Anda di halaman 1dari 29

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama Lengkap : Ny. A
Umur : 36 tahun
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Karyawan pabrik
Alamat : Hadipolo
Masuk rumah sakit : 7 Mei 2012
Jam : 11.00 WIB
-

Jenis kelamin : Perempuan


Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
GIIIPIAI

Suami
Nama
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Agama
Suku bangsa
Alamat

: Tn.S
: 39 th
: SMP
: Buruh
: Islam
: Jawa
: Hadipolo

II.ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis Tanggal : 7 Mei 2012, jam 11.30 WIB
A.Keluhan Utama
Perut kencang- kencang sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit
B.Keluhan Tambahan
Penglihatan kabur, sakit kepala, sesak napas dan bengkak pada kedua kaki.
C .Riwayat Penyakit Sekarang
2 hari sebelum masuk rumah sakit orang sakit, hamil 38 minggu mengaku perut terasa
kencang dan nyeri. Perut kencang berlangsung terus-menerus dengan rentang waktu yang
singkat dan semakin lama semakin kuat disertai dengan keluar darah dari kemaluan berupa
flek berwarna merah kecoklatan. Tidak terdapat mual, muntah, nyeri ulu hati dan demam.
BAB 1 kali sehari, berwarna kecoklatan dengan konsistensi padat. BAK 4 kali sehari,
berwarna kekuningan dan tidak terasa nyeri. Ini merupakan kehamilan ketiga dengan riwayat
keguguran pada kehamilan sebelumnya, hari pertama haid terakhir tanggal 18 Agustus 2011.
Sebelumnya orang sakit mengaku sering memeriksakan kehamilannya di bidan dengan hasil
bahwa keadaan ibu dan janinnya baik-baik saja namun tidak pernah dilakukan USG. Pasien
mengaku tekanan darah setiap kali periksa selalu normal 120/80, tidak pernah mengalami
Status Obsterti dan Ginekologi

Page 1

tekanan darah tinggi maupun minum obat tekanan darah tinggi.

Namun, pada umur

kehamilan 8 bulan orang sakit mulai merasa sakit kepala, pandangan kabur, sesak napas dan
bengkak pada kedua kaki ketika diperiksakan ke bidan tekanan darahnya 180/130 mmHg.
Keluhan di atas menetap hingga 1 hari sebelum masuk rumah sakit orang sakit mengaku
perut terasa semakin kencang dan nyeri disertai dengan keluarnya flek berupa darah yang
berwarna merah kecoklatan semakin banyak sehingga orang sakit pun dibawa ke bidan untuk
diperiksa, dan dari hasil pemeriksaan didapatkan bahwa tekanan darah orang sakit semakin
meningkat menjadi 190/110 mmHg dan keluhan seperti sakit kepala, pandangan kabur, sesak
napas dan bengkak pada kedua kaki masih berlangsung bahkan semakin bertambah berat
dimana orang sakit sempat mengalami kejang sebanyak 1 kali ketika berada di tempat bidan
sehingga pasien dirujuk ke rumah sakit.
D.Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengaku sebelumnya pernah mengalami penyakit Diabetes Melitus

Penyakit Asma, Hipertensi, Epilepsi, dan Jantung disangkal.

E.Riwayat Penyakit Keluarga

Orang sakit mengaku ibunya meninggal pada umur 57 tahun setelah menderita penyakit
Diabetes Melitus selama 5 tahun.

Riwayat Asma, Hipertensi, Epilepsi dan Jantung disangkal orang sakit.

F.Riwayat Haid
o

Menarche

: 14 tahun

Siklus Haid

: 28 hari

Lama Haid

: 12 hari

HPHT

: 18 Agustus 2011

HPL

: 25 Mei 2012

Setiap kali haid perut terasa nyeri, darah haid banyak dan encer

G.Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali pada umur 24 tahun dan telah menikah selama 12 tahun dengan suami sekarang.
H.Riwayat Obstetri
Status Obsterti dan Ginekologi

Page 2

Anak

I
Anak
II

Tahun

Jenis

Persalinan

kelamin

2001

2003

Perempuan

Umur

Persalinan Penolong Hidup/mati

Abortus

minggu
40

Sectio

minggu

cesaria

I.Riwayat Ante Natal Care :


Pasien kontrol kehamilan di bidan sebanyak 8 kali
J.Riwayat KB :
Pasien tidak pernah KB sebelumnya

III.PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
-

Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

: 190/110 mmHg

Nadi

: 96 x/menit

Suhu

: 37 0 C

Pernapasan

: 22 x/menit

Berat badan

: 70 kg

Tinggi badan

: 157 cm

Kulit

Warna

: Sawo matang

Turgor

: Baik

Kelenjar getah bening

Leher

: Tidak teraba membesar

Aksila

: Tidak teraba membesar

Inguinal

: Tidak teraba membesar

Status Obsterti dan Ginekologi

Page 3

Riwayat
Nifas

Dokter

Mati

Dokter

Hidup

Baik

Kepala

: Normocephal

Mata

: CA -/-

; SI -/-

THT

: Tidak ada kelainan

Leher

Thyroid

: Tidak teraba membesar, mengikuti gerakan dan simetris

Trakea

: Terletak di tengah

Dada

Paru

Inspeksi

Kiri

Kanan

Palpasi

Kiri
Dan
Kanan

Depan
Bentuk toraks normal
Pernapasan

abdominotorakal
Gerakan statis simetri
Bernapas tidak ada bagian

yang tertinggal
Tidak terdengar mengi
Bentuk toraks normal
Pernapasan

abdominotorakal
Gerakan statis simetri
Bernapas tidak ada bagian

yang tertinggal
Tidak terdengar mengi
Sela iga normal
Tidak ada bagian yang

tertinggal
Fremitus kiri dan kanan

Belakang
Bentuk toraks normal
Pernapasan

abdominotorakal
Gerakan statis simetri
Bernapas tidak ada bagian

yang tertinggal
Tidak terdengar mengi
Bentuk toraks normal
Pernapasan

abdominotorakal
Gerakan statis simetri
Bernapas tidak adabagian

yang tertinggal
Tidak terdengar mengi
Sela iga normal
Tidak ada bagian yang

tertinggal
Fremitus kiri dan kanan

Perkusi

sama
sama
Terdengar sonor diseluruh lapangan Terdengar sonor diseluruh lapangan

Auskultasi

paru

Terdengar

vesikuler
Ronki (-)
Mengi (-)

suara

paru
napas

Terdengar

vesikuler
Ronki (-)
Mengi (-)

Jantung
-

Inspeksi

: Tidak terlihat pulsasi ictus cordis

Status Obsterti dan Ginekologi

Page 4

suara

napas

Palpasi

: Ictus cordis teraba di sela iga VII 1 jari medial linea midclavicula

kiri,tidak kuat angkat, diameter tidak melebar.

Perkusi

Batas kiri: sela iga VII, 1cm sebelah medial linea midklavikula kiri.
Batas atas : sela iga III linea parasternal kiri.

Auskultasi : BJ I-II ireguler, gallop (+), murmur (-)

: Batas kanan: sela iga VI linea sternalis kanan.

Mammae

Simetris, tidak tampak ataupun teraba benjolan.

Kedua areolla mammae tampak hiperpigmentasi.

Puting susu tampak menonjol, ASI -/-.

