tulang rusuk. Karena 5 hadis tersebut dalam ilmu
bahasa disebut tasybh (penyerupaan). Sedangkan tasybh menurut ilmu
balaghah adalah
83
82
CD Program Hadits Mausuah al-Hadits Asy-Syarif al-Kutub al-Tisah Versi, 2.00 Kitab
Sunan al-Drimi , Nomor. 2125
83
Ahmad al-Hasyimi, Jawhir al-Balghah F al-Ma ni Wa al-Bayn Wa al-Bad,
(Bairut: Dr al-Fikr, 1994), h. 214
148
satu sifat atau lebih dengan menggunakan huruf tasybih untuk tujuan
yang dikehendaki oleh orang yang berbicara."
Jadi, penulis sangat setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa
"Hadis yang mengatakan, bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk,
harus diartikan secara metaforis, bukan makna hakiki. Bahkan hadis-hadis
tentang penciptaan perempuan dari tulang rusuk Adam dianggap kurang tepat
matannya."
Karena hadis tersebut termasuk mukhtalaf al-hadst, sehingga para
ulama hadis, jika menemukan dua atau lebih hadis sahih yang berbeda
matannya, maka harus ditempuh 4 cara yaitu:
1. Jika mungkin dapat dikompromikan, maka perlu dikompromikan dan
keduanya dapat diterapkan.
2. Jika dapat diketahui mana yang dahulu dan mana yang belakangan, maka
yang datang belakangan dapat menghapus hukum sebelumnya.
3. Jika tidak diketahui mana yang dahulu dan mana yang belakangan, maka
dapat dilakukan tarjh
4. Jika tidak dapat dilakukan dengan tiga cara tersebut, maka kita tawaqquf
(tidak diamalkan keduanya). 84
Mengenai hadis-hadis penciptaan perempuan di atas, penulis
cenderung untuk mentarjh, yaitu perempuan tidak diciptakan dari tulang rusuk
Adam, melainkan perempuan diciptakan bagaikan tulang rusuk. Karena bila
keempat hadis di atas diartikan dengan harfiah (teks), maka kelima hadis di
atas tidak dapat diterapkan, tapi bila diartikan secara metaforis, maka antara
keempat dan kelima hadis tersebut dapat diterapkan.
84
149
85
Abdulkarim al-Khaththab, al-Tafsir al-Qur an Li al-Qur an, (selanjutnya tertulis alTafsir al-Qur an) (Bairut: Daar al-Fikr, t.t.), Jilid II., h 682
150
bentuknya diberi tabiat laki-laki dan perempuan artinya materi yang sama
untuk menciptakan laki-laki dan perempuan.86
Di atas terbaca kata lelaki disusul dengan kata banyak, sedang
perempuan tidak disertai dengan kata banyak. Aneka ragam kesan yang
diperoleh ulama dari redaksi itu. Kemudian Muhammad Quraish Shihab
mengutip Al-Biqai yang menyatakan bahwa,
"Walaupun sebenarnya
perempuan lebih banyak dari laki-laki, tetapi kata banyak yang menyusul kata
lelaki itu untuk mengisyaratkan bahwa lelaki memiliki derajat lebih tinggi.
(Lebih lanjut lihat Tafsir al-Mishbah Vol.2, h.317)."87
Kemudian
Muhammad
Quraish
Shihab
mengutip
pendapat
apabila dipertanyakan mengapa ada lagi kata banyak dan hanya dirangkaikan
dengan lelaki, tetapi kesan yang diperoleh oleh para ulama itusebagaimana
86
88
151
( :/ )
Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam,
maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja
kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu,
dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak
akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang
beriman. (Q.S. al-Baqarah/2: 223).
Zaitunah Subhan menyatakan,
Dari beberapa pandangan mufasir atau intelektual kontemporer di
atas dapat dianalisis bahwa pandangan pertama sepakat menyatakan
bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam karena berdasarkan kata
nafsun wahidah yang diyakini dengan makna Adam, sehingga kata minha
kembali pada kata ganti (dhomir) ha kepada Adam. Demikian pula kata
zaujaha, diyakini sebagai istri Adam yaitu Hawa, sedangkan Adam
sebagai penciptaan pertama. Walaupun dari segi bahasa kata nafsun
bersifat umum (bisa pria dan wanita). Jenis kata nafs ini, termasuk
muannats (dengan sifat yang muannats yaitu wahidah). Dhomir ha yang
merujuk muannats (artinya wanita), mengapa kembali ke Adam yang
diyakini pria.90
89
152
153
rendah dibanding lelaki, karena semua laki-laki dan perempuan lahir dari
gabungan antara laki-laki dan perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa Quraish
Shihab tidak menafikan hadis sahih tersebut, walaupun ada catatan-catatan.
Seperti tidak sependapat terhadap pernyataan, bahwa perempuan bagian dari
laki-laki, juga tidak sependapat bila hadis tersebut diartikan secara harfiah.
Ditinjau dari segi kemanusiaan lelaki dan perempuan tidak ada
bedanya. Tetapi Quraish Shihab memandang bahwa keduanya berbeda dari
segi fungsinya. Oleh karena itu Quraish Shihab menggambarkan lelaki dan
perempuan bagaikan jarum dan kain. Jarum harus lebih kuat dari pada kain dan
kain harus lebih lembut daripada jarum, agar kain dapat terjahit dengan baik.
Kemudian penulis mencoba membandingkan dengan tafsir yang belum
dirujuk oleh Quraish Shihab antara lain:
a. Tafsir al-Kasysyf karya Zamakhsyari yang terkenal rasional dan beraliran
Mu'tazilah. Dia cenderung menafsirkan kata
Hawa, istri Adam, diciptakan dari tulang rusuk kiri Adam ketika Adam
sedang tidur. Pada saat Adam bangun, Adam melihat Hawa yang membuat
Adam kagum. Lalu Adam dan Hawa menjalin cinta kasih sehingga
melahirkan laki laki dan perempuan yang banyak.92
91
Abu al-Qaasim Jaru Allah Mahmud Bin Umar Bin Muhammad al-Zamakhsyari, alKasysyf, (selanjutnya tertulis al-Kasysyf) (Bairut: Dr al-Kutub al-Ilmiyah, 1995), Jilid I., h.451
92
Said Hawa , al-Ass F al-Tafsr, (selanjutnya tertulis al-Ass F al-Tafsr) (Cairo: Dr
al-Salam, 1985), Jilid II., h. 984
154
ini, akan tetapi didasarkan pada pemahaman bahwa Adam adalah Abu alBasyar (bapak manusia)Dia juga mengutip pendapat al-Ustadz al-Imam
(Muhammad Abduh), Bahwa zahir ayat menolak maksud kata
bahwa Allah
yang sama sebagaimana terdapat dalam Q.S. al-Rm/30 ayat 21; Q.S. alTaubah/9: 128; dan Q.S.Ali Imrn/3: 164. Oleh karena itu tidak ada
perbedaan antara uslub-uslub ayat ini dan uslub-uslub ayat-ayat lain karena
makna semuanya adalah sama yaitu dari jenis yang sama. Orang yang
menetapkan bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam bukan
bersumber dari al-Qur'an Surat al-Nis/4 ayat 1 dan ayat yang lainnya.94
d. Al-Tafsr al-Munr karya Wahbah al-Zuhaily. Al-Zuhaily sejalan dengan
para mufasir sebelumnya. Dia menjelaskan bahwa, Kata
93
155
adalah hanya Adam yang satu. Jika ada pendapat ada Adam-Adam yang
lain tentu bertentangan dengan al-Quran. Begitu juga maksud kata
adalah Adam sebagai jenis laki-laki yang diciptakan tanpa laki-laki dan
perempuan, kemudian kata
yang diciptakan dari laki-laki tanpa perempuan, dan Isa dilahirkan dari
perempuan tanpa laki-laki."97
()
()
95
Wahbah al-Zuhaily, al-Tafsr al-Munr, (selanjutnya tertulis al-Munr) (Bairut: Dr alFikr al-Mushir, 1998), Juz 5, h. 223
96
Wahbah al-Zuhaily, al-Munr, Juz 5. h. 224
97
Burhanuddin Abu Hasan Ibrahim Bin Umar al-Biqai , Nudzum al-Durar f Tansub alyt wa al-Suwar, (selanjutnya tertulis Nudzum al-Durar) (Bairut: Dr al-Kutub al-Ilmiyah, 1995), Juz
2, h. 206
156
( -: /)
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu
saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air
mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian
air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu
Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan
tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka
Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (Q.S.alMu'minn/23:12-14) :
Berdasarkan ayat-ayat tersebut, Quraish Shihab menyebutkan ada
tujuh tahap proses kejadian manusia sehingga ia lahir di pentas bumi ini. Ayat
ini lebih kurang menyatakan bahwa,
Dan sesungguhnya Kami bersumpah bahwa Kami telah menciptakan
manusia, yakni jenis manusia yang kamu saksikan. Bermula dari suatu
saripati yang berasal dari tanah. Kemudian Kami menjadikannya yakni
saripati itu nuthfah yang disimpan dalam tempat yang kokoh yakni rahim
ibu. Kemudian Kami ciptakan yakni jadikan nuthfah itu 'alaqah lalu Kami
ciptakan yakni jadikan 'alaqah itu mudhgah yang merupakan sesuatu yang
kecil sekerat daging, lalu Kami ciptakan yakni jadikan mudhghah itu
tulang belulang, lalu Kami bungkus tulang-belulang itu dengan daging,
kemudian Kami mewujudkannya yakni tulang yang terbungkus daging itu
menjadisetelah Kami meniupkan ruh ciptaan Kami kepadanya
makhluk lain daripada yang lain yang sepenuhnya berbeda dengan unsurunsur kejadiannya yang tersebut diatas bahkan berbeda dengan makhlukmakhluk lain. Maka Maha banyak lagi mantap keberkahan yang tercurah
dari Allah, Pencipta Yang Terbaik. Kemudian sesungguhnya kamu wahai
anak cucu Adam sekalian sesudah itu, yakni sesudah melalui proses
tersebut dan ketika kamu berada di pentas bumi ini dan melalui lagi proses
dari bayi, anak kecil, remaja, dewasa, tua, dan pikun, benar-benar kamu
akan mati baik pada masa pikun maupun sebelumnya. Kemudian setelah
kamu mati dan dikuburkan, sesunguhnya kamu sekalian pada hari kiamat
nanti akan dibangkitkan dari kubur kamu untuk dimintai
pertanggungjawaban, lalu masing-masing Kami beri balasan dan
ganjaran.98
98
157
158
100
159
Dalam hal ini Muhammad Quraish Shihab mengacu kepada akar kata
bahasa, lalu dibandingkan dengan ilmu pengetahuan melalui pendapat pakar
Embriologi. Mengingat metode tafsir al-Mishbah itu berbentuk tahlli, maka
untuk mengetahui penafsiran ayat-ayat jender yang ada padanya harus
membaca tafsirnya secara keseluruhan, sehingga memahaminya tidak parsial
yang memang dianjurkan penulisnya.
( : /)
Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anakanakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua
orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih
dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan.
Jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo
harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya
seperenam dari harta yang ditinggalkan. Jika yang meninggal itu
mempunyai anak. Jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak
dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat
sepertiga. Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka
ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas)
sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar
hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak
mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak)
manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S. al-Nis/4: 11)
160
Muhammad Syahrur, Dirsah Islmiyah Mu'shirah Nahwa Ushl Jaddah lil Fiqhi alIslmi, yang diterjemahkan oleh Sahiron Syamsudin yang diberi judul Metodologi Fiqih Islam
Kontemporer, (selanjutnya tertulis Metodologi Fiqih) (Jakarta: ELSAQ Press, 2004), h. 342
104
Siti Musdah Mulia at.al., Keadilan dan Kesetaraan Gender Perspektif Islam,
(selanjutnya tertulis Keadilan Jender) (Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Jender, 2003), Cet. II, h.
102
161
dan perempuan dalam asal waris walaupun berbeda jumlah bagian dari
masing-masing, seperti laki-laki dua kali bagian perempuan karena laki-laki
diwajibkan memberi nafkah dan diberi beban untuk usaha."105
Ahmad Mushthafa al-Maraghi menjelaskan bahwa,
Kaum laki-laki mendapat dua bagian perempuan, tidak
menggunakan perempuan setengah dari laki-laki apabila ada laki-laki
dan perempuan. Hikmah dari laki-laki mendapat dua bagian
perempuan, karena laki-laki memerlukan untuk membayar nafkah pada
dirinya dan pada istrinya, maka dia mendapat dua bagian, sedangkan
perempuan dia hanya membayar nafkah untuk dirinya sendiri, bahkan
bila dia kawin, maka nafkah dirinya ditanggung suaminya.106
Zamakhsyari (467-538 H.) berpendapat bahwa,
Jika kamu bertanya apakah laki-laki mendapat dua bagian
perempuan, maka jawabannya adalah karena laki-laki mempunyai
keutamaan. Ini jika terkumpulnya laki-laki dan perempuan,
sedangkan jika terjadi hanya satu jenis saja, seperti seorang anak lakilaki, maka anak laki-laki itu mengambil harta warisan secara
keseluruhan, sedangkan jika hanya dua perempuan, maka keduanya
mengambil 2/3 harta warisan.107
Sehubungan dengan hal ini Muhammad Quraish Shihab menjelaskan
bahwa ayat tersebut tidak bias jender bila mufasir menerjemahkan ayat-ayat alQur'an secara utuh, tidak secara parsial. Oleh karena itu ketika menafsirkan
ayat tersebut (Q.S. al-Nis/4: 13-14) Quraish Shihab menegaskan, "Setelah
Allah menjelaskan rincian bagian untuk masing-masing ahli waris, kedua ayat
di atas memberi dorongan, peringatan, janji dan ancaman dengan menegaskan
bahwa bagian-bagian yang ditetapkan di atas, itu adalah batas-batas Allah,
105
162
yakni ketentuan ketentuan-Nya yang tidak boleh dilanggar. (Lebih lanjut lihat
Tafsir al-Mishbah, Vol.2, h. 350).108
Perlu dicatat bahwa setiap peradaban menciptakan hukum sesuai dengan
pandangan dasarnya tentang wujud, alam, dan manusia. Setiap peradaban
membandingkan sekian banyak nilai kemudian memilih atau menciptakan apa
yang dinilainya terbaik. Oleh karena itu, merupakan kekeliruan besar
memisahkan antara satu hukum syara yang bersifat juz'i dengan pandangan
dasarnya yang menyeluruh. Siapa yang menafsirkan satu teks keagamaan atau
memahami ketentuan hukum agama terpisah dari pandangan menyeluruh
agama itu tentang Tuhan, alam, dan manusialaki-laki dan perempuanpasti
akan terjerumus dalam kesalahpahaman penilaian, dan ketetapan hukum
parsial yang keliru. Termasuk dalam hal ini pandangan Islam tentang waris,
khususnya menyangkut hak laki-laki dan perempuan.109
Sangat sulit untuk menyatakan bahwa perempuan sama dengan lakilaki, baik atas nama ilmu pengetahuan maupun agama. Adanya perbedaan
antara
kedua
jenis
manusia
itu
harus
diakui,
suka
atau
tidak.
Mempersamakannya hanya akan menciptakan jenis manusia baru, bukan lakilaki dan bukan perempuan. Kaidah yang menyatakan bahwa fungsi/peranan
utama yang diharapkan menciptakan alat, masih tetap relevan untuk
dipertahankan. Tajamnya pisau dan halusnya bibir gelas, karena fungsi dan
108
Siapa yang taat kepada Allah dan Rasulnya dengan mengindahkan batas batas itu,
niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalannya sungai-sungai,
sedangkan mereka kekal di dalamnya, dan itulah keberuntungan yang besar. Dan siapa yang
mendurhakai Allah dan Rasulnya dengan mempersekutukan-Nya dan melanggar ketentuan ketentuanNya di atas, niscaya Allah memasukkanya ke dalam api neraka, sedangkan ia kekal di dalamnya, dan
yang mendurhakai Allah tapi tidak mempersekutukan-Nya, maka baginya siksa yang menghinakan,
setimpal dengan sikap mereka melecehkan ketentuan Allah dan meremehkan orang orang yang mereka
halangi hak haknya.
109
163
164
qathi, maka sekalipun ayat-ayat waris itu termasuk mumalat, maka wajib
diikuti tidak boleh dilanggar dan yang melanggarnya akan berdosa besar
bahkan dikatakan kafir.
