Anda di halaman 1dari 17

1

SKENARIO 1 BIOSTATISTIK DAN EPIDEMIOLOGI


Dokter Gafur mengamati bahwa anak bayi yang mendapatkan ASI sampai menginjak usia 2
tahun jarang menderita ISPA dibandingkan dengan anak yang sudah disapih sebelum berusia
1 tahun atau non ASI
Dokter Garuf berasumsi bahwa ASI sangat baik untuk memberikan daya tahan tubuh anak
terhadap ISPA setelah mereka berusia 2 tahun ke atas. Dr Gafur tertarik membuat penelitian
untuk membuktikan asumsinya tersebut
Dr. Gafur mulai mengambil sampel anak balita mulai dari usia 2 tahun yang datang ke
Puskesmas, untuk mendapatkan anak yang masuk kriteria sering menderita ISPA, kemudian
didata mengenai riwayat ASI. Kemudian, dipilih lagi anak dengan kriteria usia yang sama
yang jarang menderita ISPA, dan didata juga mengenai riwayat ASI nya. Subjek yang masuk
kriteria dipadankan dengan subjek yang sudah ditetapkan sebagai kasus.
Terpilih sebanyak 100 anak yang tergolong kasus, dimana tercatat 20 anak yang memiliki
riwayat ASI sapai usia 2 tahun. Pada 100 subjek yang tergolong control terdapat 70 anak
yang memiliki riwayat ASI sampai usia 2 tahun
Pertanyaan:
1. Apakah jenis rancangan penelitian yang cocok?
2. Hitunglah berapa besar risiko untuk kejadian ISPA akibat ASI yang disapih dibawah
usia 1 tahun?
Buatlah uji hipotesis statistiknya untuk melihat apakah hasilnya bermakna.
I.

IDENTIFIKASI MASALAH
a. Disapih
: mengakhiri periode anak menyusus pada umur tertentu.
b. ISPA
: infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan/atau lebih dari
saluran nafas mulai dari hidung sampai alveoli termasuk adneksanya.
c. Penelitian
: cara ilmiah yang didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu rasional,
empiris dan sistematis. Berfungsi untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan
preventif
d. Sampel

: bagian dari jumlah dan karakteriksik yang dimiliki oleh populasi dan

terpilih menjadi subjek penelitian


e. Uji Hipotesis : metode pengambilan keputusan yang didasarkan dari analisis data baik
dari percobaan yang terkontrol maupun dari observasi (tidak terkontrol)
f. Kasus
: subjek penelitian yang memiliki efek atau penyakit tertentu

g.
h.
i.
j.
II.
1.

Kontrol
: subjek penelitian yang tidak memiliki efek atau penyakit tertentu
Subjek
: pihak-pihak yang dijadikan sebagai sampel dalam sebuah penelitian
Kriteria
: standar atau tolak ukut yang ditetapkan dalam melakukan penelitian
Daya tahan tubuh
: Kemampuan fisik untuk melawan infeksi
IDENTIFIKASI MASALAH
Dokter Gafur mengamati bahwa anak bayi yang mendapatkan ASI sampai menginjak
usia 2 tahun jarang menderita ISPA dibandingkan dengan anak yang sudah disapih

sebelum berusia 1 tahun atau non ASI


2. Dokter Garuf berasumsi bahwa ASI sangat baik untuk memberikan daya tahan tubuh
anak terhadap ISPA setelah mereka berusia 2 tahun ke atas. Dr Gafur tertarik membuat
penelitian untuk membuktikan asumsinya tersebut
3. Dr. Gafur mulai mengambil sampel anak balita mulai dari usia 2 tahun yang datang ke
Puskesmas, untuk mendapatkan anak yang masuk kriteria sering menderita ISPA,
kemudian didata mengenai riwayat ASI. Kemudian, dipilih lagi anak dengan kriteria
usia yang sama yang jarang menderita ISPA, dan didata juga mengenai riwayat ASi
nya. Subjek yang masuk kriteria dipaddankan dengan subjek yang sudah ditetapkan
sebaai kasus.
4. Terpilih sebanyak 100 anak yang tergolong kasus, dimana tercatat 20 anak yang
memiliki riwayat ASI sapai usia 2 tahun. Pada 100 subjek yang tergolong control
III.