Abdomen :

Hati : tidak teraba pembesaran, tidak terdapat nyeri tekan


Ginjal : nyeri ketok CVA (-), massa (-)
Kandung kencing : tidak teraba
Limpa : tidak teraba pembesaran, tidak terdapat nyeri tekan
Kandung empedu : Murphy sign (-)
Extremitas :
Akral : hangat
Edema : edema pada kedua kaki +/+
Reflex fisiologis : reflex patella (+)
Reflex patologis : (-)

IV.STATUS OBSTETRIKUS
Inspeksi : Perut tampak membuncit, sesuai dengan kehamilan aterm, strie gravidarum (+),
linea nigra (+),bekas operasi (+).
Palpasi

:
Leopold I
Leopold II
Leopold III
Leopold IV
TFU
Auskultasi
:

: teraba bagian bulat dan lunak


: teraba tahanan keras memanjang di sebelah kanan
: teraba bagian bulat dan keras
: konvergen
: 35 cm
DJJ (+) disebelah kanan abdomen, 140 kali/menit dan reguler.

V.STATUS GINEKOLOGIS
VT : 2 cm, KK (+), EFF 25%
Letak bagian bawah kepala, belum masuk pintu atas panggul, turun Hodge I
Ubun-ubun kecil disebelah kiri depan
Status Obsterti dan Ginekologi

Page 5

VI.PEMERIKSAAN USG

Tampak janin tunggal hidup intra uterin letak kepala, punggung tengah, FM (+), FHM
(+), FHR 161 kali/menit

BPD = 8,56 cm, FL = 6,51 cm, AC = 28,56 cm

Sesuai usia kehamilan 33 minggu 3 hari -/+ 2 minggu 5 hari

EFW = 2163 gr -/+ 541 gr

Cairan amnion dengan internal echo

Plasenta implantasi di fundus meluas ke korpus lateral kanan tak mencapai SBR, grade 2

Kesan : Janin tunggal hidup intra uterine letak kepala punggung tengah, sesuai usia
kehamilan 33 minggu 3 hari -/+ 2 minggu 5 hari. Suspek kecil untuk masa kehamilan.

VII.LABORATORIUM
DARAH RUTIN ( 7 Mei 2012)
Hemoglobin
Leukosit
Eusinofil
Basofil
Segmen
Limfosit
Monosit
MCV
MCH
MCHC
Hematokrit
Trombosit
Eritrosit
LED
Golongan darah/Rh
BT
CT

13,4 g/dl
7,8 ribu
0,8 %
0%
76,4 %
18 %
4,8%
76 mikro m3
27,5 pg
36,1 g/dl
37,1 %
151 ribu
4,88 juta
42/75 mm/jam
A/+
1.30 menit
5.30 menit

11,7-15,5
3,6-11,0
1-3
0-1
50-70
25-40
2-8
80-100
26-34
32-36
30-43
150-440
3,8-5,2
0-20
1-3
2-6

KIMIA DARAH ( 8 Mei 2012)


Gula darah sewaktu
Cholesterol
Trigliserid
Uric Acid
Ureum
Creatinin darah
Total protein

307 mg/dl
307 mg/dl
244 mg/dl
6,73 mg/dl
26,2 mg/dl
1,43 mg/dl
6,61 g/dl

Status Obsterti dan Ginekologi

75-110
< 200
< 160
2,6-6,0
15-40
0,60-1,10
6,0-8,0
Page 6

Albumin
Globulin
SGOT
SGPT
Gamma GT
Natrium
Kalium
Calcium
Chloride
Magnesium
Phospor

2,99 g/dl
3,62 g/dl
69,4 U/l
26,6 U/l
8,7 U/l
134,6 mmol/l
2,33 mmol/l
7,41 mg/dl
98,9 mmol/l
1,74 mg/dl
3,89 mg/dl

3,4-4,8

Positif 3
Negatif
Negatif
6,5
Normal
Negatif
Negatif
1.015
Positif 2
Negatif
Negatif

Negatif
Negatif
Negatif
4,8-7,4
Normal
Negatif
Negatif
1.015-1.025
Negatif
Negatif
Negatif

0-35
0-35
< 38
135-147
3,5-5
8,5-10,2
95-105
1,6-2,4
2,5-5,0

URINE
Urine lengkap
Albumin
Reduksi
Bilirubin
Reaksi/pH
Urobilinogen
Benda keton
Nitrit
Berat jenis
Darah samar
Leukosit
Vitamin C
VIII.RESUME
Ny.A hamil 38 minggu datang dengan keluhan perut terasa kencang- kencang sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Sebelum dirujuk ke rumah sakit pasien dirawat oleh bidan dan dari
hasil pemeriksaan ditemukan tekanan darah tinggi 190/110 mmH g disertai dengan adanya sakit
kepala, pandangan kabur, sesak napas dan bengkak pada kedua kaki yang selanjutnya diikuti
dengan adanya kejang sebanyak 1 kali. Dari pemeriksaan didapatkan TD 190/110 mmHg, Nadi
96 kali/menit, suhu 37 C, RR 20 kali/menit.
o HPHT

: 18 Agustus 2011

o HPL

: 25 Mei 2012

Palpasi
:
Leopold I
Leopold II
Leopold III
Leopold IV
TFU

: teraba bagian bulat dan keras


: teraba tahanan keras memanjang di sebelah kanan
: teraba bagian bulat lunak
: konvergen
: 35 cm

Status Obsterti dan Ginekologi

Page 7

PEMERIKSAAN USG
Kesan: tampak janin satu hidup intra uterin, kecil untuk usia kehamilan
Janin letak memanjang, letak bagian bawah kepala, punggung tengah.
DIAGNOSIS
GIIIPIAI, 36 tahun, hamil 37 minggu 3 hari
Janin tunggal, hidup intrauterine
Belum masuk panggul, inpartu kala I
Pre Eklamsia Berat
Penatalaksanaan
Infus RL +MgSo4 15 cc 20tpm
Nifedipin 10 mg 2x1 tab
Deksamethason 4mg 2x1 amp iv
Folamil genio 1x1 tab
Observasi
Rencana SCTP tgl 8 Mei 2012
EDUKASI :
-

Memberitahukan kepada pasien dan keluarga pasien tentang keadaan pasien dan tindakan
persalinan yang akan dilakukan serta resiko yang dapat terjadi selama proses persalinan.

Meminta keluarga pasien untuk menandatangani surat informed consent berkaitan dengan
tindakan persalinan yang akan dilakukan.

PROGNOSIS
Dubia ad malam
Laporan SC (8 Mei 2011) pukul 22.45 WIB

Insisi linea mediana 2 cm diatas symphisis diteruskan kearah umbilical 10 cm

Insisi diperdalam sampai peritoneum terbuka

Tampak uterus sesuai kehamilan aterm

Insisi plica vesica uterina

Insisi segmen bawah rahim secara semiluner

Status Obsterti dan Ginekologi

Page 8

Bayi dilahirkan dengan meluksir kepala, bayi perempuan, berat badan 2000 gr, panjang
badan 41 cm, APGAR skor 9/10/10

Plasenta dilahirkan secara manual, kotiledon lengkap, hematom (-), infark (-)

Jahit uterus dengan chromic catgut no I, jahit overhacting sekalian tutup plica vesica
uterine

