Anda di halaman 1dari 10

SURVEI PENDAHULUAN:

DALAM USAHA MENANGGULANGI KERUSAKAN LAHAN


AKIBAT LETUSAN GUNUNG KELUD
Syekhfani
RINGKASAN
Ditinjau dari aspek tanah, letusan gunung Kelud di suatu pihak
dapat menyebabkan kerusakan karena sifat kesuburan tanah meliputi fisik,
kimia, maupun biologi mengalami perubahan.
Suhu bahan letusan tinggi akan berpengaruh langsung terhadap
kehidupan
jazad mikro tanah;
atau bisa pula menyebabkan penimbunan
bahan-bahan meracun yang dapat mempengaruhi kehidupan tanaman.
Tetapi, di lain pihak akibat letusan dapat menguntungkan segi-segi
kesuburan tanah yaitu berupa penambahan bahan debu atau pasir yang kaya
akan unsur hara.
Analisis contoh-contoh bahan letusan dan tanah yang diambil
menunjukkan bahwa pasir dan debu memberikan kontribusi unsur P dan S;
sedang kadar unsur-unsur dalam tanah yang tertimbun material pada saat
survei belum dipengaruhi.
Agar bahan berupa pasir atau debu tidak hilang melalui pengangkutan
oleh air dan/atau angin, maka diperlukan tindakan-tindakan konservasi.
Di samping itu, diperlukan pula penelitian-penelitian dari berbagai
aspek
meliputi studi status perharaan, biologi tanah, dan konservasi
tanah dan air untuk tujuan reklamasi jangka pendek.
Sejauh mana dampak negatif dan positif akibat letusan perlu
diteliti. Untuk maksud tersebut maka Team Survei Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya telah melaksanakan survei pendahuluan ke
lokasi-lokasi yang terkena musibah.
------------------------------------------------------------------------Disajikan
dalam
seminar
penaggulangan
akibat1letusan
G.
Kelud,
yang
diselenggarakan atas kerjasama Balittan Malang dan Universitas Brawijaya, Juli 1991
Staf Jurusan
Tanah, Ketua Team Survei Pendahuluan G. Kelud, Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya

I. PENDAHULUAN
Letusan gunung Kelud di suatu pihak memberikan dampak negatif yang
sangat merugikan penduduk di sekitarnya, terutama pada kawasan yang
terkena langsung penimbunan material baik berupa debu, pasir, batu, atau
aliran lahar.
Areal pertanian yang pada saat sebelum terjadi letusan
merupakan kawasan yang subur tiba-tiba berubah menjadi gundul akibat
penimbunan material dan hancurnya tanaman.
Keadaan ini tentu saja
merupakan pukulan berat bagi petani maupun pekebun yang mengandalkan
pendapatannya dari usaha pertanian di kawasan tersebut.
Dalam waktuwaktu mdekat para petani dan pekebun yang terkenamusibah ini terpaksa
belum dapat mengusahakan kembali lahan pertaniannya secara normal. Hal
ini disebabkan penimbunan permukaan tanah oleh material sehingga sulit
untuk diusahakan seperti semula.
Pada dasarnya potensi kesuburan tanah meningkat akibat penimbunan
bahan letusan. Bahan-bahan vulkan mengandung berbagai jenis unsur dalam
jumlah yang cukup tinggi sehingga merupakan cadangan unsur bagi tanahtanah pertanian.
Permasalahannya adalah bahwa unsur-unsur tersebut masih berada
dalam bentuk mineral-mineral primer yang membutuhkan proses pelapukan
jangka lama agar dapat tersedia bagi tanaman.
Di segi lain, material
yang tertimbun merupakan bahan kasar atau agak kasar berupa pasir atau
debu yang mempunyai sifat mudah hanyut oleh aliran air, tidak mempunyai
kemampuan memegang air maupun unsur hara.
Dengan demikian, maka kawasan yang mengalami penimbunan material
debu atau pasir akan menghadapi masalah erosi, kekeringan dan pencucian
hara, terutama pada lapisan bahan timbunan tersebut. Suhu material yang
tinggi saat
letusan dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman maupun
kehidupan biologi tanah yang terkena langsung
bahan tersebut.
Berbagai usaha perlu dilakukan apabila kita ingin mengembalikan
fungsi lahan untuk pertanian seperti semula.
Pengalaman dari letusan
gunung Agung atau Galungggung misalnya dapat memberi gambaran berapa lama
waktu yang dibutuhkan untuk proses pemulihan agar lahan kembali dapat
dibudidayakan. Untuk mendapatkan informasi awal tentang kerusakan lahan,
maka team survei Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, melakukan
survei pendahuluan ke lokasi yang terkena letusan.
Hasil survei
diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Blitar
dan Kediri yang terkena musibah, dalam usaha penanggulangan awal serta
rencana penanggulangan jangka panjang.
II. METODOLOGI
1. Pelaksanaan Survei
Survei pendahuluan ini bersifat peninjauan lapang untuk penjajagan
sampai sejauh mana lahan yang terkena musibah dapat dipulihkan melalui
2