terdapat 70 anak yang memiliki riwayat ASI sampai usia 2 tahun


ANALISIS MASALAH
1. Apa hipotesis dalam penelitian ini?
Jawab :
Anak bayi yang mendapatkan ASI sampai menginjak usia 2 tahun jarang menderita
ISPA dibandingkan dengan anak yang yang sudah disapih sebelum usia 2 tahun atau
non ASI
2. Apakah jenis penelitian yang cocok untuk penelitian ini?
Jawab :
Penelitian analitik observasional dengan desain kasus kontrol
3. Apa populasi dari penelitian ini?
Jawab:
Populasi target Semua anak balita (2-5 tahun)
Populasi terjangkau semua anak balita (usia 2-5 tahun) yang datang berobat ke
puskesmas
4. Apa sampel penelitian ini?
Jawab :
Kasus : anak balita (usia 2-5 tahun) yang datang kepuskesmas karena sering ISPA
Control : anak balita (usia 2-5 tahun) yang yang datang kepuskesmas jarang menderita
ISPA
5. Bagaimana cara pengambilan sampel untuk penelitian ini?
Jawab :
metode pengambilan data dengan cara consecutive sampling.

6. Apa kriteria inklusi dan ekslusi untuk penelitian ini?


Jawab :
Inklusi
Kasus : Balita usia 2-5 tahun yang sering ISPA
Kontrol : Balita usia 2-5 tahun yang jarang menderita ISPA
Ekslusi
Anak balita usia 2-5 tahun yang menderita penyakit saluran nafas lainnya
Anak balita usia 2-5 tahun yang imunitas rendah
7. Apa saja variabel-variabel pada penelitian ini?
Jawab :
Variabel independen ISPA
Variabel dependen ASI
8. Apa uji statistic yang tepat untuk kasus ini?
Jawab :
Uji statistic yang cocok untuk kasus ini adalah Chi-square
9. Bagaimana penghitungan statistik pada kasus ini?
Jawab :
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correctionb
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear

50.505
48.505
53.002
50.253

df

Asymp. Sig. Exact

1
1
1

(2-sided)
.000
.000
.000

Sig. Exact Sig. (1-

(2-sided)

sided)

.000

.000

.000

Association
N of Valid Cases
200
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 45.00.
b. Computed only for a 2x2 table
10. Berapa besar risiko untuk kejadian ISPA akibat ASI yang disapih dibawah satu tahun?
Jawab :

ASI * ISPA Crosstabulation


ISPA
ISPA

NonASI
ASI
ASI
Total

Total
Non-

Count
80
%
within 80.0%

ISPA
30
30.0%

110
55.0%

ISPA
Count
20
%
within 20.0%

70
70.0%

90
45.0%

ISPA
Count

100

200

100

within 100.0%

100.0%

100.0%

ISPA

Odd ratio=

( proporsi kasusdengan faktor resiko ) ( proporsi kontrol dengan faktor resiko ) ad 80

= =
( proporsi kasus tanpa faktor resiko )
( proporsi kontrol tanpa faktor resiko ) bc 30

OR > 1 Faktor resiko penyakit


Anak bayi yang disapih di bawah usia 2 tahun atau non ASI peluang 9,3 kali untuk
terjadi ISPA dibandingkan anak bayi yang mendapat ASI sampai usia 2 tahun.
11. Apakah kesimpulah statistik dan kesimpulan ilmiah dari kasus ini?
Jawab :
Kesimpulan statistic
Karena x2x(1-)(1) maka Ho ditolak
Kesimpulan ilmiah
Anak bayi yang disapih di bawah usia 2 tahun atau non ASI lebih sering menderita
ISPA dibandingkan anak bayi yang mendapat ASI sampai usia 2 tahun.
Anak bayi yang disapih di bawah usia 2 tahun atau non ASI peluang 9,3 kali untuk
IV.

terjadi ISPA dibandingkan anak bayi yang mendapat ASI sampai usia 2 tahun.
HIPOTESIS
Rancangan penelitian yang cocok adalah case-control
Besar risiko untuk kejadian ISPA akibat ASI yang disapih dibawah usia 1 tahun 9 kali

lebih tinggi di bandingkan anak yang diberikan ASI hingga usia 2 tahun
V. SINTESIS
a. STUDI KASUS KONTROL
Studi kasus kontrol adalah rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan
antara paparan (faktor penelitian) dan penyakit, dengan cara membandingkan kelompok
kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya. Ciri-ciri studi kasus kontrol
adalah pemilihan subyek berdasarkan status penyakit, untuk kemudian dilakukan pengamatan
apakah subyek mempunyai riwayat terpapar faktor penelitian atau tidak. Subyek yang
didiagnosis menderita penyakit disebut kasus, berupa insidensi (kasus baru) yang muncul dari
suatu populasi. Sedangkan subyek yang tidak menderita penyakit disebut kontrol, yang
dicuplik secara acak dari populasi yang berbeda dengan populasi asal kasus.
1. Prospektif dan Retrospektif
Secara tradisional, studi kasus kontrol disebut juga studi retrospektif (Kleinbaum et
al., 1982; Mausner and Kramer, 1985; Sackett., 1991). Alasan mereka menyebut retrospektif