Perdarahan (+) 300 cc. besihkan kavum ueri dari sisa perdarahan

Jahit peritoneum dengan plain catgut no 0

Jahit otot dengan plain catgut no 0

Jahit fascia dengan safil no I

Jahit subkutan dengan plain catgut no 0

Jahit kulit dengan safil no 4.0

Tindakan selesai

FOLLOW UP
Tanggal 9 Mei 2012, jam 07.30 WIB
S : Nyeri pada bekas operasi, belum dapat miring kiri-kanan, sakit kepala, pandangan kabur,
belum kentut, ASI belum keluar.
O : Keadaan umum : Baik
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 190/100 mmHg
Nadi : 96 kali/menit
Suhu : 37 C
RR : 22 kali/menit
Laboratorium :
Hb : 13,7 mg/dl
GDS : 307 mg/dl
Cholesterol : 307 mg/dl
Trigliseride : 244 mg/dl
Creatinin : 1,43 mg/dl
SGOT : 69,4 U/l
SGPT : 26,6 U/l

Status Obsterti dan Ginekologi

Page 9

A : PIIAI, Post SC hari I atas indikasi bekas SC dengan impending eklampsi dan diabetes mellitus
gestasional
P : Amoxan 3 x 1 gr
Alinamin 2 x 1 amp
Vit C 1 x 1 amp
Tradil 2 x 1 amp
Flagil supp 2 x 1 amp
Lasix 1 x 1 amp
Humulin R 1x 20 cc
Tanggal 9 Mei 2012, jam 16.00 WIB
S : Nyeri pada bekas operasi, pegal-pegal, belum dapat miring kiri kanan, sakit kepala,
pandangan kabur, sudah kentut, ASI belum keluar.
O : Keadaan umum : Agak lemah
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 72 kali/menit
Suhu : 37 C
RR : 22 kali/menit
A: PIIAI, Post SC hari I atas indikasi bekas SC dengan impending eklampsi dan diabetes mellitus
gestasional
P : Observasi
Lanjutkan terapi
Tanggal 9 Mei 2012, jam 22.30 WIB
S : Terjadi penurunan kesadaran pada orang sakit, orang sakit sempat tidak sadarkan diri
O : Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Stupor
Tekanan darah : 180/110 mmHg
Nadi : 92 kali/menit
Suhu : 37 C
RR : 38 kali/menit
HR : 140 kali/menit

Status Obsterti dan Ginekologi

Page 10

A : PIIAI, Post SC hari I atas indikasi bekas SC dengan impending eklampsi dan diabetes mellitus
gestasional. Pasien mengalami perburukan kondisi akibat adanya hiperglikemi dan
menunjukkan tanda-tanda decompensatio cordis.
P : Berikan oksigen 10 L
Infus Ringer Laktat + Valium 1 amp 25 tetes per menit
Periksa EKG
Periksa kadar glukosa
Tanggal 10 Mei 2012, jam 05.30 WIB
S : Nyeri pada bekas operasi, sakit kepala, pegal-pegal, ASI belum keluar, sesak napas dan
lemas.
O : Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Somnolen
Tekanan darah : 180/110 mmHg
Nadi : 124 kali/menit
Suhu : 37 C
RR : 38 kali/menit
SaO2 : 94 %
A : PIIAI, Post SC hari ke II atas indikasi bekas SC dengan impending eklampsi dan diabetes
mellitus gestasional.
P : Observasi
Tanggal 10 Mei, jam 12.00 WIB
S : Nyeri pada bekas operasi, sakit kepala, pegal-pegal, ASI belum keluar, sesak napas dan lemas
O : Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Somnolen
Tekanan darah : 180/110 mmHg
Nadi : 92 kali/menit
Suhu : 37 C
RR : 38 kali/menit
A : PIIAI, Post SC hari ke II atas indikasi bekas SC dengan KAD dan edema paru
P : Guyur NaCl 2 fl
Lasix 40 mg
Catapres 4 amp dalam NaCl 100 cc, 12 tetes per menit
Status Obsterti dan Ginekologi

Page 11

Tanggal 10 Mei, jam 14.00 WIB


S : Nyeri pada bekas operasi, sakit kepala, pegal-pegal, ASI belum keluar, sesak napas dan lemas
O : Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Somnolen
Tekanan darah : 180/110 mmHg
Nadi : 92 kali/menit
Suhu : 37 C
RR : 38 kali/menit
A : PIIAI, Post SC hari ke II atas indikasi bekas SC dengan KAD dan edema paru
P : Humulin R bolus 20 UI intravena
Amlodipine 1 x 10 mg
Simvastatin 20 mg 1x 1
Fenofiprat 1 x 1 mg
Allupurinol 100 mg 3 x 1 mg
NaCl 3% 250 cc
KCl 25 mg dalam NaCl 500 cc
Ca Gluconas 3 x 10 cc
Tanggal 10 Mei 2012, jam 17.45 WIB
S : Napas sesak
O : Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Somnolen
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 84 kali/menit
Suhu : 37 C
RR : 20 kali/menit
HR : 85-90 kali/menit
A : PIIAI, Post SC hari ke II atas indikasi bekas SC dengan KAD dan edema paru
P : Pasang endotracheal tube
Injeksi sedacum 5 mg intravena
Tanggal 10 Mei, jam 18.00 WIB
S : Napas sesak
Status Obsterti dan Ginekologi

Page 12

O : Keadaan umum : Tampak sakit berat


Kesadaran : Somnolen
Tekanan darah : 80/60 mmHg
Nadi : 50 kali/menit
Suhu : 37 C
RR : 20 kali/menit
HR : 65-70 kali/menit
SaO2 : 98%
A : PIIAI, Post SC hari ke II atas indikasi bekas SC dengan KAD dan edema paru
P : Vascon 0,05 mg/kgBB/hari
Dopamin 5 mg/kgBB/menit dinaikkan 2,5 mg tiap 15 menit maksimal 15 mg/kgBB
Tanggal 10 Mei, jam 19.45 WIB
S : Apneu, pupil midriasis
O : Tekanan darah : - mmHg
Nadi : - kali/menit
Suhu : - C
RR : - kali/menit
HR : - kali/menit
SaO2 : A : Pasien meninggal

Eklampsia
Eklampsia adalah kasus akut pada penderita preeklampsi dengan kejang yang menyeluruh dan
coma pada wanita hamil dan wanita dalam nifas disertai dengan hipertensi, oedem dan
protenuria. Eklampsia lebih sering terjadi pada primigravidae dari pada multiparae.
Menurut saat terjadinya eklampsi kita mengenai istilah:
Eklampsi antepartum ialah eklampsi yang terjadi sebelum persalinan (sering terjadi).
Eklampsi intrapartum ialah eklampsi sewaktu persalinan.
Eklampsi postpartum, eklampsi dalam waktu 24 jam setelah persalinan.
Kebanyakan terjadi antepartum, jika terjadi postpartum maka timbul dalam 24 jam setelah
partus. Pada penderita preeklampsi yang akan kejang, umumnya memberi gejala-gejala atau
tanda-tanda yang khas, yang dianggap sebagai tanda prodroma akan terjadinya kejang.
Status Obsterti dan Ginekologi

Page 13

Preeklampsi yang disertai tanda-tanda prodroma ini disebut impending eklampsi atau imminent
eklampsi. Dalam kehamilan eklampsi terjadi dalam triwulan terakhir dan makin besar
kemungkinan mendekati saat cukup bulan.
Eklampsi lebih sering terjadi pada:
1. Kehamilan kembar
2. Hydramnion
3. Mola hidatidosa (terjadi sebelum bulan ke-8)
Gejala:
Eklampsi selalu didahului oleh gejal-gejala preeklampsi. Gejala-gejala preeklampsi yang
berat seperti:

Sakit kepala yang keras


Penghilatan kabur
Nyeri ulu hati
Kegelisahan dan hiperrefleksi sering mendahului serangan kejang.