Muhammad Quraish Shihab menyatakan dalam bukunya yang berjudul
Perempuan ,
Ayat di atas berbicara tentang hak anak perempuan dan lelaki dalam
kewarisan, bukan hak semua perempuan atau semua lelaki, dan bukan
dalam segala persoalan. Hal ini perlu digarisbawahi, karena tidak semua
ketentuan agama dalam bidang kewarisan membedakan antara
perempuan dan lelaki. Ibu dan ayah apabila ditinggal mati oleh anaknya,
sedang sang anak meninggalkan juga anak-anak lelaki atau anak-anak
lelaki dan perempuan, maka ketika itu sang ayah dan ibu masing-masing
memperoleh bagian yang sama, yakni 1/6 (baca lanjutan ayat di atas).112
Bahkan Muhammad Quraish Shihab tidak dapat menerima pendapat
sementara pemikir kontemporer yang menduga bahwa ketetapan warisan
tersebut bukan ketetapan final. Maka ia dapat saja direvisi dan dikembangkan
dengan menetapkan kesamaan bagian anak perempuan dengan anak lelaki
dalam perolehan hak waris. Pendapat yang antara lain dikemukakan oleh Nashr
Abu Zaid ini, sulit diterima karena bukankah Allah telah menetapkan
kesempurnaan agama, dalam arti tuntunan-Nya telah final (Q.S. al-Midah/5:
3), dan bukankah setelah menjelaskan rincian perolehan masing-masing ahli
waris dinyatakan-Nya, bahwa siapa yang taat pada Allah dan Rasul-Nya, akan
mendapat surga, dan siapa yang mendurakai Allah dan Rasul-Nya, akan
dimasukkan ke neraka. (Q.S. al-Nis/4: 13-14).113
Selanjutnya Quraish Shihab menyatakan:
Bila ada orang tua merasa bahwa ketetapan Tuhan di atas tidak adil
apabila dia telah memenuhi banyak kebutuhan anak laki-lakinya. Untuk
112
113
165
166
167
119
168
( : /)
Dialah yang menjadikan malam bagi kamu supaya kamu beristirahat
padanya dan (menjadikan) siang terang benderang (supaya kamu
mencari karunia Allah). Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mendengar.
(Q.S.Ynus/10: 67)
Dari sini jelas, bila kita memaksakan untuk menyamakan dua jenis lakilaki dan perempuan, berarti kita mengabaikan tugas pokok dari kedua jenis
tersebut.
Ketetapan Allah yang menjadikan siang dan malam adalah persoalan
semesta yang tidak bisa dicampuri oleh manusia. Ketentuan itu mirip dengan
adanya laki-laki dan perempuan, tidak ada makhluk yang dapat menentang
kehendak Allah swt.123
Hal ini sesuai dengan Firman Allah
/)
( -:
Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), dan siang apabila terang
benderang, dan penciptaan laki-laki dan perempuan, sesungguhnya
usaha kamu memang berbeda-beda. (Q.S. al-Lail/92: 1- 4)
122
123
169
Allah juga memperingatkan kepada semua manusia agar tidak saling iri
satu dengan yang lainnya (Q.S. al-Nis/4: 32) Perbedaan jenis tentu
dimaksudkan agar tidak terjadi benturan kepentingan. Sebab bila keduanya
berebut fungsi dan tugas, maka akan merusak kelestarian alam semesta.
Terhadap ayat tersebut Ibnu Katsir berkomentar,
Allah memerintahkan kepada kalian untuk berbuat adil pada mereka,
karena orang-orang jahiliyah dahulu menjadikan seluruh warisan hanya
untuk kaum laki-laki, sedangkan kaum perempuan tidak mendapatkan
sama sekali, lalu Allah memerintahkan untuk menyamakan di antara
mereka dalam masalah asal waris, walaupun kedua belah pihak berbeda
jumlah penerimaannya, seperti laki-laki mendapat dua bagia perempuan,
hal itu disebabkan laki-laki diberi beban membari nafkah.124
Al-Syanqithi berpendapat bahwa, "Dalam ayat tersebut tidak disebutkan
hikmah laki-laki lebih banyak dari perempuan dalam menerima waris, padahal
keduanya sama dalam kedekatannya. Namun hal itu ada isyarat pada ayat lain
yaitu al-Qur'an Surat al-Nis/4 ayat 34, yaitu karena laki-laki mempunyai
kelebihan fisik dan memberi nafkah."125
Menurut Muhammad Imarah, bahwa dalam al-Qur'an Surat al-Nis/4
ayat 11 yang menyatakan bahwa,
Laki-laki mendapat dua bagian perempuan, bukan kaidah yang
diperlakukan semua keadaan dalam masalah waris, melainkan
diperlakukan pada hal-hal tertentu dan terbatas. Perbedaan penerimaan
waris tidak mengacu kepada ukuran laki-laki dan perempuan, tapi
mengacu pada kondisi penerima waris, seperti kedekatan hubungan antara
pewaris dengan yang meninggal, kedudukan generasi pewaris yang masih
panjang menerima beban hidup, menerima beban materi yang diharuskan
oleh syari.126
124
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur an al-Adzm, (Bairut: Dr al-Fikr, 1992), Jilid I, h. 565. Lihat
Muhammad al-Razi, Tafsir al-Fakhru al-Razi, (Bairut: Dr al-Fikr,t.t.), jilid IX, h.213 Lihat
Abdulkarim al-Khaththab, Tafsir al-Qur an Li al-Qur an, (Bairut: Dr al-Fikr, t.t.), Jilid.II, h. 709
125
Muhammad al-Amin Ibnu Muhammad al-Mukhtar al-Jakni al-Syanqithi, Adw alBayn, (Riyadh: Mathbaah al-Ahliyah, t.t.) Jiid. I, h. 370
126
Muhamad Imarah, al-Tahrr al-Islmi li al-Mar ah, (selanjutnya tertulis Tahrr alMar ah) (Cairo: Dar al-Syuruq, 1968), h. 68
170
( : / )
Dan untuk dua orang tua (ayah dan ibu) masing-amsing mendapat 1/6 dari
harta yang ditinggalkan, jika yang meningggal itu punya anak. (Q.S.alNis/4: 11)
b. Bagian perempuan sama dengan bagian laki-laki seperti jika seorang
meninggal baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan
ayah dan juga tidak meninggalkan anak, tapi mempunyai seorang saudara
laki-laki seibu saja atau mempunyai seorang saudara perempuan seibu saja.
Bagian mereka masing-masing dari kedua jenis saudara itu mendapat 1/6
dari harta warisan. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang,
maka mereka bersekutu dalam 1/3 harta warisan.
( :/ )
Jika seorang meninggal baik laki-laki maupun perempuan yang tidak
meninggalkan ayah dan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki
seibu atau seorang saudara perempuan seibu, maka bagi mereka masingmasing laki-laki maupun perempuan mendapat 1/6 dari harta warisan.
Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka
bersekutu dalam bagian sepertiga itu. (Q.S. al-Nis/4: 12)
171
c. Jika Anak itu semuanya perempuan lebih dari dua (dua ke atas) maka
mereka mendapat 2/3 dari harta yang ditinggalkan. Jika anak perempuan
itu hanya seorang saja maka ia mendapat setengah dari seluruh harta waris.
Untuk dua orang tua (ayah dan ibu) bagi mereka masing-masing mendapat
1/6 dari harta yang ditinggalkan.
( :/ )
Dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka
dua pertiga dari harta yang ditinggalkan, dan jika anak perempuan itu
seorang saja, maka ia memperoleh setengah harta. Dan untuk dua orang
tua (ayah dan ibu) masing-masing mendapat seperenam dari harta yang
ditiggalkannya, jika yang meninggal itu mempunyai anak. (Q.S.alNis/:11)
d. Anak perempuan mendapat setengah anak laki-laki.
( : / )
Allah mensyariatkan bagimu tentang pembagian waris untuk anakanakmu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua
orang perempuan. (Q.S. al-Nis/4:11)
e. Perbedaan ini mempunyai sebab yang tidak bisa dijangkau oleh
sebahagian akal manusia.127
( :/)
127
172
128
173
D. Ayat-Ayat Persaksian
1. Pengertian saksi
Saksi menurut kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
Orang yang melihat atau mengetahui sendiri suatu pristiwa
(kejadian), orang yang diminta hadir pada suatu peristiwa untuk
mengetahuinya agar suatu ketika apabila diperlukan dapat memberikan
keterangan yang membenarkan bahwa peristiwa itu sungguh terjadi.
Orang yang memberikan keterangan di muka hakim untuk kepentingan
pendakwa atau terdakwa. Orang yang dapat memberikan keterangan
guna kepentingan penyidikan penuntutan.131
Sedangkan saksi menurut istilah Muhammad Quraish Shihab
Saksi adalah orang yang berpotensi menjadi saksi, walaupun
ketika itu dia belum melaksanakan kesaksian, dan dapat juga secara
aktual telah menjadi saksi. Jika anda melihat suatu pristiwa
katakanlah tabrakanmaka ketika itu anda telah berpotensi memikul
tugas kesaksian, sejak saat itu anda dapat dinamai saksi walaupun
belum lagi melaksanakan kesaksian itu di pengadilan. Ayat ini dapat
berarti. Janganlah orang orang yang berpotensi menjadi saksi enggan
menjadi saksi apabila mereka diminta. Memang banyak orang, sejak
dahulu apalagi sekarang yang enggan menjadi saksi, akibat berbagai
faktor, paling sedikit karena kenyamanan dan kemaslahatan pribadinya
terganggu. Karena itu mereka perlu dihimbau. Perintah ini adalah
anjuran, apalagi jika sudah ada orang lain yang memberi keterangan,
dan wajib hukumnya bila kesaksiannya muthlak untuk menegakkan
keadilan. 132
2. Pendapat para pakar muslim tentang saksi laki-laki dan perempuan
Ayat persaksian yang sering disoroti oleh para pakar jender adalah alQur'an Surat al-Baqarah/2 ayat 282, yaitu
131
132
174
( : / )
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka
hendaklah ia menulis. Hendaklah orang yang berhutang itu
mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya. Janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada
hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau
lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan,
maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki
diantaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki
dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya
jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah
saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil;
dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar
sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di
sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat
kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah muamalahmu itu),
kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di
antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan
janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu
lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu
175
133
176
( : / )
Mintalah dua saksi laki laki muslim yang merdeka, bukan budak dan
orang kafir, jika tidak ada dua laki-laki, maka boleh seorang laki-laki
dan dua orang perempuan sebagai saksi dalam utang piutang.136 (Q.S.
al-Baqarah/2: 282)
136
Abu Jafar Muhammad Bin Jarir al-Thabari (w.310 H.), Tafsir al-Thabari, ( Bairut :
Daar al-Kutub al-Ilmiyah, 1999), Jilid. III, h. 123. Lihat al-Qadhi Nashir al-Din Abi Said Abdullah Bin
Umar Bin Muhammad al-Syirazi al-Baidhowi, Tafsir al-Baidhowi, (Bairut: Daar al-Kutub al-Ilmiyah,
2003), Jilid. I.,h. 144 , Lihat al-Imam Muhammad Bin Ali Bin Muhammad al-Syaukani (w.1250 H.),
Fathu al-Qadir, (Bairut : Daar al-Kutub al-Ilmiyah, 2003), Jilid. I, h. 246. Lihat Muhammad Ali alShabuni, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, (Cairo: Daar al-Shabuni, 1999), Jilid. I., h. 254. Lihat Abu
Ali al-Fadhal Bin Hasan Bin al-Fadhal al-Thabarsyi, Majma al-Bayan Fi Tafsir al-Qur an, (Bairut:
Daar al-Kutub al-Ilmiyah, 1997), Jilid II., h. 172. Lihat al-Imam al-Hafidh Imaduddin Abu al-Fida
Ismail Bin Katsir al-Quarasyi al-Dimasqa, Tafsir al-Qur an al-Adhim, (Cairo: Daar al-Turats al-Arabi,
t,t.), Jilid I, h. 335. Lihat Abu al-Hasan Ali Bin Muhammad Bin Habib al-Mawardi al-Bashari, al-Nikat
wa al-Uyun Tafsir al-Mawardi, (Bairut : Daar al-Kutub al-Ilmiyah, t.t.), Jilid.I.h.356. Lihat Abu Qasim
JarullahMahmud Bin Umar Bin Muhammad al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf, (Bairut : Daar al-Kutub alIlmiyah, 1995), Jilid.I,h.321. Lihat Said Hawa, al-Asaas Fi al-Tafsir, (Cairo: Daar al-Salam, 1985),
Jilid.I, h.661
177
persaksian utang-piutang itu harus 2 orang laki-laki atau satu orang laki-laki
dan 2 orang perempuan.
137
138
178
139
140
141
179
Namun perlu dicatat bahwa pembagian kerja itu tidak ketat. Hal ini
dapat dirujuk pada Tafsir al-Mishbah Vol.1 halaman 567.142 Kemudian kata
bertebaran
di
bumi
mencari
rizki.
Dengan
demikian
Tidak jarang istri para Sahabat Nabi Muhammad saw. ikut bekerja mencari nafkah,
karena suaminya tidak mampu mencukupi kebutuhan rumah tangga, dan tidak sedikit pula suami yang
melakukan aktivitas di rumah serta mendidik anak-anaknya. Pembagian kerja yang disebut di atas, dan
perhatian berbeda yang dituntut terhadap tiap-tiap jenis kelamin, menjadikan kemampuan dan ingatan
mereka menyangkut objek perhatiannya berbeda. Ingatan wanita dalam soal rumah tangga, pastilah
lebih kuat dari pria yang perhatiannya lebih banyak atau seharusnya lebih banyak tertuju kepada kerja,
perniagaan termasuk hutang piutang. Ingatannya pasti juga lebih kuat dari wanita yang perhatian
utamanya tidak tertuju atau tidak diharapkan tertuju kesana. Atas dasar besar kecilnya perhatian itulah
tuntunan di atas ditetapkan. Dan karena al-Quran menghendaki wanita memberi perhatian lebih
banyak kepada rumah tangga, atau atas dasar kenyataan pada masa turunnya ayat ini, wanita-wanita
tidak memberi perhatian yang cukup terhadap hutang-piutang, baik karena suami tidak mengizinkan
keterlibatan mereka maupun oleh sebab lain, maka kemungkinan mereka lupa lebih besar dari
kemungkinannya oleh pria. Oleh arena itu demi menguatkan persaksian dua orang wanita di
seimbangkan dengan seorang pria, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya.
143
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol.2 h. 355
144
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol. 1 h. 566
180
181
adalah laki-laki. Maka menurut hemat penulis semua ayat yang diungkapkan
Zaitunah di atas tidak ada indikasi menyamakan saksi laki-laki dan perempuan,
bahkan terkesan pada ayat-ayat tersebut semua saksi itu kaum lelaki.
Sedangkan pernyataan Zaitunah di atas dia masih bimbang. Dari satu
sisi dia meralat pernyatannya di atas, tetapi dari sisi lain meyakini adanya
perbedaan laki-laki dan perempuan dalam persaksian walaupun
hanya
( : /.)
peninggalannya kepada keluarganya, dengan menyertakan sepucuk surat yang menjelaskan barang
barang yang ditinggalkannya. Salah satu diantaranya adalah wadah yang terbuat dari ukiran perak
berwarna-warni. Tamim dan Adi yang tidak mengetahui tentang surat itu menjual wadah tersebut dan
menyerahkan sisa harta wasiat Budail kepada keluarganya. Ketika keluarga Budail menanyakan
tentang wadah yang terbuat dari perak itu, Tamim dan Adi mengingkarinya, maka Nabi saw.
menyumpah keduanya. Tidak lama kemudian yang hilang itu ditemukan pada seorang yang mengaku
membelinya dari Tamim dan Adi. Keluarga Budail datang kepada Nabi saw. dan bersumpah bahwa
kesaksian mereka lebih wajar diterima dari sumpah Tamim dan Adi. Maka Rasul saw. membenarkan
dan memberi wadah tersebut kepada keluarga yang meninggal itu. Dalam riwayat lain diinformasikan
bahwa Adi mengembalikan uang harga wadah yang dijualnya kepada ahli waris yang berhak
menerimanya.
182
() ()
()
( - : / )
Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal mereka
tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka
persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah,
sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. Dan
(sumpah) yang kelima, bahwa laknat Allah atasnya, jika dia termasuk
orang-orang yang berdusta. Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh
sumpahnya empat kali atas nama Allah sesungguhnya suaminya itu
benar-benar termasuk orang-orang yang dusta, dan (sumpah) yang
kelima, bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orangorang yang benar. (Q.S. al-Nr/24 ayat 6-9)
Kemudian Zaitunah Subhan mengatakan, Jika kita melihat dari segi
penggunaan bahasa, kata mudzakar tidak secara otomatis menunjuk pria, tanpa
adanya pengkhususan, karena dalam bahasa Arab kata mudzakar berlaku untuk
lelaki dan perempuan."149
148
149
183
memang bisa diartikan dengan tokoh atau nenek moyang yang tidak
terbatas pada laki-laki, melainkan bisa juga perempuan.