usaha-usaha perbaikan sifat-sifat tanah atau sistem pertanaman.


Suatu
peta vulkanologi yang memberikan informasi tentang batas-batas areal yang
tertimbun material dibutuhkan sebagai peta dasar; dibedakan
atas dasar
tingkat bahaya yaitu: Lokasi Bahaya I, II, III dan IV serta daerah aliran
lahar (Lampiran 1). Pada peta ditentukan jalan pengamatan yaitu memotong
kawasan menuju puncak gunung Kelud. Diambil dua jalur arah Blitar menuju
Kecamatan Nglegok, Penataran, Candi Sewu dan Darungan, serta arah dari
Pupus, Candi Rejo dan Gambar (lihat peta pada Lampiran 1). Untuk setiap
lokasi bahaya dilakukan pengamatan secara visual maupun pengukuranpengukuran berbagai parameter tanah. Pengamatan visual meliputi keadaan
vegetasi, iklim, topografi tanah, sumber air, dan sebagainya, sedang
parameter tanah yang diamati meliputi ketebalan timbunan material, dan
sebagainya. Sampel tanah/materi dibawa ke laboratorium untuk dianalisis
beberapa sifat fisik maupun kimianya.
2. Waktu Pelaksanaan
Survei lapang dilakukan pada tanggal 12 hingga 17 Maret 1990.

III. HASIL SURVEI


1. Pengamatan Secara Visual di Lapang:
Lokasi Bahaya I
Secara visual tampak bahwa areal diseputar puncak menunjukkan
tingkat kerusakan paling besar. Vegetasi hutan dan juga perkebunan
(kopi,cengkeh) disini rusak total, tanpa daun dan hanya tinggal batang
serta cabang cabang besar.
Kerusakan mencapai 85-100 % daun terbakar.
Timbunan material mencapai 40 cm dengan bahan pasir kasar disertai batubatu koral yang bertebaran dibagian permukaan tanah. Pada lokasi datar,
di permukaan tanah masih dijumpai lapisan berdebu yang cukup tebal
(kurang lebih 2 cm), meskipun dari informasi yang diterima telah terjadi
hujan lebat beberapa kali. Tampaknya tanaman berdaun lebar mempunyai
kepekaan yang tinggi, seperti misalnya: pohon kopi yang sama sekali
gundul. Tanaman pelindung dari jenis lamtoro (Leucaena leucephala)
glirisidia (Gliricidia sepium) relatif tahan dan masih menunjukkan
pertumbuhan normal meskipun menun jukkan kelainan warna daun yang
menampakkan gejala difisiensi nitrogen.
Jenis tanaman lain yantahan
adalah Flemingia congesta yang masih tumbuh dengan segar tanpa perubahan
warna. Ketebalan materi yang mencapai 40 cm ini sudah barang tentu
merupakan kendala utama dalam usaha pemulihan dan perlu di teliti lebih
detail. Ketika materi digali, maka terlihat banyak akar yang tumbuh
menembus
keatas, namun busuk dan mati.
Kemungkinan
hal ini akibat
panasnya bahan material tersebut ataupun akibat adanya zat meracun pada
saat letusan terjadi.
Pada saat survai dilakukan, tanaman kopi telah
menunjukkan pemunculan tunas-tunas baru.
3