Serangan dapat dibagi dalam 4 tingkat:


1. Tingkat invasi (tingkat permulaan)
Mata terpaku, kepala dipalingkan ke satu sisi, kejang-kejang halus terlihat pada muka.
Tingkat ini berlangsung beberapa detik.
2. Tingkat kontraksi (tingkat kejang tonis)
Seluruh badan menjadi kaku, kadang-kadang terjadi epistholonus. Lamanya 15-20 detik.
3. Tingkat konvulsi (tingkat kejang clonis)
Terjadi kejang yang timbul hilang; rahang membuka dan menutup begitu pula mata; otototot muka dan otot badan berkontraksi dan berelaksasi berulang. Kejang ini sangat kuat
sehingga pasien dapat terlempar dari tempat tidur atau lidahnya tergigit. Ludah yang
berbuih bercampur darah keluar dari mulutnya, mata merah, muka biru, berangsur kejang
berkurang dan akhirnya berhenti. Lamanya 1 menit.
4. Tingkat coma
Setelah kejang klonis ini pasien jatuh dalam coma. Lamanya coma ini dari beberapa
menit sampai berjam-jam. Jika pasien sadar kembali, maka ia tidak ingat sama sekali apa
yang telah terjadi (amnesia retrogad)
Setelah beberapa waktu, terjadi serangan baru dan dapat berulang lagi kadang-kadang 10-20 kali.
Sebab kematian eklampsi adalah oedem paru-paru, apoplexy dan asidosis. Atau pasien mati
setelah beberapa hari karena pneumoni aspirasi, kerusakan hati atau gangguan faal ginjal.
Kadang-kadang terjadi eklampsi tanpa kejang; gejala yang menonjol ialah coma.
Eklampsi ini disebut eclampsi sine eclampsi dan terjadi kerusakan hati yang berat.

Status Obsterti dan Ginekologi

Page 14

Karena kejang merupakan gejala yang khas dari eklampsi, maka eclampsi sine eclampsi
sering dimasukkan preeklampsi yang berat. Pada eklampsi tensi biasanya tinggi sekitar
180/110.
Nadi kuat dan berisi tapi kalau keadaan sudah buruk menjadi kecil dan cepat. Demam
(cerebral) yang tinggi memburukkan prognosa.
Pernafasan biasanya cepat dan berbunyi, pada eklampsi yang berat ada cyanosis.
Proteinuria hampir selalu ada malahan kadang-kadang sangat banyak, juga oedema
biasanya ada.
Pada eklampsi antepartum biasanya persalinan mulai setelah beberapa waktu. Tapi
kadang-kadang pasien berangsur baik tidak kejang lagi dan sadar sedangkan kehamilan terus
berlangsung.
Eklampsi yang tidak segera disusul dengan persalinan disebut eklampsi intercurrent. Dianggap
bahwa pasien yang sedemikian bukan sembuh tapi jatuh ke tingkat yang lebih ringan ialah dari
eklampsia ke dalam keadaan preeklampsi. Jadi kemungkinan eklampsi tetap mengancam pasien
semacam ini sebelum persalinan terjadi.
Setelah persalinan keadaan pasien berangsur baik. Kira-kira dalam 12-24 jam. Juga kalau
anak mati di dalam kandungan sering kita lihat bahwa beratnya penyakit berkurang. Proteinuria
hilang dalam 4-5 hari sedangkan tensi normal kembali dalam kira-kira 2 minggu. Ada kalanya
pasien yang telah menderita eklampsi menjadi psychotis, biasanya pada hari ke 2 atau ke 3
postpartum dan berlangsung 2-3 minggu. Prognosa umumnya baik. Penyulit lainnya ialah
hemiplegic dan gangguan penglihatan (buta) akibat oedema retina.
Pada wanita yang meninggal akibat eklampsi terdapat kelainan pada hati, ginjal, otak,
paru-paru dan jantung. Pada umumnya dapat ditemukan necrose, haemorrhagia, oedema,
hiperaemia atau iskemik dan thrombosis. Pada plasenta terdapat infark-infark karena degeneradi
synctium. Perubahan lain yang terdapat ialah retensi air dan natrium, haemo-konsentrasi dan
kadang-kadang asidosis.
Diagnosis Banding
Kejang pada eklampsi harus dipikirkan kemungkinan kejang akibat penyakit lain. Oleh karena
itu, diagnosis banding eklampsia menjadi sangat penting, misalnya perdarahan otak, hipertensi,
lesi otak, kelainan metabolic, meningitis, epilepsy iatrogenic. Eklampsi selalu didahului oleh
preeklampsi. Perawatan prenatal untuk kehamilan dengan predisposisi preeclampsia perlu ketat
dilakukan agar dapat dikenal sendini mungkin gejala-gejala prodroma eklampsia. Sering

Status Obsterti dan Ginekologi

Page 15

dijumpai perempuan hamil yang tampak sehat mendadak menjadi kejang-kejang eklampsia,
karena tidak terdeteksi adanya preeclampsia sebelumnya.
Kejang-kejang dimulainya dengan kejang tonik. Tanda-tanda kejang tonik ialah dengan
dimulainya gerakan kejang berupa twitching dari otot-otot muka khususnya sekitar mulut, yang
beberapa detik kemudian disusul kontraksi otot-otot tubuh yang mengalami distorsi, bola mata
menonjol, kedua lengan fleksi, tangan menggenggam, kedua tungkai dalam posisi inverse.
Semua otot tubuh pada saat ini dalam keadaan kontraksi tonik. Keadaan ini berlangsung 15-30
detik.
Kejang tonik ini segera disusul kejang klonik. Kejang klonik ini dimulai dengan terbukanya
rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai pula dengan terbuka dan
tertutupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan kontraksi intermiten pada otot-otot muka
dan otot-otot seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini sehingga seringkali
penderita terlempar dari tempat tidur. Seringkali pula lidah tergigit akibat kontraksi otot rahang
yang terbuka dan tertutup dengan kuat. Dari mulut keluar liur berbusa yang kadang-kadang
disertai bercak- bercak darah. Wajah tampak membengkak karena kongesti dan pada konjungtiva
mata dijumpai bintik-bintik perdarahan.
Pada waktu timbul kejang, diafragma terfiksir, sehingga pernapasan tertahan, kejang klonik
berlangsung kurang lebih 1 menit. Setelah itu berangsur-angsur kejang melemah dan akhirnya
penderita diam tidak bergerak. Lama kejang klonik ini kurang lebih 1 menit, kemudian
berangsur-angsur kontraksi melemah dan akhirnya berhenti serta penderita jatuh ke dalam koma.
Pada waktu timbul kejang, tekanan darah dengan cepat meningkat. Demikian juga suhu badan
meningkat, yang mungkin oleh karena gangguan serebral. Penderita mengalami inkontinensia
disertai dengan oliguria atau anuria dan kadang-kadang terjadi aspirasi bahan muntah.
Koma yang terjadi setelah kejang, berlangusng sangat bervariasi dan bila tidak segera diberi obat
antikejang akan segera disusul dengan episode kejang berikutnya. Setelah berakhirnya kejang,
frekuensi pernapasan meningkat, dapat mencapai 50 kali per menit akibat terjadinya hiperkardia
atau hipoksia. Pada beberapa kasus bahkan dapat menimbulkan sianosis. Penderita yang sadar
kembali dari koma, umumnya mengalami disorientasi dan sedikit gelisah.
Patofisiologi
Pada preeclampsia yang berat dan eklampsia dijumpai perburukan patologis fungsi sejumlah
organ dan system, mungkin akibat vasospasme dan iskemia. Untuk mempermudah penjelasan,
efek-efek ini dipisahkan menjadi efek pada ibu dan janin; namun, kedua efek merugikan ini
sering terjadi bersamaan. Walaupun terdapat banyak kemungkinan konsekuensi gangguan
hipertensi akibat kehamilan, untuk memudahkan, efek-efek tersebut dibahas berdasarkan analisis
Status Obsterti dan Ginekologi