Zaitunah menyimpulkan pendapat tiga tafsir/mufassir (Hamka,
Mahmud Yunus, dan Tafsir Depag) mengenai kesaksian yang ada pada surat
al-Baqarah/2 ayat 282 dengan format satu laki-laki dibanding dua perempuan,
ada 3 kategori penyebab yaitu:
a. Sebab yang bersifat kodrati, yaitu perempuan pelupa, emosional,
pemikirannya kurang daripada laki-laki
b. Sebab yang ada pada diri perempuan, yaitu kemungkinan adanya kekuatan
luar yang akan memaksanya untuk memberikan kesaksian palsu
c. Kurang berpengalaman dalam transaksi bisnis.150
Penulis juga kurang sependapat bila format satu laki-laki dibanding
dua perempuan disebabkan tiga faktor tersebut, karena tidak ada penyebutan
tiga faktor itu dalam ayat al-quran, tapi penulis sependapat bila ketiga faktor
itu hanya sebagai pembenaran ketika ayat itu turun, untuk meyakinkan
kebenaran mutlak, yaitu al-Quran Surat al-Baqarah/2 ayat 282.
Anwar Jundi mengatakan bahwa, "Persaksian dua perempuan sama
dengan persaksian satu orang laki-laki. Hal ini karena mempertimbangkan sifat
kewanitaannya yang lemah-lembut dan halus.151
150
151
184
ada
kecenderungan
tidak
mempermasalahkan
pendapat
para
transaksi
ulama
bisnis,
baik
menyamakan
karena
klasik
baru
maupun
kontemporer.
Adapun saksi dalam masalah rujuk dan cerai, sikap Muhammad
Quraish Shihab cukup jelas, dia menyatakan:Bahwa printah mempersaksikan
dua orang saksi dalam masalah rujuk atau cerai diperselisihkan oleh para
ulama. Imam Abu Hanifah dan Imam Syafii dalam satu riwayatmemahaminya printah itu sunnah. Sementara ulama kontemporer dari
golongan sunni secara tegas menyatakannya wajib bahkan menjadikannya
syarat. Pendapat Abduh sejalan dengan pendapat aliran syiah sebagaimana
dikemukakan oleh al-Thabarsi dalam tafsirnya dan pendapat inilah yang
diberlakukan oleh Undang-Undang perkawinan di Indonesia.152
Setelah penulis membaca karya Muhammad Quraish Shihab yang
terbaru berjudul Perempuan penulis mulai menemukan titik terang. Dia
mengatakan,
Al-Qur'an Surat al-Baqarah/2 ayat 282 berbicara tentang persaksian di
bidang keuangan. Karena ayat ini berbicara tentang utang-piutang, dalam
sekian bidang lainnya, kesaksian seorang perempuan dinilai sama dengan
kesaksian seorang lelaki. Misalnya kesaksiannya dalam melihat bulan guna
menentukan awal Ramadhan dan Syawal, dalam hal penyusuan anak,
kelahiran, atau hal-hal yang biasanya diketahui secara jelas oleh
perempuan.153
Jika demikian halnya, maka yang perlu dibahas adalah mengapa
kesaksian perempuan menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan keuangan
152
153
185
dinilai setengah dari kesaksian seorang lelaki? Secara umum dapat dikatakan
bahwa ketika turunnya ayat ini, keterlibatan perempuan dalam persoalanpersoalan perdagangan belumlah sepesat dewasa ini. Lebih-lebih jika
dikatakan bahwa ayat ini turun menyangkut tuntunan dalam perjalanan, seperti
terbaca pada lanjutan ayat di atas. 154
Dengan demikian, jika pesan ayat ini merupakan bagian dari lapangan
ijtihad dan apa yang diungkapkan oleh Muhammad Quraish Shihab di atas
merupakan illat (motif penetapan hukum), maka bisa saja kinikata
Muhammad Quraish Shihabkesaksian perempuan yang terlibat langsung
dalam bidang keuangan, dinilai sama dengan kesaksian lelaki, yakni kesaksian
seorang perempuan yang telah terlibat begitu banyak dalam soal keuangan
sama dengan kesaksian seorang lelaki.155
Persoalan di atas, jika demikian, maka di sini kita bertemu dengan
aneka pendapat yang berbeda walau semua sepakat menggunakan kaidah yang
menyatakan bahwa, Ketetapan hukum berkisar pada 'illatnya; selama illat itu
ada, maka hukum tetap berlaku, dan bila illat telah tiada, maka gugur pula
keberlakuan hukum.156
Permasalahannya adalah, apakah illat itu permanen atau tidak?
Karena tugas pokok perempuan adalah di rumah, sedangkan tugas pokok
Adam, sebagaimana diisyaratkan dalam al-Qur'an Surat Thha/20 ayat 117
adalah sebagai suami yang memenuhi kebutuhan keluarganya. Tugas utama
perempuan atau istri adalah membina rumah tangga dan memberi perhatian
besar bagi pertumbuhan fisik dan perkembangan jiwa anak-anaknya. illat
154
155
186
semacam ini dianggap oleh sebagian ulama merupakan illat yang permanen
yang tidak bisa diubah-ubah dalam kondisi apapun.157
Pertanyaannya kemudian adalah apakah pandangan menyangkut
pembagian kerja di atas merupakan pandangan dasar yang mengantar kepada
tidak direstuinya perempuan untuk terlalu banyak berkecimpung dalam bidang
perniagaan dan keuangan dan dengan demikian, tidak pula wajar menyamakan
kesaksian perempuan dalam bidang keuangan sama dengan laki-laki?
Sementara pakar berpendapat demikian, dan membuktikan betapa kerja
perempuan telah berdampak negatif terhadap kehidupan bermasyarkat.158
Muhammad Quraish Shihab enggan berkata demikian selama tugastugas pokok mereka tidak terabaikan. Sekali lagi ini adalah lapangan ijtihad
yang dapat melahirkan aneka pandangan. Yang jelas kenyataannya pada masa
turunnya ayat ini, perempuan-perempuan tidak memberi perhatian yang cukup
terhadap utang piutang, baik karena suami tidak mengizinkan keterlibatan
mereka, maupun oleh sebab lain. Kemungkinan mereka lupa lebih besar
daripada kemungkinannya oleh lelaki. Oleh karena itu, demi menguatkan
persaksian dua orang perempuan diseimbangkan dengan seorang lelaki, supaya
jika seorang lupa, maka seorang lagi mengingatkannya.159
Dalam hal ini Muhammad Quraish Shihab tampak agak jelas sikapnya.
Namun dia masih belum tegas, karena dia menyatakan, bahwa ayat kesaksian
merupakan lapangan ijtihad yang tentu para ulama belum sepakat mengenai
status hukumnya. Untuk itu penulis lebih cenderung pada pendapat
Muhammad
157
Imarah
yang
mengatakan
bahwa
pembicaraan
di
atas
187
mencampuradukkan antara
bukti yang dijadikan pegangan oleh hakim dalam menyingkap keadilan yang
didasarkan pada alat bukti kesaksian. Untuk melepaskan tuduhan tidak bisa
alat bukti kesaksian itu ukuran diterima dan tidaknya diambil dari laki-laki atau
perempuan, melainkan ukurannya adalah terpenuhinya keyakinan hakim untuk
membenarkan bukti kesaksian itu, tanpa melihat jenis orang yang menjadi
saksi, apakah dia laki-laki atau perempuan. Demikian juga
tanpa melihat
jumlah saksi. Sehingga apabila hakim sudah yakin hatinya bahwa bukti itu
sudah jelas, apakah dia berpegang pada kesaksian dua orang laki-laki, atau dua
orang perempuan, atau seorang laki dan seorang perempuan, seorang laki-laki
dan dua orang perempuan, seorang perempuan dan dua orang laki-laki, atau
seorang laki-laki atau seorang perempuan, tidak terpengaruh laki-laki atau
perempuan dalam kesaksian yang digunakan hakim, melainkan adalah bukti
yang nyata.160
Sedangkan dalam al-Qur'an Surat al-Baqarah/2 ayat 282 berbicara
tentang masalah lain. Tidak membicarakan tentang kesaksian di hadapan
hakim, melainkan berbicara tentang
160
161
188
Kata
dilakukan 2 orang laki-laki beriman, atau satu laki-laki dan dua orang
perempuan. Persyaratan ini tidak diminta dalam perdagangan modern.
Pemahaman yang demikian dilakukan oleh Ibnu Taimiyah (661-728 H./12631328 M), oleh muridnya Ibnu al-Qoyyim (691-751 H./1292-1350 M.),
Muhammad Abduh (1265-1323 H/1849-1905 M.) dan Mahmud Syaltut (13101383 H./1893-1963).162
Alat bukti yang dijadikan pegangan hakim mengacu kepada hadis Nabi
saw. yang berbunyi:
Ali Bin Hujr telah menceritakan kepada kami, Ali Bin Mushir dan
lainnya telah memberitakan kepada kami dari Muhammad Bin
Ubaidillah dari Amr Bin Syuaib dari ayahnya, dari kakenya, bahwa
Nabi saw. telah bersabda dalam khuthbahnya :"Bukti itu bagi orang
yang menuduh dan sumpah bagi orang yang terduduh." (H.R.alTurmudzi)
Muhammad Imarah mengutip perkataan Ibnu Taimiyah yang
menjelaskan bahwa,
Al-Quran tidak menyebut dua saksi laki-laki atau satu laki-laki dan
dua perempuan dalam penetapan hukum yang dilakukan oleh hakim,
melainkan al-Quran menyebutkan dua macam pembuktian (Q.S.alBaqarah/2: 282). Dalam ayat ini Allah memerintahkan mereka dalam
rangka menjaga hak mereka dengan dua cara. Pertama ditulis, dan kedua
dengan cara kesaksian dua orang laki-laki atau satu orang laki-laki dan
dua orang perempuan.164
162
189
190
tersebut.
Nabi Muhammad juga menerima kesaksian seorang perempuan dalam
masalah hudud (pidana) seperti kasus seorang perempuan diperkosa oleh
seorang laki-laki, sebagaimana ditegaskan dalam hadis riwayat Abu Dawud
yang berbunyi:
168
Muhammad bin Yahya bin Faris menceritakan kepada kami, alFaryabi menceritakan kepada kami, Israil menceritakan kepada kami,
Simak bin Harb menceritakan kepada kami dari Alqamah bin Wail dari
Ayahnya, Bahwa seorang perempuan pada masa Nabi saw. keluar
rumah untuk menunaikan shalat, lalu seorang laki-laki bertemu dengan
perempuan tersebut, lalu seorang laki-laki itu memperdayakannya dan
menodai perempuan tersebut, lalu perempuan itu berteriak kemudian
laki-laki itu lari. Ketika laki-laki itu melewati perempuan tersebut,
perempuan itu berkata, Bahwa orang itu yang menodai saya beginibegitu. Lalu sekelompok kaum Muhajirin lewat, maka perempuan itu
mengadu kepada kaum Muhajirin tersebut, bahwa laki laki itu yang
167
191
192
tabiat manusia baik laki-laki maupun perempuan, dia akan kuat ingatannya
terhadap masalah yang memang bidangnya.170
Perbedaan kesaksian antara laki-laki dan perempuan dalam masalah
utang-piutang dan perdagangan (bisnis) ditegaskan dalam al-Qur'an Surat alBaqarah/2 ayat 282 dengan alasan tabiat perempuan dalam masalah bisnis
cepat lupa, bukan tabiat umumnya perempuan, tapi perempuan-perempuan
tertentu saja. Dan dalam permasalahan tertentu yaitu masalah bisnis, sebagai
bukti:
a. Persaksian dalam masalah bisnis terdapat dalam al-Qur'an Surat
al-
merupakan
193
171
194
disebutkan
teks ayat itu tidak sesuai dengan kondisi realitas sosial masyarakat, maka teks
ayat itu dianggap tidak relevan dan tidak perlu diamalkannya.
Namun demikian, ada sebagian pakar kontemporer tidak menggunakan
metodologi yang benar, sehingga mereka mudah saja mengatakan ayat alQuran sudah tidak relevan, yang berarti tidak mengakui keberadaan ayat alQuran. Sementara Muhammad Quraish Shihab, menganggap semua ayat tetap
eksis sampai hari kiamat. Sebab, sekalipun ayat itu sudah tidak relevan, seperti
ayat perbudakan, mungkin saja dikemudian hari ayat itu diberlakukan kembali.
Hal ini sejalan dengan almarhum Ibrahim Hosen ketika menanggapi tulisan
almarhum Munawir Syadzali yang mengatakan bahwa, Umar Bin Khathab
dianggap melanggar ayat, karena menghilangkan bagian muallaf dalam
masalah zakat.
Menurut Ibrahim Hosen Umar bin Khathab tidak melanggar ayat,
namun wadah hukum yang dianggap tidak ada oleh Umar. Sehingga jika
muallaf timbul kembali, maka bagian muallaf harus ditimbulkan kembali.
Dan berangkat dari sini pula Munawir Sjadzali berkeyakinan, bahwa al-Quran
terbagi dua kategori yaitu akidah dan muamalat. Ayat-ayat yang masuk
kategori muamalat boleh tidak diamalkan sebagaimana yang dilakukan oleh
Umar Bin Khaththab. Sementara Muhammad Quraish Shihab dan Ibrahim
Hosen menyatakan, bahwa Umar Bin Khaththab tidak melanggar ayat, tapi
umar tidak melaksanakannya karena obyek /wadah hukumnya yang dianggap
tidak ada.
Jadi ayat al-Quran menurut Quraish dan Ibrahim Hosen seluruhnya
tetap eksis, sekalipun obyek/wadah hukumnya tidak ada, maka keduanya
195
membagi hukum dalam al-Quran kepada dua kategori yaitu qathi dan zhanni.
Maka sekalipun ayat itu masuk dalam kategori muamalat, tapi jika masuk
dalam kategori qathi, maka tidak boleh dilanggar bahkan wajib diamalkannya.
E. Ayat-Ayat Kepemimpinan
Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan hubungan satu sama
lain, kemudian membuat kelompok-kelompok, baik dalam lingkup kecil
maupun besar. Setiap kelompok apapun memerlukan seorang pemimpin. Islam
mengatur sedemikian rupa yang berkaitan dengan kepemimpinan, baik yang
berkaitan dengan kepemimpinan rumah tangga, kepemimpinan masyarakat,
kepemimpinan
negara,
dan
sejenisnya.
Untuk
membahas
masalah
( : /)
196
197
198
199
berisi tentang
penjelasan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang perempuan yang diberi
anugerah hak kepemimpinan, berupa kekayaan, pendidikan, ataupun kadar
intelektual. Sifat-sifat tersebut adalah patuh dan menjaga aib suami. Apabila ia
178
179
200
180
201
( : /).
Dan jika seorang perempuan khawatir akan nusyuz atau sikap tidak
acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan
perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik
(bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir, Dan jika
kamu bergaul dengan istrimu secara baik dan memelihara dirimu (dari
nusyz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. al-Nis/4: 128).
Menurut hemat penulis pendapat Muhammad Shahrur yang
menghendaki kepemimpinan berada pada orang yang memiliki materi baik
laki-laki maupun perempuan sekalipun dia tidak pandai dan lemah, kurang
tepat. Hal itu dikarenakan di dalam al-Qur'an Surat al-Nis/4 ayat 34 tidak
berbicara tentang sebuah perusahaan. Ayat tersebut berbicara tentang rumah
tangga yang sudah diatur sedemikian rupa oleh Allah, yaitu bahwa
kepemimpinan dalam rumah tangga ada pada suami, karena Allah sudah
memberikan 2 hal pada seorang suami, yaitu kelebihan dari segi fisik dan
kewajiban memberi nafkah. Demikian pula Rasulullah saw. telah mengatur
masalah kepemimpinan dalam rumah tangga secara berjenjang, sebagaimana
beliau bersabda:
( )
183
Abu Abdillah Muhammad Bin Ismail al-Bukhari, al-Bukhari, , Jilid III. h. 277
202
184
203
Muhammad
Quraish
Shihab
menemukan
tulisan
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan yakni sebelum terjadi nusyuz mereka, yaitu
pembangkangan terhadap hak hak yang dianugerahkan Allah kepada kamu, wahai para suami, maka
nasihatilah mereka pada saat yang tepat dan dengan kata kata yang menyentuh, tidak menimbulkan
kejengkelan, dan bila nasihat belum mengahiri pembangkangannya maka tinggalkanlah mereka bukan
dengan keluar dari rumah, tetapi di tempat pembaringan kamu berdua, dengan memalingkan wajah dan
membelakangi mereka. Kalau perlu tidak mengajak berbicara paling lama tiga hari berturut turut untuk
menunjukkan rasa kesal dan ketidakbutuhanmu kepada merekaika sikap mereka berlanjutdan
kalau inipun belum mempan, maka demi memelihara kelanjutan rumah tanggamu, maka pukullah
mereka, tetapi pukulan yang tidak menyakitkan agar tidak mencendrainya namun menunjukkan sikap
tegas.
186
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol.2. h.403
187
Muhammad Quraish Shihab, al-Mishbah, Vol.2. h.404
204
atas sebagian yang lain, yakni masing-masing memiliki keistimewaankeistimewaan. Tetapi keistimewaan yang dimilki lelaki lebih menunjang tugas
kepemimpinan daripada keistimewaan yang dimiliki perempuan. Di sisi lain,
keistimewaan yang dimiliki perempuan lebih menunjang tugasnya sebagai
pemberi rasa damai dan tenang kepada lelaki serta lebih mendukung fungsinya
dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya.189
Ada ungkapan yang menyatakan bahwa fungsi menciptakan bentuk,
atau bentuk disesuaikan dengan fungsi. Mengapa pisau diciptakan lancip dan
tajam? Mengapa bibir gelas tebal dan halus? Mengapa tidak sebaliknya?