Lokasi Bahaya II
Pada kawasan ini timbunan material mencapai ketebalan 20 - 30 cm.
Vegetasi kebanyakan masih tanaman perkebunan dan sedikit tanaman
pekarangan (kelapa, rambutan, pisang). Kerusakan tanaman kopi dan coklat
yang berdaun lebar masih cukup parah meskipun tidak sampai gundul. Daun
daun tua masih bertahan tetapi daun muda rusak
dan gugur. Besar
kerusakan antara 50-75 %. Kondisi perakaran tanaman seperti pada lokasi
bahaya I, tanaman kopi, coklat dan cengkeh mulai tumbuh tunas-tunas baru.
Kawasan perkebunan di Lokasi Bahaya II ini masih hijau, namun untuk
pemulihan
secara maksimal
dibutuhkan
cara-cara yang tepat dalam hal
perbaikan kondisi tanah dan air.
Lokasi Bahaya III
Di sini timbunan material mencapai ketebalan 10-20 cm. Kawasan
relatif datar dan didominansi oleh areal tanaman pangan, terutama sawah.
Vegetasi lain meliputi kopi, coklat dan tanaman pekarangan (kelapa,
rambutan dan lain-lain). Besarnya kerusakan meliputi
30-40 %.
Permasalahan utama selain timbul materi yang masih cukup tebal, juga
tersumbatnya saluran-saluran irigasi sehingga air tidak dapat dialirkan
ke sawah. Menurut informasi dari pihak Dinas Pertanian Tanaman Pangan,
tanaman padi sawah yang pada saat letusan berada pada ke fase berbunga,
tidak mengalami hambatan untuk pengisian biji dan tampaknya panen masih
bisa dilaksanakan, asalkan turun hujan. Akan tetapi tanaman padi yang
pada saat letusan masih berada pada fase vegetatif sangat menderita
akibat kekurangan air dan tampaknya panen sama sekali tidak dapat
diharapkan. Pihak Perkebunan Penataran (coklat) tampaknya berusaha untuk
mengatasi masalah timbunan
materi dengan
jalan membuka timbunan di
seputar tajuk
pohon. Pekerjaan ini
membutuhkan
tambahan biaya yang
tidak kecil. Tujuan membuka permukaan tanah ini antara lain dikatakan
untuk pemberian pupuk (ZA, KCl, TSP, Kieserit).
Lokasi Bahaya IV
Timbunan materi hanya berkisar antara 5-10 cm. Vegetasi terutama
tanaman semusim (padi dan lain-lain) dan tanaman pekarangan. Padi sawah
pada kawasan ini tidak banyak terpengaruh oleh letusan; tetapi tanaman
berdaun lebar seperti pisang, kelapa, masih dipengaruhi. Saluran-saluran
irigasi masih mudah untuk difungsikan
dan air dapat
mengalir
ke
petak-petak sawah. Tanaman padi sawah yang pada saat letusan berada
pada fase vegetatif
dapat terus tumbuh ke fase generatif dan panen
tampaknya masih tetap dapat di peroleh secara normal.
Lokasi di Daerah Aliran Lahar
Lokasi yang terkena aliran lahar, terutama
untuk lahan sawah
cukup
menderita karena sebagian tanaman
padi hanyut terbawa arus.
Tanaman padi yang tidak hanyut memperoleh timbunan bahan-bahan material
pasir,debu dan batu-batu kerikil sampai koral yang cukup tebal. Di
4

samping itu tampak


pula adanya timbunan
bahan-bahan organik berupa
sisa-sisa cabang dan ranting pohon yang ikut hanyut.
Petak sawah yang
tidak tertimbun memperoleh limpahan
materi
halus berupa debu atau
lempung.
Diduga
pengikisan permukaan tanah sepanjang aliran
lahar
menyebabkan ikut terkikisnya liat yang kemudian bercampur dengan debu.
Hal
menarik
di jumpai pada lokasi sawah yang mendapat timbunan
ini adalah bahwa akar tanaman padi dijumpai dalam jumlah banyak di
lapisan material.
Diduga akar tanaman tumbuh ke atas karena terdapat
rangsangan tertentu di lapisan material tersebut.
Analisis Material dan Tanah:
Hasil analisis
unsur tersedia dalam bahan material
tanah
disajikan pada Tabel 1. Contoh mewakili lokasi bahaya I, II, III, dan IV
serta dibedakan antara Vegetasi sawah, kebun kopi/coklat dan daerah
aliran lahar.