Page 16

terhadap perubahan kardiovaskular, hematologis, endokrin dan metabolic, serta aliran darah
regional disertai gangguan end-organ. Kausa utama gangguan janin adalah berkurangnya perfusi
utero plasenta.
Perubahan kadiovaskular gangguan pada kardiovaskular ini berkaitan dengan meningkatnya
afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh
berkurangnya secara patologis hipervolemik kehamilan atau yang secara iatrogenic ditingkatkan
oleh larutan onkotik atau kristalois intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasu ke dalam
rungan ekstraselular, terutama paru.
Etiologi
Penyebab eklampsi belum diketahui dengan pasti. Salah satu teori yang dikemukakan bahwa
eklampsi disebabkan iskemik rahim dan plasenta (iskemik uteroplasenta). Selama kehamilan
uterus memerlukan darah lebih banyak. Pada mola hidatidosa, hidramnion, kehamilan ganda,
nullipara, pada akhir kehamilan, pada persalinan, juga pada penyakit pembuluh darah ibu,
diabetes, peredaran darah dalam dinding rahim kurang, maka keluarlah zat-zat dari plasenta atau
deciduas yang menyebabkan vasospasmus dan hipertensi.
Epidemiologi
Hipertensi gestasional paling sering mengenai wanita nullipara. Wanita yang lebih tua, yang
memperlihatkan peningkatan insiden hipertensi kronik seiring dengan pertambahan usia, berisiko
lebih besar mengalami preeklampsi pada hipertensi kronik. Dengan demikian, wanita di kedua
ujung usia reproduksi dianggap lebih rentan.
Insiden preeklampsi sekitar 5%, sangat dipengaruhi oleh paritas; berkaitan dengan ras dan etnis;
genetic; dan lingkungan. Palmer dkk (1999) melaporkan bahwa tempat yang tinggi di Colorado
meningkatkan insiden preeklampsi. Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa wanita yang
sosioekonomi lebih maju lebih jarang terjangkit preeklampsi, bahkan setelah faktor ras dikontrol.
Sebaliknya, dalam studi-studi epidemiologi yang terkontrol baik, Baird dkk. (1969) mendapatkan
bahwa insiden preeklampsi tidak berbeda di antara kelas social.
Secara umum, eklamsia dapat dicegah dan penyakit ini sudah jarang dijumpai di Amerika Serikat
karena sebagian besar wanita sekarang sudah mendapat asuhan prenatal yang memadai. Insiden
eklamsia di Parkland Hospital sebesar 1 dalam 700 persalinan untuk periode 25 tahun
sebelumnya. Selama periode 4 tahun dari tahun 1983 sampai 1986, insidennya 1 dalam 1150
persalinan, dan untuk tahun 1990 sampai 2000 insidennya sekitar 1 dalam 2300 persalinan.
Dengan menggunakan angka-angka dari the National Vital Statistic Report, Ventura dkk. (2000)
memperkirakan insiden sekitar 1 per 3250 untuk Amerika Serikat pada tahun 1998. Douglas dan
Redman (1994) menyebutkan insiden 1 per 2000 untuk Inggris pada tahun 1992.
Status Obsterti dan Ginekologi

Page 17

Matter dan Sibai (2000) mengumpulkan efek merugikan pada 399 kasus wanita dengan eklampsi
yang melahirkan antara tahun 1977 dan 1998 di sentra mereka di Memphis. Penyulit utama
adalah solusio plasenta (10%), deficit neurologis (7%), pneumonia aspirasi (7%), edema paru
(5%), henti kardiopulmonal/ cardiopulmonary arrest (4%), gagal ginjal akut (4%), dan kematian
ibu (1%).
Penatalaksanaan
Perawatan eklampsia
Perawatan dasar eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi vital, yang
harus selalu diingat Airway, Breathing, Circulation (ABC), mengatasi dan mencegah kejang,
mengatasi hipoksemia dan asidemia mencegah trauma pada pasien pada wakut kejang,
mengendalikan tekanan darah, khususnya pada waktu krisis hipertensi, melahirkan janin pada
waktu dan cara yang tepat.
Perawatan medikamentosa dan perawatan suportif eklampsia, merupakan perawatan yang sangat
penting. Tujuan utama pengobatan medikamentosa eklampsia ialah mencegah dan menghentikan
kejang, mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya hipertensi krisis, mencapai stabilisasi ibu
seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan janin pada saat dan cara yang tepat.
Pengobatan medikamentosa

Obat antikejang
Obat antikejang yang menjadi pilihan pertama adalah magnesium sulfat. Bila dengan
jenis obat ini kejang masih sukar diatasi, dapat dipakai jenis obat lain, misalnya
thiopental. Diazepam dapat dipakai sebagai alternative pilihan, namun mengingat dosis
yang diperlukan sangat tinggi, pemberian diazepam hanya dilakukan oleh mereka yang
berpengalaman. Pemberian diuretika hendaknya disertai dengan memonitor plasma
elektrolit. Obat kadriotonika ataupun obat-obat antihipertensi hendaknya selalu disiapkan
dan diberikan benar-benar atas indikasi.

Magnesium Sulfat (MgSO4)


Pemberian magnesium sulfat pada dasarnya sama seperti pemberian magnesium sulfat
pada preeclampsia berat. Pengobatan suportif terutama ditujukan untuk gangguan fungsi
organ-organ

penting,

misalnya

tindakan-tindakan

untuk

memperbaiki

asidosis,

mempertahankan fungsi organ-organ penting, misalnya tindakan untuk memperbaiki


asidosis, mempertahankan ventilasi paru-paru, mengatur tekanan darah, mencegah
decompensatio cordis.
Status Obsterti dan Ginekologi

Page 18

Perawatan pada waktu kejang


Pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama pertolongan ialah mencegah
penderita mengalami trauma akibat kejang-kejang tersebut. Dirawat di kamar isolasi
cukup terang, tidak di kamar gelap, agar bila terjadi sianosis segera diketahui. Penderita
dibaringkan di tempat tidur yang lebar, dengan rail tempat tidur harus dipasang dan
dikunci kuat. Selanjutnya masukkan sudap lidah ke dalam mulut penderita dan jangan
mencoba melepas sudap lidah yang sedang tergigit karena dapat mematahkan gigi.
Kepala direndahkan dan daerah orofaring diisap. Hendaknya dijaga agar kepala dan
ekstrimitas penderita yang kejang tidak terlalu kuat menghentak-hentak benda keras
disekitarnya. Fiksasi badan di tempat tidur harus cukup kendor uuntuk menghindari
fraktur. Bila penderita selesai kejang berikan oksigen.