Jawabannya adalah ungkapan di atas. Yakni pisau diciptakan demikian, karena
ia berfungsi untuk memotong, sedangkan gelas untuk minum. Kalau bentuk
gelas sama dengan pisau, maka ia berbahaya dan gagal dalam fungsinya. Kalau
188
189
205
pisau dibentuk seperti gelas, maka sia-sialah kehadirannya dan gagal pula ia
dalam fungsinya.190
Kedua,
sebagian harta mereka. Bentuk kata kerja past tense/masa lampau yang
digunakan ayat ini telah menafkahkan, menunjukkan bahwa memberi nafkah
kepada perempuan telah menjadi suatu kelaziman bagi lelaki, serta kenyataan
umum dalam masyarakat umat manusia sejak dahulu hingga kini. Sedemikian
lumrah hal tersebut, sehingga langsung digambarkan dengan bentuk kata kerja
masa lalu yang menunjukkan terjadinya sejak dahulu. Penyebutan konsideran
itu oleh ayat ini menunjukkan bahwa kebiasaan lama itu masih berlaku hingga
kini. Dalam konteks kepemimpinan dalam keluarga, alasan kedua agaknya
cukup logis. Bukankah dibalik setiap kewajiban ada hak? Bukankah yang
membayar memperoleh fasilitas? Tetapi pada hakikatnya, ketetapan ini bukan
hanya atas pertimbangan materi.191
Perempuan secara psikologis enggan diketahui membelanjai suami,
bahkan kekasihnya. Di sisi lain, lelaki malu jika ada yang mengetahui bahwa
kebutuhan hidupnya ditanggung oleh istrinya. Karena itu, agama Islam yang
tuntunann- tuntunannya sesuai dengan fitrah manusia mewajibkan suami untuk
menanggung biaya hidup istri dan anak-anaknya. Lebih lanjut lihat Tafsir alMisbah Vol. 2,.h. 407.192
190
206
( : / )
Perempuan-perempuan yang ditalak hendaklah menahan diri
(menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa
yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada
Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya
dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) itu menghendaki
ishlah. Dan para perempuan mempunyai hak yang seimbang dengan
193
194
207
titik
temu
tidak
diperoleh
dalam
musyawarah,
dan
kepemimpinan suami yang harus ditaati dihadapi oleh istri dengan nusyuz,
keangkuhan, dan pembangkangan, maka ada tiga langkah yang dianjurkan di
atas untuk ditempuh suami untuk mempertahankan mahligai perkawinan.
(Selanjutnya lihat Tafsir al-Mishbah Vol. 2. h. 409).196
Firman-Nya yang diterjemahkan dengan tinggalkanlah mereka
adalah perintah kepada suami untuk meninggalkan istri, didorong oleh rasa
tidak senang pada kelakuannya. (Lebih lanjut lihat Tafsir al-Mishbah Vol. 2
.h.409).197
195
197
Ini dipahami dari kata hajar yang berarti meninggalkan tempat, atau keadaan yang tidak
baik, atau tidak disenangi menuju ke tempat dan atau keadaan yang baik atau lebih baik. Jelasnya, kata
ini tidak digunakan untuk sekedar meninggalkan sesuatu, tetapi di samping itu ia juga mengandung
dua hal lain. Yang pertama, bahwa sesuatu yang ditinggalkan itu buruk atau tidak disenangi, dan yang
208
Kata
200
Memang, tidak jarang ditemukan dua pihak yang diperintah dalam satu ayat (baca
kembali penjelasan tentang ayat 229 dari surat al-Baqarah). Atas dasar ini, ulama besar Atha
berpendapat bahwa suami tidak boleh memukul istrinya, paling tinggi hanya memarahinya.
Pemahamannya itu berdasar adanya kecaman Nabi saw. kepada suami yang memukul istrinya, seperti
sabda beliau yang artinya, Orang orang terhormat tidak memukul istrinya. Sejumlah ulama
sependapat dengan Atha dan menolak atau memahami secara metafora hadis-hadis yang
membolehkan suami memukul istrinya. Betapapun, kalau ayat ini dipahami sebagai izin memukul istri
oleh suami, maka harus dikaitkan dengan hadis hadis Rasul saw. di atas, yang menyaratkan tidak
menciderainya, tidak juga pukulan itu ditujukan kepada kalangan yang menilai pemukulan sebagai
suatu penghinaan atau tindakan yang tidak terhormat. Agaknya untuk masa kini, dan di kalangan
keluarga terpelajar, pemukulan bukan lagi satu cara yang tepat. Kemudian Quraish Shihab mengutip
209
( : /) .
Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka
kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari
keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud
mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suamiistri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Berkaitan dengan kepemimpinan dalam rumah tangga, ada hal yang
menarik dari pernyataan Muhammad Quraish Shihab yang tidak dituangkan
dalam Tafsir al-Mishbah, tapi dituangkan dalam buku karya beliau yang
berjudul Perempuan.
Bila dua syarat kepemimpinan suami dalam rumah tangga yakni
kemampuan qawwmah dan kemampuan memberi nafkah tidak dimiliki
oleh seorang suami, atau kemampuan istri melebihi kemampuan suami
dalam hal keistimewaanmisalnya karena suami sakitmaka bisa saja
kepemimpinan rumah tangga beralih kepada istri. Tetapi ini dengan syarat
kedua faktor yang di sebut di atas tidak dimiliki suami. Jika suami tidak
mampu memberi nafkah, namun tidak mengalami gangguan dari segi
keistimewaan yang dibutuhkan dalam kepemimpinan, maka istri belum
boleh mengambil alih kepemimpinan itu.201
Tapi sayangnya dalam buku Muhammad Quraish Shihab tersebut tidak
menjelaskan alasan secara rinci tentang kebolehan istri mengambil alih
kepemimpinan suaminya.
tulisan Muhamad Thahir Ibnu Asyur, Pemerintah, jika mengetahui bahwa suami tidak dapat
menempatkan sanksi- sanksi agama ini di tempatnya yang semestinya, dan tidak mengetahui batas
batas yang wajar, maka dibenarkan bagi pemerintah untuk menghentikan sanksi ini dan
mengumumkan bahwa siapa yang memukul istrinya, maka dia akan dijatuhi hukuman. Ini agar tidak
berkembang luas tindakan-tindakan yang merugikan istri, khususnya di kalangan mereka yang tidak
memiliki moral.200
201
210
ayat
di
atas
adalah
suami/laki-laki
adalah
pemimpin
Abdu al-Wahab Khalaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, (Mesir: Maktabah al-Dawah al-Islamiyah
Syabab al-Azhar, 1968), h. 66
211
seperti azan, iqamah, khuthbah, shalat Jumat, dan jihad. Begitu juga talak
ada di tangan mereka (suami), dan mereka dibolehkan memiliki banyak istri.
Saksi dalam pidana dikhususkan pada kaum lelaki, serta bagian waris lebih
banyak daripada wanita.
b. Wajib memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya. Wajib memberi
212
diberi kelebihan oleh Allah seperti akal, ide, cita-cita, kekuatan fisik,
kesempurnaan puasa, shalat, kenabian, kepemimpian, menjadi imam, azan
dalam shalat, khuthbah, saksi dalam hukum pidana, qishash, mendapat waris
yang berlipat, memiliki nikah, dan talak. Kedua, disebabkan kaum lelaki
diwajibkan memberi nafkah dan mahar pada sang istrinya dan anak-anaknya.
Faisar Ananda Arfa menyimpulkan bahwa dari diskursus di atas
terlihat perbedaan interpretasi antara kelompok Islam tradisional dan modern
dalam melihat soal kepemimpinan perempuan dalam Islam. Bagi kelompok
Islam tradisional berpandangan bahwa kepemimpinan berada di tangan lakilaki dengan asumsi bahwa Allah telah melebihkan laki-laki dari perempuan
secara fisik maupun mental yang merupakan prasyarat mutlak bagi
kepemimpinan yang baik. Pembebanan kewajiban nafkah kepada laki-laki
menambah kesan bahwa yang kuat bahwa Tuhan mempercayakan laki-laki
sebagai pemimpin. Ketentuan Allah ini merupakan harga mati yang tidak dapat
ditawar dalam kondisi dan situasi apapun.208
Sebaliknya bagi kelompok Islam modern berpandangan bahwa ajaran
Islam diklasifikasikan dalam dua bagan besar, yakni ajaran dasar dan ajaran
bukan dasar. Masalah kepemimpinan dimasukkan ke dalam bagian ajaran
bukan dasar, yang bersifat interpretatif dan karenanya sangat mungkin berubah
sesuai dangan perkembangan zaman dan perkembangan kehidupan manusia.
Mereka kelihatanya memandang bahwa kepemimpinan dalam Islam bukan
sesuatu yang given, namun merupakan ajang kompetisi terbuka yang dapat
diperebutkan baik oleh laki-laki dan perempuan. 209
208
Faisar Ananda Arfa, Wanita Dalam Konsep Islam Modernis, (selanjutnya tertulis Wanita
Modernis) (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004), h. 111
209
Faisar Ananda Arfa, Wanita Modernis, h. 112
213
Nampaknya
214
215
)
( : /
( :/)
Muhammad
Mahmud
mengatakan:"Bahwa
Islam
214
216
(: / )
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari
yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.(Q.S. Ali
Imran/3: 104)
Ayat ini mengajak untuk menyatakan pendapat dan mengambil sikap
positif dalam memperbaiki masyarakat melalui ceramah atau mengeluarkan
pendapat, baik laki-laki maupun perempuan dalam kapasitas yang sama.
Ada sekelompok perempuan pergi menghadap Nabi saw. mereka
menuntut untuk berbaiat (janji setia). Lalu Nabi membaiat mereka,
sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah
( : / )
Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang
beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan
mempersekutukan sesuatupun dengan Allah; tidak akan mencuri, tidak
akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat
dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan
tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah
janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk
mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(Q.S. al-Mumtahanah/60:12)
Ayat ini merupakan bukti, bahwa perempuan dapat menyatakan hakhaknya dalam masalah akidah, pemikiran, dan mengembangkan agama yang
dia pilihnya. Ini merupakan contoh nyata tentang kebebasan kaum perempuan
dalam akidah, menyatakan pendapat dan mengambil keputusan. Dengan
217
demikian bukan hal yang aneh jika masyarakat menganut prinsip persamaan
antara laki-laki dan perempuan dalam masalah menyatakan pendapat.215
Begitu juga Nabi sebagai hakim agung, mufti yang paling alim, dan
hakim yang bijak, mau mendengar pengaduan perempuan terhadap suaminya,
sebagaimana ditegaskan Allah
(: / )
216
218
amanah periwayatan hadis dari Nabi saw. seperti Aisyah, Asma Binti Abi
Bakar, Hafshah Biti Umar, Ummu Hani Binti Abi Thalib, Fathimah alNaisaburiyah, Nafisah Binti Hasan al-Anwar, Asma binti Asad Ibnu al-Furat
dari Qairuwan. Banyak para ulama mengambil hadis yang diriwayatkan oleh
kaum perempuan tersebut. Dari sini jelaslah bahwa perempuan pada masa awal
Islam sudah ikut serta dalam bidang sastra dan pemikiran.217
b. Kaum perempuan berhak memilih dan dipilih
Diantara peraturan yang prinsip dalam syariat Islam adalah
menetapkan prinsip musyawarah, sedangkan musyawarah harus diputuskan
oleh orang yang ahlinya (pakar), maka dalam musyawarah tidak memandang
laki-laki atau perempuan. Yang penting dia mampu dan cakap untuk
menyelesaikannya.218
Sebahagian ulama berpendapat bahwa Islam tidak mengharamkan
perempuan untuk berpolitik sebagaimana dinyatalan dalam al-Qur'an Surat alBaqarah/2 ayat 228 dan Surat al-Taubah/9 ayat 71. Ikut sertanya Aisyah dalam
menyelesaikan sengketa politik antara Ali dan Muawiyah dan juga peran yang
dimainkan oleh Nailah istri Usman Bin Affan, menunjukkan adanya
pengakuan ajaran Islam terhadap kebolehan perempuan untuk berpolitik,
Selain itu juga karena tidak adanya nash yang jelas yang melarang hak-hak
perempuan
untuk
berpolitik.
Dengan
bolehnya
para
perempuan
217
219
220
yang bersengketa tentang hukum syariat yang bersifat memaksa. Karena ada
riwayat yang menyatakan bahwa Umar Bin Khatthab pernah mengangkat
seorang perempuan bernama Syifa untuk menjabat qadhi hisbah (hakim yang
menyangkut pelanggaran terhadap hak masyarakat) di pasar. Dengan demikian
tidak menjadi masalah jika perempuan menjabat sebagai qadhi (hakim) 222
Hal ini juga sejalan dengan Ibnu Jarir yang dikutip oleh Jamaluddin
Muhammad Mahmud dalam bukunya mengatakan bahwa Ibnu Jarir atau
dikenal dengan Imam al-Thabari membolehkan perempuan memimpin
peradilan atau menjadi hakim tanpa ada batasan masalah, baik perdata,
maupun pidana.223
Ada sebagian ulama yang mengharamkan perempuan sebagai
pemimpim dengan alasan sebuah hadis riwayat Bukhari
Usman Bin al-Haitsam telah menceritakan kepada kami, Auf telah
menceritakan kepada kami dari al-Hasan, dari Abi Bakrah telah
berkata, "Sungguh Allah telah memberikan manfaat kepadaku pada
waktu perang jamal dengan kalimat yang saya dengar dari Rasulullah
saw. setelah aku hampir bergabung dengan pasukan unta untuk
bertempur bersama mereka, Abu Bakrah berkata, 'Ketika ada berita
sampai kepada Rasulullah, bahwa penduduk Persi telah mengangkat
putri Kisra menjadi Ratu, maka Rasulullah bersabda 'Tidak akan
sukses suatu kaum jika masalah pemerintahan diserahkan kepada
perempuan.'" (H.R. Bukhari).
222
221
Ishaq menceritakan kepada kami, Yakub ibn Ibrahim menceritakan
kepada kami, Bapakku menceritakan kepada kami dari Shaleh dari
Ibnu syihab, ia mengatakan Ubaidillah ibn Abdillah menceritakan
kepadaku bahwa Ibnu Abbas memberi tahukannya bahwa Rasulullah
SAW. telah mengirim surat kepada Kisra melalui Abdillah Ibnu
Khuzafah al-sahmi. Rasulullah saw. memerintahkannya untuk
menyerahkan surat tersebut kepada pembesar bahrain, lalu diserahkan
kepada Kisra. Ketika Kisra membaca surat tersebut, maka surat itu
disobek-sobeknya. Lalu saya mengira bahwa Ibnu al-Musayyab
mengatakan, Maka Rasulullah mendoakan agar mereka disobeksobek seperti sobekan surat tersebut." (H.R.Bukhari)
Ahmad Fudhaili mengutip perkataan al-Asqallany dalam kitab Fathu
al-Bari yang mengatakan
Kisra yang telah menyobek-nyobek surat Nabi dibunuh oleh anak lakilakinya. Sebelum matinya, Kisra mengetahui bahwa ia dibunuh oleh
225
222
226
223
al-Qur'an Surat al-Nis/4 ayat 34, al-Baqarah/2 ayat 228, dan al-
Ahzb/33 ayat 33. Selain itu juga didasarkan pada hadis yang maknanya,
Tidak akan sejahtera suatu kaum yang menyerahkan urusan pemerintahannya
kepada perempuan. Hadis yang maknanya, Perempuan itu kurang akal dan
agamanya. Ijma Ulama pada kurun waktu tertentu yang tidak membolehkan
perempuan menjadi pemimpin. Qiyas yaitu upaya memasukan sesuatu perkara
yang tidak terdapat status hukumnyabaik dalam al-Quran, sunnah maupun
224
ijmadengan perkara yang status hukumnya telah tercatat dalam salah satu
sumber hukum tersebut karena adanya persamaan illat hukum.229
Kemudian Muhammad Anas Qasim Jafar menanggapi alasan-alasan
di atas sebagai berikut :
Pertama, kami berpandangan, bahwa maksud hak kepemimpinan
dalam al-Qur'an Surat al-Nis/4 ayat 34 adalah hak suami untuk memberi
pelajaran kepada istri yang membangkang. Dia menyimpulkan, bahwa ayat di
atas diturunkan dengan sebab khusus. Ia secara khusus menanggapi kejadian
tertentu, yakni urusan keluarga, dan tidak ada hubungannya dengan soal hak
politik perempuan.230
Penulis sependapat dengan pendapat Muhammad Anas Qasim Jafar,
karena kepemimpinan dalam masyarakat tidak ada kaitan dengan kewajiban
memberi nafkah antara pemimpin dan yang dipimpin, yang ada hanya
menegakkan keadilan terhadap masyarakat yang dipimpinnya.