IV. PEMBAHASAN
Kerusakan areal pertanian akibat letusan Gunung Kelud ini perlu
mendapat perhatian khusus, bila ingin memperbaiki kembali fungsi lahan.
Meskipun setelah terjadi hujan, dan tanaman telah mulai menunjukkan
pertumbuhan tunas-tunas, namun kita belum dapat memastikan apakah nanti
tunas-tunas ini dapat tumbuh normal serta dapatberproduksi kembali.
Permasalahan jangka pendek bila ditinjau dari segi kesuburan tanah
adalah:
(1) keseimbangan perharaan,
(2) kekurangan air terutama pada bulan-bulan kering,
(3) erosi dari bahan materi halus yang tertimbun, dan
(4) longsor pada tanah-tanah miring dan memperolehbeban materi yang cukup
berat.
Dari hasil analisis tanah (Tabel 1) dapat diketahui bahwa:
(1) Material (pasir, debu) mempunyai pH agak masam, kandungan C, N, K,
dan Mg rendah, dan KTK tidak terukur. Hal ini berarti bahwa di samping
ke empat unsur
hara tersebut termasuk
rendah, unsur-unsur lain yang
berupa ion tidak dapat di ikat oleh material. Dengan perkataan lain,
unsur-unsur larut dalam air akan segera hilang tercuci
atau masuk
kedalam lapisan tanah di bawahnya.
Unsur P, S, dan Ca larut cukup
tinggi sehingga dari material terdapat sumbangan ketiga unsur ini bagi
kesuburan tanah.
(2) Analisis contoh perlapisan tanah tidak menunjukkan adanya akumulasi
atau lonjakan konsentrasi unsur yangtinggi,demikian pula tidak ada
perubahan dalam hal sifatfisik dan kimia tanah.
Hal ini berarti bahwa
5

penimbunan materi letusan tidak menimbulkan efek negatif terhadap


tanaman. Bila, ada maka efek tersebut disebabkan perubahan kondisi fisik
tanah, misalnya kondisi aerasi.
(3) Informasi
Tanaman Pangan
lokasi bahaya
dingin tercium

yang diperoleh dari salah seorang staf Dinas Pertanian


diketahui bahwa pada saat letusan terjadi udara sekitar
I menunjukkan adanya bau belerang; sedangkan dari lahar
bau Fosfor.

(4) Hasil analisis kimia pasir/debu (Tabel 1),menunjukkan keadaan unsur


terutama P dan S berturut-turut berkisar antara 12-138 kg P/ha dan 12-120
kg SO4/ha.
Jumlah tersebut setara dengan 60-690 kg TSP/ha dan 176-480
kg ZA/ha.
Sedang kontribusi unsur K dan Ca dapat dikatakan kecil dan
bahkan unsur N dan Mg tidak terukur. Contoh perhitungan disajikan dalam
Lampiran 1.
Pola penyebaran
material
pada
masing-masing lokasi berbeda,
demikian pula halnya dengan nilai pH dan kadar unsur P, S, K, Na, dan Ca
dalam material tersebut (Gambar 1, 2, 3, 4, 5, dan 6). Dalam Gambar 7,
8, 9, dan 10 disajikan jumlah unsur P, S, K dan Ca setara TSP, ZA, KCl,
dan Kalsit.
Secara
umum
dapat
dikatakan
bahwa
masalah
utama
yang
dihadapi petani/pekebun
akibat letusan Gunung Kelud
pada saat ini
adalah:
(1) Saluran irigasi tertutup sehingga pengaliran air irigasi ke petakpetak sawah terhambat. Bahan material menghambat pengerjaan tanah
sawah untuk persiapan tanaman.
(2) Pada
lahan perkebunan, sulit untuk
dilakukan tindakan pemupukan
karena tanah dibawah tajuk tertimbun material. Pembukaan permukaan tanah
akan membutuhkan tambahan biaya.
Sedangkan
masalah-masalah
yang
mungkin
akan
dihadapi
petani/pekebun pada waktu-waktu mendatang antara lain adalah:
(1) Kekeringan, akibat sumber air mati ataupun daya
menjadi rendah akibat penimbunan material.

oleh

pemegang air tanah

(2) Penimbunan daerah-daerah cekungan akibat penghanyutan bahan material.


(3) Suhu terlalu tinggi dipermukaan tanah terutamabila material tidak
diangkut ataupun dicampurkan dengan tanah.
(4) Pemulihan pertumbuhan tanaman yang maksimal sulit tercapai ataupun
bila dapat tercapai kemungkinan pengaruh negatif terhadap produksi
tanaman bisa terjadi.
(5) Kemungkinan timbulnya hama atau penyakit tertentu secara
akibat terjadi perubahan kondisi lingkungan.