adalah arah pengusutan (direction of inquiry) rancangan tersebut bergerak dari akibat (yaitu
penyakit) ke sebab (yaitu paparan) dan subyek yang dipilih berdasarkan telah mempunyai
kesudahan (outcome) tertentu, lalu dilihat kebelakang (backward) tentang riwayat status
paparan penelitian yang dialami subyek. Demikian juga studi kohor akan selalu prospektif,
sebab arahnya selalu bergerak maju (forward) dari sebab (yaitu paparan) ke akibat (yaitu
penyakit).
Tetapi menurut Hennekens dan Buring berpendapat lain, menurut mereka rancangan
studi kohor dapat bersifat retrospektif maupun prospektif, tergantung kapan peneliti membuat
klasifikasi status paparan subyek untuk dipilih sebagai kohor. Apabila klasifikasi status
paparan telah dibuat pada saat penelitian dimulai, maka studi kohor bersifat retrospektif.
Sebaliknya, apabila klasifikasi status paparan sedang atau akan dilakukan pada waktu yang
akan dating, maka studi kohor bersifat prospektif.
Studi kasus kontrol retrospektif
E+
D+
EE+
D+
ELampau

Kini

Studi Kasus Kontrol Prospektif


E+

E+
D+

E-

E-

E+

ED-

E-

E-

Lampau

Kini

Akan datang

Gambar 1: Skema rancangan studi kasus kontrol.


Keterangan:
E+ = terpapar faktor penelitian
E- = tak terpapar faktor penelitian
D+ = mengalami penyakit
D- = tak mengalami penyakit
Tujuan dari penggunaan istilah retrospektif

prospektif yaitu (1) Menekankan

pentingnya melihat pluralisme kebenaran, sebab ilmu pengetahuan bukan meruapakan suatu
hal yang dogmatik dan monopolistik dan (2) Membantu pembaca agar tidak terkejut ketika
menjumpai istilah studi kohor retrospektif dan atau studi kasus kontrol prospektif dalam buku
dan jurnal epidemiologi.
A. Kelebihan
Alasan utama kenapa studi kasus kontrol amat popular, hal ini dikarenakan
sifatnya yang relative murah dan mudah dilakukan ketimbang rancangan studi analitik
lainnya. Kedua, cocok untuk meneliti penyakit dengan periode laten yang panjang. Peneliti
tidak perlu mengikuti perkembangan penyakit pada subyek selama bertahun-tahun,
melainkan cukup mengidentifikasi subyek yang telah mengalami penyakit, lalu mencatat
riwayat paparan mereka. Ketiga, karena subyek penelitian dipilih berdasarkan status
penyakit, maka peneliti memiliki keleluasaan menentukan rasio ukuran sampel kasus dan
kontrol yang optimal, sehingga rancangan ini tepat sekali untuk meneliti penyakit langka.
Keempat, dapat meneliti pengaruh sejumlah paparan terhadap sebuah penyakit.
B. Kelemahan
Kelemahan pertama studi kasus kontrol adalah alur metodologi inferensi kasual
yang bertentangan dengan logika eksperimen klasik. Yang dilakukan studi kasus kontrol
adalah melihat akibatnya dulu baru menyelidiki apa penyebabnya. Hanya persoalannya,
karena pemilihan subyek berdasarkan status penyakit dilakukan tatkala paparan telah (atau
tengah) berlangsung, maka studi kasus control rawan terhadap berbgai bias, baik bias seleksi
maupun bias informasi.
Kedua, secara umum studi kontrol tidak efisien untuk mempelajari paparanpaparan yang langka. Paparan yang langka bisa diteliti dengan rancangan ini, asal beda resiko
(RD) antara populasi yang berpenyakit dan tak berpenyakit cukup tinggi. Untuk itu
dibutuhkan ukuran sampel yang sangat besar.