Kedua, begitu juga dengan maksud al-Qur'an Surat al-Baqarah/2 ayat
228 adalah derajat laki-laki tersebut bukanlah derajat keunggulan dan
keistimewaan, melainkan derajat kepemimpinan sejauh disebutkan dalam ayat
terdahulu (Q.S. al-Nis/4: 34), yaitu dalam masalah rumah tangga.231
Penulis sependapat dengan Muhammad Anas Qasim Jafar, karena
kepemimpinan yang dimaksud adalah kepemimpinan dalam rumah tangga,
maka wajar kalau suami yang berhak memimpin, karena dalam rumah tangga
yang berkewajiban memberi nafkah adalah suami, begitu juga wajar bila lakilaki memiliki derajat lebih dibanding perempuan.
229
Muhammad Anas Qasim Jafar, Mengembalikan Hak Hak Politik Perempuan Sebuah
Perspektif Islam, (selanjutnya tertulis Hak-Hak Politik Perempuan) (Jakarta: Azan, 2001), h. 37-41
230
Muhammad Anas Qasim Jafar, Hak Hak Politik Perempuan, h. 42
231
Muhammad Anas Qasim Jafar, Hak Hak Politik Perempuan, h. 43
225
226
bukanlah
wahyu.
Kemudian
salah
seorang
sahabat
234
235
227
menghadiri
menyumbangkan
pertemuan-pertemuan
pendapatnya.
Kemudian
sejenis
Umar
Bin
dan
turut
al-Khatthab
237
228
238
229
241
242
243
230
231
246
232
Untuk
menghilangkan
ketidakjelasan
masalah
kepemimpinan
berarti dia telah berdusta) maka pintu ijtihad baik sekarang, akan datang
dalam masalah ini masih terbuka, kecuali para ulama semuanya telah
sepakat, sesuai dengan kaidah ushul fiqih
233
kebiasaan yang belum dilakukan pada masa-masa Islam yang lalu. Hal itu
bukan berarti haram kalau perempuan ikut berperang dan berjihad perang
ketika diperlukan dan mampu. Diwajibkannya jihad berperang bagi setiap
Muslimah, karena perempuan melakukan dan ikut serta dalam peperangan
pada masa Nabi dan khulafah al-Rasyidun mulai dari perang uhud (3 H /
625 M) sampai perang al-Yamamah (12 H / 633 M) melawan kemurtadan
Musailamah al-Kadzdzab (12 H/633 M). Kebiasaan itu berkaitan dengan
keperluan yang berubah disebabkan perubahan kemashlahatan dan situasi,
dan ini bukan sumber halal dan haram.
d. Bahwa alasan perbedaan para ahli fikih sekitar bolehnya perempuan
menjadi hakim tanpa adanya teks agama (al-Quran dan hadis) yang
membahas masalah ini, maka perbedaan para ahli fiqih dalam hukum yang
mereka qiyas, yaitu perempuan boleh menjadi hakim, berarti orang yang
mengqiyas jabatan hakim itu termasuk al-immah al-uzhm yaitu alkhilfah al-mmah bagi ummat Islam. Seperti para ahli fikih mazhab
Syafii, mereka melarang perempuan menjadi hakim berdasarkan ittifaq
jumhur ulama fikihselain sebagian Khawarijbahwa laki-laki itu
menjadi syarat dari syarat-syarat khalifah dan imam. Selanjutnya mereka
mensyaratkan laki-laki untuk menjadi hakim, adalah mengqiyas kepada
khilfah dan immah al-uzhm. Qiyas ini merupakan qiyas hukum fikih
bukan ijma dan bukan qiyas terhadap teks qothi al-dallah.
e. Laki-laki bukan satu-satunya syarat yang masih diperselisihkan oleh para
ulama fikih bagi orang yang mau menjadi hakim. Begitu juga mereka
berselisih pada syarat hakim itu karyawan bukan semata-mata pandai
menurut hukum empat, yaitu al-quran, hadis, ijma dan qiyas. Hal ini
234
sebagian
mensyaratkan
dalam
sebagian
masalah,
sedangkankan yang lain tidak. Oleh karena itu di dalamnya tidak ada ijma
.Sebagamana di dalamnya tidak ada teks agama yang melarang atau
membatasi ijtihad para mujtahid.
f.
Bahwa jabatan hakim dan jabatan politik lainnya telah berubah dari
kepemimpinan individu kepada kepemimpinan kolektif. Oleh karena itu
dianggap tidak ada wilayah laki-laki dan perempuan, sebab laki-laki
merupakan bagian dari kepemimpinan kolektif. Begitu juga perempuan
merupakan bagian kepemimpinan kolektif. Dari sini permasalahan itu
menjadi baru sehingga memerlukan ijtihad baru yang dapat mengubah
seluruh jabatan antara lain perempuan menjadi hakim.248
Orang yang tidak membolehkan perempuan bekerja di luar rumah
:/
235
Kata
suaminya, yakni Ali Ibnu Abi Thalib dan kedua putra mereka (cucu Nabi
saw.), yakni Hasan dan Husain. Nabi saw. menyelubungi mereka dengan
kerudung sambil berdoa, "Ya Allah mereka itulah ahl al-baitku, bersihkanlah
mereka dari dosa dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya." Ummu Salamah
yang melihat pristiwa ini berkata, "Aku ingin bergabung ke dalam kerudung
itu." Tetapi Nabi saw. mencegahku sambil bersabda, Engkau dalam
kebajikan engkau dalam kebajikan" (H.R.Thabrani dan Ibnu Katsir melalui
Ummu Salamah ra.).250
Agaknya Nabi saw. menolak memasukkan Ummu Salamah ke dalam
kerudung itu bukan karena beliau bukan ahl al-bait, tetapi karena yang masuk
di kerudung itu adalah yang didoakan Nabi saw. secara khusus. Sedangkan
Ummu Salamah sudah termasuk sejak awal dalam kelompok ahl al-bait
melalui konteks ayat ini. Atas dasar inilah ulama-ulama salaf berpendapat
bahwa ahl al-bait adalah seluruh istri Nabi saw. bersama Fathimah, Ali Ibn
Abi Thalib, serta Hasan dan Husain. Ulama Syiah kenamaan, Thabathabai
249
250
236
membatasi pengertian ahl albait pada ayat ini hanya pada lima orang yang
masuk ke dalam kerudung itu, yaitu Nabi Muhammad saw, Ali Ibn Abi
Thalib, Fathimah az-Zahra, serta Hasan dan Husain. Sedang pembersihan
mereka dari dosa dan penyucian mereka dipahaminya dalam arti ishmat, yakni
keterpeliharaan mereka dari perbuatan dosa.
Imam Malik dan Abu Hanifah berpendapat bahwa ahl al-bait adalah
semua anggota keluarga Nabi Muhammad saw. yang bergaris keturunan
sampai kepada Hasyim, yaitu ayah kakek Nabi Muhammad saw., putra
Abdullah, putra Abdul Muthtalib, putra Hasyim.251
Muhammad Quraish Shihab mengutip pendapat Maududi, pemikir
Muslim Pakistan kontemporer yang menyatakan,
Tempat perempuan adalah di rumah, mereka tidak dibebaskan dari
pekerjaan luar rumah kecuali agar mereka selalu berada di rumah dengan
tenang dan terhormat, sehingga mereka dapat melaksanakan kewajiban
rumah tangga. Adapun kalau ada hajat keperluannya untuk ke luar, maka
boleh saja mereka ke luar rumah dengan syarat memperhatikan segi
kesucian diri dan memelihara rasa malu. Terbaca bahwa Maududi tidak
menggunakan kata darurat tetapi kebutuhan atau keperluan. Hal serupa
dikemukakan oleh tim yang menyusun tafsir yang diterbitkan oleh
Departemen Agama RI.252
Kemudian Muhammad Quraish Shihab juga mengutip pendapat
Thahir Ibnu Asyur yang menggarisbawahi: Bahwa perintah ayat ini ditujukan
kepada istri-istri Nabi sebagai kewajiban, sedang bagi perempuan-perempuan
muslimah selain mereka sifatnya adalah kesempurnaan. Yakni tidak wajib,
tetapi
sangat
baik
dan
menjadikan
perempuan-perempuan
252
yang
237
238
bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup karena tidak ada orang yang dapat
menanggungnya."257
Berkaitan dengan hal ini Muhammad Quraish Shihab memaparkan
bukti kebolehan perempuan bekerja di luar rumah di masa Nabi saw. dan para
Sahabat, seperti Ummu Salamah (istri Nabi), Shafiyah, Laila al-Ghaffariyah,
Ummu Sinan al-Aslamiyah, dan lain-lain yang tercatat sebagai tokoh-tokoh
yang terlibat dalam peperangan. Di samping itu, para perempuan pada masa
Nabi saw. dan para sahabat aktif pula dalam berbagai bidang pekerjaan. Ada
yang berkerja sebagai perias pengantin seperti Ummu Salim Binti Huyay (istri
Nabi Muhammad saw.), serta ada juga yang menjadi perawat, bidan, dan
sebagainya.258
Dalam bidang perdagangan, nama istri Nabi yang pertama, Khadijah
Binti Khuwailid, tercatat sebagai seorang perempuan yang sangat sukses.
Raithah, istri Sahabat Nabi yang bernama Abdullah Ibnu Mas'ud, juga sangat
aktif bekerja, karena suami dan anaknya ketika itu tidak mampu mencukupi
kebutuhan hidup keluarga ini. Demikian juga Syifa, adalah seorang perempuan
yang pandai menulis ditugaskan oleh khalifah Umar r.a. sebagai petugas yang
menangani pasar kota Madinah.259
Anwar Jundi mengatakan bahwa Islam mengarahkan aktivitas
perempuan terutama menyangkut kepada pekerjaan-pekerjaan yang berkenaan
untuk mengatur dirinya dan keluarga. Bila perempuan terpaksa harus bekerja,
maka ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan. Diantaranya pekerjaan
tersebut harus sesuai dengan kodrat keperempuannya, pekerjaan tersebut
257
258
239
260
261
240
241
sisi lain, cukup banyak ayat dan hadis yang dapat dijadikan dasar pemahaman
untuk menetapkan adanya hak-hak tersebut.265 Antara lain ditegaskan dalam
(Q.S. al-Taubah/9: 71), (Q.S. al-Syur/42: 38), dan (Q.S. al-Mumtahanah/60:
12)
Kenyataan sejarah menunjukkan sekian banyak perempuan yang
terlibat pada persoalan politik praktis. Ummu Hani, misalnya dibenarkan
sikapnya oleh Nabi Muhammad saw. ketika memberi jaminan keamanan
kepada sebagian orang musyrik. Bahkan istri Nabi Muhammad saw. sendiri,
yakni Aisyah r.a. memimpin langsung peperangan melawan Ali Bin Abi
Thalib yang ketika itu menduduki jabatan kepala negara. Dan isu tersebar
dalam peperangan tersebut adalah suksesi setelah terbunuhnya Khalaifah
ketiga Usman r.a. Peperangan ini dikenal dalam sejarah islam dengan nama
Perang Unta (656 M). Keterlibatan Aisyah r.a. bersama sekian banyak sahabat
Nabi dan kepemimpinannya dalam peperangan itu, menunjukkan bahwa beliau
bersama para pengikutnya membolehkan keterlibatan perempuan dalam bidang
politik praktis sekalipun.266
Kalau kita kembali menelaah keterlibatan perempuan dalam pekerjaan
pada masa awal Islam, maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa Islam
membenarkan mereka aktif dalam berbagai aktivitas. Para perempuan boleh
bekerja dalam berbagai bidang, di dalam ataupun di luar rumahnya, baik secara
mandiri atau bersama orang lain, dengan lembaga pemerintah maupun swasta,
selama pekerjaan tersebut dilakukannya dalam suasana terhormat, sopan, serta
265
266
242
selama mereka dapat memelihara agamanya dan dapat menghindari dampakdampak negatif dari pekerjaan tersebut terhadap diri dan lingkungannya.267
Namun
kepemimpinan
di
rumah
tangga
berbeda
dengan
kepemimpinan di masyarakat, karena ayatnya sudah jelas, bahwa laki laki yang
berhak memimpin karena dua alasan, yaitu kewajiban memberi nafkah dan
faktor fisik. Tetapi jangan diartikan seperti tuan dengan budaknya, karena
kepemimpinan suami di rumah tangga hanya merupakan pembagian tugas
semata.
Berkaitan dengan kebolehan perempuan menjabat sebagai kepala
negara, Muhammad Quraish Shihabbaik dalam Tafsir al-Mishbah dan
karya-karya sebelumnyabelum mengambil sikap tegas. Namun dalam tulisan
terbarunya yang berjudul Perempuan tampaknya beliau sudah mengambil
sikap yang tegas.
Hal ini dapat dilihat dari pernyataannya,
Harus diakui bahwa memang ulama dan pemikir masa lalu, tidak
membenarkan perempuan menduduki jabatan Kepala Negara, tetapi hal ini
lebih disebabkan oleh situasi dan kondisi masa itu, antara lain kondisi
perempuan sendiri yang belum siap untuk menduduki jabatan, jangankan
Kepala Negara, menteri atau kepala daerah pun tidak. Perubahan fatwa dan
pandangan pastilah terjadi akibat perubahan kondisi dan situasi, dan karena
itu tidak relevan lagi melarang perempuan terlibat dalam politik praktis
atau memimpin negara. 268
Penulis sangat setuju dengan pernyataan Muhammad Quraish Shihab
di atas. Namun sayang beliau tidak memberikan argumen yang meyakinkan
tentang kebolehan perempuan menjadi kepala negara tersebut. Justru
Muhammad Imarah lebih jelas argumentasinya mengenai kebolehan
perempuan menjadi kepala negara, yaitu disebabkan kepemimpinan sekarang
267
268
243
Artinya:al-Hasan Bin Hamad al-Hadhrami telah menceritakan kepada
kami, Muhammad Bin Fudhail dari al-Walid Bin Jami dari Abdu alRahman Bin Khalad dari Umu Waraqah Bintu Abdullah Bin al-Harits
telah berkata:Pada suatu hari Rasulullah mengunjungi rumah Ummu
Waraqah dan Rasulullah mengizinkan azan dan memerintahkan Ummu
Waraqah untuk menjadi Imam bagi penghuni rumahnya (H.R.Abu
Dawud )
Hadis ini kuwalitasnya sahih (valid), tetapi dari sisi istidlal (sumber
hukum) untuk membolehkan perempuan menjadi imam shalat secara umum di
269
244
antara makmumnya kaum laki-laki, hal itu perlu ditinjau ulang, karena dalam
hadis tersebut tidak ada kejelasan siapa yang menjadi makmum Ummu
Waraqah. Kemungkinan semua makmumnya adalah perempuan, semuanya
laki-laki, atau campuran antara laki-laki dan perempuan. Kaidah ushul fikih
menyatakan, apabila sebuah dalil mengandung banyak kemungkinan, maka
dalil itu tidak dapat dijadikan sumber hukum. Karenanya hadis Ummu
Waraqah itu kendati sahih, ia gugur sebagai dalil.271
Sementara itu, ada pendekatan lain untuk memahami hadis tersebut,
yaitu bahwa hadis Ummu Waraqah itu bersifat umum, sementara dalam versi
lain yang diriwayatkan Imam Darulquthni dalam kitab sunannya berbunyi:
245
246
hanya menjadi imam untuk makmum perempuan saja. Shalat adalah bagian
dari ibadah yang acuannya harus mengikuti petunjuk dari Allah dan RasulNya. Oleh karena itu intervensi akal dalam masalah ibadah, termasuk di
dalamnya shalat, tidak dapat dibenarkan. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi
277
247
Zaid Bin Ahzam Abu Thalib telah menceritakan kepada kami, Muad
Bin Hisyam telah menceritakan kepada kami, Ayahku telah
menceritakan kepada kami dari Qatadah dari Zararah Bin Aufa dari
Saad Bin Hisyam dari Abi Hurairah, dari Nabi saw. bersabda:Shalat
dapat terganggu oleh perempuan, anjing dan himar (H.R.Ibnu Majah)
Kemudian di dukung oleh hadis lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah
:
Fatwa
MUI
NO:9/MUNAS
VII/MUI/13/2005
yang
278
279
al-Hafizh Abu Abdullah Muhammad Bin Yazid al-Quzweni, Ibnu Majah, Jilid.I., h.370
al-Hfizh Abu Abdullah Muhammad Bin Yazid al-Quzweni, Ibnu MajahJilid.I., h.386
248
hukumnya mubah.
280
kaum lelaki, tentu shalat kaum lelaki tidak khusu bahkan timbul fitnah dan
ahirnya perempuan tidak terhormat lagi yang smestinya harus dihormati.
E. Ayat Poligami
1. Pengertian Poligami
Poligami menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah Ikatan
perkawinan yang salah satu pihak memiliki/mengawini beberapa lawan
jenisnya di waktu yang bersamaan.281 Sedangkan poliandri adalah
Perempuan yang memiliki suami lebih dari satu di waktu yang bersamaan.282
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan, bahwa poligami adalah suami
memiliki istri lebih dari satu dalam waktu yang bersamaan. Sedangkan
poliandri adalah istri memiliki suami lebih dari satu dalam waktu yang
bersamaan.