Perawatan koma
Perlu diingat bahwa penderita koma tidak dapat bereaksi atau mempertahankan diri
terhadap suhu yang ekstrim, posisi tubuh yang menimbulkan nyeri dan aspirasi, karena
hilangnya reflex muntah. Bahaya terbesar yang mengancam penderita koma, ialah
terbuntunya jalan napas atas. Oleh karena itu, tindakan pertama pada penderita koma
ialah menjaga dan mengusahakan agar jalan napas tetap terbuka. Hal penting kedua yang
perlu diperhatikan ialah bahwa penderita koma akan kehilangan reflex muntah sehingga
kemungkinan terjadi aspirasi lambung sangat besar. Oleh karena itu, semua benda yang
ada dalam mulut baik berupa lendir maupun sisa makanan harus segera diisap secara
intermiten.

Perawatan edema paru


Bila terjadi edema paru sebaiknya penderita dirawat di ICU karena membutuhkan
perawatan animasi dengan respirator.

Profilaksis ialah dengan pencegahan, diagnose dini dan terapi yang cepat dan intensif dari
preeklampsi. Mengatur diit dan berat badan selanjutnya, pengukuran tensi, pemeriksaan urine
dan tambah berat badan perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya eklampsi. Disamping itu
juga perlu pengobatan atau pengakhiran kehamilan (jika perlu).
Karena eklampsi disebabkan oleh kehamlan, maka teoritis pengobatan yang terbaik dari
eklampsi ialah secepat mungkin mengakhiri kehamilan, misalnya dengan Sectio. Tapi dalam
praktek terbukti bahwa hasilnya kurang memuaskan terutama karena dilakukan operasi pada

Status Obsterti dan Ginekologi

Page 19

pasien yang keadaannya sudah buruk. Dengan sikap yang konservatif hasil-hasil jauh lebih
memuaskan, dan pada umumnya sekarang eklampsi dirawat secara konservatif.
Sebagai pertolongan pertama dapat diberikan dengan segera suntikan 20 mg Morfin, misalnya
sebelum membawa pasien ke Rumah Sakit atau sambil menunggu persiapan-persiapan yang
diperlukan. Pasien ditempatkan dalam kamar tenang dan setengah gelap tapi yang masih cukup
terang untuk memungkinkan observasi. Persiapan yang cukup dilakukan untuk menghindarkan
pasien melukai diri sendiri atau jatuh dari tempat tidur, gigi palsu harus ditanggalkan, dan dicari
benda misalnya karet atau kain yang digulung untuk dimasukkan antara tulang rahang jika terjadi
kejang. Juga disediakan alat penghisap lender. Perawat tidak boleh meninggalkan pasien sekejap
matapun. Makan dan minum per os tidak boleh diberikan. Setelah pasien agak tenang dilakukan
pemeriksaan umum dan obtetris dan dipasang dauer catheter.
Tujuan pengobatan eklampsi, antara lain:
1. Sedasi untuk mencegah kejang selanjutnya. Kejang berbahaya karena dapat
menyebabkan hipoksia, asidosis respiratoris atau metabolic dan terjasi hipertensi.
2. Menurunkan tensi dengan menghasilkan vasospasmus.
Hipertensi merupakan suatu usaha dari badan untuk mengatasi vasospasmus hingga darah
tetap cukup mengalir kepada organ-organ penting. Penurunan hipertensi harus bertahap:
a) Tekanan darah tidak boleh lebih turun dari 20% dalam 1 jam.
(maksimal dari 200/120 mmHg menjadi 160/95 mmHg dalam 1 jam)
b) Tekanan darah tidak boleh kurang dari 140/90.
3. Pemberian haemokonsentrasi dan memperbaiki diurese dengan pemberian glukosa 5%10%. Karena air keluar dari pembuluh darah dan menimbulkan oedema maka terjadi
hipovolemik. Hipovolemik ini menyebabkan oliguri hingga anuri, bahkan shock.
Pemberian cairan harus hati-hati karena dapat menimbulkan hiperhidrasi dan oedema
paru-paru. Oleh karena itu miksi dan tekanan vena central menjadi pegangan:
(a) Urin tidak boleh kurang dari 30 cc/jam.
(Oliguri= urin <16 cc/jam; anuri= urin < 4 cc/jam)
(b) Tekanan vena central tidak melebihi 6-8 cm air.
4. Mengusahakan agar O2 cukup dengan mempertahankan kebebasan jalan nafas.

Preventif
Asuhan Antenatal upaya preventif program pelayanan kesehatan obstetric untuk optimalisasi
luaran maternal dan neonatal melalui serangkaian kegiatan pemantauan rutin selama kehamilan.
Kunjungan Berkala Asuhan Antenatal
Bila kehamilan normal jadwal asuhan cukup empat kali. Bila kehamilan termasuk resiko
tinggi perhatian dan jadwal kunjungan harus lebih ketat. Dalam program kesehatan ibu dan anak,
Status Obsterti dan Ginekologi

Page 20

kunjungan antenatal ini diberi kode huruf K yang merupakan singkatan dari kunjungan.
Pemeriksaan antenatal yang lengkap adalah K1, K2, K3, dan K4. Hal ini berarti, minimal
dilakukan sekali kunjungan antenatal hingga usia kehamilan 28 minggu, sekali kunjungan
antenatal selama kehamilan 28 36 minggu dan sebanyak dua kali kunjungan antenatal pada
usia kehamilan di atas 36 minggu.
Hal ini dapat memberikan peluang yang lebih besar bagi petugas kesehatan untuk
mengenali secara dini berbagai penyulit atau gangguan kesehatan yang terjadi pada ibu hamil.
Beberapa penyakit atau penyulit tidak segera timbul bersamaan dengan terjadinya kehamilan
(misalnya, hipertensi dalam kehamilan) atau baru akan menujukkan gejala pada usia kehamilan
tertentu (misalnya, perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa). Selain itu,
upaya memberdayakan ibu hamil dan keluarganya tentang proses kehamilan dan masalahnya
melalui penyuluhan atau konseling dapat berjalan efektif apabila tersedia cukup waktu untuk
melaksanakan pendidikan kesehatan yang diperlukan.
Edukasi Kesehatan Bagi Ibu Hamil
Tidak semua ibu hamil dan keluarganya mendapat pendidikan dan konseling kesehatan
yang memadai tentang kesehatan reproduksi, terutama tentang kehamilan dan upaya untuk
menjaga agar kehamilan tetap sehat dan berkualitas. Kunjungan antenatal memberi kesempatan
bagi petugas kesehatan untuk memberikan informasi kesehatan esensial bagi ibu hamil dan
keluarganya termasuk rencana persalinan (dimana, penolong, dana, pendamping, dan
sebagainya). Beberapa informasi penting tersebut adalah:
Nutrisi yang adekuat, antara lain:
Kalori
Jumlah kalori yang diperlukan bagi ibu hamil untuk setiap harinya adalah 2500 kalori.
Pengetahuan tentang berbagai jenis makanan yang dapat memberikan kecukupan kalori tersebut
sebaiknya dapat dijelaskan secara rinci dan bahasa yang dimengerti oleh para ibu hamil dan
keluarganya. Jumlah kalori yang berlebih dapat menyebabkan obesitas dan hal ini merupakan
faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia. Jumlah pertambahan berat badan sebaiknya
tidak melebihi 10-12 kg selama hamil.
Protein
Jumlah protein yang diperlukan oleh ibu hamil adalah 85 gram per hari. Sumber protein tersebut
dapat diperoleh dari tumbuh-tumbuhan (kacang-kacangan) atau hewani (ikan, ayam, keju, susu,
telur). Defisiensi protein dapat menyebabkan kelahiran prematur, anemia dan edema.
Status Obsterti dan Ginekologi