Ketiga, karena subyek dipilih berdasarkan status penyakit, maka dengan studi
kasus kontrol pada umumnya peneliti tidak dapat menghitung laju insidensi (yaitu kecepatan
kejadian penyakit) baik pada populasi yang terpapar maupun tidak terpapar. Itulah sebabnya
untuk menghitung risiko relative digunakan ukuran rasio odds (OR).
Keempat, pada bebrapa situasi tidak mudah untuk memastikan hubungan temporal
antara paparan dan penyakit.
Kelima, kelompok kasus dan kelompok kontrol dipilih dari dua populasi yang
terpisah, sehingga sulit dipastikan apakah kasus dan kontrol pada populasi studi benar-benar
setara dalam hal faktor-faktor luar dan sumber-sumber distori lainnya.
C. Memilih Kasus
Tiga hal pokok yang perlu diperhatikan dalam memilih kasus, yaitu :
1. Kriteria diagnosis
Kriteria diagnosis dan definisi operasional kasus harus dibuat sejelas-jelasnya, agar
tidak menimbulkan bias pengukuran (bias misklasifikasi).
2. Populasi sumber kasus
Populasi sumber kasus dapat berasal dari rumah sakit (hospital-based), populasi/
masyarakat/ komunitas (population-based).
Keuntungan memilih kasus dari rumah sakit yang melayani populasi sasaran adalah :
(1) Lebih praktis dan murah; (2) Pasien yang dirawat di rumah sakit umumnya lebih
menyadari berbagai faktor yang dialaminya; dan (3) Lebih kooperatif. Kerugiannya, mudah
terjadi bias yang berkaitan dengan preferensi dan penggunaan rumah sakit, misalnya (1) Bias
sentripetal, adalah bias dalam seleksi subjek (yaitu kasus), disebabkan pemilihan pasien
terhadap fasilitas pelayanan medik dipengaruhi oleh reputasi fasilitas pelayanan medik itu;
dan (2) Bias akses diagnostik, adalah bias dalam seleksi subjek (yaitu kasus), disebabkan
pemilihan pasien terhadap fasilitas pelayanan medik dipengaruhi oleh kemmpuan aksesnya
terhadap fasilitas pelayanan medik itu, baik dalam arti geografik, waktu, maupun kemampuan
ekonomi.
Keuntungan memilih kasus dari populasi adalah : (1) Menghindarkan faktor-faktor
yang mempengaruhi pemilihan subjek untuk menggunakan fasilitas pelayanan medik
tertentu; (2) Dapat memberikan gambaran karakter populasi asal kasus secara langsung.
Sebaliknya, kekurangannya adalah membutuhkan biaya dan logistik yang lebih besar
daripada dari rumah sakit. Dalam praktik memilih kasus dari populasi jarang dilakukan.

3. Jenis data penyakit


Hal pokok ketiga yang perlu diperhatikan adalah jenis data penyakit. Terlepas dari
sumber kasus, kasus itu sendiri dapat merupakan insidensi (kasus baru) atau
prevalensi (semua kasus yang ada pada suatu saat). Secara umum pada studi kasuskotrol dianjurkan untuk menggunakan data insidensi daripada data prevalensi.
D. Memilih Kontrol
Tiga hal pokok yang perlu dipertimbangkan dalam memilih kontrol:
(1) Karakter populasi sumber kasus;
(2) Keserupaan antara kontrol dan kasus;
(3) Pertimbangan praktis dan ekonomis.
Kontrol yang terpilih tidak perlu mencerminkn populasi semua individu yang tak
terkena penyakit yang diteliti. Yang penting, kontrol harus dipilih dari populasi individuindividu yang memiliki karakteristik serupa dengan populasi asal kasus, tetapi tidak ber
penyakit yang diteliti.
Ada sejumlah sumber populasi untuk memilih kontrol, yaitu : (1) rumah sakit; (2)
populasi umum; (3) tetangga; (4) teman; dan kerabat keluarga. Masing-masing memiliki
keuntungan dan kerugiannya. Keuntungan memilih kontrol dari pasien rumah sakit adalah :
(1) Mudah dan murah; (2) Karena dirawat di rumah sakit, pada umumnya mereka lebih
menyadari berbagai paparan faktor dan peristiwa yang pernah dialami daripada individu
sehat; (3) Kooperatif. Kerugian memilih kontrol dari pasien rumah sakit adalah, pertama,
mereka adalah orang sakit (dengan penyakit lain).
Kerugian kedua, bias akan terjadi jika kontrol mengidap penyakit yang mempunyai
hubunagn dengan paparan penelitian, dan penyakit itu berhubungan dengan penyakit yang
sedang diteliti, sehingga penafsiran pengaruh pada studi kasus kontrol akan lebih kecil
daripada yang sesungguhnya.
Alternatif sumber kontrol adalah populasi. Kontrol yang berasal dari populasi umum
memiliki beberapa keuntungan: (1) Perbandingan dapat dilakukan dengan lebih baik; (2)
Kontrol yang dipilih merupakan individu pembanding yang memang sehat. Kerugiannya
adalah: (1) Mencari dan mewawancarai kontrol biasanya memerlukan banyak waktu dan