(: /)
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
perempuan-perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat.
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (Q.S. alNis/4: 3 )
280
249
250
mengalami kecelakaan. Pada saat terjadi kecelakaan yang tidak mungkin bagi
para penumpang hanya melalui satu pintu biasa, maka pintu darurat dapat
dimanfaatkan. Pintu darurat tidak boleh dibuka sembarang waktu.
285
251
kasus tertentu, seperti yang dikemukakan contohnya di atas. (Lebih lanjut lihat
Tafsir al-Mishbah Vol.2.h.325).286
Namun penulis melihat Muhammad Quraish Shihab tidak memberi
jalan keluar, bila kondisi tersebut terjadi sebaliknya, seperti suami mandul,
laki-laki lebih banyak daripada perempuan, suami sakit parah dan
semacamnya. Sehingga kesan penulis dan para pembaca Tafsir al-Mishbah,
bahwa Muhammad Quraish Shihab hanya membela kepentingan kaum lakilaki saja.
Menurut hemat penulis, bila terjadi sebaliknya, maka kaum perempuan
berhak melakukan seperti yang dilakukan kaum laki-laki selain poliandri,
karena poliandri haram hukumnya menurut ajaran Islam. Dia hanya bisa minta
cerai atau menggugat suami untuk memberikan talak kepada istri dengan
membayar tebusan sebagai iwad kepada suami yang biasa disebut thalaq bain
shugra.
Kemudian Muhammad Quraish Shihab juga mengingatkan kepada kita
semua dengan menyatakan, Tidak juga dapat dikatakan bahwa Rasul saw.
kawin lebih dari satu, dan perkawinan semacam itu hendaknya diteladani,
karena tidak semua apa yang dilakukan Rasul perlu diteladani. Sebagaimana
tidak semua yang wajib atau terlarang bagi beliau, wajib dan terlarang pula
bagi ummatnya." (Lebih lanjut lihat Tafsir al-Mishbah Vol.2. h.326).287
286
Tentu saja masih banyak kondisi atau kasus selain yang disebut itu, yang juga merupakan
alasan logis untuk tidak menutup rapat atau mengunci mati pintu poligami yang dibenarkan oleh ayat
ini dengan syarat yang tidak ringan itu. Kita tidak dapat membenarkan orang yang berkata bahwa
poligami adalah anjuran, dengan alasan bahwa perintah di atas dimulai dengan bilangan dua, tiga, atau
empat, baru kemudian kalau khawatir tidak berlaku adil, maka nikahilah seorang saja dengan alasan
yang telah dikemukakan di atas, baik dari makna redaksi ayat, maupun dari segi kenyataan sosiologis
di mana perbandingan perempuan dan laki laki tidak mencapai empat banding satu, bahkan dua
banding satu.
287
Bukankah Rasul saw. antara lain wajib bangun shalat malam dan tidak menerima zakat?
Bukankah tidak batal wudu beliau bila tertidur? Bukankah ada hak-hak bagi seorang pemimpin guna
252
Persyaratan
dan
ketentuan
poligami
yang
dikemukakan
oleh
mensukseskan misinya? Atau apakah mereka yang menyatakan itu benar benar ingin meneladani Rasul
dalam perkawinannya? Kalau benar demikian, maka perlu mereka sadar bahwa semua perempuan
yang beliau kawini, kecuali Aisyah r.a. adalah janda-janda, dan kesemuanya untuk tujuan
mensukseskan dakwah, atau membantu dan menyelamatkan para wanita yang kehilangan suami itu,
yang pada umumnya bukanlah perempuan-perempuan yang dikenal memiliki daya tarik yang
memikat.
288
289
253
khithab perintah dalam ayat poligami tersebut ditujukan kepada orangorang yang telah menikah dengan seorang perempuan dan memiliki anak,
sehingga tidak dikatakan poligami bagi laki-laki bujangan yang mengawini
janda yang memiliki anak yatim, dengan alasan bahwa ayat tersebut
diawali dengan dua dan diakhiri dengan empat, berarti sudah punya satu
sebelum-nya. 290
Selanjutnya Muhammad Shahrur mengatakan,
Karena konteks ayat poligami adalah berkisar tentang anak-anak yatim
yang belum dewasa yang ditinggalkan ayahnya, sementara ibunya masih
hidup menjanda, maka anak yang kehilangan kedua orang tuanya (yatim
piatu) atau kehilangan ibunya (piatu) menjadi gugur masalah poligami,
seperti suami ditinggalkan istrinya, lalu dia kawin lagi, maka istri
keduanya tidak disebut poligami.291
Kemudian
Muhammad
Shahrur
juga
mengatakan,
"Dia
tidak
menjalankan
fungsi
sebagai
seorang
istri
karena
sakit
yang
290
293
254
.
Islamdalam penetapan hukum poligami, dan penetapan hukum asal
perkawinantidak menciptakan untuk sesuatu yang belum dikenal
sebelumnya. Inilah peranan Islam pada umumnya dalam masalah
muamalat (perdata) dan hubungan antara sesama manusia yang
dikehendaki oleh watak sosial. Bahkan Islam menetapkan hal itu untuk
kepentingan tabiat (watak/karakter) tersebut, untuk menyeimbangkan
hal-hal yang dianggap perlu dari segi pendidikan yang dapat menjamin
tabiat agar berada pada batas keadilan (moderat), dan menjaganya dari
kejahatan dan kecenderungan adanya penyimpangan serta memelihara
kehendak tabiat/watak yang terbaik untuk kepentingan masyarakat."
294
255
297
Dalam Perjanjian Lama misalnya disebutkan bahwa Nabi Sulaiman as. memiliki tujuh
ratus istri bangsawan dan tiga ratus gundik (Perjanjian Lama, Raja-Raja I-11-4). Poligami meluas, di
samping masyarakat Arab Jahiliyah, juga pada bangsa Ibrani dan Sicilia yang kemudian melahirkan
sebagian besar bangsa Rusia, Lithuania, Polandia, Cekoslowakia dan Yugoslavia, serta sebahagian
penduduk Jerman, Swiss, Belgia, Belanda, Denmark, Swedia, Norwegia dan Inggris. Greja di Eropa
pun mengakui Poligami hingga akhir abad XVII atau awal abad XVII. (M. Quraish Shihab,
Perempuan, h. 159)
298
Siti Musdah Mulia, Menggugat Poligami, h. 62
299
Siti Musdah Mulia, Menggugat Poligami, h. 66
256
Selingkuh sudah jelas haram hukumnya dan tidak ada seorang pun yang berhak
menghalalkannya, bahkan para Nabi sekalipun. Karena hal itu merupakan hak
preogatif Allah. Sebaliknya tidak ada seorangpun yang berhak mengharamkan
apa yang dihalalkan Allah, sebagaimana ditegaskan Allah dalam beberapa
firman-Nya
.
( : \)
Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah
menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu?
Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. al-Tahrm/66:
1)
.
( : \)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang
baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu
melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang melampaui batas.
(Q.S. al-Midah/5: 87).
Melarang poligami secara mutlak bertentangan dengan kehendak Allah
yang memang sudah dirancang hukumnya walaupun dengan persyaratan yang
ketat. Sama halnya dengan seorang arsitiktur yang merancang pintu darurat
untuk pesawat terbang. Karena kemungkinan akan terjadi di luar kemampuan
manusia bahwa pada saat terbang pesawat tersebut akan rusak, sehingga para
penumpang harus diselamatkan melalui pintu darurat. Apalagi Allah yang
memang sudah mengetahui persis akan terjadi suatu yang tidak diinginkan oleh
pasangan suami istri, maka harus menempuh pintu darurat dengan jalan
poligami.
Siti Musdah Mulia selanjutnya mengatakan,
257
Kalaupun dibenarkan berdalil pada satu ayat saja (meski ini sangat tidak
logis), maka sesungguhnya pemahaman kelompok yang pro poligami
terhadap teks ayat tersebut juga tidak utuh. Pertama, mari kita (kata Siti
Musdah Mulia) lihat bunyi teksnya, 'Maka kawinilah perempuanperempuan yang kamu senangi. Dua, tiga, empat, Atau budak-budak
perempuan yang kamu miliki.' Secara jelas teks ayat itu membolehkan
perbudakan. Akan tetapi, mengapa para pendukung bunyi literal teks
tersebut memegang teguh kebolehan poligami, namun mengabaikan
kebolehan menggauli budak-budak perempuan? 300
Kemudian Siti Musdah Mulia mengutip perkataan Nasr Hamid Abu
Zayd yang menyatakan bahwa, "Jika perbudakan dapat dihapuskan dari
kehidupan masyarakat secara bertahap, maka poligami juga seharusnya seperti
itu."301
Menurut hemat, penulis poligami dan perbudakan sangat berbeda.
Sekalipun
ayat
tersebut
membolehkan
perbudakan
dalam
rangka
258
rangka mempertahankan diri dan akidah. Itupun disebabkan karena ketika itu
demikianlah perlakuan manusia terhadap tawanan perangnya. Namun kendati
tawanan perang diperkenankan untuk diperbudak, tapi perlakuan terhadap
mereka sangat manusiawi. Bahkan al-Qur'an memberi peluang kepada
penguasa Muslim untuk membebaskan mereka dengan tebusan atau tanpa
tebusan. Berbeda dengan sikap umat manusia ketika itu.302
Islam menempuh cara bertahap dalam pembebasan perbudakan antara
lain disebabkan oleh situasi dan kondisi para budak yang ditemuinya. Para
budak ketika itu hidup bersama tuan-tuan mereka, sehingga kebutuhan
sandang, pangan, dan papan mereka terpenuhi. Anda dapat membayangkan
bagaimana jadinya jika perbudakan dihapus sekaligus. Pasti akan terjadi
problema sosial yang jauh lebih parah dari Pemutusan Hubungan Kerja. (Lebih
lanjut lihat Tafsir al-Mishbah Vo. 2. h. 322).303
Di sisi lain, walau perbudakan secara resmi tidak dikenal lagi oleh umat
manusia dewasa ini, namun itu bukan berarti bahwa ayat ini dan semacamnya
tidak relevan lagi. Ini karena al-Qur'an tidak hanya diturunkan untuk putraputri abad ini, tetapi diturunkan untuk umat manusia sejak abad ke-6 hingga
ahir zaman. (Lebih lanjut dapat dilihat dalam Tafsir al-Mishbah, Vol. 2.
h.323.)304
302
304
Semua diberi petunjuk dan semua dapat menimba petunjuk sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan zamannya. Masyarakat abad ke-6 menemukan budak budak perempuan, dan bagi
merekalah tuntunan itu diberikan. Al-Qur'an akan terasa kurang oleh mereka, jika petunjuk ayat ini
259
260
berada dalam perwalian mereka kalau tidak mampu berlaku adil. Kedua,
jangan poligami kalau tidak mampu berlaku adil. Faktanya dalam dua hal
tersebut manusia hampir-hampir mustahil dapat berlaku adil. Kesimpulannya
ayat
ini
lebih
berat
mengandung
ancaman
berpoligami
ketimbang
membolehkannya.308
Pernyataan Siti Musdah Mulia tersebut bertentangan dengan pendapat
Muhammad Shahrur yang mengatakan bahwa
Poligami merupakan salah satu tema penting yang mendapat perhatian
khusus dari Allah swt. Sehingga tidak mengherankan kalau Allah
meletakannya pada awal surat al-Nis dalam kitab-Nya yang mulia.
Seperti yang kita lihat bahwa poligami terdapat pada ayat ketiga dan
merupakan satu-satunya ayat dalam al-Tanzil yang membicarakan
masalah ini. Akan tetapi para mufassir dan para ahli fikih, seperti
biasanya, telah mengabaikan redaksi umum ayat dan mengabaikan
keterkaitan erat yang ada di antara masalah poligami dengan para janda
yang memiliki anak-anak yatim.309
Sebagaimana ditegaskan Allah
( : /)
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
perempuan-perempuan (lain) yang kamu senangi, dua, tiga, atau empat.
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (Q.S. alNis/4: 3)
Sebagian masyarakat berpendapat bahwa laki-laki tidak berhak
melakukan poligami. Poligami dinilai sebagai bentuk kezaliman terhadap
perempuan (istri) karena suami tidak mungkin dapat berlaku adil terhadap para
308
309
261
istrinya. Hal itu mengacu pada al-Qur'an Suratal-Nis/4 ayat 3 dan al-Qur'an
Surat al-Baqarah/2 ayat 129.
Arij Abdurrahman As-Sanan mengatakan bahwa, Pendapat ini jelas
keliru, karena ayat pertama mewajibkan berlaku adil pada hal yang menjadi
kesanggupan suami, yaitu adil dalam bermalam, nafkah, dan pergaulan.
Sedang ayat kedua menafikan keadilan yang memang berada di luar
kesanggupan suami, yaitu cinta dan hubungan badan."310
Ada sebagian masyarakat yang menganggap poligami merupakan
penghinaan terhadap perempuan, karena dia dijadikan alat pemuas nafsu
seksual kaum laki laki. Menurut penulis justru memberikan kepuasan seksual
kaum perempuan, karena hubungan badan laki-laki dan perempuan akan samasama mendapatkan kepuasan/kenikmatan kedua belah pihak.
Poligami justru merupakan pemuliaan bagi perempuan, karena
poligami menjaganya dari zina. Pernikahan adalah satu-satunya jalan yang sah
untuk menyalurkan libido seksual. Poligami menjaga laki-laki dari
penyimpangan perilaku zina, yaitu memiliki kekasih gelap atau perempuan
simpanan.311
Adapun akibat negatif dari poligami yang terjadi di masyarakat, seperti
ketidakadilan suami atas istri-istrinya, hal ini bukan lahir dari syariat poligami
itu sendiri. Tetapi diakibatkan oleh tidak diterapkannya syariat pologami itu
dengan benar.312
Ada
hanya
Islam yang
262
sejarah. Banyak bangsa dan agama sebelum Islam yang telah mengizinkan
menikahi banyak perempuan, sepuluh, bahkan seratus tanpa persyaratan atau
pembatasan apapun. Perjanjian Lama menyebutkan bahwa Dawud memiliki
tiga ratus perempuan dan Sulaiman memiliki tujuh ratus perempuan, beberapa
diantaranya adalah istrinya, sementara lainnya Cuma gundik.313
Islam adalah kata kata terakhir dari Allah yang menyimpulkan/
menyegel seluruh pesan pesan-Nya. Oleh karena itu Islam datang dengan
hukum yang umum dan abadi untuk merangkul seluruh bangsa, usia, dan
masyarakat. Islam tidak membuat hukum untuk penduduk kota tanpa
memandang masyarakat pedesaan, juga tidak hanya untuk kawasan dingin atau
panas, atau sebaliknya dan juga tidak untuk usia tertentu dan mengabaikan
kelompok usia lainnya serta generasi-generasi lainnya. Islam menghormati
pentingnya pribadi maupun masyarakat.314
Wahbah al-Zuhaily menyimpulkan bahwa, Poligami dalam Islam
adalah masalah darurat, memperbaiki kerusakan dalam poligami lebih utama
daripada menghilangkan poligami. Tidak boleh seorangpun membatalkan
poligami, karena nash syar inya secara jelas membolehkannya. Menghentikan
atau mengeluarkan nash berarti mengingkari ayat Allah dan haram menurut
syariat dan agama Allah."315
Islam membolehkan poligami karena dharurat dengan syarat mampu
memberi nafkah, adil diantara istri-istrinya, berlaku baik, atau karena suatu hal
313
263
seperti istri mandul, jumlah perempuan lebih banyak dari kaum laki-laki, atau
fisik perempuan yang tidak dapat melayani suami karena sakit.316
Sistem poligami menurut hukum Islam adalah suatu sistem yang
manusiawi dan bermoral. Disebut bermoral karena Islam tidak membolehkan
laki-laki untuk melakukan hubungan seksual dengan perempuan manapun
yang dikehendakinya pada waktu kapanpun ia kehendaki tanpa melalui
pernikahan yang sah. Laki-laki juga tidak diizinkan untuk melakukan
hubungan seksual dengan lebih dari tiga perempuan di samping istri
pertamanya. Poligami tidak dapat dilakukan secara sembunyi-sembunyi,
melainkan harus dilangsungkan dengan sebuah akad nikah dan diumumkan
walau di antara khalayak terbatas.317
Sedangkan al-Qur'an Surat al-Nis/4 ayat 129 yang dijadikan
argumen oleh orang orang yang menolak poligami karena manusia tidak akan
mampu berbuat adil pada para istri sekalipun berusaha keras. Wahbah alZuhaily justru memandang ayat ini sebagai dukungan terhadap ayat poligami
di atas. Karena adil yang dituntut oleh para istri adalah adil dalam masalah
materi seperti giliran (tidur bersamanya), nafkah, pakaian, dan tempat tinggal.