Page 21

Kalsium
Kebutuhan kalsium ibu hamil adalah 1,5 gram per hari. Kalsium dibutuhkan untuk pertumbuhan
janin, terutama bagi pengembangan otot dan rangka. Sumber kalsium yang mudah diperoleh
adalah susu, keju, yogurt, dan kalsium karbonat. Defisiensi kalsium dapat menyebabkan riketsia
pada bayi atau osteomalasia pada ibu.
Zat besi
Metabolisme yang tinggi pada ibu hamil memerlukan kecukupan oksigenasi jaringan yang
diperoleh dari pengikatan dan pengantaran melalui hemoglobin di dalam sel-sel darah merah.
Untuk menjaga konsentrasi hemoglobin yang normal, diperlukan asupan zat besi bagi ibu hamil
dengan jumlah 30 mg/hari. Zat besi yang diberikan dapat berupa ferrous gluconate, ferrous
fumarate atau ferrous sulphate. Kekurangan zat besi pada ibu hamil dapat menyebabkan anemia
defisiensi zat besi.
Asam folat
Selain zat besi, sel-sel darah merah juga memerlukan asam folat bagi pematangan sel. Jumlah
asam folat yang dibutuhkan oleh ibu hamil adalah 400 mikrogram per hari. Kekurangan asam
folat dapat menyebabkan anemia megaloblastik pada ibu hamil.
Prognosa
Eklampsi merupakan suatu keadaan yang sangat berbahaya, maka prognosa kurang baik untuk
ibu maupun anak.
Prognosa juga dipengaruhi oleh paritas, artinya prognosa bagi multiparae lebih buruk,
dipengaruhi juga oleh umur terutama kalau umur melebihi 35 tahun dan juga oleh keadaan pada
waktu pasien masuk Rumah Sakit.
Juga diurese dapat dipegang untuk prognosa: jika diurese lebih dari 800 cc dalam 24 jam atau
200 cc tiap 6 jam prognosa agak baik. Sebaliknya oliguri dan anuri merupakan gejala yang
buruk.
Gejala-gejala lain memberatkan prognosa dikemukakan oleh Eden ialah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Coma yang lama


Nadi di atas 120
Suhu di atas 39 C
Tensi di atas 200 mmHg
Lebih dari 10 serangan
Proteinuria 10 gram sehari atau lebih
Tidak adanya edema
Edema paru-paru dan apoplexy merupakan keadaan yang biasanya mendahului kematian.

Diabetes Melitus Gestasional


Status Obsterti dan Ginekologi

Page 22

Definisi dan Komplikasi


Diabetes Melitus Gestasional adalah intoleransi glukosa yang dimulai atau baru ditemukan pada
waktu hamil. Tidak dapat dikesampingkan kemungkinan adanya intoleransi glukosa yang tidak
diketahui yang muncul seiring kehamilan. Setelah ibu melahirkan, keadaan DMG sering akan
kembali ke regulasi glukosa normal.
Komplikasi yang mungkin terjadi pada kehamilan dengan diabetes sangat bervariasi. Pada ibu
akan meningkatkan risiko terjadinya preeclampsia, section cesaria, dan terjadinya diabetes
mellitus tipe 2 di kemudian hari, sedangkan pada janin meningkatkan risiko terjadinya
makrosomia, trauma persalinan, hiperbilirubinemia, hipoglikemi, hipokalsemia, polisitemia,
hiperbilirubinemia, respiratory disstres syndrome, serta meningkatnya mortalitas atau kematian
janin.
Patofisiologi
Sebagian kehamilan ditandai dengan adanya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, yang pada
beberapa perempuan akan menjadi factor predisposisi untuk terjadinya DM selama kehamilan.
Resistensi ini berasal dari hormone diabetogenik hasil sekresi plasenta yang terdiri atas hormone
pertumbuhan (growth hormone), corticotrophin releasing hormone, placental lactogen, dan
progesterone. Hormon ini dan perubahan endokrinologik serta metabolic akan menyebabkan
perubahan dan menjamin pasokan bahan bakar dan nutrisi ke janin sepanjang waktu. Akan
terjadi diabetes mellitus gestasional apabila fungsi pancreas tidak cukup untuk mengatasi
keadaan resistensi insulin yang diakibatkan oleh perubahan hormone diabetogenik selama
kehamilan.
Kadar glukosa yang meningkat pada ibu hamil sering menimbulkan dampak yang kurang baik
terhadap bayi yang dikandungnya. Bayi yang lahir dari ibu dengan DM biasanya lebih besar, dan
bisa terjadi juga pembesaran dari organ-organnya (hepar, kelenjar adrenal, jantung). Segera
setelah lahir, bayi dapat mengalami hipoglikemia karena produksi insulin janin yang meningkat,
sebagai reaksi terhadap kadar glukosa ibu yang tinggi. Oleh karena itu segera setelah dilahirkan
kadar glukosa bayi perlu dipantau dengan ketat.
Ibu hamil penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol dengan baik akan meningkatkan
risiko terjadinya keguguran atau bayi lahir mati. Bila diagnosis diabetes mellitus sudah dapat
ditegakkan sebelum kehamilan, tetapi tidak terkontrol dengan baik maka janin berisiko
mempunyai kelainan congenital.
Implikasi Antepartum
Status Obsterti dan Ginekologi

Page 23

Morbiditas antepartum pada perempuan dengan diabetes mellitus gestasional adalah


kemungkinan terjadinya peningkatan gangguan hipertensi. Oleh karena itu, perlu pemantauan
tekanan darah, kenaikan berat badan, dan ekskresi proteinuria, khususnya pada paruh kedua
kehamilan secara baik.
Risiko klinik antepartum yang paling dominan dari DMG adalah terhadap janinnya. Risiko
terjadinya kelainan congenital pada janin akan meningkat, terutama pada bayi yang ibunya
mengalami hiperglikemi berat. Dalam keadaan seperti ini sebaiknya dilakukan konseling dan
pemeriksaan USG yang terarah untuk mendeteksi kelainan janin.
Kematian janin intrauterine merupakan salah satu komplikasi yang bisa terjadi pada kehamilan
dengan diabetes, termasuk pula perempuan diabetes mellitus gestasional yang tidak dikelola
dengan baik.
Makrosomia (bayi dengan berat lebih dari 4.000 gr) merupakan morbiditas yang paling sering
dijumpai dan merupakan masalah serius karena bisa menyebabkan timbulnya kesulitan dan
trauma persalinan. Makrosomia diduga disebabkan oleh adanya glukosa janin yang berlebihan
akibat hiperglikemia pada ibu, selain factor lainnya seperti ibu yang gemuk, ras dan etnis.
Perempuan hamil dengan diabetes dan obesitas atau dengan kenaikan berat badan waktu hamil
berlebihan merupakan factor risiko utama terjadinya preeclampsia, section cesaria, kelahiran
premature, makrosomia janin dan kematian janin.
Pengelolaan
Penanganan yang paling umum dan sering digunakan secara klinis adalah pemeriksaan
konsentrasi gula darah ibu agar konsentrasi dapat dipertahankan seperti kehamilan normal. Pada
perempuan dengan DMG harus dilakukan pengamatan gula darah preprandial dan postprandial.
Fourth International Workshop Conference on Gestastational Diabetes Melitus menganjurkan
untuk mempertahankan gula darah kurang dari 95 mg/dl sebelum makan dan kurang dari 140 dan
120 mg/dl satu atau dua jam setelah makan.
Pendekatan dengan pengaturan pola makan bertujuan menurunkan konsentrasi glukosa serum
maternal, dengan cara membatasi asupan karbohidrat hingga 40-50% dari kalori, protein 20%,
lemak 30-40%, makanan tinggi serat. Kenaikan berat badan selama kehamilan diusahakan hanya
sekitar 11-12,5 kg saja. Program pengaturan gizi dan makanan yang dianjurkan oleh Ikatan
Diabetes Amerika adalah pemberian kalori dan gizi yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan
kehamilan dan mengurangi hiperglikemi ibu. Kalori harian yang dibutuhkan bagi perempuan
dengan berat badan normal pada paruh kedua kehamilan adalah 30 kcal per kg berat badan
normal.
Status Obsterti dan Ginekologi

Page 24

Bila indeks massa tubuh lebih dari 30 kg per m2, maka dianjurkan asupan rendah kalori sampai
30-33%. Diet ini akan mencegah terjadinya ketonemia. Olahraga teratur akan memperbaiki
control gula darah

pada perempuan hamil dengan diabetes mellitus gestasional walaupun

pengaruh terhadap hasil perinatal belum jelas.