biaya; (2) Individu yang sehat biasanya kurang perhatian tentang paparan yang pernah
dialami, sehingga mengurangi okurasi informasi yang diberikan; (3) Motivasi yang rendah
untuk berprtisipasi dalam penelitian dapat memberikan ancaman serius validitas, jika terdapat
perbedaan prevalensi paparan antara yang mau dan tidak mau mengikuti penelitian.
Sumber kontrol yang ketiga adalah tetangga, teman, dan kerabat keluarga.
Keuntungan menggunakan sumber kontrol ini adalah : (1) Merupakan individu yang sehat
dan kooperatif; (2) Tetangga, teman, dan kerabat keluarga mempunyai lingkungan hidup yang
sana dan terbatas, memiliki faktor-faktor sosio ekonomi, etnik, gaya hidup, paparan
lingkungan fisik yang sama dengan kasus, sehingga faktor-faktor itu merupakan faktor
perancu dalam penaksiran hubungan paparan dan penyakit, maka memilih kontrol yang
sedemikian itu merupakan metode pengontrolan faktor perancu, yang disebut pencocokan.
Tetapi harus dihindari, jangan sampai paparan penelitian merupakn bagian dari faktor-faktor
lingkungan tersebut, sebab jika ini terjadi maka penaksiran hubungan paparan dan penyakit
akan menjadi lebih kecil dari yang sebenarnya.
b. Pengujian Chi-Kuadrat (x2)
Pendahuluan
Chi-kuadrat digunakan untuk mengadakan pendekatan dari beberapa vaktor atau
mngevaluasi frekuensi yang diselidiki atau frekuensi hasil observasi dengan frekuensi yang
diharapkan dari sampel apakah terdapat hubungan atau perbedaan yang signifikan atau tidak.
Dalam statistik, distribusi chi square termasuk dalam statistik nonparametrik.
Distribusi nonparametrik adalah distribusi dimana besaran-besaran populasi tidak diketahui.
Distribusi ini sangat bermanfaat dalam melakukan analisis statistik jika kita tidak memiliki
informasi tentang populasi atau jika asumsi-asumsi yang dipersyaratkan untuk penggunaan
statistik parametrik tidak terpenuhi.
Beberapa hal yang perlu diketahui berkenaan dengan distribusi chi square adalah
:Distribusi chi-square memiliki satu parameter yaitu derajat bebas (db).

Nilai-nilai chi square di mulai dari 0 disebelah kiri, sampai nilai-nilai


positif tak terhingga di sebelah kanan.

Probabilitas nilai chi square di mulai dari sisi sebelah kanan.

Luas daerah di bawah kurva normal adalah 1.


a)

Uji Kecocokan = Uji Kebaikan Suai = Goodness of Fit

10

b)

Uji Kebebasan

c)

Uji Beberapa Proporsi (Prinsip pengerjaan (b) dan (c) sama saja)

Nilai chi square adalah nilai kuadrat karena itu nilai chi square selalu positif. Bentuk
distribusi chi square tergantung dari derajat bebas (Db)/degree of freedom. Pengertian pada
uji chi square sama dengan pengujian hipotesis yang lain, yaitu luas daerah penolakan Ho
atau taraf nyata pengujian
Metode Chi-kuadrat menggunakan data nominal, data tersebut diperoleh dari hasil
menghitung. Sedangkan besarnya nilai chi-kuadrat bukan merupakan ukuran derajat
hubungan atau perbedaan.
Macam-macam bentuk analisa Chi-kuadrat :

Penaksiran standar deviasi

Pengujian hipotesis standar deviasi

Pengujian hipotesis perbedaan beberapa proporsi atau chi-square dari data


multinominal

Uji hipotesis tentang ketergantungan suatu variabel terhadap variabel lain/uji Chisquare dari tabel kontingensi/tabel dwikasta/tabel silang

Uji hipotesis kesesuaian bentuk kurva distribusi frekuensi terhadap distribusi peluang
teoritisnya atau uji Chi-square tentang goodness of fit

Ketentuan Pemakaian Chi-Kuadrat (X2)


Agar pengujian hipotesis dengan chi-kuadrat dapat digunakan dengan baik, maka
hendaknyamemperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1.

Jumlah sampel harus cukup besar untuk meyakinkan kita bahwa terdapat kesamaan
antara distribusi teoretis dengan distribusi sampling chi-kuadrat.

2.

Pengamatan harus bersifat independen (unpaired). Ini berarti bahwa jawaban satu
subjek tidak berpengaruh terhadap jawaban subjek lain atau satu subjek hanya satu kali
digunakan dalam analisis.

3.