Sedangkan keadilan dalam masalah nonmateri (masalah hati), seperti cinta
Allah tidak menuntut kecuali sesuai dengan kemampuan, karena cinta memang
sulit untuk disamakan. Oleh karena itu adalah sesuatu yang bisa dipahami jika
Rasulullah mencintai Aisyah lebih besar dibanding pada istri selainnya.318
Ironisnya, sementara kalangan menghendaki berkembangnya paham
Barat di negara-negara Arab, dan Islam lainnya telah memanfaatkan apa yang
316
264
( : /)
(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang
(namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di
sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma`ruf dan
melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan
bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala
yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggubelenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman
kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang
terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur'an), mereka itulah orangorang yang beruntung. (Q.S. al-Baqarah/2: 219)
319
265
Dalam ajaran Islam, semua yang dilarang al-Quran pasti lebih banyak
kerugian daripada keuntungannya. Demikian pula sebaliknya segala yang
diperintahkan
dalam
al-Quran
pasti
lebih
banyak
keuntungannya
: /
)
(
322
ketiga
320
266
menjelaskan
bahwa,
Al-Qur'an Surat al-Nis/4 ayat 3 menegaskan, jika ada anak yatim
berada dalam naungan seseorang, dan dia takut tidak dapat membayar
mahar mitsli, maka dia tidak boleh mengawini anak yatim tersebut.
Kawinilah perempuan selain anak yatim tersebut, karena perempuan
selain anak yatim masih banyak. Alasan tidak boleh mengawini anak
yatim, karena anak yatim itu lemah sehinga perlu perhatian dan
bimbingan, sedangkan orang yang berbuat aniaya pada orang lemah
merupakan dosa besar di sisi Allah. Untuk itu Allah memerintahkan
untuk mengawini perempuan selain anak yatim dua, tiga, atau emapat.
Namun jika khawatir tidak dapat berbuat adil diantara istri-istrinya, maka
cukup seorang istri saja atau menikahi budak, karena dengan hanya
seorang baik perempuan biasa atau budak lebih mendekati tidak berbuat
aniaya. 324
Kemudian kedua mufasir tersebut ketika menerjemahkan al-Qur'an
Surat al-Nis/4 ayat 129 menjelaskan bahwa,
Kalian wahai laki-laki tidak akan dapat merealisasikan keadilan dalam
masalah cinta dan seksual, walaupun kalian sudah berusaha maksimal,
karena menyamakan cinta dan kecenderungan hati di luar kemampuan
manusia. Namun jangan karena perbedaan kecenderungan lalu tidak
berbuat adil dalam masalah lainnya yang dapat diukur oleh kemampuan
manusia.325
323
Sayyid Quthub, Fi Dhill al-Qur an, (Cairo: Daar al-Syuruq, 1982), Jilid.1, h.579
Muhammad Ali al-Shabuni, Shafwah al-Tafsir, (Bairut: Dr al-Quran al-Karm,
1981), Juz 4 , h. 259 Lihat Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur an al-Adzm, (Bairut: Dr al-Fikr, 1992), Juz 1,
h. 555
324
267
hemat
penulis
kutipan
Istibsyaroh
dari
al-Syarawi
Muhammad Ali al-Shabuni, Shafwah al-Tafsir, h. 308, Lihat Ibnu Katsir, Tafsir alQur an, jilid. 1, h. 696
326
Istibsyaroh, Hak Hak Perempuan Dalam Relasi Jender Pada Tafsir Al-Sya rawi,
(selanjutnya tertulis Hak-Hak Perempuan) (Disertasi Program Pascasarjana UIN Jakarta, 2004), h. 210
327
Istibsyaroh, Hak Hak Perempuan , h. 211
268
adil dengan sendirinya potongan ayat ini tidak berlaku. Jadi potongan ayat
ini memberikan penjelasan terhadap potongan ayat sebelumnya yang
mengeliminir kemampuan berlaku adil terhadap perempuan, dan dengan
demikian penjelasan ini menafikan pemustahilan untuk berpoligami.328
Nasaruddin Umar mengutip pernyataan Muhammad Ali al-Shabuni
dalam tafsir ayat ahkam yang menafsirkan al-Qur'an Surat al-Nis/4 ayat 3
sebagai berikut
Ayat ini menggunakan shigah umum, yaitu menggunakan kata ganti
jamak ( , , , )padahal ayat ini turun untuk
menanggapi suatu sebab khusus, yaitu Urwah Bin Zubair, sebagaimana
hadis yang diriwayatkan Bukhari yang bersumber dari Aisyah, bahwa ia
mempunyai seorang anak yatim yang hidup di dalam pengawasannya.
Selain cantik anak yatim itu juga memiliki harta sehingga Urwah
bermaksud mengawininya, maka ayat ini menjadi petunjuk bagi Urwah
dalam melangsungkan niatnya.329
Metode tahlli menyimpulkan bahwa teks ayat tersebut (Q.S.alNis/4: 3) di atas mengizinkan poligami, yaitu seorang laki-laki boleh kawin
lebih dari satu sampai empat, asal yang bersangkutan mampu berlaku adil.
Akan tetapi metode maudhi bisa menyimpulkan lain, karena adanya ayat di
tempat lain yang seolah-olah memustahilkan syarat adil itu dapat dilakukan
manusia sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur'an Surat al-Nis/4 ayat 129.
Ayat ini kata Nasaruddin Umar dapat diartikan menolak poligami, atau paling
tidak lebih memperketat pelaksanaan poligami. Syarat poligami adalah
kesanggupan
untuk
berlaku
adil,
sementara
ayat
ini
menegaskan
328
329
269
330
270
331
333
271
335
Abu Abdillah Muhammad Bin Yazid al-Quzweni, ditahqiq oleh Muhammad Fuad Abdu alBqi, Sunan Ibnu Majah, (Bairut: Dr al-Fikr, t.th), Jilid I, h. 628, No. 1952
336
Sulaiman Bin al-Asyats Abu Dawud al-Sijistani al Azadi, ditahqiq oleh Muhammad
Muhyiddin Abdul Hamid, Sunan Abu Dawud, (Bairut : Dr al-Fikr, t.th.), Jilid II, h. 272, No. 2241
272
( : \).
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu
lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan
suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap
sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan
kamu tidak menyadari. (Q.S. al-Hujurt/49: 2)
Sedangkan poligami yang dilakukan oleh Rasulullah tidak harus
diteladani baik jumlahnya maupun orang yang akan dijadikan istri kedua,
ketiga, dan kempat, karena hal tersebut merupakan kekhushusan Rasulullah
sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur'an
( : \ ).
bahwa, Tidak juga dapat dikatakan bahwa Rasul saw. kawin lebih dari satu,
dan perkawinan semacam itu hendaknya diteladani, karena tidak semua apa
273
yang dilakukan Rasul perlu diteladani, sebagaimana tidak semua yang wajib
atau terlarang bagi beliau, wajib dan terlarang pula bagi umatnya." (Lebih
lanjut lihat Tafsir al-Mishbah Vol.2, h.326). 337
Sedangkan untuk umatnya maksimal hanya 4 istri sebagaimana hadis
yang dikutip oleh Abdullah Nashih Ulwan 338 yaitu:
Bukankah Rasul saw. antara lain wajib bangun shalat malam dan tidak boleh menerima
zakat? Bukankah tidak batal wudhu beliau bila tertidur? Bukankah ada hak-hak bagi seorang
pemimpin guna menyukseskan misinya? Atau apakah mereka yang menyatakan itu benar-benar ingin
meneladani Rasul dalam perkawinannya? Kalau benar demikian, maka perlu mereka sadar bahwa
semua perempuan yang beliau kawini, kecuali Aisyah r.a., adalah janda-janda, dan kesemuanya untuk
tujuan menyukseskan dakwah, atau membantu dan menyelamatkan para perempuan yang kehilangan
suami itu, yang pada umumnya bukanlah perempuan-perempuan yang dikenal memiliki daya tarik
yang memikat.
338
Abdullah Nashih Ulwan, Ta addud al-Zaujt F al-Islm, (selanjutnya tertulis Ta addud
al-Zaujt) (Saudi Arabia: Dr al-Salm, 1984) Cet.II, h. 42
339
Malik Bin Anas Abu Abdillah al-Ashbahi ditahqiq oleh Fuad Abdu al-Bqi, Muwatha
Imam Malik, (Mesir : Dr Ihya al-Tutrts, t.th. ), Jilid II, h. 586, No. 1218
340
Abu Abdillah Muhammad Bin Yazid al-Quzweni, ditahqiq oleh Muhammad Fuad Abdu alBqi, Sunan Ibnu Majah, (Bairut: Dr al-Fikr, t.th), Jilid I, h. 628, No. 1952
274
kepada Nabi saw. Lalu saya katakan hal itu kepada Nabi. Lalu Nabi
mengatakan, Pilihlah 4 diantara 8 dari mereka. (H.R.Ibnu Majah).
... kalian tidak akan dapat berlaku adil diantara para istri, sekalipun
kalian sudah berusaha semaksimal mungkin dalam masalah cinta yang berada
dalam lubuk hati. Manusia tidak akan dapat berlaku adil dalam masalah cinta
341
Muhammad Bin Isa Abu Isa al-Turmudzi, Ditahqiq oleh Ahmad Muhammad Syakir ,
Sunan al-Turmudzi, (Bairut : Dr Ihya al-Turts, t.th.), Jilid III, h. 435 No. 1128
342
Abdullah Nashih Ulwan, Ta addud al-Zaujt , h. 45
275
276
277
278
hal itu
ahirnya
ditinggalkan
orang, karena
poliandri
350
279
353
280
240
281
282
seorang laki-laki tidak dapat terpuaskan oleh seorang istri, dia harus
mempunyai dua. Barangkali, jika nafsunya lebih besar daripada dua, maka dia
harus mempunyai tiga, dan terus sampai dia mempunyai empat. Baru setelah
empat, prinsip al-Quran tentang pengendalian diri, kesederhanaan, dan
kesetiaan akhirnya dijalankan. Karena pada awalnya istri disyaratkan untuk
mengendalikan diri dan setia, kebijakan moral ini juga penting untuk suami. 360
Dengan demikian ada tiga faktor yang memang tidak tercantum dalam
al-Quran sebagai alasan bolehnya berpoligami, seperti dapat membantu
perempuan dari segi finansial, jika istri mandul, atau karena nafsu seks suami
lebih besar sehingga istri kewalahan jika ditanggung sendirian. Hal ini
memang tidak diungkap dalam al-Quran, namun kenyataan itu telah dialami
oleh suami istri, sehingga mendesak untuk melakukan poligami. Sebenarnya
tiga hal ini hanya merupakan sebagian hikmah dibolehkannya poligami, bukan
syarat kebolehan poligami yang ditentukan Allah.
Lembaga Darut Tauhid menyatakan bahwa hasil penelitian para
ilmuwan menunjukkan bahwa jumlah perempuan melebihi jumlah laki-laki di
dunia ini. Peperangan dan permusuhan antara umat manusia meninggalkan
sejumlah besar kaum perempuan, sehingga melebihi jumlah kaum laki-laki.
Disebutkan pula bahwa sejumlah perempuan ada yang mandul dan tidak
diminati oleh seorangpun, atau boleh jadi sebagian istri mengidap penyakit
yang menghalangi sang suami untuk menyalurkan nafsu seksualnya. Atau
dapat juga terjadi ada sebagian perempuan yang belum ingin melakukan
hubungan seksual bersama suaminya. Kondisi seperti itu, tidak mungkin
diselamatkan kecuali dengan melaksanakan poligami. Jadi poligami adalah
360
283
umum, tidak hanya bagi seorang suami yang ditinggalkan istrinya dan juga
tidak harus dengan janda yang memiliki anak yatim. Kemudian dapat dilihat
pula ketika dia menjelaskan ayat perbudakan, dia tidak setuju jika ayat tentang
perbudakan tidak berlaku sama sekali. Yang benar adalah pada saat tertentu
ayat perbudakan memang tidak relevan, tapi mungkin saja pada abad
mendatang pada saat kondisi sama seperti ayat perbudakan turun, maka ayat
perbudakan dapat dijadikan pedoman sebagai pelaksanaan hukum.
Muhammad Quraish Shihabuntuk menghindari penafsiran ayat alQuran secara parsialdia menggunakan metode munasabah ayat. Misalnya
masalah poligami dia mengkaitkan antara al-Qur'an Surat al-Nis/4 ayat 3
361
1990), h. 159
Lembaga Darut Tauhid, Kiprah Muslimah Dalam Keluarga Islam, (Bandung: Mizan,
284
dengan al-Qur'an Surat al-Nis/4 ayat 129. Quraish Shihab juga tidak
mengakui adanya ayat-ayat bias jender, tetapi mengakui adanya para mufasir
yang dalam menerjemahkan ayat-ayat menunjukkan adanya bias jender, baik
mufasir klasik maupun kontemporer.
Dalam penerjemahan dan penafsirannya ulama klasik berpegang teguh
pada teks. Hal ini tidak jauh berbeda dengan penafsiran Muhammad Quraish
Shihab. Hanya saja Muhammad Quraish Shihab memperhatikan kondisi
sekarang.
Adapun
para
pakar
kontemporer,
dalam
penerjamahan
dan
285
Hosen
Keputusan pemerintah/hakim mengikat dan dapat menghilangkan
perbedaan pendapat.
Semestinya para pimpinan kita harus arif agar ummat tidak menjadi
bingung. Seperti halnya dalam masalah saksi perkawinan ada perselisihan
diantara ulama fiqih, namun pemerintah mengambil pendapat bahwa saksi
dalam perkawinan harus laki-laki sehingga tidak membingungkan dan berjalan
dengan baik. Jika pemerintah tidak membuat Undang-Undang dalam hal saksi
perkawinan harus laki-laki, tentu akan kacau tidak ada penyelesaian hukum,
karena perbedaan pendapat tersebut.
362
Ibrahim Hosen, Fiqih Perbandingan, (Jakarta:Pustaka Firdaus, 2003), Jilid I,h.8 dan lihat
Muhammad Fauzi Faidhullah, al-Ijtihad Fi al-Syariah al-Islamiyah, (Kuwait: Maktabah Dr alTurts, 1984), h.100
286
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan sebagai berikut :
1. Bahwa Tafsir Al-Mishbah termasuk tafsir bi al-ra yi (menggunakan
akal pikiran) karena di dalam Tafsir al-Mishbah digunakan argumen
akal di samping hadis-hadis Nabi. Sedangkan metode yang digunakan
Muhammad Quraish Shihab yaitu gabungan dari beberapa metode,
seperti, tahlli karena dia menafsirkan berdasarkan urutan ayat yang ada
pada al-Quran,
289
290
Secara resmi perbudakan tidak dikenal lagi oleh umat manusia dewasa
ini. Namun demikian menurut Muhammad Quraish Shihab bukan
berarti ayat perbudakan dinilai tidak relevan lagi, karena al-Quran tidak
hanya diturunkan untuk putra-putri abad ini, tetapi ia diturunkan untuk
umat manusia sejak abad VI hingga akhir zaman. Kita tidak tahu, kata
Muhammad Quraish Shihab, perkembangan masyarakat pada abad-abad
yang akan datang, boleh jadi mereka mengalami perkembangan yang
belum dapat kita duga dewasa ini. Ayat-ayat ini atau jiwa petunjuknya
dapat mereka jadikan rujukan dalam kehidupan mereka. Sedangkan
menurut sebahagian mufassir kontemporer, bahwa bila ayat tidak sesuai
dengan realitas sosial masyarakat, maka ayat itu dianggap tidak relevan
dan tidak perlu diamalkan.
Keempat, Muhammad Quraish Shihab memandang bahwa ayatayat al-Quran itu dibagi pada dua kategori yaitu zhanni dan qathi,
ayat-ayat pada kategori pertama boleh berbeda diantara para pakar,
namun pada kategori kedua para pakar tidak boleh berbeda, dan jika
berbeda dengan qathi, menurutnya dapat dikategorikan kafir.
Sedangkan sebahagian para pakar kontemporer berbeda dengan
Muhammad Quraish Shihab, mereka memandang bahwa ayat-ayat alQuran itu dibagi dua kategori yaitu aqdah dan mumalat. Ayat-ayat
pada kategori pertama ulama tidak banyak menggunakan nalar akalnya,
sedangkan pada ayat-ayat kategori kedua yaitu mumalah, mereka
dapat menggunakan nalar akalnya sekalipun harus bertentangan dengan
teks ayat.