eksplosif

V. KESIMPULAN DAN SARAN


1. Kesimpulan
Dari hasil survei pendahuluan ini dapat disimpulkan bahwa lahan
bekas letusan Gunung Kelud perlu diperbaiki baik dari segi tanah maupun
tanaman, sesuai dengan tingkat kerusakannya agar fungsi lahan dapat
dipulihkan.
Bahan timbunan berupa pasir dan debu memberikan kontribusi terutama
unsur P dan S. Agar bahan masukan ini tidak hilang melalui erosi, maka
diperlukan tindakan konservasi.
2. Saran Perbaikan Sementara
Berdasarkan
pada
pembahasan
dimuka
penanggulangan dikemukakan sebagai berikut:

maka

beberapa

saran

A. Bidang Tanah
Bagi lahan perkebunan yang mengalami kerusakan disarankan:
(a) Bila
ketebalan timbunan materi > 20 Cm; maka bahan timbunan
disekitar pohon perlu dikurangi hingga ketebalan mencapai
20 Cm agar
pertumbuhan akar tidak terganggu dan tindakan pemupukan dan lain-lain
mudah dilakukan. Tetapi,pada prinsipnya materi tidak boleh diangkut
keluar lahan; terutama materi halus.
(b) Untuk menjaga
bahan timbunan hilang karena erosi, diperlukan
tindakan konservasi. Pada lahan-lahan miring perlu ditanam tanaman pagar
secara strip (Strip Cropping). Jenis yang dianjurkan adalah Flemingia
congesta karena tampaknya tanaman ini tidak banyak terpengaruh akibat
timbunan materi.
(c) Di samping
itu dianjurkan pula untuk memasukkan bahan organik.
Sumber utama adalah dari tanaman pelindung seperti Gliricidia sepium dan
Leucaena leucephala. Kedua jenis tanaman ini juga masih tetap bertahan
terhadap pengaruh letusan. Bahan berupa pangkasan ditutupkan kepermukaan
tanah sebagai mulsa dan bila jumlahnya banyak dapat dicampur dengan
material pasir.
(d) Pemupukan
dilakukan pada bagian diseputar pohon yang telah dibuka
dari bahan timbunan. Jenis pupuk terutama N, K dan Mg (Urea, KCl atau
Dolomit),
dengan dosis seperti anjuran Dinas Perkebunan dan diberikan
pada awal dan akhir musim hujan.
Sedang unsur P dan S (TSP ataupun
ZA/ZK) untuk sementara tidak perlu di berikan. Cara memupuk yaitu sistem
"band placement" (jalur seputar tanaman).

Bagi Lahan Sawah yang Memperoleh Timbunan:


Dianjurkan agar segera memperbaiki saluran irigasi dan bila dapat
mengalirkan air irigasi ke petak sawah pada saat pengolahan tanah. Bahan
timbunan dibajak dan diaduk rata dengan tanah asli sehinga memperoleh
kondisi tanah sawah seperti semula . Bila mungkin dimasukkan bahan
organik dari pupuk kandang. Diperlukan pemberian pupuk N, K dan Mg dengan
dosis dan cara
seperti dianjurkan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan
sebelumnya. Cara pemberian yaitu sistem tugal/lubang ("hole").
Bila lahan sawah tidak dapat memperoleh air irigasi, maka
dianjurkan agar tanah dipersiapkan untuk palawija (jagung, kacang tanah,
kedelai). Dianjurkan agar membuat larikan sesuai dengan jarak tanam dan
bila mungkin pada larikan tersebut diberi pupuk kandang. Pupuk N, K dan
Mg (berupa Urea, KCl atau Dolomit) perlu pula diberikan sepanjang larikan
tersebut. Dosis pupuk seperti dianjurkan oleh Dinas Pertanian Tanaman
Pangan sebelumnya, disesuaikan dengan jenis palawija yang akan ditanam.
Bagi lahan sawah yang terkena aliran lahar:
a. Sementara waktu, lahan dianjurkan untuk ditanami palawija (jagung,
kacang tanah, kedelai).
b. Cara persiapan tanah sama seperti butir (b) di atas.
Program Perbaikan Jangka Panjang
Studi status perharaan tanah akibat penimbunan materi letusan serta
pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman pangan maupun
pekebunan.
Studi terhadap penggunaan teknik-teknik konservasi tanah dan air dalam
mencegah kehilangan material dari bahan-bahan vulkanik.828(3) Studi
sistem pola tanam terhadap sifat kesuburan tanah dan konservasi tanah
dan air.
Studi terhadap berbagai cara pemulihan pertumbuhan dan produksi
tanaman.
Studi terhadap
sifat dan perilaku hama/penyakit tanaman dan cara
pencegahan dini. Judul Penelitian: "Inventarisasi dan Reklamasi Tanah
dan Tanaman di Wilayah letusan Gunung Kelud"
B. Bidang Agronomi
a. Untuk tanaman perkebunan (kopi, coklat) terutama yang menunjukkan
kerusakan berat pada akar (lokasi bahaya I) dianjurkan tanaman agar
dibongkar dan ditanami dengan tanaman yang baru, atau kalau masih
memungkinkan dapat dilakukan dengan pemangkasan berat.
b. Tanaman perkebunan (kopi, coklat) di lokasi bahaya I atau II di mana
perakaran masih baik, maka dianjurkan untuk direjuvinasi atau apabila
8