Pengujian chi-kuadrat hanya dapat digunakan pada data deskrit (data frekuensi atau
data kategori) atau data kontinu yang telah dikelompokan menjadi kategori.

4.

Jumlah frekuensi yang diharapkan harus sama dengan jumlah frekuensi yang diamati.

5.

Pada derajat kebebasan sama dengan 1 (table 2 x 2) tidak boleh ada nilai ekspektasi
yang sangat kecil. Secara umum, bila nilai yang diharapkan terletak dalam satu sel
terlalu kecil (< 5) sebaiknya chi-kuadrat tidak digunakan karena dapat menimbulkan
taksiran yang berlebih (over estimate) sehingga banyak hipotesis yang ditolak kecuali

11

dengan koreksi dari Yates. Bila tidak cukup besar, maka adanya satu nilai ekspektasi
yang lebih kecil dari 5 tidak akan banyak mempengaruhi hasil yang diinginkan. Pada
pengujian chi-kuadrat dengan banyak ketegori, bila terdapat lebih dari satu nilai
ekspektasi kurang dari 5 maka, nilai-nilai ekspektasi tersebut dapat digabungkan
dengan konsekuensi jumlah kategori akan berkurang dan informasi yang diperoleh juga
berkurang.
Besarnya Derajat Kebebasan
Pada pembahasan tentang distribusi t , kita ketahui bahwa besarnya derajat
kebebasan sama dengan n 1.
Pengujian hipotesis menggunakan distribusi chi-kuadrat yang terdiri dari 2 variabel
dan masing-masing variable terdiri dari beberapa kategori. Untuk menghitung banyaknya
derajat kebebasan maka dibuat table kontingensi. Misalnya terdapat 2 variabel di mana
variable ke-1 terdiri dari 3 kategori dan veriabel ke-2 terdiri dari 4 kategori. Dengan demikian
dapat dibuat table kontingensi 3 x 4 sebagai berikut.

Variabel
1

A
B
C
Jumlah

Variable 2
1
2
B
B
B
B
Tb
Tb
X
X

3
B
B
Tb
X

4
Tb
Tb
Tb
X

jumlah
X
X
X
X

Keterangan :
B = dapat digunakan dengan bebas
Tb = tak bebas
X = nilainya diketahui
Jumlah nilai dari baris dan kolom disebut nilai marginal. Jika nilai marginal dari
jumlah seluruhnya (grand total) telah diketahui maka, pada baris pertama terdapat 3 nilai
yang dapat ditentukan dengan bebas, demikian pula dengan baris kedua, tetapi pada baris
ketiga semuanya tidak bebas karena jumlah marginal telah diketahui. Jadi, disini terdapat 6
nilai yang dapat ditentukan dengan bebas (2 x 3 = 6).
Secara umum rumus untuk menghitung derajat kebebasan pada pengujian hipotesis
menggunakan chi-kuadrat adalah sperti berikut.
dk

= (jumlah baris 1) (jumlah kolom 1)

atau

12

dk

=(B1) (K1)

Pada contoh diatas, dk = ( 3 -1 ) ( 4 1 ) = 2 x 3 = 6


Menghitung Nilai Ekspektasi
Nilai ekspektasi adalah nilai yang kita harapkan terjadi sesuai dengan hipotesis
penelitian. Nilai ekspektasi dapat dihitung dengan perkalian antara nilai marginal kolom dan
baris yang bersangkutan dibagi dengan jumlah seluruhnya (N) atau grand total yang terletak
pada sudut kanan tabel kontingensi.
5)

Pengujian Hipotesis Tentang Kesamaan Beberapa Proporsi

Chi-kuadrat dapat digunakan untuk menguji beberapa proporsi, mislanya, kita memperoleh
beberapa proporsi P1, P2, P3 . . . . Pk dengan kategori x1, x2, x3 . . . . xk yang bersifat
independen dan kita ingin mengetahui apakah perbedaan proporsi hasil pengamatan memang
benar berbeda atau karena faktor kebetulan. Untuk menyelesaikan masalah tersebutdilakukan
pengujian dengan x2.
E1 = np1 , E2 = np2 , E3 = np3 . . . . Ek = npk
Ho