291
a. Penciptaan wanita
Ketika Muhammad Quraish Shihab menafsirkan ayat tentang
penciptaan perempuan, dia cenderung pada penafsiran mufasir
kontemporer sekalipun dia tidak menafikan hadis shahih seperti,
hadis riwayat Turmudzi, Bukhari, dan Muslim tentang penciptaan
perempuan dari tulang rusuk, dia cenderung untuk menafsirkannya
secara metaforis. Bahkan dia cenderung untuk mengabaikan hadis
shahih tersebut, dengan mengutip pendapat mufassir minoritas
seperti Muhammad Abduh, al-Qasimi, dan Thabathabai yang
memahaminya bahwa perempuan diciptakan dari spesies yang sama
atau jenis yang sama. Kemudian dia juga mengutip pendapat Sayyid
Muhammad Ridha yang menyatakan bahwa cerita itu datang dari
Perjanjian Lama (Kejadian II: 21-22), bahkan kata Muhammad
Rasyid Ridho, Seandainya tidak tercantum kisah kejadian Hawa
dari tulang rusuk Adam dalam Perjanjian Lama tersebut, niscaya
292
untuk
mentarjih
hadis-hadis
tentang
penciptaan
b. Kewarisan
Ketika Muhammad Quraish Shihab menafsirkan masalah waris
yang menyatakan bahwa seorang laki-laki berbanding dua orang
perempuan, dia bersikukuh tidak bisa diartikan lain, dan orang yang
menafsirkan lain dianggap mufassirnya yang bias. Karena menurut
dia hal tersebut merupakan kehendak Allah yang tidak bisa ditawartawar. Alasannya karena laki-laki bila dia berumah tangga, maka dia
293
harus memberi nafkah anak dan istrinya disamping dirinya. Lakilaki juga harus membayar mahar kepada istrinya. Sedangkan
perempuan jika dia berumah tangga, harta warisannya utuh, karena
segala kehidupannya ditanggung oleh suaminya.
Bahkan Muhammad Quraish Shihab tidak dapat menerima
pendapat
pemikir
kontemporer
yang
mengatakan
bahwa,
mengacu
294
c. Persaksian
Ketika Muhammad Quraish Shihab menafsirkan ayat persaksian
dalam masalah transaksi utang piutang (bisnis), dia tetap
memperlakukan dua orang laki-laki diseimbangkan dengan satu
orang laki-laki dan dua orang perempuan. Persoalan ini kata dia
harus dilihat pada pandangan dasar Islam tentang tugas utama
perempuan dan fungsi utama yang dibebankan padanya. Suami
bertugas mencari nafkah dan dituntut memberi perhatian utama
dalam menyediakan kecukupan nafkah untuk anak-anak dan istrinya,
sedangkan tugas utama perempuan atau istri adalah membina rumah
tangga dan memberi perhatian besar bagi pertumbuhan fisik dan
perkembangan jiwa anak-anaknya, walaupun pembagian kerja
tersebut katanya tidak ketat.
Tampaknya Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya yang
terbaru yang terbit Juli 2005 yang berjudul Perempuan, banyak
mengalami kemajuan untuk berijtihad dibanding dengan karya-karya
sebelumnya. Dia sudah mulai memasuki wilayah Ushul Fiqh karena
menetapkan bahwa persoalan saksi berkaitan dengan illat (motif
penetapan hukum), maka bisa saja kinikata Muhammad Quraish
295
cenderung pada
pendapat
Muhammad
Imarah
yang
296
jumlah
tertentu,
tapi
harus
sesuai
dengan
d. Kepemimpinan
Ketika
Muhammad
Quraish
Shihab
menafsirkan
ayat
menganggap
ayat
kepemimpinan
ini
bersifat
297
memberi nafkah. Jika kedua hal tersebut tidak dimiliki suami, maka
boleh saja kepemimpinan rumah tangga beralih pada istri. Jika
suami tidak mampu memberi nafkah, namun tidak mengalami
gangguan dari segi fisik seperti sakit-sakitan, maka istri belum
berhak mengambil alih kepemimpinan suami.
Sedangkan berkaitan dengan kepemimpinan di masyarakat,
Muhammad
Quraish
Shihab
tidak
menggunakan
(Q.S. al-
298
kepemimpinan
dan
keahlian.
Sedangkan
seorang
299
sahabat beliau melakukan poligami, tapi juga karena ayat ini tidak
berhenti di tempat para penganut pendapat ini berhenti, melainkan
berlanjut dengan menyatakan karena itu janganlah kamu terlalu
cenderung
kepada
yang
ayat
ini
Ayat Jender
Zhanni
Penciptaan
Qathi
Tekstual
Kontekstual
V
Wanita
Kewarisan
Kepemimpinan
Rumah tangga
Masyarakat
300
Poligami
Kesaksian
B. Saran-saran
Berdasarkan kajian dan temuan dari penelitian ini, perlu disampaikan
beberapa saran yang berkaitan dengan penulisan disertasi ini yaitu:
1. Tafsir al-Mishbah tampaknya ingin mengembalikan penafsiran al-Quran
kepada teks aslinya. Untuk itu bila ada ayat al-Quran yang tampaknya
tidak relevan dengan kondisi sosial masyarkat, tidak lalu terburu-buru
menganggap ayat al-Quran sudah tidak relevan lagi dengan kondisi
saat ini, tapi harus dicari ayat lain yang terdapat dalam al-Quran,
sehingga penafsiran ayat al-Quran tidak parsial.
2. Mengingat objek yang dikaji adalah al-Quran, maka ketika menafsirkan
ayat-ayat al-Quran harus menggunakan metode tafsir. Metode yang
lain bisa digunakan sebagai pendukung, bukan sebagai pokok.
301
302
DAFTAR PUSTAKA
Abdu al-Baqi, Muhammad Fuad, al-Mu'jam al-Mufahrasy Lialfdh al-Qur'an
al-Karm, Cairo: Dr al-Hadts, 1986
Abu Zaid, Nashar Hamid, Al-Ittijh al-Aqli f al-Tafsr, Bairut: Dr al-Tanwir,
1993
al-Ak, Khalid Abdu al-Rahman, Ushl al-Tafsr wa Qawiduh, Bairut: Dr
al-Nafis, 1986
Ananda Arfa, Faisar, Wanita dalam Konsep Islam Modernis, Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2004
Anis, Ibrahim at.al., Mujam al-Wasth, Mesir: Majma al-Lughah al-Arabiyah,
1980
al-Asfihani, Al-Raghib, Mujam Mufradt alfdh al-Qur an, Bairut: Dr alFikr, t.t.
al-Ashbahi, Malik Bin Anas Abu Abdillah, Muwatha Imam Malik, Mesir:Dr
Ihya al-Turats
Ayazi, Muhammad Ali, Al-Mufassirn Haytuhum wa Manhajuhum, Teheran:
Muassasah al-Thabah wa al-Hasyar Wijr al-Tsaqfah wa al-Irsyd
al-Islmi, t.t.
Aziz , Abdul, Amir, Al-Insn f al-Islm, Bairut: Dr al-Furqan, 1986
al-Bahnasawi, Salim, al-Mar ah Baina al-Islm wa al-Qawnn al-Alamiyah,
Kuwait: Dr al-Waf, 2003
Balabaki, Munir, al-Maurid, Bairut: Dr al-Ilmi Li al-Malyin, 1986
al-Barik, Haya Binti Mubarak, al-Maush'ah al-Mar'ah al-Muslimah
diterjemahkan oleh Amin Hamzah dengan judul Ensiklopedi Wanita
Muslimah, Jakarta: Dr al-Falah, t.t.
303
304
Goldziher, Ignaz, diterjemahkan oleh al-Hajar, Abdu al-Halim, Mazhib alTafsr al-Islmi, Bairut: Dr al-Iqra, 1954
al-Hasyimi, Ahmad, Jawhir al-Balghah f al-Ma ni wa al-Bayn wa alBad, Bairut: Dr al-Fikr, 1994
Hawa, Said, Al-Ass f al-Tafsr, Cairo: Dr al-Salm, 1985
Hosen, Ibrahim, Apakah Judi Itu ?, Jakarta:LPPI IIQ, 1987
___________, Fiqih Perbandingan, Jakarta:Pustaka Firdaus, 2003, Jilid I
Ibnu Arabi, Ahkm al-Qur an, Cairo: Dr al-Kutub al-Islmiyah, 1988
Ibnu Hanbal, Abu Abdillah al-Syaibani, Ahmad, Musnad Imam Ahmad, alQhirah:Muassasah Qurtubah, t.th
Ibnu Katsir, Tafsr al-Qur an al-Adzm, Bairut: Dr al-Fikr, 1992
Ibnu Taimiyah, yang ditahqiq oleh Dr.Adnan Zarzur, Muqaddimah f Ushl alTafsr, Kuwait: Dr al-Quran al-Karm, 1971
Ibnu Zakaria, Abu Husen, Ahmad Ibnu Faris, , Mujam al-Maqyis f alLughah, Bairut: Dr al-Fikr, 1994
Ibrahim Mahna, Ahmad, Tabwb Ay al-Qur'an al-Karm min al-Nhiyah alMaudhiyah, Cairo: Dr al-Sya'b, t.t.
Imarah, Muhammad, al-Tahrr al-Islmi li al-Mar ah al-Rad al Syubuht alGhulat, Cairo: Dr al-Syuruq, 1968
Ismail, Yahya, Manhaj al-Sunnah f al-Alqah baina al-Hakm wa Mahkm,
Cairo: Dr al-Waf, 1986
Istianah, Metodologi Muhammad Quraish Shihab dalam Menafsirkan alQur'an, sebuah Tesis Program Pascasarjana UIN Jakarta, 2002
Istibsyarah, Hak-Hak Perempuan dalam Relasi Jender pada Tafsir alSya'rwi, sebuah Disertasi Program Pascasarjana UIN Jakarta, 2004
305
306
Mahrizi, Mahdi, Wanita Ideal Menurut Islam, Jakarta: Pustaka Zahra, 2004
Majma al-Lughah al-Arabiyah, Mujam Alfdh al-Qur an al-Karm, Mesir: alHaiah al-Ammah Lisyni al-Mathbi al-Amriyah, 1989
al-Maraghi, Ahmad Mushthafa, Tafsr al-Maraghi, Mesir: Syarikah Maktabah
wa Mathba'ah Mushthafa al-Bbi al-Halabi Wa Auldihi,1974
al-Mawardi al-Bashari, Abu al-Hasan Ali Bin Muhammad Bin Habib, AlNukat
Ilmiyah, t.t.
Muhammad, Husein, Islam Agama Ramah Perempuan, Yogyakarta :LKiS,
2004
Muhammad Sabai, Taufiq, Wqiiyah al-Manhaj al-Qur an, Cairo: al-Haiah
al-Ammah Li Syn al-Mathbi al-Amrah, 1973
al-Muhtasib, Abdu al-Majid Abdu al-Salam, Ittijht al-Tafsr fi Ashri alHadts, Bairut: Dr al-Fikr, 1973
Mulia, Siti Musdah
307
al-Qaththan, Manna Kalil, Mabhits Ulm al-Qur an, t.t., tp., t.th.
Qazam, Shahal, Membangun Gerakan Menuju Pembebasan Perempuan,
Terjemahan Khazin Abu Fakih, Surakarta: Era Intermedia, 2001
al-Quraisyi al-Dimasqa Al-Imam al-Hafidh Imaduddin Abu al-Fida Ismail Bin
Katsir, Tafsr al-Qur an al-Adhm, Cairo: Dr al-Turts al-Arabi, t.t.
al-Quthni, al-Dr, Ali Ibnu Umar, Sunan al-Quthni, Bairut : Dr al-Fikr, 1994
Qutub, Sayyid, Fi Dzill al-Qur'an, Cairo: Dr al-Syuruq, 1981
al-Quzweni, Abu Abdillah Muhammad Bin Yazid, Sunan Ibnu Majah, alQhirah, Dr al-Hadts, 1998
al-Razi, Muhammad, Tafsr al- Fahru al-Razi, Bairut: Dr al-Fikr, t.t.
Ridho, Muhammad Rasyid, Tafsr al-Qur an al-Hakm/Tafsir Al-Mannr,
Bairut: Dr al-Ilmiyah, 1999
al-Sahmarani, As'ad, Al-Mar'ah f al-Trikh wa al-Syar'iyah, Bairut: Dr alNafis, 1989
al-Sanan, Arij Abdurrahman, Memahami Keadilan dalam Poligami, Jakarta:
PT Global Media Cipta Publishing, 2003
al-Shabuni, Muhammad Ali, Mukhtashor Tafsr Ibnu Katsr, Cairo: Dr alShabuni, 1999
_______, Raw i al-Bayn Tafsr Ayat-Al-Ahkm min al-Qur an, Cairo: Dr
al-Shabuni, 1999
_______, Shafwah al-Tafsir, Bairut: Dr al-Quran al-Karm, 1981
Shihab, Muhammad Quraish, Menyingkap Tabir Ilahi, Jakarta: Lentera Hati,
1998
______, Membumikan al-Qur an, Bandung: Mizan, 1992
308
309
310
311
A.
B. Riwayat Pendidikan:
Formal
1. SDN Sudimampir tahun 1970
2. M.TsN.Sliyeg tahun 1973
3. PGA 4 th. Mathlaul Anwar Jakarta tahun 1975
4. PGA 6 th. Mathlaul Anwar Jakarta tahun 1977
5. SI IKIP Jakarta Jurusan Bhs.Arab tahun 1982
6. SI Universitas Al-Azhar Cairo Jurusan Bhs.Arab tahun 1986
7. S2 IIQ Jakarta Konsentrasi Ulumul Quran dan Hadits tahun 2002
8. S3 UIN Syahid Jakarta, Konsentrasi Tafsir Hadis tahun 2006
Non Formal
1. Mengikuti penataran Khatib selama 72 jam tahun 1975
2. Mengikuti Penataran Pembina Mahir Bagian Dasar selama 96 jam Pada
tahun 1975
3. Mengikuti Penataran guru-guru Madrasah Tsanawiyah dalam Bidang studi
IPA selama 72 jam tahun 1978
4. Mengikuti Penataran guru-guru Madrasah Tsanawiyah dalam Bidang studi
Matematika selama 100 jam tahun 1979
5. Mengikuti penataran guru-guru Tsanawiyah dalam bidang studi Bahasa
Indonesia selama 90 jam tahun 1979
6. Mengikuti penataran Pembina Generasi Muda Islam di Kanwil Depag
DKI Jakarta selama 60 jam 1980
7. Mengikuti Latihan Dasar Kepemimpinan Mahasiswa IKIP Jakarta Selama
60 jam tahun 1980.
1. Hasil Penelitian
1). Prestasi Bahasa Arab Mahasiswa Fak.Syariah dan Ushuluddin di IIQ dan
Kopertais Wil.I DKI Jakarta (30 September 1990) penelitian individual
2). Persepsi SLTA DKI Jakarta terhadap PTAIS Jakarta (1991) penelitian
kolektif
3). Pengaruh kegiatan Dawah Majlis Talim Terhadap Sikap bersih dan
Penghijauan Pada Jamaah di DKI Jakarta (April 1995) penelitian kolektif
4). Hubungan Prestasi Tahfidh al-Quran Terhadap Prestasi Mata Kuliah
Mahasiswi IIQ Jakarta tahun 2000 penelitian kolektif
2. Tulisan yang Diterbitkan Dalam Jurnal/Majalah
a. Peranan Wanita Muslimah Dalam Pembangunan Nasional, Media alFurqan,No.I , Th.I-IIQ/1993
b. Meminang Wanita dan Problematikanya Dalam Islam, Majalah Suara
Masjid No.240 September 1994
c. Pelaksanaan Aqiqah dan Qurban Menurut ajaran Islam.Media al-Furqon,
No.6 Th IV/1995
d. Kemiskinan dan Penanggulangannya Menurut Ajaran Islam, Majalah
AKRAB No.153-XII 1996
e. Pendidikan Menurut Pandangan Islam, Media al-Furqon N0.8 tahun VI
1998
f. Isim Fail dan Permasalahannya, Jurnal Didaktika Islamika Vol.I No.2
Nopember 1999
g. Ibdal dan Ilal al-Dhoruri dan Ghairu al-Dhoruri Dalam Pandangan Shorof,
Jurnal Didaktika Islamika Vol.III,No.8 Mei 2002
h. Shalat Lima Waktu Tidak Dapat Ditinggalkan Dalam Kondisi Apapun,
Majalah Dewasn Masjid Indonesia , No.5 September 2002
i. Dampak Taubat Nasuha Terhadap Ketenangan Jiwa, Majalah Dewan
Masjid Indonesia No.4 Agustus 2002
y. Rahasia Puasa Terhadap Kesehatan, Majalah Dewan Masjid Indonesia,
NO.06 Desember 2002
k.. Al-Zhulm menurut al-Quran, Majalah Dewan Masjid Indonesia No.11
Aguetus 2003
l. Al-Qiraah al-Syadzdzah dan pengaruhnya Dalam Hukum Islam, Jurnal
Nida al-Quran, Vol.11, No.1 Juni 2004
m. Penggunaan Nisbah dan Cara Pembuatannya Dalam Ilmu Sharaf, Jurnal
Didaktika Islamika Vo.V, No2. Desember 2004
n. Kepemimpinan Lelaki Dan Perempuan Dalam Keluarga dan Masyarakat
Menurut Islam, Majalah Transpor Trisakti, Vol.23, Nomor 4 Tahun 2005
o. Sabar Menurut Al-Quran Dan Hadis, Majalah Transpor Trisakti. Vol.23
Nomor 2 April 2005
p.. Poligami Menurut Pandangan Islam, Jurnal Nida al-Quran Vol. tahun
2005
2006