masih memungkinkan dipangkas berat sampai ringan tergantung tingkat


kerusakan pohon.
c. Tanaman kopi, coklat, dan lain-lain pada lokasi bahaya III cukup
dipangkas ringan.
Tanah sawah dapat terus diolah dan ditanami
palawija untuk tanaman berikutnya.
d. Untuk tanaman pekarangan yang daun-daunnya rusak (kelapa, pisang, dan
lain-lain) sebaiknya dipotong atau ditanaman tanaman baru.
C. Bidang Hama dan Penyakit
Pelaksanaan sistem peringatan dini (early warning system)dalam
perlindungan
tanaman
dari
serangga
Helopeltis
antonii
perlu
ditingkatkan. Namun, secara umum belum tampak adanya peledakan populasi
hama maupun penyakit.
Program Perbaikan Jangka Panjang
(1) Studi status perharaan tanah akibat penimbunan materi letusan serta
pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman pangan maupun
pekebunan.
(2) Studi terhadap penggunaan teknik-teknik konservasi tanah dan air
dalam mencegah kehilangan material dari bahan-bahan vulkanik.
(3) Studi sistem
pola tanam
terhadap sifat kesuburan tanah dan
konservasi tanah dan air.
(4) Studi terhadap berbagai cara pemulihan pertumbuhan dan produksi
tanaman.
(5) Studi terhadap
sifat dan perilaku hama/penyakit tanaman dan cara
pencegahan dini.
Judul Penelitian: "Inventarisasi dan Reklamasi Tanah dan Tanaman di
Wilayah letusan Gunung Kelud"

VI.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih yang mendalam disampaikan kepada Pemerintah Daerah TK


II Blitar dan Kediri, Dinas Pertanian TK II Blitar, dan Perkebunan
Gambar, atas bantuannya sehingga survei dapat dilaksanakan dengan baik.

TEAM SURVEI
Pelindung
: Rektor Universitas Brawijaya Malang
Penanggung Jawab : Dekan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang
Pengarah
: Dr.Ir. Slamet Setijono, MSc (Kesuburan Tanah)
Dr.Ir. Wani Hadi Utomo (Fisika Tanah)
Ketua team

: Dr.Ir. Syekhfani, MS. (Kesuburan Tanah)

Wakil Ketua

: Dr.Ir. Nur Basuki (Agronomi)

Anggota team

: Dr.Ir. Gatot Mudjiono, MS (Hama Penyakit)


Ir. A. Mukri Prabowo, M. Agr.Sc(Pedologi)
Ir. EkoHandayanto, MSc.(Biologi Tanah)
Ir. Sumeru Ashari, M.Agr.Sc. (Agronomi)
Ir. Zaenal Kusuma, SU (Pengawetan Tanah)
Ir. Heru (HMIT)
Ir. Beny Imam Safii (HMIT)
Rudi Eko Subandiono (HMIT)
Judiantoro (HMIT)
LAMPIRAN

CONTOH PERHITUNGAN TAFSIRAN UNSUR YANG DAPAT DIHARAPKAN


Dasar:
- Analisis unsur dari pasir/debu
- Ketebalan pasir/debu
- BJ. pasir/debu
Bobot = Luas x BJ x Tebal
Unsur = Bobot x Kadar Unsur
Contoh: Kebun Gambar
- Kadar P tersedia
=
- Kadar SO4 tersedia
=
- BJ pasir/debu
=
- Ketebalan
=
= 2.3 x 22 x 106 x 17 mg
= 8.6 x 107 mg
= 86 kg P/ha
==

17 ppm
17 ppm
2.3
22 Cm2 P tersedia/ha:

86 kg P/ha setara 420 kg TSP/ha


==
===
210S tersedia/ha:
= 2.3 x 22 x 106 x 17 mg
= 86 kg SO4/ha
86 kg SO4/ha setara 344 kg ZA/ha
==
==
10

Anda mungkin juga menyukai