: P1 = P2 = P3 . . . . Pk

Ha

: P1 P2 , P3 . . . . Pk

dk = banyaknya kategori 1 = (k 1)
Ho akan diterima bila hasil perhitungan x2 lebih kecil daripada x2 yang terdapat dalam tabel
dengan dk = k 1 pada derajat kemaknaan .
Chi-Kuadrat Untuk Pengujian Independensi
Dibidang kedokteran tidak jarang kita menemukan dua variabel dimana masing
masing variabel terdiri dari beberapa kategori,misalnya tingkat beratnya penyakit dengan
tingkat kesembuhan. Bila kita ingin mengetahui apakah diantara dua variabel tersebut
terdapat hubungan atau tidak, dengan kata lain apakah kedua variabel tersebut bersifat
dependen atau independen, maka pengujian hipotesis dilakukan dengan x2.
Interpretasi hasil pengujian ialah apabila hipotesis nol diterima, berarti tidak ada hubungan
(independen), tetapi bila hasilnya menolak hipotesis nol maka dikatakan kedua variabel
tersebut mempunyai hubungan atau dependen. Rumus yang digunakan adalah rumus umum
x2.
Tabel Kontingensi 2 x 2 dan Uji x2
Bila hasil pengamatan terdiri dari dua variabel dan masing-masing hanya terdiri dari 2
kategori maka dapat dibuat tabel kontingensi 2 x 2. Dalam hal demikian, bila sampelnya
cukup besar maka perhitungan chi-kuadrat dapat dilakukan dengan rumus chi-kuadrat yang
lazim digunakan.

13

Tabel kontingensi 2 x 2 secara umum dapat kita gambarkan seperti berikut.


Variabel Dependen

Variabel

II

a + b = r1

c + d = r2

a + c = s1

b + d = s2

Independe
n

Koreksi Kontinuitas Pada Tabel 2 x 2 (Yates)


Bila kita gunakan rumus diatas untuk menyelesaikan pengujian chi-kuadrat dengan
tabel 22 dengan derajat kebebasan (dk) satu, maka akan terjadi penaksiran yang berlebih
terutama bila hasil pengamatan merupakan frekuensi yang kecil sehingga banyak terjadi
penolakan hipotesis. Hal ini disebabkan terjadinya pendekatan distribusi binomial ke
distribusi normal.
Untuk mengatasi hal tersebut maka dilakukan koreksi yang dikenal dengan koreksi
kontinuitas yang ditemukan oleh F Yates pada tahun 1934. Oleh karena itu, koreksi tersebut
dikenal dengan koreksi Yates.
Koreksi Yates adalah aturan yang diusulkan oleh F.Yates (1934), dimaksudkan
sebagai suatu nilai koreksi terhadap hasil distribusi kontinu berdasarkan hasil dari data
diskrit, koreksi Yates ini sebagai upaya untuk mengkontinukan tingkat penyebaran data dalam
pengujian tabel kontingensi 22, agar lebih baik sebaran hampirannya (Murti, 1996).
Tabel 2 x 2 secara umum dapat kita gambarkan seperti berikut.
Variabel Dependen

Variabel

II

a + b = r1

c + d = r2

a + c = s1

b + d = s2

Independe
n

14

Dalam menurunkan distribusi statistic 2 perlu diperhatikan bahwa distribusi chikuadrat bertipe kontinu, maka untuk mereduksi akibat penghampiran a , Yates mengusulkan
sebuah koreksi kekontinuan. Yaitu anggap frekuensi pengamatan dapat diambil semua nilai
yang mungkin pada suatu selang kontinu dengan cara mengambil jarak unit dari bilangan
yang diperoleh.
Budiarto (2002), menyarankan bahwa untuk menggunakan koreksi Yates pada kondisi
sebagai berikut :
1. Sampel kecil
2. Tabel kontingensi 22
3. Nilai ekspektasi < 5
4. dk = 1
Namun demikian penggunaan koreksi Yates tidak disarankan/diperlukan lagi, bila N
terlampau banyak. Dahulu koreksi Yates banyak digunakan, namun akhir-akhir ini
manfaatnya dipertanyakan. Bahkan Grizzle (1967) menganjurkan untuk tidak menggunakan
koraksi Yates, karena cenderung memperbesar kesalahan tipe II (tidak menolak Ho, padahal
Ho salah) (Murti, 1996)
Walaupun telah dilakukan koreksi, tetapi masih terjadi keraguan pendekatan distribusi
chi-kuadrat ke distribusi normal. Hal ini terjadi bila frekuensi terlalu kecil.oleh karena itu,
R.A. Fisher, J.O. Irwin, dan F. Yates mengusulkan perhitungan chi-kuadrat dilakukan eksak
tes yang dikenal dengan Fisher probability exact test
Fisher probability exact test merupakan salah satu metode statistik non parametrik
untuk menguji hipotesis. Prosedur ini ditemukan oleh R.A. Fisher pada pertengahan tahun
1930. Pada penelitian dua variabel dengan data yang dinyatakan dalam persen, pengujian
hipotesis dapat dilakukan dengan statistik parametrik chi-kuadrat. Bila sampel yang
digunakan terlalu kecil (n<20) dan nilai ekspektasi < 5 maka chi-kuadrat tidak dapat
digunakan walaupun telah mengalami koreksi dari Yates. Untuk mengatasi kelemahan uji chikuadrat tersebut digunakan Fisher probability exact test (Budiarto, 2002).
Menurut Sugiyono, (2005), uji exact fisher digunakan untuk menguji signifikansi
hipotesis komparatif dua sampel kecil independen bila datanya berbentuk nominal. Untuk
memper-mudahkan perhitungan. Dalam pengujian hipotesis, maka data hasil pengamatan
perlu disusun ke dalam tabel kontingensi 2 x 2 (Sugiyono, 2005).
Fisher exact tes ini lebih akurat daripada uji chi-kuadrat untuk data-data berjumlah
sedikit. Walaupun uji ini biasanya digunakan pada tabel sebanyak 2 x 2, namun kita dapat
melakukan Uji exact Fisher dengan jumlah tabel yang lebih besar.