Pemberian Insulin
Perempuan yang memiliki gejala morbiditas janin atau perempuan yang mempunyai konsentrasi
gula darah yang tinggi harus dirawat lebih seksama dan biasanya diberi insulin. Terapi insulin
dapat menurunkan kejadian makrosomia janin dan morbiditas perinatal.
Dosis insulin yang diberikan sangat individual. Pemberian insulin ditujukan untuk mencapai
konsentrasi gula darah pascaprandial kurang dari 140 mg/dl sampai mencapai kadar glikemi
dibawah rata-rata dan hasil perinatal yang lebih baik, dibandingkan dilakukannya upaya
mempertahankan konsentrasi gula darah praprandial kurang dari 105 mg/dl tapi keadaan janin
tidak diperhatikan. Kejadian makrosomia dapat diturunkan dengan pemberian insulin untuk
mencapai konsentrasi gula darah praprandial kurang lebih 80 mg/dl. Oleh karena itu, dalam
merancang penatalaksanaan pemberian insulin harus dipertimbangkan ketepatan waktu
pengukuran gula darah, konsentrasi target glukosa, dan karakteristik pertumbuhan janin.
Penatalaksanaan Antepartum
Penatalaksanaan antepartum pada perempuan dengan DMG bertujuan untuk :

Melakukan penatalaksanaan kehamilan trimester ketiga dalam upaya mencegah bayi lahir
mati atau asfiksia, serta menekan sekecil mungkin kejadian morbiditas ibu dan janin
akibat persalinan.

Memantau pertumbuhan janin secara berkala dan terus-menerus untuk mengetahui


perkembangan dan pertumbuhan ukuran janin sehingga dapat ditentukan saat dan cara
persalinan yang tepat.

Memperkirakan maturitas (kematangan) paru-paru janin (misalnya dengan amniosintesis)


apabila ada rencana terminasi pada kehamilan 39 minggu.

Pemeriksaan antenatal dianjurkan dilakukan sejak umur kehamilan 32 sampai 40 minggu.


Pemeriksaan antenatal dilakukan terhadap ibu hamil yang kadar gula darahnya tidak
terkontrol, yang mendapat pengobatan insulin, atau yang menderita hipertensi.
Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan nonstress test, profil biofisik, atau modifikasi
pemeriksaan profil biofisik seperti nonstress test dan indeks cairan amnion.

Status Obsterti dan Ginekologi

Page 25

Cara dan Waktu Persalinan


Perempuan hamil dengan diabetes mellitus gestasional bukan merupakan indikasi section
sesarea. Penanganan persalinan tetap harus berdasar pada indikasi ibu dan janin, sama halnya
dengan pengelolaan perempuan hamil tanpa diabetes. Pada perempuan hamil diabetes
gestasional dengan bayi makrosomia, komplikasi utama yang mungkin terjadi pada persalinan
adalah trauma kelahiran seperti distosia bahu, fraktur tulang dan injuri pleksus brakialis. Bayi
yang dilahirkan juga berisiko mengalami hipoglikemi dan kelainan metabolic lainnya.
Pengambilan keputusan untuk melakukan persalinan lebih awal (pada kehamilan 38 minggu)
dengan cara induksi persalinan atau section sesarea dilakukan atas pertimbangan risiko
terjadinya kematian perinatal atau morbiditas perinatal yang berhubungan dengan makrosomia,
distosia bahu, gawat janin dan terjadinya sindrom distress respirasi. Penatalaksanaan perempuan
hamil dengan DMG pada kehamilan 38 minggu dengan cara induksi persalinan yang mendapat
pengobatan insulin, dihubungkan dengan upaya menurunkan berat badan janin di atas 4000 g
atau di atas persentil ke 90. Pada perempuan hamil dengan DMG yang mendapat pengobatan
insulin, tidak ada manfaatnya menunda persalinan sampai melampaui umur kehamilan 38-39
minggu karena persalinan yang dilakukan 38-39 minggu bisa menurunkan kemungkinan
terjadinya makrososmia. Bila berat badan janin diduga lebih dari 4.500 g, persalinan dianjurkan
dengan cara section sesarea.
Pengelolaan Pasca Persalinan

Karena sudah tidak ada resistensi terhadap insulin lagi, maka pada periode pasca
persalinan, perempuan dengan diabetes gestasional jarang memerlukan insulin.

Pasien dengan diabetes yang terkontrol dengan diet, setelah persalina tidak perlu
diperiksa kadar glukosanya. Namun, bila pada waktu kehamilan diberi pengobatan
insulin, sebelum meninggalkan rumah sakit perlu diperiksa kadar glukosa puasa dan 2
jam postprandial.

Karena risiko terjadinya tipe 2 diabetes mellitus di kemudian hari meningkat, maka 6
minggu pasca persalinan perlu dilakukan pemeriksaan diabetes dengan cara pemeriksaan
kadar gula darah puasa dalam dua waktu atau dua jam setelah pemberian 75 g glukosa
pada glucose tolerance test (kadar kurang dari

Status Obsterti dan Ginekologi

Page 26

Status Obsterti dan Ginekologi

Page 27

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham Gary F,at all. William Obstetrics.21st edition. Hipertensi


Disorder In Pregnancy.Mc.Graw Hill.Medical Publishing division. New
York.2001; 567-618
2. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga. Cetakan keenam.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta 2002, Hal 281300.
3. Saifudin AB . Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta
2002. hal M
4. Masjoer A. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga Jilid 1. Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta 2001.
5. Wibowo N, Patogenesis Preeklampsia. Seminar Konsep Mutakhir
Preeklampsia. Jakarta, 28 April 2001. Hal 1-5
6. J.Simpsson Leigh Joe. Ilipertention. Obstetrics Normal and Problem
Pregnance. In Editor Gebe B Steven. Churchill Livingston. Philadelphia
2002
7. Mochtar R, Lutan D, editor. Sinopsis Obstetri : Obstetri Operatif,
Obstetri Sosial Edisi 2 jilid 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
1998 Hal 63-88
8. Deborah
EC,MD.

Preeklampsia

(Toksemia

of

Pregnancy).

http://www.emedicine.com/med/topic1905.htin . diunduh 8 april 2011


9. Mochtar R, Lutan D, editor. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi,
Obstetri Patologi Edisi 2 jilid 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
1998.

Status Obsterti dan Ginekologi

Page 28

Status Obsterti dan Ginekologi

Page 29

Anda mungkin juga menyukai