15

Fisher Exact Test


Cohran (1954) dalam Siegel (1992) menganjurkan untuk menggunakan uji exact
fisher bila pada uji chi-kuadrat dilakukan dengan sampel kecil tersebut akan baik bila
digunakan pada kondisi sebagai berikut :
1.

Bila sampel total kurang dari 20 atau

2.

bila jumlah sampel 20 < n < 40 dengan nilai ekspektasinya <5


Pada nilai marginal yang tetap dapat disusun berbagai kombinasi. Dari setiap kombinasi

yang dihasilkan dapat dihitung selisih persentase antara yang berhasil (+) dan tidak berhasil
(-) dan dihitung nilai p menggunakan rumus di atas.
Hasil perhitungan persentase setiap kombinasi dan nilai p dapat disusun dalam bentuk
tebel. Melalui tabel tersebut kita dapat segera mengetahui besarnya p dari selisih persentase
(+) dan (-) (Budiarto, 2002).
Keuntungan dan kerugian dengan menggunakan Uji exact Fisher yaitu sebagai berikut
(Budiarto, 2002) :
Keuntungan :
1.

Hasilnya langsung dengan nilai p yang pasti

2.

Tes hanya didasarkan atas hasil pengamatan yang nyata

3.

Tidak dibutuhkan asumsi populasi berdistribusi normal

4.

Tidak dibutuhkan asumsi kedua kelompok yang diambil dari populasi secara random.

Kerugian :
1. Sulit untuk dilakukan ekstrapolasi terhadap populasi studi
2. Ahli statistika yang beranggapan bahwa tujuan akhir uji statistik adalah mengadakan
estimasi terhadap parameter populasi tidak setuju dengan uji Fisher.
Pengujian Hipotesis Chi-Kuadrat Pada Data Binomial
Bila data yang akan diuji merupakan data binomial dengan probilitas terjadinya
sesuatu = p dan probabilitas lain = q maka pengujiannya dilakukan dengan mengambil
sampel sebesar n, dimana dalam sampel tersebut terdapat kategori x. Frekuensi yang
diharapkan pada probabilitas yang diharapkan = np.
Derajat Hubungan (Koefisien Kontingensi C)
Kegunaan teknik koefisien kontingensi yang diberi simbol C, adalah untuk mencari
atau menghitung keeratan hubungan antara dua variabel yang mempunyai gejala ordinal
(kategori), paling tidak berjenis nominal.
Cara kerja atau perhitungan koefisien kontingensi sangatlah mudah jika nilai Chikuadrat sudah diketahui. Oleh karena itu biasanya para peneliti menghitung harga koefisien

16

kontingensi setelah menentukan harga Chi-kuadrat. Test signifikansi yang digunakan tetap
menggunakan tabel kritik Chi-kuadrat, dengan derajat kebebasan (db) sama dengan jumlah
kolom dikurangi satu dikalikan dengan jumlah baris dikurangi satu (b-1)(k-1). Untuk
mengetahui asosiasi /kekuatan/derajat hubungan/relasi antara dua perangkat atribut.
Agar harga C dapat dipakai untuk menilai derajat asosiasi antara faktor-faktor atu
nutuk mengukur kekuatan hubungan, maka nilai C harus dibandingkan dengan koefisien
kontingensi maksimum yang bisa terjadi.

17

DAFTAR PUSTAKA
Sastroasmoro,S dan S. Ismail.2008. Sadar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi ke 3.
Jakarta :Sagung Seto
Sudjana.2005. Metoda Statistika. Bandung:Trasito.

Anda mungkin juga menyukai